• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRODUSEN PANGAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRODUSEN PANGAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRODUSEN PANGAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA

(Jurnal)

Oleh

Nita Ivana Nimsi Romaito

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

▸ Baca selengkapnya: benedict mengandung zat

(2)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PRODUSEN PANGAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA

Oleh

Nita Ivana Nimsi Romaito, Eko Raharjo, Rini Fathonah Email : nitaivananimsi@gmail.com

Tindak pidana menambahkan zat berbahaya pada pangan berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan untuk menjamin hukum dapat dilaksanakan secara benar, adil, tidak ada kesewenang-wenangan dan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan di dalam pelaksanaannya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap produsen pangan yang mengandung zat berbahaya? (2) Apa faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku usaha makanan yang mengandung zat berbahaya? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Narasumber penelitian terdiri dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil BPOM, Penyidik Polresta Bandar Lampung, Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung, Hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Penegakan Hukum Pidana Terhadap Produsen Pangan yang Mengandung Zat Berbahaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan meliputi: a) Tahap formulasi, b) Tahap aplikasi, c) Tahap eksekusi. (2) Faktor- faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap Produsen Pangan yang Mnegandung Zat Berbahaya, diantaranya: a) Faktor Perundang-undangan, penegak hukum, sarana dan prasarana, masyarakat, kebudayaan. Saran dari penelitian ini adalah: (1) Para penegak hukum harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, dan pembinaan dalam rangka menciptakan integritas dan kualitas kerja yang lebih optimal. (2) Penegakan hukum pidana oleh PPNS BBPOM, Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar penegak hukum yang satu dengan yang lain.

(3)

ABSTRACT

CRIMINAL LAW ENFORCEMENT ON THE PRODUCER OF FOOD CONTAINING DANGEROUS HAZARDS

The crime adds hazardous substances to food based on Law No. 18 of 2012 on Foods to ensure that the law can be implemented properly, fairly, there is no arbitrariness and no abuse of power in the implementation. The problems in this study are: (1) How is the enforcement of criminal law against food producers containing hazardous substances? (2) What are the constraining factors of law enforcement against food business actors containing hazardous substances? Problem approach in this research using juridical normative and juridical empirical approach. The data were collected using literature study technique and field study. The research sources consist of Civil Servant Investigator of BPOM, Police Investigator of Bandar Lampung, Lecturer of Criminal Law Unit of Lampung University, Judge at Tanjung Karang District Court, Attorney at State Attorney of Bandar Lampung. Data analysis is done qualitatively. The results of the study and discussion show: (1) Enforcement of Criminal Law on Food Producers Containing Dangerous Substances based on Law No. 18 of 2012 on Foods includes: a) Formulation stage, b) Application stage, c) Execution stage. (2) Inhibiting factors of criminal law enforcement against Food Producers containing Hazardous Substances, among others: a) Legislative factors, law enforcement, facilities and infrastructure, society, culture. Suggestions from this study are: (1) Law enforcers should improve the quality of human resources through education, training and coaching in order to create a more optimal integrity and quality of work. (2) Enforcement of criminal law by PPNS BBPOM, Attorney, Court, and Police need to improve coordination and cooperation among law enforcement to each other.

(4)

I. PENDAHULUAN

Keamanan pangan merupakan kebutuhan masyarakat, karena diharapkan melalui makanan yang aman, masyarakat akan terlindungi dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Keamanan pangan diperlukan kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.1

Setiap orang yang melakukan produksi pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menerapkan tata cara pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan. Setiap pelaku usaha yang melanggar ketentuan tata cara pengolahan pangan bisa dikenakan sanksi administrasi berupa denda, penghentian sementara kegiatan produksi, penarikan pangan dari peredaran oleh produsen, ganti rugi, dan pencabutan izin.

