• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi dan Determinan Kejadian Infeksi Menular Seksual pada Wanita Usia Reproduktif di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi dan Determinan Kejadian Infeksi Menular Seksual pada Wanita Usia Reproduktif di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

PREVALENSI DAN DETERMINAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA WANITA USIA REPRODUKTIF

DI KLINIK KESPRO PASAR INTARAN SANUR TAHUN 2013-2015

NI PUTU EMI SULASMINI NIM. 1420015006

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

ii

UNIVERSITAS UDAYANA

PREVALENSI DAN DETERMINAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA WANITA USIA REPRODUKTIF

DI KLINIK KESPRO PASAR INTARAN SANUR TAHUN 2013-2015

Skripsi ini diajukan sebagai

Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

NI PUTU EMI SULASMINI NIM. 1420015006

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

(3)

iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui dan di Periksa dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 15 Juli 2016

Pembimbing

(4)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah dipresentasikan dan diujikan dihadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar, 15 Juli 2016

Tim Penguji Skripsi

Penguji I

(Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH) NIP: 1976010120060

Penguji II

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukru dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Prevalensi dan Determinan Kejadian Infeksi Menular Seksual (IMS) pada Wanita Usia Reproduktif di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015” dapat diselsaikan tepat pada waktunya. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan kelulusan dalam rangka menyelesaikan kuliah di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.

Ucapan terimakasih dipersembahkan atas dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini kepada :

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, PhD, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini. 2. Ketut Hari Mulyawan, S.Kom., MPH., selaku Kepala Bagian Kesehatan

Ibu dan Anak yang telah memberikan arahan serta masukan dalam pembuatan skripsi ini.

3. dr. Ni Wayan Septarini, MPH selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu dalam memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan proposal ini.

4. dr. Luh Putu Upadisari, selaku Direktur Utama Klinik Yayasan Rama Sesana di Pasar Intaran Sanur beserta staf yang telah memberikan dukungan, waktu dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Para Dosen, Staff dan Pegawai Program Studi Kesehatan Masyarakat atas dukungan, bantuan dan kerjasamanya dalam membantu proses skripsi ini. 6. Ibu dan Bapak orang tua tersayang, Adik tersayang serta semua keluarga

yang selalu memberikan dukungan, doa, waktu, materi, semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(6)

vi

8. Semua teman-teman kelas martikulasi maupun reguler yang selalu memberikan saran dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan lebih lanjut dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Denpasar, 15 Juli 2016

(7)

vii

Prevalensi dan Determinan Kejadian Infeksi Menular Seksual pada Wanita Usia Reproduktif di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015

ABSTRAK

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik secara vaginal, anal, dan oral. Data kasus IMS dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun 2014, dengan proporsi tertinggi pada golongan umur 15 sampai 44 tahun yaitu 89,93% dimana umur ini merupakan rentang usia reproduktif. Pada pengamatan awal yang dilakukan di Klinik Kespro milik Yayasan Rama Sesana, peniliti melihat banyak wanita usia reproduktif yang melakukan pemeriksaan kesehatan reproduktif ke klinik YRS. Sehingga peneliti ingin mengetahui prevalensi dan determinan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif di Klinik Kespro milik Yayasan Rama Sesana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapakah prevalensi dan apa saja determinan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang melakukan kunjungan ke Klinik Kespro milik YRS yang terletak di Pasar Itaran Sanur.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Populasi target dalam penelitian ini adalah wanita usia reproduktif yang yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Klinik Kespro milik Yayasan Rama Sesana pada tahun 2013-2015. Terdapat 241 sampel yang didapat dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan melalui data sekunder rekam medis pasien dengan metode total sampling. Data dikumpulkan menggunakan form ekstrak data untuk selanjutnya dianalisis secara bivariat dengan menghitung odds ratio masing-masing variabel menggunakan uji statistik Chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan prevalensi kejadian IMS paling tinggi yaitu Klamidia sebesar 37,7% diikuti dengan trikomonas vaginalis sebesar 3,2% dan gonore sebesar 0,8%. Dari hasil analisis bivariat didapatkan hasil bahwa determinan kejadian IMS di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015 adalah umur (OR = 1,39; CI 95% = 0,83-2,34), pekerjaan (OR = 2,41; CI 95% = 1,15-5,05), status pernikahan (OR = 2,35; CI 95% = 1,16-4,75), umur pertama kali melakukan hubungan seksual (OR = 2,63; CI 95% = 1,52-4,52), jumlah pasangan seksual (OR = 3,49; CI 95% = 1,75-6,97) dan riwayat pemakaian kondom (OR = 3,38; CI 95% = 1,96-5,84).

Dapat disimpulkan bahwa variabel pekerjaan, status pernikahan, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan dan riwayat pemakaian kondom dapat meningkatkan odds terhadap IMS dan memiliki makna yang signifikan. Sedangkan variabel umur tidak memiliki pengaruh yang signifikan namun dapat meningkatkan odds terhadap IMS.

(8)

viii

Prevalence and Determinants of Sexually Transmitted Infections in Women of

Reproductive Age in Reproductif Clinic of Intaran Sanur MarketPeriod 2013-2015

ABSTRACT

Sexually Transmitted Infections (STI) is an infection transmitted through sexual intercourse vaginal, anal, and oral. STDs case data from Denpasar City Health Department in 2015 increased from 2014, with the highest proportion in the age group 15 to 44 years is 89.93% which is the age of reproductive age range. At the initial observations were conducted at Reproductive Clinic of Rama Sesana Foundation, researchers saw a lot of women of reproductive age who checks into Reproductive Clinic of Rama Sesana Foundation. So the researchers wanted to know the prevalence and determinants of STIs in women of reproductive age in reproductif clicic of Rama Sesana foundation. The purpose of this study was to determine what is the prevalence and determinants of STIs in women of reproductive age who visited the reproductif clinic of Rama Sesana foundation located in Sanur Itaran Market.

This research is an analytic observational with cross sectional design. The target population in this study were women of reproductive age who perform a medical examination at reproductif Clinic at Intaran Sanur Market in 2013-2015. There are 241 samples obtained in this study, sampling was conducted through secondary data medical records of patients with total sampling method. Data were collected using the form extracts data to be analyzed using bivariate by calculating odds ratios of each variable using statistical test Chi-square.

Results showed the prevalence of STIs highest of Chlamydia by 37.7%, followed by trichomonas vaginalis 3.2% and 0.8% of gonorrhea. From the results of the bivariate analysis showed that the incidence of STIs in reproductif clinic in Intaran Sanur Market period 2013-2015 are age (OR = 1.39; 95% CI = 0.83 to 2.34), work (OR = 2.41; 95% CI = 1.15 to 5.05), marital status (OR = 2.35; 95% CI = 1.16 significant value. While the variable age has no significant value but can improve the odds against STIs.

(9)

ix BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. 1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. 1.3 Pertanyaan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4 Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.4.1 Tujuan Umum : ... Error! Bookmark not defined. 1.4.2 Tujuan Khusus : ... Error! Bookmark not defined. 1.5 Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 1.5.1 Manfaat Teoritis ... Error! Bookmark not defined. 1.5.2 Manfaat Praktis ... Error! Bookmark not defined. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. 2.1 Wanita Usia Reproduktif ... Error! Bookmark not defined. 2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS) ... Error! Bookmark not defined. 2.3 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) .. Error! Bookmark not defined. 2.3.1 IMS yang disebabkan oleh Bakteri ... Error! Bookmark not defined. 2.3.2 IMS yang disebabkan oleh virus ... Error! Bookmark not defined. 2.3.3 IMS yang disebabkan oleh parasit ... Error! Bookmark not defined. 2.3.4 IMS yang disebabkan oleh jamur ... Error! Bookmark not defined. 2.4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Infeksi Menular Seksual ... Error!

Bookmark not defined.

(10)

x

2.4.3 Status Pernikahan ... Error! Bookmark not defined. 2.4.4 Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual ... Error! Bookmark not

defined.

2.4.5 Jumlah Pasangan Seksual ... Error! Bookmark not defined. 2.4.6 Riwayat Penggunaan Kondom... Error! Bookmark not defined. 2.5 Strategi Global untuk Pencegahan dan Pengendalian IMS Error! Bookmark

not defined.

