• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maredekaya Kabupaten Gowa (Studi Unsur-unsur Budaya Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maredekaya Kabupaten Gowa (Studi Unsur-unsur Budaya Islam)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI AKKATTERE DI DUSUN TAMACINNA DESA MARADEKAYA KEBUPATEN GOWA

(

Studi Unsur-Unsur Budaya Islam

)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Humaniora Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar

Oleh:

MUH. ANIS MUTATAHHIR NIM: 40200117138

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVESITA ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2021

(2)

i

PERNYATAN KESIAPAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusunan sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa merupakan duplikat, tiruan atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi ini dan gelar yang di peroleh karenanya batal demi hukum.

Gowa, 21 Februari 2022 Penyusun

MUH ANIS MUTATAHHIR NIM: 40200117138

(3)

iii

(4)

ii

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah swt. Atas berkat dan Rahim-nya semesta sehingga segala aktifitas kita semua dapat diselesaikan. Salawat dan salam senantiasa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Keberhasilan penyusun skripsi ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan dan dukungan dari banyak pihak, baik secara lagsung maupun secara tidak lagsung, baik moril maupun materil. Untuk itu, hamba megaturkan sembah sujut, atas karuniamu yang telah memberikan kepada hamba yang telah membimbing aktivitasku.

Sepanjang penulisan skripsi ini begitu banyak hambatan yang di hadapi. Oleh karna itu, sepantasny saya ucapkan terimakasih yang amat besar kepada semua pihak khususnya kepada:

1. Kepada orang tua tercinta Ayahanda Mutathahhir Dg Situju dan Ibunda Herati Dg Sakking. Atas segala kasih sayangnya serta dukungan baik dari segi moril maupun material mulai dari awal sampai tahap penyelesaian studi Ananda.

2. Prof. Dr. H. Hamdan Juhannis, MA., Ph.D. Selaku Rektor UIN Alauddin Makassar. Para Wakil Rektor, Prof. Dr. Mardan, M. Ag. Selaku Wakil Rektor I, Dr. Wahyuddin, M. Hum selaku Wakil Rektor II, Prof. Dr. Darussalam, M. Ag.

Selaku Wakil Rektor IV Universitas Islam Negri Alauddin Makassar.

3. Dr. Hasyim Haddade, M.A.g., selaku Dekan, para wakil Dekan, Dr. A. Ibrahim, S.Ag .,S.S,. M.Pd. selaku wakil Dekan I, Dr. Firdaus, M.Ag., selaku Wakil Dekan II, Serta bapak Muhammad Nur Akbar Rasyid S.Pd.I.,M.Ed selaku Wakil Dekan III Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar.

(6)

v

4. Dr. Abu Haif, M.Hum., dan Dr. Syamhari, M.Pd., selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Alauddin Makassar.

5. Prof. Dr. H. Abd. Rahim, MA. dan Aksa, S. Pd., M. Pd. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan masukan sehingga skripsi ini bisa seleseikan dengan baik.

6. Para dosen, serta seluruh staf yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak lagsung.

Mohon maaf kepada pihak yang telah mebatu dan medukung yang belum sempat tersebut Nama dalam tulisan ini, banyaknya dukungan dari luar sehingga tidak memugkinkan untuk disebutkan satu persatu dalam tulisan ini, namun ucapan terima kasih tetap tersampaikan melalui tulisan ini. Semoga Allah swt. Senantiasa memberikan limpahan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Penulis sagat menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat bayak kekuraga sehingga penulis bersikap positif dan senantiasa mengharapkan kritik, seran dan masukan dari pembacaan yang sifatnya membangun.

Hanya Allah pemilik kesempurnaan yang hakiki.

(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

PERMYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... I PENGESAHAN SKRIPSI ... II PERSETUJUAN PEMBIBING ... III KATA PEGANTAR ... IV DAFTAR ISI ... VI ABSTRAK ... VIII BAB I PENDAHULUAN ... 1-7

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus ... 5

D. Tinjauan Pustaka ... 6

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 9-15 A. Pengertian Tradisi ... 9

B. Konsep Islam Tentang Kebudayaan ... 11

C. Fungsi Tradisi ... 15

BAB 111 METODOLOGI PENELITIAN ... 18-20 A. Jenis Penelitian ... 18

B. Lokasi Penelitian ... 18

C. Pendekatan Penelitian ... 19

D. Sumber Data ... 20

E. Teknik Penelitian Data ... 20 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 22-50

(8)

vii

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 22

B. Esistensi Tradisi Akkattere ... 33

1. Awal Mula Di Kenal ... 33

2. Perubahan Dari Masa Ke Masa ... 36

3. Pandagan Kebudayaan ... 36

4. Metode Dan Tujuan Pelaksanaan ... 37

C. Proses Pelaksanaan Tradisi Akkattere ... 39

1. Pra Pelaksanaan ... 39

2. Pelaksanaan ... 40

3. Pasca Pelaksanaan ... 46

D. Nilai-Nilai Tradisi Akkattere ... 47

1. Nilai Ekonomi ... 47

2. Nilai Seni ... 47

3. Nilai Sosial ... 48

4. Nilai Ahlak ... 49

5. Nilai Agama ... 50

BAB V PENUTUP ... 53-55 A. Kesimpulan ... 53

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

NAMA-NAMA INFORMAN ... 59

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 60

RIWAYAT HIDUP ... 64

(9)

viii ABSTRAK Nama : Muh Anis Mutatahhir

Nim : 40200117138

Judul : Tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maredekaya Kabupaten Gowa (Studi Unsur-unsur Budaya Islam)

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap proses tradisi akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maradekaya Kabupaten Gowa (studi unsur-unsur budaya Islam).

Rumusan masalah dari skripsi ini yaitu : 1) Eksistensi tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maradekaya Kabupaten Gowa, 2) Proses tradisi Akkattere dilakukan pada upacara aqiqah di Dusun Tamacinna Desa Maradekaya Kabupaten Gowa, 3) Nilai-nilai tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maradekaya.

Jenis penelitian ini tergolong penelitian kualitatif deskriptif yaitu berusaha mendeskripsikan objek penelitian apa adanya dengan tidak mengunakan prosedur- prosedur statistik lainnya. Metode kualitatif deskriptif lebih menunjukan pada kepastian dan tidak bertolak belakang terhadap teori saja, melainkan sebagaimana yang dihasilkan dari lapangan berdasarkan fakta yang terjadi. Adapun data yang digunakan yaitu data primer yang berarti data yang diperoleh dari field research atau penelitian lapangan dan data sekunder, yang berarti data diperoleh dari libraiy research atau penelitian kepustakaan. Teknik yang penulis gunakan dalam studi lapangan adalah wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis melalui tiga tahapan yaitu: peyusunan kata, penyajian data, dan kesimpulan.

Tradisi Akkattere atau gunting rambut tidk ada keterangan yang pasti sejak kapan awal mula tradisi Akkattere karrena itu sudah berlanjut sejak lama dan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Akkattere berasal dari kata aqiqah (aaqiq) yang berarti rambut bayi yang baru lahir, karena itu aqiqah diartikan mengadakan selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembeli hewan. Motif dan tujuan tradisi Akkattere adalah untuk mensucikan dari kotoran bayi tersebut sekaligus bisa mengumpulkan keluarga dan para sahabat untuk menjalin tali silatul rahim dan tali silatul rahmi untuk mempererat hubungan kekeluargaan diantara keluarga dan sahabat yang datang.

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memliki adat istiadat, agama, suku, dan budaya yang berbeda-beda begitu pun dengan daerah Kabupaten Gowa khususnya di Dusun Tamacinna Desa Maredekaya yang memiliki adat dan budaya yang sangat berbeda dengan daerah yang ada di luar daerah tersebut. Adat istiadat sangat erat hubungannya dengan kehidupan Manusia, karena adat istiadat merupakan unsur yang sangat penting dalam proses pembangunan suatu bangsa yang sedang membentuk watak dan kepribadian yang serasi dengan tantangan zaman.

