• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADAUNDIFFERENTIATEDCARCINOMANASOPHARYNXDI RSUP SANGLAH DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN POSITIF EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 DENGAN MICROVESSEL DENSITY PADAUNDIFFERENTIATEDCARCINOMANASOPHARYNXDI RSUP SANGLAH DENPASAR."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 20 OKTOBER 2015

Pembimbing I Pembimbing II

Dr.dr.I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA(K) dr. Moestikaningsih, Sp.PA(K)

NIP 196502011996012001 NIP 194508020969022001

Mengetahui

Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis61 Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)

(5)

iv Pada13 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Ketua : DR. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K)

Anggota :

1. dr. Moestikaningsih, Sp.PA (K)

2. dr. AAAN. Susraini, Sp.PA (K)

3. dr. Luh Putu Iin Indrayani, Sp.PA (K)

4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

(6)

v Nama : dr. Made Dwi Hartayati

NIM : 1014098103

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Combine6Degree)

Judul : Hubungan positif ekspresi cyclooxygenase 2 dengan microvessel density pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka

saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010

dan peraturan perundang6undang yang berlaku.

Denpasar, Oktober 2015

Yang membuat pernyataan,

(7)

vi

menyelesaikan tesis ini.Penulis sangat menyadari bahwa penulis tidak mungkin dapat

menyelesaikan tesis ini tanpa bantuan banyak pihak. Pada Kesempatan ini,

perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar6besarnya dan

penghargaan kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K) selaku

pembimbing I dan Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana periode 201462018 yang telah memberikan kesempatan

mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan bimbingan, masukan dan

pengarahan dan koreksi selama menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam

penyelesaian tesis ini, dr.Moestikaningsih, Sp.PA (K) selaku pembimbing II dan

Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana Periode 200962014 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program

pendidikan spesialisasi, memberikan petunjuk, nasehat serta bimbingan selama

menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga

menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan kepada dr.

AAAN. Susraini, Sp.PA (K) sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Periode 201462018

sekaligus tim penguji yang telah memberikan kesempatan mengikuti program

(8)

vii

menjalani pendidikan spesialisasi maupun dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga

menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan kepada dr.

Luh Putu Iin Indrayani Maker, Sp.PA(K) selaku Kepala Instalasi Laboratorium

Patologi Anatomi Rumah Sakit Sanglah Denpasar sekaligus tim penguji yang telah

memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan

bimbingan, petunjuk, nasehat selama menjalani pendidikan spesialisasi dan

memberikan fasilitas dan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan untuk Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD

selaku tim penguji yang telah banyak sekali membantu penulis dengan memberikan

bimbingan, dorongan, semangat, masukan, saran dan koreksi dari awal pendidikan

hingga selesainya tesis ini. Selain itu penulis juga menyampaikan rasa terima kasih

kepada :

1. Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD6KEMD,

FINASIM dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr.

Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk

mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program

Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka

Sudewi, SpS (K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi

(9)

viii

telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan Combined Degree.

4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, M.Kes atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian

Ilmu Patologi Anatomi dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.

5. dr. Ni Wayan Winarti, Sp.PA, sebagai Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar periode

200962014 yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan

spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

6. Seluruh staf dosen/pengajar di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan seluruh dosen Pascasarjana

Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree, yang telah membimbing,

memberikan masukan, nasehat, petunjuk dan bekal pendidikan dari awal

pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.

7. dr. Kadek Pramesti Dewi, Sp.PA yang telah banyak memberikan masukan dan

saran serta dorongan semangat selama penulis menyelesaikan tesis ini.

8. Drs. I Ketut Tunas, Msi, yang telah membantu dan memberi masukan saran

dalam pengolahan data dan statistik dari awal hingga akhir penulisan tesis ini.

9. Seluruh rekan6rekan sejawat residen dan senior residen Patologi Anatomi

(10)

ix

kepada seluruh staf karyawan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP

Sanglah Denpasar atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

Penulis memohon maaf yang sebesar6besarnya apabila selama menjalankan

pendidikan spesialisasi dan selama proses penyelesaian tesis ini penulis banyak

membuat kesalahan yang membuat pembimbing, tim penguji dan seluruh staf

dosen merasa tidak nyaman.

Rasa syukur, terima kasih yang sebesar6besarnya dan sujud penulis

persembahkan kepada orangtua tercinta, Drs. I Nengah Musta (Alm) dan Ni

Wayan Sukardi, BA yang dari lahir hingga sekarang selalu merawat, memberikan

doa, perhatian, kasih sayang, bekal pendidikan serta semangat dan dukungan yang

luar biasa kepada penulis. Terima kasih pula atas doa dan dukungannya kepada

kakak Gede Adi Hartana, SE. Akhirnya, penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar6besarnya kepada suami tercinta dr. I Komang Budi Lastiawan,

Sp.An dan anak6anakku tercinta Gede Danendra Nayottama, Made Astaka

Widyadana, Nyoman Aldea Listiaputri atas doa, cinta kasih, semangat, dukungan,

perhatian dan pengertiannya kepada penulis setiap saat. Tak lupa penulis juga

mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya kepada seluruh keluarga

besar penulis dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat6Nya kepada kita

semua.

Denpasar, Oktober 2015

(11)

x

- .

Tumor memerlukan pembentukan pembuluh darah baru atau angiogenesis untuk dapat tumbuh dan bermetastasis. Angiogenesis dapat dinilai dengan

menghitung microvessel density (MVD). Salah satu cara untuk menentukan

microvessel adalah dengan pengecatan imunohistokimia CD31. Cyclooxygenase 2

(COX62) adalah faktor potensial penting pada angiogenesis. Tujuan penelitian ini

adalah mengetahui hubungan ekspresi COX62 dengan MVD pada undifferentiated

carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang. Sampel penelitian

adalah sediaan blok parafin penderita undifferentiated carcinoma nasopharynx yang

diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK Universitas Gadjah Mada/RSUP dr.Sardjito, Yogyakarta dari 1 Januari 2014 sampai dengan 31 Agustus 2014. Diagnosis ulang sediaan histopatologi dilakukan dengan pengecatan rutin H&E untuk mendapatkan sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga tercapai jumlah 31 sampel.Selanjutnya dilakukan pulasan imunohistokimia COX62

dan CD 31 untuk menentukan microvessel pada seluruh sampel.Kemudian hasil

dianalisis dengan uji Pearson.

Ekspresi COX62 positif ditemukan pada 24 (77,42%) subyek dan dijumpai

negatif pada 7 (22,59%). Ditemukan 22 (70,97%) kasus undifferentiated carcinoma

nasopharynx dengan MVD tinggi dan 9 (29,03%) dengan MVD rendah. Ditemukan adanya korelasi positif ekspresi COX62 dengan MVD (r = 0,868; p = 0,001).

Pada penelitian ini, ditemukan adanya hubungan positif antara ekspresi COX6

2 dan MVD pada undifferentiated carcinoma nasopharynx.

Kata kunci :undifferentiated carcinoma nasopharynx, Cyclooxygenase 2, Microvessel

(12)

xi metastasize. Angiogenesis can be assessed by counting the microvessel density (MVD). One way to determine microvessel is the CD31 immunohistochemical staining. Cyclooxygenase62 (COX62) is a potentially important factor in

angiogenesis.The aim of this study was to prove the correlation between expression

COX62 and MVD in undifferentiated carcinoma nasophrynx at RSUP Sanglah Denpasar.

This study used cross6sectional analytic method . The sample were paraffin block preparation of patients with undifferentiated carcinoma of the nasopharynx were examined by histopathology in Pathology Anatomy Departement, Medical Faculty Udayana University/RSUP Sanglah Denpasar and Laboratory of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine, University of Gadjah Mada/DR.Sardjito Hospital, Yogyakarta from January 1, 2014 to August 31, 2014. Histopathological diagnosis performed on preparations with routine H & E staining to obtain samples that met the inclusion and exclusion criteria in order to reach the number of 31 samples. Subsequently immunohistochemical staining was performed for COX62 and CD 31 to determined microvessel on the entire sample. Then the results were analyzed by Pearson test.