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONALError! Bookmark not defined. 3.1 Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Hipotesis Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.3 Variabel dan Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. 3.3.1 Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 3.3.2 Definisi Operasional ... Error! Bookmark not defined. BAB IV METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 4.1 Desain Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.2 Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3 Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined. 4.3.1 Populasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3.2 Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 4.3.3 Kriteria Sampel ... Error! Bookmark not defined. 4.4 Alat dan Cara Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. 4.4.1 Pengolahan dan Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. BAB V HASIL PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... Error! Bookmark not defined. 5.2 Karakteristik Responden ... Error! Bookmark not defined. 5.2.1 Karakteristik Responden ... Error! Bookmark not defined. 5.2.2 Prevalensi Kejadian IMS ... Error! Bookmark not defined. 5.3 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi Kejadian IMS pada Wanita

Usia Reproduktif di Klinik Kespro Yayasan Rama Sesana ... Error! Bookmark not defined.

BAB VI PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. 6.1 Prevalensi IMS ... Error! Bookmark not defined. 6.2 Risiko Kejadian IMS di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun

(11)

xi

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 23

Tabel 4.1 Kontingensi 2x2 Odd Ratio ... 33

Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 35

T abel 5.2 Distribusi IMS pada Wanita Usia Reproduktif ... 37

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation (WHO) (2015) diperkirakan lebih dari 1 juta kasus IMS terjadi setiap hari di seluruh dunia, dimana setiap tahunnya diperkirakan terdapat 357 juta infeksi baru. Lebih dari 290 juta wanita memiliki infeksi genital dengan virus herpes simpleks (HSV), dengan mayoritas IMS yang tidak tampak adanya gejala atau hanya hanya gejala ringan yang tidak dianggap sebagai IMS (WHO, 2015).

Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 yang dilakukan pada wanita usia 15-49 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual dan mengalami IMS atau gejala IMS dalam 12 bulan terakhir menunjukkan bahwa sekitar 12% wanita umur 15-49 tahun yang pernah melakukan hubungan seksual secara aktif dilaporkan mengalami IMS dan atau gejalanya. Prevalensi IMS atau gejalanya tertinggi terjadi pada wanita belum menikah yaitu sebanyak 24% dan wanita umur 15-19 tahun yaitu 19% (SDKI, 2012).

Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2011 didapatkan total kasus IMS sebanyak 4.547 orang mengalami IMS dan pada tahun 2012 terdapat 7.033 orang. Kasus IMS pada tahun 2013 yaitu 9.202 orang, pada tahun 2014 yaitu 14.923 orang dan terdapat 5.698 orang pada tahun 2015 (Dinkes Provinsi Bali, 2015).

(16)

2

4.737 kasus IMS, pada tahun 2012 terdapat 5.872 orang dan di tahun 2013 yaitu sebanyak 6.349 orang. Pada tahun 2014 terdapat 3.336 orang dan pada tahun 2015 sebanyak 3.536 orang. Dari data laporan Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun 2015 dari total 3.536 orang, terdapat 73 (2,06%) kasus sifilis, 89 (2,52%) kasus GO, 3.374 (95,42%) kasus penyakit kelamin lain. Berdasarkan golongan umur kejadian IMS di Kota Denpasar tahun 2015 tertinggi didapat pada golongan umur 15 sampai 44 tahun sebanyak 3.180 atau 89,93% (Dinkes Kota Denpasar, 2015).

Salah satu faktor prediktor yang berpengaruh terhadap kejadian IMS adalah umur. Penelitian Simanjuntak (2010) menunjukkan bahwa umur berhubungan secara signifikan dengan penyakit HIV-AIDS yang termasuk ke dalam kategori IMS. Sejalan dengan penelitian Afriana (2012) yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian IMS. Status kawin memberikan manfaat dalam membantu meningkatkan perilaku seksual yang aman, penelitian Verientic (2015) menunjukkan adanya hubungan status pernikahan dengan kejadian IMS yaitu pada wanita usia subur yang berstatus tidak kawin berisiko 4,69 kali untuk terkena IMS dibanding yang berstatus kawin. Pada penelitiannya juga didapat hubungan antara pekerjaan dengan kejadian IMS yaitu pekerjaan yang berisiko terkena IMS 12,06 kali dibandingkan dengan wanita dengan pekerjaan yang tidak berisiko.

