Pemanfaatan Analytical Network Process (ANP) dalam
Manajemen Strategi Differensiasi Marketing Mix pada
Asuransi Syariah/ Takaful di Indonesia
R. Bambang Budhijana *)
Abstract
This paper investigates management of the marketing mix differeciation toward marketing
strategy in Islamic Insurance widely known as takaful. The takaful is recommended by Hadits
and Al Quran. The Analytical Network Process (ANP) was used to measure relational between
Marketing mix strategy and its main components. The main components are cognitive, affective
and conative. The main components cover dominance factors, namely: product acceptability,
price affordability, place availability and promotion awareness.
The result shows that product acceptability and price affordability are really the important
factors in future of the Indonesia shariah insurance development. From this study concludes
that the takaful development is on the same line with the Government of Indonesia policies.
Keywords: Takaful, marketing mix, cognitive, affective, conative, circular causation, ANP
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan
Di tengah-tengah meningkatnya pertumbuhan industri asuransi syariah, sebelum tahun 2006,
tidak sampai 10 persen dari total populasi Indonesia, ini berarti tingkat pengetahuan masyarakat
untuk memiliki polis asuransi masih rendah. Asuransi syariah yang berada di Indonesia
menyatakafuln bahwa rendahnya kesadaran berasuransi dalam masyarakat Indonesia disebabkan
karena berbagai faktor. Pertama, masyarakat lebih cenderung saving minded – menyimpan dananya di bank – karena dana tersebut lebih mudah ditarik sewaktu-waktu bila dibutuhkan. Contohnya dengan fasilitas ATM. Kedua, kebutuhan masyarakat akan proteksi asuransi belum
mendesak seperti kebutuhan akan mobil ataupun rekreasi. Masyarakat masih menganggap bahwa
manfaat asuransi tidak dapat dirasakan langsung setelah pembelian. Sedangkan mobil atau
rekreasi, meskipun konsumen mengeluarkan biaya besar, manfaatnya dapat langsung
dimanfaatkan. Hal ini yang menyebabkan produk asuransi kurang menarik. Di samping itu,
sebagian pemegang polis mempunyai pengalaman yang kurang menyenangkan dalam
mengajukan klaim, misalnya prosedurnya berbelit-belit dan tidak mudah. Untuk
memasyarakatkan asuransi syariah dan menanamkan persepsi yang positif tentang takaful perlu
mempunyai misi untuk memasyarakatkan asuransi melalui tabungan dan investasi.
Beberapa ajaran islam yang mengajarkan takaful adalah sebagai berikut :
“Dan tolong menolonglah kamu (dalam mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS al-Maidah [5]:2)
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maysir, berhala, dan mengundi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan
keuntungan."( QS al-Maidah [5]:90)
"Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya."(HR
Takaful berusaha mendidik masyarakat yang mempunyai kecenderungan saving-minded untuk
sadar berasuransi.
Tabel 1. Lembaga Asuransi Syariah di Indonesia 2005/2006
No Perusahaan Jenis
Asuransi
Mulai Beropera si 1 Asuransi Takaful Keluarga Keluarga 1994
2 Asuransi Takaful Umum Umum 1995
3 Asuransi Syariah Al-Barokah Keluarga 2001
4 IIAA Life Assurance Keluarga 2002
5 Asuransi Jiwa Asih Great Eastern Keluarga 2002
6 Asuransi Bringin Life Keluarga 2002
7 AJB Bumiputera 1912 Keluarga 2002
8 Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya Keluarga 2002
9 Asuransi Tripakarta Umum 2002
10 Asuransi Bringin Sejahtera Artha Makmur Umum 2003
11 IIAA General Assurance Umum 2003
12 Asuransi Central Asia Umum 2003
13 Asuransi Binagriya Upakara Umum 2003
14 Asuransi Jasindo Takaful Umum 2004
15 Adira Dinamika Insurance Umum 2004
16 Asuransi Umum Bumiputera 1961 Umum 2004 17 Staco Jasa Pratama General Insurance Umum 2004
18 Asuransi Sinar Mas Umum 2004
19 Asuransi Tokio Marine Indonesia Umum 2004
20 Relado Syariat Unit Reasuransi 2004
21 Asuransi Jiwa Ekalife Umum 2004
22 Asuransi Panin Life Keluarga 2005
23 Asuransi Jiwa AIA Indonesia Keluarga 2005
24 Tugu Pratama Indonesia Keluarga 2005
25 Asuransi Tugu Pratama Indoesia Keluarga 2005
26 Asuransi Astra Buana Umum 2005
27 Asuransi Ramayana Umum 2005
28 Reasuransi Nasional Indonesia Reasuransi 2005 29 Fresnel Perdana Mandiri Perantara 2005
30 Amanah Jamin Indonesia Perantara 2005
31 Asiare Binajasa Perantara 2006
Karena itu, strategi pemasaran yang diperlukan takaful adalah strategi diferensiasi. Dengan
menerapkan strategi diferensiasi, diharapkan persepsi masyarakat terhadap asuransi Syariah,
akan berbeda dengan persepsi masyarakat terhadap asuransi yang sudah ada sebelumnya. takaful
bukanlah produk murni asuransi, melainkan produk keuangan yang terintegrasi – dalam satu produk terdiri dari asuransi, tabungan, dan investasi. Jika asuransi konvensional masih
dipersepsikan negatif oleh masyarakat, maka takaful merupakan produk yang sesungguhnya
dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian takaful dapat menjadi produk asuransi yang lebih
disukai konsumen, khususnya target market yang dibidiknya
2. Tujuan
Dalam paper ini permasalahan yang akan dibahas adalah pengaruh marketing mix takaful yang
terdiri dari product, price, place, promotion, terhadap consumer response pada komponen
cognitive, affective, conative. Sehubungan dengan adanya strategi diferensiasi yang diterapkan
dalam setiap dimensi pemasaran takaful, mulai dari strategi pemasaran yang terdiri dari
segmenting, targeting, positioning, maka pelaksanaannya melalui marketing mix juga melibatkan
dan mencerminkan penerapan strategi diferensiasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisa adanya pengaruh strategi diferensiasi yang tertuang dalam marketing mix terhadap
consumer response pada komponen cognitive, affective, dan conative.
3. Hipotesis
Strategi diferensiasi pada faktor marketing mix takaful yang terdiri dari product, price, place,
promotion, diduga berpengaruh terhadap customer response yang terdiri dari komponen
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Differentiation
Dalam industri yang tingkat persaingannya tinggi, kunci keunggulan dalam bersaing adalah
diferensiasi. Strategi diferensiasi memungkinkan suatu perusahaan menawarkan produk yang
memberikan nilai lebih kepada konsumen target market-nya. Pada dasarnya semua perusahaan
dapat melakukan diferensiasi pada setiap jenis produk yang ditawarkan. Diferensiasi dapat
dilakukan dengan memberikan merk yang berbeda, memilih target konsumen tertentu, kemudian
memposisikan sebagai produk yang punya nilai lebih, dan mewujudkan melalui penawaran,
sistem distribusi dan cara komunikasi yang unik.
Menurut Kotler (1997), diferensiasi merupakan tindakan perusahaan untuk menciptakan
perbedaan-perbedaan tertentu pada produk yang ditawarkan sehingga produknya dapat
dibedakan dari produk sejenis yang ditawarkan pesaingnya. Untuk dapat menemukan konsep
diferensiasi yang akan diterapkan untuk mencapai keunggulan bersaingnya, suatu perusahaan
hams dapat mengidentifikasi produk sendiri dan produk pesaing. Juga, Porter (1980)
menyatakafuln bahwa diferensiasi merupakan salah satu strategi generik perusahaan yang
membedakan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan dengan menciptakafuln sesuatu yang
barn yang dirasakan oleh keseluiuhan industri sebagai hal yang unik.
Perusahaan dapat mengaplikasikan strategi diferensiasi pada beberapa ataupun setiap
aspek-aspek pemasaran. Penerapan strategi diferensiasi pada strategi pernasaran nantinya akan terus
berlanjut pada pelaksanaan, karena pelaksanaan merupakan perwujudan dari strategi. Jika
strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran yang terdiri dari segmenting, targeting,
positioning, maka pelaksanaan melalui marketing mix juga harus mencerminkan penerapan
Pendekatan untuk melakukan diferensiasi, menurut Milind Lele (Kotler, 1997), dapat dilakukan
pada lima dimensi, yaitu target market, product, place, promotion, price. Sedangkan menurut
Michael Porter (1980), pendekatan untuk melakukan diferensiasi dapat bermacam-macam
bentuknya, melalui merek, teknologi, karakteristik khusus, pelayanan pelanggan, jaringan
penyalur, atau pun dimensi-dimensi yang lainnya.
2. Marketing Mix
Pelaksanaan program pemasaran yang ditetapkan dalam marketing mix haruslah dapat
mendukung strategi pemasaran, karena marketing mix merupakan perwujudan dari strategi yang
telah ditetapkan. Jika strategi diferensiasi telah dituangkan dalam segmenting, targeting
positioning, maka marketing mix juga mencerminkan penerapan strategi diferensiasi.
Marketing mix atau bauran pemasaran merupakan seperangkat "marketing tools" yang digunakan
perusahaan menilai tujuan pemasarannya. Oleh McCarthy dalam Kinnear (1995) keempat faktor
marketing mix dipopulerkan dengan 4P, yaitu product, price, place, promotion. Sedangkan
Robert Lauterborn dalam Kinnear (1996) mempopulerkan faktor-faktor marketing mix sebagai
4C, Customer needs and wants, Cost to the customer, Convenience, Communication.
Menurutnya faktor-faktor 4P marketing mix: product, price, place, promotion merupakan
marketing tools yang dilihat dari sudut pandang penjual. Sedangkan dari sudut pandang pembeli,
marketing tools hendaknya dirancang untuk dapat memberikan manfaat bagi pelanggan.
Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang dapat menyesuaikan 4P dan 4C. Perusahaan
tersebut merupakan perusahaan "who can meet customer needs and wants economically and
Tabel 2. Faktor Marketing Mix
Marketing Mix Factors
4 Ps 4 Cs
Product Customer needs and wants
Price Cost to the customer
Place Convenience
Promotion Communication
Surnber: Kotler (1997)
Sebuah produk yang diciptakafuln perusahaan akan mempunyai nilai bagi customer bila produk
tersebut memenuhi customer needs and wants. Dalam rangka memenuhi needs and wants,
konsumen mempertimbangkan harga produk yang ditetapkan perusahaan sebagai biaya yang
dikeluarkannya. Selain biaya, konsumen juga mempertimbangkan kemudahan dan kenyamanan
tempat untuk mendapatkan produk yang dibutuhkannya. Promosi produk akan lebih efektif jika
bersifat komunikatif – perusahaan tidak melulu mempromosikan produknya, namun mengkomunikasikan nilai produk tersebut bagi konsumen.
Keempat faktor marketing mix tidak dapat berjalan sendiri sendiri, tetapi saling terkait, saling
menunjang dan merupakan satu kesatuan. Produk yang bagus dengan harga yang terjangkau, jika
tidak didukung oleh lokasi penyedia dan tidak dikomunikaskan, tidak akan diketahui oleh target
konsumennya.
Suatu perusahaan yang ingin produk penawarannya menarik, marketing mix yang dijalankan
tidak cukup hanya terintegrasi, namun juga harus dapat dibedakan dari merek lain. Apalagi jika
strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran, maka marketing mix juga harus
mencerminkan penerapan strategi diferensiasi. Produk yang sama, diberi harga yang sama, dijual
daya tarik bagi konsumen, bahkan akan membingungkan konsumen, karena semuanya dianggap
sama hanya mereknya yang berbeda. Oleh karena itu, strategi diferensiasi harus dituangkan
dalam marketing mix agar mendukung positioning, menanamkan persepsi yang berbeda, dan
memiliki daya tarik,
3. Consumer Response
Keberhasilan dalam rnenerapkan strategi marketing ke dalam program marketing perusahaan
dapat dilakukan melalui evaluasi consumer response. Consumer response merupakan
pencerminan dari sikap dan perilaku konsumen sebagai respon terhadap usaha-usaha pemasaran
yang dilaksanakan perusahaan.
Studi tentang perilaku konsumen mempelajari bagaimana seseorang membuat keputusan untuk
mengeluarkan uang, waktu, dan usaha dalam mengkonsumsi kebutuhannya, Studi ini
mempelajari juga apa yang konsumen beli; mengapa, bilamana, di mana, konsumen melakukan
pembelian; berapa kali konsumen membeli produk kebutuhannya; dan juga berapa kali seseorang
menggunakan produk tersebut. (Schiffman and Kanuk, 1997: Kinnear, Bernhardt, dan Krentler
(1995), juga Kotler dan Amstrong (1996), perilaku konsumen dapat dianalisis sebagai
serangkaian kegiatan konsumen dalam rangka memenuhi needs and wants.
Pada kenyataannya, proses keputusan pembelian tidaklah sesederhana itu, karena banyak faktor
yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Pengaruh eksternal adalah marketing mix
yang terdiri dari product, price, place, promotion, dan faktor ekonomi, teknologi, politik dan
kebudayaan. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
adalah karakter personal dan psikologis konsumen yang dipenaruhi oleh kondisi sosial dan
budayanya. Oleh Kotler proses keputusan pembelian yang dilakukan konsumen dikembangkan
dalam “Model of Buyer Behavioral” menunjukkan adanya hubungan antara marketing mix dari,
Marketing mix sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan pernbelian
konsumen. Lebih lanjut dikatakafuln oleh Schiffman dan Kanuk (1997) bahwa marketing mix
yang diterapkan perusahaan dalam kegiatan pemasaran tidak lain adalah untuk mempengaruhi
sikap dan perilaku konsumen sebagai respon atas usaha pemasaran perusahaan. Respon
konsumen memiliki tiga komponen yaitu cognitive, affective, conative.
Cognitive response dinyatakafuln dalam knowledge, dan perception konsumen terhadap suatu produk. Knowledge, dan perception terbentuk karena awareness dan information. Konsumen
yang aware akan kebutuhannya akan mencari informasi mengenai produk kebutuhannya
(Schiffman dan Kanuk, 1997).
Proses yang terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan
pembelian dalam tahap need recognition dan tahap information search menurut versi Kotler dan
Amstrong, atau tahap awareness dan tahap knowledge menurut versi Schiffrnan dan Kanuk.
Awareness konsumen terjadi pada tahap need recognition (versi Kotler dan Amstrong) atau tahap
awareness (versi Schiffman dan Kanuk). Knowledge konsumen yang terbentuk karena informasi
yang didapat terjadi pada tahap information search (versi Kotler dan Amstrong) atau tahap
knowledge (versi Schiffman dan Kanuk).
Affective response dinyatakafuln dalam feeling atau emosi konsumen melalui sikap suka atau tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu produk. Sikap ini merupakan hasil dari
evaluasi konsumen terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 1997). Jika pada tahap
cognitive response, konsumen memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap suatu
merek produk tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk suatu
sikap yang positif pula.
Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan pembelian pada
evaluasi terhadap berbagai merek, membentuk sikap yang berbeda-beda terhadap masing-masing
merek. Salah satu merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah yang akan dipilih dan dibeli.
Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang dinyatakafuln dengan intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 1997). Proses yang terjadi dalam conative
response memiliki kesamaan dengan tahap purchase pada proses keputusan pembelian.
Oleh Schiffman dan Kanuk (1997), consumer response yang terdiri komponen cognitive, affective, conative ditabelkan dalam models of cognitive learning sebagai berikut:
Tabel 3. Model Cognitive Learning dari Respon Konsumen
Model
Consumer respon se yan g mempunyai urutan cognitive, affective, conative merupakan
salah satu bentuk urutan dari response hierarchy model. Dalam model ini, urutan
cognitive, affective, conative merupakan urutan yang dialan ti konsumen dalam
high involvement purchase process (Kotler, 1997).
Dari penjelasan mengenai proses keputusan pembelian konsumen dan consumer response yang
terdiri dari cognitive, affective, conative, ada dua kesamaan. Pertama, adanya kesamaan antara
proses keputusan pembelian konsumen dan proses yang terjadi dalam consumer response yang
proses keputusan pembelian konsumen dan urutan cognitive, affective, conative. Urutan ini
dialami konsumen dalam high involvement purchase process.
Dengan demikian, jika marketing mix mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen,
maka marketing mix juga mempengaruhi consumer response dalam ketiga komponen cognitive,
affective, conative. Marketing mix merupakan salah satu dari independent variables yang dapat
dikontrol oleh perusahaan. Perusahaan dapat membuat keputusan mengenai product, price,
place, promotion, dan dapat mengubah atau memperbaharui keputusan tersebut. Misalnya
penentuan kenaikan atau penurunan harga.
III. METODA RISET
Dalam proses pemasaran strategi pemasaran yang terdiri dari segmenting, targeting, positioning
dikonkritkan dalam pelaksanaan program marketing melalui marketing mix. Marketing mix
terdiri dari faktor product, price, place, promotion, merupakan satu kesatuan, terintegrasi, dan
saling terkait. Jika strategi diferensiasi tertuang dalam strategi pemasaran, maka marketing mix
sebagai implementasi strategi tidak hanya terintegrasi tetapi juga harus mencerminkan penerapan
strategi diferensiasi.
Pada dasarnya, marketing mix yang dijalankan perusahaan adalah untuk mempengaruhi respon
konsumen, yaitu sikap dan perilaku konsumen dalam memberikan tanggapan atas usaha
pemasaran perusahaan. Namun, suatu perusahaan perlu menciptakan suatu program pemasaran
yang berbeda dari program pemasaran pesaing supaya perusahaan tersebut mampu memberi
konsumennya value lebih daripada value yang diberikan pesaing. Dengan demikian, perusahaan
dapat memperoleh respon yang lebih baik dari konsumennya.
Dengan demikian, menurut Kinnear dan Taylor (1996) dan Kotler (1997) interaksi marketing mix
yang terdiri dari faktor product, price, place, promotion, terhadap consumer response dengan
urutan cognitive, affective, conative, berdasarkan kajian teoritis dapat disusun dalam model of
stimulus and response.
Stimulus and Response menunjukkan bahwa marketing mix sebagai stimulus merupakan
independen variabel. Masing-masing faktor marketing mix yang terdiri dari product, price, place,
dan promotion memiliki variabel-variabel. Pada kasus takaful, strategi diferensiasi yang tertuang
dalam marketing mix, menghasilkan product acceptability, price affordability, place availability,
Sedangkan Consumer response terdiri dari komponen cognitive, affective, dan conative.
Komponen cognitive terdiri dari awarenes dan knowledge, affective terdiri dari liking dan
preference, conative terdiri dari intention to buy dan purchase.
Tabel 4. Independen Variabel : Definisi dan Operasional
Variabel Definisi Operasional
Product suatu penawaran atau suatu solusi bagi konsumen, yang terdiri dari kepada konsumen yang didukung oleh variabel: 1.features, berupa manfaat takaful
Untuk konsumen adalah sebagai asuransi tabungan, dan investasi. 2. brand name berupa image takaful.
3. return adalah keuntungan yang diperoleh konsumen dari takaful berupa jumlah tabungan, return/ bagi hasil dan bonus. 4.services berupa layanan, kemudah -an, dan fasilitas yang diberikan.
Price biaya yang dikeluarkan konsumen untuk membayar harga produk
Tabarru yang dibayar konsumen. Keunggulan tabarru takaful adalah :
1. bersifat fleksibel, konsumen boleh menentukan sendiri cara pembayaran Tabarru/ sesuai dgn kemampuannya
2. price level harga/tabarru disusun sebesar 5 Persen per unit.
3. credit terms: pembayaran premi
Place Tempat yang menyediakan produk Tempat yang menyediakan takaful, terdiri dari:
1. Takaful mempunyai beberapa cabang di kota.
2 Channels Takaful memanfaatkan sinergi dengan Sharia Bank
3. Financial Advisor
Promotion pesan yang dikomunikasikan pesan mengenai valuetakaful yang dikomuni-kasikan melalui:
1. advertising 2. direct mail
Tabel 5. Dependen Variabel: Definisi dan Operasional
Conative tindakan yang diambil konsumen dalam bentuk intent
Epistemologi Tawhidi yang diturunkan dari Allah SWT yang memiliki kekuasaan pada alam
semesta dan sumber semua ilmu, sebagaimana tersurat dalam Al Quran An Nahl (16): 48-50 dan
melalui proses diskusi (shuratic process) dengan para ahli asuransi Islam/ takaful maka fungsi
Consumer Response (CR) sebagai fungsi Social Wellbeing dirumuskan menjadi:
CR= {
Pd,Pr,Pl, Pm} [
Q
]
Dimana:CR = consumer response pada komponen cognitive, Affective dan Conative Pd= variabel product pada marketing mix
Pr= variabel price pada marketing mix Pl = variabel place pada marketing mix Pm = variabel promotion pada marketing mix
Fungsi CR akan disimulasikan dalam saling keterikatan (circular causation) sebagai berikut :
Pd
= {
Pr,Pl, Pm, CR
} [
Q
]
Pr
= {
Pd,Pl, Pm, CR
} [
Q
]
Pl
= {
Pd,Pr, Pm, CR
} [
Q
]
Pm
= {
Pd,Pr, Pl, CR
} [
Q
]
[
Q
] = {
Pd,Pr,Pl, Pm, CR
}
Berdasarkan circular causation ini maka perhitungan simulasi Social Wellbeing akan memiliki
pasangan (pairness) sebagaimana tersurat dalam Az Zukhruf (43): 12 dan Yassin (36): 33-36.
Respon konsumen akan memiliki kekuatan dengan dasar saling melengkapi (pervasive
complementarities). Cara ini akan memberikan landasan konsep tidak adanya keterbatasan
(scarcity, marginality dan opportunity cost) (Choudhury, 2000, 2003, 2004). Sumber data
penelitian ini adalah data primer, yang diperoleh dan dikumpulkan dari jawaban responden,
sumber-sumber disclosures dan Annual report dari berbagai asuransi syariah/takaful.
Data primer tersebut diperoleh dengan menggunakan semantic differential scale. Skala
pengukuran data dinyatakan dengan nilai 1-9 yang terdapat dalam Analytical Network Process
(ANP) (Saaty, 1999; Aziz, 2003; Ascarya,2004; ). Analisa Social Wellbeing terhadap Circular
Causation (Choudhury, 2000, 2003, 2004) yang dimiliki dapat digambarkan dengan model
Gambar 1. Circular Causation dalam model ANP
Berdasarkan skema tersebut, secara lengkap keterkaitan antara faktor-faktor yang terlibat dapat
digambarkan dalam model berikut :
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa diolah dengan menggunakan program ANP. Hasil pengujian menunjukan adanya
hubungan yang cukup baik antara strategi diferensiasi yang tertuang dalam marketing mix pada
takaful terhadap consumer response pada komponen cognitive terdapat pada table Limitasi
Matrix. Besarnya koefisien menunjukkan bahwa strategi diferensiasi marketing mix pada takaful
yang terdiri dari product acceptability, price affordability, place availability, dan promotion
awareness memiliki hubungan consumer response pada komponen cognitive, conative, dan
affective masing –masing sebesar 4,85 persen, 1,78 persen dan 1,19 persen.
Merujuk Tabel 6, pada nilai analisa product brand dan services (return, insurance, investment,
saving) 16 persen dan 17 persen, ini berarti hanya faktor product acceptability memiliki
keterkaitan saling mendukung yang paling kuat diantara semua faktor yang masuk dalam model.
Jadi dapat diketahui bahwa faktor marketing mix pada takaful yang memiliki pengaruh dominan
terhadap consumer response adalah product acceptability. Berdasarkan analisis Product Brand
yang “compliance to sharia rules (kesesuaian dengan aturan syariah)”memiliki nilai cukup dominan sebesar 16 persen. Nilai ini merefleksikan bahwa marketer sharia insurance memiliki
nilai-nilai moral yaitu teistis (religius), etis (beretika), realistis (fleksibel), dan humanistis
(manusiawi). Dua sifat yang menonjol dan saling berkaitan adalah teistis dan etis. Pertama,
teistis, artinya seorang marketer syariah insurance senantiasa membentengi dirinya dengan
nilai-nilai spiritual, karena lingkungan pemasaran memang selalu 'akrab' dengan suap (risywah),
perempuan, korupsi, dan kolusi. Mengutip sebuah hadis sahih, bahwasanya beliau, 'melaknat
penyuap dan orang yang menyuap' (HR Ahmad, -at-Tarmidzi, dan Ibn Majah). Dalam hadis
yang lain, dikatakan termasuk yang dilaknat adalah ar-ra'isy, yaitu perantara antara keduanya,
mungkin yang dimaksud di sini oknum-oknum broker, makelar, lawyer yang melakukan
praktik-praktik pelanggaran hukum. Dalam sebuah kitab kumpulan fatwa Syaikh Abdul Aziz bin
Ab-dullah bin Baz, yang berjudul Syar'iyyah Fi Masail 'Ashriyyah Min Fatawa 'Ulama
diberikan kepada seorang/hakim/ penegak hukum untuk melanggar al-haq (kebenaran) dan
memberikan putusan yang berpihak kepada pemberinya sesuai dengan keinginan maupun
nafsunya.
Tabel 6. Hasil Pengolahan ANP Limitting Super Matrix
Karena itu, marketer syariah perlu ketahanan moral. Ia harus senantiasa mendekatkan diri kepada
Allah. Ia harus selalu mengingat masa depan istri dan anaknya. Dia pun harus meyakini jikalau
seluruh gerak-geriknya senantiasa diawasi Sang Khalik. Kedua, etis (beretika), artinya
mengede-pankan masalah akhlak. Etika dan moral menjadi sangat penting bagi para marketer.
Product development and acceptability memiliki nilai persentase yang cukup tinggi. Product
development dapat dikaitkan produk asuransi dengan wakalah. Kontrak wakalah (perwakilan)
mulai banyak dipilih, karena dipercaya lebih cocok untuk seluruh produk asuransi syariah di
Indonesia.
penanggung. Melalui skema ini, asuransi berhak mendapatkan imbalan (ujrah) sekitar 20-30
persen dari dana tolong-menolong (ta'awun fund). Kontrak wakalah berarti tertanggung sebagai
pemilik kolektif dana menunjuk satu atau beberapa asuransi sebagai wakil (operator)—yang bertindak atas nama tertanggung—untuk mengelola dana sekaligus sebagai manajer investasi. Jika ada anggota yang mengalami musibah, dana klaim akan diambil dari dana tolong menolong yang
terkumpul.
Setelah masa pertanggungan berakhir, jika terjadi surplus hasil investasi, akan dibagikan baik
kepada asuransi—sebagai performance fee—maupun tertanggung, sesuai perjanjian di awal kontrak.
Masalah services/pelayanan sangat erat kaitan dengan pelatihan sumber daya manusia.
Perusahaan asuransi idealnya perlu mempunyai ahli asuransi yang disertifikasi secara
internasional. Asuransi syariah Indonesia dalam perkembangannya telah melakukan kegiatan
pendidikan berkelanjutan yang merupakan hasil kerjasama Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia
(AASI) dengan anak usaha Islamic Development Bank (IsDB). AASI memfokuskan program
kerja pada kegiatan sertifikasi serta pendidikan dan pelatihan tenaga ahli yang dimiliki unit usaha
asuransi syariah.
Selama beberapa tahun terakhir telah bekerjasama dengan Departemen Keuangan dalam program
diklat asuransi syariah yang terdiri dari 12 diklat dasar, 5 diklat tingkat ajun dan 1 tingkat ahli.
Secara keseluruhan dari program ini telah dihasilkan sekitar 210 alumni dari diklat ini.