COX62 positive expression were found in 24 (77.42%) subjects were found negative in 7 (22.59%). Twenty two cases (70.97%) cases of undifferentiated carcinoma of the nasopharynx with high MVD and 9 (29.03%) with low MVD. There was positive correlation expression of COX 6 2 with MVD ( r = 0.868 ; p = 0.001 ) . In this study , found a positive correlation between the expression of COX6 2 and MVD in undifferentiated carcinoma nasopharynx

(13)

xii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

(14)

xiii

2.2 Undifferentiated Nasopharynx Carcinoma ... 12

2.2.1 Epidemiologi ... 12

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang ... 22

2.2.6.1 Pemeriksaan klinis ... 22

2.2.6.2 Radiologi ... 22

2.2.6.3 Serologi ... 23

2.2.6.4 Pemeriksaan patologi ... 24

2.2.7 Penatalaksanaan ... 24

2.2.7.1 Radioterapi ... 24

(15)

xiv

2.2.7.3 Operasi ... 25

2.2.7.4 Imunoterapi ... 26

2.2.8 Prognosis ... 26

2.3 Cyclooxygenase62 ... 27

2.3.1 Biologi cyclooxygenase ... 27

2.3.2 Cyclooxygenase, prostaglandin, karsinoma ... 29

2.3.3 Peranan Cox62 pada karsinoma nasofaring ... 30

2.3.4 Peranan Cox62 pada angiogenesis ... 31

2.3.5 Ekspresi Cox62 pada karsinoma nasofaring ... 33

2.4 Imunohistokimia ... 35

(16)

xv

4.5.2 Definisi Operasional Variabel ... 48

4.6 Bahan Penelitian ... 49

5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 58

5.2 Ekspresi COX62 dan MVD ... 59

5.3 Uji Normalitas antara COX62 dengan MVD ... 61

BAB VI PEMBAHASAN HASIL ... 66

6.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 66

6.2 Hubungan antara COX62 dengan MVD ... 67

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(17)

xvi DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Formula Digby ... 19

Tabel 5.1 Distribusi Sampel berdasarkan jenis kelamin ... 58

Tabel 5.2 Distribusi Sampel berdasarkan umur ... 59

Tabel 5.3 Distribusi Sampel berdasarkan persentase sel dan ekspresi COX62 .... 59

Tabel 5.4 Interpretasi Ekspresi COX62 ... 60

Tabel 5.5 Microvessel Density sesuai dengan Ekspresi CD 31... 60

(18)

xvii

2.4 Pathogenesis karsinoma nasofaring ... 17

2.5 Undifferentiated Carcinoma “Regaud type” ... 21

2.6 Undifferentiated Carcinoma “Schmincke type” ... 22

2.7 Terapi karsinoma nasofaring ... 24

2.8 Metabolisme asam arakidonat melalui kerja COX62 ... 28

2.9 Peranan Cox62 pada perkembangan karsinoma ... 30

2.10 Hasil pewarnaan imunohistokimia COX62 ... 36

2.11 Hasil pewarnaan imunohistokimia CD 31 ... 38

3.1 Bagan konsep penelitian ... 42

4.1 Rancangan penelitian ... 44

4.2 Bagan alur penelitian ... 56

5.1 ROC dari ekspresi CD 31 ... 61

5.2 Hasil pewarnaan imunohistokimia COX62 pada undifferentiated nasopharynx carcinoma terpulas pada <10% sel ganas dengan intensitas kuat ... 62

(19)

xviii

5.4 Hasil pewarnaan imunohistokimia COX62 pada undifferentiated nasopharynx carcinoma terpulas pada >50% sel ganas dengan

intensitas kuat ... 63

5.5 Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan hasil MVD tinggi ... 64

5.6 Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan hasil MVD rendah ... 64

(20)

xix DAFTAR SINGKATAN

AA = Asam Arakhidonat

ACIF = Anticomplement and Immunoflorecent

AJCC = Americant Joint Committee on Cancer

BCl2 = B Cell Lymphoma62

BFGF = Basic Fibroblast Growth Factor

CD31 = Cluster of Differentiation 31

COX = Cyclooxygenase

EBNA = EBV6 determined Nuclear Antigen

EGFR = Epithelial Growth Factor Receptor

FITC = Fluorescein Isothiocyanate

HE = Hematoxillin Eosin

HLA = Human Leukocyte Antigens

IARC = International Agency for Research on Cancer

KNF = Karsinoma Nasofaring

(21)

xx MAPK = Mitogen Activated Protein Kinase

MEP = Major Excreted Protein

MMP = Matrix Metalloprotein

MGG = May6Grunwald Giemsa

MRI = Magnetic Resonance Imaging

mRNA = messenger Ribonucleic Acid

MVD = Microvessel Density

PGHS = Prostaglandin H2 Synthesa

PGI2 = Prostaglandin I2

ROC = Receiver Operating Curve

RNA = Ribonucleic Acid

TXA2 = Tromboxan

UICC = Union International Centre Cancer

(22)

xxi VEB = Virus Epstein Barr

VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor

(23)

xxii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penilaian ekspresi COX62 dan CD 31 ... 80

Lampiran 2. Keterangan kelaikan etik ... 82

Lampiran 3. Surat ijin ... 83

Lampiran 4. Data subyek penelitian ... 84

Lampiran 5. Uji Normalitas data umur, COX62 dan CD 31 ... 85

Lampiran 6. Analisis deskriptif Jenis kelamin dan umur ... 85

Lampiran 7. Uji korelasi Pearson antara COX62 dan CD 31 ... 86

(24)

1

/ / #$#" %*#0#&+

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang berasal dari epitel

mukosa nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller. Kesulitan diagnosis dini

pada karsinoma nasofaring sampai saat ini masih tetap merupakan masalah besar.

Hal ini disebabkan oleh karena gejala penyakit yang tidak khas dan letak tumor yang

tersembunyi sehingga sulit diperiksa.Hampir seluruh penderita datang dengan

stadium lanjut, bahkan sering datang dengan keadaan umum yang jelek.

Klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi World Health

Organization (WHO) tahun 2005 adalah keratinizing squamous cell carcinoma,

nonkeratinizing carcinoma dibagi menjadi 2 yaitu differentiated carcinoma

nasopharynx dan undifferentiated carcinoma nasopharynx, dan basaloid squamous

carcinoma. Tipe histologi undifferentiated carcinoma nasopharynx merupakan tipe

yang paling sering diantara tipe yang lain dari karsinoma nasofaring yaitu 92% (Chan

et al., 2005).

Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang sering terdapat di Asia

Tenggara termasuk Cina, Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan

insiden antara 10 – 53 kasus per 100.000 penduduk (Tse et al., 2006). Karsinoma

nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas pada kepala dan leher yang terbanyak

(25)

keganasan setelah tumor ganas mulut rahim, payudara, kelenjar getah bening, dan

kulit (Chou et al., 2008). Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2010 di Bali

karsinoma nasofaring menempati peringkat kelima dari seluruh karsinoma pada laki6

laki dan perempuan dengan jumlah 70 kasus, pada laki6laki menempati peringkat

pertama dengan jumlah 47 kasus dari seluruh karsinoma (Anonim, 2010). Angka

prevalensi KNF di Indonesia adalah 3,9 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun

2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000

kasus meninggal diantaranya adalah berasal dari Cina sekitar 40%. Tingkat ketahanan

hidup lima tahun penderita karsinoma nasofaring di Indonesia hanya sekitar 6,4 %

dan angka harapan hidup rata6rata 5 tahun penderita yang diberikan terapi radiasi

adalah 86%, 59%, 49% dan 29% pada stadium I, II, III dan IV (Chou et al., 2010).

