• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROV (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI PROV (1)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

DRAFT

RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI

PROVINSI JAWA TIMUR

2011-2015

(2)

2

RINGKASAN

Pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Jawa Timur harus dipandang sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan nasional. Jawa Timur sebagai provinsi dengan penduduk besar dan wilayah yang sangat luas, ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan Ketahanan Pangan dan gizi di Jawa Timur sebagai wilayah yang surplus pangan telah menjadi tolok ukur keberhasilan ketahanan pangan dan gizi nasional. Oleh karena itu pemerintah Jawa Timur harus terus berupaya memacu pembangunan ketahanan pangan dan gizi melalui program–program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015 ini diharapkan dapat memantapkan ketahanan pangan dan Gizi, melalui: (1) meningkatkan stus gizi masyarakat dengan memprioritaskan pada penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang anak balita menjadi 10 persen pada tahun 2015, (2) mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis kemandirian untuk menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari, (3) meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) mendekati 100 pada tahun 2015. (4) meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan

(3)

DAFTAR ISI

Table of Contents

RINGKASAN ... 2

DAFTAR ISI ... 3

DAFTAR TABEL ... 4

DAFTAR GAMBAR ... 5

DAFTAR SINGKATAN ... 6

I. PENDAHULIUAN ... 7

1.1. Latar Belakang ... 7

1.2. Tujuan Penyusunan ... 8

II. PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INVESTASI PEMBANGUNAN... 9

2.1. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan ... 9

2.2. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan dan Produktivitas ... 10

2.3. Pangan dan Gizi sebagai Penentu Daya Saing Bangsa. ... 11

2.4. Perbaikan Gizi adalah Intervensi Sangat Menguntungkan dalam Pembangunan ... 12

III. KERANGKA KONSEP IMPLEMENTASI RENCANA AKSI DAERAHPANGAN DAN GIZI 2011-2015 PROVINSI JAWA TIMUR... 15

3.1. Kerangka Penyebab Masalah Pangan dan Gizi ... 15

3.2. Konsep Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015 ... 17

IV. KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI JAWA TIMUR ... 20

4.1. Gizi masyarakat ... 20

4.2. Aksesibilitas pangan ... 25

4.3. Mutu dan Keamanan Pangan ... 35

4.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 36

4.5. Kelembagaan Pangan dan Gizi ... 37

V. RENCANA AKSI PERCEPATAN TARGET PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI ... 39

5.1. Tujuan ... 39

5.2. Strategi ... 39

5.3. Kebijakan ... 39

5.4. Target sasaran ... 40

5.5. Prioritas Lokasi Sasaran ... 43

5.6. Rencana Aksi ... 49

VI.PENUTUP ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(4)

4

DAFTAR TABEL

1. Rasio Manfaat-Biaya (benefit-cost ratio) Berbagai Program Gizi ... 13

2. Biaya per Unit dan Manfaat Ekonomi berbagai Program Pangan dan Gizi ... 14

3. Penduduk Menurut Gol. Pengeluaran dan Kriteria KetahananPangan, 2010 ……….. 35

4. Sasaran Penurunan Kerawanan Pangan dan Peningkatan Gizi Masyarakat ... 40

5. Sasaran Ketersediaan Pangan Di Jawa Timur ... 41

6. Sasaran Pola Pangan Harapan ... 42

7. Indikator Penentuan Prioritas Lokasi Sasaran ... 43

(5)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi ... 16

2. Kerangka Konsep Implementasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015 Provinsi Jawa Timur ... 19

3. Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Menurut Provinsi ... 20

4. Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Jawa Timur, 2010 ... 21

5. Status Gizi Balita berdasarkan berat TB/U dan BB/TU Jawa Timur, 2010 ... 22

6. Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Jawa Timur, 2010 ... 23

7. Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Jawa Timur, 2010 ... 24

8. Status Gizi Balita Berdasarkan Tinmggi Badan Jawa Timur, 2010 ... 24

9. Status Gizi Balita Berdasarkan Berat dan Tinggi Badan Jawa Timur, 2010 ... 25

10. Peranan Jawa Timur Dalam Penyediaan pangan Nasional ... 25

11. Perkembangan Ketersediaan pangan Nabati di Jawa Timur... 26

12. Perkembangan Ketersediaan pangan Hewani di Jawa Timur ... 26

13. Kemandirian pangan di Jawa Timur ... 27

14. Ketersediaan pangan per kapita dalam energy... 28

15. Ketersediaan protein per kapita dalam energy ... 28

16. Capaian Kecukupan Konsumsi Energi Masyarakat Jawa Timur ... 29

17. Tingkat Konsumsi Protein Penduduk Jawa Timur, 2007 ... 30

18. Konsumsi energi Penduduk Jawa Timur (Kkal/kapita/hari), 2007 ... 31

19. Konsumsi Protein Penduduk Jawa Timur (Kkal/kapita/hari), 2007 ... 31

20. Capaian Pola Pangan Harapan Masyarakat Jawa Timur ... 32

21. Perkembangan Pola Pangan Masyarakat di Jawa Timur ... 33

22. Pekembangan Penduduk Sangat Rawan ... 33

23. Prevalensi Penduduk Sangat Rawan Konsumsi Pangan Energi Tingkat Berat ... 34

24. Rumah Tangga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Jawa Timur ... 37

25. Prioritas Lokasi Sasaran RAD PG Jawa Timur 2011-2015 ... 44

26. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Gizi Buruk Jawa Timur 2011-2015 ... 46

27. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Gizi Kurang Jawa Timur 2011-2015 ... 46

28. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan PHBS Jawa Timur 2011-2015 ... 47

29. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan KEK Wanita Usia Subur Jawa Timur 2011-2015... 47

30. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Daerah Rawan Pangan Jawa Timur 2011-2015... 48

(6)

6

DAFTAR SINGKATAN AGB = Anemia Gizi Besi

BBLR = Bayi Berat Lahir Rendah BLT = Bantuan Langsung Tunai

CPMB = Cara Produksi Makanan Yang Baik CDPB = Cara Distribusi Pangan Yang Baik FDA = Food Drug Administration

GAKY = Gangguan Akibat Kurang Yodium GAP = Good Agricultural Practices

GDP = Good Distribution Practices GHP = Good Handling Practices GKP = Gabah Kering Panen

GMP = Good Manufacturing Practices HDPP = Harga Dasar Pembelian Pemerintah HDR = Human Development Report

HIV/AIDS = Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome HPP = Harga pembelian pemerintah

IMT = Indeks Massa Tubuh

IPM = Indeks Pembangunan Manusia ISPA = Infeksi Saluran Pernapasan Atas KEK = Kurang Energi Kronik

KLB = Kejadian Luar Biasa KMS = Kartu Menuju Sehat KVA = Kurang Vitamin A LILA = Lingkar Lengan Atas

LUEP = Lembaga Usaha Ekonomi di Pedesaan MDGs = Millenium Development Goals

MP-ASI = Makanan Pendamping Air Susu Ibu PAUD = Pendidikan anak usia dini

PDB = Product Domestic Bruto PPH = Pola Pangan Harapan

RANPG = Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi

RPJMN = Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional SDM = Sumberdaya Manusia

SDKI = Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SUVITAL = Sumber Vitamin A Alami

SKPG = Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi SUSENAS = Survei Sosial Ekonomi Nasional TBC = Tuberculosis

TGR = Total Goiter Rate

UPGK = Upaya Perbaikan Gizi Keluarga WUS = Wanita Usia Subur

(7)

I. PENDAHULIUAN 1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Oleh karena itu pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sementara itu, pengaturan tentang pangan tertuang dalam Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang menyatakan juga bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat. Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi ketahanan pangan

yaitu : “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Kecukupan pangan

yang baik mendukung tercapainya status gizi yang baik sehingga akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas.

Beberapa dampak buruk kurang gizi adalah: (1) rendahnya produktivitas kerja; (2) kehilangan kesempatan sekolah; dan (3) kehilangan sumberdaya karena biaya kesehatan yang tinggi. Agar individu tidak kekurangan gizi maka akses setiap individu terhadap pangan harus dijamin. Akses pangan setiap individu ini sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinyu. Kemampuan mengakses ini dipengaruhi oleh daya beli, yang berkaitan dengan tingkat pendapatan dan kemiskinan seseorang. Upaya-upaya untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi serta kesempatan pendidikan tersebut akan mendukung komitmen pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), terutama pada sasaran-sasaran: (1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua; (3) menurunkan angka kematian anak; dan (4) meningkatkan kesehatan ibu pada tahun 2015.