Istilah hukum adat adalah merupakan terjemahan dari istilah Belanda,

“Adatrecht” yang pertama kali dikemukakan oleh Snouck Hurgronye yang kemudian dipakai dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers” (Orang-orang Aceh). Istilah

“Adatrecht” ini kemudian dipakai pula oleh Van Vollenhoven yang menulis buku- buku pokok tentang hukum adat dalam tiga jilid, yaitu het adat, Recht van Nederlandsch (Hukum Adat Hindia Belanda).1

Akkattere cukup populer detengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia.

Perhatian masyarakat yang cukub besar terhadap ritual ini berdassarkan pada suatu

1Fatimah, Studi Kritis Terhadap Pertautan Antara Hukum Islam dan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Nasional ( Makassar. Alauddin University Press, 2011), h. 92.

(11)

pandangan, bahwah Akkattere merupakan ritual yang terdapat syariat Islam, sehingga kental dengan nilai budaya.

Menurut Prof. Dr. Soepomo, definisi adat adalah: “Sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatis (unstatory law), hukum yang hidup sebagai konveksi di badan-badan hukum negara (parlemen, dewan provinsi dan sebagainya) hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan didalam pergaulan hidup, baik di kota maupun di desa-desa (costomary law)2

Dari penjelasan Prof. Dr. Supomo di atas, penulis dapat memahami bahwasanya hukum adat itu identik dengan hukum yang tidak tertulis, walaupun sebenarnya sudah banyak peraturan atau hukum adat yang telah dibukukan dan menjadi pedoman bagi masyarakat adat yang bersangkutan.

Adat artinya “kebiasaan” yaitu perilaku masyarakat yang selalu dan senantiasa terjadi didalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Hukum adat itu adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat dianut dan dipertahankan oleh anggota masyarakat itu, maupun mengenai sanksi atas pelanggaran yang ditetapkan dalam keputusan lurah, wali tanah,3

2Fatima, Studi Studi Kritis Terhadap Pertautan antara Hukum Islam dan Hukum Adat Dalam Sistem Hukum Nasional, h. 93

3Bushar Muhammad, Pengantar Hukum Adat (Jakarta: Balai Buku Ictiar, h. 30.

(12)

3

Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki fenomena sosial dan kebudayaan yang khas dan beranekaragam. Daerah ini terdapat empat suku bangsa yang utama yaitu Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar.4 Ragam kebudayaan tersebut mempunyai persamaan wujud bentuk dan pola meskipun adanya perbedaan tidak dapat di pungkiri.5

Kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat pada dasarnya merupakan realitas dari pola pikir, tingkah laku, maupun nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat bersangkutan. Kebudayaannya dalam suatu masyarakat adalah sistem nilai-nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup dan dasar dalam berperilaku oleh masyarakat.

Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Tradisi tampaknya sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat.6

Dalam kebudayaan masyarakat tersebut, masih melestarikan upacara-upacara dan berbagi tradisi, walaupun saat ini teknologi dan hidup modern telah mulai masuk di daerahnya. Setiap daerah mempunyai tradisi-tradisi yang tetap dilestarikan keberadaannya walaupun tidak dipedulikan lagi.7

4Pawennari Hijjang, Pasang dan Kepemimpinan Ammatowa Antropologi Indonesia 29, no. 3, (2015), h. 255.

5Abu Hamid, Kebudayaan Bugis, (Makassar: Penerbit Bidang Sejarah Dan Kepurbakalaan, Dinas Kebudayaan dan Keparawisataan Provinsi Sul-Sel, Tahun 2012), h. 1.

6Wahyuni, Perilaku Beragama: Studi Sosiologi Terhadap Asimilasi Agama dan Budaya di Sulawesi Selatan, (Cet. I; Makassar : Alauddin University Press, 2013), h. 114-116.

7Muhannsi, Karangpuang dan Bunga Rampai Sinjai, (Yogyakarta: Ombak, 2009), h. 2.

(13)

Upacara tradisional merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan masyarakat karena berfungs sebagai pengokoh norma-norma yang berlaku dalam masyaraat. Norma-norma serta nilai-nilai itu ditampilkan degan peragaan secara simbolis dalam bentuk ucapan yang dilakukan dengan penuh hikmah oleh masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dapat dinikmati dan memenuhi kebutuhan para anggotanya, baik secara individu maupun secara kelompok.8

Pada kalangan kaum milenial kebudayaan barat semakin marak disebabkan banyaknya informasi dan budaya asing yang masuk ke negara Indonesia. Namun masih ada beberapa masyarakat yang masih memegang teguh adat dan kebudayaan mereka meski telah banyak perubahan dari sebelumnya. Salah satu contonya yaitu tradisi yang ada di Sulawesi Selatan yang terdapat dalam masyarakat Limbung, Kabupaten Gowa yaitu tredisi Akkattere. Tradisi Akkattere adalah salah satu rangkaian dalam sebuah acara-acara adat di Kabupaten Gowa seperti acara pernikahan dan aqikah. Prosesi adat ini telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Kabupaten Gowa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

8Sugira Wahid, Manusia, (Makassar: Pustaka Refleksi, 2007), h. 9-10

(14)

5

1. Bagaimana Eksistensi tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa?

2. Bagaimana Proses Tradisi Akkattere dilakukan pada upacara aqiqah di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa?

3. Bagaimana Nilai-Nilai Tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

Fokus penelitian saya adalah Tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa. Sebagai fokus penelitian adalah bagaimana tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna, mulai dari tujuan dan pelaksanaan rangkaian Tradisi Akkattere.

2. Deskripsi fokus

Akkattere merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Tamacinna ketika ingin melaksanalan tradisi Akkatere dalam rangka acara prnikahan dan aqikah. Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kecamatan Bajeng, Kebupaten Gowa adalah salah satu wilayah terdapat di Sulawesi Selatan.

Tinjauan, secara harfiah “tinjau” dapat di artikan sebagai melihat, mempelajari, megamati, dan mempertimbangkan ulang suatu masalah yang semula sudah di anggap benar. Hal ini dilakukan dengan tinjauan untuk memastikan jelas atau tindak kebenaran masalah yang dimaksud istilah “tinjauan” dalam penelitian ini

(15)

yaitu suatu kegiatan dengan memandang, mempelajari, mengamati, dan mempertimbangkan ulang masalah yang menjadi objek penelitian tradisi Akkattere di dusun Tamacinna. Objek tersebut ditinjau dari sudut pandang tertentu yakni sudut pandang aqidah Islam.

Aqidah adalah kepercayaan atau keyakinan. Penulis akan membahas keyakinan atau kepercayaan masyarakat Tamacinna terdapat dalam pelaksanaan tradisi Akkattere. Aqidah bagian pertama dalam ajaran Islam yang didakwakan Nabi Muhammad Saw. Aqidah lebih dahulu ditekankan daripada syariat, karena aqidah ditekankan yaitu: mengakui ke-Esahan Allah Swt. Membenarkan Muhammad sebagai utusan Allah, dan meyakini adanya hari akhir. Ketiga pokok aqidah ini bayak dalam ayat-ayat Alquran yang diturunkan di mekah, yang juga sekaligus sebagai sumber aqidah yang didakwahkan kepada umat Islam yang pertama.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penelis menggunakan beberapa buku yang menjadi acuan dalam penulisan karya ilmiah dan adapun yang terjadi bahan acuan diantaranya:

1. Yanu Endar Prasetyo. Dalam bukunya yang berjudul Mengenal Tradisi Bangsa. Yang membahas tentang tradisi-tradisi warisan nusantara yang sebagaian sudah di lupakan, sebagian masih dilakukan dengan berbagai perubahan dan variasinya, dan sebagian lagi masih dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang asli.

(16)

7

2. Ma’sumatun Ni’mah. Dalam bukunya yang berjudul Tradisi Islam di Nusantara. Di dalam bukunya membahas tentang tradisi nusantara sebelum kedatangan agama Islam dan melestarikan tradisi Islam di Nusantara.

