• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengoptimalkan Akuntabilitas Sosial pada Mela

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mengoptimalkan Akuntabilitas Sosial pada Mela"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Mengoptimalkan Akuntabilitas Sosial Melalui Pendidikan Politik1

Moh. Prayogo Utomo2

(PIA XVI 2013)

Pendahuluan

“Amplop Terlalu Kecil, Money Politic pun Dilaporkan”. Begitulah salah satu judul berita di solopos.com pada jumat 12 April lalu. Berita yang menginformasikan

adanya praktek kecurangan dalam pilkades di kabupaten Klaten tersebut bukanlah

sebuah berita yang menghebohkan bagi para pembacanya. Sudah menjadi rahasia

umum apabila uang turut menjadi pelumas di hampir seluruh proses politik di

Indonesia mulai dari pilkades hingga pilpres, dari pembuatan kebijakan hingga

pelaksanaan kebijakan.

Hal tersebut sudah cukup untuk menggambarkan kepada kita bagaimana

wajah demokrasi Indonesia saat ini yang pada hakekatnya merupakan alat terpenting

untuk mewujudkan good governance justru hanya menjadi simbol belaka, partisipasi

politik yang diharapkan dalam setiap proses politik pun hanya tinggal harapan. Yang

terjadi justru mobilisasi oleh orang-orang yang memiliki kapital dan orang-orang

yang berkolusi dengan para pemilik modal yang semakin merabunkan mata kita

untuk membedakan mana demokrasi Indonesia dan mana otoritarianisme uang .

Di sisi lain, kita juga dapat melihat bagaimana sinergisme dan peran ketiga

pilar utama good governance yang terdiri dari dari negara, swasta, dan masyarakat

sipil ini masih belum berjalan sesuai harapan. Negara justru membawa kita semakin

jauh dari cita-cita bangsa dengan kebijakan-kebijakannya yang bersifat kolutif dan

tidak berpihak kepada rakyat. Tidak berbeda dengan sektor swasta yang

terus-menerus mengeksploitasi sumber daya tanpa mempertimbangan rasa kepatutan,

keadilan serta kompensasi kesejahteraan.

Lantas dimanakah peran dari masyarakat sipil yang seharusnya menjadi alat

kontrol sosial dan pencipta demokrasi yang baik? Serta bagaimana seharusnya

1

Karya merupakan juara 1 Esai Nasional Pekan Ilmiah Akuntansi Unsyiah Kuala

(2)

masyarakat sipil menggunakan negara untuk mensejahterakan dirinya? Bersandar

dengan isu-isu tersebut essay ini juga akan membahas betapa penting dan vitalnya

akuntabilitas sosial guna membangun good governane.

Masyarakat Sipil dalam Good Governance

Terdapat tiga kekuatan yang menentukan kesejahteraan sosial sejauh ini yaitu

negara, pasar, dan masyarakat sipil. Diantara ketiga kekuatan diatas, tak sedikit orang

menganggap masyarakat sipil lah yang paling dianggap lemah karena paling tidak

memiliki kekuasaan, kemampuan dan kesempatan secara strategis guna membentuk

tatanan sosial menurut visi dan pandangan mereka. Namun apabila kita teliti lebih

dalam lagi sebagaimana pengertian masyarakat sipil menurut Gramscian yang

menganggap masyarakat sipil sebagai alat untuk menghadapi hegemoni ideologi

negara3.

Dari perspektif yang dikemukakan oleh Gramscian, dapat dipahami bahwa

sebenarnya diantara kekuatan yang ada justru masyarakat sipillah yang memiliki

kekuatan paling besar untuk menentukan kesejahteraan sosial. Bagaimana tidak,

kehadiran masyarakat sipil dalam suatu negara merupakan suatu alat kontrol sosial

dan politik yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi negara itu sendiri

ketika negara tidak dapat menjalankan perannya dalam memberikan hak dan

kewenangan terhadap masyarakat. Runtuhnya orde baru di Indonesia merupakan

salah satu contoh bagaimana besarnya peran masyarakat untuk merubah sistem

negara menjadi lebih pro rakyat. Hal ini sekaligus menjadi titik awal perubahan

paradigma masyarakat Indonesia itu sendiri, dari paradigma dimana masyarakat

Indonesia yang hanya patuh dan taat terhadap birokrasi atau lebih dikenal dengan

masyarakat birokratik menjadi masyarakat sipil yang kritis dengan fasilitas baru

bernama demokrasi.

3

Mayo, Peter, 2005 "In and Against the State": Gramsci, War of Position, and Adult Education Journal for Critical Education

(3)

Meskipun dengan adanya fasilitas baru bernama demokrasi ini bukan berarti

serta merta memudahkan negara mencapai kesejahteraan sosial, harus ada sinergi

yang baik antara masyarakat dengan negara. Dengan adanya demokrasi sebagai

sistem politik yang lebih berorientasi pada masyarakat, masyarakat sangat berperan

penting terhadap jalannya pemerintahan terlebih karena sejatinya di dalam sistem ini

posisi negara bukanlah penganyom, pembina dan pengawas melainkan menjadi

patron dari masyarakat itu sendiri4 karena seperti dijelaskan di awal tadi bahwa

kekuatan yang dimiliki masyarakat lebih besar dari negara atau posisi negara dapat

digambarkan sebagai alat dari masyarakat itu sendiri untuk mensejahterakan dirinya.

Dengan vitalnya peran masyarakat ini, masyarakat juga dapat menjadi bom

waktu yang siap meledak kapan saja. Kesejahteraan sosial hanya akan terwujud

apabila masyarakat dapat menggunakan negara dengan baik dan benar, untuk itu

diperlukan kekuatan yang baik pula guna menggerakkannya. sejatinya sumber

kekuatan berasal dari kepercayaan masyarakat terhadap elit untuk menggerakkan roda

pemerintahan, tentunya kepercayaan yang dimaksud merupakan kepercayaan yang

murni tanpa ada tekanan ataupun intervensi dari pihak lain. Akan tetapi ketika

kekuatan itu berasal dari kepercayaan yang “dibeli” maka kekuatan yang timbul

merupakan kekuatan yang siap meledakkan masyarakat itu sendiri.

Atas dasar itu, negara hanya akan sejahtera apabila masyarakat yang ada

merupakan masyarakat yang kompak dan konsisten untuk meraih tujuan bersama dan

masyarakat seperti itu juga hanya akan terwujud apabila setiap individu mau dan

sadar atas perannya terhadap negara guna mensejahterakan kehidupannya dan

khalayak banyak bukan untuk dirinya saja. Rakyat yang menolak peran negara hanya

akan menghambat kesejahteraan sosial yang merata, karena sejatinya kesejahteraan

sosial yang merata hanya akan tercapai melalui negara.

4

(4)

Minimnya Akuntabilitas Sosial

Turunnya Soeharto dibarengi dengan runtuhnya orde baru memulai awal

babak reformasi birokrasi di Indonesia. Yang paling mendasar adalah berubahnya

sistem politik Indonesia dari otoriterianisme menjadi demokrasi. perubahan sistem ini

lantas merubah semua kebijakan pemerintah dari yang awalnya represif dan tertutup

menjadi lebih terbuka dan demokratis.

Namun, Berubahnya sistem politik ini juga tidak dapat sepenuhnya dapat

dikatakan berhasil. Sisa-sisa budaya kotor peninggalan orde baru masih dapat dicium

jelas saat ini. Korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjadi isu hangat di

media-media setiap harinya. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa akuntabilitas sosial dan

politik masih sangat minim, masyarakat yang seharusnya menjadi partner dari negara

dan sektor swasta dalam mensejahterakan dirinya justru hanya menjadi penonton saja.

Akuntabilitas sosial yang memiliki arti proses keterlibatan yang konstruktif antara

warga negara dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik,

politisi dan penyelenggara pemerintah5 pun seolah dapat dibeli hanya dengan uang

Rp 30.000, pakaian atau sembako saja.

Hal ini jelas merupakan suatu kebodohan publik yang sangat mendasar, jika

yang dipertanyakan adalah akuntabilitas negara kepada rakyatnya tentunya rakyat

dapat menuntutnya bagaimanapun caranya. Namun apabila rakyat yang seharusnya

menuntut akuntabilitas politik tersebut justru sangat mudah untuk dimobilisasi dan

cenderung apatis dengan segala kebijakan yang diterapkan oleh negara maka

dimanakah demokrasi berada? Dan bagaimana bisa cita-cita bangsa dapat terwujud?

Pentingnya Pendidikan Politik

Tak dapat dipungkiri, pendidikan merupakan aspek penting yang tidak

terpisahkan dari program pembangunan negara. Pembagunan suatu negara hanya

akan berjalan dengan lancar tergantung kualitas sumber daya manusia, melalui

5

Disampaikan oleh Angelita Gregorie Medel, Ph.D dalam workshop Re-Thinking: Akuntabilitas Sosial

(5)

pendidikan lah sumber daya ini dikelola untuk memiliki kemampuan dan keahlian

yang dibutuhkan untuk mensejahterakan negara.

Selain itu, Pendidikan juga mempunyai peran untuk menegakkan kontrol

sosial guna melancarkan proses demokratisasi. oleh karena itu melalui pendidikan

politik yang menurut UU No.2 Tahun 2011, pasal 1 ayat (4) memiliki arti proses

pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap

warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan mampu

melahirkan masyarakat yang melek politik dan tidak mudah dimobolisasi oleh para

pemilik kapital dan para penguasa hanya dengan menggunakan uang, sembako atau

pakaian.

Hal ini dapat diwujudkan antara lain dengan memperkuat pendidikan politik

melalui kurikulum pendidikan dan menyisipkannya misalnya di acara-acara rutin

dalam Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

Penutup

Dengan terwujudnya masyarakat yang melek politik, masyarakat dapat

menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik. Semua ini

tidak lepas dari kemampuan bidang pendidikan untuk mencapai tujuannya yaitu

mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjadi warga negara yang baik yang

memiliki keahlian dan pengetahuan yang memadai untuk berperan serta secara

proaktif dalam pembangunan.

Fungsi kontrol serta pencipta demokrasi yang baik pun berjalan dengan

optimal. Negara pun dipaksa akuntabel dan transparan kepada masyarakat terhadap

apa saja kebijakan yang diterapkan. Selain itu, keadaan ini juga memudahkan

terlahirnya pemimpin yang berakhlak, kredibel dan kapabel yang pada akhirnya juga

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R, 2008. Governance, Social Accountability and the Civil Society,

JOAAG, (Vol. 3. Nomor 1)

Ali, Denny Januar, 2006. Demokrasi Indonesia: Visi dan Praktek. Sinar

harapan, Jakarta

Mayo, Peter, 2005. "In and Against the State": Gramsci, War of Position, and

Adult Education Journal for Critical Education Policy Studies (Vol 3, Nomor 2)

Jondar, Aloysius, 2003. Konsep-konsep Sosiologi dan Politik. Lutfansah

Mediatama, Surabaya

Labolo, Muhammad, 2012. Memperkuat Pemerintahan Mencegah Negara

Gagal. Kubah ilmu, Jakarta

Siregar, Ashadi, 2011. Democratic Governancedan Hak Azasi Manusia :

Makna Kebebasan Pers dalam Otonomi Daerah, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

(Vol.14, Nomor 3, Maret)

Ambardi, Kuskridho, 2011. How Smart Can We Go? The quality of Campaign

Information in the 2009 Presidential Election, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

(Vol.14, Nomor 3, Maret)

Jahidi, Idi, 2004. Peranan Masyarakat Sipil Menuju Sistem Pemerintahan

Referensi

Dokumen terkait

d) Janjang yang terlalu banyak dimasukkan sekaligus ke dalam drum , sehingga tandan buah segar tersebut hanya bergulir sesamanya. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah

Klasifikasi diagnosis demam dengue dan demam berdarah dengue telah ditentukan menurut WHO, 1997.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan jumlah

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut penulis membuat kerangka penelitian disertai beberapa hipotesa mengenai wallpaper “Ragnarok” Online Games versi Indonesia yaitu

Model konfigurasi data Schlumberger Nilai resistivitas yang didapatkan hampir sama dengan data Schlumberger dengan rentang 5 hingga 30 Ωm, sehingga batuan yang

4.. Diagnosis Laboratorium dalam menegakkan diagnosa demam tifoid sangat penting dilakukan karena dapat membantu dalam menentukan hasil pemeriksaan. Sampai saat ini masih

mengambil judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Ranah Kognitif dan Keterampilan Proses Sains Siswa MTs pada

[r]

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have