• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH APARATUR SIPIL NEGARA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH

APARATUR SIPIL NEGARA

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

(Jurnal)

Oleh Fanni Ayu Sevtiya

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH

APARATUR SIPIL NEGARA

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

Oleh

Fanni Ayu Sevtiya, Sunarto, Diah Gusti Niati Email :

Penganiayaan sebagai salah satu bentuk kejahatan yang merupakan masalah sosial yang sulit dihilangkan dalam masyarakat. Penganiayaan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja serta siapapun dapat melakukan kejahatan tersebut. Salah satunya adalah seorang Aparatur Sipil Negara yang melakukan kejahatan penganiayaan terhadap seorang mahasiswi, dan sudah jelas melanggar kode etik profesi sebagai Aparatur Sipil Negara serta melanggar disiplin Aparatur Sipil Negara. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu apa sajakah faktor penyebab Aparatur Sipil Negara yang melakukan kejahatan penganiayaan, dan bagaimanakah upaya penanggulangan penegak hukum dalam menggulangi kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara. Pendekatan Masalah dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, data yang digunakan adalah data primer yang di peroleh dengan cara wawancara kepada responden, serta data skunder melalui studi kepustakaan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara di Wilayah Bandar Lampung adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku, pelaku merasa kesal dan emosi pada saat kejadian sehingga kurangnya pengendalian diri oleh Aparatur Sipil Negara tersebut, faktor emosi tersebut berdampak pelaku melakukan kejahatan sehingga terjadilah sebuah penganiayaan yang dilakukan si pelaku terhadap korban. Serta faktor kurangnya kesadaran akan adanya kode etik yang berlaku sebagaimana pelaku merupakan Aparatur Sipil Negara yang mengemban tugas negara sebagai contoh yang baik bagi masyarakat. Faktor Eksternal adalah faktor dari luar diri pelaku dimana faktor ekonomi, faktor cuaca, faktor keadaan juga sangat dapat mempengaruhi terjadinya kejahatan. Dan Sanksi yang di berikan kepada ASN yang melakukan kejahatan adalah dapat berupa upaya adminstratif berupa teguran secara lisan, penurunan jabatan, dan sebagainya, tergantung tingkatan sanksi yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Saran yang diajukan oleh penulis sebagai hasil dari penelitian seharusnya Aparatur Sipil Negara mematuhi kode etik yang berlaku sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain.

(3)

I. PENDAHULUAN

Penganiayaan sebagai salah satu bentuk kejahatan merupakan masalah sosial yang sulit dihilangkan. Oleh karena itu selama menjalani

hidupnya dalam kehidupan

masyarakat, maka selama itu pula iya tetap dihadapkan dengan persoalan kejahatan. Terjadinya penganiayaan dalam masyarakat merupakan suatu kejahatan sosial yang tidak berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi unsur struktur sosial tentu di dalam masyarakat itu. Menurut R. Soesilo bahwa penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka, serta sengaja merusak kesehatan

orang termasuk kejahatan

penganiayaan.1 Unsur-unsur tersebut misalnya kepentingan seseorang

untuk betindak. Benturan

kepentingan antara manusia yang satu dengan yang lainnya sering menjadi titik awal terjadinya bentuk kejahatan secara umum termasuk dengan penganiayaan itu sendiri. Adapun masalah kejahatan itu adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, dengan jalan pengendalian individu di tengah masyarakat.

