• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori - Komunikasi Interpersonal Orang tua dan Anak tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori

Teori ialah himpunan konstruk atau konsep, definisi, dan proporsi yang

mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di

antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.(Kerlinger, 1986).

Teori menurut Wilbur Schram adalah suatu perangkat pernyataan yang saling

berkaitan, pada abtraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa

dihasilkan yang dapat diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan

prediksi mengenai perlaku (Effendy, 2003:241).

Seorang penelitisebelum melakukan penelitian perlu menyusun kerangka teori

karenakerangkateorimerupakanlandasanberfikiruntukmenggambarkandari sudut

manapenelitimenyorotimasalahyangakanditeliti.Adapun teori-teori yang relevan

terhadap penelitian ini adalah Komunikasi, Komunikasi Interpersonal, Remaja, dan

Pendidikan Kesehatan Reproduksi.

2.1.1 Komunikasi

Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan.Kata communis berarti milik bersama atau berlaku dimana-mana sehingga communis opinion berarti pendapat umum atau pendapat mayoritas. Dengan demikian, komunikasi merupakan usaha untuk membangun sebuah

(2)

mendorong di antara pelaku komunikasi untuk saling memahami sesuai dengan

keinginan dan tujuan bersama (Hidayat: 2012, 19).

Pengertian komunikasi secara etimologis berasal dari perkataan

latin“communication”. Istilah ini bersumber dari perkataan “communis” yang berarti sama; sama disini maksudnya sama makna mengenai suatu pesan yang disampaikan

oleh komunikator dan diterima oleh komunikan. Jadi secara sederhana dalam proses

komunikasi yang terjadi adalah bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan

makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut

(Effendy, 2003:30)

Mulyana (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai usaha untuk membangun

kebersamaan pikiran tentang suatu makna atau pesan yang dianut secara bersama.

Usaha manusia menyampaikan isi pertanyaan atau pesan kepada manusia lain.

Sementara itu, Carl I. Hovland mengemukakan komunikasi merupakan proses yang

memungkinkan seseorang (komunikator) yang menyampaikan rangsangan (biasanya

lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).

(Mulyana, 2007:68)

Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi menurut Harold Laswell

adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”. Dan berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:

sumber (komunikator), pesan, salutan atau media, penerima (komunikan), dan efek.

Unsur-unsur lain yang sering ditambahkan adalah umpan balik (feed back), gangguan/kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situasi tertentu.(Effendy, 2003).

Dance (1970) juga membuat enam kategori dari berbagai definisi komunikasi

yang ada (Liliweri, 1991:5) yang menunjukkan komunikasi sebagai:

(3)

Rumusannya adalah: Communication is the distric-minatory respons for an organism to a stimulus. (Stevens, 1950)

2. Aktivitas datang dari pihak lain: mempengaruhi

Rumusannya adalah: The process by which an individual (the communicator) transmits stimulus (usually verbal symbols) to modify, the behavior of other individual. (Hoveland, 1948)

3. Hubungan adalah sentral

Rumusannya antara lain: Communication is essentially the relationship set up by the transmission of stimully and the evocation of response. (Cherrey, 1964) 4. Hasil adalah yang utama, sharing atau pemilikan

Rumusannya adalah: It its process that makes common to or several what was the monopoly of one or some. (Gode, 1959)

5. Transmisi informasi

Rumusannya adalah: Communication is an information transformation process which organiates at mind and ends at a mind. (Toda, 1967)

6. Penggunaan Lambang

Rumusannya adalah: To designate interaction by measn of signs and symbols. (Cullen, 1939)

Pengertian komunikasi sudah banyak didefinisikan oleh banyak ahli, dan daribanyak

pengertian tersebut jikadianalisispadaprinsipnyadapatdisimpulkan

bahwakomunikasimengacupada tindakan,olehsatuorangataulebih,yangmengirim dan

menerimapesan dengan atau tanpa media, dalam suatu kontekstertentu, mempunyai

pengaruhtertentu,danadakesempatanuntukmelakukanumpanbalik.

2.1.2 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The

Interpersonal Communication Book”, (Deviot, 1989:4) sebagai proses pengiriman dan

penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang,

dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.(Effendy, 2003:59).

(4)

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap

pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun

nonverbal (Mulyana, 2007:81).

Effendy dalam buku Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (2003:61) mengatakan

bahwa dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi

atau interpersonal dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,

opini, dan perilaku komunikan.

Vito (1976) mendefinikan komunikasi interpersonal sebagai, pengiriman

pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang

dengan efek dan umpan balik yang langsung.Dean C. Barnlund (1968)

mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal biasanya dihubungkan dengan

pertemuan antara dua orang atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi

secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Menurut Rogers dalam Depari (1988)

mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi dari mulut

ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

Readon (1987) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal mempunyai

paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong

2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja

3. Kerapkali bebalas-balas

4. Mempersyaratkan adaya hubungan (paling sedikit dua orang) antara pribadi

5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan

6. Mengunakan berbagai lambang-lambang yang bermakna

Komunikasi interpersonal atau yang sering disebut pula sebagai komunikasi antar

pribadi, merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain

dengan efek dan feedback yang langsung (Devito). Komunikasi interpersonal sangat efektif dalam mengubah sikap atau perilaku karena satu sama lainnya terlibat

(5)

Tujuan dari komunikasi interpersonal (Hidayat, 2012:55) adalah:

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

2. Mengetahui dunia luar

3. Menciptakan dan memelihara hubungan yang bermakna

4. Mengubah sikap dan perilaku oang lain

5. Bermain dan mencari hiburan

6. Membantu orang lain.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang

merupakan komunikasi interpersonal, dan bukan komunikasi lainnya.Hal ini

terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan

Samovar (1982). Sifat-sifat komunikasi interpersonal itu adalah:

1. Melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan non verbal

2. Melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan

3. Komunikasi interpersonal tidaklah statis melainkan dinamis

4. Melibatkan umpan balik pribadi, hubungan interaksi dan koherensi

5. Dipandu oleh aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik

6. Komunikasi interpersonal merupakan suatu kegiatan dan tindakan

7. Melibatkan di dalamnya biang persuasif

Secara teoritis komunikasi interpersonal diklasifikasikan menjadi dua jenis

menurut sifatnya (Effendy, 2003:62), yakni:

1. Komunikasi diadik (dyadic communication)

Komunikasi diadik adalah komunikasi interpersonal yang berlangsung antara dua

orang yakni seorang adalah komunikator yang menyampaikan pesan dan seorang

lagi komunikan yang menerima pesan.Oleh karena perilaku komunikasinya dua

orang, maka dialog yang terjadi berlangsung secara intens.Komunikator

memusatkan perhatiannya hanya kepada komunikan seorang itu. Situasi

komunikasi seperti itu akan nampak dalam komunikasi triadic atau komunikasi

(6)

atau seminar. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan terjadinya

pemilihan interaksi seseorang dengan seseorang yang mengacu kepada apa yang

disebut primasi diadik(dyadic primacy) (Devito, 1979:14). Yang dimaksud dengan primasi diadik ini ialah setiap dua orang dari sekian banyak dalam

kelompok itu yang terlihat dalam komunikasi berdasarkan kepentingannya

masing-masing.

2. Komunikasi triadik (triadic communication)

Komunikasi triadik adalah komunikasi interpersonal yang pelakunya terdiri dari

tiga orang, yakni seorang komunikator dan dua orang komunikan. Jika misalnya

A yang menjadi komunikator, maka ia pertama-tama menyampaikan kepada

komunikan B, kemudian kalau dijawab atau ditanggapi, beralih kepada

komunikan C, juga secara berdialogis.

Apabila dibandingkan dengan komunikasi diadik, maka komunikasi diadik

lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang

komunikan, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan

sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua factor yang sangat

berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

Rakhmat (2000) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi

interpersonal yang menumbuhkan relasi antar pribadi yang baik (Hidayat, 2012:56),

yaitu:

1. Percaya, didefinisikan sebagai upaya mengandalkan perilaku orang untuk

mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam

situasi yang penuh resiko.

2. Suportif, adalah sikap yang memgurangi sikap defensif dalam komunikasi.

Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empati.

Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang orang

defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya

(7)

3. Sikap terbuka, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang

diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. Keterbukaan atau sifat

terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang

efektif.

Efektivitas Komunikasi Interpersonal (menurut Josep A. Devito) dimulai dengan

lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).

a. Keterbukaan (openness)

Keterbukaan ialah sikap dapat menerima masukan dari orang lain, serta berkenaan

menyampaikan informasi penting kepada orang lain. Dalam proses komunikasi

interpersonal, keterbukaan menjadi salah satu sikap positif. Hal ini disebabkan,

dengan keterbukaan, maka komunikasi interpersonal akan berlangsung secara

adil, transparan, dua arah, saling percaya, dan dapat diterima oleh semua pihak

yang berkomunikasi.

b. Empati (empathy)

Empati ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan sesuatu yang sedang

dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan dapat

memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain, melalui kaca mata

orang lain.

c. Sikap mendukung (supportiveness)

Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap

mendukung (supportiveness).Artinya masing-masing pihak yang berkomunikasi memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara

terbuka.Sikap mendukung juga merupakan sikap yang mengurangi defensif. Sika

defensif merupakan sikap yang tidak dapat menerima, tidak jujur, cenderung

melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi.

(8)

Sikap positif adalah adanya kecenderungan bertindak pada diri komunikator

untuk memberikan penilaian yang positif pada diri komunikan.Dalam komunikasi

interpersonal, hendaknya antara komunikator dan komunikan saling menunjukkan

sikap positif, tidak menaruh curiga, dan saling memberikan pujian jika memang

dibutuhkan, guna menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang

efektif.

e. Kesetaraan (equality)

Kesetaraan (equality) ialah perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan

tertentu, latar belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapanya. Dalam

persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak menggurui, tetap

berbincang pada tingkatan yang sama, dan tidak memaksakan kehendak pribadi.

Ada beberapa faktor pembentuk individu melakukan komunikasi interpersonal

dengan individu lainnya. Menurut Halloran (1980) yang menjadi faktor adalah (1)

perbedaan antar pribadi; (2) manusia meskipun merupakan makhluk yang utuh

namun tetap mempunyai kekurangan; (3) adanya perbedaan motivasi antara manusia;

(4) kebutuhan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain.

Cassagrande (1986) juga berpendapat hampir senada, bahwa seseorang melakukan

komunikasi interpersonal dengan orag lain karena: (1) setiap orang memerlukan

orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan; (2) setiap orang

terlibat alam proses perubahan yang relatif tetap; (3) interaksi hari ini merupakan

sprekturm pengalaman masa lalu, dan buat orang mebuat orang mengantisipasi masa

depan; (4) hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang

baru

Komunikasi interpersonal sering dikatakan sebagai komunikasi yang paling

efektif dari berbagai jenis komunikasi yang ada (Liliweri,1991). Hal ini dikarenakan:

1. Melalui komunikasi interpersonal dapat diketahui secara langsung apakah kita

(9)

2. Dapat juga mengetahui apakah pesan kita diterima dan dimengerti pihak lain

3. Dapat mengetahui apakah pesan kita tidak hilang ataupun menjadi kurang

jelas, artinya kita dapat saling mengontrol pesan-pesan

4. Dapat belajar mengenai sesuatu pesan yang perlu diulang, mengatur

pesan-pesan yang lebih baik untuk menambah atau mengurangi jumlah mutu pesan-pesan

yang kita komunikasikan

2.1.2.1 Teori Johari Window

Teori johari Window (Jendela Johari) merupakan perangkat sederhana dan

berguna dalam mengilustrasikan dan meningkatkan kesadaran diri serta pengertian

bersama individu-individu yang ada dalam suatu kelompok tertentu.Teori ini

diperkenalkan oleh Joseph Luft (1969) yang menekankan bahwa setiap orang bisa

mengetahui dan tidak mengetahui dirinya, maupun orang lain (Liliweri, 1991:53).

Joseph Luft tidak sendiri dalam mengembangkan teori Jendela Johari ini, namun

ia bersama seorang Psikolog Amerika, Harry Ingham pada tahun 1950-an ketika

mereka meneliti untuk program proses dari kelompok mereka. Uniknya nama

“Johari” sendiri sebenarnya diambil dari potongan masing-masing nama mereka. “Jo”

untuk Luft, dan “Harry” untuk Ingham.dalam selang waktu yang lama, Jendela Johari

banyak dimanfaatkan sebagai pengertian dan latihan kesadaran diri, peningkatan

hubungan interpersonal, kelompok-kelompok dinamis, penigkatan tim, dan hubungan

inter-group.

Berikut adalah gambaran Jendela Johari tentang bidang pengenalan diri dan orang

lain:

diketahui diri sendiri tidak diketahui sendiri

1 terbuka 2 buta

(10)

Gambar yang disebut Jendela Johari tersebut melukiskan bahwa dalam

pengembangan hubungan antar seseorang dengan lainnya terdapat empat

kemungkinan sebagai mana terwakili melalui suasana di keempat bidang (jendela)

itu. Adapun penjelasannya ialah sebagai berikut:

- Bidang 1, melukiskan suatu kondisi di mana antara seorang dengan yang lain

mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling

mengetahui masalah tentang hubungan mereka

- Bidang 2, melukiskan bidang buta. Masalah hubungan antara kedua pihak

hanya diketahui orang lain, namun tidak diketahui diri sendiri

- Bidang 3, disebut bidang tersembunyi, yakni masalah hubungan antara kedua

pihak diketahui diri sendiri, namun tidak diketahui orang lain

- Bidang 4, bidang tidak dikenal. di mana kedua pihak sama-sama tidak

mengetahui masalah hubungan di antara mereka.

Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal atau

antar pribadi ialah bidang 1, di mana antara komunikator dan komunikan saling

mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar

pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan

dengan orang lain, seseorang cenderung untuk menyembunyi masalah yang

dihadapinya.

2.1.3 Remaja

Istilah asing yang sering digunakan untuk menunjukka masa remaja, menurut

(11)

adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang

tergolong remaja ini berkisar anatar usia 12/13-21 tahun.

Masa remaja, menurut ciri perkembangannya dibagi menjadi tiga tahap (Pinem,

2009:303), yaitu:

1. Masa remaja awal (10-12 tahun) dengan ciri khas antara lain: ingin bebas, lebih

dekat dengan teman sebaya, mulai berpikir abstrak dan lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhya

2. Masa remaja tengah (13-15 tahun), dengan ciri khas antara lain: mencari

identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, berkhayal tentang aktivitas

seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam

3. Masa remaja akhir (16-19 tahun), dengan ciri khas antara lain: mampu berpikir

abstrak, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani

dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, pengungkapan kebebasan diri.

Di dalam buku Psikologi Perkembangan oleh DR. Hendriati Agustiani,

dikemukakan bahwa secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

sebagai berikut: (Konopa, 1973 dalam Pikunas, 1976; Ingersoll 1989):

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan

berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung

pada orang tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan

kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman

sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu

mengarahkan diri sendiri (self directed).Pada msaa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implusivitas,

(12)

yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi

individu.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang

dewasa.Selama periiode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan

mengembangkan sense of personal identity.Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga

menjadi ciri dari tahap ini.

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia

yang memiliki beberapa keunikan tersendiri.Keunikan tersebut bersumber dari

kedudukan masa remaja sebagai periode trasnsisional antara masa kanak-kanak dan

masa dewasa.Kita semua mengetahui bahwa antara anak-anak dan orang dewasa ada

beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga bersifat

psikologis.Pada masa remaja perubahan-perubahan besar terjadi dalam kedua aspek

tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa

remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan

lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Agustiani,

2009:29). Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi antara beberapa

aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini (Lerner &

Hultsch, 1983:318-320):

1. Perubahan Fisik

Rangkaian perubahan yang paling jelas Nampak dialami oleh remaja adalah

perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada

awal masa remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun

pada pria (Hurlock, 1973:2021). Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar

endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan

memunculkan ciri-ciri seks sekunder.Gejala ini memberikan isyarat bahwa fungsi

(13)

berkerja.Seiring dengan itu, berlangsung pula pertumbuhna yang pesat pada tubuh

dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang

dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi

dari hormon yang baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.

2. Perubahan Emosional

Akibat langsung dari perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam

aspek emosionalitas pada remaja sebagai akibat dari perubahan fisik dan

hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait dengan perubahan

badaniah tersebut.Hormonal meyebabkam perubahan seksual dan menimbulkan

dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru.Keseimbangan hormonal yang

baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan

sebelumnya.Keterbatasannya untuk secara kognitif mengola

perubahan-perubahan baru tersebut bisa membawa perubahan-perubahan besar dalam fluktuasi

emosinya.Dikombinasikan dengan pengaruh-pengaruh sosial yang juga senantiasa

berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat pada jenis

seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksul.Ini semua menuntut

kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya.

3. Perubahan Kognitif

Semua perubahan fisik yang mnembawa implikasi perubahan emosional tersebut

makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan

kognitif.Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget

(1972) sebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam

perkembangan kognitifnya. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini

memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis, dan

kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu

untuk mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal.

(14)

Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat

bahwa fokus utama dari perubahan perhatian remaja adalah dirinya sendiri.Secara

psikologis proses-proses dalam diri remaja semuanya tengah mengalami

perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan kognitif

sedang mengalami perubahan besar.

Pada masa remaja, selain perubahan fisik remaja juga mengalami perubahan

kejiwaan. Perubahan kejiwaan terjadi lebih lambat dari fisik dan labil (Pinem:

2009:304), meliputi:

1. Perubahan Emosi; sensitif (mudah menangis, cemas, tertawa dan frustasi),

mudah bereaksi terhadap rangsangan dari luar, agresif sehingga mudah berkelahi.

2. Perkembangn Inteligensia: mampu berpikir abstrak dan senang memberi kritik,

ingin mengetahui hal-hal baru sehingga muncul perilaku ingin mencoba hal yang

baru.

Perkembangan emosi remaja pada umumnya tampak jelas pada perubahan

tingkah lakunya.Kualitas atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu

sangat tergantung pada tingkat fluktuasi yang ada pada remaja tersebut. (Ali, Asrori:

2004,69). Sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah

sebagai berikut:

1. Perubahan Jasmani

Perubahan jasmani ditunjuuka dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat

dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada

bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak

seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak

terduga pada perkembangan emosi remaja.

2. Perubahan Pola Interaksi dengan Orang Tua

Pola asuh orang tua terhadap anak, temasuk rmaja, sangat bervariasi. Ada

(15)

saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh,

tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua

seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan perkembangan emosi

remaja.

3. Perubahan Interaksi dengan Teman Sebaya

Remaja seringakali membangun interaksi sesame teman sebayanya secara

khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan

membentuk semacam geng. Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi

pada masa ini adalah hubungan cinta dengan teman lawan jenis.

4. Perubahan Pandangan Luar

Ada sejumlah perubahan pandangan dunis luar yang dapat menyebabkan

konflik-konflik, emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:

a. Sikap dunia luar terhadap remaja erring tidak konsisten. Kadang-kadang

mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan

penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa.

b. Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda

untuk remaja laki-laki dan perempuan.

c. Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak

bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke dalam

kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.

5. Perubahan Interaksi dengan Sekolah

Dalam pembaruan, para remaja sering terbentur pada nilai-nilai yang tidak

dapat mereka terima atau sama sekali bertentangan dengan nilai-nilai yang

menarik bagi mereka. Pada saat itu, timbullah idealisme untuk mengubah

lingkungannya. Idealisme seperti ini tentunya tidak boleh diremehkan dengan

anggapan bahwa semuanya akan muncul jika mereka sudah dewasa. Sebab,

idealisme yang dikecewakan dapat berkembang menjadi tingkah laku

(16)

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson

disebut dengan identitas ego (ego identity) (Bischof, 1983). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang seing ditunjukkan oleh remaja yaitu sebagai berikut:

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idelaisme,

angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun

sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai

untuk mewujudkan semua itu.Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh

lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi

psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih

belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering

mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara

mereka dengan orang tua.

3. Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya

tersalurkan.Biasanya hambatan dari segi keuangan atau biaya. Sebab,

menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang

banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian

orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal.

4. Aktivitas berkelompok

Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka

berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.Mereka

melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala

dapat diatasi bersama-sama (Singgih DS., 1980).

Sesuai dengan kekhasan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di

(17)

penyesuaian diri remaja adalah sebagaimana dipaparkan di dalam buku Psikologi

Remaja oleh Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004), berikut ini:

1. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya

Penyesuaian diri remaja secara khas berupaya untuk dapat berperan sebagai

subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak ataupun

orang dewasa.

2. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan

Penyesuaian diri remaja secara khas berjuang ingin meraih sukses dalam

studi, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang,

terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.

3. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks

Penyesuaian diri remaja secara khas ingin memahami kondisi seksual dirinya

dan lawan jenisnya serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan

seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan

agama.

4. Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial

Penyesuaian diri remaja secara khas ingin menginteraksikan antara dorongan

untuk bertindak bebas di satu sisi, dengan tuntutan norma sosial pada

masyarakat di sisi lain.

Menurut Schneiders (1984), setidakya ada lima faktor yang mempengaruhi proses

penyesuaian diri remaja tersebut, yaitu:

1. Kondisi fisik

Seringkali kondisi fisik berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri remaja.

Aspke-aspek yang daoat mempengaruhi penyesuaian diri remaha adalah (a)

hereditas dan konstitusi, (b) sistem utama tubuh, (c) kesehatan fisik

2. Kepribadian

Unsur-usur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap peneysuaian diri

adalah (a) kemauan dan kemampuan untuk berubah, (b) pengaturan diri, (c)

(18)

3. Edukasi/Pendidikan

Termasuk unsur-unsur penting dalam edukasi/oendidikan yang dapat

mempengaruhi penyesuaian diri, adalah (a) belajar, (b) pengalaman, (c)

latihan, dan (d) determinasi diri

4. Lingkungan

Berbicara faktor lingkungansebagai variabel yang berpengaruh terhadap

penyesuaian diri sudah tentu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat

5. Agama dan Budaya

Masa Remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi

perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan badai

dan stress (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang

individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa

menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik.

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja, menurut

pandangan Gunarsa dan Gunarsa (1991), yakni:

1. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan-perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat

herediter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya , misalnya postur tubuh,

bakat-minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya.

2. Faktor exogen (nurtutre). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

berasal dari luar diri individu itu sendiri.Faktor ini diantaranya berupa lingkungan

fisik maupun lingkungan sosial.Lingkungan fisik berupa tersedianya sarana dan

fasilitas, letak geografis, cuaca, iklim, dan sebagainya.Sedangkan lingkungan

(19)

individu atau sekelompok individu di dalamnya, misalnya tetangga, teman,

lembaga pendidikan, dan sebagainya.

Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tak dapat dipisahkan.Kedua

faktor itu saling berpengaruh sehingga terjadi interaksi antara faktor interaksi antara

faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi

perkembangan remaja.

Pada usia remaja terdapat pula tugas-tugas perkembangan tertentu yang harus

dipenuhi oleh individu. Pada akhir masa remaja ini, diharapkan tugas-tugas tersebut

telah terpenuhi sehingga individu siap memasuki masa dewasa dengan peran-peran

dan tugas-tugas barunya sebagai orang dewasa. Hurlock (1991) menegemukakan

tugas-tugas perkembangan masa remaja adalah berusaha:

1. Mampu menerima keadaaan fisiknya.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan

jenis.

4. Mencapai kemandirian emosional.

5. Mencapai kemandirian ekonomi.

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan

untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa.

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.

10.Memahami dam memepersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.

Dewasa ini tidak sedikit remaja yang melakukan perbuatan antisocial maupun

asusila karena tugas-tugas perkembangan tersebut kurang berkembang dengan

(20)

Menurut Boonggarts,J: Cohen,B, (1998) dalam BKKBN dan UNFPA, (2005)

pada masa remaja banyak kejadian penting dalam hal biologis dan demografi yang

sangat menentukan kualitas kehidupan remaja di masa depan. Kesejahteraan remaja

tergantung dari pemanfaatan kesempatan untuk pengembangan pribadi serta

pencegahan putus sekolah dan berperilaku sosial yang menyimpang seperti hubungan

seksual pranikah.

Schafer (1973), mengukur perkembangan remaja dalam istilah “separation” dan “autonomy”.Tujuan utama remaja adalah upayanya untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tua.Sementara itu Crikhtenmihalyi & Larson (1984) menjelaskan

bahwa bagi remaja, waktu dengan teman merupakan bagian penting bagi remaja

dalam kesehariannya.Teman bagi remaja merupakan tempat menghabiskan

waktu.Berbicara.Berbagi kesenangan dan kebebasan. Terdapat tiga model klasik dari

hubungan antara keluarga, dan teman sebaya pada remaja, yaitu:

1. Model Psikoanalisa

Model Psikoanalisa menjelaskan kematangan dalam tiga konsep, yaitu:

konflik, kebebasan dan autonomy. Menurut Frued (1966), masa remaja

merupakan waktu terjadinya konflik internal antara ketergantungan dan

dorongan autonomy. Relasi dengan teman senaya merupakan lingkungan

aman untuk mengembangkan kemampuan autonomy dan memisahkan remaja

dari orang tua.

2. Model Sosialisasi (teman sebaya sebagai saingan bagi orang tua)

Pandangan yang lebih negative dari pergaulam pada masa remaja menjadi

jelas dari hasil penelitian para sosiolog terhadap kelompok orang tua dan

teman sebaya.Sudut pandang ini melihat orang tua sebagai pengawas dan

pemberi kritik yang tajam pada perkembangan anaknya agar anak dapat

memberikan kesinambungan dalam menjalin norma-norma sosial (Brittan

1963; Kahn 1989).

(21)

Teman sebaya merupakan suatu kelompok yang unik dan saling melengkapi

dengan orang tua.Relasi teman sebaya memberikan kontribusi yang unik bagi

perkembangan.Piaget (1932) menekankan secara khusu bahwa pengalaman

anak dengan teman sebaya dan orang tua tidak dilihat sebagai pesaing ataupun

sebagai pengganti, tapi lebih dilihat bahwa masing-masing memberikan

penekanan khusus yang berbeda.

Remaja yang juga merupakan makhluk sosial sebenarnya memiliki kemampuan

untuk mengontrol, menguasai diri, serta mendisplinkan dirinya.Remaja sesungguhnya

mampu membatasi diri dalam menggunakan kebebasan yang diberikan kepada

mereka. Perlu ditekankan disini bahwa berhasil tidaknya kerja sama antara remaja

dan orang tua merupakan permasalahan kemampuan membangun hubungan

manusiawi. Untuk itu, orang tua hendaknya mampu mempelihatkan dirinya sebagai

teladan atau menjadi contoh kepribadian yang hidup atas nilai-nilai yang dijunjung

tinggi. (Asrori, Ali:2004,101).

2.1.4 Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja

PendidikanKesehatan

Reproduksimerupakanupayauntukmemberikanpengetahuantentangfungsiorganreproduks

idenganmenanamkanmoral,etika,

sertakomitmenagamaagartidakterjadi“penyalahgunaan”organreproduksitersebut (Dariyo,

Agoes. 2004).

Kesehatan Reproduksiadalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh

dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem

reproduksi(Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan,

1994).Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan

sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek

yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu

keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu

(22)

Pendidikan kesehatan reproduksi harus dianggap sebagai bagian dan

proses-proses pendidikan, dengan demikian mempunyai tujuan untuk memperkuat

dasar-dasar pengetahuan dan pengembangan kepribadian. Dengan kata lain, pendidikan

kesehatan reproduksi adalah bagian integaral dari usaha-usaha pendidikan pada

umumnya (Gunarsa, S.D. & Gunarsa, Y. S. D. 2000). Adapun yang menjadi materi

dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi pada remaja, yakni:

1. Perubahan Fisik remaja, yang meliputi:

- Tanda-tanda seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid yang

pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja laki-laki

- Tanda-tanda seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki. Misalnya

tumbuhnya paudara, membesarnya pinggul, dan tumbuhnya bulu halus pada

bagain tubuh tertentu pada remaja perempuan. Sementara itu pada remaja

laki-laki ditandai dengan bertumbuhnya jakun, dada yang membesar, dan

tumbuhnya bulu janggut, kumis, dan bagian tubuh tertantu lainnya.

2. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat

melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).

Perilaku seksual pranikah merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan

seksual untuk mendapatkan kesenangan seksual dengan lawan jenis yang

dilakukan tanpa ikatan perkawinan yang sah.Terdapat berbagai bentuk perilaku

seksual prnikah, seperti berkencan intim, berciuman, bercumbu, dan melakukan

kontak seksual.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual pranikah,

yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan sekitar

yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang diterima, bentuk

penyaluran kasih saying yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan

biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri yang

cenderung berakibat negatif.

Sementara itu menurut Wilson (dalam Ghifari 2003) akibat yang diperoleh dari

perilaku seksual pranikah mencakup perkembangan mental (psikis), fisik, dan

(23)

kemungkinan menggugurkam kandungan, akibat lainnya yakni terciptanya

kenangan yang buruk yang berujung pada penghakiman sosial, dan tentunya

berujung pada penyakit menular seksual.

3. Pendewasaan Usia Perkawinan,merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional yang bertujuan untukmemberikan pengertian dan kesadaran

kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat

mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga,

kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial dan tentunya ekonomi.

Adapaun yang menjadi kerangka dalam pendewasaan usia perkawinan dalam

materi pendidikan kesehatan reproduksi yakni :

- Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20

tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.

- Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur

20-35 tahun, dan

- Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak

kehamilan 2-4 tahun

4. Penyakit Menular Seksual, adalah pengetahuan tentang penyakit yang

ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea, klamidia,

sifilis, dll.

5. Penyalahgunaan NAPZA, pengetahuan tentang dampak negatif dari penggunaan

NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Dampak penyalahgunaan NAPZA terhadap kesehatan reproduksi adalah

gangguan padaendokrin, seperti penurunan fungsi hormon reproduksi, serta

gangguan fungsi seksual.Bagi remaja perempuan dapat berdampak pada

perubahan dan ketidakteraturan periode menstruasi.Dampak buruk lainnya

dari penyalahgunaan NAPZA, ialah tertular penyakit HIV/AIDS yang

ditularkan melalui jarum suntik, dan hubungan seksual.Secara umum dampak

penyalahgunaan NAPZA dapat terlihat pada fisik, psikis, maupun sosial

seseorang.Dan seseorang yang sudah menggunakan NAPZA cenderung

(24)

Namun, Pendidikan Kesehatan Reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat

perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi

(Dianawati,2003), yaitu:

1. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pendidikan kesehatan reproduksi,

seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan

medis, sementara pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi

kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga masih minimal.

2. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi

hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan,

sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja.

3. Banyak yang masih mentabukan untuk membahas pendidikan kesehatan

reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti

membahas masalah hubungan seks.

Menurut remaja membahas soal seks, kesehatan reproduksi remaja, perlaku

seksual, akan lebih terbuka dan lebih senang bila dilakukan dengan teman sebaya

sendiri dari pada dengan orang tua. Hal ini dikarenakan remaja merasa enggan untuk

menyampaikan masalah dan mencari jawaban dari orang tuanya. Sementara banyak

juga orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan dan merasa risih untuk

membicarakan mengenai perkembangan biologis, psikologis, serta masalah kesehatan

reproduksi dengan anak-anaknya (Pinem, 2009: 311)

Beberapa hal penting yang dapat diperhatikan dalam memberikan Pendidikan

Kesehatan Reproduksi Remaja (Gunarsa, S.D. dan Gunarsa, Y.S.D., 2000:99) yakni:

1. Cara menguraikan sesuatu harus wajar dan sederhana, jangan terlihat

ragu-ragu seperti mengesankan kurang terbuka, terlalu penting atau istimewa.

2. Isi uraiannya harus objektif. Namun jangan menerangkan yang tidak-tidak,

seolah-olah bertujuan agar anak tidak akan bertanya lagi. Boleh

mempergunakan contoh atau simbol, namun jangan memberikan

(25)

3. Dangkal atau mendalamnya isi uraiannya harus sesuaikan dengan kebutuhan

dan dengan tahap perkembangan anak.

4. Pendidikan kesehatan reproduksi harus diberikan secara pribadi, karena

luas-sempitnya pengetahuan dengan cepat-lambatnya tahap-tahap perkembangan

tidak sama buat semua anak.

5. Pada akhirnya perlu diperhatikan bahwa usaha melakukan pendidikan

kesehatan reproduksi perlu dilakukan berulang-ulang.

Sementara itu Agoes Dariyo, Psi, di dalam bukunya Psikologi Perkembangan

Remaja (2004) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan

pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja, yakni seperti:

1. Perubahan dan fungsi organ-organ reproduksi selama remaja

2. Perubahan kondisi psikologis-emosional selama masa pubertas

3. Dampak positif-negatif media masa bebas terhadap perilaku seksual remaja

4. Fungsi dan kegunaan alat-alat kontrasepsi, seperti: IUD kondom

5. Cara mencegah dan mengatasi terjadinya hubungan bebas di kalangan remaja.

Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan reproduksi secara maksimal,

sebaiknya para pendidik mempertimbangkan teknik apa yang tepat (efektif dan

efisien) untuk menyampaikan bahan-bahan informasi kepada individu atau

sekelompok individu, khususnya remaja. Ada beberapa teknik pengajaran (Dariyo

Agoes, 2002:39) yakni:

1. Ceramah

Dalam teknik ini bersifat monolog yakni seorang pendidik berusaha

menyampaikan dan menjabarkan bahan-bahan informasi secara lisan kepada

audien (pendengar). Namun cara ini umumnya kurang efektif, kalau

pendengar tidak memahami istilah-istilah penting dalam materi ceramah.

