• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802010030 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802010030 Full text"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

OKTAVIANA JENNIFER JEANET BRABAR 802010030

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

COMMITMENT) DITINJAU DARI ETNIS

Oktaviana Jennifer Jeanet Brabar Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(7)

i Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan dalam komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data snowball sampling.Penelitian dilaksanakan di Salatiga dan di Biak dengan responden sebanyak 160 orang, 80 pasangan suami istri beretnis Jawa (40 suami, dan 40 istri) dengan 80 pasangan suami istri beretnis Papua (40 suami, dan 40 istri). Dalam penelitian ini, komponen cinta diukur menggunakan Skala Segitiga Cinta Sternberg (The Sternberg Triangular Love Scale(STLS)).Standar diskriminasi item yang digunakan adalah 0,30.Skala dalam penelitian ini mempunyai reliabilitas yang baik. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik Independent Sample T-test dan Mann-Whitney U. Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua.

(8)

ii Abstract

This study aims to determine whether there are significance differences in the

component of love at Javanese and Papuans ethnic. This study uses quantitative method

with snowball sampling as data collection technique. Research was conducted in

Salatiga and Biak with 160 respondents, 80 couples of Javanese ethnic (40 husbands,

40 wives) and 80 couples of Papuan ethnic (40 husbands and 40 wives). The component

of love is measured using The Sternberg Triangular Love Scale (STLS). Item

discrimination standard is 0,30. This scale have a good reliability. The data obtained is

analyzed using Independent Sample T-test technique and Mann-Whitney U technique.

The result shows there are no significance differences in component of love at Javanese

and Papua ethnic.

(9)

PENDAHULUAN

Cinta bukanlah sesuatu hal yang asing lagi bagi manusia. Manusia juga sejak kecil sudah mulai diajarkan tentang cinta, baik itu cinta pada Tuhan, pada orang tua, pada keluarga, pada teman, pada alam, bahkan pada binatang. Meskipun manusia sama-sama mengenal cinta, tetapi cara untuk mengaplikasikan cinta itu sendiri berbeda-beda antara manusia satu dengan manusia yang lainnya.

Shaver, Morgan, dan Wu (dalam Baron & Byrne, 2005) mendefinisikan cinta sebagai reaksi emosional yang sama dikenalnya dan sama mendasarnya dengan rasa marah, kesedihan, kegembiraan, dan rasa takut. Sternberg (1988) telah mencetuskan teori tentang cinta yang disebut The Triangular Theory of Love atau teori segitiga cinta. Dalam teorinya tersebut, Sternberg menyebutkan bahwa cinta mempunyai tiga komponen dasar, yaitu keintiman (intimacy), gairah (passion), dan komitmen

(10)

bersifat stabil, pada hubungan yang dekat, sementara gairah bersifat sebaliknya, relatif kurang stabil dan naik turun tanpa bisa diduga. Selain itu, setiap komponen dalam cinta umumnya memiliki tingkat kepentingan yang bervariasi, tergantung apakah hubungan cinta yang tengah terjalin itu merupakan hubungan yang singkat ataukah berjangka panjang. Dalam hubungan singkat yang bernuansa romatis, gairah yang cenderung berperan besar, keintiman mempunyai peran kecil, sedangkan komitmen nyaris tidak ditemukan. Sebaliknya, hubungan jangka panjang, keintiman dan komitmen biasanya memiliki peran yang sangat besar.

(11)

cinta. Aspek ketiga adalah, menyinggung masalah pikiran yang dipercaya menyertai cinta, pikiran-pikiran tersebut biasanya mengenai orang yang dicintai, seringkali berfokus pada kekayaan pasangan atau sifat yang dimiliki pasangan. Pikiran lain yang sering ditemukan adalah antisipasi atas kebersamaan bersama pasangannya. Aspek keempat cinta adalah tindakan, atau hubungan antara orang yang mencintai dan dicintai. Cinta terkonseptualisasikan dalam serangkaian tindakan seperti mendukung atau melindungi orang lain dan menunjukan komitmen terhadap orang tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa aspek-aspek tersebut mungkin akan berbeda antara kebudayaan satu dengan yang lainnya. Sternberg (2009) menjelaskan salah satu alasan yang menyebabkan perbedaan dalam memandang cinta di berbagai kebudayaan adalah pengalaman cinta yang sebagian bergantung pada faktor eksternal yang didefinisikan oleh kebudayaan. Contohnya, di Afrika, seorang wanita yang berbadan gemuk mempunyai daya tarik tersendiri, bahkan cenderung sebagai tipe ideal para pria, hal ini mungkin berbeda dengan daerah yang lain.

Kebudayaan merupakan suatu hal yang paling mendasar dalam kehidupan masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan kebudayaan turut yang memberi identitas pada suatu kelompok. Menurut Keontjaraningrat (dalam Dayaksini & Yuniardi, 2008), kebudayaan diartikan sebagai wujudnya, mencakup keseluruhan dari : (1) gagasan, (2) kelakuan; (3) dan hasil-hasil kelakuan.

(12)

menyatakan bahwa konsep ketertarikan, cinta, dan keintiman berbeda pada tiap-tiap budaya (Dayaksini & Yuniardi, 2008). Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara budaya-budaya tersebut memandang cinta. Umumnya, masyarakat di Amerika merasakan bahwa cinta merupakan hal yang dibutuhkan dan kadang merupakan unsur yang cukup bagi terbentukanya hubungan romantis jangka panjang dan perkawinan, biasanya mereka menikah dengan orang yang yang dicintainya.

