BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Manajemen Laba
Manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak
manajemen yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan atas unit
yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan
kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang.
Dalam hal ini, tindakan manajemen laba dapat memberikan manfaat ekonomi
yang keliru kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut
akan sangat mengganggu bahkan membahayakan perusahaan (Pujiningsih,
2011).
Manajemen laba merupakan bentuk intervensi manajemen dalam
proses penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan mereka sendiri.
Tindakan manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan proxy
discretionary accruals, yaitu dengan menggunakan rumus yang mengurang
laba bersih dengan arus kas dari aktivitas operasi perusahaan.
Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan
keputusannya dalam pelaporan keuangan dan dalam melakukan penyusunan
transaksi untuk mengubah laporan keuangan, baik untuk menimbulkan
maupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada
angka-angka akuntansi yang dilaporkan. (Healy dan Wahlen, 1999).
Tidak adanya persamaan pendapat untuk mendefinisikan laba secara
tepat disebabkan oleh luasnya penggunaan konsep laba. (Harahap, 2011),
menyatakan bahwa pada dasarnya ada tiga konsep laba yang umum
dibicarakan dan digunakan oleh ekonomi. Konsep laba tersebut antara lain :
1. Physical Income, yaitu konsumen barang dan jasa pribadi yang sebenarnya memberikan kesenangan fisik dan pemenuhan kebutuhan, laba jenis ini tidak dapat diukur.
2. Real Income, menunjukkan suatu ungkapan kejadian yang memberikan peningkatan terhadap kesenangan fisik. Ukuran yang digunakan dalam real income adalah “biaya hidup” ( cost of livin ). 3. Money Income, merupakan hasil uang yang diterima dan
dimaksudkan untuk konsumsi dalam memenuhi kebutuhan hidup. Money income lebih dekat pada pengertian akuntansi dan tentang income.
Manajemen laba dapat dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan
dengan memanfaatkan pos-pos akrual yang ada dalam laporan keuangan dengan
menyajikan laba yang sesuai dengan kepentingannya, meskipun hal tersebut tidak
sesuai dengan kepentingan prinsipal. Hal ini dapat terjadi karena dalam akuntansi
menggunakan dasar akrual yang mewajibkan perusahaan mengakui pendapatan
dan biaya yang telah menjadi hak dan kewajiban dalam periode sekarang
meskipun transaksi kas-nya baru terjadi dalam periode berikutnya. Dasar akrual
disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena dapat memberikan
informasi yang lebih akurat kepada pengguna laporan keuangan. Dasar akrual
tidak hanya memberikan informasi atas transaksi masa lalu yang melibatkan
depan serta sumber daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa
depan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen
keuangan, laba dalam suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual
(Sutopo, 2009). Penerapan konsep akrual inilah yang memicu kesempatan
manajemen untuk melakukan manajemen laba dengan menaikkan atau
menurunkan angka akrual dalam laporan laba rugi.
2.1.1.1 Faktor-faktor Mempengaruhi Manajemen Laba
Ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer
melakukan manajemen laba (Suryani, 2010) yaitu:
1. Rencana Bonus(Bonus Scheme)
Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.
2. Kontrak Utang Jangka Panjang (Debt Covenant)
Semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang.
3. Motivasi Politik(Political Motivations)
Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba terutama pada saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.
4. Motivasi Perpajakan(Taxation Motivations)
5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer)
Biasanya CEO yang mendekati masa pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.
6. Penawaran Saham Perdana(Initital Public Offering)
Pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.
Ada dua perilaku yang mendasari manajer melakukan
manajemen laba (Herawaty, 2008) yaitu :
1. Perilaku oportunistik, Manajer memaksimalkan utilitasnya dalam
menghadapi kontrak kompensasi, hutang dan political cost.
2. Efficient Contracting, Manajer meningkatkan keinformatifan laba
dalam mengkomunikasikan informasi privat. Berdasarkan perilaku
ini, manajemen laba memberikan fleksibilitas bagi manajer untuk
melindungi diri dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang
terlibat dalam kontrak. Ketika penyusunan kontrak kompensasi,
perusahaan akan mengantisipasi insentif manajer untuk mengelola
Dechow, et al (1996) mengidentifikasi factor demand for
external financing, insider trading debt, bonus, and governance
structure sebagai faktor – faktor yang berpengaruh terhadap manajemen
laba. Terdapat berbagai macam proxy yang digunakan untuk mengukur
faktor-faktor tersebut.
Tujuan yang akan dicapai oleh manejemen melalui manajemen
laba menurut Watts dan Zimmerman (dalam Indriani, 2010), meliputi :
1. Mendapatkan bonus dan kompensasi lainnya.
2. Mempengaruhi keputusan pelaku pasar modal.
3. Menghindari pelanggaran perjanjian hutang.
4. Menghindari biaya politik.
2.1.2Size
Size adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil
perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai
pasar saham, dan lain-lain, variabel-variabel tersebut digunakan untuk
menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar
perusahaan tersebut.
Menurut Badan Standarisasi Nasional dalam Hardiyanti (2012),
kategori ukuran perusahaan ada 3 yaitu:
1. Perusahaan Kecil
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan kecil apabila memiliki
500.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari 300.000.000,- sampai dengan paling banyak
2.500.000.000.
2. Perusahaan Menengah
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan menengah apabila memiliki
kekayaan bersih lebih dari 500.000.000,- sampai dengan paling banyak
10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki
hasil penjualan tahunan lebih dari2.500.000.000,- sampai dengan paling
banyak 50.000.000.000.
3. Perusahaan Besar
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan besar apabila memiliki
kekayaan bersih lebih dari 10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan
tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
50.000.000.000.
Perbedaan ukuran perusahaan menimbulkan risiko usaha yang
berbeda secara signifikan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil
(Pujiningsih, 2011). Perusahaan yang besar dianggap mempunyai risiko yang
lebih kecil karena perusahaan yang besar dianggap lebih mempunyai akses ke
pasar modal sehingga lebih mudah untuk mendapatkan tambahan dana.
Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan
tumbuhnya suatu perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat
risiko dalam mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk
2011)Perusahaan memiliki total asset yang besar menunjukkan bahwa
perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan (maturity) dimana dalam tahap
ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang
baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan
bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba
dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil .
Menurut Sawir(2004) ukuran perusahaan dinyatakan sebagai
determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan
yang berbeda:
Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan
perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya
kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi
maupun saham. Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan
tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih
pendanaan dari berbagai bentuk utang, termasuk penawaran spesial yang
lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan oleh perusahaan kecil.
Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat
perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Akhirnya,
ukuran diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan,
yaitu struktur perusahaan kecil sering tidak mempunyai staf khusus, tidak
menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi
Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang
lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber,
sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah
karena perusahaan dengan ukuran lebih besar memiliki profitabilitas lebih
besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi
lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi
ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih bereaksi terhadap perubahan
yang mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan untuk
melakukan manajemen laba.
2.1.3Return on Asset (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio yang mengukur tingkat
profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini merupakan rasio yang menunjukkan
hasil (return) atasjumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan (Kasmir,
2008). ROA dipengaruhi oleh profit margin dan perputaran total aktiva.
Untuk menaikkan ROA, suatu perusahaan bisa memilih dengan menaikkan
profit margin dan mempertahankan perputaran total aktiva.Profit margin
yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang
tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Semakin tinggi laba yang dihasilkan
perusahaan akan mengakibatkan harga saham perusahaan juga akan
meningkat sehingga semakin tinggi pula returnsaham yang diperoleh.
Pada rasio ini, angka laba yang digunakan dalam perhitungan adalah
tingkat efisiensi perusahaan dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba, Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.
Semakin besar ROA suatu perusahaan, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi
perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Jadi memungkinkan
manajermelakukan manajemen laba untuk mendapatkan keadaan tersebut.
