• Tidak ada hasil yang ditemukan

TATA LAKSANA GIZI PASIEN OPERASI TRAUMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TATA LAKSANA GIZI PASIEN OPERASI TRAUMA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diet pascabedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta. Pengaruh operasi terhadap metabolism pasca-operasi tergantung berat ringannya pasca-operasi, keadaan gizi pasien pasca-pasca-operasi, dan pengaruh operasi terhadap kemampuan pasien untuk mencerna dan mengabsorpsi zat-zat gizi.

Setelah operasi sering terjadi peningkatan ekskresi nitrogen dan natrium yang dapat berlangsung selama 5-7 hari atau lebih pasca-operasi. Peningkatan ekskresi kalsium terjadi setelah operasi besar, trauma kerangka tubuh, atau setelah lama tidak bergerak (imobilisasi). Demam meningkatkan kebutuhan energi, sedangkan luka dan perdarahan meningkatkan kebutuhan protein, zat besi, dan vitamin C. Cairan yang hilang perlu diganti.

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Pasien yang menderita luka bakar biasanya harus memperhatikan kandungan makanan yang di konsumsinya, karena pada pasien luka bakar biasanya terdapat berbagai makanan yang tidak boleh dikonsumsi yang tujuannya untruk mempercepat penyembuhan luka.

(2)

B. RUMUSAN MASALAH

1. Defenisi Operasi, Trauma dan Luka Bakar

2. Patofisiologi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar 3. Pengobatan dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar 4. Tata Laksana Gizi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar

5. Perencanaan Makanan pada pasien Operasi, Trauma dan Luka Bakar C. TUJUAN

1. Mengetahui defenisi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar

2. Mengetahui bagaimana patofisiologi dari Operasi, Trauma dan Luka Bakar 3. Mengetahui pengobatan yang tepat untuk Operasi, Trauma dan Luka Bakar 4. Mengetahui bagaimana tata laksana gizi untuk Operasi, Trauma dan Luka Bakar 5. Mengetahui dan memahami cara membuat perencanaan makanan untuk Operasi,

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

1. DEFENISI

1.1. Operasi

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R.Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and Bare, 2002). Operasi adalah tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Hancock, 1999). Operasi (elektif atau kedaruratan) pada umumnya merupakan peristiwa kompleks yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jadi, operasi merupakan suatu tindakan kompleks yang berupa pembedahan terhadap organ tubuh suatu individu.

Menurut Smeltzer, Suzanne, C., 2001, Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal Sedangkan menurut Mansjoer, 2000, Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.

Menurut Pierce dan Neil, 2007, Apendisitis adalah peradangan pada apendix vermiformis. Hampir 7% orang barat mengalami apendisitis dan sekitar 200.000 apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya. Insidens semakin menurun pada 25 tahun terakhir, namun di negara berkembang justru semakin meningkat, kemungkinan disebabkan perubahan ekonomi dan gaya hidup (Lawrence, 2006). Menurut beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks vermiformis) yang dapat mengakibatkan pernanahan dan merupakan penyebab abdomen akut. Menurut Smeltzer Suzanne, C., 2001, Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Menurut Barbara C. Long (1996:228) appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan mungkin disebabkan oleh obstruksi dari fekalit (suatu massa seperti batu yang berbentk dari feaces) atau infeksi bakterial. Menurut Kapita Selekta Kedokteran, Arief Mansoer (at all 2000:307) bahwa appendisitis adalah peradangan dari appendisitis vermiformis dan menyebabkan abdomen akut yang paling sering. Menurut Brunner and Suddarth (2002:1099) bahwa appendectomy adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

1.2. Trauma

(4)

Trauma adalah semua jenis kekerasan yang menimpa tubuh sehingga terjadi kerusakan atau gangguan pada struktur dan fungsi jaringan atau organ tubuh yang terkena, bahkan secara sistemik dapat berdampak pada aspek fisiologis, kejiwaan dan kondisi sosial individu yang berkaitan. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Secara singkatnya trauma ditandai dengan adanya kerusakan, perdarahan dan rasa nyeri.