(13)

Beast, dan cerita dari Suku Zuni di Amerika The Serpent of the Sea menyimpulkan bahwa seorang wanita yang mempunyai budi pekerti luhur jatuh cinta pada seorang pria yang buruk rupa, dia jatuh cinta karena karakter yang dimiliki oleh sang pria, bukan karena kekayaan atau fisiknya.

Bagaimana dengan pandangan cinta di Indonesia?. Indonesia sendiri sangat kental dengan kebudayaan. Masyarakat sangat menjunjung tinggi norma-norma kebudayaan yang terkandung dari setiap unsur yang ada didalamnya. Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang besar pun turut memperkaya kebudayaan di Indonesia. Terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang mendiami Indonesia. Hal ini menambah bukti bahwa Indonesia memang kaya dengan kebudayaan, yang berasal dari setiap etnis. Gordon (dalam Dayaksini & Yuniardi, 2008) mengungkapkan bahwa etnis digambarkan atau didefinisikan atas dasar nasional, agama, dan ras. Atribut yang berhubungan dengan etnis meliputi: (1) Suatu gambaran/image kelompok dan perasaan identitas (sense of identity) yang diperoleh dari pola-pola budaya kontemporer atau saat ini (nilai-nilai, perilaku, kepercayaan, bahasa), (2) minat ekonomi dan politis yang bersama, (3) keanggotaan yang tanpa dipaksa atau sukarela, walaupun identifikasi individu dengan kelompok mungkin adalah pernyataan saja.

(14)

Jawa dianggap salah satu prosesi pernikahan yang panjang, rumit, dan sangat sakral. Banyak rangkaian upacara yang harus dilewati oleh calon mempelai seperti :

(1) siraman, yang bertujuan untuk membersihkan secara spiritual dan supaya kedua mempelai berhati suci, (2) midodareni, yang bearti bidadari, (3) ijab kabul, (4)

kembar mayang, (5) adicara bucalan gantal yang bermakna bahwa kedua mempelai telah menyatukan tekat secara lahir batin untuk menghadapi suka duka kehidupan rumah tangga, (6) ngidak tigan dan wijik kembang setaman, ngidak tigan adalah prosesi dimana sang mempelai pria menginjak telur yang maknanya adalah kewajiban untuk meneruskan keturunan, setelah itu sang mempelai wanita melakukan prosesi wijik kembang setaman yaitu membasuh kaki mempelai pria dengan air bunga, yang bermakna bahwa sang mempelai wanita siap untuk melayani, setia dan menghormati suaminya, (7) adicara sinduran dan kacar kucur, maksudnya adalah walau berbagai permasalahan yang harus dihadapi sangatlah berat maka kedua mempelai harus bersikap malu kalau harus berpisah, atau dengan kata lain mereka tetap mempertahankan bahtera pernikahannya walaupun dalam keadaan sesulit apapun, sedangkan upacara kacar kucur

adalah lambang dari sang suami yang mencari nafkah untuk keluarga dengan memberikan hasil jerih payah kepada istrinya, (8) pangkon timbang dan dhahar saklimah, prosesi ini sebagai simbol bahwa kedua orang tua mempelai telah mendudukan pasangan ditempat yang selayaknya, (9) sungkeman, prosesi ini sebagai wujud bahwa kedua mempelai akan berbakti kepada orang tua melalui permintaan doa restu (Octaviana, 2014)

(15)

keunikan budaya tersebut adalah tradisi pemberian mas kawin atau dalam bahasa Biak disebut Iyakyaker yang merupakan salah satu warisan budaya yang masih melekat.Mas kawin dapat berupa hewan babi, manik-manik, guci, piring antik, hasil kebun, hasil laut, hewan hasil buruan, serta beragam harta benda lainnya, Jumlah besarnya mas kawin pun ditentukan oleh status mempelai wanitanya, latar belakang keluarga, kecantikan, keperawanan, dan juga pendidikan (kebudayaan.kemdikbud.go.id, 2013). Menurut Mampioper (dalam Papuasiana, 2011) mas kawin adalah : (1) alat pengabsahan terhadap suatu perkawinan, (2) merupakan media dimana pada satu sisi menuntuk sang istri untuk tetap setia melayani suami dan memelihara anak-anaknya yang lahi, dan disisi lain menuntut suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik agar mas kawin yang dibayarkan tidak hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian, (3) mas kawin merupakan alat pengikat antara dua kelompok kekerabatan, (5) mas kawin menimbulkan hubungan timbal balik antara kelompok-kelompok kekerabatan yang berbeda, karena biasanya seluruh penduduk kampung terlibat dalam mengumpulkan mas kawin, tidak terbatas pada satu marga saja, (5) pembagian mas kawin menimbulkan rasa solidaritas. Seiring dengan berjalannya waktu membuat terkikisnya kebudayaan tersebut, sehingga tatanannya pun menjadi sudah berbeda. Namun, sebagian masyarakat Biak masih mempertahankan nilai-nilai budaya yang merupakan warisan leluhur (kebudayaan.kemdikbud.go.id, 2013).

