4.1. Analisis Sosial
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang
Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan,
maupun pasca pembangunan/ pengelolaan. Pada taraf perencanaan,
pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek
sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti
pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada
saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga
diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian
kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca
pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan
infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau
peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga
dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan
masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah
bencana
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan
statistik gender.
1. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan
Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
Pasal 3 : Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat
dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
2. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah
program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang
pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan
Pasal 1 : Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:
1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang
bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan
sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan
kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif
gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat
regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang
bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan
sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan
kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi
berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten Bener Meriah :
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di
kabupaten/kota.
kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan
sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan
kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat
kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota
berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
4.1.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya
diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah
satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan
kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan
kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk
menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/ tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/
sungai/ air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/
minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan
luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah
Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal
Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak,
kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan
sebagai rumah tangga miskin.
4.1.2 Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan
responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood
Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan
Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS)
Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure
Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS),
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi
Tabel 4.1. Kajian Pengaruh Pelaksanaan Kegiatan Bidang Cipta Karya Bagi Pengarusutamaan Gender di Kabupaten Bener Meriah
2014 Rapat BKM/KSM 120 orang Ada dan Baik Persepktif perempuan
Waktu pelaksanaan rapat jangan malam habis Isyak
Waktu pelaksanaan rapat jangan malam habis Isyak
e. PNPM Perdesaan 11 kecamatan 2014 Rapat BKM/KSM 120 orang Ada dan Baik Persepktif perempuan
Waktu pelaksanaan rapat jangan malam habis Isyak
Keterlibatan perempuan di pelaksanaan fisik kurang
f. SANIMAS Johan Pahlawan 2011 Rapat OMS/KPP 15 orang Ada dan Baik Persepktif perempuan
Waktu pelaksanaan rapat jangan malam habis Isyak
Waktu pelaksanaan rapat jangan malam habis Isyak
2 Non Pemberdayaan Masyarakat
a Penyusun an RTBL
Makam Teuku Umar
2014 FGD 5 Baik Persepktif
4.1.3. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran
kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir
terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu
dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan
dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena
dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini
sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat,
usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat
persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan
pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas
tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta
karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah
ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip
utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil
harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan
dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus
mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali
penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk
tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan
dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di
lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan
kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan
sesuai persyaratan.
Dari sekian KRP yang telah disusun tidak berdampak sosial yang signifikan
sehingga tidak memerlukan pemindahan penduduk dan lebih lanjut, sehigga
proses kajian pada aspek sosial tidak perlu dilakukan sehingga tabel 8.14.
status data NA.
Tabel 4.2. Kegiatan Pembangunan Cipta Karya yang membutuhkan Konsultasi,
Pemindahan Penduduk dan Pemberian Kompensasi serta
Permukiman Kembali.
No.
Komponen Program dan
Kegiatan
Tahap I Tahap II Arahan Lokasi
4.2.4. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta
Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi
manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat
terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti
kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang
menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan
oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.2. Analisis Ekonomi
4.3. Analisis Lingkungan
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan
RPI2-JM bidang Cipta Karya oleh Pemerintah Kabupaten Bener Meriah telah
mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan
Lingkungan - Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat
Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH)”
2. Undang-Undang No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara
konsisten di segala bidang”
Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah
perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di
perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan
kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian
Lingkungan Hidup Strategis :
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS
digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan,
rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang
tidak diharapkan dapat diminimalkan
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen
Lingkungan.
Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu
disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan
dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL
dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Aceh, dan
pemerintah Kabupaten Bener Meriah dalam aspek lingkungan terkait
bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
3. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS.
d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian
dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah.
h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan
masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal.
2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/
kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan.
g. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan
UKL-UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya
dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan
suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPI2-JM antara lain karena:
1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2-JM adalah
karena RPI2-JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/
Rencana/ Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip
kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi
garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi
mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dengan
dibantu oleh Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai
instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten.
Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat
mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya
penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPI2-JM. Diagram alir
Gambar 4-1 : Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPI2-JM
dapat mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW.
a. Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan
rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan
mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim, (2)
kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati,
(3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor,
kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu
dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok
masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan
keselamatan manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah
dampak terhadap isu-isu tersebut.
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun Tabel 8.1.
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui
proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program
dalam RPI2-JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas
maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang
Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM Kabupaten/Kota dapat
menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan,
dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan persetujuan
BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM
berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM
didukung dinas lingkungan hidup (BPLHD) dapat menyusun KLHS
Tabel 4.3. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
1. Perubahan Iklim Perubahan iklim dampaknya ke semua sektor kehidupan, sampai permukiman. signifikan
2.
Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati
Tidak terkait langsung dampaknya
Tidak signifikan
3.
Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
Tidak terkait langsung dampaknya
Tidak signifikan
4.
Penurunan mutu dan
kelimpahan sumber daya alam Tidak terkait langsung dampaknya Tidak signifikan
5.
Peningkatan alih fungsi
kawasan hutan dan/atau lahan, Tidak terkait langsung dampaknya Tidak signifikan
6.
Peningkatan jumlah penduduk
miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat
Terkait langsung pada penyediaan sarana dan
prasarana permukiman Signifikan
7.
Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
Terkait langsung pada penyediaan sarana dan
Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di
Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai
berikut:
1. Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan
identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam
pelaksanaan KLHS;
2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan,
rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau
penerimaan oleh publik;
4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses
untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan
pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses
penyelenggaraan KLHS.
Tabel 4.4. Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku
Kepentingan Lembaga
(1) (2)
Pembuat keputusan a. Bupati Bener Meriah b. DPR Bener Meriah Penyusun kebijakan, rencana
dan/ atau program
Bappeda Kab Bener Meriah
Instansi/Pelaksana KRP a. Dinas PU-Cipta Karya dan Pengairan Kab Bener Meriah b. BPLHK Kab Bener Meriah
Masyarakat yang memiliki informasi dan/atau keahlian (perorangan/tokoh/ kelompok)
a. Universitas Teuku Umar b. STAIN Tgk Dirundeng c. Asosiasi profesi d. Gapensi
e. Gapeknas, AKLI. INKINDO
d. Yayasan Paramadina semesta
e. Perorangan/tokoh : Cut Agam, T Dadek, Bustanuddin Ketua MAA
f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA : Yayasan pengembangan Kawasan, MAA Bener Meriah
Masyarakat terkena Dampak a. Lembaga Adat b. Tokoh masyarakat c. Organisasi masyarakat d. Pawang Uteun, Panglima Laot
b. Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek
sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga
aspek tersebut;
2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tabel 4.5. Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Penjelasan Singkat
(1) (2)
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 1: kecukupan air baku untuk air minum Kabupaten Bener Meriah mempunyai sumber air baku dari sungai Krueng Meureubo, Krueng Woyla, Krueng Bubon. yang sudah tercemar mercuri akibat penambangan emas.
Isu 2: Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal
Pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah
permukiman
Isu 3: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan
Kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
Ekonomi
Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan
Pencemaran air mengurangi kesejahteraan nelayan di pesisir
Sosial
Isu 5: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit
Menyebarnya penyakit diare di permukiman kumuh
d. Kajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Suatu Wilayah
e. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana,
dan/atau program untuk mengembangkan berbagai alternatif perbaikan
muatan KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah
dilakukan kajian, dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau
program yang dikaji potensial memberikan dampak negatif pada
pembangunan berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif
untuk menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana
dan/ atau program yang ada. Beberapa alternatif untuk
menyempurnakan dan atau mengubah rancangan KRP
mempertimbangkan antara lain :
a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan
kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan
menimbulkan dampak lingkungan atau bertentangan dengan kaidah
pembangunan berkelanjutan.
b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,
dan/atau program.
c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan
kebijakan, rencana, dan/atau program.
d. Mengubah kebijakan, rencana, dan/atau program.
Dari hasil kajian dengan mengisi tabel 8.5 dihasilkan kesimpulan bahwa
tidak ada satupun KRP yang memiliki score negatif sehingga tidak perlu
lagi dilakukan langkah berikutnya yaitu :
 Perumusan alternatif penyempurnaan KRP ( tabel 8.6 )
 Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS (tabel
Tabel 4.6. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP
No. Komponen kebijakan, rencana
dan/atau program
Alternatif Penyempurnaan KRP
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman NIHIL
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan NIHIL
3. Pengembangan Air minum NIHIL
4. Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman NIHIL
f. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
Tabel 4.7. Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
No. Komponen Kebijakan,
Rencana dan/atau Program
Rekomendasi Perbaikan KRP dan Pengintegrasian Hasil KLHS
(1) (2) (3)
1. Pengembangan Permukiman NIHIL
2. Penataan Bangunan dan
Lingkungan NIHIL
3. Pengembangan Air minum NIHIL
4. Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman NIHIL
Kabupaten Bener Meriah yang telah menyusun dan memiliki
dokumen KLHS RTRW Kabupaten Bener Meriah, maka hasil olahan di
dalam KLHS tersebut dapat dijadikan bahan masukan bagi kajian
perlindungan lingkungan dalam RPI2-JM.
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran
rencana-program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan,
instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL-UPL. Dan
SPPLH. Tabel 8.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara KLHS dan
4.3.2. Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008
Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang
Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
Tabel 4.8. Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan Peraturan Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang masuk kriteria sebagai wajib AMDAL (Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan studi lingkungan dengan:
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
ii. perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan iii. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan
keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
iv. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai AMDAL menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan lingkungan
f) Muatan Studi Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program dengan isu-isu strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan iii. RKL-RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan RKL-RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL- RPL) didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota
j) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
k) Atribut Lainnya:
a. Posisi Hulu siklus pengambilan keputusan Akhir sklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analisis
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif Amat terbatas
e. Titik berat telaahan
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan berkelanjutan
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya
g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h. Deskripsi proses
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan akhir
i. Fokus
pengendalia n dampak
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan Menangani gejala kerusakan lingkungan
j. Institusi Penilai
Tidak diperlukan institusi yang berwenang memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL- RPL) didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota
j) Partisipasi Masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
Masyarakat yang dilibatkan adalah: i. Yang terkena dampak;
ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib
dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A. Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau - Kapasitas Total
> 10 ha > 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau - Kapasitas Total
semua kapasitas/ besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas > 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
- Kapasitas > 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas > 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas > 500 ton/hari
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas > 25 ha
b. Kota besar, luas > 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas > 100 ha d. keperluan settlement transmigrasi > 2.000 ha
C. Air Limbah Domestik b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk
fasilitas penunjangnya:
- Luas, atau - Kapasitasnya
> 3 ha > 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
- Luas layanan, atau
a. Kota besar/metropolitan, panjang b. Kota sedang, panjang::
>5 Km >10 Km
Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
b. Luas layanan c.
>500 Ha
d. b. Pembangunan jaringan transmisi e. - panjang
>10 Km
batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib
dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya
dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL
tercermin dalam tabel 8.10
Tabel 4.10. Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem
controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
Luas kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenerator
Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/ Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman
Luas < 500 ha
Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
c. Drainase Permukaan Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
d. Air Minum i. Pembangunan jaringan distribusi:
Lanjutan Tabel 4.10
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km Pedesaan, Panjang : -
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukaan lainnya (debit)
Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5 lps - < 50 lps
Kegiatan komersil: 1,0 lps - < 50 lps
e. Pembangunan Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan
pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung
perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
Lanjutan Tabel 4.10.
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
e. Pembangunan
Gedung 2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan
vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2 4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan dan
keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
f.Pengembangan kawasan
permukiman baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja;
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu Mandiri eks transmigrasi, fasilitas pelintas batas PPLB di perbatasan);
Lanjutan Tabel 4.10.
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
g. Peningkatan Kualitas Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk;
ii. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan, dan pulau-pulau kecil;
iii.Pengembangan kawasan perdesaan untuk meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan agropolitan, kawasan terpilih pusat pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
h. Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan
i. Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun