• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN RECLAIMED RUBBER PENGGANTI MA (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGGUNAAN RECLAIMED RUBBER PENGGANTI MA (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN RECLAIMED RUBBER PENGGANTI

MATERIAL STAINLESS STEEL SEBAGAI BAHAN BAKU

DALAM PEMBUATAN WADAH PENYIMPANAN BENIH

Diajukan sebagai karya tulis ilmiah lomba ide dan inovasi mahasiswa

di bidang hortikultura dengan topik Seed Operation

Disusun Oleh :

Ganjar Abdillah Ammar

11213021

Mutiara Kusuma Hapsari Raharjo

11413001

Moh. Fajar Anugrah

10513071

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

JALAN GANESHA NO. 10, BANDUNG 40132

JALAN WINAYAMUKTI NO.1, JATINANGOR, SUMEDANG

(2)

ABSTRAK

Sudah banyak upaya manusia yang dilakukan dalam penjagaan benih agar

tetap memiliki tingkat kelangsungan hidup atau viabilitas yang tinggi dari

berbagai macam gangguan lingkungan. Salah satu yang menjadi perhatian dalam

penjagaan benih adalah kemasan. Sifat dari kemasan tersebut haruslah

mendukung kelangsungan hidup benih, yakni dari sisi ketahanan terhadap panas,

permukaan yang halus, kuat terhadap tekanan dari luar, pori yang kecil, tingkat

elastisitas dan keempukan yang tinggi dan kuat terhadap senyawa-senyawa korosi

lainnya. Perlu diperhatikan pula keekonomisan dari bahan dasar kemasan.

Globalisasi yang menuntut kuantitas transfer produk yang tinggi juga menuntut

perusahaan pengelola benih untuk menjaga kualitas benih tersebut selama proses

ekspor-impor. Sehingga diperlukannya suatu penggantian bahan kemasan yang

lebih tepat dibandingkan bahan yang telah ada sebelumnya yaitu stainless steel.

Karet reklim diduga dapat menggantikan peran dari kemasan berbahan

stainless steel. Karena karet reklim sendiri berasal dari proses daur ulang materi

karet alami ataupun sintesis, berbeda dengan material stainless steel yang memang

material proses pabrikasi non-recycle. Sehingga ekonomi hijau dari perusahaan

pengguna karet reklim dapat dilaksanakan. Ekonomi hijau yang terdiri atas aspek

ekosistem, biomassa, energi dan materi harus mulai diterapkan sejak dini karena

keadaan bumi yang saat ini tengah terancam secara menyeluruh. Menyeluruh di

sini baik dari segi geografi ataupun demografi karena pada intinya ekonomi hijau

bertujuan untuk kesejahteraan rakyat yang kedua aspek tersebut dapat saling

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Al-Rahman Al-Rahim yang selalu

mendengarkan segala pinta penulis dan yang telah memberikan petunjuk dan

kemudahan pada penulis sehingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Nabi

Muhammad SAW yang selalu memberi syafaat kepada umatnya yang taat,

Allohumma Sholli’ala Sayyidina Muhammad Wa’ala Ali Muhammad.

Kami menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, kami tidak akan

terlepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari semua pihak dalam

pembuatan karya tulis ilmiah ini. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang ikut membantu demi kelancaran penulisan karya tulis

ilmiah ini. Sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Penggunaan Reclaimed

Rubber Sebagai Pengganti Stainless Steel Sebagai Bahan Baku Dalam Pembuatan

Wadah Penyimpanan Benih” ini dapat terselesaikan.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat

(4)

DAFTAR ISI

3.2 Pembuatan Tabung Penyimpanan Benih………...6

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...7

BAB V KESIMPULAN………...13

DAFTAR PUSTAKA………....………..14

(5)

DAFTAR TABEL

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Vulcanized Rubber...10

Gambar 2 Desain kemasan benih berbahan karet reklim. (a) tutup kemasan

(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Anggaran Dana...16

(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Benih merupakan biji dari tanaman yang diproduksi untuk tujuan

penanaman atau pembudidayaan kembali. Berdasarkan pengertian tersebut

maka benih memiliki fungsi agronomi atau termasuk ke dalam komponen

agronomi, karenanya benih termasuk ke dalam ruang lingkup agronomi.

Dalam bidang pengembangan usaha tani, benih memiliki peranan yang sangat

penting sebagai sarana produksi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Benih yang dijadikan sarana produksi harus memiliki mutu yang tinggi, baik

dalam sisi mutu fisiologis, genetik, maupun fisiknya haruslah unggul.

Sehingga kualitas benih mulai dari masa panen, penyimpanan hingga pada

masa tanamnya harus dapat dipertahankan (Sutopo, 2002)

Kualitas suatu benih dapat dilihat dari tingkat viabilitas dan vigor benih.

Viabilitas benih merupakan daya hidup benih yang dapat dilihat melalui hasil

metabolisme dan pertumbuhan. Hal ini pun dapat diartikan sebagai

kemampuan benih untuk berkecambah pada kondisi optimal bagi benih untuk

berkecambah. Viabilitas benih terdiri dari 3 periode, periode pertama adalah

periode pembangunan benih. Periode ini merupakan saat dimana benih

berkembang hingga mencapai biomassa benih yang maksimal, yaitu benih

mencapai masa masak secara fisiologi. Periode kedua adalah periode simpan.

Periode ini merupakan periode dimana benih dapat disimpan sebelum saatnya

masa penanaman. Periode ini sangat mengandalkan kondisi ruang

penyimpanan yang harus dapat mempertahankan kondisi benih agar tetap

optimal dari waktu pemamenan hingga waktu penanaman. Periode ketiga

adalah periode kritikal. Periode ini merupakan periode dimana benih yang

sudah disimpan harus segera ditanam karena masa penyimpanannya telah

selesai. Jika pada masa ini benih tidak segera ditanam, maka benih dapat mati

dan tidak dapat dikecambahkan (International Seed Testing Association,

(9)

Vigor merupakan kemampuan benih tumbuh menjadi suatu tanaman

normal yang dapat berproduksi normal dalam keadaan sub optimal, dan

mampu berproduksi di atas normal pada kondisi lapangan yang optimal.

Kualitas benih pun dipengaruhi oleh vigor daya simpan yaitu kekuatan benih

yang mampu disimpan pada kondisi penyimpanan yang sub optimal dan

mampu disimpan lama dalam kondisi optimal (Kartahadimaja et al, 2013).

Kualitas benih yang ditunjukkan oleh tingkat viabilitas dan vigor benih

tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan pada saat periode

simpan. Hal ini dikarenakan pada saat periode simpan, kualitas benih dapat

dijaga dengan pengoptimalan tempat penyimpanan, sehingga daya

berkecambah dapat dijaga tetap diatas 80% benih yang dapat dikecambahkan

dengan normal. Tetapi, pada periode simpan ini pula kualitas benih dapat

menurun apabila ruang penyimpanan tidak optimal untuk penyimpanan benih.

Hal ini dapat mengakibatkan daya berkemcambah benih menurun signifikan

jauh di bawah 80%. Menandakan bahwa benih tersebut telah mati dan rusak

sehingga tidak dapat dikecambahkan lagi (Harrington, 1972).

Kualitas benih yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan pada

masa penyimpanan, menyebabkan dibutuhkannya tempat penyimpanan benih

yang optimal, yaitu tempat penyimpanan yang dapat menjaga suhu di dalam

wadah (Purwanti, 2004), menahan aliran keluar masuknya udara dari dalam

dan keluar maupun sebaliknya, menjaga kadar air dalam wadah penyimpanan,

dan dapat menjaga benih dengan menahan dari deraan lingkungan. Sehingga

dibutuhkan bahan material yang memiliki sifat – sifat tersebut untuk

pengemasan benih. Pengemasan benih yang baik dapat menjaga kualitas dan

daya berkecambah benih agar tetap baik. Sehingga, penelitian dan

pengembangan untuk pengemasan benih perlu dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan penyimpanan benih untuk menjaga kualitas dan daya

(10)

1.2 Capaian

Terdapat perbandingan kualitas antara penggunaan material reclaimed

rubber dan stainless steel sebagai kemasan untuk penyimpanan benih.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mencakup kemampuan material baru yang

tepat untuk dijadikan bahan baku kemasan benih yang lebih menguntungkan

pihak pengelola benih apabila dibandingkan dengan penggunaan bahan yang

biasa digunakan oleh industri benih yaitu stainless steel. Bahan baku

pembanding yang kami gunakan adalah karet hasil daur ulang dari ban bekas

yang disebut dengan Reclaimed Rubber.

1.4 Rumusan Masalah

Mengidentifikasi keunggulan penggunaan reclaimed rubber sebagai

pengganti stainless steel sebagai bahan baku dalam pembuatan wadah

penyimpanan benih.

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis kami dalam percobaan ini adalah bahwa reclaimed rubber

memiliki potensi yang lebih besar dalam penyimpanan dan pengemasan benih

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Reclaimed rubber merupakan karet hasil daur ulang dari ban bekas yang

sudah tidak terpakai. Hal ini pada awalnya dilakukan untuk memelihara

lingkungan, agar sampah ban mobil dapat dikurangi. Namun ternyata, setelah

perlakuan tertentu, karet reklim ini memiliki kualitas yang baik, bahkan hampir

sama dengan karet yang baru mengalami proses vulkanisasi. Kini penggunaan

reclaimed rubber sudah meluas, salah satu contoh benda sehari – hari yang

menggunakan kaet reklim ialah alas sandal. Karet reklim memiliki struktur yang

tidak elastis dibandingkan dengan karet hasil vulkanisasi. Kualitas karet reklim

bergantung pada kualitas ban yang digunakan sebagai bahan karet reklim.

Sekarang ini banyak digunakan karet sintetis sebagai bahan baku pembuatan ban,

salah satunya ialah SBR (styrene butadiene rubber). Seperti namanya, karet ini

disintesis dengan mencampurkan stiren dan butadien. Jenis karet ini merupakan

jenis yang terbaik, dan suhu efektif pembentukannya ialah pada 50C (Debapriya

dan Debasish, 2011).

Ada empat aspek yang sangat mendasar sebagai landasan penggunaan

karet reklim dalam pengemasan benih. Pertama adalah karet yang di daur ulang

hanya akan memakai biaya setengah dari produksi karet alami ataupun sintetis.

Kedua adalah sifat dari karet reklim tidak jauh berbeda dibandingkan dengan karet

mentah. Ketiga, produksi karet reklim membutuhkan energi yang lebih sedikit

apabila dibandungkan dengan total proses produksi karet mentah untuk dijadikan

karet setengah jadi. Keempat, adalah mengkonservasi atau mengurangi

penggunaan produk petroleum sebagain bahan baku karet sintesis (Pusca, et al.,

2010).

Selama proses reklimasi yaitu tahap pemecahan dan pencampuran, karet

reklim menggunakan daya lebih rendah dibandingkan karet baru. Penghematan

daya per 1000 pound sebesar 20% . Penggunaan suhu yang rendah juga dapat

mempercepat proses produksi karet reklim. Lebih lagi adalah penghematan energi

produksi karet reklim, yakni hanya menggunakan energi sekitar 9% pengolahan

(12)

Karet dan turunannya merupakan suatu polimer yang berbasis monomer.

Maka dari itu karet reklim yang merupakan turunan dari karet mentah memiliki

banyak faktor yang menentukan sifat atau properti material tersebut. Faktor-faktor

tersebut meliputi ukuran, distribusi dan bentuk partikel, proses persenyawaan,

reaksi dan cetakan serta kekuatan ikatan antar atom. Semua itu akan memiliki efek

pada struktur permukaan, kekuatan, kelenturan, kekakuan, kekasaran dan bentuk

(13)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pembuatan Reclaimed Rubber

Ada lima metode yang dapat digunakan dalam pemrosesan karet reklim,

yaitu proses mekanik, proses termal, proses termomekanik, proses

mekano-kimia dan proses kriomekanik (Abraham et al., 2012). Untuk reagen dan

tahapan pada masing-masing metode memiliki unit proses yang saling

berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga diperlukannya kerja sama yang

tepat antara pihak pengelola benih dengan produsen karet reklim yang

memiliki metode paling efisien dan ekonomis juga produksi produk yang

berkualitas.

3.2 Pembuatan Tabung Tempat Penyimpanan Benih

Pembuatan tabung untuk wadah penyimpanan benih dari bahan

reclaimed rubber adalah dengan lelehan reclaimed rubber dicetak menjadi

bentuk tabung dengan ketebalan 15 mm, diameter tabung 20 cm, dan

ketinggian tabung 20 cm. Pembuatan tutup tabung disesuaikan dnegan

ukuran silinder. Kemudian bagian dalam tabung dilapisi dengan aluminium

(14)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umumnya sekarang ini, kemasan benih secara global menggunakan zat hasil

penggabungan antara besi dan aluminium, atau dengan kata lain “stainless steel”

yang dijadikan sebagai bahan dasar pembuat kaleng untuk penyimpanan benih.

Melihat sifat stainless steel yang merupakan konduktor yang baik, hal ini tentu

akan mempengaruhi terhadap benih di dalamnya, bila didasarkan pada tempat

penyimpanannya. Bila benih yang berada dalam wadah stainless steel disimpan

dalam lingkungan yang memang suhunya lebih tinggi dari kondisi standar atau

STP (Standard Temperature Pressure) atau 250C, maka suhu dari permukaan

kaleng stainless steel pun akan ikut meningkat, dan bila memperhatikan bahwa

stainless steel mudah menghantarkan panas (konduktor yang baik) maka bagian

dalam dari kaleng stainless steel akan dengan mudah meningkat suhunya

mengikuti suhu bagian luar permukaannya. Hal ini akan mempengaruhi

biomolekul-biomolekul dalam benih, baik protein, enzim, lemak, gula ataupun

unsur makro dan mikro lainnya. Yang jadi masalah adalah pada struktur protein

dalam benih, mengingat protein adalah biomolekul yang rentan mengalami

perubahan struktur karena suhu ataupun pH. Jika protein ataupun enzim sudah

mengalami denaturasi akan sulit memulihkan kedua molekul tersebut seperti

semula (renaturasi) sehingga kemampuan kecambah untuk tumbuh akan

berkurang, atau bahkan tidak dapat tumbuh sama sekali karena kerusakan

tersebut. Berbeda bila menggunakan karet, karena karet memiliki sifat isolator

yang baik (tidak mudah menghantarkan panas) (Harrington, 1972).

Benih sangat terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya pada saat periode

penyimpanan (Purwanti, 2004). Apabila benih dalam wadah karet disimpan di

dalam suasana lingkungan yang panas, karet tidak akan dengan mudah mengikuti

suhu lingkungannya. Sehingga wadah akan memiliki suhu yang stabil, meskipun

warna karet reklim adalah hitam. Warna hitam dari karet reklim disebabkan bahan

hasil dari daur ulang ban bekas yang memang ban bekas tersebut berwarna hitam.

Warna hitam dari ban ini berasal dari karbon aktif yang ditambahkan ketika

(15)

sendiri agar karet yang dijadikan ban menjadi awet dan tahan lama, karena bila

karet yang mengandung karbon aktif terpapar sinar UV, maka karbon aktif akan

menguap dan mengubah sinar UV menjadi panas, sehingga struktur karet ban

tetap utuh. Semakin lama ban akan berwarna abu –abu yang menandakan karbon

aktif yang terkandung sudah berkurang.

Warna hitam akan menyebabkan panas akan dengan mudah merambat.

Penambahan sedikit Rhodamin B ke dalam bahan karet reklim saat pembuatan

akan mengurangi proses transfer panas dalam karet. Selain itu, dalam wadah yang

dibuat ini pada bagian dalam dari wadahnya akan dilapisi oleh aluminium foil,

sehingga benih yang berada di dalam benar – benar terisolasi, tidak akan ada

pancaran radiasi panas yang masuk ke dalam benih (Debapriya dan Debasish,

2011).

Dari segi pengubahan bahan menjadi wadah yang siap pakai, karet reklim

jelas memiliki kelebihan dibandingkan dengan stainless steel. Stainless steel yang

digunakan untuk wadah benih biasanya merupakan campuran antara besi dan

aluminium. Untuk membuatnya, yang harus dilakukan ialah mencampurkan besi

cair dan aluminium cair dengan perbandingan tertentu, lalu didinginkan kembali.

Dari data literatur, diketahui bahwa aluminium murni memiliki titik leleh pada

suhu 933.47 K, sementara itu, besi murni memiliki titik leleh pada suhu 1811 K.

Oleh karena itu, dibutuhkan setidaknya suhu 1850 K agar kedua zat bercampur

secara sempurna menjadi satu, hal ini tentu akan memakan biaya yang cukup

banyak, karena pemanasan dengan suhu hampir 2000 K memerlukan energi yang

sangat besar, yang berimbas kepada penggunaan bahan bakar yang sangat banyak.

Berbeda dengan karet yang merupakan salah satu polimer alam yang

memiliki ukuran molekul sangat besar. Meskipun demikian, titik leleh dari karet

hasil vulkanisasi hanya sekitar 440 K, karena memang tidak terdapat ikatan

hidrogen pada makromolekul ini, hanya terdapat ikatan van der waals dan gaya

london saja. Meskipun karet merupakan sebuah makromolekul, namun karena

tidak memiliki ikatan hidrogen, maka tidak dibutuhkan suhu dan energi yang

terlalu besar untuk mengubah fasa dari karet dari padat menjadi cair. Hal ini jelas

(16)

rendah, akan membutuhkan energi yang lebih sedikit, dan tentunya dapat

menghemat bahan bakar yang digunakan (Sperling, 1981).

Karet reklim adalah karet hasil daur ulang karet ban bekas yang struktur

karetnya telah ditata ulang, yakni dengan memutuskan ikatan silang yang ada

dalam struktur karet ban itu sendiri. Karet ban merupakan karet alam yang sudah

divulkanisasi, artinya di-dopping oleh beberapa atom sulfur agar strukturnya lebih

kuat (berbentuk kokoh) namun tetap menjaga karakteristik dari karetnya itu

sendiri. Ban yang telah di-dopping oleh sulfur dinamakan ban hasil vulkanisasi.

Sementara itu, reclaimed rubber merupakan ‘cured rubber’. Artinya, reclaimed

rubber itu bukan hasil daur ulang, atau bukan juga karet yang dibuat dari 100%

karet alami, namun merupakan hasil perbaikan terhadap struktur karet yang sudah

divulkanisasi dan dengan pemutusan ikatan silang (crosslink) antar molekulnya,

dengan berbagai reagen dan mengalami proses termokimia. Ikatan silang dalam

karet menyebabkan karet memiliki sifat dapat kembali ke bentuk semua. Namun

setelah direklimasi, karet tersebut akan menjadi jauh lebih kaku, karena memang

ikatan silangnya sudah tidak ada, dan sangat layak untuk dijadikan wadah. Bila

dibandingkan dengan Stainless steel, karet reklim memang tidak akan pernah

sekuat stainless steel, namun tingkat kekerasannya tidak terlalu jauh berbeda, dan

sifat elastis dan empuk (soft) dari karet reklim tidak hilang walaupun sudah tidak

lagi memiliki ikatan silang (Debapriya dan Debasish, 2011).

Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dari benih itu sendiri. Benih

bila sering terkena benturan, maka benturan tersebut akan merusak bagian dalam

dari benih tersebut, yang akan berimbas kepada menurunnya kemampuan sebuah

benih untuk tumbuh. Semakin banyak sebuah benih menerima guncangan atau

kontak fisik yang keras, semakin cepat pula penurunan daya tumbuh dari benih

tersebut. Bila benih disimpan di dalam wadah yang berbahan stainless steel, benih

yang disimpan akan memiliki resiko yang lebih besar untuk berbenturan dengan

wadahnya (Kuswanto, 1996). Namun bila menggunakan karet reklim sebagai

wadah, dengan sifatnya yang jauh lebih empuk (karena daya lenturnya tinggi) dari

stainless steel, dampak benturan yang dirasakan benih akan berkurang karena

(17)

Gambar 1 Vulcanized Rubber

Sumber : Kuntzleman et al. 2015.www.jce.divched.org

Gambar di atas merupakan struktur dari karet alam yang telah

divulkanisasi dan pada umumnya akan digunakan sebagai bahan baku ban

kendaraan bermotor. Tujuan dari vulkanisasi ini ialah menyisipkan molekul –

molekul sulfur ke dalam getah karet agar karet menjadi lebih keras dan dapat

dibentuk. Lalu ketika ban tersebut sudah tidak layak pakai, ban bisa kembali

diolah dengan cara reklimasi. Reklimasi itu sendiri pada hakikatnya ialah

memperbaiki struktur – struktur yang cacat dari karet ban tersebut dan

mengubahnya menjadi unit –unit yang lebih kecil lagi. Mengubah molekul yang

ada menjadi molekul yang lebih kecil ialah dengan cara memutuskan ikatan silang

yang berada pada karet alam. Ikatan silang ini yang berperan menjadikan karet

memiliki sifat elastis, hilangnya ikatan silang akan menyebabkan struktur yang

lebih rigid (kaku), sehingga akan lebih stabil bila dijadikan wadah untuk benih.

Selain itu, reclaimed rubber merupakan jenis karet yang lebih tahan akan oli dan

minyak fosil, hal ini menambah keunggulan dari reclaimed rubber sebagai wadah

bagi benih. Selain itu, karena reclaimed rubber merupakan karet daur ulang dari

ban, maka jenis karet yang digunakan untuk membuat ban pun sangat menentukan

kualitas dari karet reklim ini (Berry et al, 1956).

Umumnya, ban menggunakan jenis karet sintetis sebagai bahan baku nya,

yaitu SBR (Styrene Butadiene Rubber). Karet jenis ini merupakan karet sintetis

terbaik, meskipun hanya bisa dipakai untuk keperluan umum, tidak untuk

(18)

digunakan karena sifatnya yang lebih keras dan sukar mengendur, hal ini yang

membuat produsen tertarik untuk menggunakan SBR. SBR sendiri disintesis dari

bahan baku stirena dan butadiena. Reaksi polimerisasi SBR akan menghasilkan

struktur SBR yang paling kuat, yang hampir menyamai kualitas karet alam. Bila

reaksi dilakukan pada suhu 50C, namun % rendemen yang didapatkan hanya 60%,

bila reaksi dijalankan pada suhu 500C, % rendemen yang didapatkan sebesar 70%,

namun kekuatan karet hasil sintesis yang didapatkan tidak sebagus kualitas karet

sintetis yang disintesis pada suhu 50C, hal ini dapat terjadi karena dalam beberapa

kondisi, dibutuhkan suhu yang lebih dingin, agar molekul radikal yang ada selama

reaksi terjadi lebih stabil dan lebih dengan sempurna bersatu dengan reaktan –

reaktannya sehingga produk yang diapatkan memiliki ikatan yang lebih kuat

(Debapriya dan Debasish, 2011).

Penggunaan kemasan berbahan reclaimed rubber untuk pengemasan benih

dapat menjaga benih dari aliran panas dari dalam keluar ataupun sebaliknya.

Dapat menjaga benih dari perubahan suhu lingkungan di luar wadah dikarenakan

sifat karet yang merupakan isolator panas sehingga tidak dapat ditembus oleh

suhu yang mendadak berubah. Dapat menjaga benih dari sinar ultra violet yang

dipancarkan matahari ke lingkungan. Hal ini sangat penting karena sinar ultra

violet yang dipancarkan matahari dapat berdampak kerusakan protein dari benih,

karena sinar ultra violet bersifat karsinogenik dengan mengubah tatanan protein

dalam suatu makhluk hidup, ataupun merusaknya. Pengemasan benih

menggunakan karet pun mempertahankan benih dengan menjaga benih dari

rembesan minyak dari luar. Selain itu, struktur karet yang kaku dapat menjaga

benih dari tekanan dari lingkungan, tetapi harus diingat bahwa karet pun memiliki

sifat elastis. Tingkat elastisitasan yang dimiliki reclaimed rubber ini tidak terlalu

tinggi tetapi tetap memiliki sifat elastis sehingga bahan dari reclaimed rubber ini

sesuai untuk bahan kemasan benih (Debapriya dan Debasish, 2011).

Bahan karet reklim akan membuat sistem di dalamnya terisolasi, yaitu

sistem tidak akan melakukan perpindahan materi ataupun panas terhadap

lingkungan. Dengan begitu sistem isolasi dari kemasan berbahan karet reklim

(19)

Ditambah dengan asal mula dari karet reklim yang merupakan karet daur

ulang yang melewati proses reklimasi dan berasal dari karet bekas yang telah

menjadi sampah dan membahayakan lingkungan hidup mulai dari tingkat hidup

yang besar Bima hingga lingkup hidup yang paling kecil yaitu sel. Dengan begitu

selain karet reklim mendorong perusahaan untuk melakukan aksi penghijauan

(karena limbah karet) untuk di recycle atau penggunaan kembali juga dapat

menekan cost production kemasan benih. Penekanan harga terjadi karena harga

pembuatan karet reklim lebih murah dibandingkan dengan pembuatan stainless

steel.

Dari seluruh pemaparan tersebut, dapat dipastikan bahwa reclaimed

rubber merupakan bahan yang sesuai menjadi bahan kemasan benih. Hal ini pun

diperkuat oleh pendapat Rahayu et al (2011) bahwa kemasan benih yang baik

memiliki sifat dapat menahan panas, tidak tembus air, tidak tembus air, tidak

terpengaruh lingkungan luar, bahannya mudah didapat, bersifat isolator, tidak

reaktif sehingga tidak mempengaruhi benih, dan dapat menahan kadar air dan

(20)

BAB V KESIMPULAN

Secara keseluruhan perusahaan atau instansi yang terkait dengan benih

akan mengalami tiga buah keuntungan yang pertama adalah pihak terkait akan

memiki benih kualitas tidak jauh berbeda antara benih yang baru saja dikemas

dengan yang akan dibuka kemasannya karena sistem kemasan yang lebih

terisolasi dibandingkan kemasan stainless steel. Kedua adalah pihak terkait dapat

menekan biaya produksi kemasan karena penggunaan kembali karet bekas dan

bukan membuat kemasan baru berupa stainless steel. Terakhir adalah aspek ketiga

yang berupa green product, dikarenakan produk yang diusung adalah hasil

penanggulangan limbah tercemar yang dapat membahayakan makhluk hidup.

Apabila semua itu terlaksana, pihak terkait akan memiliki produk adidaya secara

menyeluruh dari segi ketahanan, kualitas, keramahan lingkungan dan

keterjangkauan harga bagi konsumen khususnya konsumen Indonesia. Dapat

disimpulkan bahwa bahan reclaimed rubber lebih unggul dalam menjaga benih

(21)

DAFTAR PUSTAKA

De, Debapriya dan De, Debasish. (2011).“Processing and Material Characteristics

of a Reclaimed Ground Rubber Tire Reinforced Styrene Butadiene

Rubber”. Materials Sciences and Applications, 2(13) : 486–496.

Farris, R.J. 2001. Powder Processing Techniques to Recycle Rubber Tires Into

New Parts From 100% Reclaimed Rubber Powder/Crumb. Chelsea:

University of Massachusetts Lowell

Harrington, J.F. 1972. Seed storage and longevity. In: T.T. Kozlowski (Ed.).Seed

biology Vol. III. Academic Press. New York. p. 145–245.

International Seed Testing Association. 2008. Seed Science and Technology:

International Rules for Seed Testing. Zurich: International Seed Testing

Association.

Kamil, J. 1991. Teknologi Benih. Bandung : Angkasa Raya.

Kartahadimaja, J., Syuriani, E., Hakim, N. A. (2013). “Pengaruh Penyimpanan

Jangka Panjang Terhadap Viabilitas dan Vigor Empat Galur Benih

Inbred Jagung”. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (3) : 168

173.

Kuntzleman, T., Talaski, T., Schaerer, C. 2015. www.jce.divched.org. Diakses pada

tanggal 22 April 2015 pukul 19.30 WIB.

Kuswanto, H. 1996. Dasar Dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi Benih.

Yogyakarta : Andi Offset.

Pelkmans, J., Egenhofer, C., Marcu, A., Schrefler, L. Luchetta, G., Simonelli, F.,

Valiante, D, Zavatta, R., Giammotti, E. dan Stecchi, G.M. 2013.

Assessment of Cummulative Cost Impact For The Steel Industry.

(22)

Purwanti, Setyastuti. (2004). “Kajian Suhu Ruang Terhadap Kualitas Benih

Kedelai Hitam dan Kedelai Kuning”. Jurnal Ilmu Pertanian. 11 (1): 22

–3.

Pusca, A., Bobancu, S. dan Duta, A. (2010). "Mechanical Properties of

Rubber-An Overviewz". Bulletin of the Transilvania University of Brasov.

Vol.3 (52)-2010

Qinfu, L. 2008. Properties of Vulcanized Rubber Nanocomposites Filled with

Nanokaolin and Precipitated Silica. In: Applied Clay Science 42, p.

232-237.

Rahayu, S., Prestyaning, Y. P., Kobarsih, M. (2011). “Penyimpanan Benih Padi

Menggunakan Berbagai Jenis Pengemas”. Jurnal Agrin. 15 (1) : 145

150.

Sperling, L. H. 1981. Interpenetrating Polymer Networks and Related Materials.

New York: Plenum Press.

(23)

LAMPIRAN 1

Anggaran Dana

Tabel 1. Perbandingan harga bahan baku kemasan benih

Bahan Baku Karet Reklim (Rp) Stainless Steel (Rp)

Harga 4.000-8.000/m2 200.000/m2

(24)

LAMPIRAN 2

Model Kemasan

(b)

0 1.5 cm

0 20 cm

0 20 cm 17 cm

1.5 cm

Gambar 2. Desain kemasan benih berbahan karet reklim. (a) tutup kemasan dan (b) badan kemasan

Gambar

Gambar 1 Vulcanized Rubber
Tabel 1. Perbandingan harga bahan baku kemasan benih
Gambar 2. Desain kemasan benih berbahan karet reklim.(a) tutup kemasan dan (b) badan kemasan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa tujuan dari penulisan ini adalah mempelajari teorema-teorema yang terkait solusi residu kuadratik dan mengkonstruksi

Dari keempat model rumah Kutai yang dikembangkan untuk desain rumah knock- down sebagai solusi perumahan untuk dae- rah rawa dalam penelitian ini adalah model rumah Gudang.

“Saya ingin mengenal, mendorong dan berterima kasih kepada mereka yang sungguh berjuang dalam berbagai cara demi memberi perlindungan atas tempat (ciptaan Allah) dimana kita

Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas sehingga prosedur dan langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini mengikuti prinsip-prinsip dasar yang berlaku

Pola komunikasi diagonal yang terjadi antara pemimpin divisi dengan anggota bawahan dalam satu divisi maupun di luar divisi. Pemimpin divisi selalu membuat komunikasi

Through our professional development courses and our support materials for Cambridge IGCSEs, we provide the tools to enable teachers to prepare learners to the best of their

Implikasi dari mata kuliah kewirausahaan dapat mempengaruhi seseorang untuk berwirausaha sejalan dengan yang dikemukakan Milla (2012) bahwa ...dosen merupakan pilar utama