(16)

nafkah lahir batin untuk istrinya, melindungi istri, serta tetap setia pada istri sudah mewakili cinta yang sesungguhnya. Pada seorang istri, bagi mereka cinta adalah jika mereka bisa melayani suaminya dengan baik, selalu menurut dengan suami, bisa selalu berada didekat suami dalam keadaan apapun, dapat mengerti suaminya, dapat membantu perekonomian keluarga, menjaga nama baik diri sendiri maupun nama baik suami, dan menjaga keutuhan rumah tangga. Sedangkan di etnis Papua, memandang cinta tidak terlepas dari standar cinta Allah. Para suami bertanggung jawab seutuhnya kepada istrinya, memberi nafkah untuk keluarga, sang istri mau menghormati dan melayani suami dengan tulus dan ikhlas berdasarkan iman. Dan juga menjaga hubungan pernikahannya sampai dipisahkan oleh kematian. Terlepas dari pandangan standar cinta Allah, ada kriteria tersendiri yang sebenarnya diinginkan oleh sang suami terhadap sang istri yaitu, terkadang sang suami ingin melihat sang istri berpenampilan lebih menarik dan terlihat cantik.

(17)

Dalam komponen gairah, pada etnis Jawa sang suami tidak hanya memberikan nafkah secara lahir tetapi secara batin dan sang istri pun selalu ingin dekat dengan suaminya. Pada etnis papua ditunjukkan dengan keinginan sang suami yang ingin melihat istrinya tampil lebih cantik dan menarik.

Untuk komponen komitmen, pada etnis Jawa ditunjukkan dengan keinginan sang istri untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Pada etnis Papua, ditunjukkan dengan memandang cinta sesuai dengan stadar Allah, sehingga mereka ingin menjaga rumah tangganya hingga maut memisahkan.

Tetapi hal tersebut tidak terjadi pada semua orang. Seperti yang sebutkan dalam Sindonews angka perceraian di Jawa Tengah hingga saat ini masih cukup tinggi, setidaknya hingga saat ini sekitar 1200 kasus perceraian terjadi setiap tahunnya. Di Papua, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PP dan PA), Yohana Yambise yang dilansir oleh Jogjakartanews di Indonesia, tingkat Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yaitu kekerasan fisik, tertinggi di daerah Papua, dengan korbannya kebanyakan adalah perempuan.

(18)

Dengan adanya berbagai penelitian yang telah dilakukan dalam kebudayaan luar, membuat peneliti ingin mengetahui tentang bagaimana perbedaan komponen cinta (Intimacy, Passion, dan Commitment) di masyarakat Indonesia khususnya pada etnis Jawa dan etnis Papua. Diperkuat juga karena peneliti belum menemukan penelitian mengenai komponen cinta di Indonesia, yang membuat peneliti semakin tertarik melakukan penelitian ini.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui: “Apakah ada perbedaan yang signifikan pada komponen cinta (keintiman, gairah, dan komitmen) antara etnis Jawa dan etnis Papua?”

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: “Apakah ada perbedaan yang signifikan pada komponen cinta (keintiman, gairah, dan komitmen) antara etnis Jawa dan etnis Papua.”

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(19)

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat umum, khususnya para pasangan perkawinan. Penelitian ini juga diharapkan menambah wawasan pemahaman mengenai komponen cinta, terutama untuk dapat dimanfaatkan pihak-pihak terkait untuk penanganan masalah-masalah dalam lingkup psikologis.

TINJAUAN PUSTAKA A. Cinta

Menurut Sternberg (dalam Nordlund, 2007) cinta adalah konstruksi sosial yang merefleksikan periode waktu karena itu merupakan suatu hal yang penting dalam fungsi budaya.

B. Komponen Cinta

Sternberg (1997)menyatakan ada tiga komponen cinta, yaitu : keintiman

(intimacy), gairah (passion), dan komitmen (decision/commitment). Berikut, penjelasan dari ketiga komponen tersebut.

1. Keintiman (intimacy)

Keintiman mengacu pada perasaan kedekatan, keterikatan, dan ketertarikan dalam hubungan cinta (Sternberg, 1997), keintiman meliputi sepuluh elemen, yaitu:

a. Sangat ingin meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai

(20)

diri demi pasangannya, tetapi dengan disertai harapan adanya balasan dari pasangannya.

b. Merasakan kegembiraan dengan orang tercinta

Menikmati kebersamaan bersama pasangan pasti sesuatu hal yang sangat diinginkan seseorang yang sedang jatuh cinta. Mereka juga berbagi cerita tentang saat-saat yang menyenagkan akan terus menjadikan suatu hubungan lebih baik lagi.

c. Menghargai orang tercinta dengan penuh rasa hormat

Seseorang mungkin saja sangat menghargai pasangannya, walaupun bisa jadi dia tahu kekurangan yang dimiliki oleh pasangannya, tetapi hal ini tidak membuat rasa hormatnya pada pasangannya tersebut.

d. Mampu mengandalkan orang yang dicintai saat membutuhkan

Seseorang pasti menginginkan pasangannya tersebut berada disisinya saat dibutuhkan, dan dapat mengharapkan bantuannya saat dia sedang kesusahan

e. Saling memahami

Sepasang individu yang dilanda cinta berharap bisa saling memahami, mereka mengetahui kelebihan dan kelemahan masing-masing dan dapat memahami pasangannya dengan menunjukkan empati atas kondisi emosi pasangan.

