• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Pengertian Kebangkrutan

Ada beberapa pengertian kebangkrutan menurut para ahli terdahulu. Menurut Prihadi (2008:177) kebangkrutan adalah kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya.

Menurut Darsono kebangkrutan adalah kegagalan perusahaan dimana menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (2005:165).

Menurut Weston dan Brigham (2006:474) kebangkrutan merupakan suatu kegagalan yang terjadi pada perusahaan yang dapat didefinisikan dalam beberapa cara dan beberapa tidak harus menyebabkan keruntuhan atau pembubaran perusahaan. Adapun Jenis Kebangkutan tersebut adalah:

a. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)

Kegagalan dalam arti ekonomis biasanya berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Kegagalan dapat juga berarti bahwa tingkat pendapatan atau biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa pendapatan nyata perusahaan telah turun dibawah pendapatan yang diharapkan. Tidak ada

(2)

kesatuan pendapat mengenai definisi kegagalan dalam arti ekonomis.

b. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)

Walaupun kegagalan keuangan adalah istilah yang tidak seberapa meragukan dari kegagalan ekonomis, namun demikian kegagalan keuangan mempunyai dua segi yang diakui secara umum.

Perusahaan dianggap harus dipenuhi, walaupun totalnya harta melebihi totalnya hutang. Ini didefinikan sebagai ketidakmampuan membayar secara teknik (technical insolvency atau insolvency teknis). Perusahaan itu gagal atau bangkrut, jika hutang total

melebihi penilaian wajar dari harta totalnya (yaitu jika nilai bersih dari perusahaan yang sebenarnya itu negatif). Selanjutnya, apabila dipakai perkataaan gagal (failure), maka ini akan dikatakan insolvensi teknis maupun kebangkrutan.

Pengertian financial distressed menurut Supardi (2003:79) mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja. Sebagian asset liability management sangat berperan dalam pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed. Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut.

(3)

Perusahaan yang belum sakitpun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Namun demikian, proses kebangkrutan sebuah perusaahaan tentu saja tidak semata-mata disebabkan oleh factor ekonomi saja tetapi bisa disebabkan oleh factor lain yang sifatnya nonekonomi. Kegagalan keuangan bisa juga diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk, yaitu :

1) Insolvensi teknis. Perusahaan bisa diaggap gagal jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti ratio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau ratio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga atau pembayaran kembali pokok pada tanggal tertentu.

2) Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan. Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban.

(4)

Blum (dalam Munawir, 2008:288) mengartikan kegagalan keuangan sebagai :

Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan perusahaan mengalami kebangkrutan, atau menyebabkan perjanjian khusus dengan para kreditor untuk mengurangi atau menghapus utangnya.

Kebangkrutan memang sulit didefinisikan dengan pasti, buktinya adalah munculnya pendapat yang berbeda-beda tentang arti kebangkrutan. Meskipun demikian, umumnya perusahaan dianggap bangkrut jika hutang perusahaan dianggap bangkrut jika hutang perusahaan lebih besar dari aktiva perusahaan dan jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada kreditur saat jatuh tempo. Sehingga disimpulkan bahwa kebangkrutan sebagai kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak dapat menjalankan operasi dengan baik yang berakibat bangkrut.

Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan tidak dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan

(5)

untuk mengembalika pinjaman, membiayai operasi perusahaan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki.

Kebangkrutan akan cepat terjadi di Negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Proses kebangkrutan, tidak semata-mata disebabkan oleh faktor ekonomi tetapi juga disebabkan oleh faktor yang lain yang sifatnya non ekonomi.

2. Manfaat Informasi Kebangkrutan

Prediksi tentang perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress), yang kemudian mengalami kebangkrutan, merupakan bahan diskusi dan studi yang menarik. Peneliti di Amerika dan Negara maju lainnya telah banyak melakukan studi tentang prediksi kebangkrutan akibat kesulitan keuangan. Namun di Indonesia masih jarang dilakukan, karena sulitnya mencari data keuangan perusahaan yang kesulitan keuangan atau bangkrut. Perusahaan yang go public selama ini sangat jarang, yang dinyatakan bangkrut berdasarkan undang-undang perseroan.

(6)

Analisis kesulitan keuangan sangat membantu pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap perusahaan yang menngalami kesulitan keuangan. Salah satu bentuk analisis untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan adalah analisi model Altman (Z-Score).

