• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ANDRAGOGI UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP BAGI PEMUDA PUTUS SEKOLAH DI KOTA GORONTALO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN ANDRAGOGI UNTUK MENINGKATKAN KECAKAPAN HIDUP BAGI PEMUDA PUTUS SEKOLAH DI KOTA GORONTALO."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 19

D. Manfaat Penelitian ... 19

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pendidikan Luar Sekolah ... 21

B. Pendidikan Kecakapan Hidup ... 24

C. Model Pembelajaran Andragogi ... 71

D. Pemberdayaan Pemuda Putus Sekolah ... 98

BAB III: METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 108

B. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 109

C. Definisi Operasional... 111

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 114

E. Langkah-Langkah Penelitian ... 119

(2)

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 123

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kondisi Objektif Pembelajaran Kecakapan Hidup Pada KUPP di Kota Gorontalo... 126

B. Pengembangan Model Pembelajaran Andragogi Untuk Meningkatkan Kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo ... 142

C. Kajian Efektivitas Model ... 166

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 198

E. Keterbatasan Studi ... 229

BAB V: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan... 231

B. Rekomendasi ... 233

Daftar Pustaka ... 235

(3)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Rentang Usia Peserta Pelatihan KUPP Mandiri ... 127

Tabel 4.2 Latar Belakang Pendidikan Peserta Pelatihan KUPP Mandiri .... 127

Tabel 4.3 Data Fasilitator Program Kecakapan Hidup KUPP Mandiri ... 128

Tabel 4.4 Rentang Usia Peserta Pelatihan KUPP Otanaha ... 130

Tabel 4.5 Latar Belakang Pendidikan Peserta Pelatihan KUPP Otanaha .... 131

Tabel 4.6 Data Fasilitator Program Kecakapan Hidup KUPP Otanaha ... 132

Tabel 4.7 Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan (Uji Coba 1) ... 178

Tabel 4.8 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan ... 180

Tabel 4.9 Uji Wilcoxon Aspek Pengetahuan ... 181

Tabel 4.10 Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan (Uji Coba 2) ... 191

Tabel 4.11 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan ... 193

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Pelatihan Joyce dan Weil... 55

Gambar 2.2 Flow Chart Model Induktif ... 61

Gambar 2.3 Identifikasi Kebutuhan Belajar Menurut Ishak Abdulhak ... 63

Gambar 2.4 Pelatihan Model Klasik ... 65

Gambar 2.5 Kerangka Pikir Penelitian... 107

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian... 121

Gambar 3.2 Komponen-Komponen Analisis ... 124

Gambar 4.1 Konseptual Model Pembelajaran Andragogi ... 141

Gambar 4.2 Pengembangan Model Pembelajaran Andragogi ... 144

Gambar 4.3 Model Pembelajaran Andragogi Hasil Validasi ... 165

Gambar 4.4 Grafik Perbedaan skor Pretest dan Postest Aspek Pengetahuan Uji Tahap I ... 180

Gambar 4.5 Grafik Perbedaan skor Pretest dan Postest Aspek Pengetahuan Uji Tahap 2 ... 192

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 241

Lampiran 2 Uji validitas Instrumen ... 242

Lampiran 3 Uji Reliabilitas Instrumen ... 243

Lampiran 4 Pedoman Observasi ... 245

Lampiran 5 Pedoman Wawancara ... 249

Lampiran 6 Kurikulum Pembelajaran ... 260

Lampiran 7 Instrumen Pretest dan Posttest ... 261

Lampiran 8 Inventarisasi calon peserta pelatihan ... 268

Lampiran 9 Daftar Peserta Pelatihan ... 270

Lampiran 10 Identifikasi Kebutuhan ... 271

Lampiran 11 Identifikasi Sumber Belajar ... 272

Lampiran 12 Identifikasi Kemungkinan Hambatan ... 273

Lampiran 13 Identifikasi Calon Fasilitator ... 274

Lampiran 14 Undangan Untuk Fasilitator ... 276

Lampiran 15 Daftar Fasilitator ... 277

Lampiran 16 Silabus ... 279

Lampiran 17 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 280

Lampiran 18 Jadwal Pembelajaran ... 283

Lampiran 19 Bahan, Media dan Fasilitas Belajar ... 285

Lampiran 20 Tata Tertib ... 286

Lampiran 21 Struktur Organisasi ... 289

Lampiran 22 Deskripsi Pembagian Tugas ... 291

Lampiran 23 Biodata ... 292

Lampiran 24 Format Penilaian ... 293

(6)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberhasilan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Peran aktif masyarakat dalam proses pendidikan secara tidak langsung akan memberikan ruang gerak yang lebih luas sehingga masyarakat akan semakin dewasa dan semakin mandiri dalam menentukan masa depannya. Tingkat kedewasaan dan kemandirian masyarakat merupakan ciri yang tepat untuk menyongsong masa depan yang penuh tantangan dan peluang.

Melihat kebutuhan masyarakat akan pelayanan pendidikan tidak dapat terakomodir secara keseluruhan melalui jalur persekolahan, maka pemerintah mengembangkan pelayanan kebutuhan masyarakat akan pendidikan melalui dua jalur pendidikan nasional, yakni jalur pendidikan sekolah atau pendidikan formal dan jalur pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal.

(7)

2

mengajar yang tidak berjenjang dan berkesinambungan pada satuan PLS yang meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan yang sejenis. Pendidikan Luar sekolah bertugas untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, yang siap menghadapi perubahan sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.

Pendidikan mempunyai peranan penting dalam peningkatan mutu sumber daya manusia dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi Human

Development Indeks (HDI) suatu negara. Tiga komponen yang menjadi faktor

penentu kualitas HDI atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), meliputi: a). Kesehatan; b). Pendidikan; dan c). Pendapatan perkapita di suatu wilayah. Data

United Nations Development Programs (UNDP) tahun 2000 mengungkapkan

(8)

3

Oleh karena itu kebijakan pemerintah dibidang Pendidikan Luar Sekolah tahun 2002–2005 ditujukan pada empat masalah klasik, yaitu pemerataan, mutu, relevansi dan efisiensi (Jalal, 2001: 2-3). Pada aspek pemerataan, tampak bahwa masalah putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan merupakan persoalan serius yang dapat mempengaruhi penuntasan wajib belajar sembilan tahun dan yang paling mengkhawatirkan adalah mutu sumber daya manusia Indonesia yang tidak pernah mengalami peningkatan yang berarti (Bappenas, 1998: 3). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan per Maret 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa (13,33%) atau turun 1,51 juta dibandingkan Maret 2009. Kondisi tersebut saat ini tetap buruk dengan dampak krisis dan resesi global. Sementara dengan melihat tingkat pertumbuhan penduduk yang sebesar 1,49 persen per tahun atau sebesar 3,5 juta jiwa ( BKKBN: 2011) maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun tersebut menjadi 241 juta jiwa, hal ini menunjukkan laju penduduk terus membengkak, tapi juga memberi dampak luas bagi penyediaan pangan, pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja.