Karsinoma nasofaring mempunyai perangai berbeda dibandingkan dengan

keganasan pada daerah lain di kepala dan leher, karena sifatnya yang sangat invasif

dan sangat mudah bermetastasis sering ditemukan pada stadium yang lanjut

(Brennan, 2006). Diagnosis pasti karsinoma nasofaring memerlukan biopsi

lesi.Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring adalah

genetik, faktor lingkungan dan Virus Ebstein Barr (VEB).Hampir semua karsinoma

nasofaring mengandung VEB. Pada undifferentiated carcinoma nasopharynx, VEB

menginfeksi sel epitel nasofaring bagian posterior fossa Rossenmuller’s di

Waldeyer;s ring. Infeksi VEB dapat terjadi sebelum neoplasma dan berkembang

(26)

3

imunohistokimia belum rutin dilakukan (Cho, 2007).Hal ini menyebabkan

penatalaksanaan karsinoma nasofaring menjadi sulit dan belum memberi hasil yang

memuaskan (Garden, 2010).Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan

pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka

kesembuhan yang cukup tinggi.Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan

kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi (Feng et al., 2010). Salah satu

prognosis buruk pada undifferentiated carcinoma nasopharynx adalah dijumpainya

banyak pembuluh darah kecil (Roezin, 2005).

Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang

terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk

proliferasi sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat makanan

dan pembuangan zat sisa yang adekuat.Angiogenesis juga berperan penting dalam

penyebaran sel kanker. Sel6sel kanker dapat menembus masuk kedalam pembuluh

darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran vaskular, dan kemudian berproliferasi

pada tempat yang lain atau metastasis (Nishida et al., 2006). Pendekatan secara

patologis untuk memperkirakan adanya suatu angiogenesis adalah dengan perkiraan

secara mikroskopik densitas pembuluh darah (microvessel density/MVD) dari

jaringan tumor melalui pemeriksaan immunohistokimia (Choi et al.,

2005).Cyclooxygenase 2 (COX62) merupakan faktor potensial yang penting pada

(27)

pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah disekitar tumor

(Choi et al., 2005).

Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim penting pada jalur biositetik

prostaglandin, tromboxan dan prostasiklin dari asam arakhidonat.Ekspresi seluler

COX62 meningkat normal pada stadium awal karsinogenesis dan selama

perkembangan serta pertumbuhan invasif tumor (Xu et al., 2006).Cyclooxygenase 2

terekspresi pada beberapa tumor dan dalam perkembangannya terbukti sebagai

penyebab karsinogenesis. Prostaglandin dan enzim COX62 merupakan mediator

inflamasi yang terlibat dalam proses angiogenesis. Inflamasi merupakan respon

fisiologis tubuh terhadap iritasi maupun stimuli yang mengubah homeostasis

jaringan. Inflamasi akut dapat mengalami pemulihan sempurna jika tubuh mampu

mengeliminasi penyebabnya, tetapi jika tubuh tidak mampu mengeliminasi akan

berlanjut menjadi inflamasi kronis. Inflamasi kronis menyebabkan kematian sel dan

tubuh mengkompensasi dengan peningkatan pembelahan sel. Bila diakselerasi dapat

memudahkan terjadinya kesalahan pembentukan Deoxyribonucleic acid (DNA) dan

mutasi (mutagen).Reaksi inflamasi dapat meningkatkan pelepasan sitokin dan faktor

pertumbuhan.Secara umum sitokin ikut berperan pada regulasi protein dan

meregulasi COX62 yang merupakan enzim untuk sintesis prostaglandin (Soo, 2005).

Induksi COX62 atau ekspresi berlebihan berhubungan dengan peningkatan

produksi prostaglandin6E2 (PGE2).Prostaglandin E2 menunjukkan adanya hubungan

antara perkembangan tumor dan biosintesis prostaglandin.Prostaglandin E2 juga

(28)

5

Endothelial Growth Factor (VEGF). Vascular Endothelial Growth Factor

memproduksi matrix metalloprotein (MMP) untuk memulai suatu proses

angiogenesis. Matrix Metalloprotein memecah ekstraseluler matrix.Hal ini

merangsang migrasi sel endotel.Sel endotel mulai membelah begitu mereka

bermigrasi ke jaringan sekitarnya.Kemudian tersusun menjadi pembuluh darah baru

dan kemudian berkembang menjadi pembuluh darah matur (Nishida et al., 2006).

Penelitian Hasibuan (2014) menemukan adanya korelasi positif sedang antara

ekspresi COX62 dan MVD pada karsinoma nasofaring dengan koefisien relasi 0,559

dengan tingkat kemaknaan (p=0,005) antara tingkat ekspresi COX62 dengan

gambaran angiogenesis. Sedangkan pada penelitian Tan dan Putti (2005) menyatakan

microvessel density berkisar antara 1659 (rata6rata 24,2), namun tidak dijumpai

adanya perbedaan yang bermakna MVD pada kelompok COX62 positif dengan COX6

2 negatif (p=0,774).

Dengan memperhatikan latar belakang maka peneliti tertarik untuk meneliti

hubungan antara ekspresi COX62 dengan angiogenesis, yang dinilai melalui MVD

padaundifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar yang

nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu faktor prediktif.

/ / !1!)#& #)#*#2

Berdasarkan latar belakang masalah maka disusun rumusan masalah penelitian

adalah: apakah terdapat hubungan positif ekspresi COX62dengan MVD

(29)

/ / !3!#& %&%*,$,#&

Untuk membuktikan adanya hubungan positif antara ekspresi COX62 dengan MVD

pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.

/ / #&4##$ %&%*,$,#&

/ / / #&4##$ #0#5%1,0

1. Memberikan informasi data epidemiologi tentang ekspresi COX62dan MVD

pada undifferentiated carcinoma nasopharynx di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau tambahan

pengetahuan dalam pemanfaatan COX62 sebagai faktor prediktif undifferentiated

carcinoma nasopharynx.

/ / / #&4##$ 6"#0$,)

Memberikan informasi kepada klinisi bahwa hasil pemeriksaan

imunohistokimia COX62 dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

(30)

7

/ / &#$71, #)74#",&+

Nasofaring merupakan lubang sempit yang terletak pada belakang rongga

hidung.Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh basi sphenoid, basi occiput

dan ruas pertama tulang belakang.Bagian depan berhubungan dengan rongga hidung

melalui koana. Orificium dari tuba Eustachian berada pada dinding samping dan pada

bagian depan belakang terdapat ruangan berbentuk koana yang disebut dengan torus

tubarius (Roezin, 2007).

/ / &#$71,

Fossa rossenmuller terletak pada bagian atas dan samping dari torus tubarius

merupakan tempat asal munculnya sebagian besar karsinoma nasofaring dan paling

sensitif terhadap penyebaran keganasan pada nasofaring (Lu, 2006).

Fossa rossenmuler mempunyai hubungan anatomi dengan sekitarnya,

sehingga berperan dalam kejadian dan prognosis KNF. Tepat di atas apeks dari fossa

rossenmulerterdapat foramen laserum, yang berisi arteri karotis interna dengan

sebuah lempeng tipis fibrokartilago. Lempeng ini mencegah penyebaran KNF ke

(31)

Fossa rossenmuler yang terletak di apeks dari ruang parafaring ini merupakan

tempat menyatunya beberapa fasia yang membagi ruang ini menjadi 3 kompartemen,

yaitu : 1) kompartemen prestiloid, berisi a. maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris

inferior; 2) kompartemen poststiloid, yang berisi sarung karotis; dan 3) kompartemen

retrofaring, yang berisi kelenjar Rouviere. Kompartemen retrofaring ini berhubungan

dengan kompartemen retrofaring kontralateral, sehingga pada keganasan nasofaring

mudah terjadi penyebaran menuju kelenjar limfa leher kontralateral.Lokasi fossa

rossenmuler yang demikian itu dan dengan sifat KNF yang invasif, menyebabkan

mudahnya terjadi penyebaran KNF ke daerah sekitarnya yang melibatkan banyak

struktur penting sehingga timbul berbagai macam gambaran klinis (Lu, 2006).

Lapisan mukosa ialah daerah nasofaring yang dilapisi oleh mukosa dengan

epitel kubus berlapis semu bersilia pada daerah dekat koana dan daerah di sekitar

atap, sedangkan pada daerah posterior dan inferior nasofaring terdiri dari epitel

skuamosa berlapis. Daerah dengan epitel transisional terdapat pada daerah pertemuan

antara atap nasofaring dan dinding lateral (Gambar 2.1). Lamina propria seringkali

diinfiltrasi oleh jaringan limfoid, sedangkan lapisa submukosa mengandung kelenjar

(32)

9

Gambar 2.1.