Pihak-pihak yang berkepentingan mengetahui model ini menurut Hanafi dan Halim (2009:261) adalah :

a. Kreditur/Pemberi Pinjaman. Informasi kebangkrutan ini bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada.

b. Investor. Investor saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya suatu perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. Investor yang menganut strategi aktif akan mengembangkan model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan seawal mungkin dan kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.

c. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.

d. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai 11% -

(7)

17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang langsung adalah biaya akuntan dan biaya penasihat hokum. Sedang contoh biaya kebangkrutan yang tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena beberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan. Apabila perusahaan bisa mendeteksi potensi kebangkrutan seawall mungkin, maka tindakan penghematan bisa dilakukan, missal dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

e. Pemerintah. Pada beberapa sector usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi jalannya usaha tersebut. Pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tanda- tanda kebangkrutan lebih awal agar tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.

f. Auditor, dalam melakukan audit harus menyatakan apakah perusahaan bisa going concern atau tidak. Apabila ada petunjuk bahwa perusahaan tidak bisa melakukan operasinya, auditor harus memberikan pendapat tentang tidak adanya petunjuk going concern tersebut. Dengan adanya model yang memprediksi kebangkrutan, auditor bisa melakukan audit dan bisa memberikan pendapat terhadap laporan keuangan perusahaan dengan lebih baik.

(8)

3. Penyebab Kebangkrutan

Penyebab kebangkrutan dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal perusahaan. Tetapi untuk menentukan secara faktor apa saja yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, sebab seringkali kebangkutan terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor yang terakumulasi sehingga mempercepat proses terjadinya kebangkrutan.

Dalam Umroh (2007:22) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan antara lain :

a. Faktor internal

Penyebab kebangkrutan biasanya merupakan akibat keputusan yang tidak tepat dimasa lalu atau mungkin karena pihak manajemen perusahaan gagal mengambil tindakan yang tepat pada saat dibutuhkan. Faktor internal itu dapat berupa :

1) Kredit yang diberikan pada pelanggan terlalu besar karena persyaratan kredit sangat longgar atau jangka waktu kredit sangat panjang.

2) Kekurangan Modal

Jika perusahaan mengalami kerugian operasi juga mengalami kekurangan modal maka kemungkinan besar perusahaan tidak akan mampu lagi untuk membiayai operasi dan membayar kewajibannya tepat pada tanggal jatuh tempo.

(9)

3) Ketidak mampuan manajemen. Seringkali suatu bisnis gagal karena kurang cakapnya manajer, kualifikasi personalia pihak manajemen yang kurang bagus dan kurangnya kemampuan, pengalaman, keterampilan, serta kurang inisiatif dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan perusahaan. Tanda- tanda manajemen yang kurang bagus, antara lain :

a) Hasil penjualan yang tidak memadai. Hal itu timbul akibat dari rendahnya suatu barang yang dijual, kurang optimalnya pelayanan kepada konsumen, kegunaan promosi kurang terarah, daerah pemasaran kurang menguntungkan, dan organisasi bagian penjualan tidak kompeten dibidangnya.

Dalam kondisi demikian perusahaan tidak akan mampu menghasilkan laba yang cukup untuk tetap bertahan dalam bidang usahanya.

b) Penentuan harga yang kurang tepat, misalnya harga jual terlalu rendah dibandingkan dengan biaya pokok produksi.

Dengan demikian berarti keuntungan yang diperoleh sangat sedikit bahkan perusahaan mengalami kerugian.

c) Over Investment dalam aktiva tetap dan persediaan. Kedua jenis investasi ini mempunyai sifat sulit untuk dijadikan uang kas secara cepat tidak seperti surat berharga.

d) Struktur modal yang tidak seimbang, artinya jumlah hutang yang dimiliki perusahaan relatif tinggi. Akibatnya sebagian

(10)

besar bagian dari keuntunga akan terserap untuk pembayaran bunga hutang.

e) Perusahaan tidak mempunyai perlindungan asuransi yang tidak memadai, sehingga jika perusahaan mengalami kerugian karena kebakaran misalnya, maka perusahaan terpaksa harus menutup usahanya.

b. Faktor Eksternal

Faktor-faktor ekternal yang menyebabkan kebangkrutan peruasahaan biasanya berupa kejadian mendadak dan kadang- kadang berada di luar jangkauan manajemen, misalnya kecelakaan dan bencana alam yang sewaktu-waktu bisa menimpa perusahaan merupakan contoh peristiwa yang pernah atau bahkan sering menyebabkan perusahaan menutup atau menghentikan usahanya.

4. Indikator Dalam Memprediksi Kebangkrutan

Ada beberapa indicator yang bisa menjadi prediksi kebangkrutan.

Menurut Hanafi dan Halim (2009:264), salah satu sumbernya adalah aliran kas untuk saat ini atau untuk masa dating. Sumber lain adalah analisis strategi perusahaan. Analisis ini memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh perusahaan, struktur biaya relative terhadap persaingan, kualitas manajemen, kemampuan manajemen mengendalikan biaya, dan lainnya. Analisis semacam ini bisa dijadikan sebagai pendukug analisis aliran kas, karena kondisi perusahaan semacam ini akan mempengaruhi aliran kas perusahaan. Analisis

(11)

break even sebagai contoh, akan melihat seberapa jauh penjualan bisa

turun agar perusahaan masih bisa memperoleh keuntungan.

Sumber lain adalah laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan itu bisa digunakan untuk memprediksi kesulitan keuangan.

Sumber lainnya adalah informasi ekternal. Pada pasar keuangan yang sudah maju, lembaga penilai (rating) sudah berkembang dan informasi mereka dapat dipakai untuk memprediksi kemungkinan adaya kesulitan keuangan.

Dalam Umroh (2005:25),indikator-indikator yang dapat digunakan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan dapat dibagi dua. Antara lain ; a. Dapat diamati oleh pihak ekstern, misalnya :

1) Penurunan jumlah dividen yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa periode secara berturut-turut.

2) Penurunan laba secara terus menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian.

3) Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.

4) Pemecatan pegawai secara besar-besaran.

5) Pengunduran diri eksekutif puncak.

6) Harga saham di pasar modal turun terus-menerus.

b. Indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh pihak intern perusahaan adalah :

1) Turunnya volume penjualan. Hal ini terjadi karena ketidak mampuan manajemen dalam menetapkan kebijakan dan

(12)

strategi karena kurang pengalaman atau kurang tanggap dalam menganggulangi kemunduran perusahaan.

2) Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan. Hal ini disebabkan karena kesalahan penetapan strategi pemasaran.

3) Ketergantungan terhadap hutang-hutang perusahaan sangat besar, sehingga biaya modal juga membengkak.

5. Indikator Dalam Kegagalan Bisnis

Tanda-tanda yang dapat dilihat terhadap sebbuah perusahaan yang mengalami kesulitan dalam bisnisnya dan mungkin kesulitan keuangan antara lain adalah sebagai berikut (Lesmana, 2006:283) :

a. Penjualan atau pendapatan mengalami penurunan secara signifikan b. Penurunan laba dan atau arus kas dari operasi.

c. Harga pasar saham turun secara signifikan.

d. Penurunan total aktiva.

e. Kemungkinan gagal yang besar dalam industry (nature dalam indutri), atau industri yang resiko tinggi.

f. Young company, perusahaan berusia muda pada umumnya mengalami kesulitan di tahun-tahun awal operasinya, sehingga kalau tidak didukung sumber permodalan yang kuat akan dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius atau berakhir dengan kebangkrutan.

g. Pemotongan yang signifikan dalam dividen.

(13)

6. Tahap-Tahap Kegagalan Keuangan dan Kebangkrutan

Dalam Mufida (2005:41) kesulitan-kesulitan financial yang menuju kearah terjadinya kebangkrutan dapat dianalisa dan di identifikasikan dalam empat tahap, antara lain :

a. Periode inkubasi

Dalam periode ini biasanya ditandai oleh adanya satu atau lebih keadaan operasi atau finansial perusahaan yang tidak menguntungkan, yang kemungkinannya tidak disadari oleh pihak kreditur dan lain-lain pihak ekstern, bahkan oleh pihak manajemen itu sendiri. Berbagai situasi yang menandai tahap ini antara lain : 1) Penurunan volume penjualan, karena adanya perubahan selera

atau permintaan konsumen.

2) Kenaikan biaya-biaya operasi.

3) Inefisiensi produksi karena metode produksi yang ketinggalan zaman.

4) Tingkat persaingan yang ketat.

5) Personalia yang memegang jabatan tidak memiliki kompetensi.