(8)

8

Penyusunan RAD-PG 2011-2015 akan dijadikan dokumen operasional yang menyatukan pembangunan ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan SDM berkualitas sebagai modal sosial pembangunan bangsa dan negara.Selanjutnya dokumen ini diharapkan dapat dijadikan panduan dan acuan bagi para pemangku kepentingan baik instansi pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, petani, nelayan, industri pengolahan, pedagang, penyedia jasa, serta masyarakat pada umumnya dalam menjabarkan lebih lanjut secara terintegrasi, terkoordinasi dan sinergis berbagai kegiatan nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi menadatang di Jawa Timur.

1.2.Tujuan Penyusunan

Tujuan umum. RAD-PG Jawa Timur 2011-2015 disusun untuk menjadi panduan dan arahan serta acuan bagi instutusi pemerintah, organisasi non pemerintah, institusi masyarakat dan pelaku lain baik pada tataran provinsi maupun kabupaten dan kota untuk berperan serta meningkatkan kontribusi yang optimal dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan gizi Jawa Timur.

Tujuan khusus

1. Meningkatkan pemahaman seluruh stakeholders terkait dan masyarakat dalam peran sertanya untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi.

2. Meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi pangan dan gizi di setiap wilayah agar: (i) mampu menetapkan prioritas penanganan masalah pangan dan gizi; (ii) mampu memilih intervensi yang tepat sesuai kebutuhan lokal; dan (iii) mampu membangun dan memfungsikan lembaga pangan dan gizi; dan (iv) mampu memantau dan mengevaluasi pembangunan pangan dan gizi.

(9)

II. PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INVESTASI PEMBANGUNAN

Pembangunan suatu bangsa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan setiap warga negara. Peningkatan kemajuan dan kesejahteraan bangsa sangat tergantung pada kemampuan dan kualitas sumberdaya manusianya. Ukuran kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/HumanDevelopment Index (HDI) digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. IPM adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunanmanusia yaitu : (1) Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran; (2) Pengetahuan yang diukur dengan angka ti ngkat baca tul is pada orang dewasa; dan (3) Standar kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritas daya beli.

Menurut Human Development Reports, UNDP, 2010, IPM Indonesia dikategorikan dalam

‘medium human development’ dan menduduki ranking 108 dari 182 negara. Sementara, negara

ASEAN lain berada pada posisi 27 (Singapura), 37 (Brunei Darussalam), 57 (Malaysia), 92 (Thailand), 97 (Filipina), dan 113 (Vietnam).Pangan dan gizi merupakan salah satu faktor yang mempunyai peran yangsangat penting dalam pencapaian IPM dari suatu negara. Peran pangan dan gizi sebagai modal pembangunan bangsa, seperti ulasan berikut.

2.1. Pangan dan Gizi untuk Pertumbuhan dan Kecerdasan

Konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi kecukupan gizi individu untuk tumbuh dan berkembang. Gizi pada ibu hamil sangat berpengaruh pada perkembangan otakjanin, sejak dari minggu ke empat pembuahan sampai lahir dan sampai anak berusia 2 tahun. Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal, 2009). Martorell pada tahun 1996 telah menyimpulkan kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa intervensi gizi hanya akan efektif jika dilakukan selama kehamilan dan 2-3 tahun pertama kehidupan anak.

(10)

10

sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.

Air susu ibu (ASI) adalah makanan yang paling sesuai untuk bayi karena mengandung zat-zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk tumbuh dan berkembang. Pentingnya memberikan ASI secara eksklusif pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan dan terus memberikan ASI sampai anak berusia 24 bulan telah memiliki bukti yang kuat. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif menunjukkan perkembangan sosial dan kognitif yang lebih baik dari bayi yang diberi susu formula (Michael S. dan Kramer, et al, 2003). Efek jangka panjang dari pemberian ASI pada anak dan kesehatan mental remaja telah diteliti secara cohor t pada 2900 ibu hamil yang diteliti selama 14 tahun di Australia. Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2009 ini menyimpulkan bahwa pemberian ASI yang singkat (kurang dari 6 bulan) menjadi prediktor dari berbagai masalah kesehatan mental yang akan muncul pada masa anak dan remaja, seperti autis, kenakalan remaja, agitasi, dan lain sebagainya (Wendy H. Oddy, et al, 2009). Bahkan IQ anak yang diberi ASI ditemukan 13 poin lebih baik daripada bayi yang tidak diberikan ASI.

Kekurangan yodium pada saat janin yang berlanjut dengan gagal dalam pertumbuhan anak sampai usia dua tahun dapat berdampak buruk pada kecerdasan secara permanen. Anemia kurang zat besi pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan menderita kurang zat besi, dan berdampak buruk pada pertumbuhan sel-sel otak anak, sehingga secara konsisten dapat mengurangi kecerdasan anak. Di Indonesia, telah lama di bukti kan bahwa kejadian anemia pada anak berhubungan dengan berkurangnya prestasi kognitif sehingga berakibat rendahnya pencapaian tingkat pendidikan pada anak sekolah (Soemantri, AG et al. 1989). Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) disertai dengan anemia, selain dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan mental anak, juga dapat mengakibatkan penurunan kecerdasan sampai 12 poin. Selain itu BBLR meningkatkan resiko pada usia dewasa menderita dia betes mellitus, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan (obesity), kanker, dan str oke (James et al, 2000).

Keadaan gizi yang buruk sewaktu janin di dalam kandungan dan setelah dilahirkan, mempunyai pengaruh sangat besar terhadap perkembangan otaknya. Pada saat janin dalam kandungan sampai bayi dilahirkan, 66 persen dari jumlah sel otak dan 25 persen dari berat otak dewasa telah tercapai. Sisanya akan ditentukan oleh keadaan gizi setelah lahir. Pertumbuhan otak yang sangat cepat terjadi pada minggu ke 15-20 dan minggu ke 30 masa kehami lan, serta bulan ke 18 setelah kelahiran. Penelitian pada BBLR menunjukkan penurunan berat otak besar 12 persen dan otak kecil 30 persen, juga mengalami penurunan jumlah sel otak besar 5 persen dan otak kecil 31 persen. Pengukuran tingkat kecerdasan pada anak umur tujuh tahun yang sebelumnya pernah menderita kurang energi protein (KEP) berat memiliki rata-rata IQ sebesar 102, KEP ringan adalah 106 dan anak yang bergizi baik adalah 112. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan gizi pada masa lalu dapat mempengaruhi kecerdasan di masa yang akan datang.

2.2. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan dan Produktivitas

(11)

melahirkan bayi yang juga menderita anemia. Kurang vitamin A (KVA) pada bayi dan anak balita dapat menurunkan daya tahan tubuh, meningkatkan resiko kebutaan, dan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian akibat infeksi (Tarwotjo, et al 1989).

Kekurangan gizi pada anak balita dan ibu hamil akan meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan pemerintah untuk biaya kesehatan karena banyak warga yang mudah jatuh sakit akibat kurang gizi. Penelitian dampak anemia pada kelompok penduduk dewasa ternyata juga mengurangi produktivitas kerjanya (Husaini et al, 1984). Hal ini akan berakibat serius mengingat pada saat yang sama,penderita anemia pada usia produktif yang berj umlah hampi r 52 juta jiwa akan menurunkan produktivitas kerja 20-30 persen. Pada kondisi gizi buruk, penurunan produktivitas perorangan diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi pendapatan seumur hidup. Dengan diperbaiknya konsumsi pangan dan statusi gizi, produktivitas masyarakat miskin dapat ditingkatkan sebagai modal untuk memperbaiki ekonominya dan mengentaskan diri dari lingkaran kemiskinan-kekurangan gizi-kemiskinan. Semakin banyak rakyat miskin yang diperbaiki konsumsi pangan dan status gizinya, akan semakin berkurang jumlah rakyat miskin. Upaya penanggulangan kemiskinan yang dapat meningkatkan akses rumah tangga terhadap pangan akan mempunyai daya ungkit yang besar dalam meningkatkan kesehatan dan produktivitas (Bank Dunia, 2006).

