BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan didirikan pada tahun 1934 dengan
nama RSTP Ngawen Salatiga. Saat itu RSP dr. Ario Wirawan berfungsi
sebagai tempat petirahan/sanatorium yaitu sebagai fasilitas medis untuk
penyakit jangka panjang, terutama tuberkulosis.
Pendirian Sanatorium ini dilatar belakangi oleh kondisi geografis
daerah Ngawen Salatiga yang memiliki ketinggian kurang lebih 800
meter dari permukaan air laut dengan suhu udara berkisar antara 18 – 29 oC. Kondisi geografis dan udara yang sejuk ini sangat ideal sebagai
tempat petirahan bagi masyarakat terutama warga Belanda yang
terganggu kesehatan parunya yang pada waktu itu banyak menempati
wilayah kota Salatiga dan sekitarnya.
Pada tahun 1978, dengan dikeluarkannya SK Menteri Kesehatan RI,
maka ditetapkan Struktur Organisasi yang lebih jelas, tugas pokok dan
fungsi dari rumah sakit ini yaitu sebagai rumah sakit khusus yang
menyelenggarakan pelayanan terhadap penderita penyakit TB paru,
dengan sebutan RSTP.
Kemudian pada tanggal 26 September 2002, dengan dikeluarkannya
SK Menteri Kesehatan RI, nomor 1208/Menkes/SK/IX/2002, akhirnya
Ario Wirawan Salatiga, dan merupakan satu-satunya rumah sakit paru di
Provinsi Jawa Tengah.
a. Visi : Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga “Menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Paru dan Pernapasan Terpercaya“
b. Misi :
Memberikan pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif kesehatan paru dan pernapasan secara
paripurna
Melaksanakan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan
pengembangan kesehatan paru dan pernapasan;
Melaksanakan tata kelola rumah sakit yang baik;
Meningkatkan kesejahteraan karyawan
4.2 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 29 Mei – 5 juni 2016. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan pengurusan surat ijin
di Fakultas guna mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian,
kemudian, peneliti bertemu dan menjelaskan tujuan penelitian kepada
Kepala Bagian DIKLAT Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan atau ijin dari
direktur Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Setelah itu, peneliti
langsung bertemu dengan Kepala ruangan Dahlia I dan Dahlia II untuk
menyerahkan surat persetujuan penelitian serta menjelaskan tujuan dari
membagikan lembaran kuesioner kepada para perawat yang sedang
berada di ruangan atau sedang menjalankan tugas (shift) sedangkan
sebagiannya diberikan kepada kepala ruangan dengan jumlah perawat
yang tidak berada di ruangan. Selain membagikan kuesioner peneliti
juga melakukan observasi dan wawancara dengan perawat. Dari jumlah
kuesioner yang disebar semuanya terkumpul kembali dan bisa
digunakan dalam penelitian.
4.3 Gambaran Responden
Gambaran umum responden terlihat dari tabel distribusi
frekuensi. Responden penelitian seluruhnya berjumlah 40
responden. Gambaran umum responden penelitian berisi tentang
karakteristik usia, pendidikan dan masa kerja. Berikut gambaran
umum dari responden penelitian
.
4.4 Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur Responden di Ruang
Dahlia I dan Dahlia II
Usia (Th) Frekuensi Presentase (%) Usia 23 tahun - 30
tahun 31 77.50%
Usia 31 tahun - 40
tahun 9 22.50%
Tabel 4.1 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden
memiliki umur 20 – 30 tahun (31 orang atau 77,50%) sedangkan minoritas responden memiliki umur 31 - 40 tahun (9 orang atau
22,50%).
Tabel 4.2 : Distibusi Jenis Kelamin Responden di Ruang Dahlia
dan Dahlia II RSPAW
Jenisi Kelamin Frekuensi Presentase (%) Laki-laki
16 40.00%
Perempuan
24 60.00%
Jumlah
40 100.00%
Tabel 4.2 diatas menjelaskan bahwa berjenis laki-laki sebanyak 16
orang atau sebesar 40,00% sedangkan yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 24 orang atau sebesar 60,00%.
Tabel 4.3 : Distibusi Pendidikan Responden di Ruang Dahlia I
dan Dahlia II RSPAW
Pendidikan Frekuensi Presentase (%)
D3 keperawatan
35
87.50%
S1 keperawatan
5
12.50%
Tabel 4.2 diatas menjelaskan bahwa mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan D3 Keperawatan yaitu 35 orang (87,50 %),
sedangkan S1 keperawatan sebanyak 5 orang (12,50 %).