6) Kegagalan dalam melaksanakan ekspansi.

7) Ketidak efektifan dalam pelaksanaan fungsi pengumpula piutang.

8) Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).

(14)

b. Tahap kesulitan likuidasi atau Cash Shortage.

Pada tahap ini biasanya diawali oleh ketidak mampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang jangka pendek yang telah jatuh tempo meskipun aktiva fisiknya melebihi kewajibannya dan perusahaan masih mampu menghasilkan keuntungan. Masalah pokok yang dihadapi oleh perusahaan dalam tahap ini adalah aktiva perusahaan tidak liquid.

c. Tahap financial dan commercial insolvency.

Tahap ini adalah tahap dimana perusahaan tidak solvable dalam kegiatan komersial dan financial. Pada tahap ini ditandai oleh keadaan dimana perusahaan tidak mampu mendapatkan dana dari sumber-sumber regular untuk membayar hutang-hutangnya yang jatuh tempo dan bahkan sudah menunggak. Namun demikian, perusahaan masih dapat diharapkan mempertahankan kelangsungan hidupnya bahkan untuk bangkit kembali, apabila berhasil untuk mendapat dukungan finansial yang baru.

d. Tahap total insolvency

Tahap ini kebangkrutan dalam arti sebenarnya telah menimpa perusahaan. Gejala yang paling adalah jumlah hutang yang lebih besar dari nilai aktiva perusahaan. Keadaan ini semakin lengkap dan sah setelah pernyataan kebangkrutan secara resmi dan perusahaan dibubarkan.

(15)

7) Langkah-Langkah Antisipasi Kemungkinan Kegagalan Bisnis

Manajemen harus menilai tanda bahaya mengenai adanya kemungkinan kegagalan bisnis, dan melakukan tindakan-tindakan antisipasi untuk menghindarinya. Langkah-langkah yang mungkin diambil oleh manajemen sesuai Siegel dalam Lesmana (2003:185), adalah sebagai berikut :

a. Antisipasi trend mendatang dipasar. Menghindari industry yang penuh dengan kegagalan. Menghindari pasar yang menurun, dimana sangat kompetitif.

b. Asuransi yang memadai.

c. Berhati-hati dalam perubahan labor intensive ke capital intensive dalam ekonomi yang suram.

d. Deversifikasi operasi, dapat dengan melakukan diversifikasi vertical dan horizontal.

e. Identifikasi dan menghentikan divisi atau lini produk yang tidak menguntungkan.

f. Melakukan Assets Management dengan baik, seperti manajemen kas, persediaan dan piutang dagang untuk mendapatkan hasil yang baik sekaligus mengendalikan risiko.

g. Melakukan pendekatan hedging (membatasi) untuk menyesuaikan jatuh tempo antara aktiva dan kewajiban.

(16)

h. Melakukan pengeluaran untuk pertumbuhan mendatang seperti biaya penelitian dan pengembangan, biaya pelatihan dan pendidikan karyawan, dan biaya iklan.

i. Melakukan perbaikan dalam biaya dan pengendalian produksi, seperti melakukan analisis varians dalam operasi atau departemen.

j. Melakukan perjanjian dengan bank dalam penyediaan kredit, dengan menghindari hutang berlebihan, mempertahankan pembayaran hutang, dan memperpanjang jatuh tempo pembayaran hutang.

k. Memperbaiki strategi dan kebijakan pemasaran.

l. Menghindari manajemen yang buruk, seperti etergantungan yang sangat terhadap beberapa orang kunci, kurangnya komunikasi dan eksekutif yang haus kekuasaan.

m. Menghindari operasi luar negeri di Negara-negara berisiko tinggi.

n. Mengurangi biaya karyawan, dengan melakukan tindakan yang bijaksana seperti menawarkan insentif bagi pensiun dini.

o. Mengurangi ekspansi modal selama penurunan ekonomi.

p. Menjaga agar tidak ketinggalan dalam perubahan teknologi.

q. Menurunkan harga pasar pada barang yang susah dijual dan meningkatkan harga pada barang yang tingkat permintaannya tinggi.

(17)

B. Model Altman (Z-Score)

Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari perusahaan. Sebelum adanya model Altman, penerapan analisis rasio untuk memprediksi kondisi keuangan perusahaan dilakukan secara terpisah (univariate analysis). Dari analisis itu masing-masing rasio keuangan menggambarkan kondisi yang berbeda-beda sehingga sering terjadi ketidak sesuaian. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dikembangkan model analisis dengan menggabungkan dua teknik statistik yaitu analisis regresi dan analisis diskriminasi. Analisis regresi menggunakan data masa lampau untuk memprediksi nilai yang akan datang dari suatu variable tak bebas, sedangkan analisis diskriminan menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokkan yang bersifat a priori.

Kelemahan formula Altman (1968) juga diungkapkan oleh Hanafi dan Halim (2009:275) bahwa masalah lain masih perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go public dan dengan demikian tidak mempunyai nilai pasar. Perusahaan-perusahaan yang ada di Negara seperti Indonesia, perusahaan semacam itu merupakan sebagian besar yang ada.

Altman kemudian mengembangkan alternative dengan menggantikan variable X4 (nilai pasar modal/nilai buku total hutang). Dengan demikian modal tersebut dapat diterapkan baik untuk perusahaan go public maupun yang tidak go public.

(18)

Model alternatif yang dikembangkan Altman tersebut merupakan hasil dari penelitiannya pada tahun 1984 dibeberapa Negara diantaranya Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, dan Perancis. Setelah melakukan penelitian ulang tersebut, Altman telah menemukan formula baru untuk metode Z-Score yang berdimensi international. Sehingga formula Z-Score berubah menjadi sebagai berikut (Munawir, 2003:311)

Z = 0,717(X1) + 0,847(X2) + 3,107(X3) + 0,420(X4) + 0,998(X5) Dimana:

X1 = Working Capital to Total Assets

= Aktiva Lancar – Hutang Lancar Total Aktiva

X2 = Retained Earning to Total Assets

= Laba yang Ditahan Total Aktiva

X3 = Earning Before Interest and Tax

= Laba Sebelum Bunga dan Pajak Total Aktiva

X4 = Book Value of Equity to Book Value of Debt

= Nilai Buku Ekuitas . Nilai Buku Total Hutang

(19)

X5 = Sales to Total Assets

= Penjualan . Total Aktiva

Model yang baru ini mempunyai kemampuan prediksi yang cukup baik juga (94% benar atau 62 benar dari total sampel 66 perusahaan), sedangkan yang asli (95% benar atau 63 benar dari 66 total sampel). Titik cut-off yang dilaporkan Altman adalah sebagai berikut :

Meskipun sudah diakui dan diterapkan secara luas, tetapi hasil penelitian Altman tidak terlepas dari kelemahan-kelemahan. Untuk meminimalkan kelemahan penelitian ini, peneliti-peneliti lain dan juga Altman sendiri mencoba melakukan penelitian ulang. Penelitian lanjutan misalnya Daskin (1972), Diamond (1976), Altman, Haldeman dan Narayana (1977), serta yang dianggap lebih baik adalah penelitian Ohlson (1980).

Z-Score dikembangkan oleh Edward L. Altman. Pada penelitian

terakhirnya dia menggolongkan Z-Score atas dasar jenis bidang usaha.

Penelitiannya atas 85 perusahaan pabrikasi menghasilkan metode Z-Score model A, kemudian untuk perusahaan jasa dan umum dikembangkan Z- Score model B. berikut ini pengertian dari beberapa model Z-Score yang dikembangkan oleh Edward L.Altman (data dari www.For-a-better- business.com) dan Max L. Heine :

(20)

a. Original Z-Score (untuk perusahaan pabrik pabrikasi)

Apabila nilai Z-Score yang dihasilkan adalah 3 atau diatas point tersebut maka perusahaan tersebut tidak termasuk dalam kategori

“Bangkrut”. Sementara jika nilai Z-Score yang dihasilkan adalah 1,2 atau dibawahnya maka perusahaan tersebut bisa digolongkan dalam kategori bangkrut. Daerah antara nilai 1,2 dan 3,0 merupakan grey area. Kemungkinan kebangkrutan perusahaan dalam grey area

tersebut sebesar 95% dalam setahun dan sebesar 70% dalam jangka waktu 2 tahun.

b. Z-Score Model A (untuk perusahaan private pabrikasi)