2.3. Pangan dan Gizi sebagai Penentu Daya Saing Bangsa.

The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang di kel uarkan World Economic Forum pada September 2010 menyebutkan, peringkat daya saing Indonesia meningkat dengan sangat bermakna.Sementara pada 2009 daya saing Indonesia menduduki peringkat ke-54 dari 144 negara dan tahun 2010 peringkat Indonesia naik 10 tingkat di posisi ke-44 dengan nilai 4,43. Posisi ini lebih baik dibanding India, meski masih berada di bawah Cina. Daya saing global India menduduki peringkat ke-51 dan Cina di peringkat ke-27. Peringkat Indonesia tidak buruk, bahkan Indonesia dinilai sebagai salah satu negara dengan prestasi terbaik. Tentu saja prestasi ini harus di pertahankan bahkan terus diti ngkatkan, diantaranya dengan melakukan upaya perbaikan kualitas pangan dan gizi masyarakat. Jika tingkat konsumsi makanan seimbang dan bergizi baik maka akanmeni ngkatkan status kesehatan yang merupakan salah satu i ndi katorpenti ng bersama pendidi kan dalam menentukan daya sai ng bangsa.

Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pangan dalam rumah tangga terutama pada ibu hamil dan anak balita akan berakibat pada kekurangan gizi yang berdampak pada lahirnya generasi muda yang tidak berkualitas. Apabila masalah ini tidak diatasi maka dalam jangka menengah dan panjang akan terjadi kehilangan generasi (generation lost) yang dapat mengganggu kelangsungan berbagai kepenti ngan bangsa dan negara. Keberhasi lan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta tangkas dan cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah dan kualitas asupan pangan yang dikonsumsi. Masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola asuh, ketersediaan dan konsumsi pangan beragam, faktor sosial-ekonomi, budaya dan politik. Gizi kurang dan gizi buruk yang terus terjadi dapat menjadi faktor penghambat dalam pembangunan nasional.

(12)

12

H ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap individu berhak hidup sejahtera, dan pelayanan kesehatan adalah salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas SDM. Upaya -upaya untuk menjamin kecukupan pangan dan gizi akan mendukung komitmen pencapaian Millennium Development Goa ls (MDGs), terutama pada sasaran-sasaran tahun 2015, yaitu: MDG1: menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; MDG4: menurunkan kematian anak; MDG5: meningkatkan kesehatan ibu; dan MDG6: memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya.

2.4. Perbaikan Gizi adalah Intervensi Sangat Menguntungkan dalam Pembangunan

Bank Dunia (2006) menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan suatu investasi yang sangat menguntungkan. Setidaknya ada tiga alasan suatu negara perlu melakukan intervensi di

bidang gizi. Pertama, perbaikan gizi memiliki ‘economic returns’ yang tinggi; kedua, intervensi

gizi terbukti mendorong pertumbuhan ekonomi; dan ketiga, perbaikan gizi membantu menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan produktivitas kerja, pengurangan hari sakit, dan pengurangan biaya pengobatan. Pada kondisi gizi buruk, penurunan produktivitas perorangan diperkirakan lebih dari 10 persen dari potensi pendapatan seumur hidup; dan secara agregat menyebabkan kehilangan PDB antara 2-3 persen. Konferensi para ekonom di Copenhagen tahun 2005 (Konsensus

Kopenhagen) menyatakan bahwa intervensi gizi menghasilkan keuntungan ekonomi (‘economic

(13)

Tabel 1. Rasio Manfaat-Biaya (benefit-cost ratio) Berbagai Program Gizi

Jenis Program Intervensi BC-Ratio

a. Promosi ASI di rumah sakit 5-67

b. Program Pelayanan Anak Terpadu 9-16

c. Suplementasi Iodium pada Wanita 15-520

d. Suplementasi Vitamin A pada anak < 6 thn 4-43

e. Pemberian tablet besi untuk ibu hamil 24.7

f. Fortifikasi zat besi 176-200

g. Suplementasi zat besi pada ibu hamil 6-14

Sumber: Behrman, Alderman, and Hoddinott (2004) dalam Bank Dunia (2006)

Selama ini para ahli ekonomiberpendapatbahwa investasi ekonomi merupakan pra syarat utama untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Dari analisis hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan, serta analisis ekonomi terhadap keuntungan investasi gizi, diketahui bahwa perbaikan gizi dapat dilakukan tanpa harus menunggu tercapainya tingkat perbaikan ekonomi tertentu. Perkembangan iptek pada dasawarsa terakhir memungkinkan perbaikan gizi dengan lebih cepat tanpa harus menunggu perbaikan ekonomi.

Beberapa negara dengan PDB yang sama ternyata mempunyai angka prevalensi gizi-kurang pada anak balita yang berbeda-beda. Zimbabwe yang memiliki PDB lebih rendah dari Namibia tetapi ternyata memiliki status gizi anak balita yang lebih baik. Demikian halnya dengan Cina, PDB per kapita negara ini relatif lebih rendah dibanding negara-negara Asia lainnya namun memiliki prevalensi balita gizi kurang paling rendah.

Sampai 1970-an banyak ahli ekonomi dan ahli perencanaan pembangunan, termasuk Bank Dunia, mengartikan investasi dalam arti sempit. Investasi pembangunan ekonomi lebih diartikan sebagai penanaman modal untuk membangun industri barang dan jasa dalam rangka menciptakan lapangan kerja. Titik berat investasi adalah untuk membangun prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan dan transportasi. Pada waktu itu jarang sekali para perencana pembangunan memasukkan perbaikan gizi, kesehatan dan pendidikan sebagai bagian suatu investasi ekonomi.

Memasuki periode 1990-an keadaan ini mulai berubah. Pada 1992 Bank Dunia menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan suatu investasi pembangunan. Investasi di bidang ini menjadi salah satu prioritas Bank Dunia dalam pemberian pinjaman kepada negara berkembang. Keterkaitan upaya perbaikan gizi dengan pembangunan ekonomi juga dikemukakan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, yang menyatakan bahwa gizi yang baik dapat merubah kehidupan anak, meningkatkan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatannya, dan meletakkan fondasi untuk masa depan produktivitas anak.

(14)

benar-14

benar “cost-effective”. Bank Dunia (1996) merekomendasikan bentuk intervensi yang dianggap

cost-effective untuk berbagai situasi. Sementara Soekirman dkk (2003), berdasarkan data dari berbagai sumber juga menyajikan informasi tentang unit cost dan cost-effectiveness berbagai program gizi hasil studi di berbagai negara (Tabel 2).

Tabel 2. Biaya per Unit dan Manfaat Ekonomi berbagai Program Pangan dan Gizi

Jenis Intervensi

Biaya Per Unit Dan Lokasi Manfaat Ekonomi Per

Intervensi Pangan dan Gizi Di Masyarakat

1. Subsidi Pangan * Indonesia, 2004 0,9

2. Program Intervensi Gizi Berbasis Masyarakat Sebagai Bagian Dari Pelayanan Kesehatan Dasar

8.01 Indonesia, 2004 2.6

2. Pendidikan Gizi 0.37 Indonesia, 2004 32.3

Intervensi Zat Gizi Mikro

3.Suntikan Iodium 0.49

0.14

6. Suplementasi Vitamin A 0.46-0.68 Haiti, 1978 50.0 7. Fortifikasi Vitamin A Pada Gula 0.14 Guatemala, 1976 16.0 8. Suplementasi Besi Pada Ibu Hamil 2.65-4.44 Tidak Disebut, 1980 24.7 9. Fortifikasi Besi Pada Garam 0.10 India, 1980

10.Fortifikasi Besi Pada Gula 0.10 0.80

Guatemala, 1980

Tidak Disebut, 1980 - 11.Fortifikasi Besi Pada Pangan Pokok

(Terigu) - - 84.1

Pemberian Makanan Tambahan

11. PMT Pada Anak Balita 3.99 Indonesia, 2004 1.4

(15)

III. KERANGKA KONSEP IMPLEMENTASI RENCANA AKSI DAERAH PANGAN DAN GIZI 2011-2015 PROVINSI JAWA TIMUR

3.1. Kerangka Penyebab Masalah Pangan dan Gizi

Terdapat dua faktor langsung penyebab gizi kurang pada anak balita, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong. Sebagai contoh, anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat pada gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. Berbagai faktor penyebab langsung dan tidak langsung terjadinya gizi kurang digambarkan dalam kerangka pikir UNICEF (1990) (Gambar 1).

Faktor penyebab langsung pertama adalah makanan yang dikonsumsi, harus memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang. Makanan lengkap bergizi seimbang bagi bayi sampai usia 6 bulan adalah air susu ibu (ASI), yang dilanjutkan dengan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi bayi usia 6 bulan sampai 2 tahun. Data menunjukkan masih rendahnya persentase ibu yang memberikan ASI, dan MP-ASI yang belum memenuhi gizi seimbang oleh karena berbagai sebab. Faktor penyebab langsung yang kedua adalah infeksi yang berkaitan dengan tingginya prevalensi dan kejadian penyakit infeksi terutama diare, ISPA, TBC, malaria, demam berdarah dan HIV/AIDS. Infeksi ini dapat mengganggu penyerapan asupan gizi sehingga mendorong terjadinya gizi kurang dan gizi buruk. Sebaliknya, gizi kurang melemahkan daya tahan anak sehingga mudah sakit. Kedua faktor penyebab langsung gizi kurang itu memerlukan perhatian dalam kebijakan ketahanan pangan dan program perbaikan gizi serta peningkatan kesehatan masyarakat.

(16)

16

Sumber : UNICEF 1990, diolah lebih lanjut

Gambar 1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi

Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang antara lain tercermin pada maraknya masalah gizi kurang dan gizi buruk

Status Gizi Anak Balita

Konsumsi Makanan Status Infeksi

Pola Asuh

Pemberian ASI/MPASI, pola asuh psikososial,

penyediaan MP-ASI, kebersihan dan sanitasi

lingkungan Ketersediaan

& Pola Konsumsi Rumah tangga

Playanan Kesehatan dan

Kesehatan Lingkungan

Daya Beli, Akses Pangan, Askes Informasi, Akses Pelayanan Kesehatan, Akses Pendidikan, Akses LSM dan Sumberdaya Perempuan, Keluarga

Kemiskinan, Ketahanan Pangan & Gizi, Pendidikan, Kesehatan, Kependudukan

Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya

Outcome

Penyebab Langsung

Penyebab Tidak Langsung

(17)

di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada pembangunan ekonomi, politik dan sosial yang harus dapat menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan.

3.2.Konsep Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015

Seperti banyak diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan dan gizi yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan. United Nation Development Programme (UNDP) sebagai lembaga PBB yang berkompeten memantau pelaksanaan MDGs telah menetapkan dua ukuran kelaparan, yaitu jumlah konsumsi energi (kalori) rata-rata anggota rumah tangga di bawah kebutuhan hidup sehat dan proporsi anak balita yang menderita gizi kurang. Ukuran tersebut menunjukkan bahwa MDGs lebih menekankan dampak daripada masukan. Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan produksi pangan; bukan sebaliknya. Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik.

Berdasarkan konsep tersebut , maka dalam penyusunan RAD-PG Jawa Timur 2011-2015 harus mengacu pada pada keluaran Akses Universal Pangan dan Gizi pada tahun 2015, yakni : Penurunan prevalensi gizi kurang anak balita dan Penurunan Prevalensi pendek anak balita, dan pencapaian konsumsi pangan dengan asupan kalori 2000 Kkal/kapita/hari. Pencapaian harus dilakukan secara bertahap dan indikator keluaran yang terukur, yakni:

1. Meningkatnya cakupan ASI ekslusif, D/S (jumlah anak yang ditimbang terhadap jumlah seluruh anak di wilayah penimbangan tersebut), KN (kunjungan neonatal), dan K4 Kunjungan ke-4

2. Meningkatnya tingkat keragaman konsumsi dan skor Pola Pangan Harapan (PPH)

3. Meningkatnya cakupan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat dan Pangan industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi

4. Meningkatnya jumlah rumah tangga yang melakukan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS)

5. Meningkatnya jumlah kab/kota yang mempunyai SKPD bidang pangan dan gizi 6. Meningkatnya peraturan perundangan pangan dan gizi

7. Meningkatnya tenaga D3 gizi puskesmas dan PPL kecamatan

Pencapaian keluaran ini harus dilakukan melalui serangkaian kegiatan yang dimulai dengan identifikasi tantangan yang dihadapi. Tantangan yang perlu diidentifikasi menyangkut :

1. Sosial dan Budaya : disparitas kemiskinan, disparitas pendidikan, persepsi hak asasi manusia, pemberdayaan keluarga dan kesetaraaan gender, persepsi kesehatan reproduksi, tabu makanan, kepercayaan dan perilaku yang bertentangan dengan kesehatan

(18)

18

pangan dan gizi terkait dengan kemiskinan, pengawasan mutu dan keamanan pangan, koordinasi dan kemitraan, pennelitian pangan dan gizi termasuk kurang zat gizi mikro

Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Jawa Timur 2011-2015(RAD-PG 2011-2015) perlu diimplementasikan dengan sistematis sesuai dengan tantangan yang dihadapi dan kegiatan yangb terstuktur secara integratif dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas :

1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak 2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam

(19)

TANTANGAN

1. Sosial dan Budaya :

• disparitas kemiskinan • disparitas pendidikan • persepsi hak asasi

manusia dan gizi terkait dengan kemiskinan

• pengawasan mutu dan keamanan pangan, koordinasi dan kemitraan

• pennelitian pangan dan gizi termasuk kurang zat gizi mikro

5 PILAR RENCANA AKSI

1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak 2. Peningkatan aksesibilitas hidup sehat dan bersih (PHBS)

5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.

KELUARAN

1. Meningkatnya cakupan ASI ekslusif, D/S, KN, dan K4

2. Meningkatnya tingkat keragaman konsumsi dan skor PPH

3. Meningkatnya cakupan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat dan PIRT tersertifikasi SKPD bidang pangan dan gizi

6. Meningkatnya peraturan perundangan pangan dan gizi

7. Meningkatnya tenaga D3 gizi puskesmas dan PPL kecamatan

Akses Universal Pangan dan Gizi pada tahun 2015

1. Penurunan prevalensi gizi kurang anak balita dan Penurunan Prevalensi pendek anak balita 2. Konsumsi pangan dengan

asupan kalori 2000 Kkal/kapita/hari

(20)

20

IV. KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI JAWA TIMUR

4.1.Gizi masyarakat

Tolok ukur yang dapat mencerminkan status gizi masyarakat adalah status gizi pada anak balita yang diukur dengan berat badan dan tinggi badan menurut umur dan dibandingkan dengan standar baku rujukan WHO (2005). Posisi Jawa Timur dalam status gizi berdasarkan berat badan cukup baik dibandingkan dengan Propinsi lain yang ada di Indonesia (Gambar 3)

Sumber : Riskesdas, 2010 dan Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011

Gambar 3. Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Menurut Provinsi

Jika dibandingkan dengan target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015 yakni gizi buruk dan kurang sebesar 15.5 %, maka Jawa Timur dalam “posisi aman”, karena jauh melampai target MDGs. (Gambar 4).

0 5 10 15 20 25 30 35

Status gizi pada Balita berdasar berat badan, 2010

(21)

Sumber : Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011

Gambar 4. Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Jawa Timur, 2010

Gizi buruk yang terjadi di jawa Timur sebesar 2.5 % dan gizi kurang sebesar 9.3 %. Namun penurunan gizi buruk dan kurang masih terus harus diturunkan mengingat Jawa Timur populasi penduduknya sangat besar.

Status Gizi Balita berdasarkan tinggi badan dan BB/TU disajikan dalam Gambar 5. Status. Di samping Target MDGs menekankan pada stus Gizi balita berdasarkan berat badan, juga berdasarkan tinggi badan. Target MDGs pada tahun 2015 diharapkan balita dengan staus sangat pendek dan pendek maksimal 32 %.

2.5

9.3

2.8

85.4

Target MDGs Gizi Buruk + kurang 2015 sebesar 15.5 %

Gizi buruk

Gizi kurang

Gizi lebih

(22)

22

Sumber : Riskesdas, 2010

Sumber : Riskesdas, 2010 dan Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011

Gambar 5. Status Gizi Balita berdasarkan berat TB/U dan BB/TU Jawa Timur, 2010

Jumlah Balita sangat pendek dan pendek di Jawa Timur sebesar 36 %, sehingga dalam masih di atas target MDGs tahun 2015 sebesar 32 %. Oleh karena itu diperlukan usaha penurunan sebesar 1 % setiap tahunnya.

0 10 20 30 40 50 60 70

Status gizi pada Balita berdasar tinggi badan, 2010

sangat pendek pendek

0 5 10 15 20 25

Status gizi pada Balita berdasar BB/TB, 2010

(23)

Sumber : Riskesdas, 2010

Gambar 6. Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Jawa Timur, 2010

Daerah yang perlu mendapatkan penanganan gizi di Jawa Timur dimana ditunjukkan pada daerah diatas garis sebagaimana disajikan dalam Gambar 7, 8 dan 9.

21%

15%

64%

Prevalensi status Gizi Balita Jawa Timur (Riskesdas, 2010)

Sangat pendek

Pendek

(24)
(25)

Sumber : Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2011

Gambar 9. Status Gizi Balita Berdasarkan Berat dan Tinggi Badan Jawa Timur, 2010

4.2. Aksesibilitas pangan

Jawa Timur merupakan daerah sentra pangan di Indonesia, bahkan secara umum merupakan propinsi yang terbesar kontribusinya dalam penyediaan pangan nasional. Oleh karena itu pembangunan dalam peningkatan produksi pangan di Jawa timur sekaligus merupakan suatu penyediaan pangan secara nasional. Gambaran Peranan Jawa Timur dalam penyediaan pangan disajikan dalam Gambar 10.

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 10 Peranan Jawa Timur Dalam Penyediaan pangan Nasional

0.0

Status gizi Balita berdasar BB/TU di Wilayah Jawa Timur, 2010

Sangat kurus Kurus Gemuk

0.0

(26)

26

Ditinjau dari perkembangan ketersediaan pangan, di Jawa timur selalu mengalami peningkatan kecuali, beberapa komoditas palawija saja. Perkembangan produksi pangan nabati ditunjukkan dalam Gambar 11, sedangkan untuk pangan hewani disajikan dalam Gambar 12.

Gambar 11. Perkembangan Ketersediaan pangan Nabati di Jawa Timur

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 12. Perkembangan Ketersediaan pangan Hewani di Jawa Timur

Beras Jagug Kedela

(27)

Kebutuhan pangan di Jawa Timur memang hampir dapat dipenuhi semua dari potensi domestik, kecuali untuk komoditas kedelai yang masih mengalami defisit. Sedangkan untuk beras, jagung, kacang maupun ubi mengalami surplus. Surplus pangan di jawa Timur selain didukung sumberdaya alam yang sesuai, juga potensi sumberdaya manusia dan adanya dukungan infrastruktur ekonomi yang lebih baik. .

Selain mempertimbangkan ketersediaan dan konsumsi komoditi pangan utama yaitu beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan dan umbi-umbian, Jawa Timur juga merupakan sumber bahan pangan lainnya yang bersumber dari ternak dan ikan yaitu beberapa jenis bahan makanan lainnya seperti daging, telur, susu dan ikan

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 13. Kemandirian pangan di Jawa Timur

Sesuai dengan sifat produksi pertanian yang bersifat musiman, maka telah menyebabkan ketersediaan pangan di Jawa timur bersifat fluktuatif per bulan. Akibat dari keadaan ini neraca pangan per bulan untuk komoditas beras terjadi surplus yang sangat besar pada waktu musim panen (Februari s/d Agustus), namun pada selain bulan tersebut terjadi defisit. Keadaan ini terjadi pula pada komoditas kedelai, namun pada komoditas jagung terjadi surplus sepanjang bulan.

Berdasarkan persyaratan yang ditetapkan FAO, bahwa ketersediaan pangan dalam energy minimal 2200 Kkal/kapita/hari dan protein sebesar 54 gram/kapita/hari, maka posisi Jawa Timur jauh melebihi standar tersebut. Ketersediaan pangan dalam ukuran energ Jawa Timur saat ini sebesar 5.812 KKal/kapita/hari(Gambar 14), sedangkan untuk proten ketersediannnya sebesar 115 gr/kapita/hari(Gambar 15).

-1000000 0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000

T

o

n

Ketersediaan dan Konsumsi pangan Jawa Timur , 2010

Ketersediaan

Konsumsi

(28)

28

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 14. Ketersediaan pangan per kapita dalam energi

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 15. Ketersediaan protein per kapita dalam energi

(29)

Kecukupan Energi (AKE) sebesar 2.000 Kkal/kap/hari..Konsumsi energi penduduk perkotaan relatif sama dengan konsumsi energi penduduk pedesaan (Gambar 16)

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 16. Capaian Kecukupan Konsumsi Energi Masyarakat Jawa Timur

Sedangkan konsumsi protein penduduk Jawa Timur mencapai sebesar 55,9 gr/kap/hr dari konsumsi protein tahun sebelumnya sebesar 51,9 gr/kap/hr. Konsumsi protein tersebut ternyata melampaui 4 gr/kap/hr (19,61% ) dari angka kecukupan protein yang dianjurkan 52 gr/kap/ hr (Gambar 17).

Pedesaan Perkotaan Jawa Timur

2002 1893 1889 1889

2005 1874 1880 1876

2007 1988 1912 1950

2009 1962.3

2010 1966.8

standar 2000 2000 2000

1800 1820 1840 1860 1880 1900 1920 1940 1960 1980 2000 2020

K

k

sl

/k

a

p

it

a

/h

a

ri

(30)

30

Sumber : Badan Ketahanan Pangan (diolah)

Gambar 17. Tingkat Konsumsi Protein Penduduk Jawa Timur, 2009

Sedangkan Tingkat konsumsi energi dan proten Jawa Timur berdasarkan wilayah disajikan Gambar 18 dan 19. Sesuai dengan standar (Angka Kecukupan Energi (AKE) sebesar 2.000 Kkal/kap/hari), maka dijumpai wilayah-wilayah di bawah standar kecukupan (Gambar 18). Begitu pula angka kecukupan protein terdapat beberapa yang berada di bawah angka kecukupan protein yang dianjurkan 52 gr/kap/ hr (Gambar 19)

Padi-Padian, 26.8

Umbi-Umbian , 0.5 Pangan Hewani,

12 Minyak &

Lemak, 0.1 Buah/Biji Berminyak, 0.7

Kacang-Kacangan, 9.8

Gula, 0

Sayur Dan Buah, 3.9

Lain-Lain, 2.1

(31)

Gambar 18. Konsumsi energi Penduduk Jawa Timur (Kkal/kapita/hari), 2007

Sumber : Riskesdas Jawa Timur, 2007

Gambar 19. Konsumsi Protein Penduduk Jawa Timur (Kkal/kapita/hari), 2007

Tingkat dan kualitas konsumsi pangan tercermin dari skor Pola Pangan Harapan (PPH). Skor PPH terus meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh keragaman konsumsi pangan penduduk dengan skor PPH 86.4. Meskipun kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kualitas konsumsi pangan semakin meningkat, namun masih

0

Konsumsi energi Jawa Timur (Kkal/kapita/hari), 2007

Standar

(32)

32

terdapat asupan gizi dari beberapa kelompok bahan makanan berada dibawah rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.

Sumber : Badan Katahanan Pangan (diolah)

Gambar 20. Capaian Pola Pangan Harapan Masyarakat Jawa Timur

Tingkat asupan konsumsi pangan masyarakat Jawa timur masih didominasi Konsumsi pangan kelompok padi-padian didominasi oleh beras, dan ternyata konsumsi beras masih cukup tinggi, melibihi dari yang dianjurkan. Di sisi lain konsumsi pangan lainnya kurang dari yang dianjurkan (ideal). Hal ini merupakan tantangan yang harus menjadi fokus penanganan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya percepatan penganekaragaman pangan di Jawa Timur .

Pedesaan Perkotaan Jawa Timur

2002 71

2005 73.3 82.9 78.1

2007 78.9 84.9 81.9

2010 86.4

standar 100 100 100

target 2015 95 95 95

0 20 40 60 80 100 120

A

x

is

T

it

le

(33)

Sumber : Badan Katahanan Pangan, 2011

Gambar 21. Perkembangan Pola Pangan Masyarakat di Jawa Timur

Salah satu ukuran yang banyak digunakan untuk akses pangan adalah kerawanan pangan masyarakat. Tingkat rawan pangan masyarakat di Jawa Timur khususnya penduduk rawan berat ( < 70 % AKG) terus mengalami penurunan, dan pada tahun 2008 sekitar 12 persen (Gambar 22). Tingkat kerawanan pangan ini terus menurun sejalan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah.

Sumber: Data SUSENAS (diolah)

109.3

Konsumsi Pangan Jawa Timur

2009 2010 Ideal

(34)

34

Gambar 22 Pekembangan Penduduk Sangat Rawan

Perkembangan prevalensi penduduk rawan konsumsi pangan (deficit energy tingkat berat) di Jawa Timur dibandingkan dengan propinsi lain disajikan pada Gambar 23. Tingkat kerawanan pangan ini dalam katagori sedang. . Tingkat kelaparan di Jawa Timur walaupun telah mampu diturunkan sebesar 2 persen (2007-2008) per tahun sesuai dengan kesepakatan Gubernur se Indonesia, namun masih cukup tinggi yakni sebesar 12,07 persen. Usaha ini harus dipecahkan secara bertahap melalui usaha peningkatan pendapatan masyarakat karena merupakan faktor kunci dalam meningkatkan akses pangan masyarakat menuju gizi yang cukup untuk hidup sehat.Kelompok miskin inilah yang seharusnya menjadi fokus perhatian dalam pembangunan di bidang ketahanan pangan dan perbaikan gizi.

Sumber: Data SUSENAS (diolah)

Gambar 23. Prevalensi Penduduk Sangat Rawan Konsumsi PanganEnergi Tingkat Berat (Konsumsi Energi<70% AKE) di Propinsi (1999-2008)

Permasalahan penduduk rawan pangan ini erat kaitannya dengan masalah kemiskinan yang terjadi pada masyarakat. Hubungan antara masalah kerawanan pangan dengan pendapatan sebagaimana disajikan dalam Gambar 24. Tampak bahwa semakin rendah pendapatan seseorang akan semakin rendah angka kecukupan gizinya, sehingga dalam katagori rawan pangan.

(35)

Tabel 3. Penduduk Menurut Gol. Pengeluaran dan Kriteria KetahananPangan, 2010

No. Gol Pengeluaran Jml Kalori % AKE % Jml Penduduk

Jml Penduduk

1. < 100.000 668.74 33.44 0.21 78,700

2. 100.000 - 149.999 887.94 44.40 3.69 1,382,865 3. 150.000 - 199.999 1171.62 58.58 12.95 4,853,143 4. 200.000 - 299.999 1621.96 81.10 28.18 10,560,740 5. 300.000 - 499.999 2236.40 111.82 31.23 11,703,758 6. 500.000 - 749.999 2913.86 145.69 14.51 5,437,769 7. 750.000 - 999.999 3584.95 179.25 5.14 1,926,267 8. > 1.000.000 4004.65 200.23 4.09 1,532,769

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur, 2011

4.3. Mutu dan Keamanan Pangan

Kondisi keamanan pangan sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat di seluruh lapisan tanpa mengenal batas usia dangolongan ekonomi. Kondisi keamanan pangan sangat ditentukan oleh lingkungan dan perilaku personil yang menangani pangan dari sejak dipanen sampai di meja makan. Oleh karena itu, peningkatan keamanan pangan harus melibatkan berbagai instansi termasuk pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Terdapat produk industri pangan yang tidak memenuhi syarat (TMS) dari tahun ke tahun. Jika produk yang TMS tersebut dielaborasi lebih lanjut, terlihat bahwa penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) pemanis dan pengawet (benzoat) berlebih, penyalahgunaan bahan berbahaya formalin, boraks, pewarna bukan untuk makanan, dan cemaran mikroba. Urutan penyebab masalah keamanan pangan tersebut berturut-turut adalah: cemaran mikroba, BTP pemanis berlebih, pewarna bukan untuk makanan, BTP pengawet (benzoa t) berlebih, serta penyalahgunaan bahan berbahaya boraks dan formal in.

Penyalahgunaan bahan berbahaya formalin telah dapat diturunkan kasusnya dari tahun ke tahun, demikian pula penggunaan BTP pemanis yang berlebihan. Sementara produk TMS terkait dengan cemaran mikroba masih cukup dominan. Hal ini dapat merupakan indikasi kondisi higienis dan sanitasi lingkungan yang masih memprihatinkan.

Analisis terhadap kondisi sarana produksi pangan bai industri pangan besar, menengah dan kecil serta industri rumah tangga masih membutuhkan perbaikan, terutama sarana produksi industri rumah tangga (IRT). Khusus untuk peningkatan kondisi sarana produksi IRT, partisipasi pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sangat diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana produksi, di daerah masih banyak ditemukan sarana produksi tidak terdaftar. Memperhatikan hal tersebut diperlukan adanya pemberdayaan pemeri ntah provi nsi, kabupaten dan kota sehingga sarana produksi tersebut memperoleh sertifikat PIRT melalui penyuluhan.

(36)

36

terhadap penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi batas yang ditetapkan khususnya pengawet dan cemaran mikroba. Kegiatan pengawasan keamanan pangan dilakukan secara periodik setiap tahun

Hasil pengawasan menunjukkan adanya penurunan produk TMS dari tahun 2006 ke tahun 2009, meskipun tidak terlalu nyata. Secara nasional produk pangan yang mengandung bahan berbahaya masih berfluktuasi di antara 10 persen sampai 13 persen, sedangkan produk yang mengandung bahan tambahan pangan berlebih juga berfluktuasi di sekitar 15 persen dan 30 persen. Masalah utama dari produk pangan jajanan anak sekolah nampaknya adalah cemaran mikroba. Intervensi untuk meningkatkan higienis dan sanitasi para penjaja pangan jajanan anak sekolah ini perlu di lakukan.

Kasus kejadian luar biasa (KLB) karena pangan beberapa kali terjadi dan dilaporkan di media masa. Hasil monitoring KLB khusus di lingkungan sekolah dan perguruan tinggi menunjukkan bahwa KLB paling sering terjadi di sekolah dasar. Sebagian besar KLB ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebabnya, apakah disebabkan karena mikroba atau bahan kimia.Pemantauan garam konsumsi beryodium yang beredar di kabupaten dan kota dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum agar garam yang beredar memenuhi syarat sebagai garam konsumsi beryodium.

4.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Program PHBS adalah upaya untuk memberi pengalaman belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat.

Perilaku higienis yang dikumpulkan meliputi kebiasaan/perilaku buang air besar (BAB) dan perilaku mencuci tangan. Perilaku BAB yang dianggap benar adalah bila penduduk melakukannya di jamban. Mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang. Riskesdas 2007 mengumpulkan 10 indikator tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam indikator individu dan empat indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik, dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah

penghuni (≥8 m2

/ orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah. Dalam penilaian PHBS ada dua macam rumah tangga, yaitu rumah tangga dengan balita dan rumah tangga tanpa balita. Untuk rumah tangga dengan balita digunakan 10 indikator, sehingga nilai tertinggi adalah 10; sedangkan untuk rumah tangga tanpa balita terdiri dari 8 indikator, sehingga nilai tertinggi

delapan (8). PHBS diklasifikasikan ―kurang‖ apabila mendapatkan nilai kurang dari enam (6)

untuk rumah tangga mempunyai balita dan nilai kurang dari lima (5) untuk rumah tangga tanpa balita.

(37)

tabel 5.71 dapat dilihat bahwa penduduk perempuan memiliki tingkat kebiasaan BAB (67,9%) dan mencuci tangan dengan sabun (32,1%) sedikit lebih baik dibanding laki-laki. Penduduk di daerah Perkotaan memiliki tingkat kebiasaan BAB (83,8%) dan mencuci tangan dengan sabun (27,3%) lebih baik dibanding penduduk di daerah Perdesaan. Kebiasaan perilaku hidup sehat semakin meningkat seiring meningkatnya tingkat pendidikan dan status ekonomi.

Proporsi rumah tangga yang berperilaku bersih dan sehat (PHBS) dengan baik hanya 33,5% jauh lebih kecil dari angka nasional (38,7%), sedangkan angka tertinggi di Kota Batu (66.5%) disusul Kota Mojokerto dan Madiun.

Sumber : Riskesdas Jawa Timur, 2007

Gambar 24. Rumah Tangga Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Jawa Timur

4.5. Kelembagaan Pangan dan Gizi

Diawali pada tahun 1974 dengan diberlakukannya Instruksi Presiden Nomor 14 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat telah terbentuk Kelompok Kerja Fungsional antar Kementerian yang mengkoordinasikan kegiatan perbaikan pangan dan gizi masyarakat. Kemudian diikuti dengan Instruksi Presiden Nomor 20 Tahun 1979 sehingga di tingkat provinsi dan kabupaten dan kota dibentuk Badan Perbaikan Gizi Daerah (BPGD) yang mengkoordi nasi kan kegiatan Usaha Per bai kan Gizi Kel uarga oleh sektor Kesehatan, Keluarga Berencana, Pertanian dan Agama. Selama 3 dekade, Indonesia mencapai keberhasilan dalam perbai kan gizi masyarakat melal ui kegiatan pemantauan tumbuh kembang dan konseling gizi, pemeriksaan ibu hamil, pelayanan kontrasepsi, imunisasi dan penanggulangan diare yang dilaksanakan di hampir 240.000 pos pelayanan terpadu (posyandu) oleh lebih dari satu juta kader desa. Kegiatan posyandu menurun seiring dengan tekanan ekonomi yang dialami masyarakat sebagai dampak krisis moneter pada tahun 1998.

Dewan Ketahanan Pangan dipimpin langsung oleh Presiden terbentuk dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006, dengan tugas utama mengevaluasi ketahanan pangan dan memformulasikan kebijakan peningkatan ketahanan pangan ditinjau dari sisi ekonomi, politik, geografis, dan gizi. Sektor pertanian bertanggung jawab dalam produksi pangan dan

0

(38)

38

berkoordinasi dengan Badan Ketahanan Pangan Daerah yang dipimpin gubernur. Standar industri makanan dan penegakan hukum dilaksanakan oleh sektor Industri, sementara mutu dan keamanan pangan yang layak di konsumsi masyarakat di pantau oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pelayanan gizi dan promosi gizi dilaksanakan oleh sektor kesehatan.

Para pemangku kepentingan(sta keholders)di bidang pangan dan gizi termasuk sektor swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri terlibat dalam perbaikan gizi, termasuk saat krisis gizi buruk di tahun 1998 dan saat terjadinya bencana alam nasional. Badan PBB dan mitra pembangunan berkontribusi memberikan hibah dan bantuan teknis untuk perbaikan pangan, kesehatan, dan gizi. Walaupun demikian,koordinasi lintas program dan lintas sektor/bidang di pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra pembangunan masih harus terus ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordi nasi kan secara efektif kebijakan antar sektor/bi dang,memfasilitasi kolaborasi di tingkat operasional dan mengintegrasikan kegiatan program terkait dengan penurunan prevalensi kekurangan gizi dan peningkatan asupan kalori pada semua anggota keluarga yang mengalami rawan pangan (La ndsca pe Ana lysis on Nutr ition, Kemenkes, 2010).

Saat ini tidak cukup tersedia data SDM gizi dan terkait gizi yang dapat diandalkan, maupun proyeksi kebutuhan SDM gizi yang realistis terkait dengan berbagai tantangan gizi yang dihadapi, begitupun halnya dengan SDM di bidang pangan. Beberapa pokok persoalan yang terkait dengan pengelolaan SDM terkait pangan dan gizi adalah: (1) Terbatasnya perencanaan SDM berdasar kebutuhan program; (2) Kurangnya analisis deskripsi pekerjaan agar SDM efektif dan efisien melaksanakan pelayanan di bidang pangan dan gizi; (3) Sistem pengadaan dan rekrutmen SDM dengan kompetensi yang memenuhi standar sangat tergantung pada alokasi anggaran pemeri ntah yang tersedia di daerah; serta(4) Sulitnya mempertahankan SDM terkait pangan dan gizi di daerah perdesaan karena tidak adanya insentif karir (diadaptasi dari Laporan Bank Dunia, 2010).

(39)

V. RENCANA AKSI PERCEPATAN TARGET PEMBANGUNAN PANGAN DAN GIZI

5.1. Tujuan

Mengacu pada kesepakatan internasional (MDGs), dan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RANPG), serta memperhatikan situasi pangan dan gizi, maka provinsi Jawa Timur terus bertekad untuk pemantapan ketahanan pangan dan gizi. Adapun tujuan pembangunan pangan dan gizi pada tahun 2011-2015 adalah sebegai berikut :

1. Meningkatkan stus gizi masyarakat dengan memprioritaskan pada penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang anak balita menjadi 10 persen pada tahun 2015

2. Mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan berbasis kemandirian untuk menyediakan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari.

3. Meningkatkan keragaman konsumsi pangan perkapita untuk mencapai gizi seimbang dengan kecukupan energi minimal 2.000 kkal/hari dan protein sebesar 52 gram/hari dan cukup zat gizi mikro, serta meningkatkan keragaman konsumsi pangan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) mendekati 100 pada tahun 2015.

4. Meningkatkan keamanan, mutu dan higiene pangan yang dikonsumsi masyarakat dengan menekan dan meminimalkan pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pangan.

5.2. Strategi

1. Perbaikan gizi masyarakat. Peningkatkan ketersediaan dan jangkauan pelayanan kesehatan berkelanjutan yang difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak baduta.

2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam.Peningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang difokuskan pada keluarga rawan pangan dan miskin.

3. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan.Peningkatkan pengawasan keamanan pangan yang difokuskan pada makanan jajanan yang memenuhi syarat dan produk industri rumah tangga (PIRT) tersertifikasi.

4. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).Peningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal terutama dalam perubahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu. 5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi di

tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten dan kota yang mempunyai kewenangan merumuskan kebijakan dan program bidang pangan dan gizi, termasuk sumber daya serta penelitian dan pengembangan.

5.3.Kebijakan

(40)

40

2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam. Arah kebijakan adalah : (a) pengembangan ketersediaan pangan melalui peningkatan produksi dan mutu tanaman Tanaman Serealia, aneka kacang dan umbi, tanaman buah, perkebunan, peternakan dan perikanan, (b) pengembangan system distribusi dan stabilitas harga pangan, (c) pengembangan penganekaramaan Konsumsi pangan dan peningkatan keamanan pangan segar.

3. Peningkatan pengawasan Mutu dan keamanan pangan. Arah kebijakan adalah : (a) pengawasan obat dan makanan, (b) pengawasan produk dan bahan berbahaya, (c) inspeksi dan sertifikasi makanan, (d) peningkatan jumlah dan kompetensi tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP) dan penagwas pangan, (e) bimbingan teknis pada industri rumah tangga pangan (IRTP), (f) bimbingan Teknis dan monitoring pada kantin sekolah

4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS). Arah kebijakan adalah menciptakan kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat, melalui pendekatan pimpinan, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui : (a) pembinaan PHBS pangan dan Gizi, dan (b) pengembangan kebijakan sehat bidang pangan dan gizi

5. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Arah kebijakan adalah : (a) pengiuatan kelembagaan Dewan Ketahanan pangan pada level kabupaten/kota, (b) penguatan koordinasi antar insitusi di tingka provinsi, koordinasi antar insitusi tingkat provinsi dengan tingkat kabupaten, (c) peningkatan tenaga professional di tingkat pemerintahan paling bawah yakni tingkat kecamatan dan desa, (d) peningkatan kelembagaan masyarakat tingkat desa, (e) perbaikan system pendataan pangan dan gizi, dan (e) penguatan lembaga system kewaspadaan pangan dan gizi di tingkat kabupaten/kota sampai tingkat desa.

5.4.Target sasaran

Target sasaran RAD-PG Jawa Timur disajikan dalam Tabel 4, 5, dan 6 sebagai berikut:

Tabel 4. Sasaran Penurunan Kerawanan Pangan dan Peningkatan Gizi Masyarakat

Indikator 2011 2012 2013 2014 2015

Kerawanan pangan (%) 14.19 13.06 11.92 10.78 9.64

Balita Gizi Buruk 2.4 2.3 2.2 2.1 2.0

Balita Gizi Kurang 9.0 8.8 8.6 8.4 8.2

Penurunan Balita sangat

(41)

Tahun Target beras jagung kedelai

tanah hijau Kayu Jalar Daging Telur Susu Ikan

2011 Produksi 7574130 5671372 433928 293934 123405 5137899 231502 329364 337145 545714 888159 Konsumsi 3395284 223315 43392 52448 16390 803115 92604 210613 306495 100799 807417 surplus 4178846 5448057 390536 241486 107015 4334784 138898 118751 30650 444915 80742

2012 Produksi 7725612 5784800 441530 323328 135745 5651589 254652 336924 374144 559982 989085 Konsumsi 3504978 199907 441530 52868 16728 874592 100366 232950 340131 112344 899168 surplus 4220634 5584893 0 270460 119017 4776997 154286 103974 34013 447638 89917

2013 Produksi 7880125 5900496 449225 355660 149320 6216858 280117 344670 411714 574639 1091567 Konsumsi 3567989 176110 449225 53291 17070 947162 108247 255629 374285 124068 992334 surplus 4312136 5724386 0 302369 132250 5269696 171870 89041 37429 450571 99233

2014 Produksi 8037727 6018506 457016 391226 164252 6838543 308129 352609 449860 589687 1195627 Konsumsi 3553518 151919 457016 53717 17416 1020836 116247 278658 408964 135972 1086934 surplus 4484209 5866587 0 337509 146836 5817707 191882 73951 40896 453715 108693

(42)

Tabel 6. Sasaran Pola Pangan Harapan

No Tahun 2011 2012 2013 2014 2015

A Skor Pola Pangan Harapan

Skor PPH

88,1 89,8 91,6 93,3 95,0 B Kelompok Pangan (Satuan : gram/kapita/hari)

1 Padi-padian 294.6 289.7 284.8 279.90 275.0

Beras 250.71 247.79 244.86 241.93 239.00

Jagung 15.57 13.83 12.09 10.43 8.60

Terigu 28.36 28.14 27.93 27.71 27.50

2 Umbi-umbian 68.17 73.63 79.09 84.54 90.00

Singkong 56 60.5 65.00 69.50 74.00

Ubi jalar 6.46 6.94 7.43 7.91 8.40

Kentang 5 5.4 5.8 6.20 6.60

Umbi lainnya 0.76 0.84 0.93 1.01 1.10

3 Pangan hewani 99.26 109.44 119.63 129.81 140.0 Daging ruminansia 5.77 6.23 6.69 7.14 7.60

Daging unggas 8.91 9.89 10.86 11.83 12.80

Telur 21.37 23.53 25.69 27.84 30.00

Susu 7.03 7.77 8.51 9.26 10.00

Ikan 56.3 62.2 68.10 74.00 79.90

4 Minyak dan Lemak 20.14 19.66 19.17 18.69 25.00

Minyak kelapa 2.77 2.83 2.89 2.94 3.00

Minyak sawit 19.94 20.36 20.77 21.19 21.60

Minyak lainnya 0.34 0.36 0.37 0.39 0.40

5 Buah/Biji berminyak 8.14 9.44 9.63 9.81 10.00

Kelapa 7.69 7.81 7.94 8.07 8.2

Kemiri 1.44 1.46 1.47 1.49 1.5

B Kelompok Pangan (Satuan : gram/kapita/hari)

6 Kacang-kacangan 31.57 31.23 30.89 30.54 35.00

Kedele 30.26 30.54 30.83 31.11 31.40

Kacang tanah 3.66 3.66 3.66 3.66 2.00

Kacang hijau 1.14 1.16 1.17 1.19 1.20

Kacang lainnya 0.3 0.30 0.30 0.30 0.30

7 Gula 28.51 28.89 29.26 29.63 30.00

Gula pasir 27.51 27.79 28.06 28.33 28.60

Gula merah 0.7 0.70 0.70 0.70 0.70

8 Sayuran dan buah 234.34 233.26 232.17 231.09 230.0

Sayur 160.09 160.01 159.94 159.87 159.80

Buah 74.26 73.24 72.23 71.21 70.20

9 Lain-Lain 41.17 34.63 28.09 21.54 15.00

Minuman 32.76 27.44 22.13 16.81 11.50

(43)

5.5.Prioritas Lokasi Sasaran

Dalam rangka efektifitas dan efisiensi rencana aksi pangan dan gizi di Jawa Timur, maka diperlukan pula adanya prioritas lokasi sasaran. Penentuan prioritas didasarkan pada beberapa indicator yang disesuaikan dengan pilar rencana aksi.

Tabel 7 Indikator Penentuan Prioritas Lokasi Sasaran

Rencana Aksi Indikator Prioritas penanganan

Penanangan gizi buruk % Balita gizi buruk I. >7.6 II. 5.1-7.5 III. 2.6-5 IV. 1-2.5 Penanganan Gizi kurang % Balita Gizi kurang I. >17.6

II. 12.6-17.5 III. 7.6-12.5 IV. <7. 5 Penganeragaman konsumsi

pangan

Angka Kecukupan Energi dalam Kkal/kapita/hari dan Angka kecukupan Protein dalam gr/kapita/hari (tidak tersedia data Skor PPH)

I. AKE < 2000 / atau Daerah Kerawanan pangan Skore Komposit FSVA I. 1-30

II. 31-60

Energi Kronis (KEK) wanita usia subur

% wanita 15-45 KEK I. >17.6 II. 12.6-17.5 III. 7.6-12.5 IV. <7. 5 Kemanan pangan Industri rumah tangga yang

menggunakan bahan tambahan berbahaya

Dianggap sama antar daerah

Peningkatan produksi pangan Kabupataen/kota I. Kabupaten II. Kota

(44)

44

Gambar 25. Prioritas Lokasi Sasaran RAD PG Jawa Timur 2011-2015

1

(45)
(46)

46

Gambar 26. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Gizi Buruk Jawa Timur 2011-2015

(47)

Gambar 28. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan PHBS Jawa Timur 2011-2015

(48)

48

Gambar 30. Prioritas Lokasi Sasaran Penanganan Daerah Rawan Pangan Jawa Timur 2011-2015

(49)

5.6.Rencana Aksi

Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-2015diJawa Timur (RAD-PG 2011-2015) berdasarkan kegiatan dan institusi pelaksana kegiatan yang terstuktur secara integratif diwujudkan dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas :

1. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak 2. Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam

3. Peningkatan pengawasan Mutu dan keamanan pangan 4. Peningkatan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS) 5. Penguatan kelembagaan pangan dan Gizi.

Gambar

Tabel 1. Rasio Manfaat-Biaya (benefit-cost ratio) Berbagai Program Gizi
Gambar 2. Kerangka  Konsep Implementasi Rencana Aksi Daerah  Pangan Dan Gizi Jawa Timur 2011-2015
Gambar 3.  Status Gizi Balita berdasarkan berat Badan Menurut Provinsi  Jika dibandingkan dengan target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015  yakni gizi
Gambar 5.  Status Gizi Balita berdasarkan berat TB/U dan BB/TU Jawa Timur, 2010  Jumlah  Balita sangat pendek dan pendek di Jawa Timur  sebesar 36 %, sehingga  dalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika pasien memilih operasi, tindakan definitif terhadap kepak atrium dapat berupa insisi atrium kanan dalam bentuk prosedur Cox, atau berupa garis insisi sederhana

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengetahui intervensi apa yang efektif dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan fungsional pada tangan khususnya ibu

Pernyataan pada kutipan tersebut merupakan salah satu landasan politik luar negeri Indonesia yang berarti….. Menjadi pelindung Negara-negara yang baru

o Satu orang petugas Security melaporkan ke petugas HSSE atau Company Man (bila diperlukan) tentang material yang masuk, setelah itu petugas HSSE atau Company

Burung adalah salah satu jenis satwa yang sangat terpengaruh keberadaannya akibat alih guna lahan hutan, terutama pada lahan-lahan monokultur seperti

Pada konteks dinamika permasalahan putusan yang dihasilkan oleh Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan hasil putusan yang bersifat Possitive Legislature dan

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat,