• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kadar Prostaglandin F2α Cairan Darah Haid (Menstrual Fluid) Pada Dismenore Primer, Sekunder Dan Non Dismenore

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Kadar Prostaglandin F2α Cairan Darah Haid (Menstrual Fluid) Pada Dismenore Primer, Sekunder Dan Non Dismenore"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

xxiii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dismenore

2.1.1. Definisi

Dismenore merupakan kelainan ginekologi yang paling umum yang dijumpai pada wanita yang bermenstruasi. Istilah dismenore berasal dari bahasa yunani yaitu dys yang berarti sulit, nyeri, abnormal, meno yaitu bulan, dan rrhea yaitu aliran.1,10 Ini dapat ditandai oleh nyeri kram perut bawah pada saat menstruasi.1

Dismenore adalah suatu gejala rasa sakit atau rasa tidak enak diperut bagian bawah pada saat menstruasi sampai dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.1,11 Dawood mendefinisikan dismenore sebagai nyeri saat haid yang sedemikian beratnya sehingga memaksa penderita untuk meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari.4

2.1.2. Epidemiologi

Keluhan dismenore primer dijumpai pada 40-50% wanita dewasa muda. Lima puluh persen dari seluruh penderita dismenore tersebut mengalami dismenore berat yang dapat menyebabkan ketidakhadiran di sekolah dan di tempat kerja. Sementara itu, 30% lainnya mengalami dismenore ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau dapat diatasi

5

(2)

xxiv dengan analgesik yang dijual bebas.4 Dismenore tidak hanya berefek signifikan pada kualitas hidup dan kesehatan pribadi tetapi juga memiliki efek pada ekonomi secara global.12

2.1.3. Klasifikasi

Dismenore diklasifikasikan sebagai dismenore primer dan dismenore sekunder.4,13,14,15,16

2.1.3.1. Dismenore Primer

Dismenore primer adalah nyeri pada saat menstruasi yang tidak disertai dengan kelainan pelvik.

Menurut dawood secara klinis dismenore primer dimulai 6 bulan setelah menarche karena dismenore primer hanya terjadi setelah siklus yang berovulasi dimulai. Dismenore yang terjadi setahun setelah menarche cenderung kearah dismenore sekunder.4

2.1.3.2. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri pada saat menstruasi yang disertai dengan kelainan pada daerah pelvik seperti endometriosis, PID, perlengketan pelvik, kista ovarium, malformasi kongenital, polip, dan mioma uteri.

2.1.4. Faktor Risiko

Sejumlah faktor telah dihubungkan dengan peningkatan risiko dismenore primer (tabel 2.1).1

6

(3)

xxv Tabel 2.1 Faktor Risiko Dismenore

Faktor risiko dismenore

remaja

kecemasan/stress

indeks masa tubuh < 20 atau > 30 kg/m2

depresi terutama jika berhubungan dengan eating disorder gangguan pada hubungan sosial

riwayat keluarga dismenore menarche pada usia muda nuliparitas

merokok

Charu dkk 2011 di India melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara usia menarche yang dini dengan kejadian dismenore dimana rata- rata usia menarche adalah 12,67 ± 1,10 tahun, 82,69% responden penelitian memiliki usia menarche 11 tahun. Responden yang memiliki usia menarche 11 tahun dan dibawahnya memiliki 23% kesempatan untuk mengalami dismenore jika dibandingkan dengan responden dengan usia menarche diatas 11 tahun.12 Tapi Charu dkk tidak bisa menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Faktor resiko usia menarche sendiri masih menjadi perdebatan dikalangan peneliti. Beberapa penelitian menyatakan tidak ada hubungan antara usia menarche yang dini dengan dismenore.17,18

7

(4)

xxvi Sundel dkk pada tahun 1981 dan 1986 melakukan penelitian terhadap wanita yang sama yang mengalami dismenore di Goteborg. Dia mendapati penurunan prevalensi dismenore pada responden yang sama di tahun 1986 jika dibanding 5 tahun sebelumnya. Pada tahun 1981 dia mendapati prevalensi wanita para yang menderita dismenore lebih kecil dibanding wanita dismenore yang belum pernah melahirkan. Pada tahun 1986 dia mendapati tidak ada perubahan prevalensi dismenore pada wanita nulipara yang sama. Ini mungkin disebabkan oleh adanya perubahan neurotransmiter dan noradrenalin diuterus wanita yang telah melahirkan. Hilangnya persarafan adrenergik dan penurunan noradrenalin uterus tampak pada kehamilan trimester terakhir. Setelah kehamilan aterm hanya ada perbaikan parsial pada saraf terminal dan konsentrasi noradrenalin tidak pernah mencapai nilai sebelum kehamilan.19

Laporan Parazzini dkk dari Italia pada tahun 1992 mengenai hubungan merokok dengan dismenore. Dia menemukan wanita yang mengkonsumsi kurang dari 10 batang rokok per hari beresiko 1,1 kali lebih besar mengalami dismenore jika dibandingkan dengan yang tidak merokok. Sementara bagi mereka yang mengkonsumsi rokok sebanyak 10-30 batang per hari beresiko 1,9 kali lebih besar untuk mengalami dismenore. Resiko dismenore ini akan meningkat menjadi 1,3 kali jika kegiatan merokok tersebut dilakukan selama 10 tahun terakhir. Apabila kegiatan mengkonsumsi rokok ini dilakukan dalam

8

(5)

xxvii 10-20 tahun terakhir maka resiko dismenore menjadi 2.8 kali. Hal ini mungkin disebabkan merokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah.20

2.1.5. Gejala Klinis

Dismenore primer muncul segera setelah menarche. Gejalanya dimulai 6 bulan setelah menarche karena hanya terjadi setelah siklus yang berovulasi dimulai. Walaupun demikian, kondisi ini dapat terjadi setahun setelah menarche. Namun ini dapat terjadi juga setahun setelah menarche, jika demikian ini cenderung kearah dismenore sekunder.4

Karakteristiknya adalah: nyeri yang berfluktuasi, kram yang spasmodik, kadang-kadang disamakan dengan nyeri melahirkan, nyeri dimulai beberapa jam sebelum atau saat menstruasi. Gejala dismenore bertahan selama 2-3 hari. Nyeri yang paling hebat dirasakan pada hari pertama atau kedua menstruasi atau lebih tepatnya 24-36 jam pertama menstruasi. Hal ini konsisten dengan waktu pelepasan prostaglandin tertinggi pada cairan menstruasi. Nyeri tersebut berlokasi pada daerah supra pubis yang menjalar ke sisi dalam dari paha. Kram tersebut sering disertai dengan nyeri punggung, mual, muntah, dan diare dengan persentase kasus yang tinggi. Dalam bentuk yang berat, nyeri dapat timbul sebagai akut abdomen yang menyerupai kehamilan ektopik. Pemeriksaan pelvik secara general biasanya normal.4

9

(6)

xxviii

2.1.6. Patofisiologi

Perkembangan pada 30 tahun terakhir dan pemahaman pada saat ini menunjukkkan bahwa terdapat sekresi eicosanoid yang abnormal dan meningkat. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal. Kontraksi abnormal ini mengurangi aliran darah uterus dan menyebabkan hipoksia uteri (gambar 2.1).

Peningkatan sekresi prostanoid bertanggung jawab terhadap etiologi dismenore primer. Hal ini didukung oleh: 4

1. Kesamaan antara gejala klinis dismenore primer, kontraksi uterus, dan efek samping dari prostaglandin yang digunakan pada induksi abortus dan persalinan.

2. Bukti yang menunjukkan dan memberikan hubungan antara jumlah prostanoid pada wanita dismenore primer dan wanita eumenorik 3. Banyak penelitian klinis yang memperlihatkan efikasi dari inhibitor

siklooksigenase (COX) dalam penyembuhan nyeri pada dismenore primer melalui supresi prostaglandin dan penurunan secara kuantitas dari prostaglandin cairan menstruasi.

10

(7)

xxix Gambar 2.1 Patofisiologi dismenore primer(sumber: Primary dysmenorrhea consensus guideline, 2005)

2.1.6.1. Aliran Darah Uterus

Penelitian untuk menentukan aliran darah uterus pada wanita sulit dilakukan karena metode yang sangat invasif dan secara teknis membutuhkan persyaratan yang rumit dengan melibatkan pemanfaatan hydrogen, nitrogen oksida, flowmeter elektromagnetik, dan metode mikrosfer. Rekaman aliran darah termoelektrik yang didasarkan pada termodilusi telah digunakan untuk menilai perubahan tekanan uterus dan variasi pada aliran darah. Sebaliknya, kekuatan dan kelainan kontraksi uterus pada wanita dismenore menurunkan aliran darah uterus dan menyebabkan iskemik pada miometrium, menghasilkan nyeri. Perubahan ini dapat dihasilkan secara farmakologis dengan menginduksi kontraksi uterus, yang jika berlebihan akan menurunkan aliran darah dan menghasilkan nyeri yang menyerupai kram.

11

(8)

xxx Pemberian uterolitik seperti calsium channel blocker atau NSAID dapat menurunkan hiperkontraktilitas dan mengembalikan aliran darah menjadi normal.4

2.1.6.2. Kontraksi Uterus

Pada wanita eumenorik yang normal, uterus memiliki pola kontraksi teratur yang dipengaruhi oleh hormon seks steroid, prostaglandin, dan zat uterotonik lainnya selama siklus menstruasi. Selama menstruasi. pada wanita yang normal, tekanan basal pada uterus minimal (kurang dari 10 mmHg), dijumpai 2-4 kontraksi selama interval 10 menit dengan tekanan aktif pada titik puncak kontraksi mencapai 120 mmHg (dibandingkan dengan tekanan intrauteri selama kala dua persalinan), dan kontraksi ini sinkron dan ritmik. Pada pasien dengan dismenore primer, dijumpai empat kelainan kontraksi, baik sendiri maupun dengan kombinasi yakni: termasuk peningkatan tekanan basal (lebih dari 10 mmHg), peningkatan tekanan aktif (lebih dari 120 mmHg, sering lebih dari 150-180 mmHg), peningkatan jumlah kontraksi setiap 10 menit (lebih dari 4-5) dan kontraksi uterus yang yang tidak berirama atau tidak terkoordinasi. Kelainan ini menyebabkan reperfusi dan oksigenasi uterus rendah, menghasilkan peningkatan nyeri.4

12

(9)

xxxi Gambar 2.2 Mekanisme pembangkitan nyeri pelvik pada dismenore primer(Sumber: Dawood, 1993, Dysmenorrhea, Current Obstetrics and Gynecology)

2.1.6.3. Prostanoid

Prostanoid adalah bagian dari lemak aktif yang diturunkan dari siklooksigenasi atau prostaglandin sintase pada 20 asam lemak karbon esensial atau eicosanoid. Prostanoid dapat diklasifikasikan menjadi: prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan,9,21 masing masing berperan pada respon inflamasi.9 Pada dismenore primer, dijumpai peningkatan kontraktilitas uterus yang abnormal, yang mirip dengan kontraktilitas uterus yang diinduksi oleh prostaglandin atau analognya pada persalinan atau abortus.4,8 Gejala seperti mual, muntah, dan diare terjadi pada 60% kasus dismenore, mirip dengan efek samping prostaglandin.4 Wanita dengan

13

(10)

xxxii dismenore memiliki level prostaglandin yang tinggi, hormon yang diketahui sebagai penyebab nyeri kram abdominal, dan prostaglandin dipercaya menyebabkan kontraksi uterus yang kuat untuk sementara sehingga mengurangi atau memberhentikan suplai darah ke uterus, akhirnya terjadi hipoksia dan nyeri.22

Pickles dan koleganya menyatakan terjadinya peningkatan prostaglandin pada ekstrak menstruasi dari wanita dengan dismenore primer dibandingkan dengan wanita eumenorik. Pada sebagian besar wanita dengan dismenore primer, didapati peningkatan sekresi prostaglandin F2α oleh endometrium selama fase menstruasi. Pelepasan prostaglandin kedalam cairan menstruasi merupakan proses yang terputus dan berkelanjutan, oleh karena itu jumlah dari prostaglandin bervariasi selama window period4 Penelitian yang dilakukan oleh Powell dan Chan (1985) di New York mendapatkan kadar prostaglandin F2α dalam cairan menstruasi wanita non dismenore sebesar 0,14 µg/g dan kadar prostaglandin Fwanita dismenore sebesar 0,36 µg/g. Dari penelitian tersebut didapati peningkatan kadar prostaglandin Fcairan menstruasi sebesar dua kali jika dibanding dengan non dismenore.23 Sejalan dengan Penelitian yang dilakukan oleh Bieglmayer, Hofer dkk(1993) di Austria mendapati kadar prostaglandin F2α cairanmenstruasi wanita yang dismenore sebesar 342,9 ng/g.24 Laporan Dawood dkk (2007) dari Illinois USA mendapati kadar prostaglandin F2α wanita dismenore sebesar 0.34 µg/ml.8

14

(11)

xxxiii

2.2. Prostaglandin

Prostaglandin adalah hormon yang mengatur aktifitas fisiologis yang luas, termasuk sirkulasi darah, pencernaan, dan reproduksi.25,26,27 Prostaglandin pertama kali diisolasi dari cairan semen, prostat dan vesika seminalis oleh Goldblatt dan Von Euler pada tahun 1930an9,25,28 yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan kontraksi otot polos. Nama prostaglandin sendiri diambil dari prostat dan gland yang berarti kelenjar prostat.9,28,29 Bergstrom dan koleganya kemudian memurnikan isomer prostaglandin yang pertama pada tahun 1950an dan 1960an. Pada tahun 1964, Van Dorp dkk serta Bergstrom dkk secara terpisah mengidentifikasi asam arachidonat, suatu carbon 20 asam lemak tetraenoic (C20:4ω6) sebagai precursor prostaglandin.28,29 Pada tahun 1982 Samuelsson, Vane dan Bergstrom mendapatkan hadiah nobel atas penemuannya dibidang prostaglandin. 9

15

(12)

xxxiv Gambar 2.3 siklooksigenase pathway yang berpengaruh pada dismenore primer(Sumber: Dawood MY, 2006, Primary dysmenorrhea advances in pathogenesis and management)

2.2.1. Struktur Kimia

Secara struktur, prostaglandin merupakan turunan dari asam lemak jenuh C20, asam prostanoic, yang tidak tersedia di alam. Ciri-ciri utamanya adalah cincin yang dikelilingi lima atom C 8 hingga 12 (gambar 2.4).9

Prostaglandin larut pada pelarut lemak dengan pH dibawah 3.0 khususnya yang diekstraksi dari larutan encer yang diasamkan dengan ether,

16

(13)

xxxv kloroform/ methanol atau asam asetat. Turunan PGE, PGF, dan PGD relatif stabil pH 4-9; diatas pH 10 baik PGE dan PGD mengalami dehidrasi.30

Gambar 2.4Struktur prostaglandin(Sumber: Christie WW. Prostanoids-prostaglandins, prostacyclins and tromboxanes: chemistry and biology)

2.2.2. Nomenklatur Prostaglandin

Nomenklatur prostaglandin yang telah diterima yaitu menggunakan awalan „PG‟ dikuti oleh huruf A hingga K bergantung pada sifat dan posisi

atom pengganti pada cincinnya. Dengan demikian, PGA hingga PGE dan PGJ memiliki kelompok keto di berbagai posisi pada cincin, dan selanjutnya dibedakan oleh keberadaan atau hilangnya ikatan ganda atau kelompok hidroksil di berbagai posisi pada cincin. PGF memiliki dua kelompok hidroksil sementara PGK memiliki dua keto pengganti pada cincinnya. PGG dan PGH

17

(14)

xxxvi merupakan endoperoksida bisiklik. Jembatan oksigen antara carbon 6 dan 9 membedakannnya dengan prostasiklin (PGI).

Tromboksan A (TXA) mengandung struktur cincin teroksigenasi bisiklik yang tidak stabil, sementara tromboksan B (TXB) memiliki cincin oksan yang stabil. Disamping itu, seluruh prostaglandin memiliki sekelompok hidroksil pada carbon 15 dan ikatan trans ganda pada carbon 13 pada gugus alkil pengganti (R2).9

2.2.3. Biosintesa Prostaglandin

Prostanoid tidak disimpan didalam sel, tetapi disintesa saat dibutuhkan sebagai respon dari stimulus hormonal.9,29 Prostanoid dibentuk secara denovo dari asam arachidonat yang dilepaskan dari membran plasma ketika sel mengalami trauma atau oleh sitokin yang spesifik, faktor pertumbuhan, dan stimulus lainnya. Sejumlah enzim secara khusus mengatur kadar asam arachidonat, menjaganya tetap teresterifikasi hingga dimobilisasi oleh phosfolipase (PLA).29

PG adalah rantai karbon 20 asam lemak tak jenuh yang di sintesa dari asam arachidonat, yang diturunkan dari hidrolisa membran phospholipid, dikatalisa oleh phospholipase A2 (PLA2). Asam arachidonate dikonversi menjadi prostaglandin G2 (PGG2) kemudian menjadi prostaglandin H2 (PGH2) oleh prostaglandin H synthase,31 juga dikenal sebagai siklooksigenase (COX) atau prostaglandin-endoperoxide synthase (PTGS), yang dibedakan menjadi dua subtipe yaitu: COX-1 (PTGS-1) dan COX-2 (PTGS-2). PGH2 merupakan

18

(15)

xxxvii prostaglandin intermediate yang tidak stabil yang segera diubah menjadi prostanoid bioaktif; prostaglandin D (PGD2), E (PGE2), F (PGF2-), I (PGI2) dan tromboksan (TXA2) oleh synthasenya masing-masing.27,32,33

Sel epitel dilimpahi dengan PG synthase dan menghasilkan PG in vivo. Berbagai peran prostaglandin dalam memodulasi tekanan pada otot polos telah diteliti. Tipe reseptor spesifik yang berbeda dari PGD, PGE, PGF,PGI, TX telah diidentifikasi, dinamakan, prostanoid D (DP), prostanoid E (EP), prostanoid F (FP), prostanoid I (IP), dan prostanoid T (TP) reseptor berturut-turut. EP diklasifikasikan lagi menjadi empat subtipe: EP1, EP2, EP3, dan EP4,27,34 didasarkan pada aksi yang berbeda dan sinyal pathway yang diaktivasi sebagai respon terhadap PGE2 atau analognya. Delapan tipe atau subtipe reseptor prostaglandin ditemukan sebagai pasangan G protein trans membran

19

(16)

xxxviii Gambar 2.5Biosintesa prostanoid dan mekanisme kerjanya(Sumber: Ruan Ye et al 2011 Regulation of smooth muscle contraction by the epithelium: role of

prostaglandins)

Diantara reseptor ini, aktivasi reseptor DP, EP2, EP4, atau IP meningkatkan level cAMP intraseluler dan menyebabkan relaksasi otot polos. Reseptor EP1, FP dan TP berpasangan dengan ion Ca2+ dan menyebabkan kontraksi. Isoform yang berbeda dari EP3 telah di kenali, dan aktivasi dari EP3 dapat meningkatkan atau menurunkan cAMP intraseluler, atau meningkatkan ion Ca2+ tapi biasanya menyebabkan kontraksi otot polos.27

20

(17)

xxxix

2.2.4. Mekanisme Aksi Prostaglandin

Prostaglandin yang dilepaskan dari sel dengan transport terfasilitasi prostaglandin transporter (PGT) yang berasal dari kelompok transporter polipeptida amnion organik, dan oleh trasporter lain yang belum dikenali. Karena sifat temporer tromboksan dan prostasiklin (yang memiliki waktu paruh dalam beberapa detik hingga menit), komponen ini harus bekerja tidak jauh dari tempat sintesisnya. Terdapat setidaknya 9 reseptor prostaglandin yang telah diketahui pada tikus dan manusia, sejalan dengan beberapa varian atas kabroksi termini yang berbeda. Empat dari seluruh subtipe reseptor berikatan dengan PGE2 (EP1-EP4), 2 berikatan dengan PGD2 (DP1 dan DP2), dan reseptor yang mengikat PGF2α, PGI2, dan TXA2 (FP, IP, dan TP) masing masing berasal dari satu gen. Reseptor prostaglandin merupakan salah satu dari tiga kelompok dengan subkelompok yang berbeda pada superkelompok GPCR (reseptor G-protein yang berpasangan) dari 7 protein transmembran. Pengecualian pada DP2, yang merupakan anggota subgroup reseptor penarikan kimiawi. Reseptor relaksan IP, DP, EP2, dan EP4 dari satu kelompok, memberi sinyal melalui mediasi Gδ meningkatkan siklik adenosine monofosfat (cAMP) intrasel. Reseptor kontraktil, EP1, FP, dan TP, membentuk kelompok kedua yang memberi sinyal melalui mediasi Gq meningkatkan kalsium intrasel. Reseptor EP3 dikenali sebagai reseptor penghambat pasangan tersebut menjadi Gi dan mengurangi pembentukan

21

(18)

xl cAMP. Walaupun sebagian besar GPCR prostaglandin terletak di membran plasma, beberapa yang lain terletak di membran inti.29

Gambar 2.6 Biosintesis pathway prostanoid(sumber:Ricciotti E, 2011 Prostaglandins and inflammation)

2.2.5. Reseptor Prostaglandin

Reseptor prostaglandin dibuat dengan huruf “P” dan awalan “D”, “E”, “F”, “I” atau “T” untuk menandakan prostaglandin D, E, F, I, atau tromboksan

berturut-turut. Reseptor prostanoid terdiri atas delapan anggota: Empat subtipe dari reseptor PGE telah diidentifikasi, yaitu EP1-EP4,27,28,29 PGD reseptor (DP1), PGF reseptor (FP), PGI reseptor (IP) dan TX reseptor (TP). Dua isoform tambahan dari TP manusia (TPα, TPβ) dan FP (FPA dan FPB)

22

(19)

xli dan delapan varian EP3 dihasilkan melalui sambungan alternatif, yang berbeda rantai C terminal akhir.

2.3. Prostaglandin dan Saluran Reproduksi Wanita

Telah banyak didokumentasikan mengenai peran serta PG dalam peristiwa reproduksi pada saluran reproduksi wanita dengan berperan besar modulasi kontraktilitas otot polos. Pada uterus, endometrium, lapisan epitel dari uterus, dipercaya merupakan sumber utama PG. Fakta bahwa pelepasan endometrium selama menstruasi menghasilkan peningkatan kontraksi dari miometrium, lapisan otot polos dari uterus, dalam kasus berat memperlihatkan kram menstruasi atau dismenore, nyeri pada abdomen dan area pelvik disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebih, mengindikasikan tonus otot yang normal dari uterus dibawah pengaruh endometrium. Temuan mengenai kadar prostaglandin di endometrium pada pasien dismenore lebih tinggi dibanding dengan non dismenore. Pengamatan klinis ini mengindikasikan kemungkinan keterlibatan prostaglandin di endometrium dan turunannya dalam pengaturan kontraksi otot polos uterus.

23

(20)
(21)

xliii

2.5. Kerangka Konsep

variabel independent variabel dependent

Kadar PGF DISMENORE

25

Gambar

Gambar 2.1 Patofisiologi dismenore primer(sumber: Primary dysmenorrhea consensus guideline, 2005)
Gambar 2.2 Mekanisme pembangkitan nyeri pelvik pada dismenore primer(Sumber:
Gambar 2.3 siklooksigenase pathway yang berpengaruh pada dismenore primer(Sumber: Dawood MY, 2006, Primary dysmenorrhea advances in pathogenesis and management)
Gambar 2.4Struktur
+3

Referensi

Dokumen terkait

PERBEDAAN KADAR PROSTACYCLINE CAIRAN DARAH HAID (MENSTRUAL FLUID) PADA.. DISMENORE DAN

dengan uji Anova pada kadar prostasiklin cairan darah haid dengan jenis dismenore, diperoleh nilai p&lt;0,05, yang menunjukkan adanya perbedaan kadar prostasiklin antara jenis

Body% Mass%