• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN NO 567/PID.SUS/2019/PN.JKT.BRT TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN NO 567/PID.SUS/2019/PN.JKT.BRT TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

ANALISIS PUTUSAN NO 567/PID.SUS/2019/PN.JKT.BRT TENTANG TINDAK PIDANA TERORISME

Oleh : Murtiman

Universitas Ibnu Chaldun - Jakarta

Jl. Pemuda I Kav. 97 RT.5/RW.2 Rawamangun, Jakarta Timur, Jakarta, 13220 Email : jurnal.fh.uic@gmail.com

Arfines Ranalda Rangkuti Universitas Ibnu Chaldun - Jakarta

Jl. Pemuda I Kav. 97 RT.5/RW.2 Rawamangun, Jakarta Timur, Jakarta, 13220 Email : jurnal.fh.uic@gmail.com

--- Abstrak :

Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh sebelum marakanya kejadian-kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di dunia, masyarakat internasional maupun regional serta berbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme.1 Dalam mengupayakan pemenuhan dan perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme maka pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.2 Berbagai aksi terror telah melecehkan nilai kemanusiaan martabat bangsa, dan norma-norma agama. Teror telah menunjukkan nyatanya sebagai tragedi atas HAM.

Eskalasi dampak desdruktif yang ditimbulkan telah atau lebih banyak menyentuh multidimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat sebagai bangsa yang beradab, dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam misi mulia “kedamaian universal” masih dikalahkan oleh teror. Karena demikian akrabnya aksi teror ini, akhirnya teror bergeser dengan sendirinya sebagai “terorisme”. Artinya, terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan berbangsa ini untuk menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan ragam kejahatan khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan kejahatan yang tergolong luar biasa (extra ordinary crime).3 Dalam penelitian ini, penulis memberikan contoh kasus yang dituangkan ke dalam Putusan Nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt mengenai Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan oleh terdakwa Indra Oktavia. Terdakwa Indra Oktavia Alias Indra bin Oktavia terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 15 jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang R.I.

Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang – Undang R.I Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jaksa Penuntut Umum dalam Persidangan

1Muladi, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi,” Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002, hlm. 1.

2Romli Atmasasmita, Analisis dan Evaluasi Peraturan PerundangUndangan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003), Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2012, hlm. 73.

3Mardenis, Pemberantasan Terorisme: Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 120

(2)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

menuntut terdakwa Indra Oktavia Alias Indra Bin Oktavia dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.

Kata Kunci : Pidana Terorisme

Abstract :

In order to prevent and combat terrorism, since long before the prevalence of incidents classified as forms of terrorism occurred in the world, the international and regional communities as well as various countries have tried to carry out criminal policies accompanied by systematic and comprehensive criminalization of acts categorized as as Terrorism. In seeking the fulfillment and protection of citizens' human rights from acts of terrorism, the Indonesian government feels the need to establish a Law on the Eradication of Criminal Acts of Terrorism, namely by drafting a Government Regulation in Lieu of Law Number 1 of 2002 which on April 4, 2003 was ratified as Law. Law of the Republic of Indonesia Number 15 of 2003 concerning Eradication of Criminal Acts of Terrorism. Various acts of terror have insulted the human values of the nation's dignity, and religious norms. Terror has manifested itself as a tragedy for human rights. The escalation of the destructive impact caused has touched the multidimensionality of human life. Human identity, dignity as a civilized nation, and the aspiration to coexist with other nations in the noble mission of

“universal peace” are still defeated by terror. Because of the familiarity of this act of terror, finally terror shifted itself as "terrorism". This means that terrorism takes part in the life of this nation to show other potentials from various types and varieties of crimes, especially violent crimes, organized crimes, and crimes that are classified as extraordinary (extra ordinary crime).

In this study, the author provides an example of a case as outlined in Decision Number 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt regarding the Crime of Terrorism committed by the defendant Indra Oktavia. Defendant Indra Oktavia Alias Indra bin Oktavia was found guilty of committing a criminal act of terrorism as stipulated and threatened with criminal offense in the First Indictment in violation of Article 15 in conjunction with Article 7 of the Government Regulation in Lieu of Law on the Republic of Indonesia. Number 1 of 2002 which has been stipulated as Law of the Republic of Indonesia Number 15 of 2003 concerning the Eradication of Criminal Acts of Terrorism. The Public Prosecutor in the trial demanded the defendant Indra Oktavia Alias Indra Bin Oktavia with a prison sentence of 3 (three) years reduced while the defendant was in detention, with an order that the defendant remain in custody..

Keywords: Terrorism Crime.

