BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Trianto (2011: 67) model pembelajaran PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelididkan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Selanjutnya Suprihatiningrum (2014: 216) mengemukakan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pembelajaran yang mana sejak awal siswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi yang bersifat student centered. PBL bertujuan agar siswa mampu memperoleh dan membentuk pengetahuannya secara efisien, kontekstual, dan terintegrasi. Sedangkan menurut Ratumanan (2002: 123) menjelaskan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Uden dan Beaumont dalam Suprihatiningrum (2014: 57) menyatakan beberapa keuntungan yang dapat diamati dari siswa belajar dengan menggunakan pendekatan PBL, yaitu:
1. Mampu mengingat dengan lebih baik informasi dan pengetahuannya.
2. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berfikir kritis, dan keterampilan komunikasi.
3. Mengembangkan basis pengetahuan secara integrasi 4. Menikmati belajar
5. Meningkatkan motivasi
6. Bagus dalam bekerja keompok
7. Mengembangkan belajar strategi belajar 8. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi
Menurut Sanjaya (2007: 221) kelemahan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu:
1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan model pembelajaran membutuhkan waktu untuk persiapan. 3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) Paul Enggen dan Don Kauchak (2012: 311), yaitu:
1. Mereview dan menyajikan masalah
Guru mereview pengetahuan yang dibutuhkan untuk memcahkan masalah dan memberi siswa masalah spesifik dan konkret untuk dipecahkan.
2. Menyusun strategi
Siswa menyusun strategi untuk memcahkan masalah dan guru memberi mereka umpan balik soal strategi.
3. Menerapkan strategi
Siswa menerapkan strategi-strategi mereka dan memberikan umpan balik. Pada fase ini memberikan siswa pengalaman untuk memcahkan masalah. 4. Membahas dan mengevaluasi hasil
Guru membimbing diskusi tentang upaya siswa dan hasil yang mereka dapatkan. Pada fase ini guru memberikan umpan balik tentang upaya yang telah dilakukan siswa.
Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) Trianto (2013: 224), yaitu: 1. Mendefinisikan masalah
Pernyataan yang timbul dijelaskan melalui fakta yang ada. Selain itu, diperlukan penggunaan bahasa yang ringkas, jelas , dan juga didukung dengan data yang diperlukan.
2. Mengidentifikasi dan mendefinisikan akar penyebab
Teknik yang digunakan untuk mempertimbangkan penyebab masalah adalah brainstorming, yaitu sebuah teknik yang memperbolehkan beberapa ide digeneralisasikan. Tidak diperbolehkan untuk mengkritik ide yang muncul, berusaha untuk menciptaka ide yang muncul, berusaha untuk menciptakan ide yang kreatif, dan membangun setiap ide yang berbeda menjadi satu kesatuan. 3. Membangkitkan solusi alternatif
dapat diintegrasikan aspek terbaik dari berbagai ide dan juga dapat mendorong kelompok untuk menentukan kesepakatan.
4. Mengevaluasi solusi alternatif.
Sebelum mengevaluasi solusi alternatif, kelompok harus menentukan kriteria untuk menilai solusi alternatif yang telah disusun. Kriteria tersebut harus mampu menggeneralisasi segala karakteristik yang harus dipenuhi oleh solusi akhir. Setiap anggota kelompok harus fokus hanya pada kriteria-kriteria yang dibutuhkan untuk memcahkan masalah.
5. Menyepakati solusi terbaik
Membutuhkan dasar kelompok dalam mengambil keputusan. Jika kelompok menemukan kesulitan dalam mengambil kesepakatan, fasilitator membantu mengklarifikasi area spesifik dari pernyataan tidak setuju dan kemudian mengidentifikasi jalan untuk mengintegrasikan minat-minat yang hampir serupa ke dalam solusi.
6. Mengembangkan rencana aksi (action plan)
Rencana kasi dirancang untuk melibatkan anggota, membangun komitmen dan meningkatkan minat setiap anggota, serta menciptakan bahwa solusi yang dihasilkan dapat diimplementasikan dengan efektif dan tepat waktu.
7. Implemetasi dan mengevaluasi solusi
Solusi harus diimplementasikan sesuai dengan rencana aksi yang sudah ada. Kelompok dapat mengadaptasi akibat yang muncul dari penerapan solusi dengan memasukkannya ke dalam angenda pertemuan sehingga dapat dikontrol bagaimana perkembanganya.
8. Evaluasi
Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL) Huda (2013: 272), yaitu: 1. Menyajikan suatu masalah
Guru menyajikan suatu permasalahan yang akan ditemukan solusi pemecahan masalahnya oleh siswa dalam setiap kelompok kecil.