Berdasarkan faktor ini serta pengalaman memberikan pendidikan dan pelatihan, selanjutnya
Indonesia dipilih menjadi pusat pelatihan dan sertifikasi asuransi syariah internasional. Untuk
asuransi syariah sertifikasi akan dipusatkan di Indonesia meskipun pasarnya masih kurang dari satu
dengan pendekatan emperis dalam riset paper ini. Bila kita perhatikan perkembangan asuransi
syariah telah meningkat kinerjanya sebagai mana tergambar dalam tabel berikut ini:
Tertanggung Premi Klaim Aset
(Rp miliar)
Sumber : Departemen Keuangan dalam Republika, 17 November 2006
Meski industri asuransi jiwa berhasil menarik minat jumlah tertanggung yang tercatat terakhir
sebesar 2,27 juta polis, total premi yang dibukukan beranjak ke posisi di bawah 1%. Di sisi lain
berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depkeu (2006) total investasi
asu-ransi syariah sepanjang 2006 naik 47,2% menjadi Rp417,9 miliar dibandingkan tahun
sebelumnya, masih kalah jauh ketimbang asuransi konvensional yang menempatkan Rp50 triliun
di sejumlah lahan investasi. Minimnya investasi asuransi syariah sejalan dengan kecilnya
perolehan premi yang diperoleh. Data terakhir Depkeu menyebutkan asuransi jiwa syariah hanya
mampu meraup Rp148,7 miliar atau 0,8% dari total industri sedangkan asuransi kerugian syariah
sebesar Rp66,31 miliar atau pangsa pasarnya sebesar 0,4% dari industri. Terbatasnya jumlah
tenaga ahli yang memadai merupakan salah satu kelemahan asuransi syariah, perkembangan
SDMnya tidak sepesat pertumbuhan jumlah perusahaan yang melonjak menjadi 27 sepanjang
2005 dan sekitar 31 perusahaan asuransi syariah di tahun 2006.
Padahal, berdasarkan pengamatan kita, minat nasabah yang tinggi telah dibarengi beroperasinya
dua pialang asuransi syariah yakni PT Fresnel Indonesia dan PT Amanah Jamin Indonesia serta
PT Asia Re selaku broker reasuransi syariah. Selanjutnya Consumer Response amat bergantung
6,7 persen dan 10,2 persen; dalam hal ini dapat di gambarkan sebagai penetapan modal utama,
tabarru/premi dan alokasi shares terhadap resiko terhadap customer.
Masalah modal utama menjadi suatu permasalahan dalam persaingan asuransi syariah dan
konvensional. Perusahaan asuransi yang membuka usaha syariah sebaiknya menyediakan modal
minimal Rp 5 miliar. Saat ini pangsa pasar asuransi syariah, diperkirakan hanya 1,5 persen dari
industri asuransi konvensional{sektor asuransi jiwa dan kerugian (umum)}yang lebih dari Rp30
triliun. Kondisi ini merupakan refleksi dari kecilnya modal unit usaha asuransi syariah yang
menurut UU No.2/1992 dapat didirikan dengan setoran dana Rp2-Rp3 miliar. Dengan modal
sekecil ini, perusahaan asuransi syariah diperkirakan akan menghadapi kesulitan meraih titik
impas dalam jangka waktu yang normal seperti asuransi konvensional. Menurut Ahmad (2006)
bahwa asuransi jiwa konvensional titik impasnya dua-tiga tahun tapi kalau modalnya di bawah
Rp 5 miliar mungkin lima sampai tujuh tahun. Selanjutnya, menurut M Syakir Sula dalam
Anonimous (2006) pagu minimal yang ideal dimiliki dalam asuransi syariah adalah sekitar Rp 10
miliar. Berdasarkan data Takaful Indonesia tahun dalam Ahmad (2006), tercatat ada 31
per-usahaan asuransi yang membuka unit syariah, termasuk tiga perper-usahaan yang beroperasi secara
penuh yaitu Takaful Keluarga, Takaful Umum dan Mubarokah.
M. Syakir Sula dalam Fahmi Ahmad (2006), mengatakan bahwa banyak perusahaan asuransi
yang membuka unit usaha syariah belum maksimal menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Merujuk pada faktor risk shares, dirasakan kelemahan pada managemen asuransi
syariah adalah dalam penyiapan tenaga ahli underwriter (penilai risiko) yang bersertifikat dan
memahami perbedaan prinsip syariah dengan konvensional. Inilah yang membuat industri
V. KESIMPULAN
Secara umum strategi diferensiasi marketing mix memiliki hubungan dengan beragam
dominasi dengan product acceptability, price affordability, place availability, dan promotion
awareness terhadap consumer response pada ketiga komponen cognitive, affective, dan conative.
Secara khususnya product acceptability dan price affordability perlu dijadikan
penekanan pada strategi diferensiasi marketing mix dalam kebijakan pengembangan shariah
insurance dimasa mendatang.
Perlu komitmen untuk melindungi kepentingan nasabah serta memberi ruang gerak dan
iklim kompetisi yang sehat industri asuransi syariah.
Dibutuhkan sejumlah regulasi pendukung yang disiapkan oleh Departemen Keuangan
dalam hal permodalan, produk, pengukuran tingkat kesehatan, dan pengembangan sumber daya
manusia.
