• Tidak ada hasil yang ditemukan

sejarah pemikiran islam dalam sejarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "sejarah pemikiran islam dalam sejarah "

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beragamnya aliran Teologi yang tumbuh subur memiliki sejarah yang panjang, semuanya tidak terlepas dari para pendirinya dan latar belakang yang menyertai sampai pada para pengikutnya yang memiliki kontribusi besar terhadap aliran tersebut.

Munculnya Asy’ariyah tidak lepas dari ketidak puasan sekaligus kritik terhadap paham Mu’tazilah yang berkembang pada saat itu. Kesalahan dasar Mu’tazilah di mata Al-Asy'ari adalah bahwa mereka begitu mempertahankan hubungan Allah-manusia, bahwa kekuasaan dan kehendak Allah dikompromikan. Al-Asy‘ari adalah salah satu tokoh penting yang punya peranan dalam menjawab argumen Barat ketika menyerang akidah Islam. Karena itulah metode akidah yang beliau kembangkan merupakan panggabungan antara dalil naqli dan aqli. Doktrin-doktrin yang dikemukakan Al-Asy`ari dan pengikutnyanya dikatakan sebagai penengah dari aliran – aliran yang ada pada masa itu.

Selanjutnya, makalah yang disajikan oleh penulis ini, diharapkan bisa menjadi bahan diskusi yang nantinya dapat bermanfaat.

B. Rumusan Masalah

1. Siapa Abu Hasan Al-Asy`ari dan Bagaimana pemikiran Al-Asy`ari? 2. Siapakah Tokoh-tokoh pengikut Asy`ariyah?

3. Bagaimana Perkembangan Asy`ariyah?

C. Tujuan Penulisan

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Abu Al-Hasan Asy`ari dan Pemikirannya 1. Riwayat singkat Al-Asy`ari

Al-Asy`ari bernama lengkap Abu Al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Isma`il bin Abdillah bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy`ari. Abu Hasan Al-Asy’ari Rahimahullah dilahirkan pada tahun 260 H di Bashrah, Irak. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/ 935 M.1 Ia masih keturunan Abu Musa

Al-Asy`ari. Abu Musa Al-Asy’ari adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang masyhur.2 Sejak kecil Al-Asy`ari telah

yatim. Kemudian ibunya menikah dengan seorang tokoh Mu`tazilah bernama Abu `Ali Al Jubba`i. Al-Asy`ari seorang yang cerdas, hafal Al Qur`an pada usia belasan tahun dan banyak pula belajar hadits. Pada waktu kecil, al-Asy`ari berguru kepada Abu `Ali Al Jubba`i yang tak lain adalah ayah tirinya sendiri, untuk mempelajari ajaran-ajaran Mu`tazilah dan memahaminya. Aliran ini dianutnya sampai ia berusia 40 tahun dan tidak sedikit dari umurnya digunakan untuk mengarang buku-buku ke-Mu`tazilahan.3

Al-Asy`ari menganut faham Mu`tazilah hanya sampai berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jama`ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu`tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Apa penyebab berubahnya pikiran Al-Asy`ari itu, tidak diketahui dengan pasti namun seperti yang dikutip oleh Sharif, dalam karya “Ilm al-Kalam”, Shibli mengatakan bahwa perubahan terjadi karena adanya petunjuk yang diperolehnya lewat mimpi. 4

Selain itu, sebab lain bahwa Al-Asy`ari berdebat dengan gurunya al-Jubba`i dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid. Salah satu perdebatan itu adalah persoalan mengenai tiga orang saudara yang

1 Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: PT. Pustaka Setia, 2003), hlm.120 2 http://fatwasyafii.wordpress.com/ (diakses pada 25 Oktober 2013)

3 M.Hanafi, Theologi Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992), hlm.104

4 M.M Sharif, Aliran-Aliran Filsafat Islam: Mu`tazilah, Asy`ariyah, Maturidiyah,

(3)

dikemukakan oleh Al-Asy`ari, yang satu takwa, yang satu tak bertuhan dan yang satu lagi meninggal ketika masih anak-anak. Apa yang ditanyakan oleh Al-Asy`ari adalah bagaiman posisi (nasib) masing-masing orang tersebut di akhirat. Al-Jubba`i ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan dan konsisten dan, setelah terbukti Al-Jubba`i itu tidak dapat membuktikan doktrin shalah wa ashlah tersebut secara rasional, maka Al-Asy`ari meninggalkan aliran Mu`tazilah. 5

Berikut adalah perdebatan Al-Asy`ari dengan gurunya Al-Jubba`i seperti yang dikutip oleh Harun Nasution dalam Al-Subki. 6

Al-Asy`ari Bagaimana kedudukan ke tiga orang berikut: mukmin, kafir, dan anak kecil di akhirat?

Al-Jubba`i Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk neraka dan yang kecil terlepas dari bahaya neraka. Al-Asy`ari Kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yang lebih tinggi

di surga, mungkinkah itu?

Al-Jubba`i Tidak, yang mungkin mendapat tempat yang baik itu, karena kepatuhannya kepada Allah. Yang kecil belum mempunyai kepatuhan yang serupa.

Al-Asy`ari Kalau anak itu mengatakan pada Allah: itu bukanlah salahku. Jika sekiranya Engkau bolehkan aku terus hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik seperti yang dilakukan orang mukmin itu.

Al-Jubba`i Allah akan menjawab: “Aku tahu bahwa jika engkau terus hidup engkau akan mengerjakan perbuatan-perbuatan dosa dan oleh karena itu akan kena hukum. Maka untuk kepentinganmu Aku cabut nyawamu sebelum engkau sampai keumur tanggung jawab ”

Al-Asy`ari Sekiranya yang kafir menyatakan: “Engkau ketahui masa depanku sebagaimana Engkau ketahui masa depannya. Apa sebabnya Engkau tidak jaga kepentinganku?”

2. Pemikiran Al-Asy`ari

Diantara dua aliran yang saling bertentangan di masanya, Al-Asy`ari berada di posisi tengah-tengah. Ia harus menghadapi kedua kubu yang saling

5 Ibid, M.M Sharif, Aliran-Aliran Filsafat Islam... ... ..., hlm.57

(4)

bertentangan. Disatu pihak kaum Mu`tazilah yang lebih mempercayai/ mengandalkan akal daripada wahyu dalam mengukur dan menentukan realita serta kebenaran dan dengan demikian secara perlahan berubah menjadi kaum bid`ah yang tak berbahaya. Dilain pihak terdapat kaum ultra ortodoks yang sama sekali tidak mau menggunakan akal atau kalam dalam mempertahankan atau menjelaskan dogma-dogma agama dan mereka memandang segala wacana mengenai dogma sebagai bid`ah. Adapun pemikiran Al-Asy`ari yang terpenting adalah:

a. Konsep tentang Tuhan dan Hakikat Sifat-sifat Tuhan

Dalam masalah sifat-sifat Allah terdapat dua aliaran pemikiran yang dihadapi Al-Asy`ari, disatu pihak kaum ulta-Ortodoks yaitu kaum Shifatiyyah (kaum Atributis), Mujassimah (kaum Anthropomorfis) dan kaum Musyahibbin (orang-orang yang memperbandingkan Allah dengan Makhluk-Nya), berpendapat bahwa Allah memiliki segala sifat sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur`an dan bahwa segala sifat seperti tangan, kaki, telinga, mata dan dia bersemayam di atas Arasy diartikan secara harfiah.7 Kaum Shifatiyyah berpendirian

bahwa sifat-sifat Allah mengisyaratkan bahwa Allah bereksistensi jasadi harus difahami secara harfiah. 8

Dilain pihak terdapat aliran Mu`tazillah yang berpendapat bahwa Allah itu Esa, kadim, unik, wujud (ada). Mu`tazillah juga berpendapat bahwa Allah Tidak memiliki sifat sama sekali, sifat-sifat yang terpisah dari esensinya. Karena mereka menganggap bahwa sifat adalah esensi Allah itu sendiri. Maka apabila Allah itu “mengetahui”, dia mengetahui dengan perantaraan pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Allah itu sendiri. Sehingga apabila Allah dinyatakan bersifat,misalnya dengan sifat Ilmu, padahal sifat Allah itu banyak, berarti Allah yang Qadim dengan sifat-sifatnya pula, disimpulkan menjadi Allah itu banyak. 9

7 Ibid, M.M Sharif, Aliran-Aliran Filsafat Islam... ... ..., hlm.63 8 Ibid,... ... ..., hlm.64

9 Noer Iskandar Al-Barsany,Pemikiran Kalam Imam Abu Mansur Al-Maturidi

(Perbandingan dengan Kalam Mu`tazilah da Al-Asy`ari, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

(5)

Al-Asy`ari dalam hal ini mengakui sifat-sifat Allah yang tersebut sesuai dengan Zat Allah itu sendiri, dan sama sekali tidak menyerupai sifat-sifat Makhluk. 10

b. Kehendak bebas

Jabariyah berpendapat bahwa tindakan manusia sudah ditentukan sebelumnya dan telah ditetapkan sebelumnya oleh Allah. Mu`tazillah dan Qadariyah, dilain pihak berpendapat bahwa manusia memiliki kekuasaan penuh untuk menghasilkan suatu perbuatan dan memiliki kemerdekaan penuh dalam memilih perbuatannya, walaupun kekuasaan untuk berbuat itu memang diciptakan pada dirinya oleh Allah. Mu`tazilah menyatakan bahwa Allah Tidak memiliki Kehendak dan Kekuasaaan yang benar-benar Mutlak. 11

Al-Asy`ari berada di tengah-tengah mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu, tetapi berkuasa untuk memperoleh sesuatu perbuatan. 12 Menurut Al-Asy`ari, Kehendak dan kekuasaan

Mutlak Allah benar-benar absolut. Bahkan apa yang diperbuat manusia pun tiada yang lain adalah berjalan sesuai dengan keterangan ayat: 13



“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu" (QS. Ash Shaffat: 96)

c. Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk

Mu`tazilah berpendapat bahwa akal lebih fundamental dari pada wahyu dan dengan demikian mesti didahulukan dari pada wahyu. Wahyu hanyalah mengkonfirmasikan apa yang diterima akal dan, jika terdapat konflik antara kedua pihak, maka yang didahulukan adalah

10 Ibid, M.Hanafi, Theologi Islam ... ... ...,hlm.108

11 Ibid, Noer Iskandar Al-Barsany,Pemikiran Kalam... ... ..., hlm.82 12 Ibid, M.Hanafi, Theologi Islam ... ... ...,hlm.108

(6)

akal.14 al-Asy`ari, dilain pihak berpendapat bahwa wahyu lebih

fundamental dari pada akal adan wahyu merupakan landasan kebenaran dan realita. Dan akal hanya berperan mengkonfirmasi apa yang dikemukakan oleh wahyu.

Masalah Baik dan buruk timbul sebagai ujung dari masalah akal dan wahyu. Dalam masalah ini merupakan salah satu persoalan paling kontroversial dalam teologi islam. Menurut Mu`tazilah, patokan atau kriteria untuk menilai baik dan buruknya suatu perbuatan adalah dengan akal, bukan wahyu. Berbeda dengan Mu`tazilah, paham yang dikemukakan Al-Asy`ari landasan atau kriteria untuk menentukan baik dan buruk adalah wahyu dan bukan akal. baik dan buruknya perbuatan bukanlah sifat yang sudah menjadi tabiat pada sesuatu dan pada tindakan manusia. 15

d. Kemakhlukan Al-Qur`an

Al-Qur`an itu makhluk atau bukan merupakan persoalan yang banyak diperselisihkan. Masalah ini berujung dengan persoalan mengenai firman Allah adalah sifat Allah atau bukan. Umat Muslim Ortodoks dan Al-Asy`ari berpendapat bahwa Al-Qur`an merupakan sifat akliyah Allah. Al-Asy`ari berada di tengah-tengah mengenai ke-Khadiman Al-Qur`an.

e. Masalah Melihat Tuhan

Menurut aliran Mu`tazilah, Allah tidak dapat dilihat dengan mata kepala dan dengan demikian, mereka mena`wilkan ayat-ayat yang mengatakan adanya ru`yat, disamping menolak hadist – hadist Nabi yang menetapkan ru`yat, karena tingkatan hadist tersebut menurut mereka adalah hadist perseorangan.