2. Siswa mendiskusikan masalah dalam sebuah kelompok kecil
Siswa mengklarifikasi fakta-fakta suatu kasus kemudian mendefinisikan sebuah masalah. Siswa menggabungkan gagasan-gagasanya dengan berpijak pada pengetahuan sebelumnya. Kemudian, siswa mengidentifikasi apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah serta apa yang mereka tidak ketahui. Siswa menelaah masalah tersebut. Siswa juga mendesain suatu rencana tindakan untuk menyelesaikan masalah.
3. Menyelesaikan masalah di luar bimbingan guru
Siswa dapat mencari sumber-sumber dari perpustakaan, website, masyarakat atau observasi.
4. Siswa mendiskusikan solusi utama
Setelah siswa mencari dari sumber-sumber yang ada kemudian siswa mempertimbangkan solusi yang tepat pada permasalahan yang sedang diteliti. 5. Siswa menyajikan solusi atas masalah
Siswa menyajikan solusi atas masalah di depan kelas secara bergantian pada setiap kelompok.
Tabel 1
Sintaks Problem Based Learning (PBL)
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena,
demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah ynag dipilih.
Tahap 2
Mengorganisasi siswa
untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatlan penjelasan dan pemecahan masalah. Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu siwa dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Sumber: Ibrahim, 2003:13)
2.1.1.2 Komponen Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) setiap model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu, sintakmatik (tahap-tahap kegiatan), sistem sosial (situasi atau suasana), prinsip reaksi (perilaku guru terhadap siswa), sistem pendukung (sarana dan alat), dan dampak insruksional dan pengiring. Unsur-unsur yang yang terkandung dalam model PBL adalah sebagai berikut:
1. Sintaks
a. Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena, demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. b. Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
c. Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatlan penjelasan dan pemecahan masalah.
d. Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siwa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
e. Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
2. Prinsip reaksi
3. Sistem sosial
Sistem sosial yang terdapat dalam model ini adalah menghargai pendapat teman ketika berdiskusi dan bersikap toleransi. Siswa saling berpendapat saat berdiskusi kelompok sehingga akan melatih siswa untuk saling menghargai pendapat teman dan memutuskan solusi utama yang terbaik dengan kesepakatan anggota kelompoknya.
4. Daya dukung
Bahan pendukung yang utama dibutuhkan dalam pembelajaran PBL adalah ketersediaan bahan ajar yang akan diberikan kepada siswa untuk masing-masing kelompok. Bahan tersebut dapat berupa materi maupun soal latihan. Daya dukung yang tidak kalah penting yaitu lingkungan fisik/ruang kelas yang bersih dan nyaman. Ketersediaan sarana dan prasarana berupa meja, kursi, papan tulis, dll. Selain itu, guru harus mempersiapkan instrumen kuis individual. Guru juga harus mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dan mempersiapkan daftar tingkat prestasi siswa untuk acuan pembagian kelompok.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional merupakan hasil belajar siswa setelah melakukan kegiatan pembelajaran. Dampak instruksional yang secara umum dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL yaitu siswa mampu bertransisi kedalam tim secara efisien, membangun pengetahuannya melalui diskusi dengan teman sebaya, sehingga siswa akan lebih bebas ekspresi tanpa ada rasa takut. Siswa akan terbiasa untuk aktif dalam kegiatan pembelajara, tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru.
dampak pengiring yang timbul dari pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL adalah siswa mampu berdiskusi bersama kelompoknya dan saling menghargai pendapat satu sama lain.
Secara khusus, dampak pengiring yang akan didapatkan siswa melalui pembelajaran menggunakan model PBL adalah melatih kerjasama, tolerasi, kejujuran, kritis, ketekunan, menumbuhkan sikap disiplin, dan tanggung jawab.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) digambarkan dalam bagan di halaman berikutnya:
Gambar 1
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model PBL PBL
keliling persegi menggunakan benda konkrit
4.9.2 Menyelesaikan masalah tentang keliling persegi
b.Bahasa indonesia
3.5.3 Memberikan pendapat
tentang sikap tokoh dari cerita yang dibaca.
4.5.3 Mempresentasikan
pendapat tentang sikap satu tokoh dari cerita yang dibaca. c. PPKn
3.1.2 Memberikan pendapat
tentang sikap yang sesuai dan
kurang sesuai dengan sila
pertama.
4.1.2 Menulis refleksi
2.1.2 Model Pembelajaran Problem Solving
Hanlie Murray, Alwyn Olivier, dan Piet Human (dalam Huda, 2011: 198) menjelaskan bahwa pembelajaran penyelesaian masalah atau Problem Solving merupakan salah satu dasar teoritis dari berbagai strategi pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya.