3. Skripsi Hasnah. Dalam skripsi yang berjudul Akulturasi Tradisi Accaru-caru pada Aqiqah di Desa Sala’jangki Kecamatan Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa. Dalam skripsinya yang membahas tentang pelaksanaan dan nilai-nilai yan terkandung dalam tradisi tersebut.

4. Skripsi Ardiyanto, yang berjudul Tradisi Akkattere di Desa Tanah Towa, Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Dalam skripsinya membahas tentang proses pelaksanaan Tradisi Akkattere dan Tinjauan Aqidah Islam terhadap Tradisi Akkattere.

E. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah tersebut maka dapat ditetapkan tujuan penulisannya sebagai berikut :.

a. Untuk mengetahui pandangan masyarakat dalam tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa.

b. Untuk megetahui proses tradisi Akkattere di lakukan dalam acara aqiqah di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kebupaten Gowa.

c. Untuk mengemukakan nilai-nilai yang terkandung dalam prosesi aqiqah di Dusun Tamacinna, Desa Maradekaya, Kabupaten Gowa.

(17)

2. Kegunaan Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah keilmuan terkhusus pada bidang ilmu pengetahuan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Dan dapat bermanfaat untuk penelitian kedepannya yang ingin mengembangkan di kemudian hari.

b. Diharapkan dapat berguna bagi para budayawan dan masyarakat umum, terutama bagi generasi muda yang ada di Desa Tamacinna untuk selalu menjaga kebudayaannya.

(18)

9 BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Tradisi

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.9

Menurut Funk dan Wagnalls (2013:78), istilah tradisi dimaknai sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan lain yang dipahami sebagai pengethuan yang telah diwariskan secara turun-temurun termasuk cara penypaian doktrin. Jadi tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat dulu sampai sekarang Muhamir (2017:78) mengatakan bahwa tradisi terkadang disamakan dengan kata adat dalam pandangan masyarakat dipahami sebagai struktur yang sama dimana agar dalam tradisi.

Adapun pengertian menurut R. Redfield, yang mengatakan bahwa tradisi dibagi menjadi dua, yaitu great tradition (tradisi besar), adalah suatu tradisi mereka sendiri, dan suka berfikir dan dengan sendiri yang relatif sedikit. Sedangkan little tradition (tradisnional kecil) adalah suatu tradisi yang berasal dari mayoritas orang

9Definisi dan Pengertian Tradisi, hhtp://id.m.wikipedia.org>wiki>.Blogspot.Com /2007/07/Definisi-Pengetian-Tradisi.htm (23 april 2021).

(19)

yang tidak pernah memikirkan secara mendalam pada tradisi yang mereka miliki sehingga mereka tidak pernah mengetahui seperti apa kebiasaan masyarakat dulu, karena mereka kurang peduli dengan budaya mereka.

Pengetian tradsi dalam arti sempit yaitu warisan-warisan sosial khusus yang memenuhi syarat saja yaitu tetap bertahan hidup di masa kini, yang masih kuat ikatannya dengan kehidupan masa kini. Jadi tradsi yaitu sesuatu aktifitas atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal mulai sejak dulu sampai sekarang yang dijaga dan dilestarikan.

Menurut Hasan Hanafi. Tradisi (Turats) segalah warisan masa lampau (baca tradisi) yang masuk pada kita dan masuk ke dalam kebudayaan yang sekarang berlaku. Dengan demikian, bagi Hanafi turats tidak hanya merupakan persoalan peninggalan sejarah, tetapi sekaligus merupakan persoalan kontribusi zaman kini dalam berbagai tingkatannya.10

Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan hidup manusia akan menjadi biadap. Namun demikian, jika tradisi mulai bersifat absolut bukan lagi sebagai pembimbing, melainkan merupakan penghalang kemajuan. Oleh Karena itu,

10Moh Nur Hakim “Islam Tradisional dan Reformasi Pragmatisme” Agama dalam Pemikiran Hasan Hanafi (Malang: Bayu Media Publishing. 2003)h .29

(20)

11

tradisi yang kita terima perlu kita renungkan kembali dan kita sesuaikan dengan zamannya.11

Tradisi merupakan keyakinan yang dikenal dengan istilah animisme dan dinamisme. Animisme berarti percaya kepada roh-roh atau roh leluhur yang ritualnya terespresikan dalam persembahan tertentu di tempat-tempat yang dianggap keramat.12 Kepercayaan seperti itu adalah agama mereka yang pertama, semua yang bergerak dianggap hidup dan mempunyai kekuatan gaib atau memiliki roh yang berwatak buruk maupun baik. Dengan kepercayaan tersebut mereka beranggapan bahwa disamping semua roh yang ada, terdapat roh yang paling berkuasa dan lebih kuat dari manusia. Dan agar terhindar dari roh tersebut mereka menyembahnya dengan jalan upacara yang disertai sesaji-sesaji.13

B. Konsep Islam Tentang Kebudayaan

Banyak pandangan yang megatakan agama merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi tak sedikit pula yang menyatakan kebudayaan merupakan hasil dari agama. Hal ini seringkali membingungkan ketika kita harus meletakan agama (Islam) dalam konteks kehidupan kita sehari-hari. Koentjaraningrat misalnya, mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan degan hasil budi dan karya. Ia juga menyatakan bahwa terdapat unsur-unsur universal yang terdapat dalam semua

11 Mardimin Johanes, Jangan Tangisi Tradisi (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 12-13.

12Kuncoroningrat, Sejarah Kebudayaan Indonesia (Yogyakarta: Jambatan, 1954), 103.

13Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa (Yogyakarta, Gama Media, 2006, 2000), 6.

(21)

kebudayaan yaitu, salah satunya adalah sistem religi. Pandangan di atas menyatakan bahwa agama merupakan bagian dari kebudayaan.14

Dengan demikian, agama (menurut pandangan di atas) merupakan gagasan dan karya manusia. Bahkan lebih jauh Koenjaraninggrat menyatakan bahwa unsur- unsur kebudayaan tersebut dapat berubah dan agama merupakan unsur yang paling sukar untuk berubah. Ketika Islam diterjemahkan sebagai agama berdasarkan pandangan di atas, maka Islam merupakan hasil dari keseluruhan gagasan dan karya manusia. Islam pun dapat pula berubah jika bersentuhan dengan peradaban lain dalam sejarah. Islam lahir dalam sebuah kebudayaan dan berkembang (berubah) dalam sejarah. Islam merupakan produk kebudayaan. Islam tidaklah datang dari langit, ia berproses dalam sejarah.

Menurut Amer Al-Roubai, Islam bukanlah hasil dari produk budaya akan tetapi Islam justru membangun sebuah budaya, sebuah peradaban. peradaban yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi tersebut dinamakan peradaban Islam.

Dengan pemahaman di atas, kita dapat memulai untuk meletakan Islam dalam kehidupan keseharian kita. Kita pun dapat membangun kebudayaan Islam dengan landasan konsep yang berasal dari Islam pula.

Islam adalah sebuah agama hukum (religion of law). Hukum agama diturunkan oleh Allah Swt. melalui wahyu yang serba normative dan orientasinya yang serba legal formatlistik. Islam haruslah diterima secara utuh dalam arti seluruh

14Koentjaraningrat, seperti yang dikutip http//komunitas-nuun.blogs-pot.com

(22)

13

hukum-hukumnya dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat pada Semua tingkatan.15 Agama dan kebudayaan dapat saling berpengaruhi sebab keduanya adalah nilai dan simbol. Agama adalah simbol kekuatan pada Tuhan. Demikian kebudayaan, agar manusia dapat hidup di lingkungannya.16 Salah satu kebudayaan yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat Hijaz adalah kebudayaan Abissinia.

Populasi rumpun sempit yang menghuni pesisir daya Laut Merah masuk kesana secara bertahap dari arah Barat daya Arab dan kebudayaan Persia turut mewarnai keadaan penduduk Hijaz dan perkembangannya pada masa berikutnya. Orang Arab bercakap dengan menggunakan Bahasa Persia, merayakan hari-hari besar Bangsa Persia dan menikahi wanita-wanita Persia.17

Secara umum konsep Islam berangkat dua pola hubungan yaitu hubungan secara vertikal yakni dengan Allah SWT dan hubungan dengan sesama manusia.

