• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDUDUKAN HAK ISTIMEWA PERSONAL GUARANTOR (PENJAMIN PRIBADI) DALAM PERKARA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS JURNAL. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEDUDUKAN HAK ISTIMEWA PERSONAL GUARANTOR (PENJAMIN PRIBADI) DALAM PERKARA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS JURNAL. Oleh :"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 KEDUDUKAN HAK ISTIMEWA PERSONAL GUARANTOR (PENJAMIN PRIBADI) DALAM PERKARA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

JURNAL

Oleh :

RIRIS F PANJAITAN NIM : 140200325

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

2 CURRICULUM VITAE

A. Data Pribadi

Nama Lengkap Riris Fatmawati Panjaitan

Jenis Kelamin Perempuan

Tempat, Tanggal

Lahir Sitorang, 04 November 1996

Kewarganegaraan Indonesia

Status Belum Menikah

Identitas NIK KTP. 1212034411960001

Agama Kristen Protestan

Alamat Domisili

Jl. Jamin Ginting, Pasar 1 Padang Bulan, Gang. Sedar No. 7 Medan, Sumatera Utara.

Alamat Asal Sitorang, Kec. Silaen

Medan, Sumatera Utara.

No.Telp 085275573569

Email ririspanjaitan81@gmail.com

B. Pendidikan Formal

Tahun Institusi Pendidikan Jurusan IPK

2002 -

2008 SD 174556 Sitorang - -

2008 -

2011 SMP Negeri 1 Silaen - -

2011

2014 SMA Negeri 1 Silaen IPA -

2014 -

2018 Universitas Sumatera Utara Ilmu Hukum 3,62

C. Data Orang Tua

Nama Ayah/Ibu : Baktiar Panjaitan / Ampu Marpaung

Pekerjaan : Petani / Petani

Alamat : Sitorang, Kec. Silaen, Medan, Sumatera Utara.

(3)

3 ABSTRAK

KEDUDUKAN HAK ISTIMEWA PERSONAL GUARANTOR (PENJAMIN PRIBADI) DALAM PERKARA KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

*) Riris F Panjaitan

**) Sunarmi

***) Tri Murti Lubis

Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hak istimewa personal guarantor (penjamin pribadi) dalam perkara kepailitan Perseroan Terbatas. Dalam hal ini tidak ada pengaturan hukum yang secara jelas mengatur hal tersebut. Adapun permasalahan yang di bahas dalam skripsi ini adalah bagaimana pengaturan mengenai personal guarantor (penjamin pribadi) di Indonesia, kemudian apa saja hak istimewa yang dimiliki oleh personal guarantor (penjamin pribadi), dan yang terakhir bagaimana kedudukan hak istimewa personal guarantor apabila terjadi kepailitan perseroan terbatas.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode hukum normatif dengan dilakukan penelitian kepustakaan guna memperoleh data-data sekunder yang dibutuhkan, meliputi bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang terkait dengan permasalahan. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan. Hasil penelitian disajikan dengan secara deskriptif guna memperoleh penjelasan dari masalah yang dibahas.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketentuan mengenai personal guarantor (penjamin pribadi) diatur dalam Pasal 1820 sampai Pasal 1850 KUHPerdata. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Pasal 141, Pasal 164 dan Pasal 165. Hak-hak istimewa personal guarantor (penjamin pribadi) terdapat pada Pasal 1430, 1431, 1821, 1831, 1833, 1837, 1843, 1847, 1848 dan 1849 KUHPerdata. Kedudukan hak istimewa Personal guarantor (penjamin pribadi) dalam perkara kepailitan Perseroran Terbatas adalah penjamin juga sama dengan debitor utama apabila telah melepaskan hak-hak istimewa yang telah diberikan oleh Undang-Undang kepada dirinya. Oleh karena penjamin adalah seorang debitor maka penjamin dapat dinyatakan pailit berdasarkan Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun perlu dilihat lagi syarat dari kepailitan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1.

Kata Kunci : Penjamin pribadi, Hak istimewa, Kepailitan

*) Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

**) Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***) Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(4)

4 ABSTRACT

THE POSITION OF PERSONAL GUARANTOR’S PRIVILEGE IN BANKRUPTCY CASE OF LIMITED LIABILITY COMPANIES

*) Riris F Panjaitan

**) Sunarmi

***) Tri Murti Lubis

The objective of the research was to find out the position of a personal guarantor’s privilage in bankruptcy case of a limited liability company. The research problems are as follows: how about the regulation on personal guarantors in Indonesia, what privilages owned by personal guarantors, and how about the position of a personal guarantor’s privilage in the bankruptcy case of a limited liability company.

The research used juridicial normative method. Library research was conducted to obtain secondary data which included primary, secondary, and tertiary legal materials related to the research problems. The whole data were ghatered by conducting library research. The result of the research was presented descriptively in order to obtain the explanation of the problems.

The result of the research showed that personal guarantor is regulated in Article 1820 until Article 1850 of Civil Code, while Law No. 37/2004 on Bankruptcy and the Postponement of the Obligation to pay off Debt is regulated in Article 141, Article 164, and Article 165. Privileges of a personal guarantor’s is found in Articles 1430, 1431, 1821, 1831, 1833, 1837, 1843, 1847, 1848, and 1849 of the Civil Code.

The position of a personal guarantor’s privileges in the bankruptcy case of a limited liability company is a guarantor that is similiar to a primary debtor when he has released the privileges given by laws. Therefore, since a guarantor is also a debtor, he can be considered as bankrupt based on Law on Bankruptcy and Postponement of the Obligatuon to Pay off Debt, but the requirements for bankruptcy should be reviewed as it stipulated in Article 2, paragraph 1.

Keywords: Personal Guarantor, Privilege, Bankrupcty

*) Student of the Economic Law Department, Faculty of Law, University of Sumatera Utara

**) Supervisor I, Lecturer of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara ***) Supervisor II, Lecturer of the Faculty of Law, University of Sumatera Utara

(5)

5 I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada umumnya penanggungan itu dapat timbul untuk menjamin perutangan yang timbul dari segala macam hubungan hukum. Lazimnya hubungan hukum yang bersifat keperdataan, namun dimungkinkan juga bahwa penanggungan diberikan untuk menjamin pemenuhan prestasi yang lahir dari hubungan hukum yang bersifat hukum publik. Asal prestasi dapat dinilai dalam bentuk uang. Dahulu penanggungan juga lazim diberikan oleh seseorang tertentu yang tanpa mempunyai kepentingan sesuatu dan murni atas dasar rasa persahabatan menanggung untuk memenuhi pertanggungan orang lain. Namun perkembangannya sekarang penanggungan yang diberikan atas dasar persahabatan demikian hampir tidak pernah terjadi.1

Keberadaan Undang-Undang Kepailitan membuat penjamin atau penanggung yang memberikan personal guarantee seringkali mengalami hal yang kurang menyenangkan sebagai akibat pihak kreditor meminta penetapan pengadilan untuk memailitkan personal guarantee atau borgtocht.2 Dalam KUHPerdata, penjamin atau penanggung diatur dalam Pasal 1820-1850.

Dari ketentuan-ketentuan di dalam KUHPerdata tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau penanggung adalah juga seorang debitor. Mengenai penanggungan dijelaskan dalam Pasal 1820 KUHPerdata yang menyatakan bahwa penanggungan ialah suatu persetujuan dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditor, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitor, bila debitor itu tidak memenuhi perikatannya. Dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit pada kasus kepailitan, jaminan perorangan cukup berperan sebagai pihak yang turut bertanggung

1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Yogyakarta: Liberty Of Fset, 1980), hlm. 80.

2 Luky Pangastuti, “Pertanggung Jawaban Pihak Personal Guarantee Yang dinyatakan Pailit”, Jurnal Repertorium Fakultas Hukum UNS, Juli Vo. 2 No. 2 tahun 2015, hlm. 145.

(6)

6 jawab dalam pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor. Pertanggungjawaban Pihak Personal Guarantee yang dinyatakan Pailit.3

Praktek pengadilan menunjukkan belum adanya kesepakatan mengenai apakah penjamin dapat secara langsung digugat dihadapan pengadilan atau dimohonkan kepailitan tanpa terlebih dahulu menggugat debitor utama/debitor pokok atau memailitkan terlebih dahulu debitor utama/debitor pokok. Dalam beberapa gugatan yang dimajukan oleh kreditor terhadap penanggung, tanpa menggugat debitor utama secara bersama-sama dalam satu gugatan, pengadilan menyatakan tidak dapat menerima gugatan yang hanya diajukan terhadap penanggung saja. Hal ini dapat terjadi karena untuk membuktikan bahwa seorang penanggung telah berkewajiban untuk membayar dan melunasi kewajiban debitor, harus dinyatakan terlebih dahulu bahwa debitor telah wansprestasi atau cidera janji.4

Pada dasarnya penjaminan merupakan “a second pocket to pay if the first should be empty”. Penjamin merupakan pihak yang langsung diminta

pertanggungjawaban bila debitor tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya.

Berdasarkan pemikiran tersebut maka undang-undang memberikan beberapa hak istimewa kepada penjamin dalam hubungan dengan kewajibannya terhadap kreditur.5

Dengan adanya hak-hak istimewa yang dimiliki oleh penjamin pribadi menjadi permasalahan apakah penjamin dapat diminta kepailitannya sehubungan dengan utang yang dilakukan debitor dan dapatkah penjamin dipailitkan tanpa terlebih dahulu debitor utama dipailitkan.

3 Ibid.

4 Gunawan Wijadja & Kartini Muljadi, Penanggungan Utang Dan Perikatan Tanggung Menanggung, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 26.

5 Aria Suyudi, Eryanto Nugroho dan Herni Sri Nurhayanti, Kepailitan Di Negeri Pailit, (Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2003), hlm. 96.

(7)

7 II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Defenisi Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) Menurut Undang-Undang dan Para Ahli

1. Menurut Undang-Undang

Perjanjian penanggungan utang diatur di dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata. Yang diartikan dengan penanggungan adalah:6 “Suatu perjanjian dimana pihak ketiga demi kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannnya”.