f. Membagi diri dan harta miliknya dengan orang tercinta

(21)

tetapi dia membagi sesuatu yang menjadi miliknya saat pasangannya membutuhkan.

g. Menerima dukungan emosional dari kekasih

Seseorang menerima dukungan dan merasa terobati oleh pasangannya, terutama saat dia merasa dalam keadaan terpuruk sekalipun.

h. Memberikan dukugan emosional kepada yang dicintai

Seseorang berempati dan mendukung pasangannya secara emosional disaat pasangannya sedang membutuhkan

i. Berkomunikasi secara lebih intim dengan orang yang dicintai

Seseorang dapat berkomunikasi secara mendalam, berbagi perasaan, dan dapat jujur kepada pasangannya.

j. Menghargai orang yang dicintai

Seseorang merasa bahwa keberadaan pasangannya itu merupakan suatu hal yang penting dalam rencana hidupnya.

Kesepuluh hal tersebut merupakan beberapa perasaan yang mungkin dirasakan seseorang sehubungan dengan keintiman cinta, tak perlu merasakan semua perasaan diatas untuk bisa mengalami keintiman. Keintiman dari saling keterkaitan yang kuat dan intens serta beragam bentuknya. Dengan demikian, keintiman pasangan itu dicirikan dengan ikatan yang kuat dan intensitas interaksi yang tinggi dalam berbagai bentuk (Sternberg, 2009).

2. Gairah (passion)

(22)

hubungan cinta. Contohnya, kepuasan seksual mungkin berperan penting dalam hubungan romatis, tapi tidak dengan hubungan yang bersifat kanak-kanak (Sternberg, 2009).

Gairah dalam cinta cenderung tercampur dengan keintiman. Bisa jadi, gairah merupakan hal pertama yang menarik individu dalam suatu hubungan. Namun keintiman yang membantu mempertahankan kedekatan dalam hubungan. Dalam hubungan dekat, gairah khususnya tertarik dengan daya tarik fisik, berkembang setelah keintiman terbetuk. Terkadang keduanya juga bertentangan, dalam situasi tertentu, gairah bisa meningkat, dan menekan keintiman.

Gairah berkembang dipengaruhi juga oleh stimulus masa lalu, yaitu ibu. Seorang anak laki-laki yang sangat bergantung pada ibunya, mencari ibunya unutk mencari sesuatu yang biasa dia dapatkan dari ibunya, tetapi seiring berjalannya waktu hal itu tidak akan ia dapatkan lagi. Sesuatu yang hilang itu akan menjadi sebuah keadaan laten, dan menunggu untuk dibangkitkan kembali setelah beberapa tahun. Prinsip serupa juga terjadi pada seorang wanita, yang dalam hal ini berkaitan dengan respek terhadap sang ayah.

3. Komitmen (commitment)

Komitmen terdiri atas 2 aspek, yaitu jangka panjang dan jangka pendek. Aspek jangka pendek adalah keputusan untuk mencintai orang lain, sementara aspek jangka panjang adalah komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut. Komitmen adalah hal yang membuat seseorang mau terikat pada sesuatu atau seseorang dan bersamanya hingga akhir perjalanan (Sternberg, 2009).

(23)

komitmen yang akan menjaga hubungan. Komponen ini membantu untuk melalui masa-masa sulit dan dapat mengembalikan masa-masa-masa-masa yang lebih baik.

C. Perbedaan Komponen Cinta Ditinjau Dari Etnis

Manusia pasti merasakan cinta, mereka menikah dan membentuk sebuah keluarga berdasarkan cinta. Cinta sendiri memiliki tiga komponen seperti keintiman yang mengacu pada perasaan kedekatan, keterikatan, dan ketertarikan dalam hubungan cinta, kemudian Gairah yang berhubungan dengan ekspersi gairah dan kebutuhan seperti harga diri, serta komitmen yang berhubungan dengan keputusan dan komitmen dalam mencitai orang lain. Tiga hal ini sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.

Kebudayaan juga merupakan suatu hal yang mendasar bagi kehidupan manusia. Cinta dipandang berbeda-beda dalam setiap kebudayaan. Sternberg (2009) menjelaskan salah satu alasan yang menyebabkan perbedaan dalam memandang cinta di berbagai kebudayaan adalah pengalaman cinta yang sebagian bergantung pada faktor eksternal yang didefinisikan oleh kebudayaan.

Telah banyak penelitian-penelitian mengenai kebudayaan dan cinta. Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, dalam Cina, Jepang, dan India, cinta mungkin tidak menjadi hal yang harus dipertimbangkan untuk hubungan jangka panjang dan pernikahan. Biasanya perkawinan tersebut telah dipersiapkan oleh orangtua mereka masing-masing. Mereka meyakini bahwa cinta tumbuh pada saat kehidupan perkawinan mereka berlangsung (Dayaksini & Yuniardi, 2008).

(24)

eropa memberikan nilai yang lebih tinggi pada cinta daripada orang-orang di Afrika Selatan dan India.

(25)

tidak terjadi pada semua orang,dengan meningkatnya kasus perceraian di Jawa Tengah, dan merebaknya kasus KDRT di Papua.

Dalam penelitian ini khususnya etnis Jawa dan etnis Papua. Kedua etnis ini masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi yang ada di daerah masing-masing. Dengan perbedaan tradisi yang ada, dan juga beberapa kasus yang berkembang mungkin tingkat perbedaan komponen cinta pada pasangan-pasangan dalam kedua etnis ini juga berbeda.

Ditinjau dari fenomena yang sudah di paparkan diatas, dan mengingat masih terbatasnya penelitian yang berkaitan dengan komponen cinta dan etnis khususnya di Indonesia, maka peneliti belum bisa menentukan bagaimana perbedaan komponen cinta pada kedua etnis tersebut.

D. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada perbedaan signifikan komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua.

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dan merupakan bentuk studi komparatif dengan pendekatan Independent Sample T-test yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel.

B. Partisipan

(26)

Sampling karena ingin mendapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria. Kriteria subjek adalah pasangan suami istri yang beretnis Jawa khusunya Salatiga dan beretnis Papua khususnya Biak, tidak pernah tinggal di luar daerah Salatiga dan Biak, tinggal bersama, dan tidak dalam proses bercerai. Pengambilan data ini dilakukan pada tanggal 20 april 2015 sampai 8 mei 2015 untuk wilayah Salatiga, sedangkan untuk wilayah Biak dilakukan pada tanggal 16 Mei 2015 sampai 8 Juni 2015.

C. Metode Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan alat ukur Sternberg’s Triangular Love Scale (STLS). Alat ukur ini memiliki 45 pernyataan, yang terbagi dalam 3 komponen. 15 Pernyataan untuk komponen keintiman (intimacy), 15 pernyataan untuk komponen gairah

(passion), dan 15 pernyataan untuk komponen komitmen (commitment). Respon partisipan akan dihitung berdasarkan 5 skala respon yaitu, angka 1 untuk respon “sangat tidak sesuai”, angka 2 untuk “tidak sesuai”, angka 3 untuk “netral”, angka 4 untuk “sesuai”, angka 5 untuk “sangat sesuai”.

Berikut merupakan contoh item untuk setiap komponennya. Komponen intimasi (Saya mendukung kesejahteraan pasangan saya, Saya mempunyai hubungan baik dengan pasangan saya), komponen gairah (Hanya dengan melihat pasangan saya, membuat saya merasa senang, Saya sangat menyukai kontak fisik dengan pasangan saya), komponen komitmen (Saya berharap cinta saya terhadap pasangan saya berlangsung hingga akhir hidup saya, Saya merasa hubungan saya dan pasangan saya akan kekal).

(27)

keintiman tidak terdapat item yang gugur. Dari 15 item menghasilkan korelasi item total antara 0,392 – 0,700. Pada komponen gairah juga tidak terdapat item yang gugur. Dari 15 item, menghasilkan korelasi item total antara 0,376 – 0,609. Selanjutnya pada komponen komitmen, terdapat 3 item yang gugur, dan menyisakan 12 item yang dapat digunakan dalam penelitian ini dengan korelasi item total antara 0,397 – 0,701.

Untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach pada setiap komponen. Pada komponen keintiman diperoleh koefisien α = 0,896 pada komponen gairah diperoleh koefisien α = 0,864 dan pada komponen komitmen diperoleh koefisien α = 0,849. Dengan demikian, skala yang digunakan dalam penelitian ini baik skala komponen keintiman, skala komponen gairah, dan skala komponen komitmen reliabel.

TEKNIK ANALISIS DATA

Penelitian menggunakan pendekatan Independent Sample t-test, namun sebelum melakukan uji beda (t-tes) penulis melakuakan uji asumsi. Uji Asumsi ini bertujuan untuk menentukan jenis satistik parametrik atau statistik non parametrik yang akan digunakan untuk uji beda.

A. Uji Normalitas

(28)

1. Komponen keintiman

Berdasarkan uji normalitas yang diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel etnis Jawa sebesar 0,002 hal ini berarti untuk signifikasi sampel etnis Jawa < 0,05 maka tidak berdistribusi normal. Sedangkan, untuk sampel Papua sebesar 0,000 hal ini berarti signifikasi sampel Papua < 0,05 maka distribusinya tidak normal.

Pada sampel data suami, uji normalitas yang diperoleh sebesar 0,161 untuk etnis Jawa dan untuk etnis Papua sebesar 0,085. Hal ini menunjukan bahwa baik signifikasi sampel suami etnis Jawa dan suami etnis Papua >0.05 maka, data kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

Sedangkan untuk sampel data istri pada etnis Jawa signifikansinya sebesar 0,037 dan sampel data istri pada etnis Papua sebesar 0,007. Sampel data istri pada etnis Jawa dan etnis Papua signifikasinya <0,05 maka sampel data istri pada etnis Jawa maupun pada etnis Papua tersebut tidak berdistribusi normal.

2. Komponen gairah

Uji normalitas pada komponen gairah, untuk sampel etnis Jawa signifikasinya sebesar 0,200 dan etnis Papua signifikasinya sebesar 0,063. Maka, dapat dikatakan bahwa data sampel kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

(29)

Sedangkan untuk sampel istri pada etnis Jawa dan etnis Papua juga mempunyai signifikasi yang sama yaitu sebesar 0,200. Maka data sampel istri kedua etnis tersebut berdistribusi normal.

3. Komponen komitmen

Pada sampel komitmen, uji normalitas memperoleh sinifikasi sebesar 0,002 untuk data sampel etnis Jawa, dan 0,001 pada etnis Papua. Baik data pada etnis Jawa dan data pada etnis Papua signifikasinya <0,05, maka data sampel pada kedua etnis tersebut tidak berdistribusi normal.