Model Z-Score ini tepat untuk diterapkan dalam perusahaan private pabrikasi. Model A ini tidak bisa diterapkan untuk perusahaan jenis lain. Apabila nilai Z-Score yang dihasilkan adalah 2,9 atau diatasnya maka perusahaan tersebut termasuk dalam kategori fit. Daerah nilai antara 1,2 dan 2,90 merupakan grey area. Sementara jika nilainya adalah 1,2 atau dibawahnya maka perusahaan tersebut dapat diindikasikan kuat mengalami kebangkrutan. Kemungkinan kebangkrutan perusahaan dalam grey area adalah sekitar 95% dalam setahun dan 70% dalam dua tahun.

c. Z-Score model B (untuk perusahaan private Non-Pabrikasi)

Model ini dikembangkan oleh Altman untuk menilai atau mengindikasikan kebangkrutan sutau perusahaan private non-pabrikasi dalam satu atau dua tahun. Model ini tidak dapat diterapkan untuk

(21)

perusahaan pabrikasi. Apabila nilai Z-Score yang dihasilkan adalah 2,09 atau diatasnya maka perusahaan tersebut termasuk dalam kategori fit. Daerah nilai diantara 1,2 dan 2,09 merupakan grey area. Sementara

jika nilainya adalah 1,2 atau dibawahnya maka perusahaan tersebut dapat diindikasikan kuat mengalami kebangkrutan. Kemungkinan kebangkrutan perusahaan dalam grey area adalah sekitar 95% dalam setahun dan 70% dalam dua tahun.

Nilai Z-Score yang tersebut diatas dapat berubah sewaktu-waktu bila terjadi perubahaan kondisi makro ekonomi, oleh karena itu sangatlah penting bagi perusahaan untuk melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap posisi keuangan perusahaan itu yang kemudian diperbandingkan dengan industry sejenis, karena besar kemungkinan untuk sebuah perusahaan dengan margin rendah nilai Z-Scorenya akan lebih rendah dari indicator yang diberikan angka diatas tadi. Oleh sebab itu memperbandingkan dan mengkaji posisi keuangan suatu perusahaan dengan industry sejenis dalam wilayah yang sama untuk periode tertetu dapat menjadi indikator yang lebih baik. Harus diingat bahwa Z-Score tersebut merupakan yang akurat dari data didapat, misalnya jika data yang dikaji didalamnya merupakan data keuangan yang dipalsukan, maka akurasinya akan rendah (data dari : www.membertripod.com).

(22)

C. Kelangsungan Usaha (Going Concern)

Menurut PSAK No.1 mengenai kelangsungan usaha, (2009:10) menyatakan :

“Kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan usaha.

Kecuali hendak dilikuidasi, asumsi managemen adalah bahwa perusahaan akan terus hidup. Jika ada ketidakpastian kelangsungan usaha, mnagemen harus mengungkapkannya.”

D. Alasan menggunakan Z-Score sebagai alat analisa

Laporan keuangan dalam suatu perusahaan atau entitas bisnis yang menyajikan data historis keuangan serta posisi perusahaan memang merupakan data yang informative bagi semua pihak yang berkepentingan terhadapnya. Namun untuk mengetahui potensinya terhadap kebangkrutan dibutuhkan tidak hanya laporan keuangan tetapi kajian mendalam terhadapnya.

Tujuan dari perhitungan Z-Score adalah untuk mengingatkan akan masalah keuangan yang mungkin membutuhkan perhatian serius dan menyediakan untuk bertindak. Bila Z-Score perusahaan lebih rendah dari yang dikehendaki manajemen, maka harus diamati laporan keuangannya untuk mencari penyebab mengapa terjadi begitu.

Pengamatan dimulai dengan menghitung Z-Score dar periode-periode sebelumnya dan dibandingkan dengan skor sekarang. Bila kecenderungannya turun, cobalah pahami apakah yang telah berubah

(23)

sehingga menghasilkan rasio-rasio yang menyebabkan skor perusahaan jatuh. Memantau kecenderungan Z-Score juga akan membantu mengevaluasi kekuatan perubahan (turn around) perusahaan. Cara lain menganalisis Z-Score adalah membandingkan hasil suatu perusahaan dengan perusahaan lain atau dengan rata-rata industri dan temukan apakah ada penyimpangan.

Untuk itu digunakan beberapa analisa rasio terhadap laporan keuangan yang benar-benar dapat menunjukkan bahwa entitas bisnis tersebut sehat dan tidak berada dalam posisi bangkrut atau mendekati kebangkrutan.