Demikianlah defenisi yang diberikan oleh Pasal 1820 KUHPerdata tentang penanggungan utang. Apabila diperhatikan defenisi tersebut, maka jelaslah bahwa ada 3 pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur disini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang yang mendapat pinjaman uang atau kredit atau kreditur. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur manakala debitur tidak memenuhi prestasinya.7

Tiada penanggungan, jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya si berutang, misalnya dalam halnya kebelum dewasaan (Pasal 1821 KUHPerdata). Ketentuan Pasal tersebut menunjukkan bahwa penanggungan itu adalah suatu “perjanjian accesoir” seperti halnya dengan perjanjian hipotik, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian

6 Pasal 1820 KUHPerdata

7 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 217.

(8)

8 penanggungan itu. Kemudian dapat dilihat dengan adanya kemungkinan (artinya diperbolehkan) diadakannya suatu perjanjian penanggungan terhadap suatu perjanjian pokok, yang dapat dimintakan pembatalannya (vernietigbaar, voidable) misalnya suatu suatu perjanjian (pokok) yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa. Hal itu dapat diterima dengan pengertian, bahwa apabila perjanjian pokok itu dikemudian hari dibatalkan, maka perjanjian penanggungan juga ikut batal.8 2. Menurut Para Ahli

Istilah jaminan perseorangan berasal dari kata bortgtoch. Ada juga yang menyebutkan dengan istilah jaminan immateril. Pengertian jaminan perorangan dapat dilihat dari berbagai pandangan dan pendapat para ahli. Sri soedewi masjchoen sofwan, mengartikan jaminan immateril (perorangan) adalah:

Jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur utamanya.

Unsur jaminan perorangan, yaitu:

a. Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;

b. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu;

c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.9

Soebekti mengartikan jaminan perorangan adalah:

Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang tesebut”.10

Soebekti mengkaji jaminan perorangan dari dimensi kontraktual antara kreditur dengan pihak ketiga. Selanjutnya ia mengemukakan bahwa maksud

8 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.Cit. 82.

9 H.Salim, Op.Cit, hlm. 217.

10 Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.164.

(9)

9 adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.11

Menurut J.satrio, S.H., jaminan perorangan adalah hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang debitur yang dapat ditagih. Lebih baik disini adalah lebih baik daripada kreditur yang tidak mempunyai hak jaminan (khusus), atau lebih baik dari jaminan umum.12

Adanya lebih dari seorang debitur, bisa karena ada debitur serta tanggung menanggung atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinya sebagai borg. Hak jaminan tampak sekali mempunyai arti pentingnya, kalau kekayaan yang dimiliki oleh debitur tidak mencukupi guna melunasi semua hutangnya atau dengan perkataan lain passivanya melebihi aktivanya.13

Kalau kekayaan debitur cukup untuk menutup semua hutangnya maka berdasarkan Pasal 1131 semua kreditur akan menerima pelunasan, karena pada prinsipnya semua kekayaan debitor dapat diambil untuk pelunasan hutang. Paling- paling dalam hal seperti itu ada kreditur yang lebih muda dalam mengambil pelunasannya, tetapi semuanya mempunyai kesempatan untuk terpenuhi.

Sutarno dalam bukunya menjelaskan bahwa penjamin ialah cadangan artinya penjamin baru membayar hutang debitur jika debitur tidak memiliki kemampuan lagi atau debitur sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita. Kalau pendapatan lelang sita atas harta benda debitur tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta benda penjamin.

11 Ibid.

12 J.Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan kebendaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 13.

13 Ibid.

(10)

10 Tegasnya apabila seorang penjamin dituntut untuk membayar utang debitur (yang ditanggung olehnya), ia berhak untuk menuntut supaya dilakukan lelang sita lebih dahulu terhadap kekayaan debitur.14 Jaminan perorangan atau yang disebut personal guarantee merupakan pernyataan kesanggupan yang diberikan oleh pihak

ketiga untuk menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitor kepada kreditor apabila debitor yang bersangkutan wanprestasi.15

Suatu perjanjian jaminan harus secara tegas diberikan atau dinyatakan, dan tidak boleh secara ragu-ragu. Pada perjanjian ini pihak penjamin harus membuat pernyataan tegas bahwa ia akan menanggung apabila yang dijamin tidak membayar hutangnya tepat pada waktunya, maka penjamin akan melunasinya, dan penjamin berubah kedudukannya menjadi orang yang berpiutang.16

Ketentuan yang mengatur tentang penjaminan diatur dalam Pasal 1820 sampai Pasal 1850 KUHPerdata. Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa:

“Penjamin atau penanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.

Maka ada 3 pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur disini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang yang mendapat pinjaman uang atau kredit atau kreditur. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur manakala debitur tidak memenuhi prestasinya

14 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.

239.

15 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 2.

16 Wan Sadjaruddin Baros, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, (Medan: USU Press, 1992), hlm. 77.

(11)

11 Sementara dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur penjaminan dengan istilah penanggungan, yaitu dalam Pasal 141, 164 dan Pasal 165.

B. Hak Istimewa Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) Menurut KUHPerdata

Dalam melaksanakan kewajibannya oleh Undang-undang si penanggung diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan bagi si penanggung. Hak tersebut antara lain: 17

1. Hak agar kreditur menuntut terlebih dahulu (Vorrect van erdere uitwining= prior exhaustian or remedias againts the debtor), sebagaimana dimuat dalam pasal

1831 KUHPerdata. Hak istimewa ini memungkinkan bahwa kekayaan penjamin hanya merupakan cadangan untuk menutup sisa hutang yang tidak dapat ditutup dengan kekayaaan debitor. Kewajiban penjamin hanya sebatas kekurangan yang tidak dapat dilunasai debitor. Dalam pasal 1831 KUHPerdata menentukan bahwa penjamin tidak diwajibkan membayar kepada kreditor, kecuali jika debitor lalai, sedangkan benda-benda debitor ini harus terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Namun, dalam hal ini penjamin tidak dapat menggunakan hak istimewanya bila ia telah melepaskan hak istimewanya tersebut.

2. Hak untuk meminta pemecahan utang (voorrecht van schuldplitsing=benefit of division of debt), sebagaimana dimuat dalam pasal 1837 KUHPerdata). Hak

istimewa ini hanya penting apabila terdapat lebih dari satu orang penjamin.

Apabila terdapat lebih dari satu penjamin, maka lazimmnya para penjamin diminta untuk melepaskan hak istimewanya tersebut sehingga dalam hal ini diberlakukan ketentuan pasal 1836 KUHPerdata yang mengatur bahwa masing-

17 Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Jakarta: PT Softmedia, 2010), hlm. 196.

(12)

12 masing penjamin terikat untuk seluruh utang yang mereka jamin (jointly and sevellay liable).

3. Hak untuk dibebaskan dari penjaminan bilamana karena salahnya kreditor, sipenjamin tidak dapat mmenggantikan hak-haknya hipotik/Hak tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (pasal 1848 dan 1849 KUHPerdata).

Hak istimewa pertama merupakan hak terpenting adalah hak untuk menuntut lebih dahulu (vorrect van uitwinning) agar aset debitur disita dan dilelang terlebih sebelum diminta melaksanakan kewajibannya selaku penjamin bila terjadi wanprestasi.18 Hal ini diatur di dalam pasal 1831 KUHPerdata yang berbunyi:19 “si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selainnya jika berutang lalai, sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya”.

Hak istimewa kedua adalah hak untuk meminta pembagian kewajiban di antara para penjamin secara pro-rata bila penjamin lebih dari satu. Pada dasarnya masing-masing penjamin terikat untuk memenuhi seluruh jumlah kewajiban yang telah dijaminnya bersama-sama.20 Prinsip ini diatur dalam pasal 1837 KUHPerdata yang berbunyi: “Namun itu masing-masing dari mereka, jika ia tidak melepaskan hak istimewanya untuk tidak meminta pemecahan utangnya, pada pertama kalinya ia digugat di muka hakim, dapat menuntut supaya si berpiutang lebih dahulu membagi piutangnya, dan menguranginya hingga bagian maisng-maising penanggung utang yang terikat secara sah”.21

Hak istimewa ketiga adalah hak untuk menggunakan semua eksepsi atau tangkisan yang dimiliki oleh debitur (declinatoire exeptie ataupun dilatoire

18 Asrul Sani, Tinjauan Hukum Mengenai Praktek Pemberian Jaminan Pribadi dan Jaminan Perusahaan”, (Jakarta: Varia Peradilan ), hlm. 147.

19 Pasal 1831 KUHPerdata

20 Asrul Sani, Op.Cit. hlm. 148

21 Pasal 1837 KUHPerdata

(13)

13 exeptie), kecuali yang berhubungan dengan keadaan pribadi debitur sewaktu

mengadakan perjanjian pokok.22 Hal ini diatur dalam pasal 1847 yang berbunyi:23

“Si penanggung utang dapat menggubakan terhadap si berpiutang segala tangkisan yang dapat dipakai oleh si berutang utama dan mengenai utangnya yang ditanggung itu sendiri. Namun tidak boleh mengajukan tangkisan-tangkisan yang melulu mengenai pribadi si berutang”.

C. Kedudukan Hak istimewa Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) dalam Perkara Kepailitan

Penjamin/guarantor tidak dapat menuntut supaya barang debitor disita terlebih dahulu dan dijual untuk melunasi hutangnya jika penanggung telah melepaskan hak istimewanya yang diatur dalam Pasal 1831 KUHPerdata (Pasal 1832 KUHPerdata). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1832 KUHPerdata yang menentukan bahwa guarantor tidak dapat menuntut supaya benda-benda Debitor telebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya;24

1. Apabila Guarantor telah melepaskan hak istimenya untuk menuntut supaya benda-benda debitor terlebih dahulu disita dan dijual;

2. Apabila Guarantor telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan debitor utama secara tanggung menanggung dalam hal mana akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetakan untuk hutang-hutangnya secara tanggung renteng;

3. Jika debitur dapat memajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;

4. Jika debitur berada dalam keadaan pailit;

22 Asrul Sani, Op.Cit. hlm. 148.

23 Pasal 1847 KUHPerdata

24 Djoko Prakoso, Bambang Riadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1987), hlm. 202.

(14)

14 5. Dalam hal penjaminan yang diperintahkan oleh hakim;

Dalam hal seorang Guarantor melepaskan hak istimewa yang dimilikinya oleh berdasarkan Pasal 1831, dapat dimintakan kepailitannya, tanpa harus dimintakan terlebih dahulu kepailitan dari debitornya. Sebab, dengan melepaskan hak-hak istimewanya yang dimiliki oleh Guarantor itu sebenarnya sama saja kedudukannya dengan seorang debitor, sekalipun secara formal ia tetap dinamakan sebagai Penjamin/Guarantor.