Muliawan (2016: 262) menjelaskan bahwa pembelajaran problem solving atau solusi masalah adalah pembelajaran yang menerapkan pola pemberian masalah atau kasus kepada siswa untuk diselesaikan. Masalah atau kasus disesuaikan dengan materi bidang studi yang menjadi pusat belajar masalah atau kasus tersebut diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara individu atau berkelompok.
Menurut Bahri (2006: 92) Metode Problem Solving bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam metode Problem Solving memecahkan masalah dengan mencari data sampai pada menarik kesimpulan.
Pengertian model pembelajaran Problem Solving (PS) menurut tiga pakar di atas memiliki kesamaan suatu model pembelajaran yang menjadikan masalah atau kasus sebagai isu utama dalam proses pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Solving (PS) merupakan pembelajaran yang menerapkan pola pemberian masalah atau kasus kepada siswa secara individu maupun kelompok dengan menyesuaikan masalah pada bidang studi sebagai pusat belajar siswa.
Langkah-langkah problem solving menurut Muliawan (2016: 263) yaitu:
1. Guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jenis masalah atau kasus yang akan diberikan pada siswa.
2. Guru menyampaikan materi pelajaran pokok kepada siswa sebagai pengantar. 3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kerja sebagai langkah
awal.
5. Siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah dan kasus yang diberikan guru.
6. Guru memberi pendampingan dan arahan yang diperlukan agar siswa dapat mneyelesaikan masalah yang dihadapi.
7. Selama belajar dan bekerja menyelesaikan masalah, siswa diperbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri.
8. Siswa membuat kesimpulan dan laporan akhir.
9. Tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain.
Langkah-langkah model pembelajaran problem solving Sanjaya (2013: 215) yaitu: 1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan
dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan problem solving sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. 4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk problem solving.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulannya.
Langkah-langkah pembelajaran problem solving menurut Huda (2014: 274) yaitu: Tahap 1: clues
1. Bacalah masalah dengan hati-hati.
3. Mintalah siswa untuk menemukan masalah pada isyarat-isyarat yang digaris bawahi.
4. Mintalah siswa untuk merencanakan apa yang akan dilakukan atas masalah tersebut.
5. Mintalah siswa menemukan fakta-fakta yang mendasari masalah tersebut. 6. Mintalah siswa mengemukakan apa yang perlu mereka temukan.
Tahap 2: game plan
1. Buatlah rencana permainan untuk menyelesaikan masalah.
2. Mintalah siswa untuk mneyesuaikan permainan tersebut dengan masalah yang baru saja disajikan.
3. Mintalah siswa untuk mengidenitifikasi apa yang telah mereka lakukan. 4. Mintalah siswa untuk menjelaskan strategi yang akan mereka gunakan untuk
menyelesaikan masalah.
5. Mintalah siswa untuk menguji coba strategi-strateginya (misalnya: dengan signifikansi, sketsa, guess and check, pencarian pola-pola dan seterusnya). 6. Jika strategi yang mereka gunakan tidak bekerja, mintalah mereka untuk
mengucapkan ulang strategi tersebut.
Tahap 3: solve
Mintalah siswa untuk untuk menggunakan strategi-strateginya dalam menyelesaikan masalah.
Tahap 4: reflect
1. Mintalah siswa untuk melihat kembali solusi yang mereka gunakan.
2. Mintalah siswa untuk berdiskusi tentang kemungkinan menggunakan strategi tersebut di masa datang.
3. Periksalah apakah strategi-strategi mereka benar-benar bisa menjawab masalah yang diajukan.
4. Pastikan bahwa strategi-strategi itu benar-benar aplikatif dan solutif untuk masalah yang sama atau mirip.
1. Melatih siswa untuk belajar mandiri.
2. Ilmu dan pengetahuan yang diperoleh siswa bersifat nyata dan aplikatif 3. Meningkatkan kemampuan analisis siswa.
4. Menumbuhkan kebanggaan dalam diri siswa ketika ia memecahkan masalah yang dihadapi.
5. Ilmu dan pengetahuan yang diperoleh cenderung bersifat permanen dalam arti melekat dalam ingatan siswa.
Kelemahan problem solving menurut Muliawan (2016: 264) yaitu:
1. Pada umumya guru kesulitan mencari masalah atau kasus yang sesuai dengan bidang studi.
2. Membutuhkan waktu dan proses yang lebih lama dari model pembelajaran konvensional.
3. Untuk beberapa jenis mata pelajaran, kasus atau masalah yang diberikan kepada siswa membutuhkan biaya dan tenaga tambahan. Contoh dari biaya dan tenaga tambahan ini antara lain seperti penyediaan bahan atau peralatan praktik.