Dalam perkembangannya, berdasarkan dampak yang ditimbulkan dikategorikan dua, yaitu trauma fisik dan psikologis. Trauma fisik adalah trauma yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang melukai secara fisik, misalnya kecelakaan, kerap mendapatkan pukulan dan sebagainya. Sedangkan trauma psikologis diakibatkan kejadian yang melukai secara batin, misalnya dibandingkan dengan saudara atau teman, sering dicaci maki dan dilabeli anak bodoh, pemalas, perceraian, kekerasan seksual dan sebagainya.

Fraktur adalah putusnya hubungan kesinambungan / diskontinuitas permukaan tulang atau tulang rawan atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Bare, 2002). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000:347). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Marylin E. Doengoes, 2000).

1.3. Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001). Menurut Moenajat (2001) luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seprti kabel listrik yang mengelupas, petir atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).

2. PATOFISIOLOGI

2.1. Operasi

(5)

bawah. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi invak dinding appendik yang diikuti dengan ganggren (Arif Mansjoer, 2000).

2.2. Trauma

Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi. (Doenges, 2000:629).

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati Carpenito (2000:50).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2387).

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).

2.3. Luka Bakar

(6)

3. PENGOBATAN

3.1. Operasi

Pengobatan yang paling baik untuk appendisitis adalah operasi pengangkatan usus buntu yang bengkak (appendectomy). Operasi pengangkatan usus buntu (appendectomy) biasanya sederhana dan tidak berbahaya, untuk kasus yang berat djharuskan dirawat di rumah sakit selama 2 sampai 3 hari. Bila usus buntu pecah, dokter melakukan pengangktan dan kemungkinan membersihkan perut dengan cairan, memberi antibiotik untuk beberapa hari dan memantau kemungkinan kompikasi, seperti infeksi dan masalah pada organ perut. Sekitar 10 -20% kasus ahli bedah menemukan usus buntu yang normal ketika melakukan appendectomy (Anonymous, 2009).

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah appendectomy dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan absess atau perforasi. Appendectomy bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara laporoskopi pada appendesitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendesitis gangrenosa atau appendesitis perforata (Syamsuhidajat, 1997)

3.2. Trauma

Segera setelah cedera perlu untuk me- imobilisasi bagian yang cedera apabila klien akan dipindhkan perlu disangga bagian bawah dan atas tubuh yang mengalami cedera tersebut untuk mencegah terjadinya rotasi atau angulasi.

a. Prinsip penanganan fraktur meliputi :

Reduksi : Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kaawat, sekrup, plat, paku. Iimobilisasi Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah krg lbh 3 bln.

b. Pengobatan dan Terapi Medis

 Pemberian anti obat antiinflamasi.

 Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

 Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot

 Bedrest, Fisioterapi c. Konservatif

(7)

menggambarkan penggunaan operasi dengan mikroskop, melihat potongan yang mengganggu dan menekan akar syaraf (Carpenito 2000:50)

3.3. Luka Bakar

Luka bakar bisa sangat menyakitkan dan terdapat berbagai pilihan yang bisa digunakan untuk mengatasi rasa sakit. Pilihannya meliputi analgesik sederhana (seperti ibuprofendan asetaminofen) dan opioid seperti morfin. Benzodiazepin bisa digunakan sebagai tambahan untuk analgesik guna membantu menurunkan kecemasan. Selama proses penyembuhan, antihistamin, pijat, atau stimulasi saraf transkutaneus bisa digunakan untuk membantu mengatasi rasa gatal. Namun, antihistamin hanya efektif untuk tujuan ini pada 20% orang. Terdapat bukti sementara yang mendukung penggunaan gabapentin dan penggunaan obat tersebut beralasan pada pasien yang tidak mengalami perbaikan dengan antihistamin.