Anatomi Nasofaring (Nancy, 2005)

/ / ,)$%1 *,"#& #"#2 5#& ,)$%1 #"#4

Pembuluh darah arteri utama yang mensuplai daerah nasofaring adalah arteri

faringeal asendens, arteri palatina asendens, arteri palatina desendens, dan cabang

faringeal arteri sfenopalatina (Gambar 2.2).Semua pembuluh darah tersebut berasal

dari arteri karotis eksterna dan cabang6cabangnya. Pembuluh darah vena berada di

bawah membran mukosa yang berhubungan dengan pleksus pterigoid di daerah

(33)

Gambar 2.2

Pendarahan Nasofaring (Nancy, 2005).

Daerah nasofaring dipersarafi oleh pleksus faringeal yang terdapat di atas otot

konstriktor faringeus media.Pleksus faringeus terdiri dari serabut sensoris saraf

glossofaringeus (IX), serabut motoris saraf vagus (X) dan serabut saraf ganglion

servikalis simpatikus (Gambar 2.3).Sebagian besar saraf sensoris nasofaring berasal

dari saraf glossofaringeus, hanya daerah superior nasofaring dan anterior orifisuim

tuba yang mendapat persarafan sensoris dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina

(34)

11

Gambar 2.3.

Persarafan Nasofaring (Nancy, 2005)

/ / ,)$%1 ,14#$,0

Nasofaring mempunyai pleksus submukosa limfatik yang luas.Kelompok

pertama adalah kelompok nodul pada daerah retrofaringeal yang terdapat pada ruang

retrofaring antara dinding posterior nasofaring, fasia faringobasilar dan fasia

prevertebra. Pada dinding lateral terutama di daerah tuba Eustachius paling kaya akan

pembuluh limfe. Aliran limfenya berjalan ke arah anterosuperior dan bermuara di

kelenjar retrofaringeal atau ke kelenjar yang paling proksimal dari masing6masing sisi

rantai kelenjar spinal dan jugularis interna, rantai kelenjar ini terletak di bawah otot

(35)

jugular letaknya sangat dekat dengan saraf6saraf kranial terakhir yaitu saraf

IX,X,XI,XII. Metastase ke kelenjar limfe ini dapat terjadi sampai dengan 75%

penderita KNF, yang mana setengahnya datang dengan kelenjar limfe bilateral

(Roezin, 2007).

/ !" #!$% & '(

/ / 6,5%1,7*7+,

Angka kejadian karsinoma nasofaring cukup tinggi tergantung dari letak

geografisnya (Korcum et al., 2006). Berdasarkan data International Agency for

Research on Cancer (IARC) pada tahun 2002 ditemukan sekitar 80.000 kasus baru

KNF di seluruh dunia dan sekitar 50.000 kasus meninggal diantaranya adalah berasal

dari Cina sekitar 40% . Di Indonesia angka kejadian karsinoma nasofaring cukup

tinggi, yakni 4,7 kasus baru per tahun per 1000 penduduk dan memberikan hasil yang

beragam, dengan laki6laki lebih banyak menderita KNF daripada perempuan dengan

2,5:1. Kelompok umur yang terbanyak terjadi adalah pada umur 41650 tahun

(Giordano et al., 2008). Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2010 di Bali,

karsinoma nasofaring menempati peringkat kelima dari seluruh karsinoma pada laki6

laki dan perempuan dengan jumlah 70 kasus, pada laki6laki menempati peringkat

pertama dengan jumlah 47 kasus dari seluruh karsinoma. Umur rata6rata penderita

KNF yaitu 45655 tahun. Rasio laki6laki : perempuan yaitu 263 : 1. Di Bali rasio umur

tebanyak usia 35645 tahun sebanyak 13 kasus, yang kedua usia 45654 tahun sebanyak

(36)

13

Insiden tertinggi dilaporkan berasal dari provinsi Guandong dan daerah Guangxi Cina

Selatan yaitu mencapai lebih dari 50 per 100.000 orang pertahun.Etnis Cina yang

bermigrasi ke luar negeri juga mempunyai angka insiden yang tinggi, tetapi etnis

Cina yang lahir di Amerika Utara, mempunyai angka insiden yang rendah

dibandingkan dengan yang lahir di Cina (Chou et al., 2008).Temuan ini

mengindikasikan bahwa faktor genetik, etnik, dan lingkungan memegang peranan

penting terhadap meningkatnya KNF (Korcum et al., 2006).

Angka kejadian karsinoma nasofaring di Singapura, persentase terbesar

mengenai masyarakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk) disusul oleh

keturunan Melayu (6,5% per 100.000) dan keturunan Hindustan (0,5 per 100.000).

Karsinoma nasofaring jarang terjadi di Amerika serikat dan Eropa, dengan angka

kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun (Lu, 2006)

/ / $,7*7+, 5#& #0$7" ,),07

Karsinoma nasofaring adalah suatu keganasan dengan etiologi

multifaktorial.Faktor yang diduga terkait dengan timbulnya karsinoma nasofaring

adalah genetik, faktor lingkungan dan Virus Ebstein Barr (Korcum et al., 2006).

1. Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring bukan tumor genetik, kerentanan terhadap

karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol, ras yang

banyak sekali menderitanya adalah bangsa China (Desen, 2008).Beberapa penulis

(37)

karsinoma nasofaring. Tingginya angka insiden KNF di daerah Cina Selatan, baik

yang tinggal di Cina atau yang sudah bermigrasi, dan angka insiden sedang pada

populasi keturunan Cina campuran, diduga mempunyai hubungan genetik dalam

terjadinya karsinoma nasofaring. Analisis genetik pada etnis China menunjukkan

Histo6Kompatibilitas Mayor pada lokus HLA6A2, B17 dan BW46 dengan

peningkatan risiko terjadinya karsinoma nasofaring sebanyak dua kali lipat. Tetapi

pada penelitan di Amerika Utara gagal menunjukkan lokus HLA dengan peningkatan

risiko peningkatan karsinoma nasofaring (Levine et al., 2008).

Polimorfik genetik dari gen CYP62 F1 menunjukkan dapat terjadi pada daerah

Guandong6China. Ketika polimorfik genetik CYP62 F1 diselidiki dan dibantu dengan

polimorfik genetik yang multipel dari satu atau beberapa gen lain maka berpotensial

untuk berkembang dan berprogresif menjadi karsinoma nasofaring. Gen XRCC61

penting didalam DNA yang diperbaiki. Hipotesis bahwa nukleotida polimorfik

tunggal XRCC61 (codons 194Arg → Trp dan 399Arg → Gln) dihubungkan dengan

risiko karsinoma nasofaring dan interaksi dengan rokok serta tembakau.Genotip

XRCC61 Trp yang bervariasi berhubungan dengan risiko perkembangan karsinoma

nasofaring terutama pada pria yang merokok. Pada bagian lain, dengan adanya Cyclin

D1 (kunci regulasi dari siklus sel) dan diubahnya aktifitas menunjukkan

(38)

15

2. Lingkungan

Paparan ikan asin dan makanan yang mengandung volatile nitrosamine

berhubungan dengan terjadinya karsinoma nasofaring.Dan telah terbukti bahwa

mengkonsumsi ikan asin sejak anak6anak meningkatkan risiko KNF di Cina Selatan

(Can et al., 2005; Lin, 2006).

Faktor lingkungan lain yang merupakan faktor risiko terjadinya karsinoma

nasofaring adalah merokok. Orang yang merokok selama 10 tahun atau lebih

mempunyai risiko yang tinggi terhadap KNF. Penelitian menunjukkan adanya

paparan formaldehid bentuk uap dan asap yang terhirup berpengaruh paling besar

terhadap kejadian KNF, keduanya terbukti secara bersama6sama berpengaruh secara

signifikan terhadap kejadian KNF. Adanya radang kronik pada mukosa nasofaring

akan lebih mudah terpapar karsinogen lingkungan dan dapat menyebabkan karsinoma

nasofaring (Wee et al., 2010).

3. Virus Epstein Barr (VEB)

Virus Epstein6Barr adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dngan

timbulnya karsinoma nasofaring.Penderita karsinoma nasofaring terbukti terinfeksi

VEB dan genom virus dapat diidentifikasikan pada sel tumor.VEB merupakan suatu

virus gamma herpes yang mengandung DNA yang termasuk dalam keluarga herpes

viridae yang ditemukan oleh Ied Tony Epstein dan Yvone Barr pada tahun 1964.

Pada undifferentiated nasopharyng carcinoma, VEB menginfeksi sel epitel

nasofaring bagian posterior fossa Rosenmuller’s di Waldeyer’s ring.Walaupun

(39)

mengandung antigen yang dihubungkan dengan sel B. Reseptor CD21 dapat

diuraikan dan VEB banyak masuk ke sel nasofaring berupa igA6mediated

endocytosis. VEB dapat juga dideteksi pada karsinoma insitu, suatu prekursor

undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Infeksi laten VEB sangat penting dalam

perkembangan menuju displasia yang berat pada KNF. Displasia merupakan lesi awal

yang dapat terdeteksi, yang diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa karsinogen

lingkungan.Hal ini berkaitan dengan kehilangan alel pada lengan pendek kromosom 3

dan 9 yang menyebabkan inaktivasi beberapa tumor suppressor genes, terutama p14,

p15, p16.Karsinogen yang berkaitan belum ditemukan dengan perkembangan

KNF.Area displasia ini merupakan asal dari tumor namun belum cukup untuk

menyebabkan perkembangan yang progresif. Pada stadium laten, infeksi VEB dapat

mengacu pada perkembangan displasia yang lebih berat. Didapatkan kerusakan gen

pada kromosom 12 dan kehilangan alel pada 11q, 13q, dan 16q dapat memicu

terjadinya kanker invasif dan metastasis sering dihubungkan dengan mutasi p53 dan

ekspresi chaderin yang menyimpang (gambar 2.4) (Korcum et al., 2006).

EBNA1 dan LMP1 yang merupakan produk onkogen VEB terbukti

menyebabkan transformasi dan imortalisasi limfosit B. Adanya partikel VEB pada

jaringan tumor spesimen biopsi penderita KNF secara konsisten, mendukung

(40)

17

Gambar 2.4

Pathogenesis karsinoma nasofaring (Tao, 2007)

/ / *#),4,0#),

Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring (1) Keratinizing

squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau intercellular bridge

atau keduanya. (2) Non Keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan

batas sel yang jelas (pavement cell pattern). (3) Undifferentiated carcinoma ditandai

oleh pola pertumbuhan sinsitial, sel6sel polygonal berukuran besar atau sel dengan

bentuk spindel, anak inti yang menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel6sel radang

limfosit. Sedangkan klasifikasi WHO tahun 2005 membagi karsinoma nasofaring

(41)

diferensiasi skuamous dengan adanya intercellular bridges, dan keratin dalam

gambaran histologinya; (2) Nonkeratinizing carcinoma yang mencakup tipe

berdiferensiasi dan tipe tidak berdiferensiasi (undifferentiated). Tumor ini umumnya

lebih radiosensitif dan mempunyai hubungan yang kuat dengan EBV. (2.1)

Differentiated nonkeratinizing carcinoma. Sel6sel tumor menunjukkan diferensiasi

dengan maturasi sel skuamous.(2.2.) Undifferentiated carcinoma.Sel6sel tumor

dengan bentuk inti oval atau bulat vesikular dengan anak inti menonjol.Batas antar sel

tidak jelas dan dengan hubungan antar sel yang sinsitial; (3).Basaloid squamous cell

carcinoma.Merupakan tipe histologi yang jarang, terdiri dari komponen basaloid dan

komponen skuamous (Chan et al., 2005).

/ / / #1(#"#& *,&,)

Gejala dini karsinoma nasofaring sulit dikenali oleh karena mirip dengan

infeksi saluran nafas atas.Gejala klinik pada stadium dini meliputi gejala hidung dan

gejala telinga.Ini terjadi karena tumor masih terbatas pada mukosa nasofaring.Timbul

keluhan pilek berulang dengan ingus yang bercampur darah.Kadang6kadang dapat

dijumpai epistaksis.Tumor juga dapat menyumbat muara tuba eustachius, sehingga

pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga, rasa berdenging kadang6kadang disertai

dengan gangguan pendengaran.Gejala ini umumnya unilateral, dan merupakan gejala

yang paling dini dari karsinoma nasofaring.Sehingga bila timbul berulang6ulang

dengan penyebab yang tidak diketahui perlu diwaspadai sebagai karsinoma

(42)

19

Pada karsinoma nasofaring stadium lanjut gejala klinis lebih jelas sehingga

pada umumnya telah dirasakan oleh pasien, hal ini disebabkan karena tumor primer

telah meluas ke organ sekitar nasofaring atau mengadakan metastasis regional ke

kelenjar getah bening servikal (Roezin, 2007).

Menurut Formula Digby (Tabel 2.1), setiap gejala klinis mempunyai nilai

diagnostik dan berdasarkan jumlah nilai dapat ditentukan karsinoma nasofaring. Bila

jumlah nilai mencapai 50, diagnosis klinik karsinoma nasofaring dapat dipertanggung

jawabkan (Roezin, 2005).

Sekalipun secara klinik jelas karsinoma nasofaring, namun biopsi tumor

primer mutlak dilakukan, selain untuk konfirmasi diagnostik histopatologi, juga

menentukan subtipe histopatologi yang erat kaitannya dengan pengobatan dan

prognosis (Roezin, 2007).

Tabel 2.1.

Formula Digby (Roezin, 2005)

GEJALA KLINIK NILAI

Dapat dilihat atau diraba tumor padat dalam nasofaring 25

Kelenjar limfe leher membesar 25

Gejala khas hidung (epistaksis, obstruksi) 15

Gejala khas telinga (kurang pendengaran, tinnitus) 5

Paralisis satu atau lebih syaraf otak (diplopia, neuralgia, trigeminus) 5

Sakit kepala mulai unilateral 5

(43)

/ / #1(#"#& 7"47*7+,

2.2.5.1 Makroskopis

Tumor dapat berupa massa yang menonjol pada mukosa dan memiliki

permukaan halus, bernodul dengan atau tanpa ulserasi pada permukaan atau massa

yang menggantung dan infiltratif. Namun terkadang tidak dijumpai lesi pada

nasofaring (Chan et al., 2005).

2.2.5.2 Mikroskopis Undifferentiated carcinoma nasopharynx.

Pada pemeriksaan undifferentiated carcinoma nasopharynx memperlihatkan

gambaran sinsitial dengan batas sel yang tidak jelas,inti bulat sampai oval dan

vesikular, dijumpai anak inti. Sel6sel tumor sering tampak terlihat tumpang

tindih.Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel.Dijumpai infiltrat sel radang dalam

jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai

lymphoepithelioma.Dapat juga dijumpai sel6sel radang lain, seperti sel plasma,

eosinofil, epiteloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang) (Chan et al.,

2005).

Terdapat dua bentuk pola pertumbuhan tipe undifferentiated yaitu tipe

Regauds, yang terdiri dari kumpulan sel6sel epiteloid dengan batas yang jelas yang

dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel6sel limfosit (Gambar 2.5). Yang kedua

tipe Schmincke, sel6sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan bercampur dengan sel6

sel radang (Gambar 2.6). Tipe ini sering dikacaukan dengan large cell malignant

(44)

21

Pemeriksaan yang teliti dari inti sel tumor dapat membedakan antara

karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma, dimana inti dari

karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan

berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophilik. Inti dari malignant

lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, kromatin kasar dan anak inti lebih

kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik. Terkadang undifferentiated memiliki

sel6sel dengan bentuk oval atau spindel (Chan et al., 2005).

Gambar 2.5.

(45)

Gambar 2.6.