Menurut golongan Musyabbihah, Allah dapat dilihat dengan cara tertentu dan pada arah tertentu pula. Dengan menempuh jalan tengah antara kedua golongan tersebut, Al-Asy`ari mengatakan bahwa Allah

(7)

dapat dilihat, tetapi tidak menurut cara tertentu dan tidak pula pada arah tertentu. 16

3. Faktor Pendukung popularitas Al-Asy`ari

Adapun berbagai faktor pendukung popularitas Al-Asy`ari itu diantaranya: 17

a. Nasab yang bermuara pada seorang sahabat Nabi yang cukup memiliki nama besar, yakni Abu Musa Al-Asy`ari. Dalam sejarah persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu`awiyah, dialah yang menjadi perantaranya.

b. Pengaruh geografis tempat tinggalnya yang berada di pusat kota yang sekaligus menjadi pusat keramaian (peradaban) umat Islam pada masa itu, yakni basrah.

c. Banyaknya pengikut yang kemudian memiliki nama besar di kalangan dunia Islam.

d. Dukungn pihak penguasa yang pada era Khalifah Al-Mutawakkil. Di antara tulisan-tulisan Abu Hasan Al-Asy`ari adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’, al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kitabush Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar, al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah, Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin, Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al-Mukhtazin, dan yang lainnya.

B. Riwayat Beberapa Tokoh Asy`ariyah

Masyhurnya nama dan pemikiran Al-Asy`ari tidak terlepas dari berbagai faktor pendukungnya. Faktor yang paling penting bagi kemajuan aliran

16 Ibid,M.Hanafi, Theologi Islam ... ... ...,hlm.109

(8)

Asy`ariyah adalah adanya tokoh-tokoh pendukung dan pengikut Al-Asy`ariyah. Berikut adalah tokoh-tokoh Asy`ariyyah beserta pandangannya.

1. Riwayat Hidup Tokoh-Tokoh Asy’ariyah a. Al-Baqillani

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Thayyib bin Muhammad bin Ja'far bin Qasim, yang lebih dikenal dengan Qadhi Abu Bakr al-Baqillani. Al-Baqillani berguru dari sejumlah ulama di berbagai disiplin ilmu, antara lain: Abu Abdullah bin Muhammad bin Ya'kub bin Mujahid Thai al-Maliki (sahabat dan murid al-Asy’ari), Abu Bakr Ahmad bin Ja'far bin Malik al-Qathi'i, Abu Bakr Muhammad bin Abdullah al-Abhari" seorang ahli faqih bermazhab Maliki. Al-Baqillani wafat pada tahun 403 H di Baqdhad dan dimakamkan di samping makam Ahmad bin Hambal di pekuburan Bab al-Harb. 18

b. Al-Juwaini

Nama lengkapnya adalah Abu al-Ma'ali ibn Rukn al-Islam Abi Muhammad Juwayni Naysaburi Shafi'i, dikenal dengan Imam al-Haramayn and Ibn al-Juwayni (419-478). Lahir di Naisabur Iran, kemudian setelah besar pergi ke kota Mu`askar, dan akhirnya tinggal dikota Baghdad. Kegiatan ilmiahnya meliputi Ushul Fiqih dan Theology Islam.

Iman al-Juwaini belajar dari sejumlah ulama, antara lain dari ayahnya sendiri Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf Juwaini, seorang ulama al-Syafi'i dan belajar hadis dari ulama-ulama besar yang ada saat itu. Ketika ayahnya meninggal tahun 438 H, ia menggantikan ayahnya sebagai mufti. 19

c. Al-Ghazali

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, lahir pada 450 H di Thus, suatu kota kecil di Khurasan,Iran. Kata al-Ghazali kadang – kadang diungkapkan dengan “Al-Ghazzali” (dengan dua huruf z), yang diambil dari kata “ghazzal” yang berarti pemintal benang. Hal itu karena ayah Al-Ghazali bekerja sebagai pemintal benang wol. Adapun Al-Ghazali diungkapkan dengan satu z,

(9)

diambil dari kata ghazalah nama kampung kelahiran Al-Ghazali, sebutan yang terakhir inilah yang banyak dipakai. 20

Dari Thus ia mulai belajar kepada salah seorang ulama besar Thus yaitu al-Iman Ahmad bin Muhammad al-Razkani, kemudian ia merantau ke Jurjan, di sini ia belajar dari Nashr al-Ismaili. Kemudian ia kembali ke Thus dan menetap selama tiga tahun, merenung, berpikir, dan menghafal apa yang telah diperolehnya dari Thus. Kemudian ia ke Naisabur dan berguru pada Imam al-Haramain, disinilah produktivitas ia sebagai seorang ilmuan nampak, dengan menulis berbagai masalah. Sehingga al-Imam al-Haramain memberi julukan pada ia dengan "Lautan yang menenggelamkan."

2. Pandangan Tokoh-Tokoh Asy’ariyah a. Pandangan Al-Baqillani

Adapun pandangan-pandangan al-Baqillani dalam teologi Asy’ariyah diantaranya membahas tentang Wujud Allah dan sifat-sifat-Nya, teori al-ahwal dan kasab.

Tentang Wujud Allah, Baqillani berpandangan sama dengan al-Asy’ari. al-Baqillani berangkat dari penetapan akan kebaharuan alam, alam yang terdiri dari al-jauhar atau al-'ardh, keduanya adalah sesuatu yang baru dan yang baru pasti ada yang mengadakannya dan yang mengadakannya itu adalah Allah. Dalil al-Baqillani antara lain dengan menetapkan bahwa Allah adalah qadim dan alam adalah baru, dan sesuatu yang baru pasti ada yang mengadakannya, dan yang mengadakannya tidak mungkin dari sesama jenisnya yang baru, tetapi pasti adalah yang qadim, yaitu Allah swt. 21

b. Pandangan Al-Juwaini

Perkembangan kedua dalam teologi al-Asy’ariyah berada di tangan Imam al-Haramain al-Juwaini. Pandangan al-Juwaini dalam pengembangan teologi Asy’ariyah, tidak terlalu berbeda jauh dari pendahulunya, beliau juga memberikan pendapatnya tentang sifat-sifat Allah, seputar teori al-ahwal dan al-kasab.

Menurut pendapat al-Juwaini, sifat-sifat Allah dapt dibagi dua bagian yaitu sifat-sifat nafsiyah dan sifat-sifat ma'nawiyah. Sifat nafsiyah adalah

20 Ibid,M.Hanafi, Theologi Islam ... ... ...,hlm.111

(10)

semua sifat Allah yang harus ada, tidak pernah berpisah baik tidak mempunyai sebab (ghair al-Syarif, mu'allah), dan sifat ma'nawiyah adalah sifat-sifat al-ahkam yang ada, tapi keberadaannya disebabkan (mu'allalah) dengan sebab-sebab ('illa-'illah).

Sifat-sifat nafsiyah seperti wujud; qidam, qiyam bi nafish, wahdaniyah, baqa dan tidak serupa dengan yang baru. Al-Imam al-Juawaini sependapat dengan al-Asy’ari, namun sifat-sifat al-khabariyah atau anthropomorphism, seperti wajah tangan, dan istawa 'ala al-'arsy mereka berbeda. Beliau mentakwilkan tangan dengan kuasa (al-qudrah), wajah dengan al -wujud, dan Allah istawa 'ala al-arsy ditakwilkan dengan berkuasa dan maha tinggi.

Tuhan harus diartikan Kekuasaan Tuhan, mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan Wajah Tuhan diartikan sebagai Wujud Tuhan. Dan keadaan Tuhan duduk di atas tahta kerajaan diartikan Tuhan Berkuasa dan Maha Tinggi. Sedangkan tentang perbuatan manusia, menurutnya daya yang ada pada manusia juga mempunyai efek Tetapi efeknya serupa dengan efek yang terdapat antara sebab dan musabab. Wujud perbuatan tergantung pada daya yang ada manusia, wujud daya ini bergantung pula pada sebab lain, dan wujud sebab ini bergantung pula pada sebab lain lagi dan demikianlah seterusnya sehungga sampai kepada sebab dari segala sebab Tuhan. 22

c. Pandangan Al-Ghazali

Pengaruh al-Ghazali sangat kuat dalam kaitannya dengan teologi Asy’ariyah sehingga beliau digelari Hujjatul Islam. Bahkan sebagian ilmuan seperti Ahmad Mahmud Shubhi memposisikan al-Ghazali seperti Aristoteles dalam peradaban Yunani, Desacrtes dan Immanuel Kant dalam peradaban Eropa. Salah satu sumbangsih terbesar Ghazali adalah kitab ihya ulum al-Din, sehingga tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa al-Ghazali merupakan rujukan yang utama dalam membahas teologi Asy’ariyah.

Pandangan al-Ghazali yang berbeda dari tokoh Asy’ariyah yang lainnya, adalah konsep Causalitas (hubungan sebab akibat) yang merupakan adopsi dari pemikiran Aristoteles kemudian disesuaikan dengan teologi yang

(11)

dipahami oleh al-Ghazali. Al-Ghazali berpendapat bahwa menghubungkan antara apa yang diyakini dalam hal yang biasa antara sebab dan yang disebabkan tidaklah mesti, dan menetapkan salah satunya tidak berarti menetapkan yang lain begitupun sebaliknya, karena semuanya telah diawali dengan takdir Allah, memberi contoh antara lain bahwa kenyang tidak mutlak harus dengan makan, tapi Allah bisa mentakdirkan bahwa seseorang bisa kenyang tanpa melalui makan. 23

C. Perkembangan Asy`ariyah

Dalam perkembangannya aliran Asy’ariah lebih condong kepada segi akal pikiran murni, mendahulukannya sebelum nas dan memberinya tempat yang lebih luas daripada tempat untuk nas-nas itu sendiri. Al-Juwaini sudah berani memberikan ta’wilan terhadap ayat-ayat mutasyabihat. Bahkan menurut al-Ghazali pertalian antara dalil akal dengan dalil syara’, ialah kalau dalil akal merupakan fondamen bagi suatu bangunan, maka dalil syara’ merupakan bangunan itu sendiri. 24

Asy’ariyah mulai mengalami perkembangan ketika perdana menteri Tugril yang menganut pandangan Mu’tazilah wafat (1063), dan digantikan oleh Alp Arselan (1063-1092) yang mengangkat Nizam Mulk sebagai pengganti al-Kunduri. Perdana menteri baru itu adalah penganut aliran Asy’ariah dan atas usahanya pula aliran ini cepat berkembang, sedang aliran Mu’tazilah mulai mundur kembali. Ia mendirikan sekolah-sekolah yang diberi nama al-Nizamiah, diantaranya di Bagdad di mana al-Ghazali pernah mengajar. Di sekolah-sekolah ini dan sekolah lain diajarkan teologi Asy’ariah. Pembesar-pembesar Negara juga menganut aliran Asy’ariah. Dengan demikian faham-faham Asy’ariah meluas bukan hanya di daerah kekuasaan Saljuk, tetapi juga di dunia Islam lainnya. 25

Murid-murid Al-Ghazali banyak menyebarkan faham Ahlussunnah Wal jama`ah, seperti Muhammad Ibnu Tumart yang kemudian mendirikan kerajaan Muwahhid (1130-1269 M) di afrika Utara dan Spanyol. Shalahuddin al-Ayyuby di Mesir, sebagai pengganti dari aliran Syi`ah, dan kerajaan Fatimiyah yang

23 http://spiritilmupengetahuan.blogspot.com/ (diakses 25 oktober 2013) 24 Ibid,M.Hanafi, Theologi Islam ... ... ...,hlm.108

(12)

berkuasa di Mesir (969-1171 M). Di dunia Islam bagian timur sampai ke India dibawa oleh Muhammad al-Gaznawi (999-1030 M), kemudian membentuk dinasti Gaznawi yang bekuasa di Afganistan dan Punjab (962-1186 M).

Asy-ariah merupakan aliran yang hidup hingga sekarang, berumur hampir sepuluh abad. Aliran ini tumbuh pada tahun-tahun pertama abad ke-4 H, hingga sekarang masih ada, walaupun harus menghadapi tekanan kira-kira 1½ abad. Satu saat bertarung melawan kaum rasionalis, yang diwakili khususnya oleh Mutazilah, akan tetapi kadang juga melawan naqliyin (tekstualis) yang diwakili oleh salaf ekstrim dari kalangan Hanabilan dan Karamiah. Baru kemudian ajaran-ajaran aliran ini bisa mendominasi dan menjadi mazhab resmi negara di dunia Sunni, yang dalam rangka itu ia ditopang oleh kondisi sosial-politik.

BAB III PENUTUP

(13)

1. Nama lengkap Al-Asy`ari adalah Abu Al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Isma`il bin Abdillah bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy`ari. Lahirkan pada tahun 260 H di Bashrah, Irak. Pemikiran – Pemikiran Abu Hasan Al-Asy`ari berkisar: Konsep tentang Tuhan dan Hakikat Sifat-sifat Tuhan, Kehendak bebas, Akal dan Wahyu serta Kriteria Baik dan Buruk, Kemakhlukan Al-Qur`an, Masalah Melihat Tuhan.

2. Al-Baqillani, Bernama lengkap Muhammad bin Thayyib bin Muhammad bin Ja'far bin Qasim, yang lebih dikenal dengan Qadhi Abu Bakr al-Baqillani. Al- Juwaini bernama lengkap Abu al-Ma'ali ibn Rukn al-Islam Abi Muhammad al-Juwayni al-Naysaburi al-Shafi'i, dikenal juga dengan dengan Imam al-Haramayn. Al-Ghazali Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali, lahir pada 450 H di Thus, suatu kota kecil di Khurasan,Iran.

3. Asy’ariyah mulai mengalami perkembangan ketika perdana menteri Tugril yang menganut pandangan Mu’tazilah wafat, dan digantikan oleh Alp Arselan yang mengangkat Nizam al-Mulk sebagai pengganti al-Kunduri. Perdana menteri baru itu adalah penganut aliran Asy’ariah dan atas usahanya pula aliran ini cepat berkembang.

B. Kritik dan Saran

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, walaupun makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, penulis berharap semoga dapat membawa manfaat dengan memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya, dan umumnya bagi pembaca.

Kritik dan saran yang bersifat membangung sangat penulis butuhkan guna memperbaiki Makalah yang penulis buat selanjutnya.

(14)

Hanafi,1992 Theologi Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna

Iskandar Barsany, Noer 2001,Pemikiran Kalam Imam Abu Mansur Al-Maturidi (Perbandingan dengan Kalam Mu`tazilah da Al-Asy`ari, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Nasution,Harun 1986,Teologi Islam Aliran-Aliran Sejaran Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press

Rozak, Rosihon Anwar, 2003 Ilmu Kalam, Bandung: PT. Pustaka Setia

Sharif, M.M, 2004 Aliran-Aliran Filsafat Islam: Mu`tazilah, Asy`ariyah, Maturidiyah, Thahawiyah, Zhahirriyah, Ihwan al-Shafa, Bandung: Nuansa Cendekia

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 3- Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh dari Daerah di Maluku. Gambar 4-Kromatogram Gas Eugenol pada Sampel Minyak Atsiri Bunga

STEL Batas paparan jangka pendek: 2) batas paparan jangka pendek: nilai batas yang di atasnya paparan hendaknya tidak terjadi dan yang terkait dengan jangka 15-menit kecuali

Students who join English club can get some benefits in their ability mastering English skill, there are students will be able to participate in the various

Keempat tentang alur proses pengiriman / rujukan pecandu narkoba dari Kabupaten Bulungan ke Balai Besar Rehabilitasi LIDO Badan Narkotika Nasional dan ke Kabupaten Bulungan

Hasil desain yang diciptakan peneliti berupa bangunan Pusat Kebudayaan Batik yang dapat memenuhi kebutuhan warga dan para pengrajin batik untuk berjualan dan

Data training ini menggunakan delapan attribute yang didapatkan pada analisis tekukan jari tangan dan analisis posisi kemiringan tangan, berikut adalah attribute

hasil penelitian menunjukan kelompok eksperimen yang diberikan video tutorial memperoleh hasil peningkatan dalam kemampuan kognitif di bandingkan kelompok kontrol,

Kerapatan relatif suatu jenis (KR) =.. Jenis dengan INP paling tinggi menjadi prioritas untuk dipilih sebagai pohon yang akan ditebang. Selain keterwakilan jenis atau kelompok