BAB II
URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori
Teori ialah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang
mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di
antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.(Kerlinger, 1986).
Teori menurut Wilbur Schram adalah suatu perangkat pernyataan yang saling
berkaitan, pada abtraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa
dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan
prediksi mengenai perlaku (Effendy, 2003:241).
Seorang penelitisebelum melakukan penelitian perlu menyusun kerangka teori
karenakerangkateorimerupakanlandasanberfikiruntukmenggambarkandari sudut
manapenelitimenyorotimasalahyangakanditeliti.Adapun teori-teori yang relevan
terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan
Pendidikan Kesehatan Reproduksi.
2.1.1 Komunikasi
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan.Kata communis berarti milik bersama atau berlaku dimana-mana sehingga communis opinion berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk membangun sebuah
mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami sesuai dengan
keinginan dan tujuan bersama (Hidayat: 2012, 19).
Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan
latin“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna mengenai suatu pesan yang disampaikan
oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jadi secara sederhana dalam proses
komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan
makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut
(Effendy, 2003:30)
Mulyana (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membangun
kebersamaan pikiran tentang suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama.
Usaha manusia menyampaikan isi pertanyaan atau pesan kepada manusia lain.
Sementara itu, Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi merupakan proses yang
memungkinkan seseorang (komunikator) yang menyampaikan rangsangan (biasanya
lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).
(Mulyana, 2007:68)
Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi menurut Harold Laswell
adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”. Dan berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
sumber (komunikator), pesan, salutan atau media, penerima (komunikan), dan efek.
Unsur-unsur lain yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan/kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi tertentu.(Effendy, 2003).
Dance (1970) juga membuat enam kategori dari berbagai definisi komunikasi
yang ada (Liliweri, 1991:5) yang menunjukkan komunikasi sebagai:
Rumusannya adalah: Communication is the distric-minatory respons for an organism to a stimulus. (Stevens, 1950)
2. Aktivitas datang dari pihak lain: mempengaruhi
Rumusannya adalah: The process by which an individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individual. (Hoveland, 1948)
3. Hubungan adalah sentral
Rumusannya antara lain: Communication is essentially the relationship set up by the transmission of stimully and the evocation of response. (Cherrey, 1964) 4. Hasil adalah yang utama, sharing atau pemilikan
Rumusannya adalah: It its process that makes common to or several what was the monopoly of one or some. (Gode, 1959)
5. Transmisi informasi
Rumusannya adalah: Communication is an information transformation process which organiates at mind and ends at a mind. (Toda, 1967)
6. Penggunaan Lambang
Rumusannya adalah: To designate interaction by measn of signs and symbols. (Cullen, 1939)
Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, dan daribanyak
pengertian tersebut jikadianalisispadaprinsipnyadapatdisimpulkan
bahwakomunikasimengacupada tindakan,olehsatuorangataulebih,yangmengirim dan
menerimapesan dengan atau tanpa media, dalam suatu kontekstertentu, mempunyai
pengaruhtertentu,danadakesempatanuntukmelakukanumpanbalik.
2.1.2 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The
Interpersonal Communication Book”, (Deviot, 1989:4) sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang,
dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.(Effendy, 2003:59).
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
nonverbal (Mulyana, 2007:81).
Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003:61) mengatakan
bahwa dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi
atau interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,
opini, dan perilaku komunikan.
Vito (1976) mendefinikan komunikasi interpersonal sebagai, pengiriman
pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang
dengan efek dan umpan balik yang langsung.Dean C. Barnlund (1968)
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal biasanya dihubungkan dengan
pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi
secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988)
mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi dari mulut
ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.