Undifferentiated carcinoma “Schmincke type”, terdiri sel6sel yang tumbuh membentuk gambaran sinsisial yang difus (Chan, 2005)

/ /8/ %1%",0)##& %&!&3#&+

2.2.6.1. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis tumor primer di nasofaring dapat dilakukan dengan cara

rinoskopi posterior, nasofaringoskopi serta fibernaso faringoskopi (Roezin, 2007).

2.2.6.2 Radiologi

Digunakan untuk melihat massa tumor nasofaring dan melihat massa tumor yang

menginvasi pada jaringan sekitarnya dengan menggunakan :

1. Computed Tomografi (CT), dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat

lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitif mendeteksi

(46)

23

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI), menunjukkan kemampuan imaging yang

multiplanar dan lebih baik dibandingkan CT dalam membedakan tumor dari

peradangan. MRI juga lebih sensitif dalam mengevaluasi metastase pada

retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam.MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor

ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat mendeteksinya (Roezin, 2007).

2.2.6.3 Serologi

Ekspresi spesifik viral messenger RNAs atau produk gen secara konsisten

dapat dideteksi pada tumor dengan pemeriksaan insitu hibridisasi dan tekhnik

imunohistokimia. Dapat juga dideteksi dengan tekhnik PCR pada material yang

diperoleh pada dari aspirasi biopsi jarum halus pada metastase kelenjar getah bening

leher (Chan et al., 2005).

2.2.6.4. Pemeriksaan Patologi

1. Biopsi aspirasi jarum halus pada kelenjar getah bening serikalis

Sejumlah kasus karsinoma nasofaring diketahui berdasarkan pemeriksaan sitologi

biopsi aspirasi kelenjar getah bening servikalis (Chan et al., 2005)

2. Biopsi

Konfirmasi pasti diagnosis KNF diperoleh dari hasil biopsi positif yang

diambil dari tumor di nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari

hidung dan dari mulut (Chan et al., 2005).

(47)

National Comprehensive Cancer Network (2010), mengajukan suatu skema

penatalaksanaan karsinoma nasofaring (Gambar 2.7) dengan kombinasi kemoterapi

dan radioterapi (Yang et al,2012).

Gambar 2.7

Terapi Karsinoma Nasofaring berdasarkan NCCN (2010)

2.2.7.1 Radioterapi

Radioterapi sebagai gold standard untuk karsinoma nasofaring sudah dimulai

sejak lama.Hasil radioterapi untuk karsinoma nasofaring dini sebenarnya cukup baik,

respon lengkap sekitar 80%6100%.Sedangkan untuk karsinoma nasofaring stadium

lanjut loko regional, respon radioterapi menurun tajam dengan angka ketahanan hidup

5 tahun yang kurang dari 40%.Respon tumor terhadap radioterapi secara keseluruhan

sebesar 25%665% (Chang, 2006).Radioterapi sebagai terapi utama pada karsinoma

(48)

25

diharapkan dapat memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang kelangsungan

hidup penderita (Qu et al., 2012)

Pertimbangan pemilihan radiasi sebagai pengobatan pilihan utama untuk

karsinoma nasofaring terutama didasarkan fakta bahwa secara histopatologis

kebanyakan (75%695%) karsinoma dari jenis undifferentiated carcinoma

nasopharynx yang sangat radiosensitif. Alasan lainnya adalah faktor anatomi

nasofaring yang terletak di dasar tengkorak dengan banyak organ vital menyebabkan

tindakan pembedahan ekstensif untuk memperoleh daerah bebas tumor (free margin)

sangat sulit (Qu et al., 2012).

2.2.7.2. Kemoterapi

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata

dapat meningkatkan hasil terapi.Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada

keadaan kambuh (Tang et al., 2011).

2.2.7.3. Operasi

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher

radikal dan nasofaringektomi.Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar

pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer

sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan

(49)

2.2.7.4. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein6Barr, maka penderita karsinoma nasofaring dapat diimunoterapi

(Feng et al., 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian penghambat COX62

terhadap penderita tumor memberikan hasil yang positif melalui efek kemopreventif

dan radiosensititizer.Pemberian penghambat COX62 dapat meningkatkan efek terapi

standar serta mengurangi progresivitas KNF.

/ / "7+&7),)

Angka ketahanan hidup dipengaruhi oleh usia (lebih baik pada pasien usia

muda), staging klinik dan lokasi dari metatasis regional ( lebih baik pada yang

homolateral dibandingkan pada metastasis kontralateral dan metastasis yang terbatas

pada leher atas dibandingkan dari leher bawah). Studi terakhir dengan menggunakan

TNM Staging System menunjukkan 5 years survival rate untuk stadium I 98%,

stadium II A6B 95%, stadium III 86%, dan stadium IV A6B 73%. Secara

mikroskopis, prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma

dibandingkan dengan yang lainnya (Roezin, 2005).

Untuk non keratinizing squamous cell carcinoma, prognosis buruk bila

dijumpai anaplasia dan atau plemorfism, proliferasi sel yang tinggi ( dihitung dari

mitotik atau dengan proliferasi yang dihubungkan dengan marker imunohistokimia ),

(50)

27

positif untuk sel6sel dendritik, dijumpai banyak pembuluh darah kecil, dijumpai

ekspresi Her2/neu (Roezin, 2005).

/ ':*77;'+%&#)%.

/ / ,7*7+, & )!!'&* #

Cyclooxygenase atau prostaglandin H2 synthase (PGHS) merupakan enzim

yang mengkatalisis dua langkah awal yaitu siklooksigenasi dan peroksidasi pada

biosintesis prostaglandin (PG) dari asam arakhidonat (AA). Asam arakhidonat (20

carbon polyunsaturated fatty acid) merupakan prekursor dari prostaglandin dan

ditemukan hampir sebagian besar pada membran fosfolipid dari sel (Sonawane et al.,

2011).

Biosintesis prostaglandin terjadi melalui tiga langkah. Langkah pertama pada

sintesis prostaglandin adalah hidrolisis fosfolipid untuk menghasilkan arakhidonat

bebas dimana reaksi ini dikatalisasi oleh fosfolipase A. Langkah berikutnya

merupakan reaksi kunci yang dikatalisasi oleh COX dimana dua molekul oksigen

diinsersikan ke dalam asam arakhidonat untuk menghasilkan prostaglandin G2

(PGG2) intermediate yang tidak stabil dan kemudian secara cepat dikonversi menjadi

prostaglandin H2 (PGH2) oleh aktivitas peroksidase dari COX. Langkah ketiga

terjadi saat spesifik isomerase mengubah PGH2 menjadi berbagai prostaglandin

lainnya seperti PGE2, prostaglandin F2α (PGF2α), prostaglandin D2 (PGD2),

prostasiklin (PGI2) dan tromboksan (TXA2) (Gambar 2.8) ( Sonawane et al., 2011;

(51)

Gambar 2.8

Metabolisme Asam Arakidonat Melalui Kerja COX (Sonowane et al., 2011)

Cyclooxygenase merupakan bagian integral dari membran terutama membran

mikrosomal.Melalui pemeriksaan mikroskop fluorescence dan tehnik pewarnaan

histofluoresence menunjukkan bahwa Cyclooxygenase 1 (COX61) dan COX62

berlokasi pada retikulum endoplasma dan membran inti, COX62 konsentrasinya lebih

tinggi pada membran inti (Stasinopoulos, 2008).

Saat ini diketahui ada 3 family enzim ini yaitu COX61, COX62, dan yang

terbaru diidentifikasi adalah Cyclooxygenase 3 (COX63), yang memiliki kesamaan

aktivitas enzimatik tetapi memiliki fungsi dan pola ekspresi yang berbeda. COX61

dan COX62 mempunyai perbedaan dalam kemampuannya untuk memakai sumber

asam arakhidonat endogen, baik pada sel fibroblast maupun pada sel immune. COX6

(52)

29

penting membedakan antara COX61 dan COX62 adalah perbedaan regulasi dari

ekspresi dan distribusinya pada jaringan. COX63 merupakan varian dari COX61,

mRNA COX63 pada manusia memiliki panjang 5,2 kb. COX61, COX62, dan COX63

memiliki persamaan yaitu responnya tergantung dari rangsangan hormon, faktor

pertumbuhan, pharbol ester, faktor inflamasi dan sitokin (Bertagnolli, 2008; Zhao et

al, 2008).