Dalam penelitian Tiniap (2012) yang meneliti tentang HIV, dimana HIV merupakan salah satu jenis IMS didapatkan faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi HIV yaitu umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan seksual, serta penggunaan kondom saat berhubungan. Umur pertama kali berhubungan seks pada usia < 20 tahun berisiko 1,39 kali untuk terinfeksi dibanding yang melakukannya pada usia ≥ 20 tahun. Pada penelitiannya juga didapat hubungan

(17)

3

pasangan seks berisiko 1, 56 kali untuk terinfeksi dibanding dengan yang hanya memiliki 1 pasangans seks. Penggunaan kondom saat berhubungan seks, berisiko 6,40 kali untuk terinfeksi dibanding yang pernah menggunakan kondom.

Faktor risiko IMS terjadi melalui interaksi dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu tempat kerja yang tingkat interaksi masyarakatnya tinggi adalah pasar. Di Pasar Intaran Sanur terdapat klinik kesehatan reproduktif yang terletak di tengah-tengah pasar, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui faktor risiko terkait dengan kejadian IMS di klinik tersebut. Determinan yang ingin diketahui dalam penelitian ini diantaranya umur, pekerjaan, status pernikahan, umur pertama kali melakukan hubungan seksual, jumlah pasangan seksual dan riwayat pemakaian kondom yang akan dilaksanakan di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur. Klinik Kespro milik Yayasan Rama Sesana ini memberikan pelayanan kesehatan reproduktif seperti pemeriksaan kehamilan, keluarga berencana, deteksi kanker, konseling kesehatan reproduktif kepada para wanita, pencegahan HIV serta pemeriksaan IMS. Pemeriksaan IMS ditawarkan pada setiap wanita usia reproduktif yang datang terutama bagi mereka yang memiliki keluhan keputihan. Pelayanan diberikan bagi para pelaku pasar baik pembeli maupun pengunjung dari berbagai profesi terutama mereka yang bekerja sebagai pedagang. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penyakit IMS pada wanita usia reproduktif di Pasar Intaran Sanur.

1.2 Rumusan Masalah

(18)

4

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berapakah prevalensi dan apakah umur, pekerjaan, status pernikahan, umur pertama kali melakukan hubungans eksual, jumlah pasangan seksual serta riwayat pemakaian kondom berpengaruh terhadap kejadian IMS di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015?

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum :

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan determinan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif di Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur Tahun 2013-2015.

1.4.2 Tujuan Khusus :

1 Untuk mengetahui prevalensi kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur pada Tahun 2013-2015.

2 Untuk mengetahui hubungan antara umur responden dengan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur pada Tahun 2013-2015.

3 Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan responden dengan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur pada Tahun 2013-2015.

(19)

5

5 Untuk mengetahui hubungan umur pertama kali melakukan hubungan seksual dengan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro di pasar tradisional terbesar di Bali pada 2015. 6 Untuk mengetahui hubungan jumlah pasangan seksual dengan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro di pasar tradisional terbesar di Bali pada 2015.

7 Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan kondom dengan kejadian IMS pada wanita usia reproduktif yang mengunjungi Klinik Kespro Pasar Intaran Sanur pada Tahun 2013-2015.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoritis yaitu manfaat yang diharapkan untuk khasanah perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat praktis yaitu manfaat aplikatif yang diharapkan dari hasil penelitian ini.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Bagi perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang masalah kesehatan pada wanita usia reproduktif khususnya masalah infeksi menular seksual dan sebagai masukan untuk penelitian – penelitian selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi pelaksana program pencegahan penyakit, sebagai masukan dalam upaya pencegahan penyakit menular di Kota Denpasar.

(20)

6

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wanita Usia Reproduktif

Merupakan masa antara awal seorang wanita mulai mendapat haid sampai akhir pubertas atau seorang wanita tidak haid lagi/menopouse, bisanya pada usia 15-49 tahun (BKKBN, 2011). Usia subur atau reproduktif bagi seorang wanita dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Reproduktif Muda

Apabila seorang perempuan itu hamil dan melahirkan dalam usia antara 15-20 tahun.

2. Reproduktif Sehat

Apabila seorang perempuan itu hamil dan melahirkan bayi dalam usia antara 20-30 tahun.

3. Reproduktif Tua

Apabila perempuan itu hamil dan melahirkan bayi dalam usia antara 30-49 tahun.

(BPS Kota Pematang Siantar, 2009).

2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS)

(22)

8

seseorang yang menderita penyakit menular seksual. Sejak tahun 1998 istilah STD berubah menjadi Sexually Transmitted Infection (STI) atau infeksi menular seksual (IMS) adalah nama lain untuk penyakit menular seksual (PMS). Nama IMS sering dipakai karena ada beberapa IMS seperti klamidia, yang dapat menginfeksi seseorang tanpa menimbulkan gejala. Seseorang yang tanpa gejala mungkin tidak menganggap diri mereka memiliki penyakit, namun mereka sudah terinfeksi dan perlu diobati. Beberapa penyakit menular seksual dapat ditularkan oleh orang yang terinfeksi bahkan jika mereka tidak memiliki gejala apapun. IMS tertentu juga dapat menular dari wanita hamil ke anaknya yang belum lahir. Banyak penyakit menular seksual dapat dengan mudah disembuhkan tetapi jika tidak diobati, mereka dapat menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan dan bisa menimbulkan kerusakan jangka panjang seperti infertilitas (Morse, 2010)

Menurut Gail Bolan, Direktur Divisi Pencegahan Penyakit Menular Seksual (CDC) Centers for Disease Control and Prevention (2012), seseorang yang telah terinfeksi IMS seperti gonore dan klamidia yang menginfeksi uretra, rektum, atau faring dapat meningkatkan risiko infeksi HIV jika belum terinfeksi HIV, dan pada orang yang telah terinfeksi HIV akan memudahkan penularan HIV kepada orang lain (French, 2015).

2.3 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) 2.3.1 IMS yang disebabkan oleh Bakteri

1. Klamidia

(23)

9

hubungan seksual dengan seseorang yang sudah terinfeksi. Klamidia merupakan IMS yang paling umum terjadi dan dapat disembuhkan. Individu tidak harus melakukan penetrasi seks karena bakteri dapat berpindah dari satu area muskus ke area lain, seperti mata, tenggorokan, anus, vagina, serviks, atau uretra. Diperkirakan antara 5% dan 10% wanita berusia 24 tahun yang aktif secara seksual dan pria berusia antara 20 dan 24 tahun yang aktif secara seksual mungkin terinfeksi (French, 2015).

2. Gonorrhea (GO)

Gonorea adalah infeksi bakteri Diplokokus Gram Negatif, yaitu Neisseria gonorrhoea. GO pada wanita sering menimbulkan infeksi pada

Glandula Bartolini (Bartholinitis), isinya cepat menjadi nanah dan akan

menjadi abses apabila tidak keluar dari duktusnya dan berkumpul di dalam. Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubungan seks melalui anus (anal seks) dapat menderita GO pada rektumnya. Penderita akan merasakan tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinjanya terbungkus oleh lendir dan nanah. Hubungan seksual melalui mulut (oral seks) dengan seorang penderita GO biasanya akan menyebabkan GO pada tenggorokan (faringitis gonokokal). Umumnya infeksi tersebut tidak menimbulkan gejala, namum

kadang-kadang menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan untuk menelan (Morse, 2010).

3. Sifilis

(24)

10

Treponema pallidum sub spesies Pallidum. Sifilis ditularkan melalui hubungan seksual dengan cara kontak langsung dari luka yang mengandung Treponema, kemudian dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada kulit (chancre atau ulkus durum) (Morse, 2010).

4. Ulkus Molle (Kankroid)

Ulkus molle merupakan penyakit kelamin dengan ulkus genital yang nyeri sekali. Kuman penyebabnya adalah hemofilus ducrey. Penularannya biasanya dilakukan lewat koitus tetapi dapat pula melalui tangan. Lama inkubasinya pendek, biasanya luka sudah terlihat dalam waktu 3-5 hari atau lebih dini lagi setelah terkena infeksi. Gambaran klinisnya tampak berupa vesikopustula pada vulva, vagina atau servik. Luka sangat nyeri dan mengeluarkan getah yang berbau, kental, dan dapat menular (Morse, 2010).

5. Granuloma Inguinale

Granuloma Inguinale adalah suatu penyakit granulomatik ulseratif yang menahun dan bisanya terdapat pada vulva, perineum, dan daerah inguinal. Penularan terjadi melalui hubungan seksual dengan masa inkubasi 8-12 minggu. Penyakit ini tampak seperti papula yang kemudian mengalami ulserasi dan berubah menjadi suatu daerah yang granuler yang berwarna merah dibatasi dengan pinggir yang tajam dengan eksudat yang bau. (Morse, 2010).

6. Limfogranuloma venerum (LGV)

(25)

11

menimbulkan nyeri yang keras sehingga menimbulkan kesulitan untuk duduk atau berjalan. Pada fase lanjut dapat timbul gejala-gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, arthralgia, menggigil, dan kejang abdominal (Morse, 2010).

2.3.2 IMS yang disebabkan oleh virus 1. Herpes Genitalis

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital (Susanto, 2013).

2. Kondiloma Akuminata

(26)

12

3. HIV/AIDS

HIV adalah virus dan seperti kebanyakan virus, HIV memerlukan sel inang untuk memperbanyak diri guna melakukan replikasi dan bertahan hidup. HIV diklasifikasikan sebagai retro virus, yaitu virus asam ribonukleat (RNA). Pada manusia, yang berperan sebagi sel inang adalah sistem imun dan dikenal sebagai sel clusterofdifferentiation 4 (CD4). Sistem imun yang sehat mampu menghadapi virus, melindungi tubuh dari penyakit atau infeksi yang memburuk, tetapi HIV menyerang sistem imun ini sehingga proses perlindungan tubuh tidak lagi dapat bekerja secara efektif (French, 2015). 4. Hepatitis B dan C

Hepatitis adalah inflamasi hati dan memiliki sejumlah penyebab yang berbeda seperti infeksi, kondisi medis lain, gangguan otoimun, atau penyalahgunaan alkohol. Hepatitis ditandai oleh kondisi akut atau kronik. Semua hepatitis viral adalah penyakit yang dapat dilaporkan terjadi dan harus dilaporkan ke public health serta semua pasangan seksual yang dimilki pasien harus diinformasikan (French, 2015).

5. Moluskum Kontagiosum

(27)

13

2.3.3 IMS yang disebabkan oleh parasit

IMS yang diebabkan oleh parasit trichomonas vaginalis adalah Trikomoniasis. Parasit ini paling sering menyerang wanita, namun pria dapat terinfesksi dan menularkan ke pasangannya lewat kontak seksual. Vagina merupakan tempat infeksi paling sering pada wanita, sedangkan uretra (saluran kemih) merupakan tempat infeksi paling sering pada pria. Parasit ini menyebar melalui hubungan seksual dengan orang yang sudah terkena penyakit ini (Susanto, 2013).

2.3.4 IMS yang disebabkan oleh jamur

(28)

14

2.4 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Infeksi Menular Seksual 2.4.1 Umur

Menurut Kemenkes (2013), populasi usia 15-49 tahun termasuk ke dalam data estimasi dan proyeksi prevalensi HIV dari modul AEM (Asean Epidemic Model) yang dirancang untuk dapat menjelaskan dinamika epidemi HIV di negara Asia atau lokasi geografis tertentu, hal ini menunjukkan bahwa pada rentang usia tersebut rentan terhadap kejadian HIV (dalam hal ini IMS). Kelompok usia dengan proporsi kasus AIDS terbanyak dilaporkan pada kelompok 20-29 tahun (47,8%) disusul kelompok umur 30-39 tahun (31%) dan 40-49 tahun (9,2%) (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010).

Menurut teori dari Daili (2014) yang tergolong kelompok risiko tinggi terkena IMS adalah usia 34 tahun pada wanita, 16-24 tahun pada laki-laki dan 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budiman dkk (2015) yang meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gonore di wilayah kerja Puskesmas Ibrahim Kota Bandung, menyatakan bahwa mereka yang berumur 20-34 tahun berisiko tinggi terkena IMS dibandingkan mereka yang berumur <20 atau >34 tahun.

2.4.2 Pekerjaan

(29)

15

satu askpek yang dapat mempengaruhi jenis penyakit yang dapat diderita oleh pekerjanya.

Wanita usia reproduktif yang bekerja yang berisiko tertular IMS adalah mereka yang bekerja pada industri hiburan seperti pegawai restoran, pegawai cafe, pegawai bar, pegawai karaoke, pegawai diskotek, pegawai klub malam, penari dan penyanyi malam, dan lainnya (Depkes RI, 2006). Salah satu contohnya adalah kejadian HIV yang meningkat pada wanita pekerja hiburan di China karena kurangnya pemahaman kerja wanita tersebut terhadap hubungan seks yang tidak aman. Dengan pendidikan formal yang rendah serta alternatif lapangan pekerjaan yang sedikit, banyak pekerja wanita terpaksa bekerja di industri hiburan (Yang, 2010). Pada penelitian Satriani (2015), menyatakan ada hubungan pekerjaan dengan kejadian IMS pada wanita pasangan usia subur dimana wanita usia subur dengan pekerjaan yang berpeluang berisiko terkena IMS 12,06 kali dibandingkan wanita dengan pekerjaan yang tidak berpeluang.

2.4.3 Status Pernikahan

(30)

16

Hubungan seks diluar ikatan pernikahan masih dianggap tabu serta merupakan pelanggaran norma sosial dan hukum agama (STBP,2007).

Muda (2014) setelah melakukan pengkajian lebih dalam dengan penderita IMS, menyatakan bahwa IMS terjadi karena pada seseorang dengan status tidak menikah baik laki-laki maupun perempuan kebutuhan akan seksual lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang yang sudah menikah, sehingga perilaku seks yang tidak aman dengan pasangan yang berisiko menularkan IMS dapat menjadi sumber terinfeksinya IMS pada diri seseorang yang tidak memiliki status menikah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Satriani (2015), menyatakan bahwa ada hubungan antara status pernikahan dengan kejadian IMS. Wanita usia subur yang berstatus tidak menikah berisiko 4, 69 kali untuk terkena IMS dibandingkan yang berstatus menikah.

2.4.4 Umur Pertama Kali Berhubungan Seksual

(31)

17

secara ssempurna. Sel tersebut akan matang seiring bertambah usia dan menjadi lebih mampu menahan proses yang dihasilkan akibat penetrasi seksual. Terpajan proses ini sebelum matur dapat merusak sel – sel yang belum matang tersebut. Sehingga dipandang semakin muda umur pertama kali seseorang melakukan hubungan seksual, semakin berisiko pula untuk terkena IMS.

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2016) salah satu cara pencegahan IMS adalah dengan menunda berhubungan seks dibawah umur 20 tahun, karena senggama pertama pada umur 15-20 tahun paling berisiko mencetus keganasan leher rahim. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Arnoldus Tiniap (2012), menunjukkan bahwa mereka yang melakukan hubungan seks pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun berisiko 1,36 kali untuk terinfeksi HIV (dalam hal ini IMS) dibanding yang melakukannya pada usia 20 tahun atau lebih.

2.4.5 Jumlah Pasangan Seksual

Menurut Kemenkes (2010), salah satu cara pencegahan IMS adalah melakukan hubungan seksual hanya dengan satu orang. Jika memiliki pasangan seks lebih dari satu maka sangat berpotensi untuk tertular IMS. Banyaknya pasangan seks memberikan banyak peluang risiko dalam seks yang tidak aman, dimana seks yang tidak aman merupakan faktor penting dalam penularan IMS. Menurut data STBP (2007) abstinen dan setia pada pasangan tetap adalah upaya pencegahan terbaik dari tertular HIV melalui hubungan seks.

(32)

18

perbedaan yang signifikan antara jumlah partner seksual merupakan faktor risiko kejadian gonore. Dengan OR 4,23 (95% CI = 1,31-13,62) menyimpulkan bahwa orang yang memiliki jumlah partner seksual >1 orang berisiko terkena gonore sebesar 4,23 kali dibanding dengan orang yang hanya memiliki 1 partnet seksual. Begitu pula pada penelitian Afriana (2011) menyatakan WPS yang memiliki jumlah pelanggan ≥6 perminggu memiliki risiko 1,28 kali lebih besar terinfeksi gonore.

2.4.6 Riwayat Penggunaan Kondom

Hubungan seksual yang aman membicarakan tentang melindungi diri dan pasangan dari infeksi terutama dengan menggunakan metode kontrasepsi barier kondom dan dental dam (pelindung dari gigitan). Penting untuk diingat bahwa infeksi tidak hanya dapat ditularkan melalui kegiatan seks dengan penetrasi. Ketika individu dekat dengan seseorang ia mempunyai risiko tertular penyakit orang tersebut, dan jika individu melakukan hubungan seksual dengan seseorang, ia mempunyai risiko tertular penyakit kelamin orang tersebut. Melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan pelindung seperti kondom akan sangat mengurangi risiko penularan melalui hubungan seksual (French, 2015).

(33)

19

menggunakan kondom, dengan nilai P=0,045 menunjukkan adanya hubungan yang signifikan. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amalya (2012) mengenai perilaku pemakaian kondom dengan kejadian Infeksi Menular Seksual didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti terdapat hubungan antara perilaku pemakaian kondom dengan kejadian IMS.

2.5 Strategi Global untuk Pencegahan dan Pengendalian IMS

Upaya pencegahan IMS di berbagai negara belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan beberapa hambatan seperti timbulnya resistensi terhadap obat, pengaruh lingkungan yang mempermudah penyebaran IMS, kesulitan mendiagnosa, pengobatan yang tidak tepat, dan kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan yang tersedia. Pengendalian IMS tepat menjadi prioritas WHO. Majelis Kesehatan Dunia mengesahkan strategi global untuk pencegahan dan pengendalian IMS pada Mei 2006. Strategi ini mendesak semua negara untuk mengontrol transmisi IMS dengan menerapkan sejumlah intervensi, termasuk yang berikut :

1. Pencegahan dengan mempromosikan perilaku seksual yang lebih aman. 2. Akses ke kondom berkualitas dengan harga terjangkau.

3. Promosi langkah utama untuk pelayanan kesehatan oleh orang-orang yang menderita IMS dan oleh mitra mereka.

4. Memasukkan pengobatan IMS dalam pelayanan kesehatan dasar.

5. Layanan khusus untuk populasi yang sering atau berperilaku seksual yang berisiko tinggi, seperti pekerja seks, remaja, jarak jauh dari pasangan (truck-drivers), personil militer, pengguna susbtansi dan tahanan.

(34)

20

7. Penapisan klinis pasien asimptomatik (misalnya sifilis, klamidia). 8. Penyisihan konseling dan tes sukarela untuk infeksi HIV.

9. Pencegahan dan perawatan sifilis kongenital dan neonatalconjunctivitis. 10. Keterlibatan semua pihak terkait, termasuk sektor swasta dan masyarakat

dalam mencegah dan perawatan IMS.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hipotesis ke-2 yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hal

Titik sentuh bola bergulir pada struktur adalah titik yang dapat disambar petir dan pada titik tersebut harus diproteksi oleh konduktor terminasi udara.. Semua

Sekolah yang ada di Indonesia belum membentuk lulusan yang mempunyai dua keterampilan yaitu hard skillsdan soft skillsdan pada akhirnya lulusannya akan sulit bersaing di

Puji syukur berkat rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh penambahan berbagai konsentrasi ekstrak kulit

Dalam praktik pelaksanaan anestesia spinal di RSUP Dr Sardjito antiseptik yang digunakan adalah Povidon iodine 10%.Belum banyaknya penelitian yang dilakukan dalam

Data hasil uji F penilaian organoleptik variabel pengamatan tekstur, warna, aroma dan rasa pada perlakuan penyimpanan pati sagu menggunakan suhu yang berbeda

operasional Kegiatan identifikasi oleh petugas yang akan melakukan tindakan dengan cara menanyakan nama dan tanggal lahir pasien Frekuensi pulta Harian. Periode analisis

Pelayanan Auto2000 yang sudah baik (ditunjukkan dengan pendapat semua re- sponden, baik yang komplain mau pun yang tidak komplain, yang menyatakan bahwa mereka puas dengan