Readon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai
paling sedikit enam ciri, yaitu:
1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong
2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja
3. Kerapkali bebalas-balas
4. Mempersyaratkan adaya hubungan (paling sedikit dua orang) antara pribadi
5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan
6. Mengunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna
Komunikasi interpersonal atau yang sering disebut pula sebagai komunikasi antar
pribadi, merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain
dengan efek dan feedback yang langsung (Devito). Komunikasi interpersonal sangat efektif dalam mengubah sikap atau perilaku karena satu sama lainnya terlibat
Tujuan dari komunikasi interpersonal (Hidayat, 2012:55) adalah:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain
2. Mengetahui dunia luar
3. Menciptakan dan memelihara hubungan yang bermakna
4. Mengubah sikap dan perilaku oang lain
5. Bermain dan mencari hiburan
6. Membantu orang lain.
Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang
merupakan komunikasi interpersonal, dan bukan komunikasi lainnya.Hal ini
terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan
Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi interpersonal itu adalah:
1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal
2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan
3. Komunikasi interpersonal tidaklah statis melainkan dinamis
4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi
5. Dipandu oleh aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik
6. Komunikasi interpersonal merupakan suatu kegiatan dan tindakan
7. Melibatkan di dalamnya biang persuasif
Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis
menurut sifatnya (Effendy, 2003:62), yakni:
1. Komunikasi diadik (dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua
orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang
lagi komunikan yang menerima pesan.Oleh karena perilaku komunikasinya dua
orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens.Komunikator
memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan seorang itu. Situasi
komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi
atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya
pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang
disebut primasi diadik(dyadic primacy) (Devito, 1979:14). Yang dimaksud dengan primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam
kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya
masing-masing.
2. Komunikasi triadik (triadic communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari
tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya
A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada
komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada
komunikan C, juga secara berdialogis.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik
lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang
komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan
sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua factor yang sangat
berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.
Rakhmat (2000) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi
interpersonal yang menumbuhkan relasi antar pribadi yang baik (Hidayat, 2012:56),
yaitu:
1. Percaya, didefinisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam
situasi yang penuh resiko.
2. Suportif, adalah sikap yang memgurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati.
Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang orang
defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya
3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Keterbukaan atau sifat
terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang
efektif.
Efektivitas Komunikasi Interpersonal (menurut Josep A. Devito) dimulai dengan
lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
a. Keterbukaan (openness)
Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan
menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi
interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan,
dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara
adil, transparan, dua arah, saling percaya, dan dapat diterima oleh semua pihak
yang berkomunikasi.
b. Empati (empathy)
Empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang sedang
dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat
memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata
orang lain.
c. Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap
mendukung (supportiveness).Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara
terbuka.Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sika
defensif merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung
melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi.
Sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator
untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.Dalam komunikasi
interpersonal, hendaknya antara komunikator dan komunikan saling menunjukkan
sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling memberikan pujian jika memang
dibutuhkan, guna menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang
efektif.
e. Kesetaraan (equality)
Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan
tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam
persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap
berbincang pada tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi.
Ada beberapa faktor pembentuk individu melakukan komunikasi interpersonal
dengan individu lainnya. Menurut Halloran (1980) yang menjadi faktor adalah (1)
perbedaan antar pribadi; (2) manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh
namun tetap mempunyai kekurangan; (3) adanya perbedaan motivasi antara manusia;
(4) kebutuhan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain.
Cassagrande (1986) juga berpendapat hampir senada, bahwa seseorang melakukan
komunikasi interpersonal dengan orag lain karena: (1) setiap orang memerlukan
orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan; (2) setiap orang
terlibat alam proses perubahan yang relatif tetap; (3) interaksi hari ini merupakan
sprekturm pengalaman masa lalu, dan buat orang mebuat orang mengantisipasi masa
depan; (4) hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang
baru
Komunikasi interpersonal sering dikatakan sebagai komunikasi yang paling
efektif dari berbagai jenis komunikasi yang ada (Liliweri,1991). Hal ini dikarenakan:
1. Melalui komunikasi interpersonal dapat diketahui secara langsung apakah kita
2. Dapat juga mengetahui apakah pesan kita diterima dan dimengerti pihak lain
3. Dapat mengetahui apakah pesan kita tidak hilang ataupun menjadi kurang
jelas, artinya kita dapat saling mengontrol pesan-pesan
4. Dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang, mengatur
pesan-pesan yang lebih baik untuk menambah atau mengurangi jumlah mutu pesan-pesan
yang kita komunikasikan
2.1.2.1 Teori Johari Window
Teori johari Window (Jendela Johari) merupakan perangkat sederhana dan
berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian
bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu.Teori ini
diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa
mengetahui dan tidak mengetahui dirinya, maupun orang lain (Liliweri, 1991:53).
Joseph Luft tidak sendiri dalam mengembangkan teori Jendela Johari ini, namun
ia bersama seorang Psikolog Amerika, Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika
mereka meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya nama
“Johari” sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. “Jo”
untuk Luft, dan “Harry” untuk Ingham.dalam selang waktu yang lama, Jendela Johari
banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan
hubungan interpersonal, kelompok-kelompok dinamis, penigkatan tim, dan hubungan
inter-group.
Berikut adalah gambaran Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang
lain:
diketahui diri sendiri tidak diketahui sendiri
1 terbuka 2 buta
Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam
pengembangan hubungan antar seseorang dengan lainnya terdapat empat
kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela)
itu. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:
- Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain
mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling
mengetahui masalah tentang hubungan mereka
- Bidang 2, melukiskan bidang buta. Masalah hubungan antara kedua pihak
hanya diketahui orang lain, namun tidak diketahui diri sendiri
- Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua
pihak diketahui diri sendiri, namun tidak diketahui orang lain
- Bidang 4, bidang tidak dikenal. di mana kedua pihak sama-sama tidak
mengetahui masalah hubungan di antara mereka.
Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal atau
antar pribadi ialah bidang 1, di mana antara komunikator dan komunikan saling
mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar
pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan
dengan orang lain, seseorang cenderung untuk menyembunyi masalah yang
dihadapinya.
2.1.3 Remaja
Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukka masa remaja, menurut
adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang
tergolong remaja ini berkisar anatar usia 12/13-21 tahun.
Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap (Pinem,
2009:303), yaitu:
1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih
dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak
memperhatikan keadaan tubuhya
2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari
identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas
seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam
3. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain: mampu berpikir
abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani
dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Di dalam buku Psikologi Perkembangan oleh DR. Hendriati Agustiani,
dikemukakan bahwa secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
sebagai berikut: (Konopa, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):
1. Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung
pada orang tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan
kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.
2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman
sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu
mengarahkan diri sendiri (self directed).Pada msaa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas,
yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi
individu.
3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa.Selama periiode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga
menjadi ciri dari tahap ini.
Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia
yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.Keunikan tersebut bersumber dari
kedudukan masa remaja sebagai periode trasnsisional antara masa kanak-kanak dan
masa dewasa.Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada
beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat
psikologis.Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa
remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan
lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Agustiani,
2009:29). Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa
aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini (Lerner &
Hultsch, 1983:318-320):
1. Perubahan Fisik
Rangkaian perubahan yang paling jelas Nampak dialami oleh remaja adalah
perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada
awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun
pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar
endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan
memunculkan ciri-ciri seks sekunder.Gejala ini memberikan isyarat bahwa fungsi
berkerja.Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhna yang pesat pada tubuh
dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang
dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi
dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.
2. Perubahan Emosional
Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam
aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan
hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan
badaniah tersebut.Hormonal meyebabkam perubahan seksual dan menimbulkan
dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.Keseimbangan hormonal yang
baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan
sebelumnya.Keterbatasannya untuk secara kognitif mengola
perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan-perubahan besar dalam fluktuasi
emosinya.Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa
berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis
seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksul.Ini semua menuntut
kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.
3. Perubahan Kognitif
Semua perubahan fisik yang mnembawa implikasi perubahan emosional tersebut
makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan
kognitif.Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget
(1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam
perkembangan kognitifnya. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini
memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis, dan
kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu
untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat
bahwa fokus utama dari perubahan perhatian remaja adalah dirinya sendiri.Secara
psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami
perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif
sedang mengalami perubahan besar.
Pada masa remaja, selain perubahan fisik remaja juga mengalami perubahan
kejiwaan. Perubahan kejiwaan terjadi lebih lambat dari fisik dan labil (Pinem:
2009:304), meliputi:
1. Perubahan Emosi; sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi),
mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.
2. Perkembangn Inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang memberi kritik,
ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang
baru.
Perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada perubahan
tingkah lakunya.Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu
sangat tergantung pada tingkat fluktuasi yang ada pada remaja tersebut. (Ali, Asrori:
2004,69). Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani ditunjuuka dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat
dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada
bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak
seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak
terduga pada perkembangan emosi remaja.
2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, temasuk rmaja, sangat bervariasi. Ada
saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh,
tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua
seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi
remaja.
3. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja seringakali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan
membentuk semacam geng. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi
pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.
4. Perubahan Pandangan Luar
Ada sejumlah perubahan pandangan dunis luar yang dapat menyebabkan
konflik-konflik, emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap dunia luar terhadap remaja erring tidak konsisten. Kadang-kadang
mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan
penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.
b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda
untuk remaja laki-laki dan perempuan.
c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak
bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam
kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah
Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak
dapat mereka terima atau sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang
menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah
lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan
anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab,
idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku
Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson
disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang seing ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut:
1. Kegelisahan
Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idelaisme,
angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun
sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai
untuk mewujudkan semua itu.Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh
lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.
2. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi
psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih
belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering
mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara
mereka dengan orang tua.
3. Mengkhayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya
tersalurkan.Biasanya hambatan dari segi keuangan atau biaya. Sebab,
menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang
banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian
orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal.
4. Aktivitas berkelompok
Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka
berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.Mereka
melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala
dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS., 1980).
Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di
penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan di dalam buku Psikologi
Remaja oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004), berikut ini:
1. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya
Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai
subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun
orang dewasa.
2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan
Penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam
studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang,
terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.
3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks
Penyesuaian diri remaja secara khas ingin memahami kondisi seksual dirinya
dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan
seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan
agama.
4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Penyesuaian diri remaja secara khas ingin menginteraksikan antara dorongan
untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada
masyarakat di sisi lain.
Menurut Schneiders (1984), setidakya ada lima faktor yang mempengaruhi proses
penyesuaian diri remaja tersebut, yaitu:
1. Kondisi fisik
Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.
Aspke-aspek yang daoat mempengaruhi penyesuaian diri remaha adalah (a)
hereditas dan konstitusi, (b) sistem utama tubuh, (c) kesehatan fisik
2. Kepribadian
Unsur-usur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap peneysuaian diri
adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c)
3. Edukasi/Pendidikan
Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/oendidikan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri, adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c)
latihan, dan (d) determinasi diri
4. Lingkungan
Berbicara faktor lingkungansebagai variabel yang berpengaruh terhadap
penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat
5. Agama dan Budaya
Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi
perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan badai
dan stress (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang
individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa
menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, menurut
pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991), yakni:
1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya , misalnya postur tubuh,
bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.
2. Faktor exogen (nurtutre). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu itu sendiri.Faktor ini diantaranya berupa lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial.Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan
fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan
individu atau sekelompok individu di dalamnya, misalnya tetangga, teman,
lembaga pendidikan, dan sebagainya.
Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan.Kedua
faktor itu saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor interaksi antara
faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi
perkembangan remaja.
Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus
dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut
telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran
dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Hurlock (1991) menegemukakan
tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:
1. Mampu menerima keadaaan fisiknya.
2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan
jenis.
4. Mencapai kemandirian emosional.
5. Mencapai kemandirian ekonomi.
6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua
8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk
memasuki dunia dewasa.
9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10.Memahami dam memepersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan
keluarga.
Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisocial maupun
asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang dengan
Menurut Boonggarts,J: Cohen,B, (1998) dalam BKKBN dan UNFPA, (2005)
pada masa remaja banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang
sangat menentukan kualitas kehidupan remaja di masa depan. Kesejahteraan remaja
tergantung dari pemanfaatan kesempatan untuk pengembangan pribadi serta
pencegahan putus sekolah dan berperilaku sosial yang menyimpang seperti hubungan
seksual pranikah.
Schafer (1973), mengukur perkembangan remaja dalam istilah “separation” dan “autonomy”.Tujuan utama remaja adalah upayanya untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua.Sementara itu Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan
bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting bagi remaja
dalam kesehariannya.Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan
waktu.Berbicara.Berbagi kesenangan dan kebebasan. Terdapat tiga model klasik dari
hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu:
1. Model Psikoanalisa
Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu:
konflik, kebebasan dan autonomy. Menurut Frued (1966), masa remaja
merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan
dorongan autonomy. Relasi dengan teman senaya merupakan lingkungan
aman untuk mengembangkan kemampuan autonomy dan memisahkan remaja
dari orang tua.
2. Model Sosialisasi (teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua)
Pandangan yang lebih negative dari pergaulam pada masa remaja menjadi
jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan
teman sebaya.Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan
pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat
memberikan kesinambungan dalam menjalin norma-norma sosial (Brittan
1963; Kahn 1989).
Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang unik dan saling melengkapi
dengan orang tua.Relasi teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi
perkembangan.Piaget (1932) menekankan secara khusu bahwa pengalaman
anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun
sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing-masing memberikan
penekanan khusus yang berbeda.
Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan
untuk mengontrol, menguasai diri, serta mendisplinkan dirinya.Remaja sesungguhnya
mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan kepada
mereka. Perlu ditekankan disini bahwa berhasil tidaknya kerja sama antara remaja
dan orang tua merupakan permasalahan kemampuan membangun hubungan
manusiawi. Untuk itu, orang tua hendaknya mampu mempelihatkan dirinya sebagai
teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung
tinggi. (Asrori, Ali:2004,101).
2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja
PendidikanKesehatan
Reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduks
idenganmenanamkanmoral,etika,
sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut (Dariyo,
Agoes. 2004).
Kesehatan Reproduksiadalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh
dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem
reproduksi(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan,
1994).Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek
yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu
keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu
Pendidikan kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan
proses-proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat
dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan
kesehatan reproduksi adalah bagian integaral dari usaha-usaha pendidikan pada
umumnya (Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000). Adapun yang menjadi materi
dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada remaja, yakni:
1. Perubahan Fisik remaja, yang meliputi:
- Tanda-tanda seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid yang
pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja laki-laki
- Tanda-tanda seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki. Misalnya
tumbuhnya paudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu halus pada
bagain tubuh tertentu pada remaja perempuan. Sementara itu pada remaja
laki-laki ditandai dengan bertumbuhnya jakun, dada yang membesar, dan
tumbuhnya bulu janggut, kumis, dan bagian tubuh tertantu lainnya.
2. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat
melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).
Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan
seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang
dilakukan tanpa ikatan perkawinan yang sah.Terdapat berbagai bentuk perilaku
seksual prnikah, seperti berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan melakukan
kontak seksual.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual pranikah,
yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan sekitar
yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang diterima, bentuk
penyaluran kasih saying yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan
biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri yang
cenderung berakibat negatif.
Sementara itu menurut Wilson (dalam Ghifari 2003) akibat yang diperoleh dari
perilaku seksual pranikah mencakup perkembangan mental (psikis), fisik, dan
kemungkinan menggugurkam kandungan, akibat lainnya yakni terciptanya
kenangan yang buruk yang berujung pada penghakiman sosial, dan tentunya
berujung pada penyakit menular seksual.
3. Pendewasaan Usia Perkawinan,merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional yang bertujuan untukmemberikan pengertian dan kesadaran
kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat
mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga,
kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial dan tentunya ekonomi.
Adapaun yang menjadi kerangka dalam pendewasaan usia perkawinan dalam
materi pendidikan kesehatan reproduksi yakni :
- Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20
tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.
- Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur
20-35 tahun, dan
- Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak
kehamilan 2-4 tahun
4. Penyakit Menular Seksual, adalah pengetahuan tentang penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea, klamidia,
sifilis, dll.