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

1R. Soesilo,1996,Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi

Pasal.Bogor, Pustaka. Hlm. 245

satudengan yang lain.2 Sedangan menurut Donald R. Taft, kejahatan adalah perbuatan yang melanggar hukum pidana (a crime is an act forbidden and mad punishable by law). Kejahatan secara praktis yaitu pelanggaran atas norma-norma, kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat. Kejahatan secara religi adalah pelanggaran atas perintan Tuhan (dosa). Kejahatan secara yuridis yaitu setiap perbuatan ataupun kelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan diberi pidana oleh negara dan nyata-nyata di nukilkan dalam perundang-undangan pidana negara.3

Setiap manusia bisa saja melakukan tindak pidana terutama tindak pidana penganiayaan maupun sebagainya dimana saja, dan kapan saja. Tindak pidana kriminal tersebut tidak bisa di pungkiri dapat terjadi di sekitar masyarakat sekarang ini, dan maraknya kasus-kasus yang disebabkan oleh penganiayaan yang mana telah menelan banyak korban dan dapat siapapun melakukan nya termasuk Pegawai Negeri Sipil. Perlu di ketahui bahwa seseorang yang memiliki jabatan atau wewenang memiliki sebuah kode etik dalam profesi nya. Sebagaimana telah di atur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil , ASN yang melakukan pelanggaran disiplin sebagai ASN, adanya hukuman bagiASN yang melanggar disiplin, upaya-upaya yang dapat di tempuh oleh ASN,

2

Deni Achmad dan Firganefi, Pengantar Kriminologi Dan Viktimologi, Bandar Lampung, Justice Publisher, 2015, hlm.1

(4)

serta kewajiban dan larangan yang harus di ketahui oleh ASN.

Lebih lanjut kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) terjadi di Bandar Lampung dimana ASN tersebut merupakan ASN Pemerintahan Kota Bandar lampung. Dalam hal ini sebagaimana telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mempunyai kode etik didalam profesi nya. Serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Penganiayaan yang dilakukan oleh seorang Pegawai Negeri Sipil telah melanggar kode etik yang berlaku dalam profesi nya dan melanggar disiplin Pegawai Negeri Sipil sehingga harus di berikan sanksi yang sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang berlaku dan sesuai dengan kejahatan yang dilakukan nya.

Dalam kasus ini telah membuktikan bahwa telah dilakukannya tindak pidana penganiayaan sebagimana diatur dalam Pasal 351 KUHP, dimana korban merupakan seorang mahasiswi di salah satu universitas di bandar lampung, kejadian berawal dari terjadinya kecelakaan lalu lintas dimana saling bertabrakan lalu oknum ASN tersebut langsung menganiaya mahasiswi tersebut, ia memukul mahasiswi tersebut sehingga menimbulkan luka berat hingga patah tulang seperti dikutip di salah satu media cetak Tribun Bandar Lampung, sehingga korban harus di bawa ke rumah sakit. Sungguh ironis sekali melihat kejadian ini terjadi dan dilakukan oleh ASN. Lalu korban tidak terima

dengan perlakuan tersangka maka korban melaporkan kasus tersebut ke Polresta Bandar Lampung dan dijerat

Pasal 351 KUHP tentang

Penganiayaan dengan ancaman hukuman 5 Tahun penjara.

Berdasarkan ayat 4 Pasal 351 KUHP dijelaskan bahwa penganiayaan

berupa “dengan sengaja merusak kesehatan orang” banyak macam nya

jenis penganiayaan misalnya pemukulan, penjebakan, pengirisan, membiarkan anak kelaparan, memberikan zat, luka dan cacat.4 Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya penjelasan tentang faktor penyebab orang melakukan tindak pidana penganiayaan berdasarkan pasal dan undang-undang yang mengatur didalamnya, sehingga dapat disimpulkan dan dapat tahu bagaimanakah upaya penegakannya, penanggulangannya, serta analisis nya. Bertujuan pula mengetahui dari segi kriminologis nya bagaimana kasus tersebut hingga bergulir ke meja hijau. Hingga saat ini inspektorat masih menunggu perkembangan kasus tersebut, sehingga pihak inspektorat dapat bertindak tegas nanti nya. pihak inspektorat menunggu hasil putusan sidang oleh majelis hakim agar jelas nanti nya. Dalam hal ini inspektorat berwenang mencabut jabatannya (pemecatan) atau bisa saja penundaan kenaikan golongan, dan dapat juga penurunan jabatan yang di jabat nya saat ini.