Hubungan yang pertama berbentuk tata agama (ibadah), sedangkan hubungan kedua membentuk sosial (muamalah). Sosial membentuk masyarakat, yang jadi wadah kebudayaan.18 Konsep tersebut dalam penerapannya tidak terlepas dari tujuan pembentukan hukum Islam (baca: syari’at) secara umum, yaitu menjaga

15Abdurahman Wahid, pergulatan Negara, Agama, dan kebudayaan, (Cet. II; Desantara, 2001), h. 101.

16Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik Dalam Bingkai Strukturalisme Transsedental (Cet, II; Bandung: Mizan, 2001),201.

17Philip K. Hitti, History of The Arabs (Cet. II: Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2006), h.

182.

18Sidi Gazalba, OP.Cit., h. 106.

(23)

kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.19 lebih spesifik lagi, tujuan agama ialah selamat diakhirat dan selamat ruhaniah dunia, sedang tujuan kebudayaan adalah selamat di dunia saja. Apabila tidak dilaksanakan, terhujud ancaman Allah SWT, hilang kekuasan manusia untuk mewujudkan selamat di akhirat. Sebaliknya apabila mengabaikan hubungan sosial berarti mengabaikan masyarakat dan kebudayaan.

Maka hilanglah kekuasan untuk mewujudkan selamat di dunia, yang dibina oleh kebudayaan.20

Konsep Islam tersebut secara umum termaktub dalam Al-Qur’an yang merupakan sumber pertama dan utama. Ayat yang pertama turun adalah prtintah untuk membaca. Membaca artinya memahami makna yang dibacanya, dan yang ini berarti menggunkan akal pikiran. sehingga dipahami bahwa Al-Qur’an mendorong penggunaan akal pikiran dan pengembangan secara maksimal.

Kebudayaan itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip yang digariskan oleh ad- din, yaitu kemanusiaan, kemanusiaan itu merupakan hakikat manusia (bersigat statis).

Kemanusiaan itu sama saja dahulu, sekarang, dan akan datang. Tetapi perwujudan kemanusiaan yang disebut aksidensi itu tumbuh, berkembang, berbeda dan diperbaharui. Perubahan demi perubahan terus terjadi, namun asasnya tetap, yaitu

19Abu Ishak Al-Syathibiy, Al-Muwafaqat fi Ushul Al-Syari’ah, Juz II, (Cet.III;Beriut: Dar Al- Kutub Ilmiyah, 1424 H/2003M), h. 3.

20Sidi Gazalba, Op . Cit., bandingkan pendapat Al-Syathibiy bahwa ibadat berfungsi mendekatkan manusia kepada Tuhan, yakni beriman kepada-Nya dan segala konsekuensinya berupa ibadat yang baisa disebut ibadah mahdhah. Sedang pergaulan muamalah yang berlaku menurut tradisi kebiasaan (adah), yang merupakan tulang punggung bagi kemaslahatan hidup manusia, tanpa ini, kehidupan manusia akan rusak binasa. apabila yang terakhir bersifat duniawi dan dapat dipahami oleh nalar manusia (al-ma’qul Al-ma’na), maka yang pertama tadi bersifat ukhrawi dan merupakan kewenangan mutlak Tuhan menentukan (haqq Allah). Ibid., h. 164.

(24)

15

asas yang dituntun, ditunjuki, diperingatkan dan diberitakan oleh Al-Quran dan Al- Hadist.

Sebagaimana diketahui bahwa agama dan kehidupan beragama telah ada dan tumbuh dan berkembang sejak tahap awal manusia berbudaya di muka bumi. Agama dan kehidupan beragama tersebut merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial-budaya tahap awal manusia. Boleh dikatakan bahwa agama dan kehidupan beragama tersebut merupakan pembawaan atau fitra bagi manusia. Artinya bahwa dalam diri manusia, baik secara sendiri maupun secara kelompok terdapat kecenderungan dan dorongn lainnya, yang dalam kehidupan bersama suautu kelompok atau masyarakat yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu membentuk suautu sisitem budaya tertentu. Sistem budaya tersebut terbentuk secara berangsur sebagai hasil dari upaya atau budi daya manusia untuk merealisasikan kecenderungan dan dorongan-dorongan, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupannya secara bersama-sama sesuai dan serasi dengan lingkungan alam sekitarnya.21

C. Fungsi Tradisi

Kebiasaan yang sering dilakukan oleh kelompok masyarakat umum maupun khusus disebut tradisi. Tradisi yang sudah mebudayakan setiap saat masyarakat mematuhi dan menjaga pelaksanaannya serta perkembangannya agar terhindar dari hal-hal yang mereka inginkan. Tradisi adalah aliran atau faham yang mengajarkan

21Muhaimin, (et al), Op.Cit., h. 44.

(25)

bahwa manusia tidak dapat menemukan kebenaran.22 Sedangkan pengertian lain adalah adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Penelitian atau anggapan bahan cara-cara yang telah ada merupakan cara yang paling baik dan benar.23

Tradisi merupakan sebuah persoalan dan yang lebih penting lagi adalah bagian tradisi terbentuk. Menurut Funk dan Wagnalls seperti yang dikutip oleh Muhaimin tentang istilah-istilah dimaknai sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, praktik dan lain-lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwariskan secara turun-temurun temasuk cata penyampaian doktrin dan praktik tersebut.24

Fungsi tradisi menurut Soerjono Soekanto (2011:82) yaitu sebagai berikut : 1. Tradisi berfungsi sebagai penyedia fragmen warisan historis yang kita pandang

bermanfaat. Tradisi yang seperti gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman masa lali. Contoh: peran yang harus diteladani (misalnya, tradisi kepahlawanan, kepemimpinan karismtik, orang suci atau nabi)

2. Fungsi tradisi yaitu untuk memberikan legistimilasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, prantara dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Contoh: wewenang seorang raja

22Moh. Karnawi Baduri, Kamus Aliran dan Faham, (Surabaya: Indah, 1989), 1989), h.78.

23Departemen P%K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.959.

24Students, Definisi dan Pengertian Tradisi, http://1x-e11.Blogspot.Com/2007/07/Definisi- Pengertian-Tradisi.htm (5 maret 2016).

(26)

17

yang disahkan oleh tradisi dan seluruh dinasti terdahulu. Tradisi berfungsi untuk menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial, terhadap bangsa, komunitas dan kelompok. Contoh tradisi nasional:

dengan lagu, bendera, mitologi, dan ritual umum.

3. Fungsi tradisi ialah untuk membantu menyediakan tempat pelarian dan keluhan, ketidak puasa, dan kekecewaan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggalan bila masyarakat berada dalam kritis. Tradisi kedaulatan dan kemerdekaan dimasa lalu membantu suatu bangsa untuk bertahan hidup ketika dalam penjajahan.Tradisi kehilangan kemerdekaan, cepat atau lambat akan merusak sistem tirani atau kedikatatoran yang tidak berkurang di masa kini.

Jadi dari tiga fungsi diatas tradisi merupakan suatu identitas yang dimiliki oleh masyarakat yang hidup atau bertempat tinggal di dalam suatu daerah.

(27)

18 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian sebelum turun kelapangan sangatlah penting, sebab jenis penelitian yang digunakan akan menjadi sumber utama dalam pelaksanaan penelitian.

Dari judul penelitian tersebut jenis penelitian lapangan (field reseatch), dimana penelitian tersebut menentukan hasil terhadap pengumpulan data dari informan yang sudah ditentukan.

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian kualitatif deskriptif yaitu berusaha mendeskripsikan objek penelitian apa adanya dengan tidak menggunakan prosedur-prosedur statistik lainnya.

Metode kualitatif deskriptif lebih menunjukan pada kepastian dan tidak bertolak belakang terhadap teori saja, melainkan sebagaimana yang dihasilkan dari lapangan berdasarkan fakta yang terjadi. Dengan kata lain lebih nenekankan terhadap kenyataan yang benar akan kejadian pada suatu kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan bermasyarakat tertentu yang telah menjadi sasaran objek penelitian.

B. Lokasi penelitian

Lolasi yang akan menjadi tempat penelitian adalah Desa Tamacinna, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa. Peneliti memilih melakukan penelitiannya di Desa Tamacinna karena dilokasi tersebut, sejumlah masyarakat masih melakukan tradisi Akattere yang dilakukan sejak turun-temurun. Adapun alasan lain yang

(28)

19

menjadi pilihan penelitian di desa tersebut, yaitu karena sarana dan prasarana dilokasi penelitian yang dipilih sangat membantu dan mendukung terhadap hasil penelitian, dan berhubung juga tempat tinggal peneliti dekat dengan daerah tersebut sehingga hal ini juga akan membantu peneliti dalam mendapatkan perolehan data dengan cepat dan mudah melakukan sosialisasi terhadap masyarakat sekitar.

C. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berusaha membahas tentang objek penelitian dengan menggunakan metode pendekatan normatif dan yuridis dalam memahami situasi apa adanya, normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan keberadaannya.

Penelitian kualitatif yang telah dipilih oleh peneliti, menuntutnya untuk memahami fenomena yang terjadi dalam masyarakat secara mendalam dan terjun langsung ke lapangan.

1. Pendekatam Sosiologi

Pendekatan sosiologi adalah suatu pendekatan penulis untuk mengetahui prosesi tradisi Akkattere dengan memperhatikan sifat, perilaku sosial pada masyarakat setempat.

2. Pendekatan Agama

Pendekatan Agama adalah pendekatan yang akan dibahas berdasarkan ketentuan-ketentuan Islam dan bagaimana respon masyarakat terhadap tradisi tersebut dengan di kaitkan terhadap pandangan Islam.

(29)

3. Pendekatan Budaya

Pendekatan budaya adalah penulis bersosialisasi langsung dengan budaya masyarakat yang merupakan kegiatan untuk menggambarkan pemahaman secara dalam dan universal pada kebudayaan yang ada, baik terkait dengan konsep, pola interaksi, nilai budaya, kebiasaan, maupun pada fenomena kebudayaan lainnya.

D. Sumber Data

Sumber data dari penelitian yang diperoleh yaitu menghasilkan subjek dari mana data dapat digunakan dalam penulisan hasil penelitian tersebut, maka sumber data dari penelitian ini adalah :

1. Data primer, yaitu berarti data yang diperoleh dari field research atau penelitian lapangan dengan cara seperti interview atau tanya jawab yang dilakukan secara langsung terhadap informan yang dianggap mengetahui apa yang akan diteliti.

2. Data Sekunder, yang berarti data diperoleh dari libray research atau penelitian kepustakaan, penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dari informan langsung terhadap peneliti yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti dengan melalui buku-buku atau dokumen.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai sumber kebudayaan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti, baik berupa sumber tertulis seperti buku-buku, dokumen, artikel, catatan dahulu kala maupun

(30)

21

sumber tidak tertulis yang diperoleh melalui wawancara dengan tokoh-tokoh yang bersangkutan yaitu:

1. Observasi

Lembar observasi yaitu suatu metode yang digunakan dalam mengamati langsung objek yang ada hubungannya dengan penelitian yang digunakan dalam melaksanakan observasi.

2. Wawancara

Teknik wawancara yaitu mengumpulkan data yang bersangkutan dengan pembahasan penelitian yang dihasilkan melalui informan yang dianggap mengetahui dan memahami tradisi tersebut secara pribadi, dengan mengambil data secara lisan dan berbincang.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu penulis menyimpulkan data dengan menyalin data yang bersifat dokumen atau arsip-arsip, dimana data tersebut dapat dengan mudah diperoleh dengan interview dan observasi.

(31)

22 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Kondisi Geografis

Desa Maradekaya merupakan salah satu Desa yang terletek di wilayah Kecamatan Bajeng, Kebupaten Gowa dengan luas wilayah ± 622,89 Ha dengan batas- batas wilayah Desa sebagai berikut

a. Sebelah Utara berbatasan degan Kec Pallanga

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Mataallo c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Paraikatte d. Sebelah Barat berbatasan degan Desa Bonto Sunggu

2. Sejarah Desa Maradekaya

Pada tahun 1961 di Desa Maradekaya ada sebuah perkampungan namanya

“Mangngeboki”. Menurut orang yang tertua disana yaitu Kaso dg Ranyu, sebelum menjadi pemukiman penduduk hanya borong pendang putih yang dijadikan tikar pandan (tappere ma’lonjo). Setelah dihuni beberapa kepala keluarga maka diberilah nama Mangngeboki berasal dari nama pandan putih. Pada tahun 1962 sampai 1963, bergabunglah beberapa Dusun menjadi satu yang sekarang dikenal dengan nama Desa Maradekaya dan dibawah Pimpinan Desa Mataallo.25 Petani juga merasakan

25 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

(32)

23

dampaknya karena pupuk mulai masuk. Desa dan pendidikan juga sudah mulai ada.

Dengan adanya pembangunan sekolah di Labbakkang dan di Tamacinna kemudian pada tahun 1983 sampai 1984, menurut Samaila. Dg Bella, terjadilah pemekaran antara Desa Bonto Sunggu dengan Desa Mataallo, maka lahirlah Desa Persiapan Maradekaya. Kantor desa yang pertama pada tahun 1985 sampai 1986 ditempatkan di Pare’-Pare’ disertai dengan pembangunan Mesjid.

Seiring dengan berjalanya waktu maka pada pemilihan kepala Desa yang pertama yaitu Abd. Hamid dg Naba kepala Desa Parsiapan Maradekaya dan peresmian kantor Desa di Dusun Barasa. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk Desa Maradekaya maka pada tahun 1987 sampai 1988 sudah ada pembangunan sarana dan prasarana dibidang kesehatan yaitu pembangunan PUSTU lengkap dengan tenaga kesehatannya yaitu: Kepala Pustu Seorang mentri atau bidan. Sedangkan dibidang pertanian sudah ada traktor masuk di Desa Maradekaya. Berkisar antara 1990-1995 kebutuhan penduduk yang kian mendesak disertai dengan perkemban.

Perkemban dengan adanya listrik masuk ke Desa Maradekaya, adanya pembuatan gorong-gorong, jalan setapak, dan sudah ada perluasan jalan, serta pembangun Desa tiada henti-hentinya. Pemilihan Kepala Desa yang kedua yaitu “Maluddin dg Tompo”

beliau juga tidak tinggal diam pada masa pemerintahannya pengaspalan jalan sudah mulai diadakan, pembentukan remaja mesjid disetiap dusun. Dan pada masa itu Desa Maradekaya pernah juara MTQ tingkat kecamatan.

Dan pada tahun 2000-2007 oleh kepala Desa yang ketiga yaitu Drs.Mukhlis Dg Nada, perjuangannya juga di Desa Maradekaya membawa angin segar bagi

(33)

masyarakat dengan adanya pengaspalan jalan di Dusun Punaga, pembangunan irigasi sepanjang 1000 m di Dusun Tamacinna II tepatnya Mangngeboki disertai dengan masuknya lembaga PNPM. Dan pada tahun 2010, pemerintahan baru yang dipimpin oleh Kepala Desa yang keempat “Ramli Dg Malli” yang meneruskan perjuangan Kepala Desa Meradekaya menjadi Desa yang maju dan membawa masyarakat hidup dengan makmur dan sejahtera. Jika dilihat dari letak geografisnya Desa Maradekaya termasuk daerah dataran rendah yang terletak ± 13 Km dari Permukaan laut.

Wilayah ini sangat cocok untuk daerah pertanian baik tanaman pangan maupun hortikultura. Jarak Desa Maradekaya mempunyai jarak dari ibukota kabupaten ±15 Km dengan jarak tempuh 30 menit dengan menggunakan angkutan umum, sedangkan jarak dari kecamatan ± 3 Km degan jarak tempuh 15 menit dengan menggunakan motor.

3. Administrasi Data

Secara administrasi Desa Maradekaya terdiri dari lima (5) Wilayah Dusun yakni Dusun Bontomarannu, Dusun Punaga, Dusun Barasa, Dusun Tammacina I, Dusun Tammacina II, yang mempunyai 28 rukun tetangga RT /RW RK 5 dan dikepalai oleh seorang Kepala Desa. Letak antar Dusun umumnya saling berdekatan sehingga hubungan juga sangat lancar apalagi jaman sekarang yang mana alat komunikasi sudah canggih sehingga hanya memakai Hp saja sudah bisa menghubungi semua aparat Desa yang ada di setiap Dusun.

(34)

25

Desa Maradekaya mempunyai kondisi daerah yang datar dengan ketinggian 300-500 meter (dari permukaan laut), namun demikian tanahnya cukup subur untuk lahan pertanian sawahnya.26

4. Iklim dan Curah Hujan

Desa Maradekaya memiliki iklim yang sama dengan Desa-Desa lain yang ada di Wilayah Kabupaten Gowa yakni iklim tropis karena curah hujannya sangat rendah, memeiliki dan tipe musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau rata-rata berlangsung antara bulan Mei sampai Oktober dan musim hujan terjadi mulai bulan Nopember sampai Maret setiap tahunnya. Jumlah curah hujan rata-rata setiap tahunnya mencapai 2000 sampai 3000 mm dengan suhu rata-rata 28℃

5. Hidrologi dan Tata Air

Wilayah Desa Maradekaya adalah wilayah yang sangat potensial untuk lahan pertanian holtikultura. Sumber air pada Desa ini terlihat ada dua (2) aspek yaitu air permukaan dan air tanah. Untuk air permukaan dapat dilihat dengan adanya sungai kecil dan irigasi yang dapat difungsikan sebagai saluran untuk area persawahan, sedakan kondisi air tanah terlihat adanya beberapa sumur sebagai penunjang utama memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dalam hal penyediaan air bersi rumah tangga dan sebagaian untuk pertanian. Masyarakat Desa Maradekaya adalah Masyarakat yang pekerjaan keras dan ulet. Dapat dilihat dari berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan setiap hari. Tetapi yang paling banyak dilakukan adalah pertanian sehingga

26 Dokemen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

(35)

untuk mengetahui potensi dominan yang dimiliki suatu Desa dapat dilihat dari jumlah penduduk yang melakoni suatu aktifitas. Berbagai jenis pekerjaan dilakukan mulai dari sampai pada PNS, mulai dari pekerjaan tidak menentu sampai pada pekerjaan tetap. 27

Tetapi secara umum pekerjaan pokok masyarakat adalah Petani kebun dan sawah terbukti bahwa dari 1372 KK terdapat 468 KK yang bekerja sebagai petani.

Berbagai jenis tanaman yang mulai dari tanaman jangka pendek sampai pada tanaman jangka panjang. Pekerjaan ini dilakukan baik perempuan maupun kaum laki-laki.

Berdasarkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari akan sangat berpengaruh pula pada tingkat kehidupan sehari-hari, sehingga dengan jelas terlihat perbedaan dari setiap keluarga. Ini terbukti bahwa dari jumlah masyarakat melakukan aktivitas pertanian cukup banyak maka akan terlihat Desa-Desa lainya yang ada di wilayah kebupaten Gowa. 28

6. Sektor Pertanian

Jenis tanama pangan utama yang dibudidayakan pertanian Desa Maradekaya adalah padi dan palawija. Sementara jenis tanaman hortikultura yang dibudidayakan petani adalah jenis buah dan sayuran meskipun hasil produksi dalam jumlah yang tidak banyak, karena selain faktor lahan juga karena saluran irigasi yang belum permanen sehingga aliran air tidak lancar dan saprodi yang tidak mudah diakses oleh petani. Berdasarkan hasil sensus yang dilakukan tahun 2010, tercatat jumlah

27 Dokemen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

28 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

(36)

27

Penduduk Desa Maradekaya sekitar 5339 jiwa dengan perbandigan laki-laki 2685 jiwa dan perempuan sebanyak 2672 jiwa. jumlah ini cukup banyak dan merupakan aset yang dimiliki Desa, jika potensi ini diberdayakan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada table dibawah ini.29

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO DUSUN

JML H KK

JUMLAH PENDUDUK

L P JML

1

Bonto Marannu 324 717 710 1427

2 Punaga 281 617 638 1255

3 Barasa 146 256 290 546

4 Tamacinna I 331 620 578 1198

5 Tamacinna II 290 475 456 913

TOTAL 1372 2685 2672 5339

Sumbrt data : Masyarakat Desa Maradekaya (hasil sensus sosial) Oleh : KPM dan Fasduk, Tahun 2017

29 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kebupaten Gowa

(37)

Berdasarkan jumlah jiwa penduduk maka akan terlihat pengelompokan umur mulai dari usia balita (0-5 tahun), usia wajib sekolah sampai pada usia non produktif.

Usia produktif yaitu 15 – 45 tahun adalah Usia yang sangat potensial untuk menunjang aktifitas pembangunan di Desa yang akan dilakukan. tetapi faktor usia tidak hanya berdiri tetapi harus ditunjang dengan kemampuan, kemauan dan keterampilan yang dimiliki. Kesempatan dan peluang yang besar yang diberikan kepada mereka sehingga mereka memiliki tanggung jawab dan selalu berpartisipasi dalam membagun Desa. Semangat kebersaman dan kepedulian akan pembagunan menuju perubahan yang lebih baik senantiasa menjadi acuan untuk berkarya. Di bawah ini:

Tabel jumlah penduduk berdasarkan usia desa Maradekaya sebagai berikut.

USIA

NAMA DUSUN

JUMLAH %

Bonto marannu

Punaga Barasa

Tamacinn- a I

Tamacinn- a II

LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR LK PR

0-5 71 78 67 70 28 27 77 50 49 42 292 267 10,98 10,01

6-12 94 110 118 95 29 45 92 87 68 60 401 397 15,08 14,87 13-22 130 129 115 110 40 53 105 100 97 92 487 484 18,30 18,13 23-45 273 241 210 228 79 92 234 225 152 159 948 945 35,63 35,41

(38)

29

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Sumber data : Maradekaya Desa Maradekaya (hasil sensus social)

Oleh: KPM dan Fasduk, Tahun 2017 Berdasarkaan tabel diatas terlihat bahwa jumlah jiwa terbanyak yang dimiliki adalah usia produktif yaitu 15 - 45 tahun dengan jumlah jiwa 2864, hampir 50% dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Maradekaya.

Jika pada usia ini memiliki ilmu dan keterampilan yang memadai untuk mengelola sumber daya alam maka kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi fenomena pendidikan di Desa Maradekaya memang cukup maju, tetapi itu tidaklah merata pada semua kelakuan karena hanya golongan menegah keatas yang megalami, sementara bagi kalagan bahwa harus patuh, sekolah tetapi itu terjadi lima tahun yang lalu. Untuk sekarang angka itu bisa berkurang karena sarana pendidikan gratis, mulai dari SD sampai SMA yang berlaku di Kabupaten Gowa.30

30 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

46-60 93 100 84 91 53 50 78 77 53 60 361 378 13,57 14,26 61

KEATAS

49 59 26 34 27 23 34 39 38 43 174 198 6,54 7,41

TOTAL 710 717 617 638 256 290 620 578 457 456 2660 2669 100% 100%

(39)

7. Sarana dan Prasarana Desa a. Sarana

Secara umum jenis dan kondisi jalan pada Desa Maradekaya terbagi atas 3 jenis yaitu jalan beraspal (Hotmix), jalan pengerasan dan jalan tanah. Dari tiga jenis jalan, maka kondisi beraspal yang paling panjang, itupun masih ada beberapa sudah mulai rusak terutama yang sering digenangi air pada musim hujan tiba. Terdapat 2 unit jembatan yang menghubungkan antar Dusun dengan Dusun yang lainnya.

b. Prasarana Desa

Desa Maradekaya telah tersedia 1 unit puskesmas pembantu (pustu) yang sudah beroprasi dan 1 unit posyandu. Namun sarana ini dianggap sudah bisa melayani kebutuhan masyarakat secara maksimal. sementara tenaga medis yang terbatas karena hanya terdapat dari 4 orang yaitu satu bidan dan satu mantri bisa melayani pasien jika sewaktu-waktu banyak masyarakat yang menderita sakit dalam waktu yang bersamaan. Apalagi mantri yang bertugas tidak tinggal di desa sehingga sewaktu-waktu malam hari terjadi terjadi gangguan kesehatan maka warga hanya meminta bantuan pada petugas bidan desa yang memang menetap di Desa terebut.

Selain menggunakan pustu dan posyandu sebagai sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di Desa, masyarakat umum jika mengalami gangguan penyakit yang para mereka lebih banyak berobat ke R.S.U syekh yusuf atau Makassar karena

(40)

31

disamping jaraknya yang dekat juga jangkauanya mudah dan pelayanannya lebih maksimal. hampir setiap saat kendaraan roda empat mulai pagi sampai malam hari.31

8. Pendidikan a. Taman Kanak-kanak

Saat ini Desa Maradekaya terdapat 1 buah TK/PAUD yang terletak di Dusun Tamacinna II yang dianggap cukup untuk menampung pendidikan bagi pra sekolah.

Di samping itu sarana dan prasarana lainnya seperti alat-alat bermain juga masih disarankan kurang dan menjadi kendala bagi pengelolah. Oleh karena itu, pihak pengelolah sangat mengharapkan perhatian dari pihak terkait untuk menutupi kebutuhan ini, agar anak-anak semakin bersemangat untuk bersekolah.

b. Sekolah Dasar

Satu unit bangunan sekolah yang terdapat di Dusun Bonto Marannu, satu unit Mis di Dusun Tamacinna dua , dan satu unit di Dusun Barasa’ yang dapat menampung anak-anak dengan semangat setiap hari melakukan aktifitas belajar.

Namun sarana dan prasarana lainnya seperti bangunan perpustakaan dan buku-buku bidang studi disarankan kurang dan menjadi kendala bagi siswa dan guru.

c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Masyarakat desa Maradekaya dapat mengakses sarana ini di Desa tetangga sehingga muda di jangkau oleh anak yang ingin lanjut ke sekolah lanjutan pertama.

31Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

(41)

Untuk mengakses sarana ini anak sekolah hanya berjalan kaki ada pula naik sepeda, ojek dan lain sebagainya.32

d. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

Meskipun sekolah lanjutan tingkat atas tidak tersedia di Desa bukan berarti kendala bagi siswa untuk melanjutkan sekolah, Namun tidak sedikit masyarakat Desa Maradekaya tidak menyekolahkan anaknya sampai sekolah lanjutan atas utamanya masyarakat kurang mampu karena jarak ke kecamatan sangat jauh sehingga kendala bagi siswa adalah biaya transportsi.

e. Perguruan Tinggi.

Sama dengan desa lainya yang ada di Gowa dimana orang tuanya saling berlomba menyekolahkan anaknya bagi kalangan yang mampu tetapi yang miskin tetap saja gigit jari karena keterbelakangan biaya. Untuk perguruan tinggi pada umumnya masyarakat melanjukan ke Makasar tetapi bukan berati tidak ada yang kuliah di Gowa. Jika disandigkan dengan Desa yang ada di kecamatan Bajeng. Desa Maradekaya memiliki tingkatan pendidikan yang cukup baik dimana jumlah sarjanaya dan yang sementara kuliah cukup banyak.33

f. Kelompok Tani.

Terdapat 35 Kelomok tani yang beranggotakan 25 orang. Tiap kelompok, dana pertanian, dimana gapoktan menyiapkan kebutuhan saprodi bagi petani dengan

32 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 Kecamatan Bajeng Kabupaten Gowa

33 Dokumen Rpjs Desa Maradekaya 2015-2017 kecamatan Bajeng Kebupaten Gowa

(42)

33

usaha pertanian, dimana gapoktan menyiapkan kebutuhan saprodi masih sangat kurang sehingga perlu penambahan modal bagi gapoktan dan sekaligus bekerjasama dengan harga yang dapat dijangkau para petani.

B. Esistensi Tradisi Akkattere 1. Awal Mula di Kenal

Suku yang ada di Sulawesi selatan dikenal sebagai suku yang sangat mempertahankan harga diri akan kebudayaannya. Terbukti sekecil apapun masalahnya dan siapapun pelakunya maka akan ditindas tegas. Meskipun pelakunya adalah keluarga atau kerabat sendiri. Masyarakat yang ada di Sulawesi selatan memiliki kebudayaan yang unik yang tetap eksis dimasa kini. Meskipun zaman sekarang modern, kebudayaan ini tetap menjadi sorotan yang menarik untuk ditelitik lebih jauh keunikan-keunikannya. setiap prosesi memiliki rangkaian adat istiadat.

Seperti halnya pada pelaksanaan tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna Desa Maradekaya Kabupaten Gowa.

Keberadaan tradisi ini sudah ada sejak zaman nenek moyang yang pada saat itu Negara masih didominasi Agama Hindhu Budha, ketika Islam masuk pada saat itu budaya sangat kental pada masyarakatnya sehingga tidak dihapuskan, karena ditakutkan apabila dihapuskan bisa saja ajaran Islam di tolak oleh masyarakat, maka dengan ini menggunakannya sebagai pendekatan dakwah kultural pada saat itu sampai sekarang.

(43)

Awal mula dikenalnya tradisi Akkattere atau menguting rambut seorang bayi di Dusun Tamacinna belum diketahui pasti sejak kapan awal mula dikenalnya, tradisi Akkattere sudah berlanjut sejak lama dari zaman nenek moyang sampai generasi sekarang, degan maksud dan tujuan untuk membersihkan dari kotoran yang di bawa lahir oleh bayi.

Menurut masyarakat di Dusun Tamacinna pada awalnya megikut dari tradisi nenek moyang, apabila memiliki seorang anak bayi berusia 11 hari maka disegerakan untuk di aqiqah. Sedangkan agama Islam meganjurkan hari ke-7, 14, atau 21 setelah kelahiran, beda halnya di Dusun Tamacinna masyarakat yang memiliki seorang anak bayi rata-rata mereka melaksanakan Akkatere pada hari ke-11, 19, atau 20 setelah kelahirn. Menurut kepercayaan nenek moyang di Dusun Tamacinna mereka hindari hari ke 7 karena menurut nenek moyang pada hari ke 7 adalah hari memperigati orang meninggal.

Akkatere merupakan salah-satu bentuk praktek ritual keagamaan, disamping ritual lainya seperti ziarah kubur, kurban dan ibadah lainnya merupakan institusi atau perwujudan dari iman. Aqiqah cukup populer di tengah kehidupan masyarakat.

Pandangan masyarakat yang cukup besar terhadap ritual ini berdasarkan pada suatu pandangan, bahwa aqiqah merupakan ritual yang mendapat Syari’at Islam, sehingga kental dengan nilai budaya. Pada ujungnya pandangan ini melahirkan ekspektasi terhadap pahala dan berkah, baik yang diterima seorang bayi maupun orang tua.

Ritual tersebut juga mengandung hikmah yang bersifat intrinsic sebagai pendekatan

(44)

35

(taqarrub) kepada Allah Swt dan juga mengandung instrumental sebagai usaha pendidikan pribadi dan masyarakat ke arah komitmen atau kontak batin kepada amal shaleh.34

Sejarahnya, aqiqah termasuk salah satu ritual orang Arab pra Islam yang dilaksanakan dengan menyembelih hewan ternak, kambing darah sembelihan dioleskan ke kepala seorang bayi. Dengan datangnya Syari’at Islam, praktek tersebut diubah menyembelih kambing dan memotong rambut seorang bayi, serta bayi tersebut diolesi minyak Za’faran. Perubahan lain adalah pada masa jahiliyah hanya diperuntukan bagi laki-laki, tradisi ini pun diubah sehingga bayi perempuman mendapat hak yang sama untuk di aqiqah.35

Akkattere berasal dari kata Aqiqah (Aqiq) yang berarti rambut bayi yang baru lahir, karena itu aqiqah selalu diartikan mengadakan selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan (seekor kambing).36 Menurut istilah Syara’ artinya memyebelih ternak pada hari ketuju Dari kelehiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.37 Dari sejarahnya pada zaman jahiliyah dibandingkan dengan pada saat mulai masuknya Islam nampak jelas bahwa Islam

34Ahmad Ma’ruf Asrori, Berhitan dan Aqiqah Upaya Pembentukan Generasi Qur’ani, cet II (surabya: Penerbit Al-Miftah, 1998), h. 88

35Nasirudin Umar, Biasa Gender Dalam Pemahan Islam, cet. I (Yogyakarta: Gama Media, 2002), h. 98

36Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesian, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Pres), 1988), h 263

37abdul Fatah Idris, Abu Ahmadi, fiqih Islam Lengkap, (Jakarta: RinekaCipta, 1990), h. 317

(45)

telah sesuai dengan fungsi yang diturunkannya sebagai lambang kasih sayang dan memimpin ke arah yang benar.

2. Perubahan Dari Masa Ke Masa

Perkembagan tradisi Akkatere berkembang terus dari masa kemasa dan terpelihara dari kalagan masyarakat karena tradisi yang meyelegarakan itu juga perintah dari agama islam untuk dipotongkan kambing dua ekor kalau laki-laki dan satu ekor untuk perempuan lalu di undang seluruh keluarga dan sahabat untuk kumpul bresama bersilatulrahim dan silatul rahmi sambil mendoakan bayi yang baru lahir.

Menurut masyarakat di Dusun Tamacinna tidak ada perubahan, karena pada saat diadakannya tradisi Akkattere persiapanya tidak berubah haya mengunakan kelapa muda yang sudah dilobagi ujungnya sampai kelihatan air dan daging kelapanya, serta gunting yang digunakan pada saat di laksanakaya tradisi Akkattere di Dusun Tamacinna.

3. Pandangan Kebudayaan

Pandangan budaya terhadap budaya Akkattere sangat relevan degan realita sosial seiring dan sejalan dengan tradisi masyarakat saat ini maka keyakinan bagi pemeluk agama Islam, tradisi ini makin berkembag dan terpelihara dikalagan masyarakat Islam karena masyarakat memandagnya. Tradisi akkatere ini tidak bertentagan degan Agama Islam maupun budaya.

(46)

37

pandagan kebudayaan sebagai tradisi yang membudaya dalam masyarakat di Dusun Tamacinna yang dilakukan secara turun-temurun yang dianggap kebudayaan para nenek moyang kita yag dianggap sebagai adat itiadat masyarakat kita

4. Metode Dan Tujuan Pelaksanaan

Motif dan tujuan tradisi Akkattere adalah untuk mensucikan dari kotoran bayi tersebut sekaligus bisa megumpulkan keluarga dan para sahabat untuk menjalin tali silatulrahim dan silatulrahmi ini untuk mempererat hubungan kekeluargaan diantara keluarga dan kerabat yang datang.

Menurut masyarakat di Dusun Tamacinna motif dan tujuan dilaksankanya tradisi Akkattere untuk menghilangkan sifat-sifat buruk, maka diadakanlah pemotongan kambing dengan tujuan untuk menghilangkan sifat-sifat binatang dari tubuh seorang bayi. Kemudian memotong rambut seorag bayi menurut kepercayaan nenek monyang pemotogan rambut seorang bayi untuk menghilangkan sifat-sifat yang buruk sebagai tradisi yang berkembang di kalagan masyarakat tamacinna.

Maksud lain dari tujuan tersebut mencukur rambutnya seorang anak dan kotoran kepalanya, baik suci maupun najis agar rambutnya juga bisa tumbuh lebih kuat dari sebelumnnya. Ini juga bermanfaat kepada seorang anak karena akan membuka pori-pori dikepalanya dan mengelurkan uap dengan mudah, dan juga bisa menguatkan indranya.

(47)

Diantara manfaat aqiqah tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Qayyin Rahimahulla dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” adalah:

1. Merupakan ibadah kepada Allah SWT.

2. Merupakan sifat mulia untuk menghilangkan kekikiran

3. Memberikan makan kepada orang lain dan ini termasuk ibadah

4. Melepaskan gadaian seorang anak, agar iya bisa memberikan syafaat bagi orangtuanya.

5. Menanamkan sunnah-sunnah yang disyariatkan dan memberantas khurafa kejahiliyahan.

6. Memperkenalkan nasab anak dan lainnya.

Sebenarnya banyak sekali pengertian Akkattere, namun dari kesemuanya dapat diambil titik tengah sebagai berikut:

a. Akkattere merupakan upacara ritual yang dilakukan pada saat lahiranya keluarga baru atau kelahiran baru.

b. Upacara ritual Akkattere terdiri dari beberapa bagian antara lain menyembeli hewan, memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainya.

c. Inti Akkatere adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas atau perak ataupun berupa makanan.38

d. Dasar hukum aqiqah.

38HasanAsy’ari Ulama’I, Aqiqah dengan Burung pipit, (Semarang: Syar Media Publishing,2010), h. 19

(48)

39

C. Proses Pelaksanaan Tradisi Akkattere 1. Pra Pelaksanaan

Tradisi Akkattere di tandai dengan lahirnya seorang bayi kedunia, kelahiran seorang anak adalah kegembiraan tersendiri yang hanya bisa dirasakan oleh kelurga bayi. Sebab, anak merupakan anugerah terindah, penyejuk pandangan mata, pembawah kebahagiaan dan dambaan setiap suami istri yang telah berkeluarga.

kehadiran anak sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat dari Allah, maka salah satu wujud kesyukuran adalah dengan mengadakan tradisi Akkattere.

Sebelum melakukan tradisi Akkattere keluarga terlebih dahulu mempersiapkan hewan berupa kammbing dua ekor untuk bayi laki-laki satu ekor untuk bayi perempuan, mepersiapkan kelapa muda yang dipotong atasnya sampai kelihatan air dan daging kelapanya, lalu mepersiapkan gunting. Sebelum melakukan penggutigan terlebih dahulu melakukan pembacaan Barasanji (doa-doa, pujian-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw) yang dilafalkan degan suatu irama atau nada biasa dilakukan ketika kelahirn, khitanan, pernikahan dan maulid Nabi Muhammad saw. Setelah itu majulah satu persatu keluarga dari pihak ibu dan bapak untuk menggunting rambut seorag bayi dan rambut yang sudah digunting di masukan ke dalam kelapa muda yang sudah di lubangi.

Kelapa muda disimbolkan dengan segala kebaikan karena masyarakat di Dusun Tamacinna meyakini dan megetahui kelapa itu sangat berguna mulai dari akar, batang, buah dan seluruh tangkainya. Ini juga diharap anak supaya kelak di kemudian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

34. Wawancara dengan siswa MI Mifthahul Huda tanggal 29 Agustus 2015.. pada saat berlangsungnya suatu pembinaan. pembinaan akhlak sendiri merupakan upaya guru untuk

Sistem pencaloan yang merajalela, nepotisme serta terjadinya berbagai patologi birokrasi menyiratkan bahwa penataan birokrasi harus dilakukan.Reformasi birokrasi pemerintah

Segmentasi pasar adalah segmentasi pasar sebagai suatu proses membagi keseluruhan pasar (lingkungan) yang heterogen menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil dan

Metode yang digunakan untuk proses optimalisasi adalah particle swarm optimization (PSO). Varibel desain yang digunakan sebagai parameter yang diubah pada proses

Tableau 4.6 Le Résultat du test de la Signification entre deux variables .... xii Ariessa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh experiental marketing terhadap loyalitas konsumen yang dimediasi kepuasan konsumen. Penelitian ini dilakukan

Jenis kuman yang akan diteliti terbatas pada kuman yang terdapat pada lingkungan dan dapat ditularkan melalui kontak tangan dan menyebabkan penyakit, yaitu : bakteri dan