Pendahuluan A. Latar Belakang

Tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusian dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi dan mempunyai jaringan yang luas serta memiliki tujuan tertentu, sehingga pemberantasannya harus dilakukan secara khusus, terencana, terarah, terpadu dan

bersesinambungan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4

Dalam rangka mencegah dan memerangi Terorisme tersebut, sejak jauh sebelum marakanya kejadian- kejadian yang digolongkan sebagai bentuk terorisme terjadi di dunia,

4Republik Indonesia, Undang-undang nomor 5 Tahun 2018 Tentang Peruabahan atas Undang- Undang nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan TindakPidana terorisme menjadi Undang-undang, konsderan menimbang huruf a

(3)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

masyarakat internasional maupun regional serta berbagai negara telah berusaha melakukan kebijakan kriminal (criminal policy) disertai kriminalisasi secara sistematik dan komprehensif terhadap perbuatan yang dikategorikan sebagai Terorisme.5 Dalam mengupayakan pemenuhan dan perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme maka pemerintah Indonesia merasa perlu untuk

membentuk Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.6 Berbagai aksi terror telah melecehkan nilai kemanusiaan martabat bangsa, dan norma-norma agama. Teror telah menunjukkan nyatanya sebagai tragedi atas HAM. Eskalasi dampak desdruktif yang ditimbulkan telah atau lebih banyak menyentuh multidimensi kehidupan manusia. Jati diri manusia, harkat sebagai bangsa yang beradab, dan cita-cita dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam misi mulia

“kedamaian universal” masih dikalahkan oleh teror. Karena demikian akrabnya aksi teror ini, akhirnya teror bergeser dengan sendirinya sebagai “terorisme”.

Artinya, terorisme ikut ambil bagian dalam kehidupan berbangsa ini untuk

5Muladi, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi,” Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002, hlm. 1.

6Romli Atmasasmita, Analisis dan Evaluasi Peraturan PerundangUndangan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003), Jakarta:

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2012, hlm. 73.

menunjukkan potensi lain dari berbagai jenis dan ragam kejahatan khususnya kejahatan kekerasan, kejahatan terorganisasi, dan kejahatan yang tergolong luar biasa (extra ordinary crime).7

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masasala adalah sebagai berikut

1. Bagaimana proses pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan Putusan No.

567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt ? 2. Bagaimana pertimbangan Majelis

Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt ?

Dalam penelitian ini, penulis memberikan contoh kasus yang dituangkan ke dalam Putusan Nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt mengenai Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan oleh terdakwa Indra Oktavia.

Terdakwa Indra Oktavia Alias Indra bin Oktavia terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 15 jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang R.I. Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang – Undang R.I Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jaksa Penuntut Umum dalam Persidangan menuntut terdakwa Indra Oktavia Alias Indra Bin Oktavia dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara dikurangi selama

7Mardenis, Pemberantasan Terorisme: Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 120

(4)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

terdakwa menjalani penahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan.8

Penegakan hukum sendiri menurut Prof. Jimly Asshiddiqie dalam tulisannya yang berjudul Penegakan Hukum memiliki arti jika dilihat dari sudut subjektif secara sempit penegakan hukum itu diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Masih menurut Jimly Asshiddiqie dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.9

Sekalipun secara normatif sudah diatur, namun di dalam pelaksanannya, hak-hak tersangka ini seringkali dilanggar oleh penyidik. Diantaranya masih sering di dengar berita tentang penggunaan kekerasaan oleh oknum penyidik untuk mendapatkan pengakuan tersangka. Tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan pasal 52 KUHAP yang mengatakan bahwa dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka atau terdakwa

8Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt

9Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sekertariat Jenderal Dan Kepaniteraan MKRI, 2006, hlm. 55

berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.

Pendekatan yuridis (hukum dilihat sebagai norma atau das sollen), karena dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan- bahan hukum.10 Pendekatan yuridis dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan- bahan hukum. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.11

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 567/PID.SUS/2019/PN.JKT.BRT

A. Kasus Posisi

Dalam Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Barat Nomor

567/PID.SUS/2019/PN.JKT.BRT yang memeriksa dan mengadili perkara pidana biasa pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara terdakwa :

1. Nama lengkap : Indra Oktavia als Indra Bin Octavia 2. Tempat lahir : Lebak

3. Umur/Tgl lahir : 34 Tahun / 21 Juli 1984;

4. Jenis kelamin : Laki-laki.

5. Kebangsaan : Indonesia.

6. Tempat tinggal : Kampung Simpang Utara Rt 13 Rw 01

10Ahmad Tanzeh. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta : Teras. 2009, hlm. 14

11Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Jakarta : Sinar Grafika. 2002, hlm. 16.

(5)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

Desa Sukamanah, Kec. Malingping, Kab. Lebak Prov.

Banten 7. Agama : Islam.