/ / ':*77;'+%&#)%< "7)$#+*#&5,&< #"),&71#

Family COX adalah enzim yang terdiri dari 2 anggota, COX61 adalah enzim

yang terekspresi di banyak organ dan COX62 hanya terekspresi pada jaringan tertentu

saja, termasuk plasenta, otak dan ginjal. Dimana COX62 ekspresinya meningkat oleh

sejumlah rangsangan, termasuk sitokin, faktor pertumbuhan dan onkogen (Howe,

2007; Surowiak, 2010).

Kedua enzim COX ini mengkatalisis asam arakidonat menjadi PGG2 dan

sesudah itu menjadi PGH2, yang berperan sebagai substrat untuk isomerisasi

multipel yang secara sendirinya berespon untuk generasi untuk menghasilkan

eikosanoid, termasuk PGE2, PGI2 dan TXA2. Prostaglandin terutama PGE2 akan

memodulasi terbentuknya tumor. Misalnya PGE2 berikatan secara spesifik dengan

reseptor protein G6couple reseptor pada permukaan sel epitel, dan akan menstimulasi

rangkaian sinyal pertumbuhan dan motilitas. Didalam sel6sel epitel PGE2 akan

menekan apoptosis dengan meningkatkan ekspresi BCL2 dan juga meningkatkan

ekspresi Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK) yang dapat meningkatkan

(53)

(EGFR). Selanjutnya, PGE2 akan menginduksi angiogenesis, sehingga memiliki

kemampuan untuk tumbuh dan bermetastasis (Howe, 2007).

Gambar 2.9

Peranan COX62 pada Perkembangan Karsinoma (Klimek et al., 2009)

/ / %"#&#& -. 6#5# #"),&71# #)74#",&+

Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa level enzim COX62 meningkat pada

beberapa kanker, seperti karsinoma kolorektal, karsinoma sel skuamous kepala dan

leher, serta beberapa kanker paru6paru dan payudara.Faktor yang kemungkinan

berperan dalam peningkatan ekspresi COX62 adalah sitokin, faktor pertumbuhan,

mediator inflamasi, agen perusak DNA dan agen oksidasi. Pada manusia dan model

binatang level COX62 ditemukan lebih tinggi pada adenokarsinoma tipe intestinal

dibandingkan pada lesi prakanker seperti familialadenomatous polyposis . Mirip

(54)

31

PG2α, PGE2 dan metabolisnya ditemukan lebih tinggi daripada jaringan normal

(Divvella, 2010). Peningkatan ekspresi protein COX62 sejalan dengan peningkatan

progresifitas invasi epitelium karsinoma nasofaring dari sel normal kemudian

menjadi displasia dan menjadi karsinoma (Widiastuti et al., 2011). Tidak ada

hubungan antara sub tipe histologi karsinoma nasofaring antara keratinizing

squamous cell carcinoma dan non keratinizing carcinoma dengan tampilan COX62.

Didapatkan tampilan COX62 sedang pada non keratinizing carcinoma dan derajat

tampilan sedang pada keratinizingsquamous cell carcinoma. Sel kanker

mengekspresikan protein COX62 dalam kadar tinggi dan ekspresi yang berlebihan

pada COX62 berhubungan dengan prognosis yang buruk terutama pada

undifferentiated carcinoma nasopharynx (Tan dan Putti, 2005).

/ / %"#&#& -. 6#5# &+,7+%&%),)/

Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah baru yang

terjadi secara normal dan sangat penting dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan jaringan pembuluh darah baru sangat penting untuk

proliferasai sel kanker, karena proliferasi bergantung pada suplai oksigen, zat

makanan dan pembuangan zat sisa yang adekuat.Angiogenesis juga berperan penting

dalam penyebaran sel kanker. Sel6sel kanker dapat menembus masuk ke dalam

pembuluh darah ataupun limfe, bersirkulasi melalui aliran vaskular, dan kemudian

berproliferasi pada tempat yang lain atau metastasis. Tanpa lintasan angiogenesis,

sebuah tumor hanya akan berkembang hingga memiliki diameter sekitar 1–2 mm, dan

(55)

sebuah tumor akan berkembang hingga melampaui ukuran diameter 2 milimeter.

Oleh karena itu, sel tumor memiliki kemampuan untuk mensekresi protein yang dapat

mengaktivasi lintasan angiogenesis. Dari berbagai protein yang dapat mengaktivasi

lintasan angiogenesis seperti acidic fibroblast growth factor, angiogeninepidermal

growth factor, G6CSF, HGF, interleukin68, placental growth factor, platelet derived

endothelial growth factor, scatter factor, transforming growth factor alpha, TNF6α

dan molekul kecil seperti adenosine 1 butyryl glycerol, nikotinamida, prostaglandin

E1 dan E2, terdapat dua protein yang sangat penting bagi pertumbuhan tumor yaitu

VEGF dan basic fibroblast growth factor (bFGF). Kedua protein ini disekresi oleh

berbagai jenis sel kanker dan beberapa jenis sel normal.(Nishida et al., 2006).

Sekresi VEGF atau bFGF akan mengikat pada sel endotelial dan mengaktivasi

sel tersebut untuk memicu lintasan metabolisme yang membentuk pembuluh darah

baru. Sel endotelial akan memproduksi sejumlah enzim MMP yang akan melakukan

degradasi terhadap jaringan matriks ekstraselular yang mengandung protein dan

polisakarida berfungsi sebagai jaringan ikat yang menyangga jaringan parenkim

dengan mengisi ruang di sela6sela selnya. Degradasi jaringan tersebut memungkinkan

sel endotelial bermigrasi menuju jaringan parenkim, melakukan proliferasi dan

diferensiasi menjadi jaringan pembuluh darah yang baru (Pang dan Poon, 2006).

Angiogenesis diperlukan untuk menstabilkan koloni tumor yang baru

terbentuk dan untuk menyokong pertumbuhan massa tumor. COX62 dan PG

(56)

33

angiogenesis tumor.Cyclooxygenase 2 secara konsisten terekspresi dalam

pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah di sekitar.Efek

pro6angiogenik dari COX62 dapat meningkatkan ekspresi dari

VEGF.Immunoreaktivitas COX62 juga berhubungan dengan immunoreaktivitas

VEGF pada kanker kolorektal dan metastasis hati pada kanker kolorektal

(Bertagnolli, 2008).

Overekspresi COX62 berkorelasi dengan meningkatnya ekspresi VEGF pada

angiogenesis karsinoma hepatoselular. Penelitian ini memakai Heb6B HCC cell line,

merupakan sel hepatosit karsinoma yang membawa gen HBV. Clone Heb6B, yang

merupakan cell line dengan overekspresi COX62 menunjukkan ekspresi VEGF yang

lebih tinggi dibandingkan dengan clone yang tidak mengekspresikan COX62 (Zhao

et al., 2008).

/ / 0)6"%), -. 6#5# 0#"),&71# &#)74#",&+

Prostaglandin endoperoxidase sintesa62 atau COX62 adalah enzim kunci

dalam produksi prostaglandin.Enzim ini ditemukan meningkat pada bebagai

keganasan, seperti pada kolon, paru, payudara, kepala leher, dan dipengaruhi oleh

berbagai sitokin, hormon, dan promotor tumor. Prostaglandin dan isoenzim COX62

dapat membantu proses karsinogenesis dengan merubah proses sel normal seperti

proliferasi sel, angiogenesis, apoptosis, imunomodulasi dan metabolism karsinogen.