Perkara dalam saat ini terus bergulir dan penyidik sudah melimpahkan berkas perkara pada tahap I ke Kejaksaan Negeri Bandar Lampung. Dan dijerat pada Pasal 351 ayat (2)

4Andi Hamzah, delik-delik tertentu di dalam

(5)

KUHP tentang Penganiayaan. Demikian langkah yang tegas telah dilakukan oleh Kepala Reserse

Kriminal Polresta Bandar

LampungKominsaris Harto Agung Cahyono, dalam surat kabar harian Tribun Lampung pada tanggal 16 Agustus 2017.

Berdasarkan paparan diatas, maka permasalahan dalam penulisaan skripsi ini, terdiri dari :

a. Apakah faktor-faktor penyebab

Aparatur Sipil Negara

melakukan kejahatan

penganiayaan?

b. Bagaimanakah upaya aparat

penegak hukum dalam

menanggulangi kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara?

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Data yag digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Prosedur pengumpulan data pada penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara: studi kepustakaan (library research), dan studi lapangan (field research). Analisis pada skripsi ini dilakukan secara kualitatif yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menggambar-kan serta menguraimenggambar-kan data, baik data primer maupun sekunder yang diperoleh pada penelitian ini, yang kemudian diambil kesimpulan secara induktif yaitu secara khusus dari beberapa putusan hakim baik yang berupa putusan pidana maupun putusan yang berisikan tindakan atau kedua-duanya baik pidana maupun tindakan yang kemudian dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif atau yang bersifat umum.

II. PEMBAHASAN

A. Faktor Penyebab Aparatur Sipil Negara Melakukan Kejahatan

Hubungan antara kejahatan dan masyarakat sangatlah erat begitupun dengan keadaan-keadaan tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar manusia serta hak untuk menentukan nasib sendiri. Kesadaran ini telah menyingkirkan berbagai bentuk kesadaran palsu dalam diri seseorang sehingga menimbulkan juga suatu perbuatan yang akan melawan hukum.

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara yang disebabkan oleh faktor internal yaitu, rasa kesal yang berasal dari dalam diri pelaku, Supriyadi adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang bekerjadi di Pemerintahan Daerah Bandar lampung, pada saat kejadian tersebut di hari perayaan menjelang 17 Agustus yang sedang dirayakan di kantor Pemda pada saat itu siang hari beliau memakai baju hitam putih, terjadi kecelakaan lalu lintas pelaku dengan seorang mahasiswi berumur 21 tahun seorang mahasiswi salah satu di universitas bandar lampung.

(6)

dilakukan visum sebagai alat bukti untuk di proses hukum.

Berdasarkan pasal 52 KUHP bahwa

“Bila seorang pejabat, karena

melakukan tindak pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, maka pidana nya dapat

ditambah sepertiga.”5Salah satu kewajiban seorang pegawai negeri sipil adalah berkelakuan baik, seorang pegawai negeri wajib berkelakuan baik. Dalam arti bahwa selalu menjauhkan perbuatan-perbuatan yang tercela bahkan dapat diberikan ancaman hukuman dalam hal pegawai:

a. Melalaikan kewajiban

b. Menjalankan pekerjaan

disamping jabatannya tanpa izin pembesar yang berwenang c. Melakukan sesuatu hal yang

seharusnya tidak boleh diperbuat oleh seorang pegawai negeri yang bermatabat.

d. Mengabaikan sesuatu hal yang seharusnya dilakukan oleh pegawai negeri sipil.

e. Melanggar suatu ketentuan menurut Undang-Undang. 6

Berdasarkan hasil penelitian di Polresta Bandar Lampung, penulis dapat mendeskripsikan bahwa faktor penyebab seorang ASN tersebut adalah faktor kesal, karena tidak terima dengan kecelakaan lalu lintas yang di alami nya. Faktor kesal tersebut merupakan faktor sosiologis dimana seseorang merasa kesal

dengan keadaan sehingga

menumpahkan amarah atau

kekesalannya tersebut kepada orang lain. Dimana faktor sosiologis merupakan faktor internal dari dalam diri seseorang yang dirasakannya, seperti kesal, marah dan gangguan keperibadian.

Brigpol Eka Febriyanti menjelaskan bahwa 7 dalam kasus ini Aparatur Sipil Negara tersebut melakukan kejahatan penganiayaan terhadap mahasiswi lantaran karena kesal, sebelum nya telah terjadi sebuah kecelakaan lalu lintas pada tanggal 16 Agustus 2017, dimana pelaku mengendarai sepeda motor lalu terjadi kecelakaan dengan seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi, pelaku tersebut sedang memboncengi keluarga nya pada saat itu pun jatuh, dan beliau pun panik karena keluarga nya ada yang terjatuh, sehingga pelaku pun emosi dan kesal tidak terima dengan hal tersebut sehingga terjadi lah penganiayaan dimana pelaku memukul korban hingga korban sempat di bawa kerumah sakit untuk di rawat inap.

Korban pun tidak terima dengan sikap pelaku oleh karena itu keluarga korban melaporkan kepada pihak berwajib, dan perkara pun terus bergulir. Lalu pihak berwajib memperoses perkara tersebut. Sehingga pelaku di jerat Pasal 351 Ayat (1) KUHP. Menurut data Polresta Bandar Lampung tindak pidana yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara cukup banyak.

7

(7)

Ahmad Hermawan selaku auditor fungsional Inspektorat Provinsi Lampung menjelaskan bahwa8 penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara tersebut merupakan suatu perbuatan yang melanggar etika profesi dan kode etik pada disiplin Aparatur Sipil Negara. Serta suatu hal yang kurang baik dan tidak seharusnya dilakukan oleh seseorang apalagi seorang yang memiliki jabatan di sebuah instansi.

Lebih lanjut Ardiansyah selaku jaksa di kejaksaan tinggi lampung mengatakan faktor seseorang melakukan kejahatan bisa jadi karena kurangnya kesadaran hukum, tidak bisa menahan emosi atau emosi yang terlalu berlebih, dan faktor ekonomi dari orang yang melakukan kejahatan tersebut.9 Selanjutnya, emosi merupakan faktor internal dari dalam diri seseorang dimana emosi yang ada di dalam diri seseorang tidak tertahan lagi sehingga hilangnya kontrol emosi yang di alami nya. Jika hilang nya kontrol emosi dalam diri seseorang ia bisa jadi melakukan perbuatan melawan hukum yang dapat merugikan orang lain dan menimbulkan rasa sakit terhadap orang lain.

Menurut Erna Dewi10faktor sesorang melakukan kejahatan yaitu adanya faktor internal dan faktor eksternal, dimana faktor internal merupakan faktor dari dalam diri seseorang

8

Hasil wawancara dengan Ahmad Hernawan selaku Auditor dan fungsional Inspektorat Provinsi Lampung, 08 maret 2018

9

Hasil wawancara dengan Ardiansyah S,H M,H selaku jaksa kejaksaan tinggi wilayah lampung, 05 Maret 2018

10

Hasil wawancara dengan Dr. Erna Dewi, S.H, M.H selaku Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, 02 April 2018 , Pukul 10:00

seperti emosional, kesal, merupakan bawaan perasaan dari dalam diri seseorang. Faktor eksternal pun sebagai pemicu seperti faktor ekonomi mungkin, faktor cuaca misalnya keadaan cuaca sedang panas saat orang sedang berada di saja terjadi seperti itu.

Penulis menganalisia adanya faktor kesadaran oleh pelaku kejahatan yaitu sebagai Aparatur Sipil Negara yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi generasi, yang harus taat pada kode etk profesi yang berlaku, sebagaimana diketahui tidaklah mudah untuk menjadi seorang Aparatur Sipil Negara yang harus mengemban jabatan di dalam sebuah instansi.

Masih banyaknya masyarakat yang kurang sadar akan sebuah profesi yang dimiliki, contohnya pada kasus ini Aparatur Sipil Negara tersebut lupa akan profesi nya, bukannya sebagai contoh yang baik di dalam masyarakat melainkan berbuat kejahatan yang menyebabkan dirinya kini menjadi contoh buruk dalam masyarakat. Faktor ekonomi pun turut serta dalam kasus ini yang merupakan faktor eksternal seseorang.

(8)

fikiran pun bisa sangat terjadi timbulnya sebuah kejahatan.

Kurangnya pengetahuan tentang agama pun menjadi faktor bagi seseorang melakukan kejahatan, terlupakan adanya dosa apa yang ia perbuat, lupa akan siksa di akhirat yang akan di terima nya, sebuah perbuatan tercela yang ia perbuat justru akan menambah dosa di dalam dirinya, kurangmya keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa membuat ia tidak takut melakukan perbuatan tercela.

Menurut pandangan penulis faktor dari dalam diri seseorang merupakan faktor utama penyebab orang melakukan kejahatan, dikarenakan rasa kesal dalam kasus tersebut lantaran pelaku tidak terima dengan kecelakaan lalu lintas sehingga pelaku langsung menganiaya mahasiswi tersebut, mahasiswi pun tidak terima dengan perlakuan yang dilakukan oleh oknum ASN tersebut maka korban pun melaporkan nya ke pihak berwajib agar dapat di proses di jalur hukum. Menurut penulis tindakan tersebut telah benar dan harus dilakukan agar menimbulkan ofek jera kepada si pelaku.

Kekesalan yang ada di dalam diri si pelaku tersebut dapat merugikan diri nya sendiri, dan dapat berdampak pada pekerjaan nya. Seperti kita ketahui bahwa pelaku adalah seorang Aparatur Sipil Negara yang mengemban tugas negara dan harus menjadi contoh yang baik bagi intansi yang di duduki nya. Jika kejadian ini sudah terjadi pihak instansi pun ikut bertindak tegas kedepannya terhadap si pelaku sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

B. Upaya Aparat Penegak Hukum

Dalam Menanggulangi

Kejahatan Penganiayaan yang Dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara

Kejahatan secara praktis yaitu pelanggaran atas norma- norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat. Kejahatan secara religi adalah pelanggaran atas perintah tuhan (dosa). Kejahatan secara yuridis yaitu setiap perbuatan ataupun kelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dan di beri pidana oleh negara dalam perundang-undangan pidana negara. Ketiga pengertian inilah kejahatan menurut kriminologi karena kriminologi lebih luas dari hukum pidana.

Mengenai upaya aparat hukum dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan perlu kita ketahui terlebih dahulu siapa sajakah aparat penegak hukum di skripsi ini, aparat penegak hukum yang diteliti oleh penulis di skripsi ini yaitu, Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung, Kejaksaan Tinggi Bandar Lampung, Pengadilan Negeri Bandar Lampung dan Inspektorat Provinsi Lampung, sehingga kita dapat mengetahui bagaimanakah peran masing-masing dalan menanggulangi kejahatan terutama penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mulai dari penyidik Polresta

Bandar Lampung, sebelum

(9)

merupakan pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.

Brigpol Eka Febriyanti selaku penyidik pembantu Satreskrim

Polresta Bandar Lampung

menjelaskan menurut data yang didapat akhir akhir ini penganiayaan oleh PNS cukup banyak, polresta bandar lampung belum memiliki data fisik untuk kasus tersebut dan dikira kira adalah cukup banyak. Selanjutnya beliau menjelaskan bagaimana proses dari penerimaan perkara oleh penuntut, dilakukannya penyelidikan, lalu penyidikan, cek TKP, melakukan pemeriksaan, panggilan. Penyitaan, melakukan penangkapan dan penahanan tersangka.

Setelah itu pemberkasan, Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) yang akan dilimpahkan ke kejaksaan, penelitian berkas perkara ke kejaksaan hingga dari kejaksaan hasil berkasnya telah P21 atau sudah lengkap. Bersamaan dengan itu tersangka pun dilimpahkan di

tahanan Kejaksaan, dalam

penyidikan yang dilakukan oleh beliau pada saat itu korban masih berada di rumah sakit oleh karena itu penyidikan dilakukan di rumah sakit. Tersangka dilakukan penahanan selama kurang lebih 60 hari, lalu pihak kepolisian juga melakukan gelar perkara sebelumnya yaitu rapat untuk mendapatkan keputusan bahwa kejadian tersebut merupakan tindak pidana atau bukan.

Salah satu usaha yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu mencegah dengan penyuluhan hukum yaitu

dilakukan secara preventif, penyuluhan hukum adalah kegiatan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan instansi terkait. Terutama kepada pegawai negeri sipil yang di perlukan sosialisasi kode etik yang harus di patuhi serta adanya peraturan pemerintah yang ada sanksi yang terdapat di dalam nya.

Menurut Ismail Hidayat11 selaku hakim di Pengadilan Negeri Kelas I

A Tanjung Karang, upaya

penanggulangan yaitu secara penal dimana menjatuhkan pidana kepada si pelaku agar pelaku dapat jera oleh perbuatannya. Hukuman atau sanksi adalah perlakuan tertentu yang sifatnya menimbulkan pengderitaan, yang di berikan kepada pihak yang melakukan pelanggaran.

Hukumannya sebanding apa yang telah pelaku lakukan nantinya. Saat ini perkara tersebut yang telah dilimpahkan kejaksaan kepada Pengadilan Negeri statusnya yaitu telah di putus di pengadilan negeri tanjung karang kelas Ia telah minutasi atau perkara sudah selesai dimana pelaku terjerat Pasal 351 Ayat 1 KUHP dengan penganiayaan di putus ditahan selama 8 (delapan) bulan tertera pada hari selasa tanggal 16 januari 2018.

Penulis berpendapat bahwa pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim sudah sangat tepat, hal tersebut di maksudkan agar si pelaku jera terhadap perbuatan nya yang merugikan orang lain dengan menganiaya seorang mahasiswi

11

(10)

padahal beliau adalah seorang Aparatur Sipil Negara yang harusnya menjadi contoh yang baik terhadap mahasiswi tersebut. Dan penjara bagi si pelaku agar dapat dilihat oleh masyarakat agar masyarakat tidak mencontoh dan meniru tindakan tersebut.

Menurut erna dewi seorang Aparatur Sipil Negara adalah seorang pemimpin yang harus menjadi contoh yang baik. Terhadap pimpinan instansi juga perlu adanya peran pemimpin dalam instansi yang harus bijak dalam mengatasi kasus penganiayaan oleh pns, pemimpin instansi harus bertindak tegas dalam menangani kasus tersebut agar tidak terjadi kasus seperti itu lagi. Tindakan sanksi penjatuhan hukuman juga sangat di perlukan dalam sebuah instansi.

Penulis sependapat dengan Erna Dewi, dimana instansi harus memberikan sanksi tegas terhadap si pelaku agar tidak terjadi kepada ASN yang lainnya juga. Sehingga pelaku menyadari perbuatannya atas perilaku menyimpang dari kode etik dan peraturan pemerintah yang berlaku dalam sebuah instansi. Disini pula sangat erat hubungan antara tindak pidana umum dengan Aparatur Sipil Negara dan penjatuhan hukuman yang berbeda.

Menurut penulis, menanamkan rasa sadar diri, lebih sabar, lebih bisa mengendalikan emosi dan lebih

mengesampikan rasa kesal

merupakan faktor utama yang harus di tanamkan dalam diri seseorang. Menahan sebuah kekesalan memang tidak lah mudah tetapi dalam keadaan atau kondisi yang dapat merugikan orang lain apalagi sampai

melawan hukum sungguh sangat tidak lah terpuji dan harus di hilangkan dalam diri seseorang. Lebih lanjut, menurut penulis dalam upaya penanggulangan kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara perlu diingat bahwa Aparatur Sipil Negara tersebut berhak mendapat hukuman teguran secara lisan maupun tulisan, adanya penanggulangan secara langsung untuk menasehati si pelaku, disitu lah peran instansi sangat di perlukan. Agar kedepannya tidak terjadi kasus seperti apa yang sudah terjadi sebelumnya.

Menurut penulis ASN yang telah dinyatakan oleh pengadilan terbukti melakukan kejahatan tindak pidana dan dijatuhi hukuman pidana penjara dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap, baik bagi ASN yang sebelumnya telah diberhentikan sementara dari jabatan, maupun bagi ASN yang tidak diberhentikan sementara dari jabatan, maka tindak lanjut dibidang adminstrasi kepegawaian dilakukan sebagai berikut:

1. ASN yang melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau yang ada hubungannya dengan jabatannya, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN (Pasal 23 ayat (5) UU No. 43 Tahun 1999)

(11)

ASN tersebut harus diberhentikan secara hormat sebagai ASN atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai ASN

3. ASN yang melakukan kejahatan tindak pidana yang bukan merupakan kejahatan jabatan atau tidak ada hubungannya dengan jabatannya sebagai ASN, dan ancaman hukumannya pada pasal Kitab Undang-Undang yang dinyatakan terbukti dilanggarnya dalam putusan pengadilan kurang dari 4 (empat) tahun, maka ASN tersebut dapat diberhentikan dengan hormat sebagai ASN atau tidak diberhentikan sebagai ASN (PP No. 53 tahun 2010).

Menurut analisis penulis dalam hal ini ASN yang di jerat hukuman pidana dalam hal kejahatan yang belum mencapai hukuman di putusan pengadilan oleh majelis hakim selama empat tahun maka ASN tersebut belum dapat di berhentikan dalam masa jabatannya oleh pihak intansi. Mungkin dalam halnya sanksi dapat penundaan gaji berkala atau dapat penurunan jabatan kembali lagi ke wewenang dalam instansi yang terkait.

Perkara yang telah di putus oleh hakim semoga saja bisa menjadi penyesalan kedepannya untuk si pelaku kejahatan dalam kasus ini, efek jera yang dijatuhkan oleh hakim kepada si pelaku agar pelaku menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulanginya lagi. Dan peran keluarga disini sangat di perlukan untuk pelaku agar lebih baik lagi kedepannya nasihat dari orang sekitar pun berperan penting dalam hal agama atau motivasi dalam hidup.

III. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang di kemukakan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor penyebab

terjadinya kejahatan

penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara di Wilayah Bandar Lampung adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku, yaitu faktor emosi dan kesal yang kurang dikendalikan oleh si pelaku, sehingga terjadilah sebuah penganiayaan yang dilakukan si pelaku terhadap korban.

Faktor eskternal adalah faktor yang berasal dari luar diri pelaku yaitu faktor keadaan yang membuat si pelaku kesal, faktor cuaca atau lingkungan, serta faktor ekonomi juga dapat

menjadi penentu untuk

seseorang melakukan kejahatan terutama sebagai seseorang Aparatur Sipil Negara yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi masyarakat.

Kurangnya pengetahuan tentang agama, dan keimanan seseorang sehingga seseorang lupa akan dosa yang akan di terima nya. Sehingga ia tidak takut jika melakukan sebuah kejahatan juga merupakan faktor seseorang melakukan kejahatan.

(12)

upaya pencegahan dengan mengadakan penyuluhan hukum atau sosialisasi hukum kepada badan instansi Aparatur Sipil Negara. Seperti di dalam keseharian melaksanakan upacara setiap hari senin pagi guna mempererat silaturahmi antar sesama, dan pemimpin dalam sebuah intansi dapat menyampaikan amanat tentang sebuah kode etik yang harus di patuhi oleh setiap Aparatur Sipil Negara, dan Aparatur Sipil Negara menanamkan rasa disiplin dan patuh terhadap kode etik yang berlaku.

Sehingga tidak akan adalagi kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara yang akan terulang lagi selanjutnya. Upaya represif merupakan upaya penjatuhan pidana oleh penegak hukum untuk memberikan efek jera kepada si pelaku sehingga pelaku dapat menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi di lain waktu. Seperti pada kasus tersebut dimana pelaku akhirnya ditahan 8 bulan dengan dikenakan pasal 351 KUHP ayat 1.

Upaya yang selanjutnya memberikan sanksi kepada ASN yang melanggar disiplin ASN yaitu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, dengan berbagai tingkatan sanksi yang di berikan oleh pihak yang berwenang.

Dapat berupa teguran kepada ASN secara lisan, penurunan pangkat Dan sebagainya, tergantung kepada pihak yang berwenang.

B. Saran

Penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis guna untuk mengetahui faktor penyebab dan upaya ppenanggulangan kejahatan penganiayaan yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Seharusnya Aparatur Sipil Negara mematuhi kode etik yang berlaku sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Agar tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain. 2. Sebaiknya kepada penegak

hukum lebih baik kedepannya untuk memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat agar tidak lagi terjadi kejahatan seperti penganiayaan tersebut. Untuk pihak keluarga korban sebaiknya dilakukan terlebih dahulu tindakan mediasi antara kedua belah bihak yang ditengahi oleh aparat penegak hukum , jika tidak bisa melalui mediasi maka langsung di proses dengan hukum

3. Untuk pemimpin instansi Aparatur Sipil Negara sebaiknya harus lebih bijak kedepannya dalam memberi sanksi kepada si pelaku. Dan jika terjadi kasus seperti ini lagi maka harus lebih bijak lagi hukumannya sehingga kedepannya tidak akan terjadi kasus seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad. Deni Dan Firganefi. 2015.

(13)

Hamzah, Andi. 2009. Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP.

Jakarta: Sinar Grafika

R. Soesilo. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Pustaka.

Situmorang, Victor. M. 1990. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: PT. Rinekacipta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang 73 Tahun 1958 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang – Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa bagian tubuh sapi yang diukur yaitu panjang badan , lingkar dada , tinggi pundak untuk memperkirakan

Salah satu diantaranya muncul yang dinamkan sistem, sistem adalah sekelompok unsure yang erat berhubungan dengan yang lainya, sehingga dengan adanya sistem dan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus karena kasih dan anugrah- Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “ Analisis Fungsi

Usaha jasa sablon dalam masyarakat yang mengedepankan kualitas produk  yang mengedepankan kualitas produk  dan pelayanan yang baik demi memperoleh kepercayaan dari masyarakat

Jalur kereta api Kunming-Singapura dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi (Djankov, 2016). Negara- negara Asia Tenggara pasalnya memiliki pertumbuhan ekonomi yang

2020, Implementasi Kegiatan Shalat Berjamaah dalam Mengembangkan Karakter Disiplin Siswa di SMP Brawijaya Smart School Malang, Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas

37 Tahun 2004 mengatur beberapa hal yang begitu berbeda dari Undang-undang yang telah berlaku sebelumnya, maka tidak mengherankan jika menuai banyak perdebatan dari berbagai pihak

Luaran dari pendidikan tinggi ini tentu akan memiliki daya saing yang tinggi, mampu menjadi agen perubahan (Musa-Oito, 2018: 89) karena mereka akan terpapar dengan