PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA
YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
OLEH
ALOYSIUS FRANSISKUS BHOGA 80 2013 076
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
PENYESUAIAN DIRI DENGAN PASANGAN PADA MAHASISWA
YANG BERPACARAN BEDA ETNIS ( JAWA-AMBON ) DI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Aloysius Fransiskus Bhoga
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i
ABSTRAK
Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis ( Jawa- Ambon ) di Universitas Kristen Satya Wacana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode wawancara. Partisipan penelitian ini adalah 2 pasangan mahasiswa aktif yang berpacaran beda etnis selama 1 sampai 3 tahun. Hasil penelitian menunjukan kedua pasangan beda etnis tersebut telah melakukan penyesuaian diri dengan baik terhadap pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian diri yang dilakukan terhadap pola komunikasi, adanya sikap menerima budaya pasanganya, mampu mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya serta mampu menjaga hubungan agar tetap baik dan harmonis.
ii
ABSTRACT
Atwater (1983) suggests one of the concept of adjustment, namely adaptability is one of the
changes experienced by a person to achieve a satisfactory relationship with other people
and the surrounding environment. The purpose of this study was to describe
the conformity with the couples on a student dating a different ethnicity (Java -Ambon) at
Satya Wacana Christian University. This study uses qualitative methods with methods of
interview. Participants in this study was an active student couples dating ethnic difference for
1 to 3 years. Research results showed the two the ethnic difference couples make adjustments
yourself well against spouse. It can be seen from the existence of self adjustment done against
the communication pattern , the attitude of accepting culture couples , able to express
positive feelings towards partner as well as being able to keep the relationship to keep it
good and harmonious.
1
PENDAHULUAN
UKSW merupakan salah satu Universitas swasta yang terletak di Jawa Tengah tepatnya Salatiga. Universitas ini menjadi salah satu kampus yang di kenal dengan sebutan Indonesia mini. UKSW mempunyai banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang suku, bangsa, agama, serta adat istiadat yang ada di Indonesia. Berdasarkan data Biro Kemahasiswaan UKSW tahun 2012, diketahui bahwa mahasiswa pendatang yang berkuliah di UKSW terbilang cukup banyak, dan berasal dari berbagai daerah, seperti : Papua, Jawa, Sumba, Lampung, Minangkabau, Minahasa, Toraja, Ambon ,Timor ( Rote, Alor, Flores ) Batak dan Dayak.
Bahasa dan simbol etnis pada dasarnya sangat mempengaruhi proses-proses komunikasi antara mahasiswa yang berbeda latar belakang atau dikenal dengan komunikasi antar budaya khusunya di UKSW. Hal ini didasarkan pada pemikiran Sitaram dan Cogdell ( 1976 ) yang mengatakan komunikasi antar budaya merupakan interaksi antara para anggota kebudayaan yang berbeda ( Intercultural communications interaction between members of differing cultures ). Dalam berbagai aktifitas sosial yang terbangun
dalam keberagaman budaya, komunikasi menjadi saluran utama proses interaksi. Proses interaksi dalam keberagaman budaya ini memungkinkan terjadinya komunikasi antar budaya sebagai fenomena keseharian. Sebagai makluk sosial, yang terintegrasi dalam berbagai keragaman budaya menyebabkan terjadinya hubungan pada pasangan-pasangan beda etnis yang berujung pada pacaran. Menurut pendapat Hurlock (1980) proses membentuk dan membangun hubungan personal dengan lawan jenis dapat berlangsung melalui apa yang biasa di sebut sebagai hubungan pacaran. Biasanya pacaran sudah dimulai sejak dewasa muda yang berada pada usia 18-40 tahun dan merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola hidup yang baru dan harapan sosial yang baru pula.