8. Pekerjaan : Jualan

Terdakwa ditahan dalam Tahanan Rutan Lapas Kelas I Cipinang, masing- masing oleh:

1. Penyidik sejak tanggal 7 Agustus 2018 sampai dengan tanggal 2 Februari 2019;

2. Penuntut Umum sejak tanggal 31 Januari 2019 sampai dengan tanggal 31 Maret 2019;

3. Hakim Pengadilan Negeri sejak tanggal 26 Maret 2019 sampai dengan tanggal 24 April 2019;

4. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat sejak tanggal 25 April 2019 sampai dengan tanggal 23 Juni 2019;

5. Perpanjangan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat sejak tanggal 24 April 2019 sampai dengan tanggal 23 Juni 2019;

6. Perpanjangan Pertama Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta sejak tanggal 24 Juli 2019 sampai dengan tanggal 22 Agustus 2019

B. Dakwaan dan Tuntutan Jaksa

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD 1945.

Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Kemudian Pasal 24 ayat (2)

menegaskan bahwa kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.12

Berpangkal dari uraian di atas, dapat ditegaskan disini, bahwa mekanisme penuntutan terhadap tindak pidana anak yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Semarang serta upaya yang ditempuh harus diusahakan dengan cara Diversi yang menjurus kekeluargaan, sehingga tidak perlu sampai proses pidana formal hingga pemeriksaan di pengadilan.

Sehingga peran Jaksa Penuntut Umum sangat penting dikarenakan mefasilitasi penyelesaian tersebut, sehingga tidak ada yang saling dirugikan karena korban diberi ganti kerugian.

Penuntutan sebagaimana menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP, bahwa

“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan.”

Wirjono prodjodikoro memberikan definisi penuntutan, namun perbedaannya bahwa KUHAP tidak menyebutkan secara tegas “terdakwa”, sedangkan wirjono prodjodikoro disebutkan secara tegas dalam bukunya Andi Sofyan dan Abdul Asis “Hukum Acara Pidana”,13 lebih lengkapnya, yaitu

“Menuntut seorang terdakwa di muka

12 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006, hlm. 94.

13 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Aditma, 2003, hlm. 78

(6)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

hakim pidana adalah menyerahkan perkara seorang terdakwa dengan berkas perkaranya kepada hakim dengan permohonan supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap terdakwa. Yang berwenang melakukan penuntutan sebagaimana menurut Pasal 137 KUHAP, bahwa “Penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapa pun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Seperti diketahui surat dakwaan merupakan dasar hukum dalam proses persidangan pidana dan hanya jaksa selaku penuntut umum saja yang dapat membuat surat dakwaan.

Sedangkan hakim hanya akan mempertimbangkan dan menilai apa yang termuat dalam surat dakwaan tersebut mengenai benar atau tidaknya terdakwa melakukan suatu tindak pidana. Apabila hakim menilai bahwa benar terdakwa melakukan suatu tindak pidana maka hakim dapat menjatuhkan pidana kepada terdakwa, akan tetapi hakim tidak dapat menjatuhkan pidana di luar batas dakwaan yang termuat dalam surat dakwaan. Dengan demikian terdakwa hanya dapat dipidana jika terbukti telah melakukan delik yang tersebut dalam surat dakwaan.

1. Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 jo. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang- Undang.

2. Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 huruf C Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang- Undang.

Surat tuntutan (requisitoir) yang baik adalah surat tuntutan yang mengandung konstruksi hukum yang objektif, benar, dan jelas. Jelas dalam arti penggambarannya dan hubungan antara keduanya. Dari kejelasan bentukan peristiwa dan bentukan hukumnya, maka akan menjadi jelas pula kesimpulan hukum yang ditarik tentang terbukti atau tidaknya tindak pidana yang didakwakan, terdakwa dapat dipersalahkan atau tidak, serta apa terdakwa dapat memikul beban pertanggungjawaban pidana atau tidak dalam peristiwa yang terjadi. Kesimpulan yang benar dari sudut hukum yang didukung oleh doktrin hukum maupun ilmu sosial lainnya dan keadilan merupakan taruhan keprofesionalan dan kualitas seorang Jaksa Penuntut Umum.

Berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa tugas dari Jaksa adalah melakukan penuntutan,

(7)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke Pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Berdasarkan tuntutan pidana dari Penuntut Umum yang pada pokoknya menuntut agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memutuskan : 1. Menyatakan terdakwa INDRA

OKTAVIA alias INDRA bin OKTAVIA terbukti bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kesatu melanggar Pasal 15 jo Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang R.I. Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang R.I Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa INDRA OKTAVIA alias INDRA bin OKTAVIA dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun penjara dikurangi selama terdakwa menjalani penahanan, dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan;

3. Menyatakan barang bukti terlampir dalam berkas perkara.

4. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).