2. Permainan peran

Para peserta dalam pengajaran/pendidikan kesehatan reproduksi, dilibatkan

(26)

naskah drama atau sandiwara, maka pendidik perlu menyiapkan scenario jalan

cerita drama itu. Sehingga hal ini perlu persiapan yang matang dan mungkin

perlu kerja sama dengan penulis/pengarang cerita. Bila ini terwujud, maka

efektivitas pedidikan kesehatan reproduksi ini cukup tinggi, karena peserta

didik (remaja) dapat memahami, merasakan, mengalami, menghayati arti

pendidikan kesehatan reproduksi bagi hidupnya.

3. Diskusi

Biasanya, setelah diberi topik atau tema suatu pembicaraan tertentu, para

peserta (remaja) diminta secara aktif untuk menyampaikan informasi,

mendebat atau mempertahankan pendapat kepada individu lain. Pendidik

dapat berfungsi sebagai fasilitator demi terciptanya kelancaran proses diskusi

itu, atau kadang-kadang ia perlu menjadi nara sumber untuk memberi

keterangan secara akurat, ilmiah dan sistematis, tentang pokok bahasan yang

dijadikan bahan diskusi.

4. Pemutaran Film

Dalam teknik ini, peserta didik (remaja) diajak untuk menyaksikan film-film

yang telah disiapkan terlebih dahulu.Tentu film yang dimaksudialah yang

mengandung unsur-unsur mendidik, agar mereka memiliki pemahaman,

pandangan dan sikap yang baik dan benar terhadap masalah kesehatan

reproduksi.

2.2 Kerangka Konsep

Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat

dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama(Bungin, 2001:148).

Kerangka konsep adalah tahapan di mana peneliti dapat menggambarkan rancangan

dan strategi penelitian ini akan dijalankan. Peniliti haruslah mengkombinasikan

masalah penelitian, teori yang digunakan serta bagaimana penerapan metodologi

(27)

2.3 Variabel Penelitian

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas,

maka untuk lebih memudahkan operasionalisasi dalam memecahkan masalah perlu

dibuat operasional variabel dalam penelitian:

Tabel2.1 Operasional Variabel

Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep 1. Komunikasi Interpersonal

Orang tua dan Anak

2. Pendidikan Kesehatan

- menempatkan diri pada situasi atau kondisi orang lain

c. Sikap mendukung: - memotivasi

- mengurangi sikap defensif d. Sikap positif:

- berfikiran positif - tidak menaruh curiga - memberi pujian e. Kesetaraan: - kesamaan

- tidak memaksa kehendak

Materi Pendidikan Kesehatan Reproduksi:

a. Perubahan fisik pada remaja Pendidikan Kesehatan

Reproduksi Komunikasi Interpersonal

(28)

3. Karakteristik Responden

- Tanda-tanda Seks Primer - Tanda-tanda Seks Sekunder b. Perilaku Seksual Pranikah c. Pendewasaan Usia Perkawinan - Usia minimal pada saat perkawinan

- Masa menjarangkan kehamilan - Jumlah Anak

c. Penyakit Menular Seksual (HIV/AIDS, gonorea, klamidia, sifilis, dll.)

d. Penyalahgunaan NAPZA

a. Usia

b. Jenis Keamin c. Kelas

d. Jurusan

2.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi variabel operasional bukanlah definisi konsep yang diajukan para ahli,

tetapi sudah merupakan definisi yang lebih operasional tentang variabel itu sendiri,

dan tentu saja bagaimana mengukur variabel itu (Idrus, 2009:81).

Adapauun definisi operasional dari variabel-variabel penelitian ini adalah:

1. Komunikasi Interpersonal:

a. Keterbukaan, adalah saling menyampaikan informasi penting secara

transaparan, tanpa ada yang ditutupi, dan saling percaya antara orang tua dan

anak.

- Transparan, adalah bagian dari keterbukaan yakni menyampaikan informasi

secara benar, sesuai fakta, tanpa ada yang ditutupi antara orang tua dan anak.

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat transparan

: - Transparan

: - Kurang transparan

(29)

- Saling Percaya, adalah bagian dari keterbukaan yakni adanya rasa yakin

terhadap informasi yang disampikan juga yakin diantara orang tua dan anak.

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat saling percaya

: - Saling percaya

: - Kurang saling percaya

: - Tidak saling percaya

b. Empati, adalah kemampuan untuk mendengarkan, memahami, dan

menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang dialami diantara orang tua

dan anak.

- Mendengarkan, adalah bagian dari empati yakni memperhatikan dengan baik

dan sungguh-sungguh pesan yang disampaikan oleh komunikator, baik itu

orang tua maupun anak.

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat mendengarkan

: - Mendengarkan

: - Kurang mendengarkan

: - Tidak mendengarkan

- Memahami, adalah bagian dari empati yakni mengetahui secara benar makna

pesan yang disampaikan oleh komunikator, baik itu orang tua maupun anak.

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat memahami

: - Memahami

: - Kurang memahami

: - Tidak memahami

- Menampatkan diri pada situasi atau kondisi orang lain, adalah bagian dari

empati yakni merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dengan cara

melihat suatu persoalan melalui sudut pandang orang tersebut.

(30)

Indikator : - Sangat menempatkan diri pada situasi orang lain

: - Menempatkan diri pada situasi orang lain

: - Kurang menempatkan diri pada situasi orang lain

: - Tidak menempatkan diri pada situasi orang lain

c. Sikap mendukung, adalah kemauan untuk saling memotivasi, tanpa adanya

sikap melindungi diri dari ancaman yang akan ditanggapi nantinya (defensif)

antara orang tua dan anak.

- Memotivasi, adalah bagian dari sikap mendukung yakni memberikan suatu

dorongan ke arah yang lebih baik, diantara orang tua dan anak

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat memotivasi

: - Memotivasi

: - Kurang memotivasi

: - Tidak memotivasi

- Megurangi Sikap Defensif, adalah bagian dari sikap mendukung yakni

mengurangi sikap tidak menerima, tidak jujur, melindungi diri dari ancaman

yang akan ditanggapi dalam situasi komunikasi

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Tidak defensif

: - Kurang defensif

: - Defensif

: - Sangat defensif

d. Sikap positif, adalah berfikir positif, tanpa menaruh curiga, dan saling

memberikan pujian jika memang diperlukan antara orang tua dan anak.

- Berfikir Positif, adalah bagian dari sikap positif yakni memandang sesuatu

dari segi positifya baik diantara orang tua dan anak

Sakala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat berfikir positif

: - Berfikir positif

(31)

: - Tidak berfikir positif

- Tidak Menaruh Curiga, adalah bagian dari sikap positif yakni tidak menaruh

rasa kurang percaya atau sangsi terhadap kebenaran atau kejujuran seseorang

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Tidak menaruh curiga

: - Kurang menaruh curiga

: - Menaruh curiga

: - Sangat menaruh curiga

- Memberi Pujian, adalah bagian dari sikap positif yakni memberikan suatu

ucapan yang membuat orang yang mendengar merasa tersanjung yang

menunjukkan betapa kita menyukai apa yang dilakukan

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat memberi pujian

: - Memberi pujian

: - Kurang memberi pujian

: - Tidak memberi pujian

e. Kesetaraan, adalah kesamaan, dan tanpa memaksakan kehendak antara orang

tua dan anak.

- Kesamaan, adalah bagian dari kesetaraan. Kesamaan dalam komunikasi

artinya berkomunikasi pada tingkatan yang sama antara komunikator dan

komunikan, tanpa mempertegas pebedaan yang ada

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat sama

: - Sama

: - Kurang sama

: - Tidak sama

- Tidak Memaksakan Kehendak, adalah bagian dari kesetaraan. Tidak

memaksakan kehendakak dalam berkomunikasi yakni tidak memaksakan

komunikan untuk melakukan sesuai degan apa yang dikehendaki komunikator

(32)

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat memaksakan kehendak

: - Memaksakan kehendak

: - Kurang memaksakan kehendak

: - Tidak memaksakan kehendak

2. Materi Kesehatan Reproduksi:

a. Perubahan fisik pada remaja

- Tanda-tanda Seks Primer, adalah pengetahuan tentang terjadinya haid

yang pertama pada remaja perempuan, dan mimpi basah pada remaja

laki-laki.

- Tanda-tanda Seks Sekunder, adalah pengetahuan tentang perubahan fisik

maupun organ reproduksi pada remaja perempuan dan laki-laki.

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat mengetahui

: - Mengetahui

: - Kurang mengetahui

: - Tidak mengetahui

b. Perilaku Seksual Pranikah, adalah pengetahuan tentang sebab dan akibat

melakukan hubungan seksual belum pada waktunya (pranikah).

Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat mengetahui

: - Mengetahui

: - Kurang mengetahui

: - Tidak mengetahui

c. Penyakit Menular Seksual, adalah pengetahuan tentang penyakit yang

ditularkan melalui hubungan seksual, seperti HIV/AIDS, gonorea,

klamidia, sifilis, dll.

(33)

Indikator : - Sangat mengetahui

: - Mengetahui

: - Kurang mengetahui

: - Tidak mengetahui

d. Pendewasaan Usia Perkawinan, yang meliputi:

• Pengetahuan tentang usia minimal pada saat perkawinan, yaitu 20 tahun

bagi wanita dan 25 tahun bagi pria,

- Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat mengetahui

: - Mengetahui

: - Kurang mengetahui

: - Tidak mengetahui

• Pengetahuan tentang masa menjarangkan kehamilan, yaitu pada umur

20-35 tahun,

- Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat setuju

: - Setuju

: - Kurang setuju

: - Tidak setuju

• Jumlah anak, yaitu dianjurkan untuk memiliki 2 anak, dengan jarak kehamilan 2-4 tahun.

- Skala Pengukuran : Ordinal

Indikator : - Sangat setuju

: - Setuju

: - Kurang setuju

: - Tidak setuju

e. Penyalahgunaan NAPZA, pengetahuan tentang dampak negatif dari

penggunaan NAPZA (Narkoba, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif

lainnya)

(34)

Indikator : - Sangat mengetahui

: - Mengetahui

: - Kurang mengetahui

: - Tidak mengetahui

3. Karakteristik Responden, terdiri dari:

a. Usia adalah umur responden pada saaat pengisian kuesioner.

Skala Pegukuran : Nominal

Indikator : - 16 tahun

: - 17 tahun

b. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin responden pada saaat pengisian

kuesioner.

Skala Pengukuran : Nominal

Indikator : - Laki-laki

: - Perempuan

c. Kelas adalah kelas responden pada saaat pengisian kuesioner.

Skala Pendukuran : Nominal

Indikator : - X

: - XI

d. Jurusan adalah jurusan responden pada saaat pengisian kuesioner.

Skala Pengukuran : Nominal

Indikator : - IPA

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hubungan antara bentuk komunikasi antarpribadi orang tua dan anak dengan sikap terhadap kesehatan reproduksi remaja

Oleh karena itu, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru

Saat ini untuk anak usia sekolah dasar dari keluarga menengah, sudah sangat sering di jumpai anak anak sudah mendapatkan fasilitas gadget dari orang tua nya masing masing, itu

Pada pengguna napza, kontrol diri menjadi sangat kurang, rasa malu menipis, kesadaran memudar, dan semuanya ini memudahkan untuk terjun ke dalam seks bebas dan penuh risiko

Contohnya, ketika orang tua bermain dengan anaknya, mereka memberikan informasi mengenai bagaimana orang-orang berinteraksi satu sama lain pada situasi sosial, mengikuti