Dalam melaksanakan kewajibannya oleh Undang-Undang si Penanggung diberikan hak-hak tertentu yang sifatnya memberikan perlindungan bagi si penanggung. Hak-hak penanggung tersebut menurut ketentuan Undang-Undang berupa: 25

a. Hak untuk menuntut lebih dahulu (voorrecht van uitwinning)

Dalam hal si debitur lalai memenuhi prestasi, si penanggung baru wajib membayar hutang kepada kreditur setelah menuntut agar harta benda si debitur lebih dahulu disita dan dilelang/dijual untuk melunasi hutangnya (Pasal 1831 KUHPerdata). Jadi si penanggung baru wajib bertindak sebagai borg jika barang- barang debitur setelah disita dan dijual lebih dahulu, namun tidak mencukupi untuk membayar hutang.

Sebagai pengecualian dari hak si penanggung untuk menuntut lebih dulu penjualan harta debitur demikian ialah:

1. Apabila telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan dijual. Pelepasan hak yang demikian biasanya diminta oleh kreditur agar ia dapat menuntut langsung pada penanggung untuk pemenuhan piutangnya, demi kepentingan si kreditur.

25 Sri Soedewi Masjchoen, Op.Cit, hlm. 92.

(15)

15 2. Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama si berhutang utama secara

tanggung-menanggung. Dalam hal demikian akibat-akibat perutangannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk perutangan tanggung menanggung.

3. Jika si berhutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang mengenai dirinya secara pribadi.

4. Jika si berhutang berada dalam keadaan pailit.

5. Jika penanggungan itu diperintahkan oleh hakim.

Dalam keadaan-keadaan tersebut si penanggung tidak dapat mengemukakan haknya untuk menuntut lebih dahulu, melainkan wajib langsung memenuhi membayar hutang debitur kepada kreditur.

Hak untuk menuntut lebih dulu dari penanggung ini dalam hal-hal tertentu baru ada artinya, jika har tersebut dengan tegas-tegas tercantum dalam perjanjian penanggungan. Penanggung yang menuntut hak penjualan lebih dulu harus menunjuk barang-barang tertentu dari debitur yang akan dijual dan membayar lebih dulu ongkos-ongkosnya untuk pensitaan dan penjualan. Penanggung tidak boleh menunjuk barang-barang debitur yang masih dalam sengketa, barang-barang yang menjadi tanggungan hipotik, barang-barang yang diluar wilayah Indonesia.

b. Hak untuk membagi hutang

Jika dalam perjanjian penanggungan terdapat beberapa orang yang mengikatkan diri sebagai penanggung untuk suatu hutang dan untuk seorang debitur yang sama, maka masing-masing penanggung terikat untuk seluruh hutang (Pasal 1836 KUHPerdata). Namun ketentuan Undang-Undang memberikan hak bagi masing-masing penanggung ini untuk membagi hutangnya. Yaitu pada waktu digugat untuk pemenuhan hutang dapat menuntut agar si kreditur terlebih dahulu membagi-bagi piutangnya untuk bagian-bagian dari para penanggung (Pasal 1837 KUHPerdata). Adanya pengaturan demikian oleh Undang-Undang agak membingungkan, pada satu pihak menentukan bahwa masing-masing penanggung

(16)

16 terikat untuk seluruh hutang namun pada lain pihak memberi hak kepada para penanggung untuk membagi-bagi utang tersebut, sehingga masing-masing hanya bertanggung jawab untuk bagiannya.

Dalam prakteknya, terhadap hak untuk membagi hutang juga senantiasa diperjanjikan agar sipenanggung melepaskan haknya untuk membagi hutang.

Dalam hal terjadi pelepasan hak untuk membagi hutang oleh para penanggung, maka di sini terjadi “hoofdelijkheid” perutangan tanggung menanggung para penanggung.

Oleh karena dianggap terhadap hoofdelijkheid maka berlakulah ketentuan perutangan tanggung menanggung, misalnya Pasal 1280, 1283, 1284 KUHPerdata ialah:

1. Masing-masing debitur dapat dituntut untuk seluruh hutang, dan pemenuhan utang oleh salah seorang debitur membebaskan debitur-debitur lainnya terhadap si berhutang.

2. Bahwa si debitur yang dipilih kreditur dapat ditagih, dengan tidak ada kemungkinan bagi debitur untuk minta agar hutangnya dipecah (1283).

3. Tuntutan yang ditujukan pada salah seorang debitur tak menjadi halangan bagi si kreditur untuk melaksanakan haknya terhadap debitur lainnya (1284).

Ketentuan-ketentuan tersebut berlaku pada perutangan tanggung menanggung pasif (hoofdelijkheid yang pasif, yaitu terdapat beberapa debitur) dan berlaku juga terhadap para penanggung yang melepaskan haknya untuk memecah hutang.