C. Pertimbangan Hakim

Pertengahan tahun 2014 Terdakwa mendapatkan ajakan dari ANDRI OCTAVIA alias INDRA alias ABU NAILA untuk menghadiri Deklarasi Khilafah di UIN Jakarta, ketika itu terdakwa baru mengetahui bahwa Khilafah sudah ditegakkan oleh Daullah Islamiyah/ISIS pimpinan ABU BAKAR AL BAGHDADI di Suriah. Terdakwa datang menghadiri Deklarasi tersebut bersama dengan ANDRI OCTAVIA, OCTAVIA alias PAK OOK, DIVA, DIDIN, dan SOLEH. Kajian yang dibawakan oleh M.FAHRI dan FAUZAN ANSHORI dengan materi tegaknya Khilafah di suriah yang pada intinya di suriah sudah tegak khilafah yang membela kaum muslimin dan berperang dengan syah dan pemerintah suriah dan kewajiban untuk berbai’at terhadap amirul mu’minin/kholifah ABU BAKAR AL BAGHDADI bahwa sebagai seorang muslimin kita harus mendukung tegaknya khilafah.

Diakhir acara Deklarasi tersebut dilakukan pengucapan sumpah setia/bai’at kepada ABU BAKAR AL BAGHDADI yang dipandu oleh KHAIRUL ANAM dengan cara para pendukung daullah yang hadir mengangkat tangan kanan jari telunjuk menunjuk ke atas sambil mengulangi kata-kata yang di ucapkan oleh ABU KHATIM, termasuk terdakwa/INDRA, yakni “Saya berbaiat kepada Amir Mukminin SYEKH IBRAHIM BIN AWWAD BIN IBRAHIM AL HUSAINI AL QURAISY AL BAGHDADI HAFIZALLAH untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan susah maupun senang baik dalam keadaan ringan maupun berat dan saya tidak akan merampas kekuasaan dari pemimpin saya”.

(8)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

Pada tahun 2015 bertempat di pinggir sungai Muara yang berada di desa binuangeun Kec.Malingping Kab.Lebak, Banten di laksanakan IDAD menembak menggunakan senapan angin. Yang hadir ketika latihan menembak tersebut adalah ANDRI OCTAVIA, terdakwa/INDRA, DIDIN, SOLEH, DIVA, KI AMIN, dan Seorang teman KI AMIN yang tidak Terdakwa kenal. Pada tahun 2015 di laksanakan IDAD di gunung Pulosari Kab.

Pandegelang, Banten. Adapun bentuk IDADnya adalah berjalan kaki dari kaki gunung pulosari menuju puncak gunung dan kembali lagi menuruni gunung, sehingga total kami berjalan kaki sekitar 5 km (lima kilometer). Kemudian camping di puncak gunung selama 1 (satu) malam dengan membawa tenda, makanan, senter dan baju ganti. Adapun IDAD tersebut di hadiri oleh ANDRI OCTAVIA, terdakwa/ INDRA, DIDIN, DIVA, SOLEH, dan AKO.

Sekitar pada tahun 2016 di laksanakan IDAD di gunung Haseupan, Kab. Pandegelang, banten yang di pimpin oleh WANDI. Adapun bentuk IDADnya adalah Berjalan kaki dari kakai gunung di daerah moncor menuju puncak gunung dan kembali lagi menuruini gunung, sehingga total kami berjalan kaki sekitar 5km (lima kilo meter). Kemudian camping d puncak gunung selama 1 (satu) malam dengan membawa Tenda, makanan, pisau lipat, senter dan baju ganti.

Adapun IDAD tersebut di hadiri

oleh ANDRI OCTAVIA,

terdakwa/INDRA, DIDIN, DIVA,

SOLEH, AKO, WANDI,

MULYADI.Setelah IDAD di gunung Haseupan tersebut, Kemudian pada sekitar tahun 2016 bertempat di Waduk/Bendungan cikeusik Kelurahan cikeusik Kec. Cikeusik Kab.

Pandegelang, Banten di laksanakan IDAD yang di pimpin oleh ustad UCU.

Adapun kegiatan IDAD tersebut antara lain Push up dan Sit Up, Renang, Memanah dengan sasaran sabut kelapa yang di tempelkan pada batang pohon kelapa, pada saat itu 1 (satu) busur dan 6 (enam) anak panah tersebut sudah terdakwa persiapkan dan terdakwa bawa ke waduk/bendungan Cikeusik untuk Idad.