Sementara itu, sampel data suami pada etnis Jawa menunjukan signifikasi sebesar 0,035 dan 0,011 pada etnis Papua, hal ini jelas menunjukan bahwa signifikasi kedua sampel tersebut <0,05 maka, data tidak berdistribusi normal.

Setelah itu, uji normalitas juga dilakukan pada data sampel istri, untuk data sampel istri etnis Jawa menghasilkan signifikasi sebesar 0,200 dan data sampel istri pada etnis Papua sebesar 0,043. Dapat dikatakan bahwa data sampel istri pada etnis Jawa berdistribusi normal sedangkan pada etnis Papua tidak berdistribusi normal.

B. Uji homogenitas

(30)

1. Komponen keintiman

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas pada komponen keintiman, diketahui bahwa signifikansi sampel etnis Jawa dan etnis Papua bernilai 0,063 yang berarti nilai signifikansinya >0,05 dengan begitu dapat diartikan bahwa sampel penelitian bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.

Sedangkan pada data sampel suami diketahui nilai signifikasinya sebesar 0,454, yang berarti >0,05 maka data tersebut bersifat homogen. Selain itu pada data sampel untuk istri juga dilakukan pengujian homogenitas yang menghasilkan signifikasi sebesar 0,087 maka, bisa dikatakan bahwa data tersebut signifikasinya >0,05 yang berarti data tersebut bersifat homogen atau mempunyai varians yang sama.

2. Komponen gairah

Hasil pengujian homogenitas komponen gairah pada etnis Jawa dan etnis Papua menghasilkan signifikasi sebesar 0,682. Hal ini berarti signifikasi yang dihasilkan >0,05 maka data tersebut bersifat homogen. Sementara itu hasil pengujian homogenitas untuk sampel suami signifikasinya sebesar 0,827, dan pada sampel istri menghasilkan signifikasi sebesar 0,736. Hal ini menunjukan bahwa signifikasi pada sampel data suami dan sampel data istri >0,05, maka dapat dikatakan bahwa kedua data tersebut bersifat homogen.

3. Komponen komitmen

(31)

saja menghasilkan signifikasi sebesar 0,097, dan pada sampel istri saja signifikasinya sebesar 1,915. Hal ini berarti ketiga sampel data diatas signifikasinya >0,05, maka dapat dikatakan bahwa ketiganya bersifat homogen.

C. Data deskriptif

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas, peneliti menguji statistik deskriptif. Untuk mengetahui tinggi rendah nilai sampel, maka dilakukan kategorisasi terhadap 43 item valid yang dipakai dalam penelitian ini. Hasil pengukurannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Kategorisasi Skala Segitiga Cinta Sternberg

Etnis Komponen Range Kategori

(32)

Komitmen

(33)

kategori sangat tinggi pada komponen keintiman dengan prosentase 55% pada suami dan istri, 41 orang (19 suami dan 22 istri) atau 51,25% menempati kategori tinggi pada komponen gairah dengan masing-masing prosentase 47,5% untuk suami, dan 55% untuk istri. Pada komponen komitmen, 51 (26 suami dan 25 istri) orang atau menduduki kategori sangat tinggi, dengan prosentase suami sebesar 65% dan prosentase istri sebesar 62,5%.

Pada etnis Papua 46 orang (24 suami dan 22 istri) atau 60% menduduki kategori sangat tinggi dalam komponen keintiman dengan prosentase untuk suami sebesar 60%, dan untuk istri sebesar 55%, pada komponen gairah, sebangyak 38 orang (21 suami dan 17 istri) atau 47,5% dengan prosentase untuk suami sebesar 52,5% dan 42,5% untuk istri. Untuk komponen komitmen, 57 orang (29 suami dan 28 istri) atau 71,25% berada di kategori sangat tinggi, dengan prosentase untuk suami sebesar 70% dan istri sebesar 72,5%.

HASIL

A. Uji Independent Sample t-test dan Mann-Whitney U

Selanjutnya melalui pengukuran uji-t dengan pendekatan IndependentSample t-test pada sampel yang berdistribusi normal dan menggunakan uji-u dengan pendekatan

Mann-Whitney U pada sampel yang tidak berdistribusi normal. Pengukuran ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara dua sampel.

1. Komponen keintiman

(34)

normal. Setelah dilakukan pengujian, menghasilkan nilai Z sebesar -1,121 dengan signifikasi sebesar 0,262 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan komponen keintiman pada etnis Jawa dan Papua.

Sedangkan pada sampel data suami baik etnis Jawa dengan Papua menggunakan uji t karena data berdistribusi normal, menghasilkan nilai t sebesar -1,486 dengan signifikasi sebesar 0,141 (p>0,05) dan pada sampel data istri dalam kedua etnis tersebut menggunakan uji u dan menghasilkan nilai Z sebesar -0,014 dengan signifikasi sebesar 0,988 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa sampel data suami etnis Jawa dan suami etnis Papua, dengan istri etnis Jawa dan istri etnis Papua tidak terdapat perbedaan pada komponen keintiman.