2.1.4Leverage
Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total
asset.Leveragejuga dapat diartikan sebagai pengunaan aktiva atau dana
dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap
atau beban tetap (Kasmir:2008).Semakin besar rasio leverage, berarti
semakin tinggi nilai utang perusahaan. Sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Watts dan Zimmerman (dalam Indriani, 2010), dalam hipotesis debt
covenant bahwa motivasi debt covenant disebabkan oleh munculnya
perjanjian kontrak antara manajer dengan perusahaan yang berbasis
kompensasi manajerial. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio
leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan
dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam
bentuk manajemen laba.
Kebijakan hutang merupakan salah satu alternatif pendanaan
secara efektif dan efisien akan meningkatkan nilai perusahaan. Herry dan
Hamin (dalam Tarjo, 2008) menunjukkan bahwa leverage menyebabkan
peningkatan nilai perusahaan.Tetapi bila dilakukan dengan dalih menarik
perhatian para kreditur, maka justru akan memicu manajer untuk melakukan
manajemen laba.Perusahaan yang memiliki hutang tinggi akan memilih
kebijakan akuntansi dengan menggeser laba masa depan ke masa sekarang.
Pernyataan ini juga dibuktikan oleh penelitian Herawati dan Baridwan (2007)
yang memberikan bukti empiris tentang adanya tingkat manajemen laba yang
lebih besar pada perusahaan yang terikat perjanjian hutang daripada
perusahaan yang tidak terikat perjanjian hutang.
Menurut (Sawir, 2004)Leverage terdiri atas leverageoperasi dan
leveragekeuangan :
a. LeverageOperasi
Leverageoperasi adalah kepekaan EBIT terhadap penjualan perusahaan.
Leverage operasi timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap.
Leverage operasi sangat dipengaruhi oleh pertimbangan efisiensi serta
dasar-dasar ekonomis dan karakteristik bisnis dari barang dan jasa yang dijual suatu
perusahaan. Jika perusahaan mempunyai leverage operasi yang tinggi, titik
impasnya (break even point) terletak pada tingkat penjualan yang relatif
tinggi, dan dampak perubahan tingkat penjualan terhadap laba akan makin
besar. Semakin besar biaya operasi tetap, perubahan pada penjualan akan
b. Leverage Keuangan
Leverage keuangan adalah penggunaan sumber dana yang
menimbulkan beban tetap keuangan. Leverage keuangan dapat diukur
berdasarkan nilai buku atau nilai pasar. Leverage keuangan berdasarkan nilai
buku diukur dengan rasio nilai buku seluruh utang terhadap total aktiva,
sementara leverage keuangan berdasarkan nilai pasar diukur dengan rasio
nilai buku seluruh utang terhadap total nilai pasar perusahaan.
Riyanto dalam Dewi (2010) menyatakan perusahaan yang
menggunakan dana dengan beban tetap dikatakan menghasilkan leverage
yang menguntungkan (favorable financial leverage) atau efek yang positif
jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar
daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Financial leverage merugikan
(unfavorable leverage) jika perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan
dari penggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang harus dibayar.
Leverage seperti “pedang bermata dua”: bila rentabilitas ekonomis lebih
kecil dari pada biaya utang, maka leverage akan mengurangi rentabilitas
modal sendiri. Dengan kata lain, leverage dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil pengembalian pemegang saham tetapi dengan risiko akan
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Pujiningsih (2011) melakukan penelitian terhadap Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Praktek Corporate Governance dan
Kompensasi Bonus Terhadap Manajemen Laba, tetapi tidak menemukan bukti
yang cukup kuat adanya pengaruh struktur kepemilikan, ukuran perusahaan dan
kompensasi bonus terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2007-2009.
Indriani (2010) meneliti pengaruh kualitas auditor, corporate governance,
leverage dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba (studi pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2006 – 2008), dan penelitian ini
menunjukankualitas auditor, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
dan CAR berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.
Setiawati (2010) meneliti pengaruh rasio CAMEL terhadap praktik
manajemen laba di bank syariah tahun 2008-2009 dan penelitian ini
menunjukanbahwa kinerja bank yang diproksikan dengan CAMEL (CAR, RORA,
ROA, NPM, dan LDR) berhubungan negatif dan signifikan terhadap praktik
manajemen laba.
Muljono(2008) meniliti pengaruh Kualitas audit, leverage, dan persentase
kepemilikan saham oleh publik terhadap earning management pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta(2004-2006), dan menunjukan bahwavariable
kualitas audit, leverage, dan kepemilikan sahamberpengaruh secara simultan
Berikut ini disajikan tabel penelitian terdahulu yang membahas tentang
manajemen laba.
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
dan Tahun
Judul Variabel Dependen/
Independen
Ukuran Perusahaan, Praktek Corporate
Governance dan
Kompensasi Bonus Terhadap
Manajemen Laba
Dependent :
1.Manajemen Laba Independen : auditor, corporate governance,
leverage dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba (studi pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2006 – 2008)
Dependent :
Michael oleh publik terhadap
earning
management pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta 1. Kualitas Audit 2. Leverage
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan teoritis dan tinjauan penelitian terdahulu
makakerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
Variabel independen dalam penelitian ini adalah size, Return on Asset
(ROA) dan leverage. Sementara variabel dependennya adalah manajemen laba.
Perusahaan atau pun manajer yang melakukan praktek manajemen labadengan
menggunakan metode akrual dapat melakukan perekayasaan laporan keuangan
yang dapat meningkatkan laba, dan laba yang tinggi diharapkan akan dihargai Manajemen Laba
(Y) Size (X1)
Return On Asset (X2)
tinggi oleh investor berupa harga penawaran yang tinggi. Dengan asumsi
demikian, diperkirakan bahwa praktek manajemen laba yang dilakukan
diharapkan mampu mendongkrak harga saham perdana. Dengan nilai laba yang
tinggi yang diterima perusahaan pada saat penawaran saham perdana dan
pertumbuhan perusahaan yang sangat menjanjikan dengan cara penerapan
manajemen laba dapat meningkatkan daya tarik perusahaan untuk menyerap
modal dari para investor.
Sizemenunjukkan jumlah pengalaman dan kemampuan tumbuhnya suatu
perusahaan yang mengindikasikan kemampuan dan tingkat risiko dalam
mengelola investasi yang diberikan para stakeholder untuk meningkatkan
kemakmuran mereka. Perusahaan yang memiliki total asset yang besar
menunjukkan bahwa perusahaan telah mencapai tahap kedewasaan.Perusahaan
dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat
sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman
dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran lebih besar
memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan
dalam industri sehingga mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba.
ROA dapat menggambarkan keefektifan operasi suatu perusahaan. Atau
dengan kata lain dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam
aktiva yang digunakan untuk kegiatan operasinya. Semakin besar ROA suatu
perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan
aset. Jadi memungkinkan manajer melakukan manajemen laba untuk
mendapatkan keadaan tersebut.
Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan dalam membayar
hutangnya dengan modal yang dimilikinya. Pemilihan struktur keuangan yang
menyangkut bauran pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan utang yang
akan digunakan oleh perusahaan pada akhirnya menyangkut penentuan berapa
banyak utang (Leverage) yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai
aktivanya. Semakin tinggi leverage suatu perusahaan berarti proposi utang lebih
tinggi dibandingkan dengan aktivanya lebih cenderung melakukan manipulasi
pada laporan keuangannya dalam bentuk manajemen laba.
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka
konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah :
Ha: Size,Return on Asset (ROA), danLeverageberpengaruh signifikan baik
secara parsial maupun simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di BEI.
Ho : Size,Return on Asset (ROA), danLeveragetidakberpengaruh signifikan baik
secara parsial maupun simultan terhadap manajemen laba pada perusahaan