Menembak menggunakan senapan angina Pesertanya antara lain ANDRI OCTAVIA, terdakwa/INDRA, PASCAL Als YAYAT, DIDIN, DIVA, IRHAN, SOLEH, AKO, MULYADI, Ustad UCU, Pada sekitar tahun 2016 di adakan IDAD di rumah KI AMIN yang beralamat di Kelurahan Wanasalam Kec.Malingping Kab.Lebak, banten.

adapaun IDAD yang di laksanakan adalah Memanah menggunakan panah yang ANDRI bawa dengan sasaran steroporm warna putih yang di gantung di pohon.

IDAD memanah tersebut di laksanakan sebanyak 3 kali, yang pertama dan kedua di laksanakan di halaman depan rumah sedangkan yang ke ketiga di laksanakan di belakang rumah KI AMIN. Beladiri pencak silat yang di laksanakan sebelum memanah.

Adapun yang hadir ketika IDAD di rumah KI AMIN tersebut adalah ANDRI OCTAVIA, terdakwa/INDRA, DIDIN, DIVA, dan SOLEH. Sekitar pada tahun 2016 di laksanakan IDAD di gunung Haseupan, kab. pandegelang, banten yang di pimpin oleh WANDI.

Adapun bentuk IDADnya adalah berjalan kaki dari kakai gunung di daerah moncor menuju puncak gunung dan kembali lagi menuruini gunung, sehingga total kami berjalan kaki sekitar 5km (lima kilo meter). Selain melakukan I’dad/persiapan berupa

(9)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

latihan fisik, terdakwa juga sudah melakukan persiapan untuk melaksanakan Hijrah yaitu dengan cara membuat passport pada bulan April 2018 dikantor Imigrasi Cilegon. Dengan

membawa KTP no :

3602012107840002, KK no :

36020127110810975, AKTA

KELAHIRAN no : 1166/1996 , kemudian sdr. INDRA langsung datang ke boot OSS atau loket, setelah data di input maka pemohon atas nama INDRA OKTAVIA, mendapatkan nomor pemohon dan dilakukan pengambilan data biometrik (foto dan wawancara).

Pada saat wawancara untuk pembuatan

password INDRA OKTAVIA

menggunakan alasan untuk kunjungan keluar Negeri, yang sebenarnya passport tersebut akan digunakan untuk melaksanakan perintah dari ABU BAKAR AL BAGHDADI yaitu untuk Hijrah ke Negeri Syam/Suriah. Setelah itu terdakwa mendapatkan passport dengan no passport V 206716 dan B 9679625.

D. Putusan Hakim

Majelis hakim dalam memutus perkara menurut hukum positif haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan undang-undang pokok persoalan dan halhal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal, adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan, adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti / tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.

Dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, Pemeriksaan saksi-saksi dan bukti yang ada berdasarkan fakta-fakta yang

dituangkan ke dalam Putusan tersebut, maka Majelis Hakim memutuskan bahwa :

1. Menyatakan terdakwa INDRA OKTAVIA alias IDRA bin OKTAVIA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Terorisme;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa INDRA OKTAVIA alias IDRA bin OKTAVIA dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada didalam tahanan;

5. Memerintahkan agar barang bukti terlampir dalam berkas perkara 6. Membebani kepada Terdakwa untuk

membayar biaya perkara sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah) E. Analisis Putusan

Berdasarkan kasus tersebut di atas, dapat dijelaskan bahwa rata-rata dakwaan dalam tindak pidana yang sama yaitu masih menggunakan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

Sedangkan pada tahun 2008, Pemerintah telah mensahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

Dalam masalah penerapan sanksi pidana di atas yang kerap menggunakan Undang-undang lama dengan sanksi pidana yang begitu ringan, maka penulis akan membahas mengenai penerapan sanksi pidana dalam Tindak Pidana Terorisme di Indonesia.

(10)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

Berdasarkan kasus yang dituangkan

ke dalam Putusan No

567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt mengenai Tindak Pidana Terorisme memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1. Setiap orang

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (2) UU RI No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan PERPU No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang- undang, “Setiap orang” adalah orang perseorangan, kelompok orang baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggungjawab secara individual atau korporasi. Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995 pengertian “setiap orang”

disamakan pengertiannya dengan kata “barang siapa”. Yang dimaksud dengan “barang siapa’’ adalah setiap orang atau siapa saja pelaku tindak pidana sebagai subyek hukum yang dapat bertanggungjawab menurut hukum atas segala tindakannya.

Bahwa unsur “setiap orang”

menunjuk kepada subyek hukum yang diajukan ke depan persidangan sebagai Terdakwa karena didakwa melakukan tindak pidana. bahwa di dalam persidangan terdakwa Indra Oktavia alias Indra bin Oktavia telah membenarkan identitasnya sesuai dengan identitas yang tercantum dalam surat dakwaan dan selama berlangsungnya persidangan Terdakwa menunjukkan sebagai subyek hukum yang sehat jasmani dan rohani, dapat menjelaskan segala sesuatu yang ditanyakan kepadanya secara baik, runtut dan lancar sehingga dengan demikian unsur

“setiap orang” telah terpenuhi secara sah menurut hukum.

2. Melakukan permufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme;

Bahwa Kata “atau” dalam unsur ini merupakan alternatif perbuatan yang harus dibuktikan, yang dalam hal ini perbuatan tersebut bisa berupa permufatakan jahat, bisa berupa percobaan atau bisa berupa pembantuan. bahwa yang dimaksud dengan permufakatan jahat dapat dilihat pada penjelasan pasal 88 KUHP yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan permufakatan jahat adalah permufakatan jahat (samenspanning) dianggap ada ,bila ada dua orang atau lebih bermufakat melakukan kejahatan dan yang termasuk permufakatan jahat adalah permufakatan untuk berbuat kejahatan, segala pembicaraan atau rundingan untuk mengadakan permufakatan itu belum masuk dalam pengertian permufakatan jahat. Sementara pengertian percobaan jika merujuk kepada definisi Pasal 53 KUHP adalah sebuah kejahatan yang dilakukan dan telah ada perbuatan permulaan pelaksanaan namun kejahatan itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Sementara definisi pembantuan sebagaimana tersurat dalam Pasal 56 KUHP adalah mereka yang sengaja memberi bantuan pada saat kejahatan dilakukan atau mereka yang memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan dan hal tersebut ditegaskan kembali dalam Hoge Raad 26 Nopember 1916 yang menyatakan bahwa pemberi bantuan terjadi bersama dengan kejahatannya , pemberi kesempatan dan sarana terjadi sebelumnya. Sementara untuk

(11)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

pembantuan dalam konteks tindak pidana terorisme definisinya lebih diperluas yaitu pembantuan sebelum, selama dan setelah kejahatan dilakukan. Bahwa alternatif perbuatan yang berupa permufakatan jahat atau percobaan atau pembantuan tersebut harus ditujukan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Perpu NO. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi Undang Undang berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2003. Fakta hukum diatas didukung oleh saksi-saksi, ahli dan terdakwa sendiri di dalam persidangan, bahwa Terdakwa bersama dengan Andri Oktavia sebagai sama-sama ikhwan pendukung Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi di Suriah dan ingin bergabung dengan Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi, sehingga mereka menganggap bahwa mereka merupakan Ikhwan pendukung Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi di Suriah yang harus mentaati segala perintah amirul mukminin, dan wajib membantu serta melindungi satu sama lain, dan untuk itu terdakwa juga telah mengikuti Idad sebanyak 4 kali sebagai berntuk persiapan untuk mendukung tegaknya Daulah Islamiyah di Indonesia serta membuat paspor untuk hijrah ke Suriah.

3. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror atau rasa takut

terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional;

Bahwa menurut Sathochid Kartanegara, yang dimaksud dengan

“dengan sengaja” sama artinya dengan opzet willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah

“Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willen) perbuatan itu serta harus menginsafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu”; “Kehendak” dapat ditujukan terhadap:

a. Perbuatan yang dilarang;

b. Akibat yang dilarang.

Sedangkan definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan juga dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum internasional mengenai terorisme tidak serta-merta meniadakan definisi hukum terorisme itu sendiri. Masing-masing negara mendefinisikan menurut hukum nasionalnya untuk mengatur, mencegah dan menanggulangi terorisme. Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang- Undang menyatakan bahwa, “Tindak Pidana Terorisme adalah perbuatan yang memenuhi unsur- unsur tindak

(12)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Fakta hukum diatas didukung oleh saksi- saksi, ahli dan terdakwa sendiri di dalam persidangan, bahwa terdakwa bersama dengan Andri Oktavia sebagai sama-sama ikhwan pendukung Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi di Suriah dan ingin bergabung dengan Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi, sehingga mereka menganggap bahwa mereka merupakan Ikhwan pendukung Daullah Islamiyah ISIS yang di pimpin oleh Ustad Abu Bakar Al Bahdadi di Suriah yang harus mentaati segala perintah amirul mukminin, dan wajib membantu serta melindungi satu sama lain, dan untuk itu terdakwa juga telah mengikuti Idad sebanyak 4 kali sebagai bentuk persiapan untuk mendukung tegaknya Daulah Islamiyah di Indonesia. Terdakwa telah berusaha bergabung dengan Jemaah Anshorut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Daulah Islamiyah (ISIS) di Suriah, dengan berbaiat, melaksanakan Idad dan membuat paspor sebagai upaya untuk berhijrah ke Suriah untuk bergabung dengan Daulah Islamiyah di Suriah padahal terdakwa mengetahui kelompok ISIS merupakan organisasi terlarang sebagaimana Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1267 tahun 1999 yang diperbaharui No. 1989 tahun 2011, Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2170 tanggal 15 Agustus 2014 yang diperbaharui No. 2253 tahun 2018 tentang organisasi Teroris. Selanjutnya berdasarkan Penetapan Pengadilan No.