Jika si kreditur secara sukarela telah memecah hutang tersebut bagi para penanggung, maka ia tidak adapat menarik kembali pemecahan itu, meskipun ternyata bahwa beberapa penanggug telah berada dalam keadaan tidak mampu pada saat ia memecah hutang tersebut.

c. Hak untuk mengajukan tangkisan gugat

(17)

17 Penanggung dalam menjalankan kewajibannya berwenang untuk mengajukan tangkisan-tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur terhadap kreditur, kecuali tangkisan-tangkisan yang dapat dipakai oleh debitur terhadap kreditur, kecuali tangkisan yang bertalian dengan pribadi debitur sendiri.

Hak untuk mengajukan tangkisan dari penanggung lahir dari perjanjian penanggungan, jadi merupakan hak dari penanggung sendiri. Di samping itu juga lahir karena sifat accessoir dari perjanjian penanggungan, maka penanggung juga dapat mengajukan tangkisan-tangkisan yang dipakai oleh debitur terhadap kreditur yang lahir dari perjanjian pokok. Tangkisan yang lahir dari perjanjian penanggungan misalnya jika perjanjian terjadi karena kesesatan, jika perjanjian dibuat dengan syarat atau dibuat dengan ketentuan waktu.

d. Hak untuk diberhentikan dari penanggungan karena terhalang melakukan subrogasi akibat perbuatan/kesalahan kreditur.

Penanggung berhak untuk diberhentikan dari penanggungan jika karena perbuatan kreditur penanggung menjadi terhalang atau tidak dapat lagi bertindak terhadap hak-haknya, hipotiknya dan hak-hak utama dari kreditur (Pasal 1848 KUHPerdata). Hak demikian itu timbul sebagai akibat adanya ketentuan bahwa bagi penanggung yang telah membayar karena hukum akan menggantikan semua hak-hak kreditur terhadap debitur. Jika ini tidak terlaksana karena kesalahan dari kreditur, maka akibatnya penanggung akan diberhentikan sebagai penanggung dan perjanjian penanggungannya itu akan gugur.

Dalam praktek adanya hak untuk diberhentikan dari penanggung yang demikian itu sangat merugikan kreditur. Karena biasanya jika suatu piutang dijamin dengan jaminan-jaminan yang lain selain penanggungan, maka untuk pemenuhannya kreditur akan berusaha untuk terlebih dahulu menjual barang- barang jaminan itu, baru kemudian memuntut kepada penanggung, jadi tidak langsung menuntut kepada penanggung. Bahkan sekalipun terjadi pelepasan hak

(18)

18 untuk menuntut lebih dahulu dari debitur, adakalanya kreditur masih mengutamakan untuk menjual benda-benda jaminan lebih dahulu.

Berkaitan dengan pemberian guarantee yang biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank, dengan Undang-Undang ini seorang penjamin atau penanggung yang memberikan personal guarantee dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit. Selama ini sering tidak disadari baik oleh bank maupun para pengusaha bahwa seorang personal guarantor dapat mempunyai konsekuensi hukum yang jauh apabila personal guarantor itu tidak melaksanakan kewajibannya. Konsekuensinya adalah bahwa guarantor dapat dinyatakan pailit.

Banyak bankir merasa bahwa personal guarantee hanya memberikan ikatan moral dari penjamin (guarantor) nya. Hal ini tidak benar. Menurut Pasal 24 UUK-PKPU, dengan pernyataan pailit, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai kekayaannya yang dimasukkan dalam harta pailit sejak hari pernyataan pailit diputuskan. Dengan demikian, seorang penjamin yang dinyatakan pailit oleh pengadilan tidak dapat lagi melakukan bisnis untuk dan atas nama pribadinya26.

Dalam KUHPerdata, penjaminan atau penanggungan diatur dalam Pasal 1820 sampai Pasal 1850. Dari ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata dapat disimpulkan bahwa sorang penjamin atau penanggung adalah juga seorang debitur.

Penjamin atau penanggung adalah seorang debitor yang berkewajiban melunasi utang debitor kepada kreditur atau para krediturnya apabila tidak membayar utang yang telah jatuh waktu dan atau dapat ditagih27. Oleh karena penjamin atau penanggung dapat dinyatakan pailit berdasarkan UUK-PKPU.

UUK-PKPU mengatur mengenai penjaminan, dalam istilah UUK-PKPU disebut penanggungan, dalam Pasal 141 Pasal 164 dan Pasal 165. Dari bunyi Pasal-

26 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2009), hlm. 97.

27 Ibid, hlm. 98.

(19)

19 Pasal tersebut tidak tertulis bahwa penjamin atau penanggung tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit terhadapnya.

Sejalan dengan ketentuan Pasal 1832 angka 1 KUHPerdata, pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap seorang penjamin atau penanggung dapat diajukan tanpa mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada debitor apabila penjamin atau penanggung telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitot disita dan dijual terlebih dahulu.28

Apabila tidak terpenuhi ketentuan Pasal 1832 KUHPerdata, sehingga dengan demikian berlaku ketentuan Pasal 1831 KUHPerdata, maka permohonan pernyataan pailit tidak boleh diajukan tanpa mengajukan pula permohonan pernyataan pailit terhadap debitor. Terhadap penanggung bahkan tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit sebelum terbukti bahwa dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit itu masih terdapat sisa utang yang belum dapat dilunasi dalam beberapa hal dapat saja diminta oleh penanggung.29