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Masa kerja di Ruang Dalia I dan
Dahlia II RSPAW Salatiga
Masa kerja
Frekuensi Presentase (%) 1 - 5 tahunTabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden memiliki
masa kerja 1 sampai 5 tahun (25 orang atau 62,50 %) sedangkan
minoritas responden dengan masa kerja 6 sampai 10 tahun (10 orang
atau 25%), dan masa kerja diatas 10 tahun (5 orang atau 12,50 %)
Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Status Kepegawaian di Ruang Dahlia I dan Dahlia II RSPAW Salatiga
Status
Kepegawaian
Frekuensi Presentase (%)
Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden berstatus
kepegawaian PNS (25 orang atau 37,50 %) dan berstatus non PNS
(15 orang atau 62,50 %)
4.5 Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk melihat pengaruh antara faktor-faktor kepuasan
kerja perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Salatiga. Untuk
menentukan metode analisa yang digunakan maka terlebih dahulu
peneliti melakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah
data penelitian berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian
digunakan uji normalitas Shapiro-Wilk dengan taraf signifikansi
0,05
Tabel. 4.13 Hasil Uji Normalitas dengan `Uji Shapiro-Wilk
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
Kepemimpinan .960 40 .167
Lingkungan kerja .964 40 .234
Promosi .979 40 .645
Insentif .970 40 .357
Hubungan interpersonal .919 40 .007
Pekerjaan itu sendiri .851 40 .000
Berdasarkan tabel 4.13 dapat kita lihat bahwa kepemimpinan,
lingkungan kerja, promosi, kepuasan kerja perawat berdistribusi
normal sedangkan hubungan interpersonal dan pekerjaan itu sendiri
berdistribusi tidak normal karena p<0,05.
b. Uji Homogenitas
Uji Homogenitas digunakan untuk melihat varian dari
beberapa populasi sama atau tidak dengan taraf signifikasi 0.05.
Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas dengan uji Anova ( Analisa of varian)
Berdasarkan hasil tabel 4.14 diatas dapat diketahui bahwa
interpersonal, dan pekerjaan itu sendiri beradsarkan kepuasan kerja
perawat mempunyai varian yang berbeda.
c. Uji assosiatif
Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas
didapatkan hasil bahwa data berdistribusi tidak normal dan tidak
homogen sehingga analisa korelasi yang digunakan yaitu analisa
korelasi nonparametrik dengan menggunakan Spearman Rank
dengan taraf signifikansi 0,05.
Tabel 4.15
Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Dahlia I dan II RSPAW
Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Kepemimpinan
dengan
Kepuasan kerja
perawat
0.214 0.185 Tidak
signifikan
Hasil spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,214 <
0,05, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel kepemipinan dengan kepuasan kerja perawat di Ruang
Tabel 4.16
Hubungan Antara Lingkungan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Lingkungan
kerja dengan
Kepuasan kerja
perawat
0.480 0.002 Signifikan
Hasil spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed)
0,002<0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat di Ruang
Dahlia I dan II RSPAW.
Tabel 4.17
Hubungan Antara Promosi dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Promosi
dengan
Kepuasan kerja
perawat
Hasil spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed)
0,001<0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel promosi dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Dahlia I
dan II RSPAW.
Tabel 4.18
Hubungan Antara Insentif dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Insentif dengan
Kepuasan kerja
perawat
0.542 0.000 Signifikan
Hasil spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,000 <
0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel insentif dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Dahlia I
dan II RSPAW.
Tabel 4.19
Hubungan Antara Hubungan Interpersonal dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Hubungan
interpersonal
dengan
Kepuasan kerja
perawat
Hasil spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,012
< 0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja
perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW.
Tabel 4.20
Hubungan Antara Pekerjaan itu Sendiri dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Dahlia I dan II RSPAW Variabel Spearman rank Signifikan Keterangan
Pekerjaan itu
sendiri dengan
Kepuasan kerja
perawat
0.450 0.004 Signifikan
Hasil Spearman rho diatas nilali Asymp.Sig (2-sided) 0,000 <
0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja perawat di
4.6 Pembahasan 1. Umur
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data yang
menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki umur 20 – 30 tahun (31 orang atau 77,50%) sedangkan minoritas responden
memiliki umur 31 - 40 tahun (9 orang atau 22,50%). Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa umur responden mayoritas masih muda dan
usia produktif. Individu diusia produktif mampu mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki untuk menghasilkan satu pekerjaan atau
kegiatan. Individu akan menunjukkan jati dirinya untuk
mendapatkan pengakuan di lingkungan kerja bahwa usia muda
juga mempunyai kemampuan berkarya, sebab diusia produktif
individu tidak mudah puas dengan apa yang diperoleh melalui
pekerjaanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja adalah umur. Pegawai yang masih muda, akan menuntut
kepuasan kerja yang tinggi, sedangkan pegawai yang tua tuntutan
kepuasan kerja relative rendah. Pegawai tua cenderung mencari
aman dan mudahnya di dalam menjalankan tugas, demikian juga
dengan tingkat kepuasan biasanya seseorang akan merasa puas
Hal tersebut sangat mungkin disebabkan adanya berbagai
faktor yang mempengaruhi rasa ketidakpuasan tersebut dimana,
hal ini sangat mungkin disebabkan karena pegawai berumur tua
cenderung telah memiliki banyak pengalaman pekerjaan. Selain
itu, pegawai berumur tua cenderung memiliki masa kerja yang
cukup lama dalam suatu institusi tempatnya bekerja.
2. Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh data yang
menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tingkat
pendidikan D3 Keperawatan yaitu 35 orang (87,50%), sedangkan
S1 keperawatan sebanyak 5 orang (12,50%). Teori Siagian (2002)
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat karyawannya , maka
semakin rendah tingkat kepuasaanya. Hal ini disebabkan karena
semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar keiinginan
untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya, sehingga
bila ilmu yang dimilikinya tidak dapat dimanfaatkan secara optimal,
maka seorang karyawan akan merasa tidak puas.
Hal ini juga dikatakan oleh Notoatmodjo (2003), bahwa
pendidikan merupakan salah satu faktor yang menjadi dasar untuk
melaksanakan tindakan. Sesuai dengan perkembangan profesi
keperawatan dan peningkatan kebutuhan masyarakat akan
yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan
teknologi keperawatan.
Tingkat pendidikan perawat sangat mempengaruhi tingkat
produktifitas kerja perawat itu sendiri, karna perawat juga harus
mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang
keperawatan.
2. Masa kerja
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh data yang
menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki masa kerja 1
sampai 5 tahun (25 orang atau 62,50%) sedangkan minoritas
responden dengan masa kerja 6 sampai 10 tahun (10 orang atau
25%), dan masa kerja diatas 10 tahun (5 orang atau 12,50%).
Lama kerja turut menentukan kinerja seseorang dalam
menjalankan tugas. Semakin lama seseorang bekerja semakin
terampil dan cepat dalam menyelesaikan tugas tersebut (Farida,
2011).
Masa kerja sangat berkaitan erat dengan
pengalaman-pengalaman yang didapat selama menjalankan tugas. Para
karyawan yang relatip baru cenderung kurang terpuaskan karena
berbagai pengharapan yang lebih tinggi (Umar, 2003).
Semakin lama orang bekerja di dalam institusi akan membuat
yang rutin tersebut membuat mereka menjadi terbiasa terhadap
pekerjaan yang dilakukan dan akhirnya rasa kepuasaan mereka
peroleh terhadap pekerjaan tersebut.
4.7 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat
Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kepuasan kerja perawat
terdiri dari faktor kepemimpinan, Lingkungan kerja, Promosi, insentif,
hubungan interpersonal dan pekerjaan itu sendiri. Teori Dua Faktor
Herzberg (2006), Gomes (2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel kepemimpinan, lingkungan kerja, promosi, insentif,
hubungan interpersonal, dan pekerjaan itu sendiri berpengaruh positif
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan yang ditunjukkan
dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti
bahwa H1 dalam penelitian ini diterima.
1. Kepemimpinan
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang
kepemimpinanya, mengarahkan bahwahannya untuk mengerjakan
sebagian pekerjaanya dalam pencapain tujuan Hasibuan (2008).
Hasil Spearma’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,040 < 0,05, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel kepemimpinan dengan kepuasan kerja perawat di Ruang
Hal ini juga didukung hasil wawancara singkat bahwa pekerjaan
di dalam ruangan perawat puas dengan kepemimpinan karena
pemimpin memberikan kepercayaan kepada setiap perawat untuk
menyelesaikan pekerjaanya, perawat juga mampu bekerja sama
dengan pimpinan, dan menciptakan suasana harmonis dengan
perawat pelaksana, setiap ada konflik pemimpin menyelesaikan
secara bersama-sama, pimpinan juga bertanggung jawab menilai
setiap pekerjaan dan memantau setiap pekerjaan yang dilakukan di
ruangan.