Overproduksi dari PGE2 sebagai akibat peningkatan COX62 juga dapat mengirimkan

sinyal yang tidak sesuai pada sel, sehingga merangsang pertumbuhan sel atau

(57)

Analisis imunohistokimia memperlihatkan COX62 terekspresi kuat pada sel6sel

ganas karsinoma nasofaring dan tidak terekspresi atau terekspresi lemah pada

nasofaring normal (Xu et al., 2006). Penelitian lain juga menyebutkan COX62 kuat

pada karsinoma tiroid dan kolorektal (Ji et al., 2012). Penelitian yang dilakukan pada

vulva, ternyata COX62 terekspresi paling tinggi pada inflamasi dibandingkan dengan

lesi displasia maupun kanker yang invasif, dan tidak berhubungan dengan

peningkatan derajat diferensiasi tumor (Mozes et al., 2005; Ristimaki et al., 2012).

Sel kanker mengekspresikan protein COX62 dalam kadar tinggi dan ekspresi

yang berlebihan pada COX62 berhubungan dengan prognosis yang buruk terutama

pada undifferentiated carcinoma nasopharynx. Peningkatan ekspresi protein COX62

sejalan dengan peningkatan progresifitas invasi epitelium karsinoma nasofaring dari

sel normal kemudian menjadi displasia dan menjadi karsinoma (Widiastuti et al.,

2011).

/ 1!&72,)$70,1,#

Imunohistokimia merupakan suatu proses mengidentifikasi protein spesifik

pada jaringan atau sel dengan menggunakan antibodi. Tempat pengikatan antara

antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya

dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi secara langsung atau dengan

mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna, zat berfluoresensi,

(58)

35

Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan

imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung

=indirectmethod).

a. Metode langsung (direct method)

Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah karena hanya

melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang terlabel, contohnya anti serum

terkonjugasi fluorescein isothiocyanate (FITC) atau rodhamin.

b. Metode tidak langsung (indirect method).

Metode ini menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel)

dan antibodi sekunder (berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang

diidentifikasi pada jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan

dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti6antibodi

primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa

kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat

membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan

kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin, dan Texas red disebut metode

immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase,

alkali fosfatase, atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme

(Anonim,2012).

Sel yang mengekspresikan COX62 akan tampak berwarna coklat pada

sitoplasma sel ganas. Penilaian ekspresi COX62 dibuat berdasarkan analisis

(59)

sel ganas yang menunjukkan overekspresi COX62 maka dibagi menjadi 3 (063) yaitu:

0 (tidak terwarnai), 1 (<10% sel dari seluruh sel ganas terwarnai), 2 (10650% sel dari

seluruh sel ganas terwarnai), 3 (> 50% sel dari seluruh sel ganas terwarnai).

Berdasarkan intensitas sel6sel ganas yang menunjukkan overeksprei COX62 maka

dibagi menjadi 3 skala (063) yaitu: 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang), 3 (kuat) (Tan

dan Putti, 2005).

Skor persentase dari sel tumor, sesuai dengan penelitian sebelumnya digunakan skor

immunoreaktif, diperoleh dengan mengalikan skor % sel ganas yang

mengekspresikan COX62 dengan skor intensitas. Skor imunoreaktif 4 atau lebih

dinilai sebagai ekspresi COX62 positif, skor imunoreaktif kurang dari 4 dinyatakan

sebagai COX62 negatif (Gambar 2.10) (Tan dan Putti, 2005).

Gambar 2.10

A. Lemah (intensitas 1 dari 3). B. Sedang (intensitas 2 dari 3). C. Kuat (intensitas 3 dari 3). D. Tidak terpulas COX62 pada epitel nasofaring normal (Tan dan

(60)

37

Antibodi primer CD31 mengenali glikoprotein 1000 Da pada sel endothelial dan

130 kDa pada trombosit.CD31 bereaksi secara lemah dengan zona lapisan sel B, sel T

perifer dan neutrofil.CD31 dapat mendeteksi antigen yang berhubungan dengan sel

endotel vaskular dan telah digunakan sebagai penanda terhadap ganas atau jinak suatu

gangguan vaskular pada manusia, infiltrasi leukemia myeloid, dan megakariosit

dalam susum tulang normal.Ketika dibandingkan dengan faktor VIII dan CD34

penelitian menunjukkan bahwa CD31 merupakan penanda yang lebih unggul untuk

angiogenesis yang dilaporkan dapat memprediksi rekurensi tumor.CD31 bersama

dengan faktor VIII dan CD34 digunakan dalam panel pemeriksaan untuk

menandakan sarkoma Kaposi’s dan angiosarkoma.Kontrol CD31 terdapat pada tonsil,

angiosarkoma, atau karsinoma kolon. Sel yang mengekspresikan CD31 pada

sitoplasma dan membran (Anonim, 2009).

Untuk penghitungan microvessel density, pulasan CD31 dinilai pada pembesaran

lemah (10x) untuk area yang menunjukkan peningkatan pembuluh darah (hot spots).

Pada area hotspot dilihat pada pembesaran 400x dengan mikroskop cahaya binokuler

CX621.Empat lapang pandang pada 1 slide dipilih untuk mewakili area seluas 1

mm2.Intratumoral dan peritumoral microvessel (pembuluh darah dengan diameter ˂

50Sm tanpa lapisan muskular) dihitung jumlah microvessel pada masing6masing

empat lapang pandang, dan hasilnya digabungkan untuk mendapatkan

(61)

Gambar 2.10.

A. Hasil pewarnaan imunohistokimia dengan hasil MVD tinggi dan B. MVD rendah

(62)

39 <

/ %"#&+0# %"6,0,"

Inflamasi merupakan salah satu faktor risiko pencetus terjadinya keganasan pada

beberapa organ.Rangsangan mekanik, kimia, fisik dan mediator inflamasi akan

melepaskan asam arakhidonat dari fosfolipid membran sel melalui kerja dari

fosfolipase A. Asam arakhidonat yang terbentuk akan mengalami biotransformasi

menjadi prostaglandin dan tromboksan melalui perantaraan enzim COX.

Cyclooxygenase 2 terekspresi pada beberapa tumor dan terbukti terlibat dalam proses karsinogenesis melalui proses perubahan metabolism xenobiotik, yang

dapat meningkatkan pertumbuhan tumor invasi, angiogenesis dan menghambat

apoptosis

Hampir semua sel karsinoma nasofaring mengandung Virus Epstein Barr, dan

sebagian besar penderita karsinoma nasofaring terbukti terinfeksi oleh virus ini di

dalam darah.Infeksi VEB sendiri belum cukup untuk menyebabkan karsinoma

nasofaring. Faktor6faktor lain seperti genetik, dapat mempengaruhi bagaimana

tubuh berespon terhadap VEB. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

karsinoma nasofaring adalah iritasi oleh bahan kimia, asap, bahan makanan yang

mengandung pengawet nitrosamin, debu kayu, dan rokok. Adanya radang kronik

pada karsinoma nasofaring dan paparan faktor lingkungan yang disebutkan diatas

Gambar

Gambar 2.1.
Gambar 2.2 Pendarahan Nasofaring (Nancy, 2005).
Gambar 2.3.
Gambar 2.4 Pathogenesis karsinoma nasofaring (Tao, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan dan perhitungan statistik menunjukkan bahwa kombinasi pcrlakuan substitusi kedelai dcngan kacang h~jau dan bekatul yang mcmbcrikan hasil yang terbaik

Sistem akuntansi manajemen memiliki fungsi sebagai sumber informasi yang.. sangat penting untuk membantu manajer untuk mengendalikan aktivitasnya

et al (2009: 286) berpendapat, bahwa apabila arus kas dari aktivitas operasi tinggi maka perusahaan dapat menggunakannya untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan

didik terlebih dahulu untuk mengobservasi suatu fenomena. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu, peserta didik

Pada Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai kekasaran permukaan dengan metode tanpa menggunakan pelumas mendapatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan minyak

Sedangkan sampel penelitian ini ditentukan dengan metode purposive sampling sehingga diperoleh 55 sampel dari 11 bank umum syariah pada periode pengamatan (2012-2016).

Masa Perkembangan Yang Cepat Pada anak terjadi pertumbuhan- pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan perubahan-perubahan yang dialami spesies lain..

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa masalah pokok dalam laporan akhir ini adalah belum baiknya pengelolaan aset lancar perusahaan yang