5. Penyalahgunaan NAPZA, pengetahuan tentang dampak negatif dari penggunaan
NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan reproduksi adalah
gangguan padaendokrin, seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta
gangguan fungsi seksual.Bagi remaja perempuan dapat berdampak pada
perubahan dan ketidakteraturan periode menstruasi.Dampak buruk lainnya
dari penyalahgunaan NAPZA, ialah tertular penyakit HIV/AIDS yang
ditularkan melalui jarum suntik, dan hubungan seksual.Secara umum dampak
penyalahgunaan NAPZA dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial
seseorang.Dan seseorang yang sudah menggunakan NAPZA cenderung
Namun, Pendidikan Kesehatan Reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat
perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi
(Dianawati,2003), yaitu:
1. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pendidikan kesehatan reproduksi,
seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan
medis, sementara pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi
kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga masih minimal.
2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi
hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan,
sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja.
3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas pendidikan kesehatan
reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti
membahas masalah hubungan seks.
Menurut remaja membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perlaku
seksual, akan lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya
sendiri dari pada dengan orang tua. Hal ini dikarenakan remaja merasa enggan untuk
menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya. Sementara banyak
juga orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan dan merasa risih untuk
membicarakan mengenai perkembangan biologis, psikologis, serta masalah kesehatan
reproduksi dengan anak-anaknya (Pinem, 2009: 311)
Beberapa hal penting yang dapat diperhatikan dalam memberikan Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Remaja (Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S.D., 2000:99) yakni:
1. Cara menguraikan sesuatu harus wajar dan sederhana, jangan terlihat
ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu penting atau istimewa.
2. Isi uraiannya harus objektif. Namun jangan menerangkan yang tidak-tidak,
seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Boleh
mempergunakan contoh atau simbol, namun jangan memberikan
3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus sesuaikan dengan kebutuhan
dan dengan tahap perkembangan anak.
4. Pendidikan kesehatan reproduksi harus diberikan secara pribadi, karena
luas-sempitnya pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan
tidak sama buat semua anak.
5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melakukan pendidikan
kesehatan reproduksi perlu dilakukan berulang-ulang.
Sementara itu Agoes Dariyo, Psi, di dalam bukunya Psikologi Perkembangan
Remaja (2004) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan
pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja, yakni seperti:
1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja
2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas
3. Dampak positif-negatif media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja
4. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti: IUD kondom
5. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan remaja.
Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal,
sebaiknya para pendidik mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan
efisien) untuk menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau
sekelompok individu, khususnya remaja. Ada beberapa teknik pengajaran (Dariyo
Agoes, 2002:39) yakni:
1. Ceramah
Dalam teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha
menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada
audien (pendengar). Namun cara ini umumnya kurang efektif, kalau
pendengar tidak memahami istilah-istilah penting dalam materi ceramah.
2. Permainan peran
Para peserta dalam pengajaran/pendidikan kesehatan reproduksi, dilibatkan
naskah drama atau sandiwara, maka pendidik perlu menyiapkan scenario jalan
cerita drama itu. Sehingga hal ini perlu persiapan yang matang dan mungkin
perlu kerja sama dengan penulis/pengarang cerita. Bila ini terwujud, maka
efektivitas pedidikan kesehatan reproduksi ini cukup tinggi, karena peserta
didik (remaja) dapat memahami, merasakan, mengalami, menghayati arti
pendidikan kesehatan reproduksi bagi hidupnya.
3. Diskusi
Biasanya, setelah diberi topik atau tema suatu pembicaraan tertentu, para
peserta (remaja) diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi,
mendebat atau mempertahankan pendapat kepada individu lain. Pendidik
dapat berfungsi sebagai fasilitator demi terciptanya kelancaran proses diskusi
itu, atau kadang-kadang ia perlu menjadi nara sumber untuk memberi
keterangan secara akurat, ilmiah dan sistematis, tentang pokok bahasan yang
dijadikan bahan diskusi.
4. Pemutaran Film
Dalam teknik ini, peserta didik (remaja) diajak untuk menyaksikan film-film
yang telah disiapkan terlebih dahulu.Tentu film yang dimaksudialah yang
mengandung unsur-unsur mendidik, agar mereka memiliki pemahaman,
pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah kesehatan
reproduksi.
2.2 Kerangka Konsep
Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat
dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama(Bungin, 2001:148).
Kerangka konsep adalah tahapan di mana peneliti dapat menggambarkan rancangan
dan strategi penelitian ini akan dijalankan. Peniliti haruslah mengkombinasikan
masalah penelitian, teori yang digunakan serta bagaimana penerapan metodologi
2.3 Variabel Penelitian
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas,
maka untuk lebih memudahkan operasionalisasi dalam memecahkan masalah perlu
dibuat operasional variabel dalam penelitian:
Tabel2.1 Operasional Variabel
Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep 1. Komunikasi Interpersonal
Orang tua dan Anak
2. Pendidikan Kesehatan
- menempatkan diri pada situasi atau kondisi orang lain
c. Sikap mendukung: - memotivasi
- mengurangi sikap defensif d. Sikap positif:
- berfikiran positif - tidak menaruh curiga - memberi pujian e. Kesetaraan: - kesamaan
- tidak memaksa kehendak
Materi Pendidikan Kesehatan Reproduksi:
a. Perubahan fisik pada remaja Pendidikan Kesehatan
Reproduksi Komunikasi Interpersonal
3. Karakteristik Responden
- Tanda-tanda Seks Primer - Tanda-tanda Seks Sekunder b. Perilaku Seksual Pranikah c. Pendewasaan Usia Perkawinan - Usia minimal pada saat perkawinan
- Masa menjarangkan kehamilan - Jumlah Anak
c. Penyakit Menular Seksual (HIV/AIDS, gonorea, klamidia, sifilis, dll.)
d. Penyalahgunaan NAPZA
a. Usia
b. Jenis Keamin c. Kelas
d. Jurusan
2.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi variabel operasional bukanlah definisi konsep yang diajukan para ahli,
tetapi sudah merupakan definisi yang lebih operasional tentang variabel itu sendiri,
dan tentu saja bagaimana mengukur variabel itu (Idrus, 2009:81).
Adapauun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:
1. Komunikasi Interpersonal:
a. Keterbukaan, adalah saling menyampaikan informasi penting secara
transaparan, tanpa ada yang ditutupi, dan saling percaya antara orang tua dan
anak.
- Transparan, adalah bagian dari keterbukaan yakni menyampaikan informasi
secara benar, sesuai fakta, tanpa ada yang ditutupi antara orang tua dan anak.
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat transparan
: - Transparan
: - Kurang transparan
- Saling Percaya, adalah bagian dari keterbukaan yakni adanya rasa yakin
terhadap informasi yang disampikan juga yakin diantara orang tua dan anak.
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat saling percaya
: - Saling percaya
: - Kurang saling percaya
: - Tidak saling percaya
b. Empati, adalah kemampuan untuk mendengarkan, memahami, dan
menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dialami diantara orang tua
dan anak.
- Mendengarkan, adalah bagian dari empati yakni memperhatikan dengan baik
dan sungguh-sungguh pesan yang disampaikan oleh komunikator, baik itu
orang tua maupun anak.
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat mendengarkan
: - Mendengarkan
: - Kurang mendengarkan
: - Tidak mendengarkan
- Memahami, adalah bagian dari empati yakni mengetahui secara benar makna
pesan yang disampaikan oleh komunikator, baik itu orang tua maupun anak.
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat memahami
: - Memahami
: - Kurang memahami
: - Tidak memahami
- Menampatkan diri pada situasi atau kondisi orang lain, adalah bagian dari
empati yakni merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan cara
melihat suatu persoalan melalui sudut pandang orang tersebut.
Indikator : - Sangat menempatkan diri pada situasi orang lain
: - Menempatkan diri pada situasi orang lain
: - Kurang menempatkan diri pada situasi orang lain
: - Tidak menempatkan diri pada situasi orang lain
c. Sikap mendukung, adalah kemauan untuk saling memotivasi, tanpa adanya
sikap melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi nantinya (defensif)
antara orang tua dan anak.
- Memotivasi, adalah bagian dari sikap mendukung yakni memberikan suatu
dorongan ke arah yang lebih baik, diantara orang tua dan anak
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat memotivasi
: - Memotivasi
: - Kurang memotivasi
: - Tidak memotivasi
- Megurangi Sikap Defensif, adalah bagian dari sikap mendukung yakni
mengurangi sikap tidak menerima, tidak jujur, melindungi diri dari ancaman
yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Tidak defensif
: - Kurang defensif
: - Defensif
: - Sangat defensif
d. Sikap positif, adalah berfikir positif, tanpa menaruh curiga, dan saling
memberikan pujian jika memang diperlukan antara orang tua dan anak.
- Berfikir Positif, adalah bagian dari sikap positif yakni memandang sesuatu
dari segi positifya baik diantara orang tua dan anak
Sakala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat berfikir positif
: - Berfikir positif
: - Tidak berfikir positif
- Tidak Menaruh Curiga, adalah bagian dari sikap positif yakni tidak menaruh
rasa kurang percaya atau sangsi terhadap kebenaran atau kejujuran seseorang
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Tidak menaruh curiga
: - Kurang menaruh curiga
: - Menaruh curiga
: - Sangat menaruh curiga
- Memberi Pujian, adalah bagian dari sikap positif yakni memberikan suatu
ucapan yang membuat orang yang mendengar merasa tersanjung yang
menunjukkan betapa kita menyukai apa yang dilakukan
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat memberi pujian
: - Memberi pujian
: - Kurang memberi pujian
: - Tidak memberi pujian
e. Kesetaraan, adalah kesamaan, dan tanpa memaksakan kehendak antara orang
tua dan anak.
- Kesamaan, adalah bagian dari kesetaraan. Kesamaan dalam komunikasi
artinya berkomunikasi pada tingkatan yang sama antara komunikator dan
komunikan, tanpa mempertegas pebedaan yang ada
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat sama
: - Sama
: - Kurang sama
: - Tidak sama
- Tidak Memaksakan Kehendak, adalah bagian dari kesetaraan. Tidak
memaksakan kehendakak dalam berkomunikasi yakni tidak memaksakan
komunikan untuk melakukan sesuai degan apa yang dikehendaki komunikator
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat memaksakan kehendak
: - Memaksakan kehendak
: - Kurang memaksakan kehendak
: - Tidak memaksakan kehendak
2. Materi Kesehatan Reproduksi:
a. Perubahan fisik pada remaja
- Tanda-tanda Seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid
yang pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja
laki-laki.
- Tanda-tanda Seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik
maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki.
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat mengetahui
: - Mengetahui
: - Kurang mengetahui
: - Tidak mengetahui
b. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat
melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).
Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat mengetahui
: - Mengetahui
: - Kurang mengetahui
: - Tidak mengetahui
c. Penyakit Menular Seksual, adalah pengetahuan tentang penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea,
klamidia, sifilis, dll.
Indikator : - Sangat mengetahui
: - Mengetahui
: - Kurang mengetahui
: - Tidak mengetahui
d. Pendewasaan Usia Perkawinan, yang meliputi:
• Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20 tahun
bagi wanita dan 25 tahun bagi pria,
- Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat mengetahui
: - Mengetahui
: - Kurang mengetahui
: - Tidak mengetahui
• Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur
20-35 tahun,
- Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat setuju
: - Setuju
: - Kurang setuju
: - Tidak setuju
• Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak kehamilan 2-4 tahun.
- Skala Pengukuran : Ordinal
Indikator : - Sangat setuju
: - Setuju
: - Kurang setuju
: - Tidak setuju
e. Penyalahgunaan NAPZA, pengetahuan tentang dampak negatif dari
penggunaan NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya)
Indikator : - Sangat mengetahui
: - Mengetahui
: - Kurang mengetahui
: - Tidak mengetahui
3. Karakteristik Responden, terdiri dari:
a. Usia adalah umur responden pada saaat pengisian kuesioner.
Skala Pegukuran : Nominal
Indikator : - 16 tahun
: - 17 tahun
b. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin responden pada saaat pengisian
kuesioner.
Skala Pengukuran : Nominal
Indikator : - Laki-laki
: - Perempuan
c. Kelas adalah kelas responden pada saaat pengisian kuesioner.
Skala Pendukuran : Nominal
Indikator : - X
: - XI
d. Jurusan adalah jurusan responden pada saaat pengisian kuesioner.
Skala Pengukuran : Nominal
Indikator : - IPA