Pengawasan pangan merupakan kegiatan pengaturan wajib oleh pemerintah pusat maupun daerah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen dan menjamin bahwa semua produk pangan sejak produksi, penanganan, penyimpanan, pengolahan dan distribusi adalah aman, layak dan sesuai untuk dikonsumsi manusia, memenuhi persyaratan keamanan dan mutu pangan, dan telah diberi label dengan jujur, dan tepat sesuai hukum yang berlaku. Setiap orang yang

melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan dan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Masalah mutu pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya.2

Peran PPNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) dibutuhkan dalam penyidikan apabila terjadi tindak pidana mengedarkan pangan yang mengandung bahan berbahaya, karena mereka menguasai bidang tertentu yaitu pengawasan obat dan makanan. Keberadaan BBPOM mempunyai fungsi sebagai salah satu unsur operasional dalam penegakan hukum. Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana memberikan wewenang kepada PPNS BBPOM untuk melakukan penyidikan terkait adanya pelanggaran. Diberikannya wewenang untuk memudahkan dalam pengungkapan suatu tindak pidana mengingat banyaknya kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan.

Badan POM sampai kini sangat berperan dalam mengawasi peredaran makanan dan minuman di seluruh Indonesia. Prinsip dasar sistem pengawasan dan budaya diatas secara ironis dilapangan kerap kali tidak berjalan. Pelaksanaan pengawasan makanan dan minuman masih dirasakan sangat minim sampai saat ini. Hasil Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) pada tahun 2016 menangani

2Celina Tri Siswi Kristanti, Hukum 1Ditjen PPM & PL., 2001, Prinsip

Hygiene dan Sanitasi Makanan.Jakarta

(5)

sejumlah 251 perkara pelanggaran di bidang obat dan makanan yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 51 perkara (20,3%) diantaranya telah mendapat putusan pengadilan. PPOM yang ada diseluruh Indonesia membuat data penyidikan obat dan makanan Tahun 2016 diantaranya terdapat 251 perkara3 Berita keracunan yang dikumpulkan oleh Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) tercatat sebanyak 46 insiden keracunan yang diperoleh dari 138 media massa online pada bulan Oktober-Desember tahun 2016 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir.4 Keracunan akibat pangan mendominasi sebanyak 42 insiden keracunan dengan rincian sebagai berikut 33 insiden keracunan yang disebabkan karena makanan, 7 insiden keracunan yang disebabkan karena minuman serta 2 insiden keracunan yang disebabkan karena minuman yang dicampur dengan produk suplemen. Insiden keracunan lainnya yaitu disebabkan karena pencemaran lingkungan sebanyak empat insiden keracunan.

Tindakan pelaku usaha yang demikian ini sangat merugikan masyarakat yang membeli dan mengkonsumsi makanan yang berbahaya tersebut, karena dapat menyebabkan timbulnya berbagai macam penyakit. Perbuatan yang sebagaimana disebutkan di atas merupakan kejahatan di bidang perlindungan konsumen merupakan bentuk kejahatan yang tidak saja merugikan konsumen dari segi

3http://www.pom.go.id/penyidikan/me dia.php?

hal=jml_pelanggaran&halaman=1

4http://ik.pom.go.id/v2016/berita- keracunan/berita-keracunan-bulan- oktober-desember-2016-3

ekonomi, tetapi juga kesehatan, bahkan keselamatan jiwa.

Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 75 ayat (1) menyatakan bahwa, setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Bila melanggar ketentuan tersebut diancam pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

denda paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), yang diatur dalam Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.

Aturan hukum mengenai larangan menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan, beserta sanksi yang dapat diterapkan terhadap pelaku, ternyata masih banyak pengusaha yang menggunakan bahan berbahaya dalam produk pangan pada industri rumah tangga yang belum dilakukan penegakan hukum. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menjadi dan mengkaji lebih jauh masalah tersebut menjadi skripsi dengan judul

“Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Produsen Pangan yang Mengandung Zat Berbahaya (Studi Putusan Nomor

139/PID/SUS/2015/PN.BKS)”

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah penegakan hukum

pidana terhadap produsen pangan yang mengandung zat berbahaya ?

b. Apa saja faktor penghambat

(6)

produsen pangan yang mengandung zat berbahaya?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan bahan sekunder.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif.

II. PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Produsen Makanan Yang Mengandung Zat Berbahaya

PPNS BBPOM sebagai aparatur penegak hukum dalam melaksanakan perannya didasarkan ketentuan Pasal 7 dan 8 KUHAP, melakukan penyidikan dengan melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, melakukan penggeledahan dan penyitaan; memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan; dan membuat berita acara tentang pelaksanaan penyidikan serta menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum melalui penyidik Polri sebagai peran normatif penyidik BPOM. Penyidik BPOM selain melaksanakan peran normatif yang sesuai dengan Undang-Undang juga melaksanakan peran aktual dilihat dengan cara Penyidik BPOM dalam melakukan penyelidikan yang terlebih dahulu melakukan under cover atau penyamaran terhadap orang yang diduga sebagai pelaku penjual makanan yang mengandung bahan berbahaya yang tidak mempunyai kewenangan.