11204/Pen.Pid/2014/PN.JKT.PST

tanggal 11 Oktober 2014 yang telah

diperbaharui No.

02/Pen.Pid/2018/PN.Jkt.Pst tanggal 15 Pebruari 2018, Daftar terduga teroris dan organisasi teroris domestik No. DTTOT/2723/XI/2014 tanggal 20 November 2014 yang telah diperbaharui No. DTTOT/P- 5a/719/IV/RES.6.1/2018 tanggal 30 April 2018 yang menetapkan ISIS sebagai organisasi teroris domestik di Negara Indonesia. Selain itu agresi ISIS tidak hanya di Suriah akan tetapi juga merambah ke Indonesia.

Di Indonesia para pendukung ISIS telah menggunakan peralatan apa saja serta mengakibatkan dampak yang menimbulkan suasana teror dan rasa takut yang luas di kalangan masyarakat sipil, disamping melakukan pelatihan militer, mereka juga melakukan intimidasi dengan berbagai senjata dan modus teror yang mengancam masyarakat sipil yang tidak memiliki pemahaman yang sama dengan kelompok mereka.

Saat ini kebanyakan hukum pidana nasional pada berbagai negara telah mengatur tindak pidana yang terkait dengan isu terorisme. Ketentuan yang mengatur terorisme biasanya tidak sepenuhnya sama dengan norma- norma hukum untuk kejahatan lainnya karena terorisme sering dikategorikan sebagai fenomena kriminalitas, dimana motifnya menjadi unsur utamanya. Kejahatan terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan berdimensi internasional yang sangat menakutkan masyarakat. Di berbagai negara di dunia telah terjadi kejahatan terorisme baik di negara maju maupun negara-negara sedang berkembang, aksi-aksi teror yang

(13)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

dilakukan telah memakan korban tanpa pandang bulu.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. proses pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana terorisme berdasarkan

Putusan Nomor

567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt

menyatakan terdakwa INDRA OKTAVIA alias IDRA bin OKTAVIA telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Terorisme. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa INDRA OKTAVIA alias IDRA bin OKTAVIA dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 (enam) bulan dan menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

2. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt membuat perumusan (formulasi) sanksi pidana terkait dengan adanya sanksi tindakan dari suatu norma yang sebelumnya ada harus disepakati oleh pembentuk undang-undang. Kesepakatan tersebut dapat diartikan sebagai suatu kebijakan formulasi. Berkaitan revisi Undang- Undang Terorisme mendatang, perlu adanya batasan dan syarat penerapan sanksi tindakan di dalam revisi undang- undang tersebut dalam hal jenis kejahatan dan pelaku kejahatan. Adapun Formulasi penerapan sanksi Tindakan yang akan diatur dalam revisi hukum positif tentang terorisme secara kumulatif-alternatif ini dapat diatur secara terpisah dari delik yang diancam pidana. bentuk-bentuk pemberian sanksi Tindakan bagi pelaku terorisme dapat dilakukan dengan cara program

Brainwashing, program deradikalisasi, pemisahan pemasyarakatan, dan pembentukan lembaga khusus pelaksanaan sanksi Tindakan, yaitu sebuah lembaga di berada dibawah Kejaksaan Agung selaku Eksekutor putusan pengadilan

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas saran - saran adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan agar segera mereformulasikan jenis sanksi terhadap pelaku kejahatan terorisme dengan memasukkan sanksi tindakan dalam revisi Undang-Undang terorisme mendatang.

2. Diharapkan agar ikut serta mendorong penerapan sanksi Tindakan terhadap pelaku kejahatan terorisme dengan mempertimbangkan penelitian ini bahan diskusi dalam forum Integrated Criminal Justice System (ICJS).

Penelitian ini menjadi sumber bahan pengetahuan dan bahan kajian dalam forum diskusi akademik baik dalam bentuk workshop, FGD, seminar- seminar atau bahan diskusi sebagai bahan utama perluasan wawasan ilmu hukum pidana khususnya pemidanaan yang berkaitan dengan sanksi terhadap Tindak Pidana Terorisme

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdul Wahid, dkk. Kejahatan Terorisme(Perspektif Agama, HAM, dan Hukum). Bandung : Refika Aditama. 2004

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004

Ahmad Tanzeh. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta : Teras. 2009

(14)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

---, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2010

---, KUHP dan KUHAP, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006

Arifuddin Azwar. Metode Penelitian.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 1998 Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam

Praktek. Jakarta : Sinar Grafika. 2002 Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek

Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Edisi Revisi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005

---, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996

---, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan. Bandung:

Citra Aditya Bakti. 2001

Boer Mauna, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013

Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika, 2012

I Wayan Parthiana, Pelanggaran HAM Dalam Hukum Keadaan Darurat Di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.2010

Ignatius Haryanto, Telaah Tentang Penerapan Defik Keamanan Negara, Jakarta : Elsam, 1999

J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, ed. Kesepuluh (1), Jakarta : Sinar Grafika, 1989

J.L. Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa: Suatu Pengantar Hukum Internasional, diterjemahkan oleh Moh. Radjah, Jakarta : Bhratata, 1996

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Gaya Indonesia Menghadang Terorisme. Bandung : Mandar Maju, 2009

Jimly Asshiddiqie, Green Constitution:

Nuansa Hijau UUD 1945, Jakarta : Rajawali Pers, 2009

---, Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia, Jakarta : Sekertariat Jenderal Dan Kepaniteraan MKRI, 2006

Kartini Kartono. Patologi Sosial. Jilid 1.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003 Khaidir Anwar, Hukum Internasional II,

Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2011

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000

M. Husein Harun. Hukum Pidana Terorisme di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007

---. Penyidik dan penuntut dalam proses pidana. Jakarta : Rineka Cipta.

1991

Mardenis, Pemberantasan Terorisme: Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011

Mohd. Burhan Tsani, Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Liberty, 1990

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung : Alumni. 1998

Muladi, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi,” Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002

Petrus Reinhard Golose Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

Bandung : Refika Aditama. 2007 Prija Djatmika, Slekta Kapita Penegakan

Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa

(15)

Studi Komparatif Peran Kejaksaan, Kepolisian, Dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Upaya Penanganan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia

Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2007

Roeslan Saleh. Hukum Pidana sebagai Konfrontasi Manusia dan Manusia.

Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983

---. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta : Aksara Baru. 1983

Romli Atmasasmita, Analisis dan Evaluasi Peraturan PerundangUndangan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003), Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2012

Samidjo, Ilmu Negara, Armico, Jakarta : Sinar Grafika, 2009

Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Perubahan Sosial : Suatu Tinjauan Teoretis Serta Pengalaman-Pengalaman Di Indonesia, Yogyakarta : Genta Publishing, 2009

Soeharto. Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam SIstem Peradilan Pidana Indonesia. Bandung : Refika Aditama. 2007

Soemarno Soedarsono, Ketahanan Pribadi &

Ketahanan Keluarga Sebagai Tumpuan Ketahanan Nasiona, Jakarta :Intermasa, 1997

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. 2008 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif

Rancangan Metodologi, Presentasi, dan Publikasi Hasil Penelitian untuk Mahasiswa dan Penelitian Pemula Bidang Ilmu Sosial, Pendidikan, dan Humaniora, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002

Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta:

Liberty. 1988

US Army TRADOC, 2007, Military Guide to Terrorism, US TRADOC, Kansas, hlm

II-5, URL :

fas.org/irp/threat/terrorism/guide.pdf.

Diunduh tanggal 28 Mei 2021

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Aditma

---. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung : Reflika Aditama.

2003

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Jurnal

Muladi, “Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam Kriminalisasi,” Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, Vol II No. 03 Desember 2002

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 567/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Brt

Referensi

Dokumen terkait

INPUT PENGURUSAN INPUT PENGURUSAN •• Matlamat Matlamat •• Peristiwa Peristiwa •• Nilai Nilai •• Keperluan Keperluan •• Sumber Sumber Tajuk 3... Definisi Pengurusan

Hasil tentang kepuasan kerja dapat memediasi pada variabel kepemimpinan transformasional terhadap kinerja hal ini konsisten dengan hasil penelitian Endiana et al.,

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui skor pola pangan harapan petani di Kabupaten Klaten. Konsumsi tertinggi memang masih bersumber pada padi-padian karena memang

4.2 Tegangan Kejut di Pin Vcc Mikrokontroler Pada Saat Relay Aktif Skala 50 Mikro Detik Setelah Penambahan

D pada post sectio caesarea hari pertama didapatkan data sebagai berikut: klien mengatakan nyeri dibagian luka bekas operasi, klien mengatakan nyeri seperti disayat-sayat

Hal tersebut terjadi karena pada saat beton belum mengalami retak ( first crack ) maka pada balok masih memiliki nilai kekakuan yang sangat tinggi, sehingga defleksi

provinsi, negara dan internasional; melakukan komitmen kerjasama dengan berbagai pihak(https://w.. Tentunya, bagi Indonesia, REDD+ memiliki arti penting mengingat

terdahulu menggunakan metode sensus karena dilakukan pada seluruh populasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah.. metode