2
tingkat kesulitan yang lebih dalam memahami pasanganya , hal tersebut dikarenakan keduanya memiliki nilai dan budaya yang berbeda, sementara mereka yang berpacaran sama etnis akan terlihat lebih mudah memahami pasanganya, karena keduanya memiliki budaya yang serupa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan pasangan yang berpacaran beda etnis, mereka mengakui ketika awal berpacaran beda etnis mereka mengalami kesulitan untuk memahami pasangan mereka. Kesulitan tersebut dirasakan dalam hal ketika mereka berkomunikasi dimana mereka yang berasal dari suku Jawa mengakui mengalami kesulitan dalam memahami pesan dan maksud yang disampaikan oleh pasanganya, hal tersebut dikarenakan cara pengucapan pasangan yang beretnis Ambon yang cenderung cepat, berbeda dengan budaya Jawa yang cenderung berintonasi pelan dan halus dalam berkomunikasi. Adanya perbedaan konsep dan nilai ini memungkinkan mereka untuk mengenal dan memahami dan menyesuaikan diri dengan pasanganya sehingga keduanya mampu membangun sebuah hubungan interpersonal yang baik. Selain itu adapula dampak psikologis yang dirasakan oleh pasangan beda etnis tersebut, walaupun beda budaya kedua pasangan tersebut mengaku merasa senang memiliki pasangan yang beda etnis, selain merasa nyaman dengan pasanganya, mereka juga mengaku bisa mempelajari dan mengetahui budaya pasanganya tersebut.
3
ini memungkinkan pola hidup orang Jawa kental dengan nilai sopan santun, termasuk dalam perilaku komunikasinya baik verbal maupun nonverbal yang selalu melibatkan pengelaman, kebiasaan,nilai dan budaya yang mengekspresikan kelembutan dan halus dalam bicaranya, kemudian berbeda dengan orang Ambon yang identik dengan budaya dan perilaku komunikasi yang kasar, langsung dan cenderung blak-blakan. Dengan perbedaan nilai dan budaya tersebut peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis (Jawa-Ambon )
Adanya perbedaan konsep nilai ini memungkinkan mereka harus berusaha mengenal, memahami, dan menyesuaikan diri satu sama lain. Semakin dalam kedua pasangan saling mengenal dan memahami berdampak pada semakin mereka menyingkapkan diri. Hal ini tentunya merupakan bagian dari sejauh mana proses memahami dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga bisa menciptakan keselarasan hubungan interpersonal yang komunikatif. Masalah penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam kehidupanya sehingga perlu melakukan penyesuaian diri. Pada saat seorang pria dan seorang wanita beda etnis berpacaran, tentunya masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam hubungan pacaran tersebut. Masing-masing memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan beda etnis tersebut dapat terpenuhi.
4
Rumusan Masalah
Bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis Jawa-Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana ?
Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis Jawa- Ambon di Universitas Kristen Satya Wacana
Manfaat Penelitian
Secara Teoritis: penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang terkait dengan berpacaran khususnya dalam konteks latar belakang etnis dan budaya yang berbeda.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Penyesuaian Diri
Atwater (1983) mengemukakan salah satu konsep tentang penyesuaian yaitu penyesuaian diri merupakan suatu perubahan yang dialami seseorang untuk mencapai suatu hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Bila diperhatikan lebih lanjut, tampaknya ada tiga elemen di dalam proses penyesuaian diri tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Atwater (1983). Ketiga elemen tersebut adalah diri seseorang (ourselves), orang lain (others) dan perubahan (changes). Ketiga elemen ini merupakan unsur yang ada dalam setiap proses adaptasi.
Pengertian penyesuaian diri menurut Fahmi (1999) merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkunganya. Dengan batasan tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkunganya.
Atkinson (1983) mengemukakan penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif terhadap kenyataan, situasi dan hubungan sosial untuk mencapai kehidupan yang memuaskan.
Selain itu, Lazarus (1976) mengatakan bahwa penyesuaian diri dapat dilihat melalui dua perspektif, antara lain :
a. Penyesuaian sebagai hasil (Adjustment as an achievement).
Di sini penyesuaian menyangkut kemampuan, hasil, atau status akhir. Dalam pandangan ini, seseorang dikategorikan mampu menyesuaikan diri dengan baik (adjusted) atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik (maladjusted). (Haber & Runyon 1984).
b. Penyesuaian sebagai proses (Adjustment as a process).
Di sini penyesuaian dipandang sebagai proses yang sedang berlangsung, atau sebagai suatu keadaan yang tengah atau terus berlangsung.
6
memuaskan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dan dalam penelitian ini peneliti meneliti bagaimana penyesuaian diri dengan pasangan pada mahasiswa yang berpacaran beda etnis (Jawa-Ambon) di universitas kristen Satya Wacana Salatiga.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (1964) ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, yakni :
a. Keadaan Fisik
Kondisi fisik individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Apabila terdapat kondisi cacat fisik dan penyakit kronis akan menghambat individu dalam menyesuaikan diri.
b. Perkembangan dan Kematangan
Perbedaan bentuk penyesuaian diri antar individu dipengaruhi oleh perbedaan tahap perkembangan yang dilalui oleh masing-masing individu. Sejalan dengan perkembangannya, individu akan semakin matang dalam merespon lingkungan. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi akan mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.
c. Keadaan Psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustasi, kecemasan dan cacat mental akan menghambat individu dalam melakukan penyesuaian diri. Selain itu, keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Hal yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
d. Keadaan lingkungan
7
yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga.
e. Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan psikis lainnya. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.
Karakteristik Penyesuaian Diri
Karakteristik penyesuaian diri yang efektif menurut Haber dan Runyon (1984),yaitu :
a. Memiliki Persepsi yang Akurat terhadap Realitas atau Kenyataan (AccuratePerception of Reality)
Persepsi yang dimiliki individu biasanya diwarnai dengan keinginan dan motivasinya. Hanya pada saat-saat tertentu individu dapat melihat dan mendengar apa yang benar-benar dilihat dan didengar. Sehubungan dengan persepsi yang akurat terhadap kenyataan, aspek yang terpenting adalah kemampuan individu untuk mengenali konsekuensi dari tindakannya dan mengarahkan tingkah lakunya.
b. Mampu Mengatasi atau Menangani Stres dan Kecemasan (Ability to Cope with Stress and Anxiety)
Di dalam kehidupan, individu sering menghadapi berbagai macam masalah.
8
c. Memiliki Citra Diri yang Positif (A Positive Self Image)
Kemampuan individu menggambarkan dirinya dalam berbagai aspek secara keseluruhan merupakan salah satu indikator dari kualitas penyesuaian.Individu yang mampu menggambarkan diri dari berbagai aspek dan memiliki harmonisasi antara aspek satu dengan lainnya menunjukkan bahwa individu yang bersangkutan memiliki penyesuaian yang baik.Salah satu hal yang menunjukkan bahwa individu memiliki penyesuaian yang baik adalah kemampuan individu dalam menggambarkan diri secara positif
d. Mampu untuk Mengekspresikan Perasaan (Ability to Express Feeling) Orang yang sehat secara emosi dapat merasakan dan mengekspresikan emosi serta perasaan. Emosi yang ditunjukkan adalah sesuatu yang sesuai dengan tuntutan situasi dan secara umum berada di bawah kontrol individu. Contoh : individu menangis di pemakaman, tertawa pada situasi yanng menggelikan, merasa senang ketika berada di dekat orang yang dicintai. Ketika marah, individu dapat mengekspresikannya dengan cara yang tidak menyakiti orang lain secara psikologis ataupun fisik.
e. Memiliki Hubungan Interpersonal yang Baik (Good Interpersonal Relation)
Orang yang penyesuaian dirinya efektif, mampu untuk mencapai tingkat keakraban (intimacy) yang cocok dalam hubungan sosialnya. Mereka biasanya kompeten dan selalu merasa nyaman ketika berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, mereka pun akan membuat orang lain merasa nyaman ketika ia ada bersamanya.
Pacaran
Definisi Pacaran
Menurut DeGenova dan Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu
hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama
agar dapat saling mengenal satu sama lain. Benokraitis (1996) menambahkan bahwa
pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam
konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya
orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. Menurut Saxton (dalam Bowman,
9
aktivitas bersama antara dua orang (biasanya dilakukan oleh kaum muda yang belum
menikah dan berlainan jenis )
Kyns (1989) menambahkan bahwa pacaran adalah hubungan antara dua orang
yang berlawanan jenis dan mereka memiliki keterikatan emosi, dimana hubungan ini
didasarkan karena adanya perasaan-perasaan tertentu dalam hati masing-masing.
Menurut Reiss (dalam Duvall & Miller, 1985) pacaran adalah hubungan antara pria
dan wanita yang diwarnai keintiman. Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004),
keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk
mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self
disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pacaran
adalah serangkaian aktivitas bersama yang diwarnai keintiman (seperti adanya rasa
kepemilikan dan keterbukaan diri) serta adanya keterikatan emosi antara pria dan
wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat
kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah.
Fungsi Pacaran
Pada dasarnya pacaran berfungsi agar individu mengenal dan belajar
bagaimana bertindak terhadap lawan jenis. Dengan pacaran, individu mempelajari diri satu sama lain, belajar cara-cara berinteraksi dengan lawan jenis serta belajar hal-hal apa saja yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan terhadap lawan jenis. Menurut Duval & Miller (1985), fungsi dari pacaran adalah untuk mencari pasangan. Dengan pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka untuk kemudian dikenal lebih dalam lagi. Dengan pacaran, individu berusaha mencari seseorang yang mereka suka dan menimbulkan perasaan nyaman dalam diri mereka.
Komponen Pacaran
Menurut Karsner (2001) ada empat komponen penting dalam menjalin
hubungan pacaran. Kehadiran komponen-komponen tesebut dalam hubungan akan
mempengaruhi kualitas dan kelanggengan hubungan pacaran yang dijalani. Adapun
komponen-komponen pacaran tersebut, antara lain:
10
Kepercayaan dalam suatu hubungan akan menentukan apakah suatu
hubungan akan berlanjut atau akan dihentikan. Kepercayaan ini meliputi
pemikiran-pemikiran kognitif individu tentang apa yang sedang dilakukan
oleh pasangannya.
b. Komunikasi (Communicate your self)
Komunikasi merupakan dasar dari terbinanya suatu hubungan yang baik
(Johnson dalam Supraktik, 1995). Feldman (1996) menyatakan bahwa
komunikasi merupakan situasi dimana seseorang bertukar informasi
tentang dirinya terhadap rang lain.
c. Keintiman (Keep the romance alive)
Keintiman merupakan perasaan dekat terhadap pasangan (Stenberg dalam
Shumway, 2004). Keintiman tidak hanya terbatas pada kedekatan fisik
saja. Adanya kedekatan secara emosional dan rasa kepemilikan terhadap
pasangan juga merupakan bagian dari keintiman.
d. Meningkatkan komitmen (Increase Commitment)
Menurut Kelly (dalam Stenberg, 1988) komitmen lebih merupakan
tahapan dimana seseorang menjadi terikat dengan sesuatu atau seseorang
dan terus bersamanya hingga hubungannya berakhir. Individu yang sedang
pacaran, tidak dapat melakukan hubungan spesial dengan pria atau wanita
11
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan peneliti adalah metode kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang memungkinkan evaluator untuk mempelajari isu yang dipilih secara mendalam dan terperinci (dalam Patton, 1990).
Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini subjek yang di teliti adalah Mahasiswa aktif Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) , dengan kriteria sebagai berikut :
1. Sedang menjalin hubungan berpacaran beda etnis Jawa-Ambon selama 1-3 tahun. 2. Rentang usia 20-23 tahun dan berdomisili di Salatiga.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini, menggunakan metode wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dari partisipan. Metode ini mencakup cara yang dipergunakan seseorang untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendapat secara lisan langsung dari seseorang atau informan. Wawancara subyek pertama dilakukan pada Senin 21 November 2016 dan wawancara subyek ke dua dilaksanakan pada Rabu 30 November 2016 dan Sabtu 03 Desember 2016.
Alat Bantu Penelitian
Didalam penelitian peneliti menggunakan dua instrumen penelitian, yaitu : 1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
2. Alat Perekam
12
mengkin terjadi karena keterbatasan dan subjektifitas peneliti. Peneliti terlebih dahulu meminta persetujuan subjek sebelum menggunakan alat perekam.
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari, 2001).
Uji Keabsahan Data
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 21 November 2016 sampai dengan 3 Desember 2016. Wawancara dilakukan satu kali untuk partisipan pertama dan dua kali untuk partisipan kedua. Pada partisipan pertama, wawancara dilakukan di kos-kosan narasumber yang dilaksanakan pada tanggal 21 November 2016. Dan untuk partisipan kedua, wawancara dilakukan di rumah makan di jalan Kemiri Barat, Salatiga pada tanggal 30 November 2016 dan 3 Desember 2016. Dan untuk data triangulasi didapatkan dari teman dekat kedua pasangan subyek yang berpacaran beda etnis tersebut.
Partisipan Pasangan Pertama (P1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya (P2) yang beretnis Ambon, Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen Satya Wacana. (P1) merupakan anak ke dua dari dua bersaudara, sementara pasanganya (P2) merupakan anak ke dua dari tga bersaudara. Keduanya menganut agama Kristen. (P1) memiliki hobi fotografer,dance, basket dan menggambar, sementara pasanganya (P2) memiliki hobi bermain basket, memasak dan traveling . keduanya telah lama berpacaran selama 3 tahun . Saat ini K tinggal di kos-kosan tepatnya di Jalan Kemiri 2, sementara pasanganya A tinggal di Jalan Patimura.
Partisipan pasangan Kedua (D1) seorang wanita yang beretnis Jawa dan pasanganya (D2) yang beretnis Ambon. Keduanya saat ini adalah mahasiswa aktif di Universitas Kristen Satya Wacana. (D1) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara , sementara (D2) anak pertama dari dua bersaudara. Keduanya menganut agaman Kristen. (D1) mempunya hobi membaca, dan traveling sementara pasanganya (D2) memiliki hobi menonton, mendengar lagu, dan membaca berita mengenai sepak bola. Keduanya telah lama berpacaran selama 2 tahun . Saat ini (D1) tinggal di kosan di jalan Seruni, sedangkan pasanganya (D2) kos-kosan di jalan Kemiri Barat.
14
a. Keinginan untuk memilih berpacaran beda etnis serta persepsi terhadap budaya pasangan.
Partisipan pasangan pertama P1&P2 memulai berpacaran beda etnis sejak Januari 2014, dan saat ini PI&P2 memasuki usia berpacaran yang ke 3 tahun. P1 mengatakan bahwa alasan ia memilih untuk berpacaran beda etnis adalah agar ia mampu dan ingin belajar mengenai budaya dari daerah pasanganya serta mampu mengenali karakter dari pasanganya yang berasal dari Ambon tersebut. Sementara itu P2 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan faktor orang tua yang menginginkan ia untuk berpacaran dengan pasangan yang beda etnis dengan alasan untuk memperbaiki keturunan. Kedua pasangan tersebut mengaku berpacaran beda etnis bukanlah hal yang mudah, dan harus banyak melakukan penyesuaian diri terhadap satu sama lain, hal tersebut dikarenakan keduanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda. P1 mengatakan suku Ambon merupakan suku yang keras dan spontan ketika berbicara dan berperilaku, berbeda dengan P2 yang mengatakan suku Jawa itu adalah suku yang halus dan santun. Untuk menyikapi perbedaan tersebut keduanya mangaku untuk lebih menyesuaikan diri dengan pasangan serta belajar untuk lebih bisa memahami pasanganya.
Partisipan pasangan ke dua D1&D2 memulai berpacaran beda etnis sejak september 2015 , dan saat ini keduanya memasuki usia berpacaran yang ke 2 tahun. D1 mengatakan ia memilih berpacaran beda etnis dikarenakan ia ingin mendapatkan dan belajar sesuatu yang baru dari pasanganya yang beda etnis karena selama ini ia selalu berpacaran dengan sesama etnis, selain itu ia juga mengaku ingin mengenal dan belajar budaya dari pasanganya tersebut. Sementara itu pasanganya D2 mengaku ia memilih berpacaran beda etnis karena dulu ia pernah berpacaran dengan sesama etnis, dan hubungan keduanya pun tidak bertahan lama dikarenakan keduanya memiliki karakter yang sama keras dan kasar, dan akhirnya D2 memutuskan untuk berpacaran beda etnis. Menurut D1 suku Ambon merupakan suku yang keras dan kasar, sementara itu pasanganya D2 mengatakan suku Jawa adalah suku yang sopan, lembut dan ramah. Untuk menyikapi perbedaan tersebut kedua pasangan mengaku mereka memilih untuk saling menerima dan belajar budaya pasanganya masing-masing. b. Mampu mengatasi masalah yang dialami dalam penyesuaian.
15
ucapan ataupun cara komunikasi pasanganya yang memiliki intonasi yang terlalu keras dan cepat dan ia merasa pasanganya tersebut sedang memarahinya tanpa sebab yang jelas. Hal tersebut dikarenakan pengaruh karakter budaya Ambon yang keras dan cepat ketika sedang berkomunikasi. Untuk menyikapi hal tersebut kedua pasangan menyelesaikan masalah tersebut dengan cara berdiskusi dan saling terbuka. Seiring berjalanya waktu setelah memasuki tahun ke 2 berpacaran P2 mampu melakukan penyesuaian dengan pasanganya dalam berkomunikasi dimana ketika berkomunikasi dengan pasanganya ia cenderung lebih pelan dan halus, hal tersebut terus dilakukanya hingga saat ini.
Sementara itu pada partisipan ke dua , D1 yang berasal dari Jawa mengaku mengalami kesulitan dalam menangkap atau memahami pesan yang disampaikan oleh pasanganya yang beretnis Ambon, hal tersebut dikarenakan cara komunikasi pasanganya yang menurutnya terlalu cepat. Sementara pasanganya D2 dalam sesi wawancara juga mengakui akan hal tersebut, ia merasa bahwa cara berbicaranya yang cepat membuat pasanganya tidak memahami pesan yang dimaksudkan, dan hal tersebut terjadi ketika kedua pasangan tersebut berpacaran selama satu tahun lebih. Untuk menyikapi hal tersebut cara yang dilakukan oleh pasangan tersebut sama dengan yang dilakukan oleh pasangan pertama, dimana kedua pasangan beda etnis tersebut berdiskusi serta saling terbuka satu sama lain. Dan saat memasuki tahun ke 2 pacaran D2 mampu berkomunikasi dengan pasanganya yang beretnis Jawa dengan cara yang lebih pelan dari sebelumnya dan penyesuaian tersebut dilakukanya agar ia mampu menjaga dan memiliki hubungan yang harmonis dengan pasanganya.
c. Memiliki gambaran diri yang positif terhadap proses penyesuaian.
16
pasanganya masing-masing membuat pasangan beda etnis tersebut merasa dirinya mampu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pasanganya.
d. Mampu untuk mengekspresikan perasaan yang positif terhadap pasanganya.
Sebagai pasangan yang berpacaran beda etnis, kedua partisipan pasangan tersebut mampu mengekspresikan perasaanya dan mengontrol emosinya terhadap pasanganya. Dari hasil wawancara yang dilakakuan kedua pasangan tersebut mengaku merasa nyaman saat bersama pasanganya, sehingga mereka mampu membina hubungan yang baik. Sementara itu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, pasangan yang beretnis Ambon mereka akan mengontrol emosi-emosi negatif dan bersikap untuk lebih sabar, hal tersebut mereka lakukan untuk menjaga hubunganya dengan pasanganya yang beda etnis, sebab mereka meyakini bahwa budaya pasanganya adalah budaya yang halus dan santun sehingga mereka pun menunjukan sikap dan perlakukan yang halus dan santun terhadap pasanganya.
e. Memiliki hubungan yang baik dan harmonis terhadap pasangan.
Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) menjalin hubungan yang baik antara satu sama lain, dan hal tersebut tak luput dari proses penyesuaian yang dilakukan oleh pasangan beda etnis tersebut. Sejak awal berpacaran hingga saat ini pasangan beda etnis tersebut mampu menjalin hubungan yang yang baik antara satu sama lain. Kedua pasangan pastisipan ( P1&P2) dan (D1&D2 ) memiliki waktu senggang sehabis keduanya kuliah atau di saat liburan. Dari hasil wawancara kedua pasangan tersebut mengaku dalam seminggu mereka bisa bertemu selama 5-7 hari, dan waktu tersebut selalu mereka gunakan untuk melakukan aktivitas bersama- sama seperti , makan bersama, jalan-jalan, nonton film dan terkadang mereka melakukan olahraga bersama seperti , jogging dan bermain basket dan sesekali mungkin mereka berdiskusi dan membahas mengenai kultur ataupun budaya daerah masing-masing dan hal tersebut mereka lakukan untuk lebih jauh memahami budaya pasangan mereka masing-masing, dan kebersamaan tersebut membuat kedua pasangan beda etnis tersebut menjadi lebih dekat dan harmonis.
17
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kedua pasangan yang berpacaran beda etnis Jawa – Ambon tersebut telah melakukan penyesuaian diri dengan pasanganya. Hal tersebut dapat terlihat dari adanya penyesuaian diri yang dilakukan terhadap pola komunikasi,sikap menerima budaya pasanganya, mampu mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap pasanganya serta mampu menjaga hubungan agar tetap baik dan harmonis. Hasil proses persepsi terhadap perilaku komunikasi pasangan membuat masing-masing pasangan tersebut mampu untuk mengenal pasanganya, memahami perilakunya, mengerti keadaannya dan membangun hubungan interpersonal yang baik dengan pasanganya yang berbeda etnis tersebut.
Dalam menjalin hubungan berpacaran beda etnis, kedua pasangan beda etnis tersebut menunjukan sikap yang menghargai perbedaan yang ada dengan belajar mengenal dan menyesuaikan diri dengan pasanganya, penyesuaian diri tersebut dilakukan agar mereka mampu memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang baik dan harmonis dengan pasanganya yang berbeda etnis. Dan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada kedua pasangan beda etnis tersebut dimana mereka mengaku merasa puas dan bahagia ketika mereka mampu memahami dan menyesuaiakan diri dengan pasanganaya, dan pencapaian tersebut membuat mereka merasa nyaman bersama pasangannya yang beda etnis.
SARAN
Bagi Subyek : Diharapkan subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan lebih baik dalam hubunganya dengan pasanganya yang beda etnis sehingga pasangan beda etnis tersebut mampu lebih memahami satu sama lain dan membangun hubungan yang harmonis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Fahmi, M . (1982). Pengertian penyesuaian diri dan perannya dalam kesehatan mental. Jakarta : PT Bulan Bintang.
Utami, F. P. ( 2015 ). Penyesuaian diri remaja putri yang menikah muda. Skripsi (diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Haber, A. & Runyon, R. (1984). Psychology of adjusment. New York : The Dorsey Press. Bird, E & Melville, K. (1994). Families and intimate relationship. New York : Mc.Graw Hill, Inc.
Pawito. (2007). Penelitian Komnuikasi Kualitatif. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi aksara. Rakhmat, J . (2009). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Samovar, Porter , & Mcdaniel . ( 2010 ). Komunikasi lintas budaya. Jakarta : PT Salemba Humanika.
Mahening, R . ( 2011 ) . Penyesuaian perkawinan pada pasangan antar etnis Jawa dan Sumatera di Solo. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Moeleong, L . (2009). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Suranto. A .W .(2010). Komunikasi sosial budaya. Yogyakarta : PT Graha Ilmu.
Trimingga, D . A . ( 2008 ) . Penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah. Skripsi ( diterbitkan ). Program Studi Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.
Suseno, F . (2005). Sebuah analisa falsafi tentang kebijaksanaan hidup jawa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Salakay, S . ( 2013 ) Pola komunikasi antarbudaya dalam hubungan interpersonal pada pasangan suami-istri beretnis Ambon – Jawa di kota Ambon. Skripsi ( diterbitkan ). Fakultas