Tanggung jawab penanggung/penjamin sehubungan dengan ketentuan Pasal 165 UUK-PKPU menurut Pasal 168 UUK-PKPU, walaupun sudah ada perdamaian, para kreditor tetap mempunyai hak terhadap para penanggung. Lebih lanjut Pasal 165 UUK-PKPU menentukan, hak yang dapat dilakukan terhadap barang-barang pihak ketiga tetap ada pada para kreditur solah-olah tidak terjadi perdamaian. Dengan kata lain, terjadinya perdamaian antara debitor dengan para kreditornya tidaklah menghapus tanggung jawab penanggung. Pasal ini tidak boleh diartikan bahwa sekalipun telah terjadi perdamaian para kreditor dapat mengajukan permintaan kepada penjamin atau penanggung agar melunasi utang debitor yang

28 Ibid.

29 Ibid.

(20)

20 dijaminnya itu, yang pada kenyataannya telah disepakati oleh para kreditur untuk dijadwal ulang atau direstrukturisasi berdasarkan suatu perjanjian perdamaian.30

Jika penjamin (guarantor) telah melepaskan hak-hak istimewa yang telah diberikan oleh Undang-undang kepada dirinya, maka kedudukan debitur utama dengan personal guarantor adalah sama-sama seorang debitor. Penjamin atau penanggung adalah debitor yang berkewajiban melunasi utang debitor kepada kreditor atau para kreditornya. Oleh karena penjamin adalah seorang debitor maka penjamin dapat dinyatakan pailit berdasarkan Undang-Undang Kepailitan. Namun perlu dilihat lagi syarat dari kepailitan tersebut sebagaimana di syaratkan dalam Pasal 2 ayat 1, yaitu: debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih kreditornya.

Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap seorang debitor hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat, debitor harus mempunyai paling sedikit dua kreditor, atau dengan kata lain harus lebih dari satu kreditor, debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya, dan utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih.

30 Ibid.

(21)

21 PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pentingnya keberadaan Personal Guarantor (penjamin pribadi) dalam perkara kepailitan merupakan upaya guna memperkecil risiko apabila debitur wanprestasi atau cidera janji. Jaminan merupakan sarana perlindungan bagi keamanan kreditor yaitu kepastian hukum akan pelunasan utang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi) tersebut. Pengaturan mengenai Personal Guarantor (penjamin pribadi) dapat dilihat pada pasal 1820 sampai pasal 1850 KUHPerdata. Serta Pada Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada Pasal 141, Pasal 164, dan pasal 165. Pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga (penjamin) guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.

Demikianlah defenisi yang diberikan oleh pasal 1820 KUHPerdata tentang penanggungan utang. Apabila diperhatikan defenisi tersebut, maka jelaslah bahwa ada 3 pihak yang terkait dalam perjanjian penanggungan utang, yaitu pihak kreditur, debitur, dan pihak ketiga. Kreditur disini berkedudukan sebagai pemberi kredit atau orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang yang mendapat pinjaman uang atau kredit atau kreditur. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitur kepada kreditur manakala debitur tidak memenuhi prestasinya. Pasal 1821 ayat 1 KUHPerdata menunjukkan sifat assesoir dari penanggungan, karena disitu dengan tegas dinyatakan, bahwa tidak mungkin ada penanggungan jika tidak ada perjanjian pokok yang sah. Pasal 1822 KUHPerdata menjelaskan lebih lanjut sifat-sifat assesoir dari penanggungan yaitu bahwa keterikatan si penjamin terhadap hutang debitor tidak bisa lebih besar atau dengan syarat-syarat yang lebih memberatkan

(22)

22 daripada keterikatan si debitur terhadap hutang yang dijamin. Penanggungan tak terbatas terhadap perikatan pokok meliputi semua akibat dari adanya hutang, bahkan sampai pada biaya dari gugatan terhadap si debitur, termasuk juga segala biaya yang dikeluarkan setelah penjamin diperingatkan. Jika si penjamin meninggal maka penanggungannya beralih kepada ahli warisnya (pasal 1825 KUHPerdata).

2. Hak-Hak istimewa yang dimiliki oleh Personal Guarantor (penjamin pribadi), yaitu:

a. Hak agar kreditur menuntut terlebih dahulu (Vorrect van erdere uitwining=

prior exhaustian or remedias againts the debtor), sebagaimana dimuat dalam

pasal 1831 KUHPerdata.

b. Hak untuk meminta pemecahan utang (voorrecht van schuldplitsing=benefit of division of debt), sebagaimana dimuat dalam pasal 1837 KUHPerdata).

c. Hak untuk dibebaskan dari penjaminan bilamana karena salahnya kreditor, sipenjamin tidak dapat mmenggantikan hak-haknya hipotik/Hak tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor (pasal 1848 dan 1849 KUHPerdata).