Rasio keuangan sudah banyak digunakan untuk mengkaji posisi keuangan, namun yang kemudian muncul adalah ambiguitas karena setiap ahli keuangan dapat mengatakan bahwa analisa rasio keuangan yang merek gunakanlah yang paling tepat.

Data yang digunakan dalam Z-Score adalah : 1. Data laporan keuangan yang terdiri atas :

a. Informasi pendapatan sebelum pajak b. Total asset

c. Net sales

d. Market value of ekuitas e. Total kewajiban

f. Modal kerja g. Laba ditahan

(24)

Neraca dalam laporan keuangan yang disiapkan akan menunjukkan permasalahan potensial yang ada dalam perusahaan.

2. Rasio yang dipakai dalam perhitungan Z-Score mencakup di dalamnya:

a. Likuiditas b. Solvabilitas c. Profitabilitas d. Leverage e. Aktivitas E. Penelitian Terdahulu

(Adnan dan Taufik, 2001) melakukan analisis ketepatan prediksi metode Altman terhadap terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan (kasus likuidasi perbankan di Indonesia). Hasil analisis yang telah menganalisis laporan keuangan 25 sampel perusahaan yang terlikuidasi dan 25 sampel bank yang tidak terlikuidasi terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan itu dapat terlihat rasio-rasio keuangan maupun nilai Altman Z-Score. Berdasarkan hasil penelitian Adnan dan Taufik menyimpulkan bahwa :

1. Metode Altman yang dikenal dengan beberapa rasio dalam Z-Scorenya dan sering digunakan untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan, terbukti dapat diimplementasikan dalam memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada lembaga perbankan.

(25)

2. Hasil analisis juga memperlihatkan bahwa rata-rata rasio setiap bank, baik yang terlikuidasi maupun yang tidak, dapat dipakai untuk memprediksi kemungkinan terjadinya likuidasi pada setiap kelompok bank tersebut.

Penelitian dengan Altman Z-Score tidak hanya dilakukan perbankan, tetapi juga dilakukan di perusahaan manufaktur yang dilakukan oleh (Yanuar Imas Kasmaya, 2011). Bentuk penelitiannya adalah dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yang berkaitan dengan manfaat laporan keuangan dengan tujuan untuk memprediksi kinerja perusahaan seperti kebangkrutan dan financial distress. Dikembangkan karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini perusahaan diharapkan dapat

melakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah kebangkrutan. Mereka meneliti 30 perusahaan dan hasilnya 14 perusahaan dalam kondisi tidak mengalami kesulitan keuangan dan 16 perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Adapula peneliti (Astri Widyastuti,2012) yang meneliti kebangkrutan perusahaan pada perusahaan makanan dan minuman pada tahun 2008-2010, penelitian tersebut melibatkan 10 perusahaan yang hasilnya adalah 4 perusahaan yang diketahui memiliki kondisi sehat dimasa yang akan datang, 5 perusahaan yang diketahui mungkin mengalami rawan kebangkrutan dimasa yang akan datang, dan 1 perusahaan yang mengalami kebangkrutan perusahaan dimasa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu untuk meningkatkan persepsi petani terhadap kegiatan pembangunan hutan rakyat perlu dilakukan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan, sehingga

Abraham menyampaikan firman iman kepada Ishak, ketika dia mengatakan, ‘Elohim yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya.’ Ketika kita bersatu dengan

Karena hasil dari data rekaman alat tersebut masih berupa data analog, maka penulis merancang suatu alat pengukur intensitas matahari tersebut menggunakan sensor suhu

Alternatif teknologi pengelolaan limbah padat B3 yang dapat direkomendasikan anatara lain dengan pengadaaan bahan yang sesuai kebutuhan; melaksanakan house keeping yang lebih

Dengan mengaitkan semua unsur karya sastra yang terdapat dalam novel Warisankarya Chairul Harun yang dapat menggambarkan pandangan dunia seorang Chairul Harun yang

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus yang telah memberi ide, inspirasi, kasih karunia, dan penyertaan sehingga penulis dapat menyelesaikan

Jika Anda telah memasang kartu tampilan yang kompatibel dengan DPM VESA atau menginstal perangkat lunak di PC, maka monitor akan secara otomatis menurunkan penggunaan dayanya saat

Berdasarkan uraian di atas menginspirasikan peneliti untuk mengkaji lebih jauh terkait dengan hubungan kontribusi energi dan zat gizi makro, persentase lemak total