(9)

4

menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi yang unggul. Berkenaan dengan banyaknya pengangguran, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengungkapkan informasi bahwa setiap tahun terjadi penambahan angkatan kerja baru sekitar 2,5 juta orang, dan yang terserap disektor formal dan informal rata-rata hanya sekitar 20-30% (http//www. Nakertrans.go.id,2007). Rendahnya prosentase daya serap tersebut bukan semata-mata karena sempitnya lapangan kerja, akan tetapi kualifikasi yang diinginkan oleh lembaga pencari tenaga kerja tidak terpenuhi oleh pencari kerja. Informasi ini memberikan petunjuk bahwa masyarakat sangat memerlukan pendidikan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha/industri, agar dapat dijadikan bekal untuk memasuki lapangan kerja atau usaha mandiri. Disamping itu, permasalahan yang berkaitan dengan merosotnya rasa kebangsaan dikalangan pemuda yang mengarah pada disintegrasi bangsa, penggunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas dan etos kerja yang rendah makin meningkat setiap saat.

Masalah kemiskinan dan pengangguran bukan saja menjadi masalah pendidikan tetapi bisa jadi masalah politik, namun paradigma pendidikan liberal mendominasi pemikiran tentang pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal seperti berbagai macam pendidikan melalui pelatihan dan keterampilan. Akar dari pendidikan liberal adalah pandangan yang menekankan pada kemampuan, melindungi hak dan kebebasan serta mengidentifikasi problem dan upaya perubahan demi menjaga stabilitas jangka panjang (Fakih, 2001:20).

(10)

5

yang dihadapi sehubungan dengan dunia kerja, dengan reorientasi barangkali ada bagian kemampuan pada dirinya yang perlu dimuktahirkan sesuai dengan tuntutan perubahan keadaan. Peningkatan kemampuan untuk meraih kembali peluang kerja baru yang masih tersedia atau menciptakan lapangan-lapangan kerja baru secara inovatif. Tuntutan peningkatan kemampuan ini merupakan aktualisasi dari konsep belajar sepanjang hayat. Coombs (1994: 121) berpendapat bahwa pendidikan luar sekolah yang tepat seperti kursus dan pelatihan dapat dijadikan sebagai alternatif selain pendidikan sekolah untuk mengurangi kemiskinan. Lebih lanjut Bellante dan Jakson (1990:172) mengutarakan bahwa tingkat pendidikan dan keterampilan mempengaruhi tingkat pendapatan. Mereka yang mempunyai pendidikan dan keterampilan lebih tinggi cenderung memperoleh pendapatan yang lebih tinggi pula. Salah satu cara mendapatkan pelajaran baru untuk memuktahirkan pengetahuan, keterampilan dan/atau sikap itu adalah melalui program pelatihan atau training atau institutional program.

Meskipun telah demikian banyak program pengentasan kemiskinan atau program penanggulangan pengangguran telah diselenggarakan namun hasilnya belum dikatakan memuaskan. Untuk itu maka penyelenggaraan layanan pendidikan nonformal harus mengikuti dinamika dan perubahan yang terjadi dengan menciptakan sumber daya manusia yang kaya akan pengetahuan dan keterampilan hidup serta ditunjang dengan nilai-nilai profesionalisme.

(11)

6

sekaligus untuk mengatasi pengangguran, pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan. Seiring dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi jumlah angka pengangguran dan penanganan masyarakat miskin yang jumlahnya semakin meningkat.

Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsepsi yang dimaksud memberikan kepada seseorang bekal pengetahuan, keterampilan dan kecakapan fungsional berupa pribadi, sosial akademik dan vocasional, agar seseorang mampu bekerja atau berusaha mandiri dengan memanfaatkan potensi yang ada pada lingkungannya.

Pengenalan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) pada semua jenis dan jenjang pendidikan pada dasarnya didorong oleh anggapan bahwa relevansi antara pendidikan dengan kehidupan nyata kurang erat. Kesenjangan antara keduanya dianggap lebar, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Pendidikan makin terisolasi dari kehidupan nyata sehingga tamatan pendidikan dari berbagai jenis dan jenjang pendidikan dianggap kurang siap menghadapi kehidupan nyata. Suatu pendidikan dikatakan relevan dengan kehidupan nyata jika pendidikan tersebut sesuai dengan kehidupan nyata. Hal ini tentu sangat membutuhkan kemampuan seorang pendidik atau fasilitator menyajikan suatu proses pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran yang disesuaikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik atau peserta pelatihan.

(12)

7

suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (dalam Supriawan dan Surasega, 1990: 32) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Model pembelajaran yang diterapkan pada beberapa program pelatihan dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pengajar, fasilitator, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu warga belajar itu mampu menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Warga belajar (peserta pelatihan) pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut.

(13)

8

Artinya, peserta pelatihan akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.

Peserta pelatihan memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Peserta pelatihan mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dan lain-lain).

Oleh karena sifat belajar bagi peserta pelatihan adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar. Namun demikian, pembelajaran perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbing atau fasilitator, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut, maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernah terwujud.

(14)

9

psikologis dan psikis peserta pelatihan. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat peserta pelatihan mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/gagasan dapat diciptakan.

Bagi peserta pelatihan, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar. Pada akhirnya,peserta yang mengikuti pelatihan ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi peserta pelatihan tentunya mempunyai kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok yang dirasakan berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dari orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.

(15)

10

tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.

(16)

11

deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas; (5) Mengembangkan model umum. Ini merupakan aspek seni dari perencanaan program, dimana harus disusun secara harmonis kegiatan belajar dengan membuat kelompok-kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok kecil; (6). Perencanaan evaluasi. Seperti halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip dari peserta pelatihan, yaitu sebagai pribadi dan dapat mengarahkan diri sendiri. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mengembangkan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kecakapan hidup tersebut merupakan suatu model yang berorientasi pada keterampilan proses. Proses pembelajaran menekankan pada kegiatan ketrampilan proses yang digunakan untuk mengungkap dan menemukan fakta dan konsep serta menumbuhkan sikap dan nilai yang dilakukan oleh peserta pelatihan. Proses pembelajaran dengan pendekatan ini dimulai dari obyek nyata atau obyek yang sebenarnya dengan menggunakan pengalaman langsung, sehingga peserta pelatihan diharapkan terjun dalam kegiatan belajar mengajar yang lebih realistis, juga diajak ,dilatih, dan dibiasakan melakukan observasi langsung dan membuat kesimpulan sendiri.

