• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Usia Pasien Dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2011-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Antara Usia Pasien Dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer Di Rsud Dr. Moewardi Tahun 2011-2012"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA USIA PASIEN

DENGAN DERAJAT KEGANASAN TUMOR OVARIUM

PRIMER DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2011-2012

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Nurlailiyani G0009158

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta 2013

(2)

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer

di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012

Nurlailiyani, NIM: G0009158, Tahun: 2013

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Selasa, Tanggal 5 Februari 2013

Pembimbing Utama

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 5 Februari 2013

Nurlailiyani

NIM. G0009158

(4)

iv ABSTRAK

Nurlailiyani, G.0009158, 2013. Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012. Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Di Indonesia, Keganasan ovarium merupakan salah satu kasus ginekologi yang paling sering ditemukan pada perempuan dan menempati urutan ketiga setelah kanker serviks dan kanker payudara. Terdapat 21.990 kasus keganasan ovarium yang terdeteksi pada tahun 2011 dan sekitar 15.460 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Tingginya prevalensi kematian akibat keganasan ovarium di Indonesia dapat disebabkan oleh keterlambatan dalam diagnosis sehingga ketika terdeteksi, penyakit ini telah mencapai stadium lanjut. Kondisi ini disebabkan kurangnya metode yang dapat diandalkan dan spesifik untuk deteksi dini kanker ovarium. Etiologi kanker ovarium belum sepenuhnya jelas. Faktor risiko terkuat yang diketahui adalah meningkatnya usia.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012.

Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan analitik observasional

dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis klinis tumor ovarium di RSUD Dr. Moewardi. Jumlah sampel adalah sebanyak 110 orang diambil dengan teknik consecutive sampling. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medik pasien dan memberikan kuesioner kepada sampel (data primer). Setelah data diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi Square.

Hasil Penelitian: Dari 110 sampel penelitian terdapat 82 kasus keganasan ovarium dan 28 jinak. Sejumlah 48.8 % kasus keganasan terjadi pada wanita di atas 50 tahun dan 53.6 % tumor jinak ditemukan pada wanita usia 35-50 tahun. Pengujian statistik dilakukan terhadap variabel penelitian yaitu kelompok usia dan derajat keganasan tumor ovarium. Pengujian statistik menghasilkan nilai uji statistik (X2) sebesar 10.028 dengan signifikansi (p) sebesar 0.018. Nilai p < 0.1 berarti bahwa pada taraf kepercayaan 90 % atau tingkat signifikansi 10 % korelasi kedua variabel signifikan.

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara kelompok usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer. Keganasan tumor ovarium mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya usia.

Kata kunci: kelompok usia, derajat keganasan, tumor ovarium primer

(5)

v ABSTRACT

Nurlailiyani. G.0009158. 2013. The Correlation between Patient’s Age and the Degree of Malignancy Primary Ovarian Tumor in RSUD Dr. Moewardi for the Period 2011-2012. Mini Thesis, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: In Indonesia, Ovarian cancer has been one of the most frequent gynecologic malignancy found in women and come in third after cervix and breast cancer. There were 21.990 cases of ovarian cancer detected in 2011 and approximately 15.460 cases of which were fatal. The high prevalence of ovarian cancer deaths in Indonesia may be caused by delays in diagnosis so that when detected, the disease has reached an advanced stage. This condition was due to the lack of a reliable and specific method for the early detection of ovarian cancer. The etiology of ovarian cancer was not yet completely clear. The strongest known risk factor was increasing age.

Objective: The objective of this research was to know the correlation between patient’s age and the degree of malignancy primary ovarian tumor in RSUD Dr. Moewardi for the period 2011-2012.

Methods: The study design was analytic observational with cross sectional approach. The sample of this research was patient with a clinical diagnosis of primary ovarian tumor in RSUD Dr. Moewardi. The numbers of sample were 110 people and were taken by consecutive sampling technique. People who were chosen as the sample are given the questionnaire. They answered the question in the questionnaire. After the data collected, then the data was analyzed using chi-square test.

Results: There were 110 objects as the sample of this research, contained 82 cases of ovarian malignancy and 28 cases benign. Around half (48.8 %) of ovarian cancer occurred in women over 50 years and 53.6 % of ovarian benign tumor occurred in women aged 35-50. Statistical tests using Chi Square test performed on the variables which were group of age and the degree of malignancy primary ovarian tumor. Test services utilization. Statistical test result value of the test statistic (X2) was 10.028 with significance (p) of 0.018. P–value < 0.1 means that the confidence level of 90 % or 10 % significance level significant correlation both variables.

Conclusions: There was a correlation between patient’s age and the degree of malignancy primary ovarian tumor in RSUD Dr. Moewardi for the period 2011-2012. The incidence of ovarian malignancy increased along with the increased of age.

(6)

vi PRAKATA

Segala puji bagi Allah Subhanahuata’ala, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2011-2012. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Allaihi wasallam dan para sahabat.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai p ihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan FK UNS Surakarta.

2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta. 3. Heru Priyanto Samadi, dr., Sp. OG (K), selaku Pembimbing Utama yang

telah memberikan b imbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.

4. Slamet Riyadi, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini. 5. H. Tri Budi W., dr., Sp. OG (K), selaku Penguji Utama yang telah

memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Rosalia Sri Hidayati, dr., M.Kes, selaku Penguji Pendamping yang telah

memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. 7. Seluruh dosen dan staf Bagian Obstetri Ginekologi Rumah Sakit Dr.

Moewardi, Bagian Biologi FK UNS Surakarta dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.

8. Keluarga tercinta, Ayah, Ibu, Paman, Bibi dan Adikku tercinta Muhammad Sholihan, Indah Kurniawati yang menjadi motivator utama penulis dalam menyusun skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat yang tak tergantikan Rifa, Devi, Ardi, dan Regina yang selalu membantu penulis.

10.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Februari 2013

Nurlailiyani

(7)

vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

A. Tinjauan Pustaka ... 4

B. Kerangka Pemikiran ... 34

C. Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

C. Subjek Penelitian ... 36

D. Rancangan Penelitian ... 39

E. Identiikasi Variabel Penelitian ... 39

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

G. Alat dan Bahan... 40

H. Analisis Data ………..41

(8)

viii

BAB IV HAS IL PENELITIAN ... 42

A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ... 42

B. Karakteristik Subjek Penelitian... 43

C. Hubungan antara Usia dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium . 47 BAB V PEMBAHASAN ... 49

BAB VI PENUTUP ... 57

A. Simpulan... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Klasifikasi Histopatologi Tumor Ovarium menurut WHO ... 15

Tabel 2. 2. Tampilan Makroskopis Tumor Ovarium Jinak dan Ganas ... 22

Tabel 2. 3. Stadium Kanker Ovarium Menurut (FIGO) 2000 ... 24

Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 33

Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Keganasan Tumor Ovarium... 35

Tabel 4. 3. Tabulasi S ilang antara Derajat Keganasan Tumor Ovarium Berdasarkan Umur ... 35

Tabel 4. 4. Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer... 36

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Jenis-jenis Tumor Ovarium m enurut Sel Asal Tumor... 19

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian dan Pengambilan Sampel

Lampiran 6. Surat Bukti Telah Menyelesaikan Penelitian

Lampiran 7. Tabel Chi-Square

Lampiran 8. Analisis Data Statistik

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ovarium memiliki potensi besar untuk menjadi tumor neoplastik dan

keganasan, di samping terjadi tumor yang timbul akibat fungsinya yang biasa

disebut tumor non neoplastik. Mayoritas tumor ovarium bersifat jinak dan 2

% di antaranya memiliki risiko seumur hidup untuk berkembang menjadi

kanker ovarium (Haffner dan Schust , 2008; Manubrata, 2001).

Tumor ganas atau kanker merupakan pertumbuhan sel yang tidak

terkendali, mampu menginvasi dan bermetastasi (Murray et al., 2003).