2. Komponen gairah

Pada uji t yang dilakukan untuk komponen gairah, dihasilkan nilai t sebesar 1, 475 dengan signifikansi sebesar 0,142 (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan komponen passion pada etnis Jawa dan Papua. Sedangkan pada sampel suami pada etnis Jawa dan etnis Papua menghasilakn nilai t sebesar 1,120 dengan signifikasi sebesar 0,266 (p>0,05), dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pada komponen gairah pada sampel suami etnis Jawa dan suami etnis Papua. Hasil perhitungan uji t pada sampel istri etnis Jawa dan sampel istri etnis Papua diketahui bahwa nilai t sebesar 0,964 dengan signifikasi sebesar 0,338 (p>0,05), dengan begitu pada sampel data istripun juga tidak ditemukan adanya perbedaan.

3. Komponen komitmen

(35)

suami-istri diketahui bahwa nilai Z sebesar -1,080 dengan signifikansi yang didapat sebesar 0,280 (p>0,05). Maka, pada komponen komitmen juga tidak ada perbedaan diantara etnis Jawa dan etnis Papua. Selain itu, sampel suami pada etnis Jawa dan etnis Papua menghasilkan nilai Z sebesar -0,902 dengan signifikasi sebesar 0,367 (p>0,05). Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan pada sampel suami etnis Jawa dan sampel suami etnis Papua dalam komponen komitmen. Pada sampel istri etnis Jawa dan sampel istri etnis Papua, juga dilakukan pengujian u, dan menghasilkan nilai Z sebesar -0,647 dengan signifikasi sebesar 0,518 (p>0,05). Dengan begitu, pada sampel istri pun juga tidak ditemukan adanya perbedaan dalam komponen komitmen. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa “ada perbedaan signifikan komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua” ditolak.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan komponen cinta pada etnis Jawa dan etnis Papua. Pada komponen keintiman, baik sampel etnis Jawa dan etnis Papua menempati kategori sangat tinggi. Pada etnis Jawa, terlihat dari prosesi adat pernikahan yaitu upacara wijik kembang setaman dan

(36)

menuntut sang istri untuk setia melayani suami dan memelihara anak-anaknya yang lahir dari perkwaninan tersebut, dan menuntut suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik (Mampioper, dalam Papuasiana, 2011). Hal ini mungkin menjadi alasan mengapa keintiman dalam etnis Papua sangat tinggi, dengan adanya pemberian mas kawin dalam kebudayaan Papua, maka menuntut pasangan tersebut untuk terus mendukung kesejahteraan satu sama lain.

Sementara itu pada komponen gairah, baik etnis Jawa maupun etnis Papua sama-sama berada dalam kategori yang sangat tinggi, Doherty, Hatfield, Thompson, dan Choo (1994) mengungkapkan bahwa ketika dihadapkan dengan emosi yang paling kuat, yaitu gairah cinta, pria dan wanita dari berbagai etnis dan kebudayaan tampaknya memiliki sikap dan perilaku yang sama. Hal ini mungkin sudah mewakili mengapa tidak ada perbedaan pada komponen gairah, baik dari etnis Jawa maupun etnis Papua keduanya memiliki sikap dan mungkin pandangan yang sama terhadap gairah.

(37)

tahun 1855, dan pada tahun 1908 wilayah Biak Numfor dijadikan sebagai medan penginjilan. Pada saat itu pula agama norma-norma ajaran Kristen menjadi unsur kebudayaan baru bagi masyarakat Biak (Rumansara, 2003). Agama Kristen mengajarkan bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, janganlah dipisahkan oleh tangan manusia, dengan kata lain, agama Kristen sangat tidak menganjurkan perceraian. Oleh karena itu, karena ajaran agama Kristen yang begitu kental dan dipegang teguh oleh masyarakat Biak dan masyarakat Papua lainnya. Selain itu, pengaruh mas kawin juga sangat kuat disini, mas kawin merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat Papua, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa disisi lain, mas kawin menuntut suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik agar mas kawin yang dibayarkan tidak hilang jika terjadi penyelewengan yang mengakibatkan perceraian. Oleh karena itu, dengan adanya pengaruh agama dan kebudayaan yang kuat maka wajar saja bila komponen komitmen etnis Papua berada pada kategori yang sangat tinggi.

(38)

membandingkan rating komitmen cinta, keterbukaan, ambivalensi, dan ungkapan konflik, pada 781 subjek dari perancis, Jepang, dan Amerika Serikat, hasilnya, subjek Amerika dan Perancis mempunyai tingkat komitmen cinta dan keterbukaan secara signifikan lebih tinggi dari subjek Jepang. Sementara itu subjek Amerika dan subjek Jepang memberi rating yang secara signifikan lebih tinggi pada pengungkapan konflik. Simmons, vom Kolke, dan Shimizu (dalam Matsumoto, 2008) meneliti sikap cinta dan romantika pada siswa Amerika, Jerman, dan Jepang. Hasilnya menginidkasikan bahwa cinta romantis lebih dinilai tinggi di Amerika dan Jerman daripada di Jepang. Para peneliti tersebut menduga bahwa perbedaan yang muncul di penelitian mereka karena cinta romantik lebih dihargai di budaya-budaya yang kurang tradisional dengan lebih sedikit ikatan keluarga besar yang kuat, dan kurang dihargai dalam budaya-budaya dimana jaringan kekerabatan punya pengaruh.