Badan POM terus meningkatkan sinergi dengan semua pemangku kepentingan lainnya, utamanya dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung. Setelah menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Kepolisian RI pada tahun 2016 lalu, tahun ini Badan POM

menandatangani Nota Kesepakatan dengan Kejaksaan RI terkait Kerja Sama Dan Koordinasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi. 5

Secara garis besar Nota Kesepakatan antara Kejaksaan Agung dengan Badan POM berisi tentang pendampingan penyidikan dan koordinasi penanganan perkara tindak pidana di bidang Obat dan Makanan; pendampingan Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4); tukar menukar data dan/atau informasi terkait permasalahan hukum di bidang Obat dan Makanan; pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya di bidang perdata dan tata usaha negara; koordinasi dan optimalisasi kegiatan pemulihan aset; penempatan/penugasan Jaksa sesuai kebutuhan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia.

Upaya memunculkan efek jera melalui maksimalisasi tuntutan yang diharapkan berlanjut pada penjatuhan putusan pidana yang juga maksimal ini merupakan sasaran jangka pendek dari sinergi Badan POM dengan Kejaksaan Agung. Sementara untuk jangka panjangnya, diharapkan mampu memberikan perlindungan yang optimal kepada masyarakat dari peredaran Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan.

(7)

Hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap responden Hartadi6 bahwa penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh BPOM terhadap produsen makanan yang mengandung zat berbahaya diantaranya dengan memperkuat kelembagaan yaitu dengan telah dibentuknya Kedeputian Bidang Penindakan berdasarkan Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Deputi bidang Penindakan terdiri dari Direktorat Pengamanan, Direktorat Intelejen, dan Direktorat Penyidikan yang personilnya diisi oleh kombinasi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Badan POM RI dengan aparat penegak hukum lain seperti Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan BIN.

Responden juga menyampaikan harapannya agar keberadaan Kedeputian Penindakan ini dapat mengoptimalkan koordinasi diantara aparat penegak hukum dalam kerangka

Integrated Criminal Justice System

(ICJS) untuk mencegah, menangkal, dan memberantas tindak pidana obat dan makanan.7 Penulis juga melakukan wawancara dengan respon Firganefi terkait penegakan hukum pidana terhadap produsen makanan yang mengandung zat berbahaya. Responden mengatakan tujuan penegakan hukum pidana seringkali dirumuskan sebagai menegakkan keadilan, keamanan, dan ketertiban masyarakat adalah suatu yang rumusan yang abstrak, sedangkan prosedur untuk melaksanakannya bersifat formal.

6 Hasil wawancara Penulis di BPOM Bandar Lampung, Hartadi, 9 Maret

Penegakan hukum pidana yang bersifat formal ini, prosedurnya harus dilaksanakan oleh empat komponen yang saling berkaitan satu sama lain yaitu penyidikan oleh polisi, penuntutan oleh jaksa, pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim, dan pembinaan cara pidana oleh lembaga pemasyarakatan.8

Penulis menganalisis bahwa jawaban dari para narasumber sudah benar. Apabila penulis menganalisis teori penegakan hukum dengan hasil penelitian penulis bahwa hukum di Indonesia ini sudah memenuhi ketiga syarat tahap penegakan hukum. Dimulai dari tahap formulasi, hukum pidana di Indonesia yang mengatur tentang penegakan hukum pidana terhadap produsen pangan yang mengandung zat berbahaya sudah membentuk undang-undang, melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskan dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang- undangan pidana yang baik.

Penulis menuliskan dalam tahap formulasi ada beberapa Undang- Undang yang mengatur tentang aturan penegakan hukum pidana terhadap produsen pangan yang mengandung zat berbahaya, diantaranya:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2018 pukul 10.00 WIB.

8Hasil wawancara Dosen Bagian 7 Hasil wawancara Penulis di BPOM

Bandar Lampung, Hartadi, 9 Maret 2018 pukul 10.00 WIB.

(8)

4. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Selain tahap formulasi, penulis juga menganalisis bahwa Indonesia juga mengaplikasikan tahap yang kedua yaitu tahap aplikasi. Dalam kerangka sistem peradilan pidana, peran aparatur penegak hukum, khususnya penyidik sangat strategis, penyidik merupakan pintu gerbang utama dimulainya tugas pencarian kebenaran materiil karena melalui proses penyidikan sejatinya upaya penegakan hukum mulai dilaksanakan. Dalam rangka penanganan tindak pidana bagi produsen pangan yang mengandung zat berbahaya jika ada indikasi, maka tahap penyidikan pun dilaksanakan oleh aparatur penyidik. Penulis akan menjelaskan mengenai dasar hukum dilakukannya penyidikan dalam kasus ini.

1. Melaksanakan pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) 2. Penggeledahan

3. Penyitaan Barang Bukti

4. Meminta Persetujuan/ Penetapan kepada Pengadilan Negeri Setempat 5. Pemeriksaan Terhadap Tersangka 6. Gelar Perkara Pelanggaran Tindak

Pidana

7. Menyerahkan Berkas Perkara kepada Jaksa Penuntut Umum melalui Penyidik Polri

Kemudian tahap yang terakhir adalah tahap eksekusi. Ini adalah tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan aturan yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan oleh pengadilan.9 Ditahap ini salah satu contoh kasusnya adalah kasus minuman oplosan di Bekasi, tahap eksekusi ini sudah terlaksana di Indonesia. Putusan hakim menyatakan bahwa terdakwa pidana penjara selama 7 bulan dan menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang telah dijatuhkan.

B. Faktor- Faktor Penghambat Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Penjual Obat Keras Tanpa Kewenangan

Setiap proses penegakan hukum terhadap sesuatu tindak pidana tentu tidak terlepas dari segala sesuatu yang bersifat menghambat dalam pelaksanaannya. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut:

a. Faktor hukumnya sendiri (Undang Undang)

b. Faktor Penegak Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum c. Faktor sarana atau fasilitas yang

mendukung penegakan hukum d. Faktor masyarakat, yakni

lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

e. Faktor kebudayaan

Berdasarkan wawancara dengan

responden Hartadi10 menyatakan faktor- faktor penegakan hukum pidana

diantaranya:

1.Faktor undang-undang, artinya semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin baik memungkinkan penegakannya. Sebaliknya, semakin tidak baik suatu peraturan hukum

akan semakin sukarlah

menegakkannya.

2.Faktor penegak hukum, secara sosiologi setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu dalam struktur masyarakat yang isinya adanlah hak dan kewajiban.

9

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm. 45.

(9)

3. Faktor penegak hukum, secara sosiologi setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan. Kedudukan sosial merupakan posisi tertentu dalam struktur masyarakat yang isinya adanlah hak dan kewajiban.

4. Faktor sarana atau fasilitas, sarana atau fasilitas antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya.

5.Faktor masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegak hukum yang baik.

6.Faktor kebudayaan bukan karena pewarna makanan mahal tetapi produsen sudah biasa karena daya tarik warna yang terang mencolok dan konsumen masih saja tertarik dengan pangan yang mencolok. Kriteria makanan yang aman menurut responden ada tiga kriteria yaitu:

Selain faktor-faktor diatas dijelaskan juga oleh responden Harto Agung Cahyono,11 bahwa faktor yang menyebabkan produsen menjual makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :

1. Faktor sosial ekonomi, faktor sosial ekonomi dapat menjadi penyebab kejahatan karena lemahnya individu dengan masyarakat maupun keluarga, rusaknya ikatan sosial sehingga mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan terutama dengan sengaja membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya yang akibatnya baik jangka pendek maupun pendek akan berakibat kepada konsumen.

Masyarakat lebih cenderung melakukan pelanggaran hukum dalam memenuhi akan kebutuhan hidup dari hal itu dapat menyebabkan pola perilaku kriminalitas yang sering terjadi.

2. Faktor sempitnya lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersedian lapangan pekerjaan. Hal ini berdampak banyaknya jumlah pengangguran sehingga menimbulkan niat seseorang untuk berbuat jahat yang menguntungkan dirinya. Sektopr lapangan pekerjaan yang terserdia tidak sesua dengan melimpahnya jenis permintaan lapangan pekerjaan. Permasalahan pengangguran seringkali menjadi masalah perekonomian dan ini berpengaruh pada pendapatan masyarakat dan tingkat kejahatan salah satu contohnya produsen yang menjual dan membuat makanan yang mengandung zat berbahaya.

3. Faktor sempitnya lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersedian lapangan pekerjaan. Hal ini berdampak banyaknya jumlah pengangguran sehingga menimbulkan niat seseorang untuk berbuat jahat yang menguntungkan dirinya. Sektopr lapangan pekerjaan yang terserdia tidak sesua dengan melimpahnya jenis permintaan lapangan pekerjaan. Permasalahan pengangguran seringkali menjadi masalah perekonomian dan ini berpengaruh pada pendapatan masyarakat dan tingkat kejahatan salah satu contohnya produsen yang menjual dan membuat makanan yang mengandung zat berbahaya.

(10)

4. Faktor sempitnya lapangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan pekerjaan karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan ketersedian lapangan pekerjaan. Hal ini berdampak banyaknya jumlah pengangguran sehingga menimbulkan niat seseorang untuk berbuat jahat yang menguntungkan dirinya. Sektopr lapangan pekerjaan yang terserdia tidak sesua dengan melimpahnya jenis permintaan lapangan pekerjaan. Permasalahan pengangguran seringkali menjadi masalah perekonomian dan ini berpengaruh pada pendapatan masyarakat dan tingkat kejahatan salah satu contohnya produsen yang menjual dan membuat makanan yang mengandung zat berbahaya.

5. Faktor lingkungan masyarakat, faktor lingkungan dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap suatu tindak kejahatan karena faktor masyarakat yang relatif akan kekerasan tidak menutup

kemungkinan suatu hal yang besra juga mengikuti perkembangannya dan juga lingkungan bergaul juga dapat menyebabkan tindak kejahatan yang tidak lain juga menutup kemungkinan untuk seorang produsen melakukan kecurangan dalam penggunaan bahan berbahaya di pangan mereka. Kecenderungan dalam bermasyarakat yang ada dalam diri seseorang dapat membentuk pola perilaku seseorang yang tertarik untuk mendapatkan sesuatu dengan cara instan dan keuntungan yang besar sebagai jalan alternatif untuk memperoleh keuntungan dilakukan oleh produsen secara berulang-ulang. 6. Faktor lemahnya iman, faktor

lemahnya iman disini merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan seseorang melakukan sebuah kejahatan.

Hasil wawancara dengan responden

Rus’An12

menyatakan faktor-faktor penghambat yang menyebabkan produsen membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut :

1. Untuk menekan biaya produksi

Faktor ini untuk membuat daya tahan suatu produk pangan menjadi lebih tahan. Karena dengan memakai bahan tambahan yang tidak alami dapat membuat makanan menjadi tahan lama dan tidak rentan untuk rusak. Faktor ini yang menjadi faktor utama mengapa produsen seringkali menggunakan bahan berbahaya. Meskipun akibat dari yang dirasakan oleh konsumen saat mengkonsumsi makanan yang telah ditambahkan makanan ini tidak dapat dilihat dalam jangka pendek, karena efrek yang ditimbulkan dilihat dari jangka panjang.

2. Dilakukan oleh Industri Rumah Tangga dalam skala kecil

Industri Rumah Tangga (IRT) yang biasanya seringkali ditemukan makanan yang mengandung zat berbahaya. Hal demikian dikarenakan, untuk Industri yang skalanya sudah besar biasanya jarang ditemukan hasil produksi pangan yang mengandung zat berbahaya khusus nya di Kota Bandar Lampung. Untuk Industri Besar biasanya telah memakai sarana dan prasarana yang telah diuji, serta sering dilakukan pengawasan secara berskala baik dari Balai Pengawas Obat dan Makanan ataupun dari instansi lain yang memiliki koordinasi. Sementara Industri Rumah Tangga memang dilakukan pengawasan serta pengarahan, tetapi lebih sering dalam melakukan produksi pangan yang dicurangi.

12Hasil wawancara Penulis di Kejaksaan

Negeri di Bandar Lampung, Rus’An 6

(11)

3. Tingkat pengetahuan konsumen yang rendah

Seringkali konsumen tetap nekat mengkonsumsi makanan berbahaya tersebut karena mereka tidak mengetahui efek jangka panjangnya dari makanan yang mereka konsumsi.

Hasil wawancara penulis kepada Riza Fauzi13 meskipun telah pernah dilakukan sosialisasi mengenai makanan yang berbahaya dan ciri-ciri makanan yang tidak aman di konsumsi. Ada masyarakat yang menyatakan bahwa mereka tidak merasa takut atau khawatir untuk mengkonsumsi karena mereka belum merasakan efeknya dalam jangka pendek. Mereka hanya menghindari makanan-makanan yang menimbulkan gejala keracunan akut. Sedangkan bahaya kronis tidak mereka hiraukan. Ini merupakan keprihatinan yang menjadi penyebab produsen tetap menjual pangan yang mengandung zat berbahaya. Karena masyarakat sendiri juga memiliki tingkat kepedulian untuk saling mengingatkan dan takut akan bahaya sangat kurang. Hasil dari wawancara kepada Responden Firganefi14 menyebutkan beberapa faktor penyebab produsen membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya antara lain :

1. Kurangnya kesadaran oleh produsen akan kewajibannya sebagai pelaku usaha agar mempertimbangkan hak- hak konsumen.

2. Kurangnya kesadaran oleh produsen akan kewajibannya sebagai pelaku usaha agar mempertimbangkan hak- hak konsumen.

13Hasil wawancara Penulis di Pengadilan Negeri Tanjung Karang di Bandar

Lampung, Riza Fauzi, 2 November 2017 pukul 08.00 WIB.

14Dosen Fakultas Hukum, pada tanggal 22 Oktober 2017

3. Sanksi yang kurang tegas akibat kurangnya efek jera bagi pelaku usaha yang lain.

4. Faktor ekonomi, dalam kehidupan sehari-hari sering kita melihat dan mendengar di media audio visual berita tentang berbagai kasus. Contoh kriminal yang sering terjadi di Indonesia, penyebab adanya

tindakan kriminal itu

dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang sangat rendah. Sehingga seseorang lebih cenderung menempuh jalur lain untuk memenuhi kebutuhannya.

5. Faktor keamanan, faktor yang menyebabkan munculnya tindakan kriminal dapat kita lihat di lingkungan sekeliling kita. Banyak orang mencoba, mengulangi, dan mengajak orang lain untuk bertindak kriminal, karena dasar keamanan yang kurang baik. Banyak kasus- kasus kriminal yang belum terungkap siapa pelakunya, belum tertangkap dan bahkan ada juga yang belum divonis. Ini berdampak pada munculnya kasus kriminal lainnya sebagai bentuk uji coba.

6. Faktor ilmu pengetahuan dan kesadaran, tingkat pengetahuan seseorang dapat mencerminkan pola pikir, kelakuan atau perbuatan dan sikapnya. Orang yang melakukan tindakan kriminal adalah orang yang memiliki tingkat ilmu pengetahuan yang rendah dan kesadaran yang rendah..pula

Sesuai dengan pendapat narasumber, penulis mengemukakan juga selain menurut pendapat responden diatas faktor penghambat produsen membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya sebagai berikut:

1. Sempitnya lapangan pekerjaan

(12)

2. Faktor pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah akan membuat seseorang memiliki pola pikir dan mental yang rendah. Ini berpengaruh pada kurangnya pengetahuan dari masyarakat sendiri terhadap bahan yang digunakan. Sehingga pelaku usaha juga tidak memikirkan dampak yang akan diakibatkan dari penambahan bahan yang tidak aman untuk dikonsumsi. 3. Faktor ekonomi

Dimana disini produsen menerapkan prinsip ekonomi untuk mencari untung dan mengeluarkan modal sedikit-dikitnya. Hal ini menekan biaya produksi bila makanan menggunakan bahan yang tidak aman, karena bahan akan tetap awet dan menarik. Alasan ini paling sering ditemui, dengan sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidup banyak orang melakukan segala cara. Faktor inilah yang banyak membuat pelaku untuk berbuat kejahatan.

4. Lemahnya pengawasan dan pemberian sanksi oleh pemerintah sendiri

Karena kurang jeli dari pengawasan pemerintah dan pemberian sanksi yang tegas membuat produsen tidak diberikan efek jera sehingga kejahatan kembali terjadi secara berulang-ulang.

5. Susahnya melacak korban

Efek yang dirasakan oleh konsumen dapat terjadi jangka panjang, meskipun ada saja yang jangka pendek. Hal ini membuat susahnya untuk melacak produsen karena korbannya juga dialami secara masal dan acak.

6. Faktor sarana dan prasarana

Sarana dan fasilitas yang dimaksud adalah bahan yang dilarang. Sarana

dan fasilitas yang ada sangat berpengaruh dan menunjang perbuatan menyimpang tersebut. Karena dengan kemudahan mendapatkan bahan yang dilarang dapat membuat produsen tidak kesulitan untuk memproduksi makanan untuk dipasarkan.

III. PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

(13)

Provinsi Lampung kedepannya mengaharapkan untuk dapat melakukan penangkapan atau penahanan terhadap penjual minuman oplosan yang mengandung bahan berbahaya. Peran PPNS BBPOM Bandar Lampung untuk membantu pihak Kepolisian dalam pelaksanaan proses penyidikan tindak pidana pelaku penjual minuman oplosan yang mengandung bahan berbahaya dilakukan telah sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu agar terwujudnya sebuah penegakan hukum dalam terintegrasi sistem peradilan pidana. 2. Faktor-faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap penjual

minuman oplosan yang

mengandung bahan berbahaya tanpa kewenangan oleh penyidik pegawai negeri sipil BBPOM dan Polri anatara lain karena faktor aparatur penegak hukum yang terbatas, jumlah PPNS BBPOM di Bandar Lampung yang tidak seimbang dengan luasnya wilayah kerja. Dengan wilayah kerja Lampung yang luas, sumber daya manusia yang ada di BBPOM Bandar Lampung tergolong sangat kurang mengingat luasnya wilayah yang harus diawasi dan dipantau. Banyaknya tindak pidana yang tidak seimbang dengan jumlah penyidik maka pelaksanaan penyidikan oleh PPNS BBPOM juga sering terhambat. Selain itu faktor sarana dan prasarana dalam hal anggaran dana jumlah PPNS BBPOM di Bandar Lampung yang tidak seimabng dengan luasnya wilayah kerja. Faktor lain adalah faktor masayarakat sendiri yang tidak peka terhadap perkembangan-perkembangan permasalahan hukum di Indonesia membuat hasil tugas aparat penegak hukum tidak maksimal.

B. Saran

1. Penegak hukum pidana oleh penyidik pegawai negeri sipil BBPOM, Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, pelatihan, dan pembinaan dalam rangka menciptakan integritas dan kualitas kerja yang lebih optimal.

2. Penegakan hukum pidana oleh penyidik pegawai negeri sipil BBPOM, Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar penegak hukum yang satu dengan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Celina Tri Siswi Kristanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm. 169

Ditjen PPM & PL., 2001, Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan.Jakarta

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, hlm. 45.

http://www.pom.go.id/penyidikan/medi a.php?

hal=jml_pelanggaran&halaman=1

http://ik.pom.go.id/v2016/berita-

Referensi

Dokumen terkait

memiliki nilai keragaman data ekstrem yang terbesar yaitu pada Pos Kandangan, yang berarti curah hujan ekstrem pada Pos Kandangan memiliki range persebaran data

Aktor Penjual/perancang dapat melakukan login dan logout , membeli pada web T-Shirt dengan memasukkan desain kaos dan order minimal sebanyak 50 buah yang akan

Dari beberapa indikator keunggulan bersaing di atas, penulis mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Bharadwaj (2008) dalam Kapoor & Kulshrestha (2012)

Pernyataan dari Kabagpenum Polri disampaikan sebagai bentuk pernyataan sikap dari Polri. Pernyataan tersebut disampaikan pada wawancara yang tidak disertai keterangan

The best course would surely be to conclude that our system of motives really is larger and less simple than Socrates thought, and needs more subtle mapping, but that this need not

Kami berharap usaha ini bisa semakin maju dan semakin berkembang untuk ke depannya sehingga kami bisa menjual barang dengan lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas, serta

Hasil penelitian yang diperoleh adalah KSPPS BMT Tumang Cabang Boyolali mengenai implementasi penilaian kinerja karyawan meliputi 3 tahap yaitu, menetapkan tujuan,

Sedangkan pada tahun 2004, sektor industri pengilangan minyak merupakan sektor yang memiliki nilai indeks keterkaitan ke belakang yang paling tinggi yaitu sebesar 2,30278,