2.1.2.1 Komponen Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
Sebagaimana dipaparkan Joyce, Weil dan Calhoun (2009: 104-106) setiap model pembelajaran mengandung beberapa unsur yaitu, sintakmatik (tahap-tahap kegiatan), sistem sosial (situasi atau suasana), prinsip reaksi (perilaku guru terhadap siswa), sistem pendukung (sarana dan alat), dan dampak insruksional dan pengiring. Unsur-unsur yang yang terkandung dalam model PS adalah sebagai berikut:
1. Sintaks
Menurut Huda (2014: 274) penerapan model PS harus melalui 4 tahap yaitu: a. Tahap 1: clues (petunjuk)
b. Tahap 2: plan (perencanaan)
Siswa membuat rencana untuk menyelesaikan masalah, siswa akan mengidenitifikasi rencana untuk menyelesaikan masalah, menjelaskan strategi yang akan mereka gunakan untuk menyelesaikan masalah, mintalah siswa untuk menguji coba strategi-strateginya (misalnya: dengan signifikansi, sketsa, guess and check, pencarian pola-pola dan seterusnya), jika strategi yang mereka gunakan tidak bekerja, mintalah mereka untuk mengucapkan ulang startegi tersebut.
c. Tahap 3: solve (memecahkan)
Siswa akan menggunakan strategi-strateginya dalam menyelesaikan masalah. d. Tahap 4: reflect (menggambarkan)
Siswa melihat kembali solusi yang mereka gunakan, guru memeriksa apakah strategi-strategi mereka benar-benar bisa menjawab masalah yang diajukan, guru dan siswa memastikan bahwa strategi-strategi itu benar-benar aplikatif dan solutif untuk masalah yang sama atau mirip.
2. Prinsip reaksi
Pada prinsip reaksi ini menggambarkan pola tingkah laku guru dalam memperlakukan siswa ketika belajar. Peran guru dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Problem Solving (PS) adalah sebagai fasilitator yang terlibat langsung dalam pembelajaran. Guru berperan sebagai pembimbing setiap kelompok ketika setiap kelompok sedang berdiskusi untuk dapat memecahkan masalah. Guru menjelaskan tentang tata cara/aturan pembelajaran yang akan berlangsung dengan jelas sehingga semua siswa dapat memahami dengan baik. Guru mengarahkan siswa dalam pembentukan kelompok. Setelah terbentuk kelompok-kelompok guru menjelaskan permasalahan yang akan didiskusikan solusi utama kepada semua anggota kelompok. Guru membimbing setiap kelompok saat diskusi sedang berlangsung. Guru mengkoordinir siswa untuk menyampaikan hasil diskusi ke depan kelas. Guru memberikan konfirmasi jawaban yang benar.
Sistem sosial yang terdapat dalam model pembelajaran ini adalah adanya keberanian siswa adalam mengungkapan pendapat dan sikap menghargai pendapat teman ketika berdiskusi. Sehingga dengan model pembelajaran ini diharapkan akan melatih sikap toleransi sesama anggota kelompok.
4. Daya dukung
Sistem pendukung yang diperlukan dalam model pembelajaran PS salah satunya adalah kondisi lingkungan fisik sesuai kebutuhan siswa dalam pembelajaran seperti kebersihan dan kenyamanan ruang kelas, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang proses pembelajaran yang berupa meja, kursi, papan tulis, dll. Selain itu, guru harus mempersiapkan bahan ajar yang digunakan yaitu berupa materi pecahan untuk siswa lengkap dengan Lembar Kerja Siswa (LKS) atau berupa pertanyaan yang siap diajukan kepada siswa dan sumber belajar (buku dan lingkungan sekitar siswa) yang berkaitan dengan tema 4 subtema 1 pembelajaran 4. Tidak lupa guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran.
5. Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model pembelajaran Problem Solving (PS)digambarkan dalam bagan di halaman berikut ini:
Gambar 2
Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional Model Pembelajaran PS
2.1.3 Persamaan dan Perbedaan Model Pembelajaran PBL dan PS
Pengertian Model pembelajaran menurut Trianto (2011: 67) model pembelajaran PBL merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan berdasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelididkan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Sedangkan pengertian model pembelajaran Problem Solving menurut Muliawan (2016: 262) menjelaskan bahwa pembelajaran problem solving atau solusi masalah adalah pembelajaran yang menerapkan pola
PS
keliling persegi menggunakan benda konkrit
4.9.2 Menyelesaikan masalah tentang keliling persegi
b.Bahasa Indonesia
3.5.3 Memberikan pendapat
tentang sikap tokoh dari cerita yang dibaca.
4.5.3 Mempresentasikan
pendapat tentang sikap satu tokoh dari cerita yang dibaca. c. PPKn
3.1.2 Memberikan pendapat
tentang sikap yang sesuai dan
kurang sesuai dengan sila
pertama.