Kepuasan kerja berhubungan erat dengan dengan kerja sama
anatara anak buah dan pimpinan, semakin baik kerja sama yang
dilakukan oleh pimpinan maka akan semakin baik kepuasan kerja
anak buahnya (Edi Sutrisno, 2014). Hal ini juga didukung oleh
Hasibuan menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja adalah sikap pemimpin dalam kepemimpinannya,
artinya bahwa sikap dari pemimpin yang ramah, mengerti akan
pegawainya, adil akan dapat meningkatkan kepuasan kerja
pegawainya (Hasibuan, 2014).
Jadi beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah
sikap dari pemimpin itu sendiri,yang berarti sikap
adil,ramah,mengerti,dan bisa menjalin kerjasama yang baik akan
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang nyaman bagi perawat akan
mempengaruhi kepuasan kerja. Semakin baik lingkungan kerja akan
meningkatkan kepuasan kerja perawat. Begitupun sebaliknya
semakin buruk lingkungan kerja akan menurunkan tingkat kepuasan
kerja perawat. Menurut Burt dalam Sunyoto (2013:15), salah satu
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu faktor fisik lingkungan
kerja.
Hasil Sperama’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,002 <
0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
lingkungan kerja dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Dahlia I
dan II RSPAW.
Hal ini di dukung dengan hasil wawancara singkat dengan
beberapa perawat di ruang Dahlia RSPAW Salatiga yang mengatakan
belum atau kurang puas dengan lingkungan kerja, disebabkan karena
di ruang dahlia itu sendiri ventilasi yang kurang, pencahayanya gelap,
lembab sehingga pertukaran atau sirkulasi udara sangat dibutuhkan.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh gatot
(2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara lingkungan
kerja dan kepuasan kerja perawat, hal ini berarti bahwa lingkungan
kerja yang baik dalam arti tempat yang aman, nyaman, dan tenang
3. Promosi
Sistem promosi yang baik dapat mempengaruhi kepuasan kerja
dimana perawat memiliki kesempatan yang sama dalam menempati
posisi jabatan baru yang lebih tinggi maupun promosi untuk
mengikuti studi lanjut. Dalam teori dua faktor pada teori motivasi
yang dikemukakan oleh Herzberg dalam Robbins (2015:128),
menjelaskan bahwa dengan kesempatan kenaikan pangkat orang
akan termotivasi untuk bekerja.
Hasil spearma’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,001 <
0,05, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
promosi dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Dahlia I dan II
RSPAW.
Hal ini di dukung dengan hasil wawancara singkat dengan
beberapa perawat di ruang Dahlia RSPAW Salatiga yang
mengatakan bahwa belum ada kesempatan untuk melanjutkan
studi lanjut keperawatan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan
jumlah SDM di ruangan yang masih relatif kurang sehingga
kesempatan tersebut harus menunggu atau bergiliran dengan
perawat yang masa kerjanya lebih panjang atau lebih senior.
Hal diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aprizal (2008), Mulyati (2008), dan Pildhiya (2010) yang
kepuasan kerja perawat. Promosi diberi kesempatan untuk
pertumbuhan pribadi, tanggung jawab, yang lebih banyak dan
status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu inividu yang
mempersepsikan keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil,
kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dalam pekerjaan
mereka.
Kesempatan promosi perawat dirumah sakit antara lain seperti
kesempatan menduduki jabatan kepala ruangan, kepala bidang
keperawatan, melanjutkan profesi nurse dengan tersedianya dana
untuk meraih hal tersebut, yang akan dapat meningkatkan
kepuasan kerja perawat. Hal ini dapat mendorong motivasi perawat
untuk senatiasa meningkatkan komitmen bekerja di rumah sakit.
4. Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para
pegawai untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang
dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah
yang telah di tentukan. Insentif menurut Gorda, (2004:141) adalah
suatu sarana memotivasi berupa materi, yang diberikan sebagai
suatu perangsang ataupun pendorong dengan sengaja kepada
para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang besar
untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.
Hasil sperama’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,000 <
variabel insentif dengan kepuasan kerja perawat di Ruang Dahlia I
dan II RSPAW.
Hal ini juga didukung dengan wawancara singkat beberapa
perawat di ruang Dahlia RSPAW Salatiga yang mengatakan
bahwa insentif yang diterima kurang sebanding dengan beban
kerja yang diberikan kepada perawat pelaksana. Di ruang dahlia
itu sendiri insentif yang diterima tidak tepat waktu atau melewati
tanggal penerimaan. Kemudian insentif juga akan diturunkan
ketika dilihat dari absensi ketidakhadiran karena sakit serta
mengikuti diklat yang lama juga bisa mempengaruhi penerimaan
insentif. Dengan adanya penilaian seperti ini, maka hal ini juga
yang pada akhirnya memicu ketidakpuasan kerja perawat.
Hasil penelitian juga didukung oleh R.Ibnu Darmawan (2008),
hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seimbangnya besaran
penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazaz keadilan
sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif
pelayanan tenaga perawat.
5. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah interaksi antara seseorang
dengan orang lain dalam situasi kerja dalam organisasi sebagai
tidak merasa senang dengan situasi kerjanya biasanya mereka
mengatakan bahwa tidak puas dalam pekerjaanya. Ada dua hal
yang mungkin menyebabkan hal itu, hal pertama apabila orang
tersebut tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan pekerjaanya. Yang kedua apabila, hubungan
sesama rekan kerja kurang baik dalam menjalin hubungan ataupun
menjalin komunikasi Robbins (2003).
Hasil spearma’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,009 <
0,05, yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja perawat
di Ruang Dahlia I dan II RSPAW.
Hal ini didukung dengan wawancara singkat dengan beberapa
perawat di ruang Dahlia RSPAW Salatiga yang mengatakan bahwa
di ruang dahlia itu sendiri hubungan interpersonal kurang harmonis
karena disebabkan kecemburuan sosial seperti insentif yang
diterima tidak sesuai dengan beban kerja dan ada rasa
ketidakadilan dalam ruangan sehingga memicu ketidakpuasan
kerja perawat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Soemardjo (1981)
dan Dwi Padmiyarti (1981) dalam as’ad (2004) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
kepuasan kerja dengan hubungan interpersonal. Selain itu, hasil
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
hubungan interpersonal dengan kepuasan kerja pegawai di Kantor
Dinas Kesehatan Kota Metro.
Munandar (2001) menyebutkan bahwa hubungan
interpersonal yang terjalin antara bawahan dan atasan serta
hubungan interpersonal yang terjalin antara rekan kerja
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan puas dan
tidak puasnya seorang pegawai. Sehingga, dalam meningkatkan
kepuasan kerja pegawai pihak manajemen Rumah Sakit
disarankan untuk lebih meningkatkan komunikasi yang terjalin
antar sesama rekan kerja baik antara atasan dengan bahwahan
maupun antara sesame pegawai
6. Pekerjaan itu sendiri
Kepuasan pekerjaan itu sendiri merupakan refleksi rasa
pegawai tentang kondisi pekerjaan yang ditugaskan, termasuk
membuthkan ketrampilan, dibandingkan dengan pekerjaan yang
penggulanganya tidak mengenakkan (Juliansyah, 2013 : 263).
Hasil Spearma’n rank diatas nilali Asymp.Sig (2-tailed) 0,000 < 0,05, yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel pekerjaan itu sendiri dengan kepuasan kerja perawat di
Ruang Dahlia I dan II RSPAW.
Hal ini didukung dengan wawancara singkat beberapa perawat
di ruang Dahlia RSPAW Salatiga yang mengatakan bahwa di ruang
dahlia sendiri tenaga perawat sangat minim sehingga dirasa
kurang jika dibandingkan dengan jumlah pasien saat shift siang
atau malam. Selain itu, perawat merasa skill atau kompetensi yang
mereka miliki belum memenuhi standar kompetensi karena belum
semua pelatihan yang mereka butuhkan terlaksana.
Menurut G. Terri, seorang pekerja cenderung bekerja dengan
penuh semangat, bila kepuasan yang diperoleh tinggi dan
pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan (Suwatno
dan Priansa, 2011).
1.5 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengalami beberapa kesulitan
dalam pengumpulan data diantaranya :
1. Keterbatasan bahasa yang digunakan, dimana peneliti
kesulitan dalam penyusunan dan penulisan dengan
bahasa yang benar. Sehingga terkadang kesalahpahaman
maksud antara peneliti dan responden.
2. Dalam penelitian masih terbatas hanya meneliti berapa
faktor seperti kepemimpinan, lingkungan kerja, promosi,
insentif, hubungan interpersonal dan pekerjaan itu sendiri.
Diharapkan untuk peneliti selanjutnya bisa
mengembangkan dengan variabel penelitian tentang
kepusan kerja perawat yang lain dan alat instrument yang