Antibiotik intravena dianjurkan sebelum pembedahan pada pasien yang mengalami luka bakar luas (>60% LPB). Templat: Hingga, panduan yang ada tidak menganjurkan penggunaan antibiotik secara umum karena adanya kekhawatiran mengenai resistensi antibiotik dan meningkatnya risiko infeksi jamur. Namun bukti sementara menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik intravena bisa memperbaiki tingkat kelangsungan hidup pada pasien yang mengalami luka bakar luas dan berat. Eritropoietin belum ditemukan efektif untuk mencegah atau mengobati anemia pada orang yang mengalami luka bakar. Pada luka bakar yang disebabkan oleh asam hidrofluorat, kalsium glukonat merupakanantidot khusus dan bisa digunakan secara intravena dan/atau dioleskan.

4. TATA LAKSANA GIZI

4.1. Operasi

a. Tujuan Diet

Tujuan diet pasca bedah adalah untuk mengupayakan agar status gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien, dengan cara sebagai berikut :

 Memberikan kebutuhan dasar (cairan, energi, protein)

 Mengganti kehilangan protein, glikogen, zat besi, dan zat gizi lain

 Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan b. Tujuan Pemberian Makanan Pasca Bedah

Mengusahakan agar keadaan pasien segera kembali seperti normal. Prinsip pemberian makanan, makanan diberikan secara bertahap, dimulaidari cair, saring, lunak dan biasa. Perpindahan makanan dari tahap ke tahap tergantung dari macam operasi dan keadaan pasien. Untuk pasca bedah kecil (pasca bedah ekstirpasi, tonsil, apendiks, hemoroid, hernia, struma, reduksi terbuka, ekstremitas distal dan sebagainya), makanan secepat mungkin kembali seperti biasa. Pada pascabedah besar (pascabedah saluran pencernaan dan diluar saluran pencernaan, seperti jantung, ginjal, ortopedi dan sebagainya), makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

c. Diet Yang Disarankan

 Mengandung cukup energi, protein, lemak dan zat-zat gizi

(8)

 Menghindari makanan yang merangsang (pedas, asam dll)

 Suhu makanan lebih baik bersuhu dingin

 Pembagian porsi makan sehari diberikan sesuai dengan kemampuan dan kebiasaan makan penderita

 Syarat diet pasca bedah adalah memberikan makanan secara bertahap mulai dari bentuk cair, saring, lunak dan biasa. Pemberian makanan dari tahap ke tahap tergantung pada macam pembedahan dan keaadan pasien seperti :

Pasca Bedah Kecil : makanan diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal

Pasca bedah besar : makanan diberikan secara berhati-hati disesuaikan dengan kemampuan pasien untuk menerimanya.

d. Jenis diet dan indikasi pemberian

 Makanan pasca bedah I (MPBI)

1. Diet ini diberian kepada semua pasien pasca bedah 2. Pasca bedah kecil : setelah sadar atau rasa mual hilang

3. Pasca bedah besar : setelah rasa sadar atau mual hilang serta ada tanda-tanda usus mulai bekerja.

4. Selama 6 jam sesudah pembedahan, makanan yang diberikan berupa air putih, teh manis, air kacang, hijau, sirup, air jeruk manis dan air kaldu jernih. Makanan ini diberikan dalam waktu yang sesingkat mungkin, karena kurang dari semua zat gizi. Makanan diberikan secara bertahap sesuai kemampuan dan kondisi pasien, mulai dari 30 ml/jam.

 Makanan pasca bedah II (MPB II)

Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca bedah I. Makanan diberikan dalam bentuk cair kental, berupa sari buah, sup, susu, dan puding rata-rata 8-10 kali sehari selama pasien tidak tidur. Jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan dan kondisi pasien. Diet ini diberikan untuk waktu sesingkat mungkin karena zat gizinya kurang.

 Makanan pasca bedah III (MPB III)

Diberikan pada pasien pasca bedah besar saluran cerna atau sebagai perpindahan dari diet pasca bedah II. Makanan yang diberikan berupa makanan saring ditambah susu dan biskuit. Cairan hendaknya tidak melebihi 2.000 ml sehari.

 Makanan pasca bedah IV (MPB IV) Diberikan pada :

1. Pasien pasca bedah kecil, setelah diet pasca bedah I 2. Pasien pasca bedah besar, setelah diet pasca bedah II

3. Makanana diberikan berupa makanan lunak yang dibagi dalam 3 kali makanan lengkap dan 1 kali makanan selingan.

4.2. Trauma

a. Tujuan Pemberian Nutrisi Fraktur

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien fraktur adalah untuk memenuhi kebutuhan energy untuk proses metabolism, perbaikan jaringan, memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup, agar status gizi pasien segera kembali normal untuk mempercepat proses penyembuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh pasien. b. Kebutuhan Nutrisi Fraktur

Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).

(9)

Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat makanan yang dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat.

d. Tujuan Diet TKTP

Diet TKTP bertujuan untuk:

 Memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk memenuhi kebutuhan protein dan kalori. Maksudnya, jumlah makanan khusus kebutuhan protein dan kalori dibutuhkan dalam jumlah lebihdari pada kebutuhan biasa.

 Menambah berat badan hingga menjadi normal

Penambahan berat badan hingga mencapai normal menunjukkan kecukupan energy. Untuk mengetahui berat badan yang normal, seseorang dapat menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), untuk anak balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil, dan kelompok usia lanjut. Bagi orang dewasa digunakan Indek Masa Tubuh (IMT).

 Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan

Artinya, dengan terpenuhinya kebutuhan energy/ kalori dan protein di dalam tubuh, sehingga menjaditerbentuknya sel-sel baru di dalam jaringan tubuh.

e. Syarat Diet TKTP

 Tinggi energy

 Tingi protein

 Cukup mineral dan vitamin

 Mudah dicerna

 Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan darurat

 Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan dihindari f. Indikasi Pemberian Diet TKTP

 Malnutrisi, defesiensi kalori, protein, anemia, kwashiorkor

 Sebelum dan sesudah operasi

 Baru sembuh dari penyakitdengan panas tinggimatau penyakit berlangsung lama.

 Trauma perdarahan.

 Infeksi saluran pernafasan. g. Macam-macam Diet TKTP

 TKTP I Kalori : 2600kal/kgBB Protein : 100g (2g/kgBB)

 TKTP II kalori : 3000kal/kgBB Protein : 125 g (2½g/kgBB)

4.3. Luka Bakar

a. Tujuan Diet Luka Bakar

Tujuan diet luka bakar adalah untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan, dengan cara :

 Mengusahakan dan mempecepat penyembuhan jaringan yang rusak

 Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif

 Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia

 Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro b. Syarat

(10)

 Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan luas luka bakar yaitu:

a) Menurut Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka bakar

b) Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar. (Tabel 3.1) Tabel 3.1 Kebutuhan energi sehari berdasarkan persen luka bakar

Luka Bakar (%) Kebutuhan Energi (kkal)

<10

Sumber: Handbook No. 6 Principles of Nutritional Management of Disorders. JADA, 1990.

 Protein tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total

 Lemak sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total. Pemberian lemak yang tinggi menyebabkan penundaan respon kekebalan sehingga pasien lebih mudah terkena infeksi

 Karbohidrat sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total. Bila pasien mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi), karbohidrat diberikan 45-55 % dari kebutuhan energi total.

 Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, untuk membantu mempercepat penyembuhan. Vitamin umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut: a) Vitamin A minimal 2 kali AKG

b) Vitamin B minimal 2 kali AKG c) Vitamin C minimal 2 kali AKG d) Vitamin E 200 SI

 Mineral tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen.

 Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan elektrolit secara intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian cairan ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang agar tidak terjadi shock.

c. Prinsip

 Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan rumus Ireton-Jones, sementara kebutuhan proteinnya dapat diperkirakan berdasarkan rasio kalori terhadap nitrogen atau jumlah protein yang dibutuhkan pada masing-masing keadaan.

 Terapi imunonutrisi dapat dilakukan dengan memberikan suplemen preparat enteral yang mengandung glutamin, arginin, dan asam lemak omega 3. Glutamin dan arginin merupakan asam-asam amino yang dalam keadaan sehat tergolong non-esensial tetapi pada keadaan stres berat akan menjadi asam-asam amino esensial. Kadar glutamin dan arginin yang memadai akan mengendalikan respon inflamasi dan mempercepat proses penyembuhan.

 Pemberian cairan dilakukan berdasarkan jumlah darah yang hilang dengan ditambah jumlah keluar urine serta feses dan insensible waterloss.

(11)

d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian pada Luka Bakar

 Diet Luka Bakar I

Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien luka bakar berupa cairan Air Gula Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh dengan pengaturan sebagai berikut : a) 0-8 jam pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS dan Makanan

Cair Penuh ½ kkal/ml, dengan cara drip (tetes) dengan kecepatan 50 ml/jam. b) 8-16 jam kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml

dengan kecepatan yang sama.

c) 16-24 jam kemudian, apabila tidak kembung dan muntah, energi ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan 50-75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan kecepatan pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/ menit.

d) Apabila ada keluhan kembung dan mual, AAGS dan Makanan Cair Penuh diberikan dalam keadaan dingin. Apabila muntah, pemberian makanan dihentikan selama 2 jam.

 Diet Luka Bakar II

Diet Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka Bakar I, yaitu diberikan segera setelah pasien mampu menerima cairan AGGS dan Makanan Cair Penuh dengan nilai energi 1 kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal. Cara pemberiannya sebagai berikut :

a) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien, dapat berbentuk cair, saring, lumat, lunak, atau biasa.

b) Cairan AGGS, tidak terbatas.

c) Bila diberikan dalam bentuk cair, frekuensi pemberian 8 kali sehari. Volume setiap kali pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien, maksimal 300 ml.

d) Bila diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-4 kali sehari dan dapat dikombinasikan dengan Makanan Cair Penuh untuk memenuhi kebutuhan gizi.

e) Bila diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien sehingga asupan zat gizi terpenuhi.

e. Preskripsi Diet (Penetapan Diet)

 Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke saluran cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan diserap seperti larutan hidrat arang (maltodextrin)

 Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti : a) Ikan sebagai sumber protein hewani,

b) Tahu atau tempe sebagai sumber protein nabati

c) Sayur dan buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak, pepaya,dll

 Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk memberikan glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam produk kacang-kacangan, khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan asam lemak omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang merupakan sumber asam lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai campuran susu atau formula enteralnya.

(12)

 Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral setiap 2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air kecil pada malam hari

 Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau pembedahan, kepada pasien dapat dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.

5. RENCANA PEMBERIAN MAKANAN

5.1. Operasi

Diet pasca bedah adalah makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan sesudah pembedahan tergantung pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta (Almatsier, 2005). Menurut Dudrick, Operasi bedah digestif menimbulkan berbagai tingkat stres yang tergantung dari berbagai faktor, termasuk jenis penyakit yang diderita, lamanya, status gizi sebelum operasi dan penyakit-penyakit penyertanya; stres akan meningkatkan katabolisme tubuh dengan cara glikogenolisis dan glukoneogenesis, sedangkan lipolisis ditekan, sehingga sebagian besar menggunakan sumber protein tubuh untuk energi. Pemberian protein secara dini pada tindakan bedah akan mengurangi katabolisme protein tubuh yang dapat dipantau secara sederhana melalui berkurangnya penurunan berat badan, berkurangnya ekskresi urea dalam urin, dan cepat tercapainya keseimbangan nitrogen positif. Pada stres hebat seperti pada luka bakar telah dilaporkan keberhasilan pemberian dini makanan yang mengandung tinggi protein, sehingga mengurangi morbiditas dan mortalitas (Djalinz, 1992).

Contoh menu:

Pagi : Bubur ayam, telur rebus tidak terlalu matang dan jus tomat Jam 10 : Bubur kacang hijau

Siang : Nasi tim, pepes tengiri, tumis tempe, bening bayam dan pepaya Jam 16.00 : Puding susu

Malam : Nasi tim, bistik daging, perkedel, tahu kukus, buncis dan pisang Jam 21.00-22.00 : Susu

5.2. Trauma

Pagi : nasi, telur dadar, daging semur, ketimun dengan tomat, iris, susu Pukul 10.00 : bubur kacang hijau, susu

Siang : nasi, ikan goreng, ayam goreng, tempe bacem, sayur asam, papaya Pukul 16.00 : susu

Malam : nasi daging empal, telur balado, sup sayuran, pisang. Pukul 21.00 : roti panggang, teh

5.3. Luka Bakar

Pemberian dini zat gizi yang cukup kalori dan tinggi protein sesuai dengan toleransi penerimaan pasien akan mencegah penghancuran protein tubuh yang berlebihan akibat stres luka bakar sendiri, mengurangi penurunan berat badan yang berlebihan dan merupakan manajemen yang rasional sebelum pasien jatuh dalam sepsis, yang sampai saat ini tingkat kematiannya sangat tinggi (Djalinz, 1992).

(13)

 Bahan Makanan Sehari

 Bentuk Cair

Diberikan dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu Formula Rumah Sakit (FRS) dan Formula Komersial (FK)

 Bentuk Saring

Diberikan dalam bentuk Makanan Saring, yang dapat dilihat pada tabel berikut: Bahan Makanan Sehari (Makanan Cair) Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006

Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:  Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml  Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml  Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml  Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml

 Bentuk Lunak

(14)

Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:

Diberikan dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (Diet ETPT), yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Bahan Makanan yang Ditambahkan pada Makanan Biasa (Diet ETPT)

Bahan Makanan ETPT I ETPT II

Berat (gr) URT Berat (gr) URT

Susu Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, 2006

Bila pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi makan dapat ditambah menjadi 4 kali makanan utama. Jadwal makanan adalah sebagai berikut:

b. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan

 Bahan makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan sumber energidan protein seperi susu, telur, daging, ayam, dan keju, serta gula pasir, dan sirup.

(15)

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Referensi

Dokumen terkait

Pembukaan konsentrasi Pariwisata Perhotelan ini karena ada beberapa kajian pemikiran yaitu ; (1) diprediksi satu waktu tidak akan ada lagi calon mahasiswa yang akan masuk

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, terlihat bahwa pemberian nilai bonus pada pembelajaran KKPI dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa di kelas X-GBB

Karakter ini diberi nama wong, karakter tokoh ini adalah salah satu pemuda yang berasal dari kerajaan yang sama dengan tokoh utama jun. Chen merupakan teman akrab

Dengan demikian, hipotesis 5 yang menyatakan green marketing strategy berpengaruh positif dan signifikan terhadap intention to stay melalui attitude dan hotel image pada

Pengambilan contoh untuk uji bahan, bau dan rasa, volume, densitas, titik lunak Vicat, kuat Pengambilan contoh untuk uji bahan, bau dan rasa, volume, densitas, titik lunak Vicat,

1. Layanan referal adalah tindakan mentransfer seorang individu ke orang atau lembaga lain baik di dalam maupun di luar sekolah. Klien yang memerlukan referal adalah klien

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis maka dapat diambil kesimpulan: 1) Ada peningkatan pengetahuan penjamah makanan sebelum dan setelah pelatihan ditambah poster;

$emakin lama seseorang menderita penyakit ini, semakin besar kemungkinannya akan mengalami neuropati yang umumnya secara klinis tertampak dalam &amp; tahun pertama setelah diagnosis