4.1.2 Menulis refleksi
pemberian masalah atau kasus kepada siswa untuk diselesaikan. Masalah atau kasus disesuaikan dengan materi bidang studi yang menjadi pusat belajar masalah atau kasus tersebut diberikan kepada siswa untuk diselesaikan secara individu atau berkelompok. Dapat disimpulkan dari kedua ahli tersebut persamaan dari model pembelajaran PBL dan PS adalah pembelajaran yang didasarkan suatu permasalahan untuk didiskusikan baik secara individu maupun kelompok untuk menemukan penyelesaian masalah yang sesuai dengan permasalahan yang telah ditentukan. Selanjutnya perbedaan dari kedua model pembelajaran PBL dan PS adalah pola permasalahan yang menjadi acuan utama dalam pembelajaran yaitu pada model pembelajaran PBL pola permasalahan dengan menyesuaikan permasalahan yang autentik atau nyata sedangkan model pembelajaran PS pemberian masalah atau kasus disesuaikan dengan materi bidang studi yang menjadi pusat belajar.
2.1.4 Pembelajaran Tematik dengan Menggunakan Perlakuan Model PBL dan PS
Tabel 2
Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah √
Tahap 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar √
Tahap 3: Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
√ √
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
√
Tahap 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
√
Tabel 3
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model PBL
Kegiatan Guru
3. Guru memastikan setiap
kelompok telah mendapatkan
1. Siswa terbagi menjadi beberapa
kelompok, setiap kelompok
3. Siswa mencatat permasalahan
yang telah disampaikan oleh guru.
4. Guru memastikan siswa
disetiap kelompok telah mendapatkan kelompok.
5. Guru memastikan siswa dalam
posisi diskusi dengan angota
ar 4. Siswa duduk bersama anggota
6. Guru mengawasi siswa saat
5. Siswa berdiskusi dengan
anggota kelompoknya dan menemukan penyebab dari permasalahan yang telah ada.
6. Siswa berdikusi dengan anggota
kelompoknya, diluar bimbingan guru.
7. Siswa berdiskusi dengan anggota
kelompoknya dengan bimbingan
12. Guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi
13. Guru menyiapkan tabel prestasi
kelompok. Bagi kelompok
12. Siswa menerima reward dari
guru.
13. Siswa menerima kofirmasi dari guru mengenai jawaban dari hasil diskusi. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
Tabel 4
Pemetaan Sintaks Model Problem Solving (PS)
Sintak
Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model PS
Kegiatan Guru Tahapan
4. Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok, setiap
berlangsung kegiatan diskusi. Tah
ap
) 6. Siswa berdiskusi dengan
7. Guru mengkoordinir setiap
Prosedur pelaksanaan pembelajaran menggunakan model PS seperti yang telah dipaparkan pada tabel, barulah muncul suatu rancangan. Rancangan tersebut akan menjadi baik, jika implementasi di lapangan juga baik. Jaminan supaya rancangan dan implementasi itu sesuai, maka dibutuhkan instrumen observasi. Item instrumen observasi didasarkan pada kegiatan guru maupun kegiatan siswa seperti tergambar pada tabel 5 di atas.
2.1.4 Hasil Belajar
Keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar. Suprihatiningrum (2014: 37) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu (kapabilitas) kemampuan yang telah diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar-mengajar, kemampuan yang diperoleh yaitu terdiri dari 3 aspek: aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dimyati (2006: 3) menyatakan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hal ini dapat dipandang dari dua sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat belum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari segi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Selanjutnya Agus (2009:6) berpendapat bahwa hasil belajar itu mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.
hakikatnya hasil belajar merupakan kemampuan yang muncul pada diri siswa setelah siswa melakukan kegiatan belajar-mengajar.
Perolehan hasil belajar tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang telah mempengaruhinya. Hasil belajar siswa yang diperoleh akan maksimal jika selama proses belajar dilakukan dengan baik tanpa ada faktor penghambat. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar meliputi dua aspek yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Di mana faktor intern meliputi faktor jasmani siswa, faktor kelelahan siswa dan psikologi siswa. selain faktor intern, terdapat faktor ekstern yang meliputi faktor keluarga, faktor masyarakat dan faktor sekolah (Slameto, 2010: 54).
Berikut ini dikemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar Hamalik (1990:45) yaitu:
1) Tipe hasil belajar tipe kognitif
a. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)
Pengetahuan hafalan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata “knowledge” dari Bloom. Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pula pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan yang mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, pasal, hukum, bab, ayat, rumus dan lain-lain.
b. Tipe hasil belajar pemahaman (coprehention)
Tipe hasil belajar pemahaman lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil belajar pengetahuan hafalan. Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan secara konsep dengan makna yanga dan dalam konsep tersebut. Tiga macam pemahaman yang berlaku umum pertama pemahaman terjemahan yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Misal, memahami kalimat bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan lambang Negara, mengartikan Bhinneka Tunggal Ika, dan lain-lain. Kedua, pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok. Ketiga pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat dibalik yang tertulis, tersirat dan tersurat, meramalkan sesuatu atau memperluas wawasan.
Ketiga macam tipe pemahaman di atas kadang-kadang sulit dibedakan dan bergantung kepada kontek isi pelajaran. Kata-kata operasionnal untuk merumuskan tujuan instruksional dalam bidang pemahaman, antara lain, membedakan, menjelaskan, meramalkan, menafsirkan, memperkirakan, memberi contoh, mengubah, membuat rangkuman, menulis kembali, melukisan dengan kata-kata sendiri.
c. Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)
Aplikasi adalah kesanggupan menerapkan dan mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hokum dalam situasi yang baru. Misalnya, memecahkan persoalan dengan menggunakan rumus tertentu, menerapkan suatu dalil atau hukum dalam suatu persoalan. Jadi, dalam aplikasi harus ada konsep, teori, hukum, rumus. Dalil hukum tersebut, diterapkan dalam pemecahan suatu masalah (situasi tertentu). Dengan perkataan lain, aplikasi bukan keterampilan motorik tapi lebih banyak keterampilan mental.
d. Tipe hasil belajar analisis
Analisis adalah kesanggupan memecah, mengurai suatu integritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti, atau mempunyai tingkatan hirarki. Analisis merupakan tipe hasil belajar yang kompleks, yanag memanfaatkan unsur tipe hasil belajar sebelumnya, yakni pengetahuan, pemahaman, aplikasi. Analisis sangat diperlukan bagi para siswa sekolah menengah apalagi di Perguruan Tinggi.
Kemampuan menalar, pada hakikatnya mengandung unsur analisis, bila kemampuan analisis telah dimiliki seseorng, maka seseorang akan dapat mengkerasi sesuatu yang baru. Kata-kata operasional yang lazim dipakai untuk analisis antara ain; menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan membuat garis besar, merinci, membedakan, menghubungkan, memilih alternatif dan lain-lain
e. Tipe hasil belajar sintesis
Sintesis adalah lawan analisis. Bila pada analisis tekanan pada kesanggupan menguraikan suatu integritas menjadi bagian yang bermakna, pada sintesis adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.
Sudah barang tentu sintesis memerlukan kemampuan hafalan pemahaman, aplikasi dan analisis. Pada berpikir sintesis adalah berfikir devergent sedangkan berfikir analisis adalah berfikir konvergent. Dengan sintesis dan analisis maka berfikir kreatif untuk menemukan Sesutu yang baru (inovatif) akan lebih mudah dikembangkan. Beberapa tingkah laku operasional biasanya tercermin dalam kata-kata, mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun, mencipta, merancang, mengkonstruksi, mengorganisasi kembali, merevisi, menyimpulkan, menghubungkan, mensistematisasi, dan lain-lain.
2) Tipe hasil belajar tipe bidang afektif
tekanan pada bidang kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa ddalam berbagai tingkah laku seperti atensi/perhatian terhadap pelajaran, disiplin, motivasi elajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan lain-lain. Sekalipun bahan pelajaran berisikan bidang kognitif, namun bidang afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan harus Nampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapaai siswa.
Ada beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar. Tingkatan tersebut dimulai tingkat yang dasar/ sederhana sampai tingkatan yang kompleks.
a. Receiving/ attending yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimuasi) dari luar yang datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi, gejala. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seksi gejala atau rangsangan dari luar.
b. Responding atau jawaban yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasaan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
c. Valuing (penilaian) yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lain dan kemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk dalam organisasi dari pada sistem nilai.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai yakni keterpaduan dan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruuhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
3) Tipe hasil belajar bidang psikomotorik
Hasil belajar bidang piskomotor tampak dalam bentuk keterampilan (skill) kemampuan bertindak individu (seseorang).
a. Gerakan reflek (keterampila pada gerakan yang tidak sadar) b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar
c. Kemampuan perceptual termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif motorik dann lain-ain.
d. Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmoisan, keteapatan. e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterapilan yang kompleks
f. Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif, interpretative.
Hasil belajar menurut Hamalik (1990: 45) dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Pembelajaran di sekolah erat kaitanya dengan kemampuan siswa dalam membangun pengetahuan dan pengembangan skill-skill pengetahuan di mana kemampuan tersebut masuk dalam ranah kognitif. Hal ini bukan berarti kemampuan di ranah afektif dan psikomotorik tidak diperhatikan, namun dalam pembelajaran tematik kelas IV SDN Mangunsari 01 dan 05 yang menjadi acuan utama penilaian hasil belajar adalah pada ranah kognitif. Ranah kognitif ini meliputi enam aspek yaitu, pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2.1.4.1 Penilaian Hasil Belajar
Menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian menjelaskan bahwa penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
Menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian menjelaskan bahwa instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan; dan
3) Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.
Menurut Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian menjelaskan bahwa Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam pembelajaran di sekolah yang menjadi acuan dalam penilaian hasil belajar yaitu penilaian kompetensi pengetahuan yaitu dengan menggunakan instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, instrumen uraian yang digunakan harus dilengkapi dengan pedoman penskoran. Oleh sebab itu, peneliti memfokuskan tinjauan dalam penelitian ini pada penilaian hasil belajar kompetensi pengetahuan.
2.1.5 Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik sebagai suatu model pembelajaran termasuk salah satu tipe/jenis dari model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006: 5).
Proses pembelajaran tematik menggunakan pendekatan scientific menurut Kemendikbud (2013) dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Hal ini karena proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.
berbagai bidang studi. Pembelajaran terpadu, merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik. Istilah pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Sutirjo & Mamik (dalam Suryosubroto, 2009: 133) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, nilai atau sikap pembelajaran serta pemikiran yang kreatif dengan menggunakan tema.
Tujuan Kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no 57 Tahun 2013 yaitu untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Karakteristik kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no 57 Tahun 2013 sebagai berikut:
1. Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.
2. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah kemasyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar.
3. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
4. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
5. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar matapelajaran.
pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.
7. Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar matapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).
Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa muatan pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dipadukan adalah muatan pelajaran PPKn, bahasa indonesia, IPS, IPA, matematika, seni budaya dan prakarya, serta pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Dalam Kurikulum 2013, tema sudah disiapkan oleh pemerintah dan sudah dikembangkan menjadi subtema dan satuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran tematik kurikulum 2013 tema 4 peduli pekerjaan, subtema 1 jenis-jenis pekerjaan, pembelajaran 4.
Rincian pembelajaran tematik kelas 4 semester 1 secara rinci ada di tabel 2.1. pada halaman berikut ini:
Tabel 6
Tema dan Subtema Kelas 4 Semester I
Sumber: buku guru tematik tema 1-4 halaman 8 (tahun 2013)
NO TEMA SUB TEMA
1. Hewan dan tumbuhan dilingkungan
rumahku
2. Keberagaman makhluk hidup di
lingkunganku
3. Ayo cintai lingkungan
4 Peduli Pekerjaan
1. Jenis-jenis pekerjaan
2. Barang dan jasa
Pembelajaran tematik semester 1 untuk kelas 4 terdiri dari 5 tema. Masing-masing tema terdiri dari 3 subtema. Salah satu tema adalah peduli pekerjaan
untuk subtema jenis-jenis pekerjaan. Pada tema 4 peduli pekerjaan, subtema 1 jenis-jenis pekerjaan, pembelajaran 4 mencakup dari keseluruhan Kompetensi Inti yang telah ada yaitu pada Kompetensi Inti (KI) I-4. Masing-masing KI diperinci pada kompetensi dasar. Pemetaan kompetensi dasar untuk sub tema jenis-jenis
pekerjaan disajikan melalui tabel 2.2 pada halaman berikut ini:
Tabel 7
Pemetaan KI dan KD Tema 4 Pekerjaan Subtema 1 Jenis-Jenis Pekerjaan Kelas 4 Semester I Kompetensi Inti
(KI)
Kompetensi Dasar (KD)
Bahasa Indonesia PPKn Matematika
ciptaan Tuhan
Sumber: Buku Guru, Tematik Kelas 4 Semester 1 Halaman 9 (tahun 2013)
2.2Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Dari penelitian yang dilakukan Rozi pada
tahun 2011, yang berjudul “Studi Komparasi Hasil Belajar IPA Antara Model
lebih dari atau tidak sama dengan kelompok eksperimen 2, dan kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan melalui metode pembelajaran Problem Solving pada mata pelajaran IPA materi pokok cara menangani limbah di SMK NU 04 Patebon Kendal. Penelitian yang kedua yaitu dari peneliti Ernawati pada tahun 2014 dengan judul penelitian “Perbandingan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Problem Based Learning dan Problen Solving Pada Kelas 8 SMP Negeri 3 Colomadu Karanganyar Tahun
Ajaran 2013/2014”, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa Rata-rata hasil
belajar ranah kognitif kelas dengan model PBL sebesar 81,71 lebih tinggi dari pada kelas yang menggunakan model PS sebesar 78,63 dan Kontrol sebesar 73,71. Hasil Uji Lanjut menggunakan Mann Whitney U Test didapatkan pembelajaran menggunakan model PBL dan PS diperoleh 0,016 < 0,05, maka H0 ditolak jadi ada perbedaan. Perbandingan antara pembelajaran PBL dan kelas kontrol 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak jadi ada perbedaan. Perbandingan antara pembelajaran PS dan kontrol 0,002 < 0,05 maka H0 ditolak jadi terdapat perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa Terdapat perbedaan hasil belajar biologi siswa kelas 8 SMP Negeri 3 Colomadu menggunakan model belajar PBL, PS, dan Kontrol. Model belajar PBL lebih baik dibanding PS dan Kontrol dalam pembelajaran yang dilakukan pada kelas 8 SMP Negeri 3 Colomadu tahun pelajaran 2013/2014.