(17)

12

Selain itu, terdapat beberapa pendekatan yang diterapkan dalam pendidikan kecakapan hidup, satu diantaranya adalah pendekatan andragogi. Pendekatan andragogi merupakan upaya membelajarkan orang dewasa. Pembelajaran orang dewasa lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar peserta pelatihan. Dalam andragogi peranan fasilitator adalah mempersiapkan seperangkat atau prosedur untuk mendorong dan melibatkan secara aktif seluruh peserta pelatihan yang dikenal dengan pendekatan partisipatif, yang meliputi elemen-elemen: a) menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri, b) menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif, c) melakukan diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik, d) merumuskan tujuan program yang memenuhi kebutuhan belajar, e) merencanakan pola pengetahuan belajar, f) melakukan dan menggunakan pengalaman belajar dengan metode dan teknik yang memadai dan g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar, sebagai model proses.

(18)

13

memberikan timbal balik, (c) mendiagnosis kebutuhan untuk pembelajaran, (d) merumuskan tujuan program pembelajaran yang memuaskan kebutuhan, (e) mengkonstruksi pengalaman pembelajaran yang sesuai, (f), mengevaluasi tingkat pencapaian hasil pembelajaran dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajar.

Pengembangan model pembelajaran andragogi dalam meningkatkan kecakapan hidup disesuaikan dengan kondisi daerah atau lingkungan peserta pelatihan sehingga bentuk-bentuk keterampilan yang diharapkan dapat dikuasainya. Dalam hal ini substansi materi pembelajaran mengacu pada hasil analisis terhadap keunggulan lokal daerah dan diterapkan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta pelatihan sehingga dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar. Dengan adanya model pembelajaran yang sedemikian rupa maka diharapkan keterampilan berusaha peserta pelatihan akan meningkat.

(19)

14

Demikian pula halnya dengan pelatihan yang dilaksanakan bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo. Pada umumnya pelatihan yang diberikan belum dapat mengembangkan kemampuan peserta pelatihan, terutama model pembelajaran pelatihan dan juga pendampingan setelah pelatihan tersebut selesai dilaksanakan.

Salah satu pelatihan yang diberikan oleh pemerintah maupun lembaga masyarakat bagi pemuda putus sekolah adalah pelatihan tentang pengolahan enceng gondok sebagai salah satu tumbuhan yang hidup liar di Danau Limboto. Bagi masyarakat Gorontalo, enceng gondok hanya dianggap sebagai tumbuhan pengganggu sehingga terbuang secara percuma. Walaupun ada yang memanfaatkannya, terbatas pada makanan ternak dan menjualnya jika ada yang membelinya. Perilaku masyarakat tersebut menunjukkan bahwa jiwa dan perilaku wirausaha belum nampak dan belum berkembang dengan baik. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan enceng gondok tidak terkelola dengan baik. Bila masyarakat memiliki jiwa wirausaha, maka masyarakat akan berusaha memanfaatkan enceng gondok dengan sebaik-baiknya dalam kerangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya.

(20)

15

Dari beberapa permasalahan yang telah diungkapkan di atas menggugah penulis untuk menelitinya, dengan melakukan studi eksplorasi berbagai faktor yang berasal dari ketidakmampuan peserta pelatihan mendayagunakan hasil belajar setelah pembelajaran. Setelah itu, penelitian ini dilanjutkan dengan mengembangkan suatu model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah dengan harapan agar setiap pemuda putus sekolah yang telah mengikuti pembelajaran atau pelatihan tentang pengolahan enceng gondok dapat memiliki bekal keterampilan yang memadai setelah mereka mengikuti pelatihan pada kelompok usaha produktif yang ada khususnya di Kota Gorontalo.

Dalam penelitian ini, model pembelajaran andragogi dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku pemuda putus sekolah dalam pengolahan enceng gondok. Materi enceng gondok diangkat dalam pelatihan ini dengan alasan: (1) enceng gondok dapat ditemui di mana saja, terutama di Danau Limboto; (2) enceng gondok hanya dijadikan sebagai makanan ternak; (3) enceng gondok dianggap sebagai tanaman liar yang menjadi penyebab mendangkalnya Danau Limboto; (4) enceng gondok dapat dijadikan sebagai bahan keterampilan kerajinan tangan yang bernilai jual tinggi.

(21)

16

Limboto. Adapun peserta pelatihan yang tercatat dalam kelompok usaha ini berjumlah 20 orang. Sebagian besar peserta pelatihannya adalah pengangguran atau pemuda putus sekolah yang karena masalah ekonomi keluarga tidak dapat melanjutkan pendidikan formalnya (Bidang PNFI Diknas Kota Gorontalo, 2011).

Oleh sebab itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dikembangkan suatu model pembelajaran andragogi. Pelaksanaan pelatihan yang selama ini dilaksanakan dengan model pembelajaran sebelumnya di rasa belum optimal karena belum menunjukkan kecakapan hidup yang diharapkan, khususnya bagi pemuda putus sekolah. Hal ini disadari bahwa model pembelajaran dengan pendekatan andragogi merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya dalam proses pelatihan baik dalam bentuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, penilaian, maupun pengembangan sehingga peserta pelatihan dapat mengetahui perkembangan hasil belajarnya.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu adanya rancangan model pembelajaran yang baru dengan melihat model pembelajaran yang sudah ada. Pengembangan model tersebut dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta pelatihan sehingga melalui pelatihan dapat ditingkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan sebagai keluarannya, serta berdampak pada pertumbuhan usaha baru dan pendapatan serta kesejahteraan keluarga.

(22)

17

diasumsikan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan berusaha peserta pelatihan sebagai output, serta peningkatan produktivitas dan pendapatannya sebagai outcome pembelajaran.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah dalam penelitian ini diidentifikasi sebagai berikut:

1. Model pembelajaran dalam pelatihan peningkatan kecakapan hidup di Kota Gorontalo belum menggunakan pendekatan andragogi.

Pendekatan pembelajaran andragogi adalah kegiatan pembelajaran orang dewasa yang bertumpu pada keterlibatan dan keikutsertaan secara penuh peserta pelatihan dalam suatu kegiatan pelatihan.

2. Model pembelajaran kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah yang dilaksanakan pada KUPP di Kota Gorontalo belum sesuai kebutuhan masyarakat, potensi wilayah, dan peluang usaha yang ada.

3. Penerapan model pembelajaran kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah yang selama ini dilaksanakan di Kota Gorontalo belum mempunyai struktur kurikulum yang jelas.

(23)

18

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka pembatasan dan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah belum terdapat pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup yang memberikan kontribusi yang bermakna bagi pemberdayaan pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

Adapun fokus kajian untuk menjawab rumusan di atas, maka disusun pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana kondisi objektif pembelajaran kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo?