3. Kedudukan hak istimewa Personal Guarantor (Penjamin Pribadi) dalam perkara kepailitan Perseroan Terbatas adalah seorang penjamin atau penanggung adalah sama-sama seorang debitor. Penjamin atau penanggung adalah juga seorang debitor yang berkewajiban melunasi utang debitor kepada kreditor atau para kreditornya apabila tidak membayar utang yang telah jatuh waktu dan atau dapat ditagih. Oleh karena penjamin atau penanggung adalah debitor, maka penjamin atau penanggung dapat dinyatakan pailit berdasarkan UU Kepailitan. UUK-PKPU mengatur penjaminan, dalam istilah penanggungan, dalam pasal 141 pasal 164 dan pasal 165. Apabila penjamin atau penanggung tidak memiliki lebih dari satu kreditor, sehingga tidak

(23)

23 terpenuhi asas concursus creditorum sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU, maka terhadap penjamin atau penanggung itu tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit. Sejalan dengan ketentuan pasal 1832 angka 1 KUHPerdata, pengajuan permohonan pernyataan pailit pula kepada debitor hanyalah apabila penjamin atau penanggung telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut supaya benda-benda atau harta kekayaan debitor disita dan dijual terlebih dahulu. Sejalan dengan ketentuan Pasal 1832 angka 2,3,4, dan 5 KUHPerdata, terhadap penjamin atau penanggung dapat diajukan permohonan pernyataan pailit, selain karena telah melepaskan hak istimewanya, apabila:

a. Penjamin telah melepaskan hak untuk menuntut supaya harta dari debitur disita terlebih dahulu.

b. Penjamin telah bersama-sama dengan debitor mengikatkan dirinya secara tanggung renteng.

c. Debitor dapat mengajukan tangkisan yang hanya menyangkut dirinya sendiri secara pribadi.

d. Debitor dalam keadaan pailit.

e. Penjaminan (penanggungan) tersebut telah diberikan berdasarkan perintah pengadilan.

B. Saran

1. Dalam perjanjian yang dibuat antara debitur dengan Personal Guarantor (penjamin pribadi), penjamin harus secara tegas menyatakan dirinya melepaskan atau tidak hak-hak istimewa yang telah diberikan Undang-Undang kepadanya.

2. Apabila Perseroan Terbatas menjadi debitur, yang sifat managemennya cenderung ke arah perseroan firma. Sebaik-baiknya kreditur mensyaratkan jaminan oleh atau orang-orang yang menduduki posisi penting menurut

(24)

24 struktur kekuasaan dalam perseroan tersebut. Karena sifat managemen yang

“oligarkhis” itu, dimana hidup matinya perseroan bergantung pada kebijaksanaan dan tindakan-tindakan dari orang-orang tertentu yang menguasai perseroan tersebut.

3. UU Kepailitan harus mengatur secara tegas apakah kreditor dapat mengajukan Kepailitan kepada penjamin/guarantor, tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan kepailitan kepada debitur utama.

(25)

25 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bahsan, M., Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2012.

Prakoso, Djoko Bambang Riyadi Lany, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di Indonesia, Jakarta: PT Bina Aksara, 1987.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan, Bandung: Sumur Bandung, 1987.

Sadjaruddin, Wan Baros, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, Medan: USU Press, 1992.

Salim, H.HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Sani, Asrul, Tinjauan Hukum Mengenai Praktek Pemberian Jaminan Pribadi dan Jaminan Perusahaan”, Jakarta: Varia Peradilan, 2003.

Satrio, J, Hukum Jaminan Hak Jaminan kebendaan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007.

Sjahdeini, Sutan Remi, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Jakarta: Grafiti, 2009.

Soebekti, R., Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1995.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Liberty Of Fset: Yogyakarta, 1980.

Sunarmi, Hukum Kepailitan, Jakarta: PT Softmedia, 2010.

Suyudi, Aria, Eryanto Nugroho dan Herni Sri Nurhayanti, Kepailitan Di Negeri Pailit, Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2003.

Wijadja, Gunawan & Kartini Muljadi, Penanggungan Utang Dan Perikatan Tanggung Menanggung, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999.

B. Peraturan-Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(26)

26 C. Jurnal

Pangastuti, Luky. “Pertanggung Jawaban Pihak Personal Guarantee Yang dinyatakan Pailit”, Jurnal Repertorium Fakultas Hukum UNS, Juli Vo. 2 No. 2 tahun 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Seringkali, bentuk-bentuk gerakan rumit semivolunter muncul pada sisi yang sehat pada pasien dengan penyakit / lesi yang luas dalam satu hemisfer; mereka mungkin

Pada tahap kedua dilakukan wawancara kepada siswa dan guru untuk memverifikasi temuan hasil tes dan mengungkap faktor yang mungkin menjadi penyebab miskonsepsi

Perencanaan produksi tidak berhenti pada penyusunan jadwal perakitan produk akhir, jumlah produksi sub-komponen, dan atau menentukan jumlah produksi setiap satuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 tingkat konsep diri berada pada kategori sedang dengan prosentase 68% sebanyak 34 anak asuh; 2 tingkat dukungan sosial berada pada kategori

dengaran terhadap orang tua, malas, sering kali mengucapkan kata-kata kotor, kurang adanya sopan santun, menantang orang tua dengan ingin memukul orang tuanya sendiri,

Hasil Penelitian ini adalah telah dibuat aplikasi try out ujian nasional berbasis web yang digunakan untuk membantu siswa-siswi dalam menghadapi ujian nasional

Dimana dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu agroindustri dodol buah naga di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo yang merupakan

Berdasarkan fenomena bahwa praktek akuntansi pada UMKM masih rendah, namun sebenarnya informasi akuntansi dapat menjadi dasar bagi pengambilan keputusan bisnis dalam