Penelitian yang selanjutnya yaitu dari peneliti Gozali pada tahun 2014
dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Penelitian yang selanjutnya yaitu dari peneliti Qorry pada tahun 2013
dengan judul penelitian ”Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Pemecahan Masalah Pada Kelas 8 SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014”. Dengan hasil penelitian yang terkumpul, dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik nonparametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitney U. Rata-rata nilai posttest kelompok eksperimen 1 Problem Based Learning (PBL) adalah 61,8 dan kelompok eksperimen 2 Problem Solving adalah 60. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar kognitif melalui model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan melalui metode pembelajaran Problem Solving (PS) pada Pada Kelas 8 SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Ajaran 2013/2014.
2.3Kerangka Pikir
Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Problem Solving (PS) dalam pembelajaran tematik, diharapkan siswa mampu memecahkan suatu permasalahan, dapat dilakukan secara individu maupun secara kelompok. Melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang pada hakikatnya terdiri dari beberapa sintak/langkah dalam mengaplikasikannya, diharapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mampu meningkatkan kemapuan siswa dalam memecahkan suatu permasalahan baik secara individu maupun secara kelompok.
Langkah yang pertama yaitu mendefinisikan masalah yaitu pernyataan yang timbul dijelaskan melalui fakta yang ada. Selain itu, diperlukan penggunaan bahasa yang ringkas, jelas , dan juga didukung dengan data yang diperlukan. Selanjutnya yaitu mengidentifikasi dan mendefinisikan akar penyebab, dilanjutkan pada langkah untuk membangkitkan solusi alternative, kemudian mengevaluasi solusi alternative, setelah itu menyepakati solusi terbaik, kemudian mengembangkan rencana aksi (action plan), kemudian langkah yang terakhir yaitu Evaluasi.
pembelajaran ini, siswa akan mampu menyelesaikan suatu permasalahan yang terdapat pada Tema 4 peduli pekerjaan, subtema 1 jenis-jenis pekerjaan, pembelajaran. Ketercapaian kompetensi inilah yang disebut hasil belajar.
Gambaran mengenai penerapan model Problem Solving (PS) tidak jauh berbeda dengan yang tergambar pada model Problem Based Learning (PBL). Melalui model Problem Solving (PS) ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan daya pikirnya dalam memecahkan suatu permasalahan. Keberhasilan penggunaan suatu model pembelajaran, tidak terlepas dari prosedur pelaksanaan sintak yang ada. Sintak yang mendasari pelaksanaan model Problem Solving (PS) Langkah pertama guru menyiapkan materi pelajaran sekaligus jkenis masalah atau kasus yang akan diberikan pada siswa. Kemudian guru menyampaikan materi pelajaran pokok kepada siswa sebagai pengantar. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kerja sebagai langkah awal. Langkah berikutnya guru memberikan 1 jenis masalah atau kasus pada tiap kelompok kerja siswa untuk diselesaikan. Kemudian siswa bekerja sama dalam tiap kelompok untuk menyelesaikan masalah dan kasus yang diberikan guru. Saat sedang diskusi guru memberi pendampingan dan arahan yang diperlukan agar siswa dapat mneyelesaikan masalah yang dihadapi. Selama belajar dan bekerja menyelesaikan masalah, siswa diperbolehkan untuk mencari sumber referensi lain sebagai acuan sekaligus untuk menumbuhkan motivasi belajar mandiri. Kemudian siswa membuat kesimpulan dan laporan akhir. Langkah terakhir Tiap-tiap kelompok mempresentasikan hasil belajarnya di depan kelas untuk berbagi pengetahuan dengan kelompok lain.
Gambar 3
Bagan Kerangka Pikir Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan
Model Pembelajaran Problem Solving (PS)
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan susunan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut:
H0: tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pada Siswa Kelas 4 SD Gugus Mangunsari 01 dan 05 dalam pembelajaran menggunakan Problem Based Learning (PBL) dan model Problem Solving (PS).
Ha: terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan pada Siswa Kelas 4 SD Gugus Mangunsari 01 dan 05 dalam pembelajaran menggunakan Problem Based Learning (PBL) dan model Problem Solving (PS).
Model
3) Menetapkan jawaban
sementara.