• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN Ana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN Ana"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER

KEBIJAKAN DAN KEPEMIMPINAN KESEHATAN Analisis Kebijakan Berdasarkan Implementation Capacity dan Gap Subsistem Upaya Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

DISUSUN OLEH :

ARYADIVA NUGRAHANING MULIANA ARAS

DIFA ZAFIRA NENG KURNIATI

FANI SUSANTO NOVA ROZA

EKKI PUTRI APRILIANI NUR EKA DYASTUTI

MUHAMAD ROHIM RATIH DYANTI

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PROGRAM PASCASARJANA PRODI KEBIDANAN MAGISTER TERAPAN KESEHATAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhana wa Ta ‘ala, penulisan paper ini tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menganalisis subsistem Upaya Kesehatan dapat kami selesaikan insyaallah tepat waktu bersama dengan teman –

teman dari kelompok 3

Kami merasa penulisan paper ini masih banyak kekurangan dan kami

sangat berharap masukan dan saran dari pembaca untuk lebih melengkapi lagi isi dari paper ini, paper ini bisa kami selesaikan dengan kerjasama team Terapan Kebidanan, Terapan Gigi dan Mulut serta Terapan Imaging Diagnostik.

Terimakasih untuk teman – teman kelompok yang telah berpartisipasi dalam penulisan paper ini.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

Bab II Pembahasan A. Implementation Capacity ... 4

B. Implementation Gap ... 6

1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre) 7 2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery) ... 8

3. Aktor-Aktor Perorangan yang Menjadi Kelompok Sasaran (Target Group) ... 9

C. Kebijakan Non implementation ... 11

D. Kebijakan Unsuccesfull Implementation ... 12

1. Upaya Kesehatan Primer ... 12

2. Upaya Kesehatan Sekunder ... 13

3. Upaya Kesehatan Tersier ... 15

Bab III Penutup A. Kesimpulan ... 17

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan era globalisasi yang semakin berat dari segala aspek menuntut peranan besar pemerintah dalam memberikan proteksi dan regulasi

yang tepat kepada masyarakat terutama terkait dengan pelayanan publik. Kesehatan merupakan Salah satu aspek pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2012,

pemerintah telah membuat sebuah sistem pengelolaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat

yang terhimpun sebagai Sistem Kesehatan Nasional.

Pengelolaan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tersebut

diselenggarakan secara terpadu dan saling mendukung untuk menjamin kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Adapun pengelolaan ini mencakup administrasi kesehatan, innformasi kesehatan, Sumber Daya

Kesehatan, Upaya Kesehatan, Pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan kesehatan, ilmu pengetahuan dan tekhnologi kesehatan serta

pengaturan hukum kesehatan.

SKN diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, terarah,

terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan dengan menjaga kemajuan, kesatuan dan ketahanan nasional. Selain itu, tentunya

(5)

daya manusia (SDM) kesehatan serta upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Pencapaian dari Sistem Kesehatan ini memerlukan analisis yang menyeluruh yang dapat dinilai dari indikator pencapaian dan kinerja. Dari hasil penilaian tersebut, dalam indikator pencapaian Sistem Kesehatan

Indonesia berada pada peringkat 106 dari 191 negara yang dinilai. Sedangkan dari sisi indikator kinerja, berada pada peringkat 92 dari 191 negara yang

dinilai. Tentunya, pencapaian dan kinerja sistem kesehatan tersebut, dipengaruhi oleh sejauh mana berjalannya subsistem - subsistemnya, yaitu upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, SDM kesehatan, obat dan

perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan. Meskipun telah banyak hasil-hasil pembangunan kesehatan yang

telah dicapai, antara lain Puskesmas sudah terdapat di semua kecamatan yang ditunjang oleh 3-4 Puskesmas Pembantu, Tenaga bidan di desa juga sudah ada di desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, Rumah Sakit Umum sudah

dimiliki oleh semua kabupaten/kota (kecuali kabupaten baru / pemekaran), namun masih dihadapi permasalahan pemerataan, mutu, dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sistem refferal juga belum menggembirakan. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan tantangan sekaligus peluang dalam upaya meningkatkan pemerataan, mutu,

dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. B. Rumusan Masalah

(6)

pemerintah. Dari subsistem-subsistem tersebut tentunya memiliki implementation gap yang dapat dianalisis sebagai salah satu faktor kegagalan sebuah kebijakan termasuk didalamnnya adalah subsistem upaya kesehatan. Maka dapat dirumuskan masalah dalam paper ini yaitu bagaimanakah

implementation gap dari subsistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan

Nasional (SKN) ?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penulisan paper ini adalah untuk menganalisis subsistem Upaya Kesehatan dalam SKN sebagai salah satu

Policy Failure

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi bentuk-bentuk program operasional dalam subsistem upaya kesehatan dalam SKN

b. Mengidentifikasi Indikator Pencapaian dari subsistem upaya kesehatan dalam SKN

c. Mengidentifikasi Indikator Kinerja dari subsitem upaya kesehatan dalam SKN

d. Menganalisis Gap Implementation atau kesenjangan antara apa yang diharapkan (target) dengan apa yang dicapai

BAB II PEMBAHASAN

A. Implementation Capacity

Kebijakan adalah rangkaian konsep yang menjadi pedoman dasar suatu

(7)

oleh publik dan pribadi individu atau kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan(8). Kebijakan kesehatan

masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat dimana inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi yang etis dan terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan kesehatan secara luas sebagai pemberian

pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat.

Proses kebijakan dimulai dari perumusan, implementasi, monitoring sampai evaluasi kebijakan(3). Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat kelompok-kelompok

pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Pemerintah dalam membuat kebijakan

juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi masyarakat, dimana bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan.

Masalah kebijakan dapat terjadi karena adaya faktor lingkungan kebijakan, yaitu keadaan yang melatar belakangi yang menimbulkan kebijakan

tersebut berupa tuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang sehingga diatasi dengan kebijakan tersebut. Akan tetapi, masalah ini

dapat timbul justru dikarenakan dikeluarnya suatu kebijakan yang baru. Implementasi kebijakan merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan sebuah kebijakan. Tanpa diimplementasikan, kebijakan hanya akan menjadi

sebuah kebijakan(3). Hal lain yang penting juga dalam implementasi kebijakan adalah tidak semua kebijakan yang telah diambil dan disahkan oleh pemerintah

(8)

tersebut walaupun telah mendapatkan dukungan baik dari pemerintah sendiri, Lintas Sektor maupun berbagai pihak terkait.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara terpadu dan

saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya(12). Pemerintah sebagai policy maker berwenang untuk

membuat suatu kebijakan upaya kesehatan guna melakukan pengelolaan kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan yang merata di Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN yang

telah disusun baik dan terpadu. Didalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, subsistem upaya kesehatan yang dilakukan pemerintah dianalisis dari situasi

dan kecenderungannya dapat dilihat dari beberapa fakta dilapangan yaitu belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, penyelenggaraan upaya promontif dan preventif masih kurang, jumlah sarana dan

prasarana kesehatan yang belum memadai serta penyebaran sarana dan prasarana kesehata juga belum merata. Keadaan ini menyebabkan derajat kesehatan rendah

dan cenderung belum memuaskan(1).

Berdasarkan situasi dan kecenderungan subsistem upaya kesehatan

didalam SKN tersebut, pemerintah dalam melaksanakan kebijakan bekerja sama dan merangkul dengan Pemerintah Daerah dan pihak swasta sehingga potensi pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis meningkat yang

(9)

masyarakat dan keterkaitannya dengan pelayanan rumah sakit sebagai sarana rujukan agar dirasakan cukup dan memadai.

B. Implementation Gap

Suatu kebijakan dalam prosesnya kemungkinan terjadi perbedaan antara apa yang diharapkan (direncanakan) oleh policy aker dengan apa yang senyatanya

dicapai (hasil). Dalam kebijakan Perpres Nomor 72 Tahun 2012 tentang SKN, terdapat tiga faktor subjektif (siapa) yang memberikan pengaruh terhadap kinerja implementasi yang mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi kebijakan tersebut yaitu pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the centre), pejabat-pejabat pelaksana dilapangan

(the periphery), dan aktor-aktor perorangan yang menjadi kelompok sasaran

(target group).

1. Pemrakarsa Kebijakan/Pembuat Kebijakan (The Centre)

Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tentunya sudah meperhitungkan sumber-sumber daya yang layak guna menunjang keberhasilan dalam implementasi kebijakan. Sistem Kesehatan Nasional

(SKN) yang dirumuskan oleh pemerintah didasarkan / mengacu pada asas-asas yaitu perikemanusiaan; keseimbangan; manfaat; perlindungan; keadilan;

(10)

Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

ermasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya(12).

Dalam menjalankan kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan, Pemerintah tentunya memiliki inovasi dan terobosan demi tercapainya

pembangunan kesehatan yang merata dan derajat kesehatan yang tinggi. Kebijakan pemerintahan melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2012, disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar

(primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil

dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada

kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyrakat kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan kesehatan. Subsistem upaya kesehatan

dalam penyelenggaraan SKN, bertujuan agar terselenggaranya upaya kesehatan yang adil, merata, terjangkau dan bermutu untuk menjamin

terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya(12).

2. Pejabat-Pejabat Pelaksana Dilapangan (The Periphery)

Komunikasi antar organisasi / pejabat-pejabat pelaksana terkait dilapangan menjadi aspek vital dalam kegiatan-kegiatan pelaksaan kebijakan.

(11)

individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja kebijakan. Komunikasi kebijakan berarti proses penyampaian informasi kebijakan dari

pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy

implementor). Hal ini sangat penting untuk memberikan perhatian yang besar

kepada kejelasan ukuran dasar dan tujuan kebijakan, ketepatan komunikasi

dengan pelaksana, dan konsistensi / keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang dikomunikasikan dengan berbagai sumber informasi(4).

Sruktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan SKN memilki pengaruh yang signfikan terhadap implementasi kebijakan SKN tersebut. Struktur birokrasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawsan dan menimbulkan red tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Karakteristik badan-badan pelaksana meliputi struktur

birokrasi, yang dapat diartikan sebagai karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka

miliki dengan menjalankan kebijakan(4). Pemerintah yang merangkul dengan Pemerintah Daerah dan pihak swasta dalam menjalankan kebijakan SKN.

Akan tetapi belum sepenuhnya berjalan secara efektif, tujuan kebijakan yang telah dibuat belum diiplementasikan secara maksimal.

(12)

Keberhasilan implementasi kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan mengisyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan.

Tujuan dan sasaran kebjakan yang telah disepakati bersama harus ditransmisikan kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara

jelas dan konsisten, akan tetapi implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implemetasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya yang

dimaksud berwujud sumber daya manusia yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial. Indikator keberhasilan variabel sumber daya yakni staf informasi, wewenang dan fasilitas. Sumber daya menjadi faktor yang

faktor penting untuk implementasi kebijakan yang efektif(4).

Salah satu yang dapat mendongkrak kinerja implementor ke arah yang

lebih baik yaitu melakukan Standard Operating Procedures (SOPs) yang menjadi pedoman bagi implementor didalam bertindak. Terdapat tiga unsur tanggapan pelaksana kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan yang

mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk melaksanakan kebijakan yakni kognisi (komrehensi, pemahaman) tentang

kebijakan, macam tanggapan terahadapnya (penerimaan, netraltas, penolakan) dan intensitas tanggapan(4). Upaya kesehatan dalam kebijakan SKN tidak sepenuhnya dilakukan secara tim, melibatkan semua pihak akan tetapi tingkat

(13)

Unsur-unsur subsistem upaya kesehatan terdiri dari upaya kesehatan; faslitas pelayanan kesehatan; sumber daya upaya kesehatan; serta pembinaan

dan pengawasan upaya kesehatan. Prinsip penyelenggaraan upaya kesehatan harus bersifat terpadu, berkesinambungan, dan paripurna; bermutu, aman dan sesuai kebutuhan; adil dan merata; non diskriminasi; terjangkau; teknologi

tepat guna; serta bekerja dalam tim secara cepat dan tepat(12). Berikut adalah beberapa contoh kebijakan SKN subsistem upaya kesehatan dilihat dari

penyelenggaraan (upaya kesehatan dan pembinaan serta pengawasan) yang masih terdapat implementation gap yang dipengaruhi baik pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the centre), pejabat-pejabat pelaksana

dilapangan (the periphery), maupun aktor-aktor perorangan yang menjadi kelompok sasaran (target group), antara lain :

C. Kebijakan Non implementation

Kebijakan tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Indonesia dinobatkan sebagai negara pengguna rokok terbesar ketiga didunia yakni lebih 60 juta penduduk(2). Melihat kondisi tersebut, Pemerintah

bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan merumuskan kebijakan upaya kesehatan masyarakat dan peorangan melalui kebijakan

(14)

rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif, memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat yang bebas dari asap

rokok, melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung, dan menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula melalui Perda Kabupaten

Bintan No 1 tahun 2016(14).

Dalam Perda tersebut masing terdapat hambatan yang menyebabkan

kebijakan belum dapat diimplementasikan. Faktor pemrakarsa kebijakan khususnya pemerintah belum ada ketegasan yang menjadikan banyak pelanggaran dan tidak memberikan efek jera. Pejabat pelaksana khususnya

Dinas Kesehatan setempat mensosialisasikan kebijakan hanya sekali yaitu di radio RRI, sosialisasi dimasing-masing Organisasi Perangkat daerah (OPD)

dan kecamatan serta pembagian stiker, pamflet dan baliho. Pengawasan kebijakan masih sangat lemah oleh aktor-aktor pelaksana seperti OPD dikarenakan belum membentuk tim pemantau KTR dan belum bisa bekerja

sama dengan pihak kecamatan, kelurahan dan masyarakat. Kebijakan yang dirumuskan oleh pihak Pemerintah Bintan ini cenderung masih sembrono

dalam artian informasi dan kesiapan yang diperlukan dalam perumusan belum lengkap (bad policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik

(non implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua

pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.

(15)

1. Upaya Kesehatan Primer

Kebijakan tentang Puskesmas Pembantu mengacu pada Peraturan

Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan yang sangat

dibutuhkan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang ada didaerah terpencil atau pedalaman, sehingga dalam penyelenggaraannya

serta pelaksanaannya pusat kesehatan perlu senantiasa mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan demi terciptanya pelayanan kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan

dan dapat meningkatan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri(13). Salah satu wujud penyediaan publik khususnya daerah yang sulit adalah

Puskesmas Pembantu(5).

Kebijakan upaya kesehatan tentang Puskesmas Pembantu dalam

pelaksanaannya masih menemui banyak kendala seperti sarana dan prasaran (bad execution). Puskesmas Pembantu yang ada di desa Taras

Kecamatan Malinau Batar Kabupaten malinau, menjadi pelayanan kesehatan masyarakat yang mudah dijangkau masyarakat sekitar, biaya lebih murah, pelayanan yang baik oleh tenaga medis dan melakukan

penyuluhan tentang kepada masyarakat. Akan tetapi kebijakan pengadaan Puskesmas Pembantu ini tidak terdapat kendala dan hambatan. Ketidak

(16)

sarana dan prasarana penunjang seperti tenaga medis, alat transportasi ketika keadaan gawat darurat, dan masih minimnya peralatan yang

dimiliki sehingga menjadikan kebijakan tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya (unsuccessffull implementation). Keadaan tersebut ditambah dengan tidak adanya pemantauan dan pengawasan dari

Pemerintah Daearah agar peran dan fungsi Puskesmas Pembantu sesuai dengan Permenkes Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014.

2. Upaya Kesehatan Sekunder

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Pelaksanaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih banyak terdapat kendala, terutama pada provider tingkat lanjutan (rumah sakit)(9).

Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah Indonesia sejak awal tahun 2014 menerapkan kebijakan untuk menuju penjaminan kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional meluncurkan program yang dikenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)(4).

Dalam pelaksanaan kebijakan JKN, Pemerintah bersama dengan pihak provider mengalami beberapa kendala. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan JKN di puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai

penyedia JKN belum memadai, fasilitas banyak yang belum memenuhi standar, dan jumlah dokter terhadap pasien kurang ideal. Kemudian

(17)

iuran pekerja formal antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Serta dalam hal ketersediaan data, masih banyak keraguan tentang keamanan

sistem data peserta JKN(4).

Selain itu di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang. Implementasi kebijakan JKN di rumah sakit ini belum maksimal dalam

pelaksanaannya (bad execution)(4). Dilihat dari segi pemrakarsa kebijakan, menerapakan sistem terutama dalam hal pencairan kalim yang

masih lambat dan nilai tarif pelayanan yang berbeda dengan paket INA-CBGs. Pejabat pelaksana kebijakan JKN masih menerapkan teknologi yang dirasa belum maksimal dan juga SDM non medis yang masih

kurang mencukupi. Sehingga masyarakat yang menjadi target implemetasi kebijakan JKN merasa pelaksanaan kebijakan tersebut masih

jauh dari harapan. Kurangnay pengawsan dari pihak terkait juga mendukung kurang efektifnya kebijakan ini. Kegagalan implementasi kebijakan (unsuccessfull implementation) JKN tersebut diatasi dengan

peningkatan performa dalam penyelenggaraan JKN dalam hal pemberkasan klaim JKN dengan penjadwalan yang tepat, perhitungan

proporsi SDM non medis, serta peningkatan kapasitas manajemen rumah sakit agar semakin baik.

3. Upaya Kesehatan Tersier

Kebijakan Penyelenggaraan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif

(18)

(Keppmenkes) Republik Indonesia Nomor 1051/Menkes/SK/XI/2008 Tentang Penyelenggaraan PONEK 24 jam di Rumah Sakit

Analisis situasi dan kecenderungan SKN subsistem upaya kesehatan meliputi Angka Kematian Neonatal (AKN) (50/1000 kelahiran hidup) dan Angka Kematian Ibu (AKI) (373/10.000 kelahiran hidup)

masih tinggi, umur harapan hidup asih rendah yaitu 66,2 tahun (tahun 1999), sehingga kondisi tersebut berakibat pada masih rendahnya Indeks

Pembangunan Manusia (HDI) Indonesia, yaitu pada urutan 112 dari 175 negara(1). Pembangunan bidang kesehatan menjadi perhatian penting dalam komitmen internasional yang dituangkan dalam Millennium

Development Goals (MDGs)(6). Terkait dengan target MDGs diatas,

pemerintah menetapkan kebijakan berupa upaya kesehatan perorangan

lanjutan (Tersier) untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal secara komprehensif yang terjadi pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang

mengancam jiwa ibu maupun janinnya, melalui Kepmenkes RI Nomor 1051/MENKES/SK/XI/2008 tentang program PONEK 24 jam di rumah

sakit guna menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia(11).

Dalam implementasi kebijakan PONEK tedapat beberapa

hambatan yang menyebabakan pelaksanaan impelemnetasi kebijakan tidak optimal (bad execution) dikarenakan kurang koordinasi antar

(19)

halnya di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, penyebab gagalnya pelaksanaan PONEK dikarenakan sumber daya khususnya

SDM sebagai pelaksana implementasi kebijakan belum sesuai kebutuhan dan kurang dari segi jumlah, juga masih ada tim PONEK yang belum menjalankan tugas sesuai tupoksi(6). Selain itu di RSUD Haji Padjongga

Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, pelaksanaan PONEK belum sesuai dengan standar Kemenkes. Komunikasi dan disposisi telah dilakukan

dengan baik, akan tetapi koordinasi program dengan organisasi pelaksana belum sesuai dan belum memenuhi syarat(7). Terdapat petugas yang belum mengtehaui visi, misi, dan tujuan PONEK, sehingga rumah sakit

tidak mencapai tujuan implementasi kebijakan yang ditargetkan

(unsuccessfull implementation). Pengawasan kebijakan upaya kesehatan

PONEK yang dijalankan juga belum didukung melalui pengawasan yang intens oleh Dinas Kesehatan terkait.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemerintah sebagai policy maker melalui kebijakan Perpres No 72 Tahun 2012 tentang SKN khususnya subsistem upaya kesehatan merumuskan

(20)

2. Dalam pelaksanaan kebijakan Perpres No 72 tahun 2012 tentang SKN, implementasi kebijakan subsistem upaya kesehatan belum sepenuhnya

berjalan sesuai dengan tujuan (implementastion gap) yang disebabkan baik pemrakarsa kebijakan itu sendiri, pejabat pelaksana kebijakan maupun aktor target kebijakan.

3. Dalam implementasi Perpres No 72 Tahun 2012 melalui kebijakan

subsistem upaya kesehatan KTR, perumusan belum lengkap (bad

policy), sehingga belum bisa diimplementasikan dengan baik (non

implementation) yang dapat dilaksanakan secara maksimal oleh semua

pihak, baik pemerintah itu sendiri atau dari lapisan masyarakat.

4. Dalam pelaksanaan Perpres No 72 Tahun 2012 melalui subsistem upaya

kesehatan, kebijakan primer, sekunder dan tersier belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai tujuan dan harapan (bad execution) yang

menyebabkan tujuan kebijakan tersebut tidak sepenuhnya tercapai

(unsuccessfull implementation).

B. Saran

Pemerintah sebagai penentu kebijakan sebaiknya selalu bekerja sama

dengan pihak Pemerintah Daerah, Swasta maupun provider (penyelenggara pelayanan kesehatan) dan secara intens dilakukan pengawasan agar kebijakan upaya kesehatan yang tercantum dalam salah satu subsistem didalam Perpres

(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Adisasmto, Wiku PhD, 2013, Sistem Kesehatan Nasional, Departemen AKK FKM Univesitas Indonesia

2. Aditama, Tjandra Yoga., 1995. Rokok Masalah Dunia, Jurnal Kedokteran

danFarmasi, No.9 Tahun XXI, PT. Grafiti Medika Pers, Jakarta

3. Balitbang Kemenkes RI, Materi Sosialisasi Rapat Kerja Balitbang Kemenkes RI Sistem Kesehatan Nasional Perpres No 72 Tahun 2012

4. Lembaga Administrasi Negara RI, 2008, Analisis Kebijakan Publik, Jakarta : LAN

5. Manggala P, Wahyu, 2014, Analisis Implementasi Kebijakan Kesehatan

Nasional di Rumah Sakit Umum Kota Tangerang tahun 2014, UIN Jakarta

6. Megawati, 2016, Persepsi Masyarakat Tentang Pelayanan Kesehatan Puskesmas Pembantu di Desa Taras Kecamatan Malinau Barat Kabupaten

Malinau, Universitas Mulawarman

7. Permatasari M, E. 2013. Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri

Neonatal Emergency Komprehensif RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo

Makassar Tahun 2013. UNHAS Makassar

8. Saleh, Fajrin, 2013, Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PONEK Di Rsud Haji

Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar, Universitas Hasanuddin

Makassar

9. Wahab SA, 1991, Analisis Kebijakan – Dari Formulasi ke Implementasi

Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta

10. ..., 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004

Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta : RI

(22)

12. ..., 2006, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 279/SK/IV/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan

Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. Jakarta : RI

13. ..., 2008, Kepmenkes RI No. 1051 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 jam di

Rumah Sakit. Jakarta : RI

14. ..., 2012, Peraturan Presiden Republik Nomor 72 Tahun 2012 Tentang

Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta : RI

15. ..., 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : RI

16. ..., 2016, Peraturan Bupati Bintan Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 1 Tahun

Referensi

Dokumen terkait

Pulau Untung Jawa memiliki kondisi perairan yang sangat subur (eutrofikasi) berdasarkan kandungan fosfatnya dan persentase tutupan makroalga yang tinggi. Untung Jawa

Tekanan darah sistolik adalah tekanan maksimum yang dikeluarkan pada aorta, yang terjadi saat ventrikel kiri jantung mengalami... Tekanan darah diastolik

Solusi yang akan dibuat untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah membuat sistem pendukung keputusan perceraian menurut hukum Islam yang akan membantu calon cerai

Tinggi Negara atau penerima pensiun meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami yang berhak menerima pensiun janda/duda atau apabila janda/duda yang bersangkutan

Rendahnya rendemen hasil dan kadar etanol pada pengolahan tingkat petani, antara lain disebabkan tidak menggunakan ragi untuk memacu proses konversi gula nira aren

persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilannya (Saifuddin, 2014). Penatalaksanaan postdate dalam persalinan antara lain adalah

Para staf dan karyawan Program Pascasarjana IAIN Palangka Raya yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian administrasi sehingga melancarkan penulis dalam

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bagian batang hanya berpengaruh terhadap KA dan kerapatan kayu, sedangkan BJ, MOE, MOR, σtk// dan kekerasan sisi (tangensial dan