2. Bagaimana pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo?

3. Bagaimana efektifitas pelaksanaan pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo?

(24)

19

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, penelitian ini secara umum memiliki tujuan menemukan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

Sedangkan yang menjadi tujuan khususnya adalah untuk:

1. Memperoleh gambaran kondisi objektif pembelajaran kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

2. Memperoleh gambaran tentang pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

3. Mendeskripsikan tentang efektifitas pelaksanaan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

4. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

D. Manfaat Penelitian

Pengembangan model andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.

(25)

20

khususnya pengembangan model pendidikan luar sekolah yang berkaitan dengan konsep pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat dan kewirausahaan. Dengan difokuskannya penelitian ini pada usaha untuk menemukan model, maka penelitian ini pun dapat dijadikan prototype pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup pada kelompok usaha berikutnya. Pada akhirnya, hasil penelitian ini pun diharapkan dapat bermanfaat bagi perluasan kajian materi-materi PLS pada masyarakat.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan manfaat sebagai berikut.

a. Dapat memberikan masukan bagi penyusun kebijakan dan pembina kelompok usaha dalam rangka meningkatkan kemampuan berwirausaha melalui model yang akan dikembangkan.

b. Dapat memberikan masukan positif bagi lembaga pengelola atau pihak-pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan kelompok usaha dalam hal mengevaluasi pengembangan model yang selama ini dilaksanakan.

c. Bahan pertimbangan adanya studi banding bagi pengelola kelompok usaha lainnya terutama mengenai pengembangan model andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup.

(26)

108

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) dalam penelitian ini terletak di Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo yaitu KUPP Otanaha dan di Kecamatan Dungingi Kota Gorontalo yaitu KUPP Mandiri. Dua Kecamatan ini merupakan bagian dari sembilan kecamatan di wilayah kerja Pemerintah Kota Gorontalo. Secara geografis, dua Kecamatan ini terletak di wilayah Barat Kota Gorontalo dan berada dipesisir Danau Limboto dimana anak sungai dari danau ini membelah dua wilayah tersebut.

Perkembangan pendidikan di wilayah tersebut masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Lokasi dan fasilitas pendidikan yang tersedia masih terbatas, serta latar belakang ekonomi menyebabkan beberapa anggota masyarakatnya putus sekolah. Hal ini tentu berdampak kepada tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimilikinya sehingga timbul pengangguran, kesenjangan sosial dan ekonomi, khususnya di wilayah-wilayah yang belum terlayani pendidikan formal/sekolah.

(27)

109

dari enceng gondok,. Sebelumnya dua KUPP ini juga mengelola budi daya ikan air tawar dan keterampilan kerajinan tangan dari rotan. Adapun fokus penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup pemuda putus sekolah, pengembangan model pembelajaran ini bertujuan menghasilkan model yang tervalidasi untuk meningkatkan kecakapan hidup pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

Atas dasar fokus dan tujuan penelitian tersebut, subjek penelitian ditentukan secara purposive sampling sebanyak 20 orang peserta pelatihan, masing-masing 10 orang sebagai responden pada uji tahap I dan 10 orang sebagai responden pada uji tahap II. Adapun pelaksanaan penelitian ini dimulai pada Bulan Mei 2011 sampai dengan Bulan Desember 2011.

B. Pendekatan dan Desain Penelitian

(28)

110

adalah penelitian yang digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru yang harus diuji lapangan secara sistematik, dievaluasi, diperbaiki sampai menemukan kriteria efektivitas tertentu.

Dalam pendekatan model penelitian dan pengembangan, Borg dan Gall (2003:570) menempuh prosedur sepuluh langkah-langkah kegiatan yaitu: (1) meneliti dan mengumpulkan informasi seperti membaca literatur dan melaksanakan observasi lapangan; (2) perencanaan (planning), yaitu merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan termasuk merencanakan, merumuskan dan menentukan langkah-langkah; (3) mengembangkan bentuk produk awal seperti menyiapkan bahan pembelajaran, bahan panduan, perangkat evaluasi; (4) pengujian lapangan awal, melakukan uji coba awal secara terbatas terhadap model awal, melakukan pengumpulan data melalui wawancara, pengamatan dan analisis; (5) revisi terhadap produk awal, melakukan revisi dari model awal; (6) pengujian lapangan utama; (7) revisi produk operasional; (8) pengujian lapangan operasional; (9) revisi produk akhir; (10) diseminasi dan distribusi.

(29)

111

ditemukan peningkatan kemampuan warga belajar sebagaimana yang diharapkan dalam penelitian ini (kemampuan berwirausaha). Temuan ini digunakan untuk merivisi model konseptual, sehingga dapat dijadikan sebagai model empirik yang layak untuk diterapkan.

C. Definisi Operasional

Berkenaan dengan penelitian tentang pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah, peneliti perlu menjabarkan secara mendetail variabel penelitian sebagai fokus permasalahan. Beberapa variabel yang merupakan fokus garapan penelitian ini adalah (1) pendidikan kecakapan hidup, (2) Model pembelajaran andragogi, (3) Pemberdayaan pemuda putus sekolah.

(30)

112

pekerjaan yang lebih memerlukan keterampilan motorik untuk lebih produktif. Kecakapan hidup dalam penelitian ini adalah kecakapan yang dimiliki Kelompok usaha untuk berani menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya, sehingga mereka memiliki kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. 2. Model pembelajaran dalam penelitian ini adalah suatu pola atau bentuk yang

(31)

113

yang memenuhi kebutuhan belajar, e) merencanakan pola pengetahuan belajar, f) melakukan dan menggunakan pengalaman belajar dengan metode dan teknik yang memadai dan g) mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar, sebagai model proses.

(32)

114

Sekolah Menengah Umum maupun setingkat Perguruan Tinggi yang tidak mendapatkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan standar kebutuhan hidup yang layak. Pemberdayaan pemuda putus sekolah dalam penelitian ini diartikan sebagai sejumlah orang yang telah mencapai umur tertentu (16- 44 tahun) atau dianggap sudah dewasa dan tidak mempunyai pekerjaan tetap, dimana mereka perlu mendapatkan kegiatan untuk meningkatkan aset dan kemampuan sehingga mereka dapat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kehidupannya serta memperoleh keahlian untuk merealisasikannya.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah: (1) observasi (pengamatan), (2) studi dokumentasi, dan (3) wawancara. Kegiatan penilaian dilakukan dengan memberikan tes awal (pretest) sebelum pelatihan dan tes akhir (posttest) atau setelah kegiatan pelatihan selesai secara keseluruhan, dilanjutkan dengan membandingkan dengan hasil kerja peserta di lapangan.

(33)

115

1) Studi Pendahuluan

Pengumpulan data yang dilakukan di studi pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum yang terkait dengan pembelajaran kecakapan hidup di KUPP serta berbagai faktor yang mempengaruhinya. Teknik pengumpulan data yang digunakan di studi pendahuluan adalah a) wawancara, b) observasi, dan c) mempelajari dokumen-dokumen. Wawancara dilakukan dengan pengelola KUPP, fasilitator dan peserta pelatihan. Observasi dilakukan untuk mengamati seluruh aktivitas yang terkait dengan uji model dari tahap perencanaan sampai tahap pengembangan. Dokumen-dokumen dilakukan untuk menjaring data sebagai gambaran kondisi objektif pada KUPP.

2) Pengembangan Model

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengembangan model adalah: a) wawancara dan b) mempelajari dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan pakar, praktisi dan teman sejawat. Dokumentasi yang dipelajari adalah data yang terhimpun ketika studi pendahuluan dilakukan.

3) Kajian Efektivitas Model

Kajian efektivitas dilakukan melalui ujicoba model dan uji efektivitas model. Pada tahap kajian efektivitas model ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a) wawancara, b) observasi, c) mempelajari dokumen, dan d) tes.

(34)

116

Observasi, dalam kegiatan ini dilakukan dan diupayakan agar peserta

sebagai sasaran penelitian tidak merasa kalau dirinya sedang diobservasi.

Studi dokumentasi, kegiatan ini dilakukan untuk menjaring data atau

dokumen tertulis yang ada kaitannya dengan penyelenggaraaan pelatihan yang akan dilaksanakan.

Wawancara, kegiatan ini dilakukan dengan mewawancarai sejumlah tokoh

yang dianggap sebagai kunci dalam penelitian, seperti pemerintah daerah, instansi terkait dan tokoh masyarakat tempat peserta pelatihan bekerja untuk memperoleh gambaran tentang kondisi objektif obyek penelitian menyangkut latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial budaya serta lingkungannya. Kepada narasumber berkisar tentang pengalaman, cara pengimplementasian dan metode yang digunakan dalam melaksanakan pelatihan di masyarakat dan untuk pelengkap dalam studi dokumentasi diadakan studi berupa dokumen pribadi dan dokumen resmi.

1) Teknik Observasi

Teknik observasi adalah suatu proses yang kompleks dan tersusun dari berbagai proses biologi dan psikologis yang berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan lain-lainnya. (Sugiyono, 2009: 162).

2) Teknik Wawancara

(35)

117

langsung dan teknik komunikasi tidak langsung. Komunikasi langsung adalah teknik pengumpulan data dengan mempergunakan interview sebagai alatnya. Komunikasi tidak langsung adalah teknik pengumpulan data dengan mempergunakan angket atau kuesioner sebagai alatnya.

Teknik wawancara atau dikenal dengan interview adalah ”is a

purposefull conservation usually betwen two people (but sometimes involving

more( that is directed by one in order to get information (Bodgan, RC dan

Biklen SK, 1982: 135) Dalam teknik wawancara digunakan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur dengan disiapkan pedoman wawancara

Kuesioner adalah suatu alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Kuesioner seperti halnya wawancara dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri responden atau informasi tentang orang lain.

3) Teknik pengukuran

Teknik pengukuran yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data antara lain tes. Tes adalah seperangkat rangsangan (stimulus) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapat jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.

Instrumen penelitian pendekatan kualitatif adalah peneliti sendiri yang didukung oleh seperangkat alat bantu yang dapat merekam apa yang terjadi di lapangan, meliputi:

(36)

118

b. Untuk teknik wawancara instrumennya menggunakan pedoman wawancara.

c. Untuk teknik tes menggunakan tes tertulis dengan instrumennya daftar pertanyaan yang sudah tersedia alternatif jawabannya (tes objektif pilihan ganda).

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan teknik saturasi atau kecukupan data dan triangulasi. Teknik ini di samping bertujuan untuk menguji apakah model yang diajukan sudah layak untuk diimplementasikan, juga untuk merefleksikan data melakukan interpretasi atas dasar acuan teori serta memberikan penguatan terhadap proses pembelajaran. Untuk menjaga validitas, reliabilitas dan objektifitas temuan dilakukan melalui pengujian yang disebut dengan validilitas internal (credibility), validitas eksternal (trantferability), reliabilitas (dependability) dan objektifitas

(confirmability).

2. Instrumen Pegumpulan Data

(37)

119

E. Langkah-langkah Penelitian

Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan, yakni metode R & D, maka prosedur (langkah-langkah ) dalam pelaksanaan penelitian ini mengacu seperti yang dipaparkan oleh Borg & Gall (Sugiyono, 2007: 570) yakni:

1. Melakukan studi pendahuluan, tahap ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data sebagai dasar penyusunan dan pembuatan model konseptual. Kegiatannya berupa kajian kepustakaan, mengamati data di Kelompok Usaha Pemuda Produktif (KUPP) di Kota Gorontalo untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, mengamati secara umum terhadap penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di KUPP sehingga menemukan model dilapangan secara empirik.

2. Mengembangkan desain penelitian berdasarkan kerangka pemikiran pada langkah awal.

3. Mengembangkan instrumen penelitian.

(38)

120

dapat menjadi kerangka berpikir peneliti, menyusun draf model konseptual berdasarkan kajian empirik dan konsep, mendiskusikan dengan praktisi melalui diskusi terbatas tentang model konseptual yang akan dikembangkan, dan merevisi draf model konseptual berdasarkan masukan dari praktisi.

5. Melakukan validasi model konseptual kepada teman sejawat, praktisi dan pakar bidang pendidikan nonformal.

6. Merevisi model konseptual berdasarkan masukan dari praktisi, pakar bidang pendidikan non formal dan teman sejawat.

7. Melakukan uji coba model konseptual di lapangan yang ditujukan untuk menghasilkan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo.

8. Melakukan evaluasi hasil uji coba.

9. Penyempurnaan model, dengan cara melakukan pengolahan dan analisa data temuan, melakukan revisi dan formulasi model.

10. Menyusun laporan penelitian sebagai akhir kegiatan penelitian.

(39)

121

s

STUDI PENDAHULUAN (Identifikasi kajian empirik dan teori)

Konseptual Empirik

Desain Penelitian

Pengembangan Instrumen

Pengembangan Model Konseptual Validasi Model

Revisi Model

Uji Coba Model Tahap I

Uji Coba Model Tahap II

Model Akhir

Pengembangan Model Pembelajaran Andragogi untuk Meningkatkan Kecakapan Hidup bagi Pemuda Putus

Sekolah

Laporan Akhir

Pakar Praktisi

Revisi I

Revisi II I

Model I

[image:39.595.119.534.196.705.2]
(40)

122

F. Data dan Sumber Data

Penentuan sampel pada penelitian ini berbeda dengan proses sampling sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Sampling dalam penelitian ini disebut subyek penelitian. Subjek penelitian merupakan orang/sumber/informan yang dapat memberikan data/informasi kepada peneliti di lokasi penelitian. Penentuan subjek penelitian dalam penelitian kualitatif dilakukan secara purposive yang dilakukan secara terus-menerus dan sifatnya tergantung tujuan penelitian setiap saat. Nasution (1988:29), mengemukakan:

Sampling ialah pilihan peneliti aspek apa dari peristiwa apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Sampling bersifat purposif yakni tergantung pada tujuan fokus pada suatu saat.

Selanjutnya pada bagian lain Nasution (1988: 95-96) menambahkan bahwa: "Sampling dalam penelitian naturalistik-kualitatif ialah pengambilan keputusan untuk mengadakan pilihan dari populasi manusia dan non manusia".

Berdasarkan pertimbangan jenis data yang dibutuhkan, maka sumber data penelitian dikelompokkan sebagai berikut:

1) pejabat yang berwenang menentukan legalitas formal pengelola KUPP; 2) jajaran pengelola program di lingkungan KUPP yang telah dan sedang

menduduki jabatan pengelola satuan program di lingkungan KUPP.

(41)

123

G. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengujian efektifitas model dilakukan terhadap model konseptual yang dikembangkan sehingga dapat menjadi model empirik atau layak terap. Rumusan desain yang digunakan untuk menguji efektifitas model adalah dengan mengunakan disain ekperimen pretest dan posttest yang diujicobakan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (control Group Pretest-Posttest

Design) dari Borg dan Gall (dalam Sugiyono, 2007:536). Dalam desain ini

kegiatan yang dilakukan adalah membandingkan hasil pretest dan posttest dalam kelompok yang berbeda. Dalam melakukan ujicoba ini menggunakan kelompok kontrol.

(42)

124

belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa depan (Suryabrata, 2003: 41).

Aplikasi teknik analisis data dalam penelitian ini dikelompokkan atas toga tahap, yaitu studi pendahuluan, pengembangan model dan kajian efektivitas. 1) Tahap Studi Pendahuluan

[image:42.595.114.512.242.622.2]

Pada tahap studi pendahuluan digunakan teknik analisis data kualitatif. Huberman dan Miles (dalam Bungin, 2003:63) mengatakan bahwa analisis data dan pengumpulan data kualitatif memperlihatkan sifat interaktif, sebagai suatu sistem dan merupakan siklus. Pengumpulan data ditempatkan sebagai bagian komponen yang merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data sebagaimana gambar berikut:

Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif (sumber, Bungin 2003)

2) Tahap Pengembangan Model

Pada tahap pengembangan model dilakukan analisis deskriptif, di mana Data

collection

Data Display

Data Reduction

(43)

125

pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan hidup bagi pemuda putus sekolah. Model yang disusun ini kemudian divalidasi pakar, praktisi, dan teman sejawat serta dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

3) Tahap Kajian Efektivitas

Pada tahap kajian efektivitas model ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan terhadap instrumen observasi, wawancara dan dokumentasi sedangkan analisis kuantitatif digunakan terhadap tes hasil belajar.

Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan uji statistik

Wilcoxon Match Pairs Test untuk menguji perbedaan antara dua data yang

berpasangan, yaitu skor pretest dan posttest, dengan statistik uji Z.

Z= ) 1 ) 1 ( 24 1 ) 1 ( 4 1 2 + + + − n n n n n T

Hipotesis Nol : H0:µ = µ2 (tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara

skor pretest dan posttest).

Hipotesis Alternatif : H1:µ1≠ µ2 (terdapat perbedaan yang signifikan antara skor

(44)

231

Romy Baruwadi, 2012

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kegiatan akhir dalam penelitian ini adalah kesimpulan dan rekomendasi.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada permasalahan dan tujuan dari penelitian serta dihubungkan

dengan pengembangan model pembelajaran andragogi, secara garis besar

disimpulkan sebagai berikut:

1. Pelatihan kecakapan hidup kepada Kelompok Usaha Pemuda Produktif telah

dilaksanakan oleh pemerintah maupun organisasi lainnya, tetapi model

pembelajaran yang digunakan, belum dapat mengembangkan kecakapan hidup

secara optimal.

2. Pengembangan model pembelajaran andragogi untuk meningkatkan kecakapan

hidup bagi pemuda putus sekolah di Kota Gorontalo dalam penelitian ini

diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan

melihatnya dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengembangan.

Pengembangan model dilaksanakan melalui langkah-langkah melakukan analisis

kebutuhan pengembangan, menetapkan unsur-unsur yang akan di kembangkan,

menyusun model pembelajaran, melakukan validasi pengembangan model dengan

pakar pendidikan nonformal, praktisi pendidikan nonformal dan teman sejawat,

dan menyusun model akhir.

(45)

232

Romy Baruwadi, 2012

3. Kajian efektivitas model didahului implementasi model pembelajaran andragogi

yang dilaksanakan melalui uji coba selama dua kali yakni uji coba tahap pertama

di KUPP Mandiri dan uji coba tahap kedua di KUPP Otanaha. Dari hasil uji coba

ini ternyata menunjukkan adanya dampak positif, tidak saja bagi peserta pelatihan

tetapi juga bagi pengelola KUPP, penyelenggara pelatihan dan fasilitator. Kajian

Efektivitas model pembelajaran dilaksanakan melalui pengujian model

pembelajaran. Berdasarkan pengujian statistik, model pembelajaran yang

dikembangkan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil warga belajar. Hal ini

dapat dilihat dari data yang diperoleh. Berdasarkan data uji coba tahap pertama

dan tahap kedua, diperoleh hasil: a) nilai hasil belajar postest yang diperoleh

setiap kelompok lebih tinggi dibandingkan dengan nilai hasil belajar pada pretest,

b) terjadi peningkatan hasil belajar peserta pelatihan dari pelaksanaan uji coba

tahap pertama ke uji coba tahap kedua. c) penerapan prinsip-prinsip andragogi

telah meningkatkan partisipasi peserta pelatihan dalam kegiatan pelatihan dari

awal sampai dengan akhir kegiatan, meningkatkan kecakapan hidup baik dari

aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta pelatihan dalam pemanfaatan

keunggulan lokal sehingga dapat meningkatkan pendapatan, dan terdapat motivasi

untuk belajar berkelanjutan.

4. Faktor pendukung penerapan pengembangan model penelitian ini yaitu: 1)

dukungan masyarakat yang secara terbuka memberikan pelayanan yang baik dan

memberikan informasi yang jelas, 2) dukungan pemerintah dalam mensukseskan

(46)

233

Romy Baruwadi, 2012

KUPP, penyelenggara pelatihan, fasilitator dan peserta pelatihan, 4) sikap

ketulusan dan keterbukaan fasilitator untuk membagi pengetahuan dan

keahliannya kepada peserta pelatihan, 5) situasi pembelajaran yang kondusif

sehingga implementasi model ini berjalan lancar dan sukses, dan 6) draft model

yang dipahami. Adapun Faktor yang menjadi penghambat adalah: a) adanya

keraguan masyarakat calon peserta pelatihan mengenai kepastian pelaksanaan

pelatihan yang diselenggarakan oleh KUPP, b) kurangnya sikap kompetitif

diantara peserta pelatihan, dan c) penguasaan fasilitator terhadap kemampuan

menerapkan model pembelajaran andragogi.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah Kota Gorontalo mengeluarkan kebijakan yang berhubungan

dengan pembelajaran pada pendidikan luar sekolah, khususnya pada Kelompok

Usaha Pemuda Produktif (KUPP) berkenaan dengan pembiayaan dan penetapan

peraturan-peraturan yang dapat meningkatkan minat dan motivasi masyarakat

untuk belajar dan mengembangkan keterampilannya.

2. Bagi Dinas Pendidikan Kota Gorontalo melakukan pendampingan kepada para

fasilitator dalam pelaksanaan pelatihan. Sarankan agar fasilitator yang

(47)

234

Romy Baruwadi, 2012

memiliki latar belakang kependidikan dan keahlian dalam melaksanakan

pelatihan.

3. Bagi pengelola KUPP, disarankan agar keberlanjutan pelaksanaan dan penerapan

model pembelajaran dari hasil penelitian ini dilaksanakan dan dikembangkan

sesuai dengan karakteristik tempat dan lokasi pelatihan. Disarankan agar

pengelola selalu bersikap terbuka dalam menerima pembaharuan dalam

penerapan model-model pembelajaran.

4. Bagi para fasilitator sebagai sebagai tenaga-tenaga pengajar sebaiknya

menerapkan model-model pembelajaran yang dapat meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan peserta pelatihan.

5. Bagi peneliti, penelitian ini terbatas pada pengembangan model pembelajaran

andragogi yang dilaksanakan oleh KUPP di Kota Gorontalo, dan belum

menjangkau ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, disarankan agar

(48)

235

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I, (2000), Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung, Indira. Ahmad, Abu dan Nur Ubbiyati, (2001). “Ilmu Pendidikan”, Jakarta : PT. Rhineka

Cipta.

Akbar, Basleman, Anisah. (2000). Pemberdayaan dan Kemandirian Masyarakat

melalui PLS, VISI; Media Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda,

IX(14) 34-44.

Alma, Buchori. (2005). Kewirausahaan untuk mahasiswa dan umum. Bandung: CV Alfabeta.

Anonim, ( 2006). Manajemen Program Pendidikan Untuk Pendidikan Luar

Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah

Production.

Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup ( Life Skills Education) Konsep dan

Aplikasi. Bandung : Alfabeta.

Arif, Zainudin. (1981). Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.

---.(1984). Andragogy, Bandung, Angkasa.

Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), 2011. Pertumbuhan

Penduduk Indonesia 2011. Jakarta. BKKBN.

Badan Pusat Statistik, (2011). Laju Pertumbuhan Penduduk di Indonesia Tahun

2011.Jakarta., BPS.

---.(2010). Pertumbuhan Penduduk Kota Gorontalo tahun

2010. Gorontalo. BPS.

Bappenas, (1998), Petunjuk Pelaksanaan Jaring Pengaman Sosial khusus

PDM-DKE, Jakarta, Bappenas.

Bellante, Darkendwald, G & Jackson Sharan, B. (1990). Adult Education:

Fondation of Practice. New York: Harper & Row Publisher.

Bodgan, RC dan Biklen SK, (1982). Research in Education and Social. Kogakusha.

(49)

236

Boyle, PG. (1981). Plenning Better Program. New York: Mc Graw-Hill Book Company.

Brody, C. M. (1995). Collaboration or cooperation learning? Complimentary

practices for instructional reform”, the journal of staff, Program & organizational Development V12, n3.

Brolin, D.E. (1989). Life Centered Career Education: A Competency Based

Approach. Reston, VA: The Council for Exceptional Children.

Bungin, B. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Combs and Ahmed Manzoor, (1994), Memerangi Kemiskinan di Pedesaan melalui

Pendidikan Non Formal (terjemahan), Jakarta, Rajawali.

Craig, Hall (2001), The Responsible Entrepreneur : How to Make Money and

Make a Difference, Career Press 3 Tice Rd, Franklin Lakes, USA.

Dalin, P dan Rust, V. D. (1996). Towards schooling for the twenty-first century. USA: Continum International Publishing Group.

Davis, B.D. & Miller, T.R. (1996). Job Preparation for The 21st Century: A

Group Project. Journal of Education for Business. 72.

Davis, K. (2000). Lifeskill is and Education. Jakarta: LP3S.

Delor, J. (1998). Learning: The Treasure Within. France: UNESCO.

Depdiknas. (2002). Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill)

Melalui Pendekatan Broad-Besed Education (Draft). Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

Depnakertrans (2007). Pertumbuhan angkatan Kerja di Indonesia. (on line) http//www.nakertrans.go.id.

Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, (2011). Data Pemuda Putus Sekolah. Di Kota Gorontalo. Bidang PNFI Disdik Kota Gorontalo.

Dirjen PLSP. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup

(Life Skills) Pendidikan Non Formal. Jakarta: Ditjen PLSP.

Drucker, P. (1969), Innovation and Entrepreneurship, Practice and

Principles, New York, Harper Business.

Fadjar, Malik. (2001). Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat

Koordinasi Bidang Kesra Tingkat Menteri. Jakarta: Departemen Pendidikan

(50)

237

Fakih, Santoso. (2001). Pendidikan Masyarakat 1. Bandung: Ganaco.

Finger, M. & Asun, J. M. (2004). Quo Vadis Pendidikan Orang Dewasa (Alih Bahasa: Nining Fatikasari) Yogyakarta : Pustaka Kendi.

Fitrihana, Noor (2006). Implementasi Pendidikan Kecakapan Hidup. http//www. Implementasi pendidikan kecakapan hidup,BAD3_Consultasi.htm.

Friedman, Paul G. (1985), Informal, non-farmal and formal education

programmes, in YMCA George williams college ICE30.1 Lifelong Learning

Unit 2, London: yMCA George Williams College.

Hodget, P. (1997). ‘Contested Communities’ in P. Hoggett (ed.) Contested

Communities. Experiences, struggles, policies, Bristol: Policy Press.

Jalal, Fasli dan Supriadi, Dedi. (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks

Otonomi Daerah. Jakarta: Depdiknas-Adicita Karya Nusa.

Johnson, D. W., Johnson, R. T., & Smith, K. A. (1998). Change, July/August

(p.27-35).

Kamil, M (2003). Disertasi dengan judul Model Pembelajaran Magang

bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar, Bandung, PPS-UPI.

---.(2009). Pendidikan Non Formal: Pengembangan Melalui Pusat

Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) di Indonesia (sebuah pembelajaran dari Kominkan Jepang).Bandung: Alfabeta.

Kindervatter, S. (1979). No formal Education As An Empowering Process, Massachusetts, Amherst.

Knowles, S, Malcolm. (1970). The Modern Practice of Adult Education. New York: Association Press.

---.(1977). The Modern Practice of Adult Education,

Andragogy Versis Pedagogy. New York Association Press

---.(1979). The Adult Learner: A Neglected Species. HoustonTexas: Gulf Publishing Company.

---.(1980). The Modern Practice of Adult Education,

Andragogy versus Pedagogy. New York: Association Press.

Laird, Dugan. (1985). Approaches To Training and Development. Second Edition. Addison-Wesley Publishing Company

(51)

238

Mappa, Syamsu (1994).Teori belajar orang dewasa. Jakarta Depdikbud.

Marwanti, S. (2004). Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Kesehatan

Reproduksi Remaja dengan Praktek Perawatan Organ Reproduksi Eksternal pada siswi di SLTP Negeri 27 Kota Semarang. Semarang: Diponegoro

University.

Marzuki.(1992). Kompetensi, Apa dan Bagaimana. Jakarta : Bumi Aksara.

Matthews, Roberta S, (1998). Building bridges between cooperative and

collaborative learning. [on line] http://www.teachersrock.net.

Mayo, M. dan Du Bois (1987). Imagining Tomorrow: Community adult education

for transformation, Leicester: National Institute of Adult Continuing

Education.

McClelland D. dan D. Winter,. (1987). Motivating Economic Achievement. New York . The Free Press.

Muchlas Samani. (2004). Menggagas Pendidikan Bermakna Integrasi Life

Skill-KBK-CTL-MBS. Surabaya: Penerbit SIC.

Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Naval Air Station Atlanta. (2002). Life Skills Education and Support.

http://www.nasatlanta.navy. Mil/ life.html.

Nitiseminto S, Almisal, (1986). “Manajemen Personalia”, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Poerwadarminta, W.J.S. (1994). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sanusi, A, (1995), Krisis dan Reformasi Politik dan Ekonomi Dewasa Ini Peluang

untuk PLS Alternalif. Jakarta: Bumi asksara.

Sarifudin, Azwar, (1996), Tes Prestasi: Fungsi dan Pengembangan Pengukuran

Prestasi Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).

Satori, D. ( 2002 ). Implementasi Life Skills Dalam Konteks Pendidikan Sekolah. (Artikel Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 034 Januari 2002). Jakarta : Balitbang Depdiknas.

Siagian, S.P. (1985). Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara.

(52)

239

Simanjuntak, Payaman, (1995). “Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia”,Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Slamet PH. (1997). Perlunya Kebijakan Sumber Daya Manusia yang Utuh

(Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan). Jogjakarta: Fakultas

Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.

---. (2002). Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama: Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta. Direktorat Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama.

Soeharsono, S. (1981). Masalah-Masalah Ekonomi Indonesia. Bandung: Alumni. Soemanto, Wasty (1993). Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Kewiraswastaan.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana, D, (1993), Karakteristik Keilmuan Pendidikan Luar Sekolah, (makalah terbatas), Bandung, Jurusan PLS, FIP, IKIP.

---. (2000). Strategi Pembelajaran dalam Pendidikan Luar Sekolah, Bandung : Nusantara Press.

---(1993). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif dalam

Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

---.(1996). Sekolah Unggul Harus Mampu Melahirkan Kemandirian. Mimbar Pendidikan Tahun XV no 3. Bandung: University Press IKIP. ---.(2004). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah

Production.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta.

Supriyanto, (2005). “Pengaruh Pengawasan dan Semangat Kerja Terhadap

Produktivitas Kerja Karyawan PT. Delta Marlin Dunia Tekstil di Karanganyar”. Tidak Dipublikasikan. Surakarta : FE UMS.

Supriawan, Dedi dan A. Benyamin Surasega, (1990). Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Suryabrata, S. (2003). Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali.

The National Training Board. (1992). National Competency Standard: Policy and

(53)

240

Tim Broad-Based Education, (2002), Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup

(LifeSkill) Melalui Pendekatan Broad-Based Education (BBE), Departemen

Pendidikan Nasional.

Umberto. (2006). Pendidikan Luar Sekolah, Kini dan Masa Depan. Makalah. Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. No. 20 Tahun 2003

Bandung: Umbara.

United Nations Development Programs (2008). Human Development Indeks

(HDI). http:// hdr. undp.org/hdr.

US Department of Labor. 1992. Learning a Living: A Blueprint for High

Performance. Washington DC.: US Department of Labor.

---. 2002. The Life Skills Education Proiect. http://www. whomas.org.it/text2/life skills.html.

---. 2002. Life Skills Foundation. http://www.lifeskills-stl.org/page2.html.

Yoder, Dale. (1962). Communitarianism. A new public ethics, Belmont, CA. : Wadsworth.

Pardjono (2002). Representasi Eklektisisme pada Kurikulum SMK berbasis

Kompetensi yang Berorientasi Kecakapan Hidup. [Online]. Tersedia:

http://www. staff.uny.ac.id.

Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar interaksi mengajar belajar: dasar dan

teknik metodologi pengajaran, Bandung : Penerbit Tarsito.

Gambar

Gambar 3.1. Langkah-Langkah Penelitian
Gambar 3.2. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif

Referensi

Dokumen terkait

hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Artikel yang berjudul “ KINK (Katalog Induk Nasional Kesehatan): Gerbang Informasi Sehat Bidang Kesehatan “ini membahas tentang peran perpustakaan Kementerian Kesehatan RI di

&endok spesi adalah alat ber#unsi sebaai sendok  dalam proses pembuatan pasanan batu bata,  plesteran dan kerja batu lainn$a% Denan penampan $an bulat

Pada perancangan e-learning layanan air minum dan sanitasi perdesaan untuk fasilitator menggunakan gaya video motion graphic dengan icon flat design yang menjadi

EDS adalah proses evaluasi diri sekolah yang bersifat internal yang melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Pelayanan Minimal

Sedangkan pemilihan jenis kegiatan usaha ekonomi produktif yang akan dibiayai oleh kredit ekonomi kerakyatan (ekor) dilakukan dengan pertimbangan- pertimbangan sebagai

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu.. DAFTAR

Berdasarkan hasil pengujian yang terdapat pada tabel diatas diketahui bahwa nilai adjusted R- squared yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 0,090 atau 9% sehingga