(39)

pada etnis jawa dan keterlibatan semua kerabat dalam pembayaran mas kawin pada etnis Papua. Hal tersebut sangat sesuai dengan apa yang sudah dipaparkan oleh Doherty, Hatfield, Thompson, dan Choo (1994) bahwa kebudayaan kolektivisme lebih menekan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama..

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, tidak ada perbedaan yang signifikan pada komponen cinta yang ditinjau dari etnis. Hal ini disebabkan karena pengaruh budaya dan agama yang masih kental, dan ada pengaruh berbagai faktor lain seperti, etnis Jawa dan etnis Papua yang notabene adalah suku asli dari Indonesia yang merupakan negara dengan kebudayaan kolektif, masih tradisional, dan mempunyai sistem kekerabatan serta kekeluargaan yang sangat erat.

KELEMAHAN PENELITIAN

(40)

SARAN

A. Subjek

Disarankan agar subjek dari masing-masing etnis mempertahankan keintiman, gairah, dan komitmennya, karena hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik subjek dari etnis Jawa maupun etnis Papua berada dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi rata-rata tingkat komponen cintanya dengan lebih intens untuk berkomunikasi satu sama lain. Selain itu, dengan adanya komunikasi yang lebih intens dan menjaga cintanya sekiranya bisa mengurangi angka kasus seperti KDRT di Papua dan perceraian di Jawa.

B. Penelitian selanjutnya

Jika ditinjau lagi kategorisasi pada etnis Jawa dan etnis Papua, kedua etnis ini berada dalam kategori tinggi sampai sangat tinggi rata-rata komponen cintanya, tetapi pada kenyataanya masih banyak sekali kasus KDRT di Papua dan kasus perceraian di Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketimpangan antara hasil kategorisasi dan realita yang terjadi di dalam masyarakat. Maka diharapkan untuk peneliti selanjutnya supaya menggali lebih dalam lagi agar terungkap jelas bagaimana perbedaan komponen cinta pada kedua etnis ini.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2013). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron & Byrne. (2005). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.

Tradisi Iyakyaker Suku Biak Numfor .(2013, 31 Desember). Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Retrivied from http://kebudayaan.kemdikbud.go.id

Dayaksini, T. Yuniardi, S.(2008). Psikologi lintas budaya. Malang: UMM Press

Dion, K. K. Dion, K. L.(1996). Cultural Perspectives on Romantic Love. Journal of Personal Relationships.

Doherty, R. W. Hatfield, E. Thompson, K. & Choo, P. (1994). Cultural And Ethnic Influences on Love And Attachment. Journal of Personal Relationship 1 (1994) 391-398.

Hatfield, E. & Rapson, R. L. (2011). Culture and passionate love. In Fanziska Deutsch, Mandy Boehnke, Ulrich Kühnen, & Klaus Boehnke (Eds.) International Congress of the IACCP. XIXth. Berman, Germany: Internatioanl Academy of Cross Cultural Psychology (IACCP).

Hatfield, E. & Rapson, R. L. (2007). Passionate Love and Sexual Desire: Multidisciplinary Perspectives. In J. P. Forgas (Ed.). Personal Relationships: Cognitive, Affective, and Motivational Processes. 10th Sydney Symposium of Social Psychology.Sydney, Australia.

Endah, K.(2006). Petung, Prosesi, Dan Sesaji Dalam Ritual manten Masyarakat Jawa. Yogyakarta: Kejawen: Jurnal Kebudayaan Jawa 1 No.2

Matsumoto, D.(2008). Pengantar psikologi lintas budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nordlund, M. (2007). Shakespeare and the nature of love: literature, culture, evolution.

USA: Northwestern University Press

Octaviana, F. (2014). Implementasi makna simbolik prosesi pernikahan adat jawa tengah pada pasangan suami istri. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah. Rumansara, E. H. (2003). Tramsformasi Upacara Adat Papua: Wpr Dalam Lingkaran

Hidup Orang. Biak. Humanoria Volume XV, No. 2/2003.

(42)

Sternberg, R. J. (2009).Cupid’s arrow panah asmara konsepsi cinta dari zaman ke zaman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Tabel 1 Kategorisasi Skala Segitiga Cinta Sternberg

Referensi

Dokumen terkait

Roosevelf (presiden AS) tahu bahwa satu cara paling sederhana, paling nyata dan paling penting dalam memperoleh kehendak yang baik adalah dengan mengingat nama-nama orang, dan

Penelitian ini dilakukan di FT Unnes, variabel yang diamati ialah kinerja laboran dan teknisi dalam menjalankan tugas di laboratorium rekayasa di FT Unnes

Perceived value berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan konsumen, yang menunjukkan pemberian perceived value yang baik kepada konsumen akan semakin

OPTIMALISASI FUNGSI LEMBAGA SOSIAL DI KOTA BANDUNG DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PENYANDANG DISABILITAS NETRA: Studi deskriptif di PSBN Wyata Guna Bandung.. Universitas

Adanya pengaruh yang signifikan dan positif tersebut menunjukkan bahwa realisasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan Kabupaten/Kota Provinsi Maluku berpengaruh

Berdasarkan observasi dan pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti biaya yang dihabiskan dalam pelaksanaan sertifikasi halal cukup besar baik itu dari segi

Adanya penelitian ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan terutama tentang etika pelayanan islam terhadap kepuasan pelanggan, definisi kepuasan pelanggan menurut

Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai