• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA BANI

ABBASIYAH DAN PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM

PADA MASA BANI UMAYYAH DI ANDALUSIA

Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah SKI dan Budaya Lokal Dosen Pengampu : M. Sauki

Disusun Oleh :

Fitroh Merkuri W. Fisika 13620023

Romanudhin Fisika 13620025

Karima Soraya F. Fisika 13620041

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, berkah, dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah SKI dan Budaya Lokal yang membahas tentang“Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah Dan Perkembangan Kebudayaan Islam Pada Masa Bani Umayyah Di Andalusia” ini. Sholawat dan salam tak lupa juga kami haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan makalah kali ini kami jadi mengetahui tentang perkembangan kebudayaan islam pada masa Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah di Andalusia. Meski hambatan dan cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan juga, tapi berkat semangat dari teman-teman dan orang-orang terdekat, Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada: 1. Bapak M. Sauki, selaku dosen SKI dan Budaya Lokal kami.

2. Spesial untuk anggota kelompok 3: Fitroh, Roman, dan Karima. Terima kasih untuk waktu kalian dan hasil kerja keras kalian, semoga ilmu yang kita suguhkan ini bermanfaat.

Kami menyadari jika makalah yang kami sajikan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang ingin belajar tentang sejarah kebudayaan islam.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 16 September 2014

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i Kata Pengantar ... ii Daftar Isi ... iii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 1 C. Tujuan ... 1 BAB II PEMBAHASAN

A. Bani Umayyah ... 2 B. Bani Abbasiyyah ... 12 BAB III PENUTUP

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang membawa sebuah peradaban yang berkaitan dengan nilai-nilai religius sesuai ajaran Allah SWT. Kepemimpinan Islam dimulai dari masa Rasulullah yang dilanjutkan sampai pada masa kepemimpinan kulafaur Rasyidin. Selama kurung waktu tersebut Islam telah berkembang pesat seiring perluasan wilayah di luar Arab oleh Islam. Setelah masa Kulafaur Rasyidin muncullah daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah.

Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat saat kepemimpinan Bani Umayyah dan Abbasiyah sehingga peradaban Islam memberi pengaruh yang besar kepada dunia saat itu. Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang peradaban, ilmu pengetahuan, politik dan pemerintahan, sains dan teknologi. Di makalah ini akan kami paparkan mengenai politik, perkembangan peradaban, sains dan teknologi pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah serta kemundurannya.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Bagaiman sistem pemerintahan dan politik pada masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah?

b. Bagaimana perkembangan peradaban pada masa Bani Umayyah dan Abbasiyah?

c. Bagaimana kemunduran daulah Bani Umayyah dan Abbasiyah? C. TUJUAN

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. BANI UMAYYAH (di Andalusia)

1. Proses pembentukan

Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah namun dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.1

Sebelum umat Islam menguasai Andalusia wilayah yang terletak di sekitar semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke – 5 M, wilayah ini disebut dengan Iberia (atau Les Iberes), yang diambil dari nama Bangsa Iberia (penduduk tertua di wilayah tersebut). Ketika berada di bawah kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke – 5 M, Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah ini. Sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya disebut “ Andalusia “.

1Tentang perbedaan antara sistem pemerintahan masa khilafah Rasyidah dan masa

(6)

Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M), Yazid ibn Abd Al-Malik (720-724 M), dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).2

Sejak pertama kali berkembang di Andalusia sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam telah memainkan peranan yang sangat besar. Pada tahap awal semenjak menjadi kekuasaan Islam, Andalusia diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh pemerintah Bani Ummayah di Damaskus. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah (661-680 M) dari Madinah ke Damaskus. Pada periode ini kondisi sosial politik Andalusia masih diwarnai perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan. Di samping itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di Andalusia yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdur Rahman Al–Dakhil ke Andalusia.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik (685–705 M), umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah satu provinsi dari dinasti Ummayah, dan yang menjadi Gubernurnya adalah Hasan Bin Nu’man Al Ghassani. Menurut sejarah sebelum Islam dapat menguasai daerah Afrika Utara, di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan dari kerajaan Romawi. Kerajaan inilah yang selalu mengajak masyarakat agar mau menentang kekuasaan Islam. Namum pemikiran mereka itu dapat dihabiskan atau kekuasaan Islam kerajaan Romawi ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam, sehingga wilayah Afrika Utara dapat dikuasai sepenuhnya dan dari daerah sinilah Islam menguasai Andalusia.