Kanker ovarium merupakan kanker ke-6 terbanyak yang ditemukan pada

perempuan di dunia. Kanker ini merupakan penyebab kematian utama

keganasan ginekologi di Amerika Serikat. Pada tahun 2011 diperkirakan

terdapat 21.990 kasus baru kanker ovarium dan 15.460 meninggal oleh

penyakit tersebut (Siegel et al., 2011; Wey et al., 2009). Survei Departemen

Kesehatan Indonesia tahun 2004 hingga 2007 menyebutkan kanker ovarium

sebagai kanker sistem reproduksi perempuan tersering ketiga setelah

payudara dan serviks (DKPDI, 2009).

Angka kematian pada kanker ovarium jauh lebih besar dibandingkan

dengan jenis kanker sistem genitalia perempuan lainnya. Hal ini dikarenakan

kanker ovarium tidak memiliki gejala awal khas yang menyulitkan deteksi

hingga mencapai stadium lanjut. Sebanyak 70 % kanker ovarium didiagnosis

1

(13)

setelah mencapai stadium lanjut (III-IV) yaitu setelah kanker menyebar luas

dan bermetastasis jauh sehingga menyebabkan buruknya prognosis penyakit.

Kelangsungan hidup pasien terutama tergantung pada stadium penyakit

pasien. Tingkat ketahanan hidup rata-rata 5 tahun pada pasien stadium I

mencapai 93 % dan 70 % pada stadium II. Namun, angka tersebut turun

hingga mencapai 37 % dan 25 % jika diagnosis ditegakkan pada stadium III

dan IV (Yallapu et al., 2010; Busmar, 2008).

Usia merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan risiko

keganasan. Kejadian keganasan ovarium meningkat seiring dengan

peningkatan usia. Keganasan ovarium meningkat pada usia setelah 45 tahun.

Usia median saat terdiagnosis adalah 63 tahun dan 48 % penderita ditemukan

pada usia di atas 65 tahun (Andrijono, 2003; Busmar, 2008).

Masa adneksa sering ditemukan selama usia reproduksi. Selama tahap

kehidupan ini, masa tersebut biasanya disebabkan oleh kista ovarium

fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pasca infeksi tuba

fallopi. Pada anak perempuan yg berusia di bawah 20 tahun dan wanita di

atas usia 50 tahun, 10 % dari masa yang teraba bersifat ganas. Sekitar 85-90

% kanker ovarium terjadi pada wanita pasca menopause (Haffner dan Schust,

2008).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor

ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi.

(14)

B. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor

ovarium primer ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui insidensi tumor ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi

antara tahun 2011-2012.

2. Tujuan Khusus

Mengetahui hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan

tumor ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi antara tahun 2011-2012.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi ilmiah mengenai hubungan antara usia pasien

dengan derajat keganasan tumor ovarium primer di RSUD Dr.

Moewardi antara tahun 2011-2012.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam

penelitian-penelitian lanjutan mengenai tumor ovarium.

2. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan sasaran

usia dalam perencanaan tindakan edukasi atau penyuluhan pada pasien

dengan risiko tinggi keganasan ovarium karena hingga saat ini belum ada

prosedur tetap yang baku bagi upaya preventif maupun deteksi dini

keganasan ovarium.

(15)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Histologi Ovarium

Organ-organ internal sistem reproduksi perempuan terdiri dari dua

ovarium, dua tuba fallopii atau saluran telur, uterus dan vagina. Pada

perempuan dewasa, ovarium bertanggung jawab melepaskan gamet (sel

telur atau oosit) dan memproduksi hormon-hormon steroid, androgen serta

progesteron. Ovarium memiliki bentuk yang menyerupai buah kemiri,

dengan ukuran bervariasi, tergantung usia. Pada usia reproduksi, ukuran

ovarium kurang lebih panjang 3 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1 cm (Junquiera

dan Carneiro, 2002; Prince dan Wilson, 2005).

Secara Histologis ovarium terdiri dari bagian medulla dan korteks

yang tidak berbatas jelas. Medulla merupakan bagian tengah yang terdiri

dari jaringan vaskuler yang luas pada jaringan ikat selu ler longgar yang

merupakan perpanjangan dari mesovarium. Tiap ovarium dikelilingi oleh

kapsula fibrosa, yang disebut tunika albugenia. Tunika albugenia ini

merupakan permukaan terluar korteks. Di atas tunika albugenia terdapat

epitel pipih selapis atau kuboid, yakni epitel germinativum waldeyer.

Jaringan korteks ovarium berada tepat di bawah tunika albugenia. Di

dalamnya terdapat sejumlah besar folikel ovarium dalam tingkat

perkembangan yang berbeda-beda. Folikel dibagi dalam tiga fase

4

(16)

perkembangan, yaitu folikel primordial, folikel berkembang, dan folikel

matang atau de Graaf. Sebuah folikel ovarium terdiri dari satu oosit yang

dikelilingi oleh satu atau lebih lapisan sel folikel (Haffner dan Schust,

2008; Junquiera dan Carneiro, 2002)

Folikel primordial terdiri dari sebuah oosit primer yang tertahan pada

tahap profase yang dibungkus oleh selapis sel folikel pipih (pregranulosa).

Folikel ini paling banyak ditemukan saat sebelum kelahiran. Pembentukan

folikel primer mulai ditandai dengan perubahan dari lapisan sel

pregranulosa menjadi sel granulosa yang berbentuk kuboid. Deferensiasi

selanjutnya, akan terbentuk teka interna dan teka eksterna yang berasal

dari stroma ovarium di sekeliling sel folikel. Teka interna kaya akan

jaringan vaskuler dan berfungsi menghasilkan hormon sementara teka

eksterna tetap berupa jaringan ikat (Haffner dan Schust,2008).

Selama folikel berkembang terbentuk ruang-ruang kecil di antara sel

folikel yang berisi cairan folikel. Folikel ini bernama folikel sekunder.

Selanjutkan ruangan-ruangan tersebut akan menyatu menjadi sebuah ruang

besar yang disebut antrum. Pada suatu bagian dari dinding folikel oosit

diikat oleh cumulus ooforus yaitu sel-sel dari lapisan granulosa yang

berkumpul dan membentuk bukit kecil sel-sel. Kumulus ooforus ini

menonjol ke dalam antrum. Oosit dilapisi o leh granulose tipis yang disebut

korona radiata. Oosit tidak akan tumbuh lagi. Folikel ini disebut folikel de

Graaf atau matang (Fawcett, 2002).

(17)

Folikel de Graaf akan pecah dan mengeluarkan ovum, proses ini

dinamakan ovulasi. Ovum bersama dengan zona pelusida, beberapa cairan

antrum dan sel-sel yang meliputinya lepas dari ovarium menuju tuba

uterina. Sementara sel granulosa dan sel-sel teka interna menetap di dalam

ovarium membentuk korpus luteum. Korpus luteum merupakan kelenjar

endokrin sementara yang mengekskresikan esterogen dan progesteron

(Fawcett, 2002).

2. Epidemiologi dan Insidensi Tumor Ovarium

Dari seluruh tumor ovarium yang tidak d isebabkan oleh proses

peradangan pada wanita usia produktif, 70 % di antaranya merupakan kista

fungsional, 20 % adalah neoplasma dan 10 % yang lain merupakan

endometriosis. Risiko keganasan sebesar 15 % pada wanita produktif dan

meningkat menjadi 50 % setelah menopause (Neville et al., 2009).

Tumor ganas ovarium menempati peringkat ketiga jenis keganasan

yang paling banyak ditemukan pada sistem genitalia perempuan. Angka

kematian akibat tumor ganas ovarium mencapai separuh dari keseluruhan

kematian akibat keganasan ginekologi. Hal ini disebabkan tumor ganas

ovarium tidak memiliki gejala yang khas sehingga sulit terdeteksi secara

dini. Diperkirakan 70-80 % kanker ovarium terdiagnosis setelah adanya

metastasis jauh sehingga prognosis penyakit menjadi buruk (Kumar et al.,

2005; Sihombing dan Sirait, 2007;Tavassoli dan Devilee, 2003).

Global Cancer Society pada tahun 2008 melaporkan 225.000 kasus

baru kanker ovarium atau sekitar 3.7 % dari keseluruhan kanker pada

(18)

wanita. Angka kematian akibat kanker ovarium mencapai 140.000 (4.2 %

dari total kematian akibat kanker pada wanita). Data dari Survey

Epidemiology End Result Cancer Statistics antara tahun 2004 hingga 2008

menyebutkan insidensi 12.8 per 100.000 orang dengan perkiraan

mortalitas sejumlah 8.4 per 100.000 (SEER, 2011; Jemal et al., 2011).

Di Indonesia berdasarkan data Badan Registrasi Kanker Perhimpunan

Dokter Ahli Patologi Indonesia tahun 1998, kanker ovarium merupakan

salah satu keganasan yang paling sering ditemukan dan menempati urutan

ke 5 (4.9 %) setelah kanker serviks (17.2 %), kanker payudara (12.2 %),

kanker kulit (5.9 %) dan kanker nasofaring (5.3). Adapun berdasarkan data

WHO (2002), kanker ovarium merupakan kanker keempat terbanyak di

Indonesia dengan angka kejadian kasus baru yang mencapai 15 per

100.000 dan merupakan penyebab kematian kelima pada wanita Indonesia

berdasarkan data WHO tahun 2005 (Hardiman et al., 2007).

3. Gejala Klinis

Banyak tumor ovarium yang tidak menimbulkan gejala terutama

tumor yang berukuran kecil. Gejala dan tanda yang timbul sebagian besar

disebabkan oleh pertumbuhan, aktivitas endokrin, atau komplikasi

tumor-tumor tersebut (Sutoto, 2007).

a. Pertumbuhan

Pembesaran dan posisi tumor ovarium dalam rongga perut dapat

memberikan tekanan terhadap organ-organ di sekitarnya. Gangguan

yang timbul akibat penekanan tumor dapat berupa gangguan miksi,

(19)

obstipasi dan edema pada tungkai. Tumor yang lebih besar dapat

menimbulkan rasa penuh di perut dan gejala tidak napsu makan

(Sutoto, 2007).

b. Aktivitas hormonal

Pada umumnya tumor ovarium tidak mengubah pola menstruasi

kecuali tumor yang memproduksi hormon. Tumor ganas sel granulosa

yang memproduksi hormon dapat mengakibatkan terjadinya

hipermenorea dan arhenoblastoma dapat menyebabkan amenorea

(Sutoto, 2007).

c. Komplikasi

1) Perdarahan

Perdarahan ke dalam kista dapat terjadi berangsur-angsur

sehingga menyebabkan perbesaran kista dengan gejala klinis yang

minimal. Jika perdarahan terjadi dalam jumlah besar dan mendadak

akan terjadi distensi cepat kista yang menimbulkan nyeri perut

mendadak (Sutoto, 2007).

2) Putaran tungkai

Putaran tungkai dapat terjadi pada tumor bertangkai dengan

diameter 5 cm atau lebih akan tetapi belum terlalu besar sehingga

terbatas gerakannya. Kehamilan juga dapat mempermudah

terjadinya torsi karena uterus yang membesar dapat mengubah

letak tumor. Putaran tangkai dapat menyebabkan gangguan

sirkulasi, vena yang tertekan menyebabkan terjadinya bendungan

(20)

darah dalam tumor yang jika berjalan terus dapat menyebabkan

nekrosis. Rasa sakit dapat timbul jika terjadi tarikan peritoneum

parietale o leh ligamentum infundibulopelvikum (Sutoto, 2007).

3) Infeksi

Infeksi pada tumor dapat berasal dari pathogen infeksi di

sekitarnya seperti apendisitis, diverticu litis, atau silpingitis akuta.

Kista dermoid cenderung mengalami peradangan disusul

pernanahan (Sutoto, 2007).

d. Sindroma meigs

Empat puluh persen kasus fibroma ovarii ditemukan dengan

sindroma meigs yaitu asites dan hidrotoraks. Keadaan ini dapat

ditemukan pada beberapa tumor neoplastik jinak lain. Dengan

pengangkatan tumor, sindrom juga menghilang. Cairan di rongga

toraks berasal dari cairan di rongga perut. Sindroma meigs harus

dibedakan dengan asites dengan atau tanpa hidrotoraks yang

ditemukan pada tumor ganas. Dalam hal yang terakhir ditemukan

sel-sel tumor ganas dalam sedimen cairan (Sutoto, 2007).

Pada keganasan ovarium, gejala awal sering kali tidak khas, oleh

karena itu lebih dari 70 % perderita kanker ovarium ditemukan sudah

dalam stadium lanjut (Busmar, 2008).

(21)

4. Diagnosis

Tindakan awal yang dilakukan untuk mendiagnosis tumor ovarium

adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi meliputi pemeriksaan

pelvik dan rectal. Pemeriksaan bimanual, perabaan uterus dan ovarium

dilakukan untuk mengetahui bentuk, ukuran, lokasi, konsistensi dan

mobilitas dari masa tumor (Djuanda et al., 2001).

Jika ditemukan tumor pada pemeriksaan maka setelah diteliti

sifat-sifatnya (besar, lokalisasi, permukaan, konsistensi, apakah dapat

digerakkan atau tidak) langkah selanjutnya adalah menentukan jenisnya

bersifat neoplastik atau non neoplastik (Sutoto, 2007).

Tumor oleh karena radang umumnya menunjukkan gejala peradangan

genital dan dalam pemeriksaan tidak dapat digerakkan akibat adanya

perlekatan. Kista non neoplastik umumnya tidak membesar dan dapat

menghilang dengan sendirinya. Adapun jika tumor itu bersifat neoplastik,

timbul persoalan apakah tumor itu jinak atau ganas. Diagnosis pasti

keganasan ovarium memerlukan tindakan laparostomi eksploratif. Akan

tetapi, pemeriksaan dan analisis yang tajam dapat membantu pembuatan

diferensial diagnosis sebelum dilakukan operasi. (Berek, 2005; Sutoto,

2007).

(22)

Metode-metode yang selanjutnya dapat menolong dalam pembuatan

diagnosis yang tepat antara lain,

a. Laparoskopi

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah

tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan

sifat-sifat tumor itu.

b. USG

Pemakaian USG transvaginal (transvaginal color flow doppler)

dapat meningkatkan ketajaman diagnosis karena mampu menjabarkan

morfologi tumor ovarium dengan baik. Kriteria morfologi tumor yang

diperiksa melipurti volume tumor, struktur dinding dan septum tumor

(Azis, 2006).

Sistem kerja USG transvaginal color doppler berdasarkan kepada

analisis gelombang suara doppler (Resistance Index atau RI, Pulsality

Index atau PI, dan Velocity) pembuluh darah pada tumor. Keganasan

dicurigai jika resistance index kurang dari 0,4 (Busmar, 2008; Helm

dan William, 2008).

c. Foto Rontgen

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.

Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya

gigi dalam tumor.

(23)

d. Tumor Markers

CA 125 adalah antigen yang dihasilkan oleh epitel coelom dan

epitel amnion. Pada orang dewasa CA 125 dihasilkan oleh epitel

coelom dan epitel saluran muller. Pemukaan epitel ovarium fetus dan

dewasa tidak menghasilkan CA 125, kecuali kista inklusi, permukaan

epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan pertumbuhan papiler.

Kadar normal yang disepakati untuk CA 125 adalah 35 U/m l.

Pemeriksaan kadar CA 125 memiliki spesifisitas dan positive

predicate value yang rendah. Hal ini karena pada kanker lain dan

keadaan non neoplasma kadar CA 125 juga dapat meningkat (Menon

dan Jacobs, 2005).

5. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Keganasan Ovarium.

Penyebab dari kanker ovarium sampai saat ini belum diketahui secara

pasti. Namun, beberapa penulis telah melaporkan adanya hubungan antara

kejadian kanker ovarium dengan faktor lingkungan termasuk paparan

dengan makanan,virus,dan bahan-bahan industri (Look, 2001).

a. Usia

Etiologi kanker ovarium belum diketahui secara jelas. Namun,

telah diketahui bahwa meningkatnya usia merupakan faktor terkuat

yang memperbesar risiko kanker ovarium.

Tumor ganas ovarium dapat terjadi pada semua umur. Sebagian

kanker ovarium menyerang wanita lanjut usia dan paruh baya, dengan

(24)

tingkat kejadian tertinggi dilaporkan di Amerika Utara dan Eropa

Utara, dan terendah di Jepang dan di negara berkembang (Greenlee et

al., 2000).

Survey Epidemiology End Result periode tahun 2004-2008

menyebutkan, nilai tengah usia pasien saat didiagnosis tumor ovarium

adalah 63 tahun. Sekitar 1.2 % didiagnosis di bawah usia 20 tahun,

terus meningkat sebanyak 3.5 % antara usia 20 dan 34 tahun, 7.3 %

antara 35 dan 44 tahun, 19.1 % antara 45 dan 54 tahun, dan mencapai

23.1 % antar 55 dan 64 tahun. Insidensi menurun menjadi 19.7 %

antara 65 dan 74 tahun, 18.2 % antara 75 dan 84 tahun dan hanya 8 %

di atas usia 85 tahun (SEER, 2011).

Peningkatan angka kejad ian kanker ovarium pada usia menopause

dapat dikaitkan dengan penurunan oosit atau sel germinal, penurunan

tingkat sirkulasi estrogen, atau peningkatan yang signifikan dalam

produksi kelenjar pituitari terhadap hormon gonadotropic Follicle

Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Ovulasi,

faktor pertumbuhan, sitokin, dan agen lingkungan dapat berperan

dalam inisiasi dan perkembangan kanker ovarium (Vanderhyden et al.,

2003).

b. Faktor Hormonal 1) Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral adalah faktor pelindung terhadap kanker

ovarium. Sebuah reanalisis dari 45 studi terpisah yang dilakukan

(25)

di 21 negara menunjukkan bahwa semakin lama seorang wanita

telah menggunakan kontrasepsi oral, semakin besar pengurangan

risikonya (Beral et al., 2007).

Berbagai penelitian telah mempelajari pengaruh jumlah dan

jenis kontrasepsi oral dalam mengurangi risiko kanker ovarium.

Salah satu penelitian yang digunakan dalam analisis Harvard,

Cancer and Study Hormone Steroid (CASH), menemukan bahwa

penurunan risiko kanker ovarium adalah sama tanpa memandang

jenis atau jumlah estrogen atau progestin dalam pil. Adapun

sebuah analisis lebih baru dari studi CASH menunjukkan bahwa

kontrasepsi oral dengan konsentrasi progestin yang tinggi

mengurangi risiko kanker ovarium lebih dibanding olahan dengan

kadar progestin rendah (Schilkraut et al., 2002).

2) Terapi Pengganti Hormon

Berbagai peninjauan sistematis yang menggunakan desain

kasus-kontrol dan kohort telah diterbitkan dan dipercobakan

secara acak untuk mempelajari efek estrogen maupun kombinasi

estrogen-progestin sebagai terapi penggantian hormon terhadap

risiko kanker ovarium. Telah dilaporkan bahwa penggunaan lima

tahun estrogen sebagai terapi pengganti hormon meningkatkan

risiko kanker ovarium sebesar 22 %. Peningkatan yang signifikan

jika dibandingkan dengan penggunaan kombinasi

esterogen-progesteron, yakni 10 % (Pearce et al., 2009).

(26)

Berdasarkan studi terhadap wanita pengguna terapi pengganti

hormon di Inggris, risiko kanker ovarium meningkat setara

dengan durasi penggunaan dan mencapai angka yang signifikan

setelah penggunaan tujuh tahun atau lebih (Beral et al., 2007).

Studi epidemiologi pada Juni 2011 memperkirakan sekitar 50

kasus kanker ovarium di Inggris pada tahun 2010 terkait dengan

terapi pengganti hormon, setara dengan sekitar 1 % dari seluruh

kasus keganasan ovarium di negara tersebut (Parkin, 2011).

c. Kehamilan

Penelitian yang diterbitkan di British Journal of Cancer 1,

menyebutkan bahwa kehamilan dan memiliki lebih dari satu anak

mampu menurunkan risiko kanker ovarium. Perempuan yang pernah

hamil memiliki 29 persen risiko lebih rendah mengalami kanker

ovarium dibandingkan dengan perempuan yang belum pernah hamil.

Kejadian kanker ovarium pada wanita yang belum pernah hamil

adalah 34 per 100.000 per tahun, risiko ini turun menjadi sekitar 24

per 100.000 per tahun pada wanita yang pernah mengalami kehamilan

(Konstantinos, 2011).

d. Pemakaian Talk

Penggunaan bedak talk secara berkala pada daerah genitalia

meningkatkan risiko kanker ovarium. Pada tahun 2003, analisis pada

16 individu menunjukkan peningkatan risiko kanker ovarium sebesar

(27)

33 % pada penggunaan bedak talk di daerah genitalia (Huncharek et

al., 2003)

Penggunaa bedak talk baik di daerah perineum maupun non

perineum, menunjukkan risiko jangka panjang (lebih dari 20 tahun)

dengan penggunaan berkala setiap hari dibandingkan wanita yang

tidak pernah menggunakan bedak talk (Wu et al., 2009).

Sebelum pertengahan 1970-an, diketahui adanya kontaminasi

serat asbes pada bedak talk dan pada tahun 1975 telah dirumuskan

pedoman untuk mencegah kontaminasi ini. Penelitian sebelum tahun

1975, menunjukkan adanya peningkatan risiko kanker ovarium pada

penggunaan bedak talk. Akan tetapi penelitian yang dilakukan setelah

tahun 1975 tidak menunjukkan hal ini (Wu et al., 2009).

e. Riwayat Keluarga

Risiko kanker ovarium meningkat pada wanita dengan riwayat

keluarga penderita kanker ovarium. Wanita yang memiliki saudara

derajat 1 (ibu atau saudara kandung) dengan diagnosis kanker ovarium

memiliki risiko meningkat tiga sampai empat kali lipat terkena

penyakit ini dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat

keluarga, meskipun hanya sekitar 10 % kasus kanker ovarium terjadi

pada wanita dengan riwayat keluarga (Granstrom et al., 2008).

Pada karsinoma ovarium ditemukan dua gen yang bertanggung

jawab pada 2/3 familial atau 5 % secara keseluruhan yaitu gen

(28)

BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2

yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13 (Kumar et al., 2005).

Perkiraan risiko kenker ovarium pada populasi umum adalah

sebesar 1.4 % (14 dari 1000). Angka ini meningkat menjadi 15 sampai

40 persen (150 - 400 dari 1000) pada wanita dengan mutasi gen

BRCA1 dan BRCa2 (Bethesda, 2009; Granstrom et al., 2008).

6. Teori Tumorogenesis

a. Hipotesis incessant ovulation

Hipotesis incessant ovulation dikemukakan pertama kali oleh

Fathalla pada tahun 1971, menerangkan bahwa trauma berulang

selama ovulasi meningkatkan paparan epitel permukaan ovarium

terhadap abnormalitas genetik dan faktor risiko lain. Beberapa

penelitian telah membuktikan hubungan langsung frekuensi

metaplasia dan konversi neoplasma pada daerah invaginasi fragmen

epitel permukaan ovarium dan badan inklusi. Hal ini memungkinkan

karena pajanan berlebihan terhadap hormon atau lingkungan stromal

kaya faktor pertumbuhan, maka epithelial permukaan ovarium yang

terjebak di korteks ovarium dapat dianggap sebagai proses neoplastik

tempat berkembangnya kanker epitelial ovarium. Namun, mekanisme

perkembangan epitel permukaan atau kista menjadi keganasan belum

diketahui secara pasti. Hipotesis ini dapat menjelaskan penurunan

kejadian kanker ovarium pada wanita yang hamil, menyusui atau

menggunakan pil kontrasepsi, oleh karena selama hamil, menyusui,

(29)

dan menggunakan pil kontrasepsi tidak terjadi ovulasi (Choi et al.,

2007; Schilder et al., 2001).

b. Hip otesis Inflamasi

Hipotesis ini diajukan berdasarkan faktor risiko penyakit

inflamasi pelvic dan efek proteksi dari ligasi tuba maupun

histerektomi. Teori ini menduga karsinogen dapat berkontak dengan

ovarium setelah melewati saluran genital (Gennadi dan Olga, 2005).

c. Hip otesis Karsinonogenesis Hormonal

Salah satu teori karsinogenik hormonal adalah hipotesis

androgen-progesteron, androgen yang kadarnya meningkat pada

wanita menopause dan obesitas, menstimulasi tumorogenesis

sementara progesteron memproteksinya. Hipotesis lainnya adalah

hipotesis gonadotropin. Kadar LH dan FSH yang tinggi berhubungan

dengan surge selama proses ovulasi dan hilangnya negative feedback

pada masa menopause dan kegagalan prematur ovarium berperan

dalam karsinogenesis ovarium epithelial (Choi et al., 2007).

7. Klasifikasi Tumor Ovarium

Tumor ovarium dapat bersifat neoplastik maupun non neoplastik.

Tumor-tumor neoplastik belum memiliki klasifikasi yang dapat diterima

semua pihak. Hal ini terjadi karena klasifikasi berdasarkan histopatologi

dan embriologi belum dapat diberikan secara tuntas berhubungan dengan

masih kurangnya pengetahuan mengenai beberapa tumor dan pula

(30)

berhubungan dengan kemungkinan bahwa tumor-tumor yang sama

memiliki asal yang berbeda (Sutoto, 2007).

Pendekatan yang dipergunakan WHO untuk mengklasifikasikan tumor

ovarium didasarkan pada asal sel dan jaringannya. Berbagai tumor

ovarium baik jinak maupun ganas dapat berasal dari setiap jenis sel yang

terdapat di ovarium, meliputi:

a. Epitel permukaan yang berasal dari epitel celomic atau epitel

endometrium ektopik. Epitel celomic akan berkembang menjadi epitel

mullerian selama masa embrionik. Dari ep itel ini terbentuklah tuba

falopii (sel kolumnar serosa yang bersilia), lapisan endometrium (sel

kolumnar tanpa silia), atau kelenjar endoserviks (sel musinosum tanpa

silia).

b. Germcells, yang bermigrasi ke ovarium dari yolk salk dan memiliki

sifat totipotensial.

c. Stroma ovarium, termasuk sex cord.

Tumor ovarium juga dapat bersifat sekunder yang merupakan metastatik

dari keganasan organ tubuh lainnya (Kumar et al., 2005; Wells et al.,

2003).

(31)

Tabel 2.1. Klasifikasi Histopatologi Tumor Ovarium menurut WHO (Tavassoli dan Devilee, 2005).

Surface epithelial-stromal tumours

Serous tumors

Malignant Serous tumours

Adenocarcinoma

Surface papillary adenocarcinoma

Adenocarcinofibroma (malignant

adenofibroma)

Borderline tumour Papillary cystic tumour

Surface papillary tumour

Adenofibroma, cystadenofibroma

Benigna Cystadenoma

Papillary cystadenoma

Surface papilloma

Adenofibroma and cystadenofibroma

Mucinous tumours

Malignant Adenocarcinoma

Adenocarcinofibroma (malignant

adenofibroma)

Borderline tumour Intestinal type

Endocervical-like

(32)

Benign Cystadenoma

Adenofibroma and cystadenofibroma

Mucinous cystic tumour with mural

nodules

Mucinous cystic tumour with

pseudomyxoma peritonei

Endometrioid tumours including variants with squamous

differentiation

Malignant Adenocarcinoma, not otherwise

specified

Adenocarcinofibroma (malignant

adenofibroma)

Malignant mullerian mixed tumour

(carcinosarcoma)

Adenosarcoma

Endometrioid stromal sarcoma (low

grade)

Undifferentiated ovarium sarcoma

Borderline tumour Cystic tumour

Adenofibroma and cystadenofibroma

Benign Cystadenoma

Adenofibroma and cystadenofibroma

Clear cell tumours

(33)

Malignant Adenocarcinoma

Adenocarcinofibroma (malignant

adenofibroma)

Borderline tumour Cystic tumour

Adenofibroma and cystadenofibroma

Benign Cystadenoma

Adenofibroma and cystadenofibroma

Transitional cell tumours

Malignant

Malignant Brenner

tumour

Transitional cell carcinoma (non-Brenner type)

Borderline Borderline Brenner tumour

Proliferating varian

Benign Brenner tumor

Squamous cell tumours Squamous cell carcinoma

Epidermoid cyst

Mixed epithelial tumours

Benign Tumor of law ma lignant potential

Borderline

Malignant

Undifferentiated and unclassified tumours

(34)

Sex Cord-Stromal Tumors

Granulosa-stromal cell tumors

Granulosa cell tomors

Tumors in

thecoma-fibroma group

Thecoma

Fibroma-fibrosarcoma

Sclerosing stromal tumor

Sertoli-stromal cell

tumours

Sertoli-Leydig cell tumour group (androblastomas)

Sertoli cell tumour

Stromal-Leydig cell

tumour

Sex cord-stromal tumours of mixed or unclassified cell types

Sex cord tumour with annular tubules

Gynandroblastoma

Sex cord-stromal tumour unclassified

Steroid (lipid) cell tumour

Leydig cell tumour group

Steroid cell tumour, not otherwise specified

Germ Cell Tumors

Primitive germ cell tumours

Dysgerminoma

(35)

Yolk sac tumour

Embryonal carcinoma

Polyembryoma

Non-gestational choriocarcinoma

Mixed germ cell tumour

Biphasic or triphasic teratoma

Immatur

Mature (adult) Solid

Cystic (dermoid cyst)

Monodermal teratoma and somatic-type tumours associated with

dermoid cysts

Thyroid tumour group

Carcinoid group

Neuroectodermal tumour group

Carcinoma group

Melanocytic group

Sarcoma group

Sebaceous tumour group

Pituitary-tipe tumour group

Retinal anlage tumour group

Germ cell-sex cord-stromal tumour

Gonadoblastoma

(36)

Mixed germ cell-sex cord-stromal tumour

Tumour of The Rete Ovarii

Miscellaneous tumours

Tumour-like conditions

Lymphoid and haematopoetic tumours

Secondary tumours

Gambar 2.1. Jenis - Jenis Tumor Ovarium Menurut Sel Asal Tumor. Sumber: Crum CP. The Female Genital Tract. In: Kumar

V, Abbas AK, Fauston N, editors. Robbins and Cotran

Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadelphia: Elsevier

Saunders; 2005.

(37)

8. Derajat Keganasan Tumor Ovarium a. Tumor jinak

Tumor jinak merupakan sebuah peristiwa lokal. Sel-sel neoplasma

yang berproliferasi cenderung sangat kohesif, sehingga ketika masa

sel tumbuh terjadi perluasan masa secara sentrifugal dengan batas

yang nyata. Karena sel-sel yang berprolifersi tidak saling

meninggalkan, tepi neoplasma cenderung bergerak keluar dengan

bebas sambil mendesak jaringan didekatnya. Oleh karena itu

neoplasma jinak mempunyai kapsul jaringan ikat padat yang

memisahkan neoplasma dari jaringan di sekitarnya. Oleh karena itu,

tumor jinak tidak menyebar ke tempat yang jauh. Laju pertumbuhan

tumor jinak sering agak lamban, dan beberapa tampaknya tidak

berubah dan tetap pada ukuran yang stabil selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun (Kumar, 2005).

b. Tumor ganas

Tumor ganas umumnya tumbuh lebih cepat dan hampir selalu

tumbuh progresif jika tidak diangkat. Sel tumor ganas tidak bersifat

kohesif, akibatnya sifat persebarannya ganas dan sering sekali sangat

tidak teratur. Tumor ganas cenderung tidak berkapsul dan tidak

seperti sel jinak, biasanya tidak mudah dipisahkan dari sekitarnya.

Tumor ganas bersifat menyebar ke daerah sekitar dan bukan mendesak

ke samping. Sel-sel tumor ganas yang berproliferasi mampu

melepaskan diri dari tumor induk (tumor primer) dan memasuki

(38)

sirkulasi untuk menyebar ke tempat lain dan membentuk tumor

sekunder. Satu fokus tumor primer dapat menimbulkan banyak

fragmen embolik yang selanjutnya dapat membentuk nodul sekunder

di tempat yang sangat jauh dari fokus primer (Kumar, 2005).

Masa di dalam rongga pelvis merupakan tanda yang penting dari

kaker ovarium. Terutama jika masa tersebut padat, berbentuk irregular

dan terfiksir di dinding panggul. Bila di bagian atas abdomen juga

ditemukan masa disertai asites, keganasan hampir dapat dipastikan.

(Berek, 2005; Stephen dan Canistra, 2004).

Perhatian khusus harus diberikan apabila ditemukan kista ovarium

berdiameter lebih dari 5 cm pada wanita yang telah berusia d i atas 40

tahun karena pada 95 % kasus keganasan terjadi dengan diameter tumor

lebih dari 5 cm. Namun, jika yang ditemukan masa kistik soliter berukuran

antara 5–7 cm pada wanita usia produtif, kemungkinan merupakan suatu

kista fungsional yang dapat mengalami regresi spontan dalam 4–6 minggu

kemudian (Sahil, 2007; Stephen dan Canistra, 2004).

Bilateralitas pada kista jinak hanya ditemukan pada 5 % kasus,

sedangkan pada keganasan kista bilateral ditemukan pada 25 % kasus.

Oleh karena itu, pemeriksaan lanjut pada kista bilateral harus dilakukan

untuk menyingkirkan keganasan termasuk pada penderita yang berusia

muda (Busmar, 2008).

Pada wanita pasca menopause, ovarium akan atropi sehingga pada

pemeriksaan panggul tidak teraba. Jadi, jika pada usia ini teraba masa di

(39)

pelvis, maka masa tersebut patut dicurigai sebagai keganasan. Keadaan ini

dahulu dikenal dengan post menopausal palpable syndrome. Penelitian

selanjutnya pada kelompok tersebut menunjukkan bahwa hanya 3 % dari

masa yang teraba di pelvis dengan ukuran di bawah 5 cm, yang merupakan

keganasan (Berek, 2005).

Pada penderita pasca menopause dengan kista unilateral berukuran

8-10 cm, kadar CA 125 normal, pengamatan dalam waktu tertentu dapat

dilakukan asalkan masa tersebut tidak dicurigai ganas dengan ciri-ciri

masa besar, dominan padat, irregular dan lengket dengan sekitarnya. Jika

tanda-tanda ganas ditemukan, maka laparostomi harus segera dilakukan

(Busmar, 2008).

Tabel 2.2. Tampilan Makroskopis Tumor Ovarium Jinak dan Ganas (Busmar, 2008)

Tumor Jinak Tumor Ganas*

Unilateral Bilateral

Kapsul utuh Kapsul pecah

Bebas dari perlekatan

Ada perlekatan dengan organ di

sekitarnya

Permukaan licin

Pertumbuhan abnormal di

permukaan tumor

Tidak ada asites Asites hemoragik

Peritoneum licin Ada metastasis di peritoneum

(40)

Seluruh permukaan tumor viable

Bentuk tumor seragam Bentuk tumor bermacam-macam

*Tanda-tanda ini tidak patognomonik untuk keganasan

c. Borderine

Tumor ovarium borderline disebut juga tumor of low malignant

potential, berbeda dengan tumor ovarium invasif baik secara klinis

maupun histologi. Tumor ovarium borderline ini ditemukan pada 15

% kasus dari seluruh tumor ovarium epithelial (Lu dan Bell, 2004)).

Pada tahun 1929, Taylor mengajukan kategori tumor ovarium

borderline. Pembagian ini kemudian diterima oleh FIGO pada tahun

1961, dan dipublikasi oleh WHO tahun 1973. Secara histopatologi

kelompok tumor ini adalah perbatasan antara tumor jinak dan ganas,

sehingga juga dikenal sebagai intermediate proliferative neoplasma

atau tumor of borderline malignancy (Nuranna, 1991).

Karakteristik tumor ovarium borderline adalah proliferasi sel epitel

yang tidak normal tetapi tidak disertai invasi ke dalam stroma.

Meskipun tidak menginvasi area stroma, tetapi tumor ini memiliki

kemampuan metastasis ke organ lain yang jauh dan genitalia interna.

(41)

Gambaran morfologi tumor ovarium borderline terdiri atas stratifikasi

sel epitel, peningkatan aktivitas mitosis, inti abnormal dan sitologi

atipik. (Busmar, 2008; Nuranna, 1991).

Sedangkan kriteria WHO tahun 1973 tentang tumor ovarium

borderline ini adalah:

1) Dipenuhinya kriteria-kriteria morfologi di atas

2) Tidak ada invasi ke dalam stroma.

Hart dan Norris (1973) mengemukakan bahwa untuk tumor

ovarium musinosum, diklasifikasikan dalam kelompok borderline jika

terdapat 3 lapis epitel atau kurang, sedangkan 4 lapis atau lebih

digolongkan dalam karsinoma.

(42)

9. Stadium Tumor Ganas Ovarium

Stadium tumor ganas ovarium diklasifikasikan menurut International

Federation of Gynecologist and Obstetricians (FIGO) 2000. Stadium

ditentukan setelah pembedahan laparatomy surgical staging (Laufer,

2005).

Tabel 2.3. Stadium Kanker Ovarium menurut International Federation of

Gynecologist and Obstetricians (FIGO) 2000 (Laufer, 2005;

Kumar et al., 2005).

Stadium Keterangan

I Tumor terbatas pada ovarium

IA Tumor terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada pertumbuhan di permukaan ovarium,

tidak ada sel tumor pada cairan asites ataupun pada

bilasan cairan di rongga peritoneum

IB Tumor terbatas pada dua ovarium, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, tidak

ada sel tumor pada cairan asites ataupun pada bilasan

cairan di rongga peritoneum

IC Tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu faktor dari kapsul tumor yang pecah, pertumbuhan

tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor

(43)

ganas pada cairan asites ataupun bilasan rongga

peritoneum

II Tumor pada satu atau dua ovarium dengan perluasan di pelvis

IIA Tumor meluas ke uterus dan atau ke tuba tanpa sel tumor di cairan asites ataupun bilasan rongga

peritoneum

IIB Tumor meluas ke jaringan organ pelvis lainnya tanpa sel tumor di cairan asites ataupun bilasan rongga

peritoneum

IIC Perluasan di pelvis (IIA atau IIB) dengan ditemukan sel tumor di cairan asites atau bilasan rongga

peritoneum

III Tumor pada satu atau dua ovarium disertai dengan perluasan tumor pada rongga peritoneum di luar

pelvis dengan atau metastasis ke kelenjar getah

bening regional

IIIA Metastasis mikroskopis di luar pelvis

IIIB Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan besarnya lesi metastasis yang kurang atau sama

dengan 2 sentimeter

IIIC Metastasis makroskopis di luar pelvis dengan

(44)

besarnya lesi metastasis yang lebih dari 2 sentimeter

dan atau metastasis ke kelenjar getah bening regional

IV Metastasis jauh ( di luar rongga peritoneum )

(45)

B. Kerangka Pemikiran

Keterangan : hubungan yang diteliti

hubungan yang tidak diteliti

Mutasi TSG. Paling panyak pada p53. Pada pasien dengan riwayat genetic panyak ditemukan pada TSG : BRCA 1 dan

BRCA 2 ada TSG yang tersedia dari

alel lainnya

Paparan karsinogen, inflamas i kronis

ROS untuk melawan infeksi

Dalam jangka panjang memedias i kerusakan DNA

peradangan faktor transkripsi : Sel menghasilkan NFkB, STAT 3, HIF

Aktivasi TAM, MDSC, Sel mast,

PMN, eosinofil

Resisten terhadap apoptosis

Aktivasi protoonkogen menjadi onkogen. Onkogen yang telah teridentifikasi pada keganasan ovarium : HER - 2 / neu, Kras,

ERBB 2

(46)

C. Hip otesis

Terdapat hubungan antara usia pasien dengan derajat keganasan tumor

ovarium primer di RSUD Dr. Moewardi. Kejadian keganasan ovarium

meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penenilitian

Penelitian epidemiologi ini bersifat analitik observasional

menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data

sekunder berupa rekam medik hasil pemeriksaan histopatologi dengan

pendekatan cross sectional (Arief, 2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bangsal Rawat Inap, Poli Obsgin dan

Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi.

Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2012 hingga Januari

2013.

C. Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis klinik

tumor ovarium primer berdasarkan pemeriksaan histopatologi di

Departemen Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi antara tahun

2011-2012.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang wajib dim iliki

setiap subjek dari suatu populasi target yang akan diteliti

(Nursalam, 2003).

(48)

27

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan hasil

pemeriksaan histopatologi positif tumor ovarium yang masih

menjalani perawatan, kontrol maupun yang telah keluar dengan

data rekam medik yang mencantumkan usia di RSUD Dr.

Moewardi antara tahun 2011-2012.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan

subjek memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan

dalam penelitian (Nursalam, 2003).

1) Hasil pemeriksaan histopatologi bukan merupakan tumor

ovarium.

2) Kasus tumor ovarium metastasis.

2. Sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah populasi yang telah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Besar sampel

Besar sampel untuk beda proporsi dua populasi

Keterangan :

n = besar sampel

Z21- = statistik Z (Z= 1.645 = 0.1)

(Z1- )2 x {p1(1-p1) + p2(1-p2)} / d2

(49)

d = delta, presisi absolut atau margin of error yang

diinginkan di kedua sisi proporsi

p1 dan p2 = perkiraan proporsi pada populasi 1 dan populasi 2

Besar sampel yang akan digunakan pada penelitian ini sebesar

110.

b. Teknik sampling

Teknik sampling menggunakan metode consecutive sampling, yaitu

semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan inklusi dan

bebas dari kriteria eksklusi dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah

sampel yang diinginkan terpenuhi.

n1 = (Z1- )2 x {p1(1-p1) + p2(1-p2)} / d2

= 1.6452 x {0.01(0.99) + 0.04(0.96)} / 0.12

= 13.07

n2 = (Z1- )2 x {p1(1-p1) + p2(1-p2)} / d2

= 1.6452 x {0.04(0.96) + 0.26(0.74)} / 0.12

= 62.45

n3 = (Z1- )2 x {p1(1-p1) + p2(1-p2)} / d2

= 1.6452 x {0.26(0.74) + 0.69(0.31)} / 0.12

= 109.95

(50)

D. Rancangan Penelitian

Keterangan :

G : tumor ganas

J : tumor jinak

E. Identivikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Kelompok usia pasien. Skala : ordinal (kategorikal)

2. Variabel terikat : Derajat keganasan tumor ovarium primer . Skala : ordinal (kategorikal)

Mengumpulkan data primer pasien tumor ovarium dengan kuisioner dalam rentang waktu 2 bulan dan data sekunder dari arsip Departemen PA RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Klasifikasi responden berdasarkan usia

Usia < 20 Tahun Usia 20-34 Tahun Usia 35-50 Tahun Usia > 50 Tahun

Uji statistik Chi Square

G J G J G J G J

(51)

F. Devinisi Operasional Variabel Penelitian

1. Usia

Usia dari data primer maupun yang tertera pada data sekunder yang

didapatkan dari keterangan klinik yang diisi oleh ahli klinik yang

mengirim data pasien, yang kemudian dikelompokkan menjadi usia di

bawah 20 tahun, 20-34 tahun, 35-50 tahun dan lebih dari 50 tahun.

2. Derajat keganasan tumor ovarium primer .

Derajat keganasan tumor ovarium berdasarkan pemeriksaan

histopatologi oleh dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi Sub Divisi

Onkologi dari Departemen Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi,

dengan klasifikasi jinak dan ganas.

G. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelilian ini adalah kuesioner/lembar

pengumpul data (terlampir). Sebelum kuesioner digunakan dilakukan uji

coba terlebih dahulu yaitu dengan pengujian validitas dan reabilitas.

1. Uji Validitas

Valid itas penelitian adalah derajat kebenaran simpulan yang ditarik

dari sebuah penelitian, yang dipengaruhi dan dinilai berdasarkan

metode penelitian yang digunakan, keterwakilan sampel penelitian,

dan sifat populasi asal sampel (Last, 2001). Valid itas terdiri dari

empat jenis yaitu validitas permukaan, validitas kriteria, validitas isi

dan validitas konstruk. Pada kuesioner Hubungan Usia dengan Derajat

Keganasan, semua pertanyaan adalah pertanyaan yang bersifat

(52)

menanyakan fakta, bukan konsep seperti pengetahuan, sikap,

persepsi, motivasi dsb. Oleh karena itu, hanya ada 2 unsur validitas

yang perlu diuji:

a. Valid itas permukaan untuk menentukan apakah

pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner relevan dengan tujuan penelitian.

b. Valid itas isi untuk menentukan bahwa pertanyaan yang diajukan

sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas

dilakukan untuk menguji item pertanyaan yang telah dilakukan uji

validitasnya (Ghozali, 2006).

Bahan diambil dari rekam medik penderita tumor ovarium primer di

Bagian Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi antara tahun 2011-2012.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui hubungan kedua

variabel yaitu usia dan derajat keganasan tumor ovarium primer adalah

uji Chi Square. Data diolah dengan program komputer Statistical

Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for windows (Santoso, 2005)

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian hubungan usia dengan

derajat keganasan tumor ovarium primer tersusun oleh pertanyaan yang

bersifat menanyakan fakta. Unsur validitas yang diuji meliputi validitas

permukaan dan validitas isi untuk menilai relevensi dan kesesuaian pertanyaan

dengan tujuan penelitian.

Valid itas permukaan (face validity) merujuk kepada derajat kesesuaian

antara penampilan luar alat ukur dan atribut-atribut variabel yang ingin diukur.

Contoh, jika alat ukur merupakan kuesioner, maka item-item pertanyaan

dalam kuesioner harus dapat dipahami oleh subjek penelitian dengan benar

Valid itas isi (content validity) merujuk kepada derajat kesesuaian hasil

pengukuran variabel yang diteliti oleh sebuah alat ukur dengan isi (content)

dari variabel tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh peneliti (Murti,

2011).

Kuesioner dinyatakan valid apabila telah mendapat persetujuan dari

seorang pakar yang berkompeten di bidangnya, dalam hal ini pembimbing

skripsi.

Kuesioner pada penelitian ini ditujukan untuk mendapat data primer

yang merupakan prasyarat penelitian skripsi di Program Studi Pendidikan

Dokter FK UNS. Pertanyaan dalam kuesiner dirancang untuk mengetahui

42

(54)

32

karakteristik sampel selama dilakukannya penelitian. Terbatasnya jumlah

sampel yang didapatkan dalam penelitian menyebabkan hasil kuesioner tidak

dapat ditampilkan untuk menggambarkan distribusi frekuensi responden

berdasarkan faktor risiko tumor ovarium primer, maupun untuk dianalisis

secara statistik. Selanjutnya hasil wawancara dari kuesioner hanya akan

dicantumkan dalam pembahasan sebagai pemerkaya diskusi.

Kuesioner yang telah mendapat persetujuan disebar kepada 20 wanita di

luar sampel. Setiap responden mengisi kuesioner sebanyak 2 kali (test and

retest), hasilnya semua pertanyaan terjawab sama pada kali pertama dan

kedua, yang menunjukkan kuesioner tersebut reliable.

B. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian mengenai hubungan antara usia pasien dengan derajat

keganasan tumor ovarium primer tahun 2011-2012 telah dilaksanakan dalam

kurun waktu antara tanggal 17 November 2012 sampai 14 Januari 2013 di

Rumah Sakit Dr Moewardi. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis

klin is tumor ovarium primer antara tahun 2011 hingga 2012.

Sampel yang diteliti adalah 110 pasien dengan hasil pemeriksaan

histopatologi positif tumor ovarium primer yang masih menjalani perawatan,

kontrol maupun yang telah keluar dengan data rekam medik yang

mencantumkan usia. Sampel diperoleh dengan metode consecutive sampling

yaitu setiap subyek yang datang dan memenuhi kriteria pem ilihan inklusi dan

bebas dari kriteria eksklusi dimasukkan dalam penelitian. Setiap sampel yang

diperoleh selama masa penelian melalui tahap wawancara menggunakan

(55)

kuesioner yang membahas faktor-faktor risiko tumor ovarium. Data tersebut

selanjutkan akan ditampilkan secara deskriptif dalam pembahasan untuk

menampilkan kriteria sampel selama masa penelitian.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

<20 3 2.7

20-34 16 14.5

35-50 46 41.8

>50 45 40.9

Total 110 100.0

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu

sebanyak 46 orang (41.8 %) berusia antara 35-50 tahun. Kemudian

sebanyak 45 orang (40.9 %) berusia antara lebih dari 50 tahun. Selebihnya

yaitu sebanyak 16 orang (14.5 %) berusia kurang dari 20-34 tahun dan

hanya 3 orang (2.7 %) yang berusia kurang dari 20 tahun.

(56)

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Keganasan Tumor Ovarium

Derajat Keganasan Frekuensi Persentase (%)

Jinak 28 25.5

Ganas 82 74.5

Total 110 100.0

Tabel 4.2. memperlihatkan distribusi frekuensi responden menurut

derajat keganasan tumor ovarium yaitu sebanyak 28 orang (25.5 %)

terdiagnosis tumor ovarium jinak. Selebihnya yaitu sebanyak 82 orang (74.5

%) terdiagnosis keganasan ovarium.

Derajat keganasan tumor ovarium berdasarkan umur disajikan dalam

Tabel 4.3.

(57)

Tabel 4.3. Tabulasi Silang antara Derajat Keganasan Tumor Ovarium

Tabel 4.3. menyajikan data yang menunjukkan jumlah responden

dengan derajat keganasan tergolong jinak yang tertinggi berusia 35-50 tahun

adalah 15 orang (53.6 %) dan yang berusia 20-34 tahun sebanyak 6 orang

(21.4 %). Sedangkan yang berusia lebih dari 50 tahun sebanyak 5 orang

(17.9 %) dan responden berusia kurang dari 20 tahun sebanyak 2 orang (7.1

%). Responden yang terdiagnosis keganasan ovarium mayoritas berusia

lebih dari 50 tahun yaitu sebanyak 40 orang (48.8 %), yang berusia 35-50

tahun sebanyak 31 orang (37.8 %) dan yang 20-34 tahun sebanyak 10 orang

(12.2 %). Sedangkan yang terenda berusia di bawah 20 tahun hanya

sebanyak 3 orang (2.7 %).

(58)

C. Hubungan Usia dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer

Data penelitian yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan uji Chi

Square menggunakan program komputer Statistical Product and Service

Solution (SPSS) 17.0 for windows dengan tujuan untuk mengetahui

hubungan kedua variabel penelitian yaitu usia dan derajat keganasan tumor

ovarium primer.

Tabel 4.4. Hubungan antara Usia Pasien dengan Derajat Keganasan Tumor Ovarium Primer

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Pearson Chi-Square 10.028a 3 0.018

Likelihood Ratio 10.330 3 0.016

Linear-by-Linear Association 9.023 1 0.003

N of Valid Cases 110

Tabel 4.4. memaparkan hasil analisis Chi Square hubungan antara

usia pasien dengan derajat keganasan tumor ovarium primer. Chi Square

(X2) hitung terlihat pada output SPSS pada baris PearsonChi Square yaitu

10.028. Nilai X2 hitung sebesar 10.028 diperoleh dengan menetapkan taraf

kepercayaan 90 %, dan derajat kebebasan

(df) = 3.

(59)

Analisis mengenai hubungan antara usia dengan derajat keganasan

tumor ovarium primer dilakukan berdasarkan perbandingan Chi Square

hitung dengan Chi Square tabel. Oleh karena nilai X2 hitung (10.028) lebih

besar dari nilai X2 pada tabel Chi Square (terlampir) yaitu 6.25 maka

hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima.

Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat nilai

probabilitas (p) di dalam kolom Asymp sig. Nilai probabilitas sebesar 0.018

masih lebih rendah dibandingkan taraf si .1.

Hal ini berarti bahwa dengan tingkat signifikansi 10 % hubungan kedua

variabel signifikan.

Melalui dua dasar pengambilan keputusan di atas dapat diartikan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok usia pasien dengan

derajatkeganasan tumor ovarium primer.

Gambar

Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ............. 33
Gambar 2.1.   Jenis-jenis Tumor Ovarium menurut Sel Asal Tumor............... 19
Tabel 2.1. Klasifikasi Histopatologi Tumor Ovarium menurut WHO
Gambar 2.1. Jenis - Jenis Tumor Ovarium Menurut Sel Asal Tumor.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana Strategi Komunikasi Program Corporate Social Responsibilit y (CSR) PT Sentra Usahatama Jaya pada Kegiatan Pengobatan Masal Warga lingkungan Lijajar, Kecamatan

Pada permulaan pubertas, umumnya seorang umumnya soirang anak sudah mempunyai 22 gigi tetap. Keempat gigi terakhir disebut dengan gigi kebijaksanaan. Tingkat pertumbuhan

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap ketiga informan menerangkan bahwa yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan administrasi di Kantor Distrik Welesi

Tujuan dari PKMK ini adalah meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu global nasional melalui pesan-pesan yang disampaikan dalam kaos;

Aktivitas pertanian, penggunaan lahan tergantung pada kelas kemampuan lahan yang dicirikan oleh adanya perbedaan pada sifat-sifat yang menjadi penghambat bagi penggunaannya

Berdasarkan rata-rata mean sebelum dan sesudah eksperimen ternyata ditemukan adanya peningkatan yang signifikan pada kecerdasan emosi siswa melalui layanan bimbingan

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: (1) Pada peningkatan motivasi berpikir matematis aspek metacognitive knowledge siswa yang menggunakan media pembelajaran

Dengan meningkatkan minat baca melalui permainan acak kata bagi guru adalah membimbing anak cara membaca yang benar sehingga anak dapat membaca sesuai dengan gambar, sehingga anak