Melihat dari data-data hasil penelitian emperis dalam paper ini dapat dinyatakafuln
bahwa Program pemasaran Sharia Insurance/takaful saat ini, telah mempertimbangkan faktor
marketing mix. Dalam pengembangan dimasa mendatang, dapat direkomendasikan untuk tetap
menitikberatkan pada faktor produk dan harga. Selanjutnya diperlukan riset yang lebih focus
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Fahmi. 2006. Unit Asuransi Syariah Perlu Tambah Modal. Bisnis Indonesia :15
November 2006, Jakarta
Achmad, Fahmi. 2006. AASI Garap Tenaga Ahli Asuransi Syariah. Bisnis Indonesia : 17
November 2006. Jakarta
Anonimous. 2006. Shariah Banking and Other Shariah Financial Institution. Government of
Indonesia.
Anonimous. 2006. Shariah Insurance Performance in Indonesia. National Sharia Council,
Indonesian Sharia Insurance Association (AASI).
Ascarya et.al 2004, "Dominasi Pembiayaan Non-bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia",
Bank Indonesia Working Paper, No. WP/04/01, Bank Indonesia.
Aziz,Iwan J. 2003, "Analytic Network Process with Feedback Influence: A New Approach to
Impact Study, mimeo, paper presented in seminar organized by the Department of
Urban and Regional Planning, University of lullinois, Urbana-Campaign.
Azis,lwan J. 1990, "Analytic Hierarchy Process in the Benefit Cost Framework: A
Post-evaluation of the Trans-Sumatra Highway Project", Europenan Journal of
Operational Research, vol. 48, no. 1, September 5, 1990.
Chouwdury, M.A. 2002. The Islamic Worldview Socio-Scientific
Perspectives, London: Kegan Paul International.
Chouwdury, M.A. Mohammed Ziaul Hague 2004. An Advanced Exposition of Islamic
Economics and Finance. Mellon Studies in Economics Vol 25. The Edwin Mellon
Press. Lewiston, Queenston, Lampeter.
Choudhury , Masudul Alam and Mohammad Hadji Alias.2003 Political Economy of Structural
Transformation (Comparative Islamic Perspective). Wisdom House
Churchil Jr., Gilbert A.1995. Marketing Research: Methodological Foundations. 6th Edition. The
Crask, Melvin, Richard J. Fox, Roy G. Stout.1995. Marketing Research: Principle and
Applications. Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey,
Davis, Duene, Robert M. Consenza.1988. Business Research for Decision Making. 2nd Edition.
PWS-KENT Publishing Company, Boston, Massachusets.
Engel, James F., Roger D. Blackwell, dan Paul W. Miniard,1993.Consumer Behavior. 7th
Edition. The Dryden Press, Fort Worth.
Investor Daily.2005. Asuransi Syariah Wajib Pakai Reasuransi Syaria Senin, 31 Oktober 2005.
Jakarta
Keegan, Warren, Sandra Moriaty, dan Stout Duncan,1995 Marketing. Prentice Hall Englewood
Cliffs, New Jersey,
Kinnear, Thomas C., Kenneth L. Benhardt, ds Kathleen 1995. A. Krentler. Principles of
Marketing. 4th Edition, HarperCollins Publisher, New York,
Kinnear, Thomas C., dan James R. Taylor.1996. Marketing Research: An Applied Approach.
5t h Edition. McGraw-Hill, Inc., New York.
Kotler, Philip.1997. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation, and Control.
9th Edition. Prentice Hall International, Inc., Upper Saddle River, New Jersey,
Kotler, Philip, dan Gary Amstrong. Principles of Marketing.1996 7th Edition. Prentice-Hall
International Inc., New Jersey.
Media Indonesia. 2005. Marketing' Syariah Junjung Moralita. 7 November 2005. Jakarta
Mowen, John C.1995. Consumer Behavior. 4th Edition. Prentice Hall International Inc.,
Engelwood Cliffs, New Jersey, 1995.
Porter, Michael E.1980. Competitive Strategy. The Free Press, New York.
Republika. 2005. Bringin Life Luncurkan Unit Link Awal 2006. 7 Oktober 2005. Jakarta
Republika. 2005. Segera Dicabut Fatwa Darurat Reasuransi. 14 November 2005. Jakarta
Republika. 2005. Kehadiran Reasuransi Syariah Sangat Diperlukan. 15 November 2005.
Jakarta
Republika. 2005. Indonesia Jadi Pusat Sertifikasi Asuransi Syariah Dunia . 21 November 2005.
Republika. 2006. Perkembangan Asuransi Syariah dan Kinerjanya. 17 November 2006. Jakarta
Saaty, Thomas L. 1996, "Fundamentals of Decision Making and Priority Theory with The
Analytic Hierarchy Process", RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, Thomas L. 1999, "Fundamentals of The Analytic Network Process", paper presented in
ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14.
Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk.1997. Consumer Behavior. 6th Edition. Prentice Hall
International Inc., New Jersey.
Yef. 2005. Kontrak Wakalah Diminati Asuransi Syariah. Investor Daily. 17 Nov 2005. Jakarta
Daftar websites
www.takaful2005.com
www.bma.gov.bh