Namun pada masa pemerintahan dinasti Ummayah pada khalifah Al–Walid (705-715 M), Gubernur di Afrika Utara tersebut digantikan kepada Musa Ibn Nushair. Pada Musa Ibn Nushair, mereka berhasil memduduki Al-Jazair, Maroko dan daerah bekas Barbar. Khalifah Al–Walid salah seorang Khalifah dari

2Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993),

(7)

Bani Ummayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah.

Di zaman Umar ibn Abd Al-Aziz (717-720 M), serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sanalah ia mencoba menyerang Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.3

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.4

Sepeninggal Umar ibn Abd Al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd Al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahannya. Kerusuhan terus menerus berlanjut hingga masa kekhalifahan berikutnya.5

Pada masa pemerintahan khalifah Hisyam ibn Abd Al-Malik (724-743 M) muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim dan merupakan ancaman yang sangat serius. Sebenarnya Hisyam ibn Abd Al-malik adalah seorang

3Ibid., hlm. 44

4Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid 1, (Jakarta: UI

Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 62.

(8)

khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya. Akhirnya pada tahun 750M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim Al-Khurasani.6

2. Kemajuan Peradaban

Pada pemerintahan Bani Umayyah peradaban islam sudah bersifat internasional, meliputi tiga benua: sebagian Eropa, sebagian Afrika, sebagian besar Asia. Penduduknya meliputi puluhan bangsa, menganut bermacam-macam bahasa. Semua itu disatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa pemersatu dan agama islam menjadi agama resmi Negara.

Perkembangan Kebudayaan yang terjadi adalah bidang Politik, bidang Sosial, bidang Sastra, bidang Ekonomi, bidang Ilmu pengetahuan, bidang Kota dan Arsitektur.

a. Ekspedisi Umayyah ke Andalusia

Ekspedisi Umayyah ke Andalusis berlangsung beberapa kali:

1) Dipimpin oleh Tarif ibn Malik dengan 500 tentara muslim pada 91/710, 2) Dengan 7000 tentara dipimpin Thariq ibn Ziyad pada 92/711, atas perintah

Musa ibn Nushair dengan tambahan pasukan sebanyak 5000 orang.

3) Pada 712 dipimpin Musa bin Nushair sendiri dengan membawa 10.000 tentara. Ekspedisi tersebut memperoleh hasil gemilang dengan ditaklukkan ibukota Toledo dan sejumlah daerah di sekitar pegunungan Pyrenia dan tanah Galia di bawah kekuasaan Prancis hingga seluruh wilayah Andalusia dapat ditaklukkan, kecuali Galcia di bagian barat laut semenanjung itu.

Pasca ekspedisi itu, Andalusia menjadi propinsi dari Daulah Umayyah sampai tahun 132/750, dan sejak kekuasaan Daulah Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbasiyah, maka sekitar enam tahun lamanya Andalusia menjadi propinsi di bawah kekuasaan daulah baru tersebut.

6ibid., hlm. 47-48.

(9)

Hisyam ibn Abd Malik memproklamirkan Andalusia sebagai dinasti tersendiri sebagai Daulah Umayyah II (Barat) yang beribukota di Cordova hingga tahun 422/1031.

b. Perkembangan Politik Daulah Umayyah di Andalusia

1) Abdurrahman ibn Muawiyah (ad-Dakhilatau Rajawali Quraisy) adalah pendiri Daulah Umayyah di Andalusia. Ia berhasil menyingkirkan Yusuf ibn Abdurrahman al-Fikhri, gubernur Andalusia di bawah kekuasaan Abbasiyah. Meskipun demikian, untuk selama 32 tahun kekuasaannya, ia tetap menyebut dirinya sebagai amir bukan khalifah. Gelar amir tetap dipertahankan hingga pemerintahan amir kedelapan, Abdurrahman III (300-330/912/961). Terdorong oleh berdirinya Khalifah Fathimiyah di Mesir dan merosotnya wibawa kekhalifahan Abbasiyah sepeninggal al-Mutawakkil, Abdurrahman III memproklamirkan dirinya sebagai khalifah dan amirul mu’minin, bahkan ditambahkan di belakang namanya gelar al-Nashir.

2) Daulah Umayyah di Andalusia mengembangkan pemerintahannya selama 275 tahun dengan 7 orang amir dan 6 orang khalifah, yaitu: a) Abdurrahman ad-Dakhil, b) Abdurrahman II, c) Abdurrahman III al-Nashir, d) Hakam II al- Mustanshir, e) Al-Muayyad, f) Abd Al-Malik ibn Muhammad, g) Hisyam III al-Mu’tadi.

(10)

c. Perkembangan Sosial

1) Penduduk Andalusia terdiri dari unsur-unsur Arab (Arab Utara/ Mudlari dan Arab Selatan/Yamani), Barbar, Spanyol, Yahudi, dan Slavia.

2) Masyarakat Barbar banyak menempati pemukiman di daerah-daerah tandus, dan mereka berhadapan dengan masyarakat Nasrani. Adapun masyarakat Yahudi menikmati kebebasan beragama pada masa ini dan mereka menyebar di daerah-daerah Andalusia.

3) Sementara itu, masyarakat Spanyol terdiri dari: 1) kelompok yang memeluk Islam, 2) kelompok yang meniru adat istiadat Arab yang disebut Musta’ribah, dan 3) kelompok asli yang masih memeluk agama Nasrani. Lain halnya dengan golongan Slavia, penduduk ini adalah berasal dari kalangan budak yang semula dijadikan pengawal istana pada masa an-Nashir.

d. Perkembangan Kebudayaan

1) Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan

Dalam perkembangan ilmu agama, madzhab Maliki memperoleh pengaruh luas di Andalusia, karena itu perhatian muslimin Andalusia terhadap Hadits Rasulullah amat besar, sehingga melahirkan ulama penghafal hadits seperti Abu Abdurrahman al-Mukallad. Bidang ilmu agama yang lain memperoleh perhatian pesat adalah ilmu qiraat, yang membahas lafal-lafal al-Quran yang baik dan benar. Selain ilmu agama, filsafat mendapat perhatian muslim Andalusia. Begitu pula ilmu-ilmu lain seperti ilmu pasti, astronomi, kedokteran, dan sejarah.

(11)

Berikut beberapa cabang ilmu pengatahuan yang berkembang di Andalusia.

a) Kedokteran

Ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-Qasim Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang ahli bedah terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. di Jilid. Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli dalam bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat al-Thib. b) Ilmu Tafsir

Kemajuan dalam bidang ilmu tafsir ditandai dengan munculnya ulama’ ahli tafsir. Mereka antara lain adalah baqi, ibnu makhlad, Al-zamakhsyari dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-thabari. Selain mereka, terdapat juga ahli tafsir terkenal saat itu, yaitu ibn ‘Athiyah. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kumpulan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh Al-Qurtubi.

c) Ilmu Fiqh

Perkembangan dan kemajuan ilmu fiqh ditandai dengan munculnya banyak ulama’fiqh (fuqaha’) di antara madzhab yang paling berperan dalam pengembangan madzhab ini adalah abdul malik dan Ibn Rusyd dengan karyanya Bidayah Al-Mujahid, Ibn Rusyd menggunakan metode perbandingan terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang saat itu.

d) Ilmu hadits

Meskipun tidak sepesat perkembangan ilmu lain ilmu hadist juga menjadi perhatian para ulama’ di Andalusia. Di antara ahli ilmu hadits adalah Abdul walid Al-Baji yang menulis buku Al-Muntaqal. e) Sejarah dan geografi

(12)

f) Astronomi

Pengkajian ilmu astronomi berkembang dengan pesatnya pada masa ini. Para ahli ilmu pada saat ini percaya bahwa radiasi bintang-bintang besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi.

g) Ilmu fisika

Kemajuan di bidang fisika ditandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim terkenal.

h) Filsafat

Dalam catatan sejarah, islam di Andalusia telah memainkan peran sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim.

Dan karena kemajuan dalam semua bidang di ataslah yang menyebabkan peradaban islam di Andalusia berkembang.

2) Kota dan Seni Bangun

Adalah kota Cordova pada masa ini menempati kedudukan yang sejajar dengan Konstantinopel dan Bagdad sebagai pusat peradaban dunia. Pada masa ad-Dakhil, Cordova dijadikan ibukota negara menggantikan Sevilla. Di kota ini dibangun benteng dan istana, danau sumber air bersih, sejumlah masjid, pasar, dan pemandian umum. Seluruh jalan di kota ini telah diperkeras, dan diterangi lampu pada waktu malam.

Selain Cordova yang indah dan megah itu, pada masa an-Nashir dibangun kota saletit al-Zahra.Kota ini dilengkapi masjid agung, taman indah, pabrik senjata, pabrik perhiasan, dan kolam-kolam marmer.

(13)

3. Kemunduran

Sebenarnya Islam di Andalusia bertahan cukup lama, agama islam berada di Eropa kurang lebih selama 781 tahun. Waktu yang begitu lama telah banyak dimanfaatkan oleh para penguasa dan masyarakat muslim untuk mengembangkan peradaban dunia. Sejarah telah memberikan catatan penting mengenai peran yang telah dimainkan kaum intelektual muslim ketika itu. Mereka telah memberikan sumbangan yang sangat berharaga bagi kemajuan peradaban dunia kini.

Akan tetapi, sejarah panjang yang telah diukir masyarakat muslim dan para penguasa Dinasti Bani Umayah ll di Andalusia akhirnya mengalami kemunduran dan kehancuran. Kemunduran dan kehancuran itu disebabkan oleh beberapa faktor.

Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.

a. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.7

b. Konflik Islam dengan Kristen

Para penguasa muslim di Spanyol setelah Al-Hakam ll tidak ada yang secakap para khalifah sebelumnya. Hal ini berakibat pada melemahnya pertahanan yang ada. Kelemahan itu semakin menjadi ketika umat Kristen menemukan identitas dan perasaan kebangsaan mereka. Sehingga tidak banyak yang dapat dilakukan oleh para penguasa muslim untuk mengembangkan bidang-bidang keilmuan yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkuat dan mempertahankan kekuasaan, akhirnya umat islam Andalusia mengalami kemunduran.

(14)

c. Tidak adanya ideologi pemersatu

Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.8

d. Kesulitan ekonomi

Dalam catatan sejarah, pada paruh kedua masa Islam di Andalusia, para penguasa begitu aktif mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban islam, sehingga mengabaikan pengembangan sektor ekonomi. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang memberatkan negara dan tentu saja berpengaruh tarhadap perkembangan politik dan militer. Kenyataan ini diperparah dengan datangnya musim paceklik yang dialami para petani. Dengan tersendatnya pembayaran pajak para petani ini mengganggu perekonomian Negara serta penggunaan keuangan negara yang tidak terkendali oleh para penguasa muslim. Krisis ekonomi ini berdampak sangat serius terhadap kondisi sosial politik, ekonomi, militer dan sebagainya.

e. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah dan kaum Mawali (non-Arab) yang merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.9

8Syed Amer Ali, A Short History of the Saracens, (New Delhi: Kitab Bhavan, 1981),

hlm.169-170.

(15)

B. BANI ABBASIYAH

1. Proses pembentukan

Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Dinasti Abbasiyah berkedudukan di baghdad. Secara turun temurun kurang lebih tiga puluh tujuh khalifah pernah berkuasa di negeri ini. Pada masa ini Islam mencapai puncak kejayaanya dalam berbagai bidang.

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan di seluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah.

Di antara situasi yang mendukung berdirinya Daulah Abbasiyah dan menjadi lemah dinasti sebelumnya adalah:

a. Timbulnya pertentangan politik antara Muawiyyah dengan pengikut Ali bin Abi Thalib (Syiah).

b. Munculnya golongan khawarij, akibat pertentangan politik antara Muawiyyah dengan Syiah, dan kebijakan-kebijakan land reform yang kurang adil.

c. Timbulnya politik penyelesaian khilafah dan konflik dengan cara damai.

(16)

e. Adanya konsep hijrah dimana setiap orang harus bergabung dengan golongan khawarij yang tidak bergabung dianggapnya sebagai orang yang berada dalam dar al-harb, dan hanya golongan khawarijlah yang berada pada dar al-islam. f. Bertambah gigihnya perlawanan pengikut Syiah terhadap Umayyah setelah

terbunuhnya Husein bin Ali dalam pertempuran Karbala.

g. Munculnya paham mawali, yaitu paham tentang perbedaan antara orang Islam Arab dan non-Arab.

2. Tata Politik dan Pemerintahan

Selama dinasti ini berkuas, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:10

a. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.

b. Periode kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki Pertama.

c. Periode ketiga (334 H/954 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.

d. Periode keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.

e. Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 m), masa khalifah bebas dari pengaruh lain tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Bagdad.

10Bojena Gajane Stryzewska, Tarikh al-Daulat al-Islamiyah, (Beirut: Al-Maktab Al-Tijari,

(17)

Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-Mansur “Saya adalah sultan Tuhan di atas bumi-Nya”.

Selanjutnya periode II , III , IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, daulah Fatimiyah. Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada dua tindakan yang dilakukan oleh para Khalifah Daulah Bani Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah, dan kedua pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Pada periode 750-847 M seluruh kerajaan Islam berada di bawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada zaman ini sebagai berikut:

a. Abul Abbas As-Saffah (750-754 M) b. Abu Ja’far Al Mansyur (754-775 M),

Pada kepemimpinannya ibu kota negara dipindahkan ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dia juga melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya dengan mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif, serta menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen,11 wazir yang pertama yaitu Khalid bin

Barmak dari Persia. Dia juga membentuk sekretaris negara, dan kepolisian

(18)

negara.pada masa ini jawatan pos tidak hanya mengantar surat tapi juga mengumpulkan informasi di berbagai daerah, sehingga administrasi berjalan lancar.

Pada masa Al-Masyur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata yang artinya,”sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya. Pandangan ini berlanjut ke generasi selanjutnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al-Khulafa’ al-Rasyidun. Di samping itu, khalifah-khalifah Abbasiyah memakai “gelar tahta”, seperti Al-Mansyur adalah “gelar tahta” Abu Ja’far yang mana itu lebih populer dari nama sebenarnya.12

c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)

Perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Basrah menjadi pelabuhan yang penting sebagai transit dagang Timur dan Barat.

d. Abu Musa Al-Hadi (785-786 M)

Pada pemerintahannya, Bani Abbasiyah mencapai puncaknya. Puncak keemasan dapat diraih karena kegigihan para pemimpin.

e. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)

Pada pemerintahannya daulat abbasiyah mencapai puncaknya. Kekayaan yang banyak digunakan sebagai keperluan sosial. Rumah sakit lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Dan sudah mencapai 800an dokter pada masanya. Dan pada masa ini negara Islam menempatkan diri sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)

12W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta:

Tiara Wanaca Yogya, 1990), hlm. 104

(19)

Ia dalah khalifah yang cinta terhadap ilmu. Penerjemahan buku-buku asing digalakkan, seperti buku Yunani. Ia mendirikan sekolah dan karya terbesarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, sebagai pusat penerjemahan dan perpustakaan yang besar. Dan Bagdad pun menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)

Orang Turki berpeluang besar masuk dalam pemerintahan sebagai tentara pengawal. Pada masa ini tentara dibina secara khusus sehingga kekuatan militer sangatlah kuat. Meskipun demikian banyak tantangan dan dan gerakan politik baik dari Bani Abbas maupun dari luar.

i. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)

Pada pemerintahannya, Bani Abbasiyyah masih dapat mempertahankan puncak keemasannya.

j. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861 M)

Periode 232-590 H / 847-1194 M kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke dalam tiga negara otonom: 1) Kaum Turki (232-590 H)

2) Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H) 3) Golongan Bani Saljuq (447-590 H)

Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah Abbassiyah.

Periode kelima (590-656 H / 1194-1258 M), kekuasaan berada kembali di tangan Khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya. Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu:

a. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah Al-Watsiq (847 M).

(20)

berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).

c. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Saljuk ke Baghdad (1055 M).

d. Masa Abbasiyah IV, yaitu masuknya orang-orang Saljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan pada tahun 656 H (1258 M).

3. Peradaban

Pada masa Dinasti Abbasiyah peradaban Islam mengalami puncak kejayaanya. Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Pengembangan ilmu pengetahuan diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama dari bahasa Yunani ke bahasa Arab., pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al Hikmah, dan terbentuknya madzhab-madzhab ilmu pengetahuan dan keagamaan ssebagai buah kebebasan berpikir.

Dari perjalanan rentang sejarah ternyata Bani Abbsiyah dalam sejarah lebih banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah ke Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah, menoreh wajah dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbasiyah merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.

Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun al Rasyid dan puteranya Al-Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong bintang, perpustakaan terbesar dan dilengkapi dengan lembaga untuk penerjemahan.

Kemajuan peradaban Abbasiyah sebagai disebabkan oleh stabilitas politik dan kemajuan ekonomi kerajaan yang pusat kekuasaannya terletak di Baghdad. Adapun kemajuan peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Abbasiyah adalah :

(21)

Kemajuan politik dan pemerintahan yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyyah:

1) Memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Kemudian menjadikan Baghdad sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Dijadikan “kota pintu terbuka” sehingga segala macam bangsa yang menganut berbagai keyakinan diizinkan bermukin di dalamnya. Dengan demikian jadilah Baghdad sebagai kota international yang sangat sibuk dan ramai.

2) Membentuk Wizarat untuk membantu khalifah dalam menjalankan pemerintahan Negara. Yaitu Wizaratul Tanfiz sebagai pembantu khalifah dan bekerja atas nama khalifah dan Wizaratul Rafwidl sebagai orang yang diberi kuasa untuk memimpin pemerintah, sedangkan khalifah sendiri hanya sebagai lambang.

3) Membentuk Diwanul Kitaabah (Sekretaris Negara) yang tugasnya menjalankan tata usaha Negara.

4) Membentuk Nidhamul Idary al-Markazy yaitu sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa propinsi yang dinamakan Imaarat, dengan gubernurnya yang bergelar Amir atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang mendapat otonomi penuh adalah “al-Qura” atau desa dengan kepala desa yang bergelar Syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad.

5) Membentuk Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat.

6) Memperluas fungsi Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan; Diwanul Khazaanah untuk mengurusi keuangan Negara, Diwanul al-Azra’u untuk mengurusi kekayaan Negara dan Diwan Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan perang.

(22)

yang berasal dari Rasul, al-Khatim yaitu cincin stempel dan al-Qadlib semacam pedang, dan kehormatan. Al-Khuthbah, pembacaan doa bagi khalifah dalam khutbah Jum’at, as-Sikkah, pencantuman nama khalifah atas mata uang dan Ath-Thiraz, lambang khalifah yang harus dipakai oleh tentara dan pegawai pemerintah untuk khalifah.

8) Membentuk organisasi kehakiman,Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung), dan al-Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim propinsi yang mengetuai Pengadilan Tinggi), serta Qudlah al-Amsaar (hakim kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). b. Bidang Ekonomi

Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, pertumbuhan ekonomi cukup stabil, devisa Negara penuh melimpah. Khalifah al-Mansur adalah tokoh ekonom Abbasiyah yang telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan keuangan Negara (Baitul Maal).

Di sektor pertanian, pemerintah membangun sistem irigasi dan kanal di sungai Eufrat dan Tigris yang mengalir sampai teluk Persia, sehingga tidak ada lagi daerah pertanian yang tidak terjangkau irigasi. Kemudian kota Baghdad di samping sebagai kota politik agama, dan kebudayaan, juga merupakan kota perdagangan terbesar di dunia, sedangkan Damaskus merupakan kota kedua. Sungai Tigris dan Eufrat menjadi kota transit perdagangan antar wilayah-wilayah Timur seperti Persia, India, China, dan nusantara dan wilayah Barat seperti Eropa dan Afrika Utara sebelum ditemukan jalan laut menuju Timur melalui Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Selain itu, barang-barang kebutuhan pokok dan mewah dari wilayah Timur diperdagangkan dengan barang-barang hasil dari wilayah bagian Barat. Di kerajaan ini juga, sudah terdapat berbagai macam industri seperti kain Linen di Mesir, Sutra di Suriah dan Irak, Kertas di Samarkand, serta hasil-hasil pertanian seperti Gandum dari Mesri dan Kurma dari Irak.

(23)

Pada masa Dinasti Abbasiyah pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam Ma’had. Lambaga ini dikenal ada dua tingkatan. Pertama, Maktab/Kuttabdan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, menulis, anak-anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama serta tempat penngajian dari ulama-ulama yang merupakan kelompok-kelompok (Khalaqah), tempat berdiskusi dan Munazarah dalam berbagai ilmu pengetahuan dan juga dilengkapi dengan ruangan perpustakaan dengan buku-buku dari berbagai macam disiplin ilmu. Di samping itu, di masjid-masjid ini dilengkapi juga dengan berbagai macam fasilitas pendidikan penunjang lainnya. Kedua, bagi pelajar yang ingin mendalami ilmunya, bisa pergi keluar daerah atau ke masjid-masjid atau bahkan ke rumah-rumah gurunya. Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak khalaqah-khalaqah (lingkaran pengajaran), yang tidak mungkin tertampung di dalam ruang masjid. Maka pada perkembangan selanjutnya mulai dibuka madrasah-madrasah yang dipelopori oleh Nizhamul Muluk. Lembaga inilah yang kemudian yang berkembang pada masa Dinasti Abbasyiah. Madrasah ini dapat ditemukan di Baghdad, Balkar, Isfahan, Basrah, Musail dan kota lainya mulai dari tingkat rendah, menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.

d. Gerakan Penerjemah

(24)

Pertengahan), bahasa Neo-Persia dan bahasa Syiria juga diterjemahkan. Penerjemahan secara langsung dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab dipelopori oleh Hunayn Ibn Isyaq (w. 873 H) seorang penganut Nasrani dari Syiria. Dia memeperkenalkan metode penerjemahan baru yaitu menerjemahkan kalimat, bukan kata per kata. Metode ini lebih dapat memahami isi naskah karena sturktur kalimat dalam bahasa Yunani berbeda dengan sturktur kalimat dalam bahasa Arab.

Pada masa al-Ma’mun karena keinginan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan demikian pesat, dia membentuk tim penerjemah yang diketuai langsung oleh Hunayn Ibn Isyaq sendiri, dibantu Ishaq anaknya dan Hubaish keponakannya serta ilmuwan lain seperti Qusta Ibn Luqa, Jocabite seorang Kristen, Abu Bisr Matta Ibn Yunus seorang Kristen Nestorian, Ibn A’di, Yahya Ibn Bitriq dan lain-lain. Tim ini bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang sangat diperlukan seperti kedokteran. Keberhasilan penerjemahan juga didukung oleh fleksibilitas bahasa Arab dalam menyerab bahasa Asing dan kekayaan kosa kata bahasa Arab.

e. Baitul Hikmah

Baitul Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan. Istitusi ini adalah kelanjutan dari Jandishapur Academy yang ada pada masa Sasania Persia. Namun, berbeda dari istitusi pada masa Sasania yang hanya menyimpan puisi-puisi dan cerita-cerita untuk raja, pada masa Abbasiyah intitusi ini diperluas kegunaannya. Pada masa Harun ar-Rasyid intitusi ini bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat penelitian.

(25)

Ma’mun mempekerjakan Muhammad Ibn Hawarizmi yang ahli bidang al-Jabar dan Astronomi dan orang-orang Persia bahkan Direktur perpusatakaan adalah seorang nasionalis Persia dan ahli Pahlewi Sahl Ibn Harun.

f. Bidang Keagamaan

Pada masa Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir bil al-Ma’tsur dan Tafsir bi al-Ra’yi. Tokoh tafsir terkenal seperti Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah, Abu Bakar Asam (Mu’tazilah), Abu Muslim Muhammad Ibn Bahr Isfahany (Mu’tazilah), dll.

Dalam bidang Hadits, mulai dikenal ilmu pengklasifikasian Hadits secara sistematis dan kronologis seperti,Shahih, Dhaif,dan Madhu’. Bahkan juga sudah diketemukan kritik Sanad, dan Matan, sehingga terlihat Jarrah dan Takdil Rawi yang meriwayatkan Hadits tersebut. Ahli Hadits terkenal di zaman ini adalah; Imam Bukhari (w 256 H), Imam Muslim (w 261 H), Ibn Majah (w 273 H), Abu Daud (w 275 H), at-Tirmidzi, An-Nasa’I (303 H), dll.

Dalam bidang Fiqh, muncul kitab Majmu’ al-Fiqh karya Zaid Ibn Ali (w 740) yang berisi tentang Fiqh Syi’ah Zaidiyah. Kemudian lahir Fuqaha seperti Imam Hanafi (w 767 ), seorang hakim agung dan pendiri Madzhab Hanafi, Malik Ibn Anas (w 795 M), Muhammad Ibn Idris as-Syafe’i (820 M), Imam Ahmad Ibn Hambal ( w 855 M).

Dalam bidang filsafat dan Ilmu kalam, lahir para filosof Islam terkemuka seperti Ya’qub Ibn Ishaq Kindi, Abu Nasr Muhammad al-Farabi, Ibn Barjah, Ibn Tufail, dan Imam Ghazali. Dan ilmu Kalam, Mu’tazilah pernah menjadi Madzhab utama pada masa Harun ar-Radyid dan al-Ma’mun. di antara ahli ilmu Kalam adalah Washil Ibn Atha’, Abu Huzail al-Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, dan Iman Ghazali.

(26)

semakin dewasa dan memerlukan suatu ilmu bahsa yang menyeluruh. Ilmu bahasa yang dimaksud adalah Nahwu, Sharaf, Ma’ani, Bayan, Badi, Arudh, dan Insya. Ulama Lughahyang terkenal adalah Sibawaih (w 183 H), Mu’az al-Harra (w 187 H), Ali Ibn Hamzah al-Kisai (w 208 H), dll.

Ilmu Tasawuf berkembang pesat terutama pada masa Abbasiyah II dan seterusnya. Diantara tokoh tasawuf yang terkenal adalah al-Qusayiri (w 456 H), Syahabuddin (w. 632 H), Imam al-Ghazali (w. 502 H), dan lain-lain. g. Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi

Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah: 1) Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777 M), ia adalah

astronom muslim pertama yang membuat astrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian bintang. Disamping itu, masih ada ilmuwan-ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali Ibn Isa Asturlabi, Farghani, al-Battani, al-Khayyam dan al-Tusi.

2) Kedokteran, pada masa ini dokter pertama yang terkenal adalah Ali Ibn Rabban al-Tabari pengarang buku Firdaus al-Hikmah tahun 850 M, tokoh lainnya adalah ak-razi, al-Farabi, dan Ibn Sina.

3) Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir Ibn Hayyan (w. 815 M), al-Razi, dan al-Tuqrai yang hidp pada abad ke 12 M.

(27)

4. Kemunduran

Dalam periode II, kekuasaan politik Abbasiyah mulai menurun. Wilayah-wilayah kekuasaan Abbasiyah secara politis sudah mulai cerai-berai. Ikatan-ikatan mulai putus satu persatu antara wilayah-wilayah Islam.

Di wilayah barat, Andalusia, Dinasti Umayyah telah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurrahman Nasr menjadi Khalifah/Amir al-Mukminin. Di Afrika Utara Syiah Ismailiah bangkit dan membentuk Dinasti Fatimiahm dengan mengangkat Ubaidillah Al-Mahdi menjadi khalifah dan kota Mahdiyah dekat Tunisia dijadikan pusat kerajaan. Sehingga, pada periode abad ke-10 M, sistem kekhalifahan akhirnya terpecah ke dalam tiga wilayah; Baghdad, Afrika Utara dan Spanyol.

Di Mesir, Muhammad Ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas. Demikian pula di Halab dan Mousil Bani Hamdan bangkit. Sementara di Yaman, kedudukan Syiah Zaidiyah semakin kokoh. Sedangkan di ibukota Baghdad sendiri, Bani Buwaihi berkuasa dalam praktik (de facto) dalam pemerintahan Bani Abbas, sehingga khalifah tinggal nama saja.

Faktor-faktor kemunduran itu dapat dikemukakan sebagai berikut. a. Pertentangan internal keluarga

Di dalam pemerintahan terjadi konflik keluarga yang berkepanjangan. Ribuan orang terbunuh akibat peristiwa Al-Mansur melawan Abdullah ibnu Ali pamannya sendiri, Al-Amin dan Al-Makmun, Al-Mu’tasim melawan Abbas ibnu Al-Makmun. Konflik ini menyebabkan keretakan psikologis yang dalam dan menghilangkan solidaritas keluarga, sehingga mengundang campur tangan kekuatan luar.

b. Kehilangan kendali dan munculnya daulat-daulat kecil

(28)

luar, seperti orang Turki, Seljuk dan Buwaihi-Khawarizmi. Kekuatan luar ini jauh mengakibatkan kehancuran struktur kekuasaan dari dalam kekhalifahan itu sendiri.

(29)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Sistem pemerintahan pada masa Daulah Ummayah dan Abbasiyah berbeda dengan apa yang diterapkan pada saat masa Khulafaur Rasyidin. Antara Daulah Umayyah dan Abbasiyah pun juga berbeda. Bisa dilihat pada masa Khulafaur Rasyidin pemilihan pemimpin dilakukan dengan majelis syuro, sedang pada masa Umayyah dilakukan secara monarki (turun-temurun).

2. Pada zaman pertengahan Islam ini peradaban Islam sudah bersifat internasional. Karena pada saat itu Islam telah menguasai wilayah-wilayah di tiga benua besar; Eropa, Asia, Afrika. Peradaban Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam berbagai bidang pengetahuan agama, arsitektur, sains dan teknologi dan lain-lain.

3. Kemunduran dinasti-dinasti ini dikarenakan dari banyak sebab yang dapat dibagi menjadi faktor eksternal dan internal.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Syed Amer. 1981. A Short History of the Saracens. New Delhi: Kitab Bhavan Al-Maududi, Abu A’la. 1984. Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan

Hitti, Philip K. 1970. History of the Arabs. London: Macmillan

http://sejarahagamaislamdidunia.blogspot.com/

http://buyatthelegend.blogspot.com/

Maryam, Siti. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: LESFI

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1, Cetakan Kelima. Jakarta: UI Press

Stryzewska, Bojena Gajane. Tarikh al-Daulat al-Islamiyah. Beirut: Al-Maktab Al-Tijari Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Islam. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Watt, W. Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: Tiara Wanaca Yogya

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian kuat tarik belah beton menunjukan bahwa beton bubuk kulit kerang mempunyai kuat tarik belah yang lebih tinggi daripada beton normal hal ini

mengalami suatu permainan harga atau tidak, kemudian jaminan bahwa kata–kata yang tercantum dalam label kemasan sesuai dengan senyatanya serta jamianan terhadap keselamatan dan

Negara Indonesia telah menjamin hak-hak anak dalam Undang- Undang Dasar 1945, pasal 28B ayat 2, berbunyi; “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan

Dapat dikatakan bahwa perumusan, pembentukan dan pengembangan norma hukum Islam di Indonesia telah tereduksi dari yang seharusnya menjadi bagian beragama yang dibangun dari

Berdasarkan hasil ranking dari 7 faktor penyebab loyalitas kepada bank yang dipilih dapat diketahui bahwa faktor layanan mudah dan cepat, banknya besar dan dipercaya, dan

Berdasarkan titik lokasi tersebut maka dilakukan pengambilan data produksi hijauan yang di bedakan berdasarkan ke dua ketinggian sehingga didapat data hasil

Dari ketiga ahli di atas, secara garis besar disimpulkan sebagai berikut: 1) Mendefinisikan masalah adalah untuk memahami masalah secara mendalam. Langkah ini harus

pada Kinerja karyawan , dengan asumsi variabel bebas yang dianggap konstan. β2 = 0,223; berarti apabila variabel Seleksi meningkat, maka akan mengakibatkan peningkatan