• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) Menjadi Pewarna Lipstik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) Menjadi Pewarna Lipstik"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman

2.1.1 Morfologi tanaman

Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak yang hidup menahun dan bersifat merambat hingga sepanjang 20 m atau lebih. Batang tanaman sedikit berkayu, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang terkadang tumbuh tumpang tindih. Pada tanaman muda, cabang berwarna hijau dan setelah tua menjadi hijau kecoklatan. Daunnya sangat rimbun tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang. Bentuk daun menjari, bergerigi, berwarna hijau, mengkilap dengan panjang tangkai 2-3 cm, panjang daun 9-12 cm dan lebar 7-9 cm (Rukmana, 2003).

(2)

buah (juice) yang masam manis dan beraroma harum semerbak (Hermanto, dkk., 2013).

2.1.2 Sistematika tanaman

Menurut Rukmana (2013), sistematika tumbuhan markisa ungu sebagai berikut:

Kindom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Malpighiales Suku : Passifloraceae Marga : Passiflora

Jenis : Passiflora edulis Sims.

2.1.3 Habitat

(3)

markisa ungu biasanya dapat di panen pada umur 85 dan 95 hari setelah bunga mekar. Tanda-tanda buah markisa ungu yang siap di panen adalah warnanya ungu kehijauan-ungu karena buah ini memiliki karakteristik fisik dan kimia yang baik (Karsinah, dkk., 2010).

2.1.4 Nama asing

Buah markisa ungu memiliki nama lain seperti Purple granadilla (Inggris), marajuca doce (Brazil), Ji dan guo (Cina), Linmangkon (Thailand), paarse passievrucht (Belanda) dan buah Susu (Malaysia).

2.1.5 Nama daerah

Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buwah negri (Jawa) (Depkes, RI., 1999).

2.1.6 Kandungan kimia

Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder. Daun markisa ungu mengandung tanin, glikosida, flavonoid, saponin dan alkaloid. Batang tanaman markisa ungu mengandung glikosida, flavonoid, saponin dan alkaloid. Sedangkan buah mengandung tanin, glikosida, flavonoid dan alkaloid (Akanbi, et al., 2011).

2.1.7 Manfaat markisa ungu

(4)

dapat meningkatkan kesegaran kulit tubuh dan merangsang pertumbuhan sel muda pada kulit wajah. Markisa mengandung vitamin C dosis tinggi dan antioksidan (Hermanto, dkk., 2013).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen, POM., 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen, POM., 1995).

2.2.1 Metode ekstraksi

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

(5)

2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali bahan.

b. Cara panas

1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.

2.3 Kosmetik

Kosmetik berasal dari kata ”kosmein” (Yunani) yang berarti ”berhias”.

(6)

dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 445/Menkes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, menyembuhkan suatu penyakit ( Tranggono dan Latifah, 2007). Berdasarkan penggolongan menurut kegunaannya, kosmetika dibagi menjadi 2 golongan yaitu kosmetika perawatan kulit (skin care) dan kosmetika dekoratif (tata rias/make up) (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3.1 Kosmetika perawatan kulit (skin care cosmetics)

Tujuan penggunaan kosmetik ini adalah untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Kosmetika perawatan kulit terdiri dari kosmetika pembersih kulit (cleanser), kosmetika pelembab kulit (moisturizer), kosmetik pelindung kulit dan kosmetika untuk menipiskan kulit (peeling). Contoh dari kosmetika perawatan kulit adalah sabun, night cream, sunscreen cream, scrub cream (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3.2 Kosmetika dekoratif

(7)

Tranggono dan Latifah (2007) membagi kosmetik dekoratif dalam dua golongan besar, yaitu :

1. Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow dan lain-lain.

2. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting rambut dan preparat penghilang rambut.

Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain: - Warna yang menarik

- Bau yang harum menyenangkan - Tidak lengket

- Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

- Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku dan lainnya.

2.4 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

(8)

1. Lapisan epidermis atau kutikel

Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum (lapisan kulit yang paling luar), stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basalis.

2. Lapisan dermis

Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas pars papilaris (bagian yang menonjol ke dalam epidermis) dan pars retikularis (bagian bawah dermis yang berhubungan dengan subkutis).

3. Lapisan subkutis (hipodermis)

Lapisan subkutis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).

2.5 Bibir

(9)

Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjol stratum germinativum dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan pewarna bibir (Ditjen, POM., 1985).

2.6Lipstik

Lipstik adalah sediaan bentuk batang yang dengan bahan dasar minyak dan lilin yang diberi zat warna merah yang larut atau tersuspensi dalam minyak dan diberi parfum secukupnya (Balsam dan Sagarin, 1972).

Fungsi lipstik adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik. Tetapi kenyataannya warna lainpun mulai digemari orang, sehingga corak warnanya sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga hingga merah biru bahkan ungu (Ditjen, POM., 1985).

Bahan dasar lipstik adalah minyak, lemak dan lilin, dimana bahan dasar ini harus dapat mendispersikan zat warna secara homogen. Jika dilelehkan akan mencair sedikit-sedikit, jika dibekukan akan berbentuk lipstik yang tidak mudah patah (Balsam dan Sagarin, 1972).

Berdasarkan sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Mitsui, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007):

(10)

d. Stabil dalam penyimpanan

e. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik

f. Melapisi bibir secara mencukupi g. Dapat bertahan di bibir

h. Cukup melekat pada bibir

i. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.

2.6.1 Komposisi lipstik

Bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut: a. Lilin

Fungsinya memberikan bentuk lipstik dan menjaga bentuknya agar selalu dalam keadaan padat walaupun pada iklim panas. Misalnya carnauba wax, candellila wax, bees wax, paraffin, spermaceti, setil alkohol, stearil alkohol (Balsam dan Sagarin, 1972).

b. Minyak

Minyak yang baik adalah minyak yang dapat melarutkan warna dengan baik, tidak berbau dan mudah didapat. Misalnya castor oil, butil stearat, oleil alkohol, iso propil palmitat, iso propil miristat (Balsam dan Sagarin, 1972). c. Lemak

(11)

sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain (Balsam dan Sagarin, 1972).

d. Zat-zat pewarna (coloring agent)

Zat warna untuk kosmetik dekoratif dibedakan atas lima jenis, zat warna alami yang larut, zat warna sintetis yang larut, pigmen alam, pigmen sintetis dan lakes alam (Tranggono dan Latifah, 2007).

Syarat zat warna dalam sediaan lipstik adalah sebagai berikut: - Tidak menyebabkan iritasi dan toxisitas

- Tidak mengandung senyawa As, Pb dan pengotor-pengotor lain

- Harus dapat digerus halus sekali sehingga bila dipakai tidak terasa berpasir - Mempunyai intensitas warna yang tinggi

- Terdispersi halus pada minyak, tidak menjadi kering dan tengik (Balsam dan Sagarin, 1972).

2.6.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik

Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara menutupi kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik, tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain dalam formula lipstik. Zat tambahan yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet dan parfum (Senzel, 1977).

1. Antioksidan

(12)

butil hidroksitoluen, propil gallat (Balsam dan Sagarin, 1972). 2. Pengawet

Penggunaan pengawet dalam kosmetik adalah untuk mencegah dan melindungi sediaan kosmetik dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas, penurunan daya kerja bahan aktif dan gangguan kesehatan. Contoh pengawet adalah metil paraben (nipagin), propil paraben (nipasol) dan propil hidroksi benzoat (Tranggono dan Latifah, 2007).

3. Parfum

Parfum yang baik memiliki sifat tidak menyebabkan iritasi dan dapat menutupi bau yang tidak enak dari lemak yang digunakan sebagai basis dan menutupi bau yang terjadi selama penyimpanan. Parfum yang dipakai biasanya dengan wangi buah-buahan dan wangi bunga-bungaan (Balsam dan Sagarin, 1972).

4. Surfaktan

Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan mendispersikan partikel-partikel zat warna yang padat (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.6.3 Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi

Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi ini sebagai berikut : 1. Oleum ricini (Minyak jarak)

(13)

dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam etanol mutlak dan dalam asam asetat glasial (Ditjen, POM., 1979). Minyak jarak digunakan sebagai pelarut dalam kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi (Rowe, et al., 2009).

2. Cera alba (Malam putih)

Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera L. Suhu leburnya yaitu antara 62 0C hingga 64 0C (Ditjen, POM, 1979). Kegunaan Cera alba adalah untuk mengatur titik lebur sediaan (Rowe, et al., 2009).

3. Lanolin

Lanolin digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah dipakai (Anief, 2000). Lanolin merupakan zat berupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Bovis aries L. (Familia Bovidae) yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Suhu leburnya yaitu antara 38 0C hingga 44 0C (Ditjen, POM., 1995). Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe, et al., 2009). Penggunaan lanolin dalam sediaan lipstik adalah untuk membantu meratakan warna (Balsam dan Sagarin, 1972).

4. Vaselin alba

(14)

5. Setil alkohol

Setil alkohol digunakan dalam formula lipstik karena punya sifat emolien yang baik dan memiliki suhu lebur antara 45 0C hingga 52 0C (Rowe, et al., 2009).

6. Carnauba wax

Carnauba wax diperoleh dari daun Copernicia cerifera. Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu lebur yang tinggi yaitu 80 0C hingga 86 0C. Carnauba wax digunakan untuk meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Rowe, et al., 2009).

7. Metil paraben

Metil paraben merupakan pengawet yang larut baik dalam minyak, propilen glikol dan dalam gliserol (Ditjen, POM., 1995). Metil paraben digunakan sebagai pengawet dalam sediaan topikal dalam jumlah 0,02 - 0,3% (Rowe, et al., 2009).

8. Parfum

Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, menyenangkan dan banyak disukai serta dapat menutupi bau yang tidak enak dari lemak (Balsam dan Sagarin, 1972). Parfum yang dipilih adalah parfum dengan wangi buah strawberry.

9. Propilen glikol

(15)

10. Butil hidroksi toluen

Butil hidroksi toluen digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik, dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi lemak dan minyak menjadi tengik dan juga untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi butil hidroksi toluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topical adalah 0,0075 - 0,1% (Rowe, et al., 2009).

11. Tween 80 / Polisorbat 80

Tween 80 atau Polisorbat 80 adalah zat berupa cairan kental seperti minyak jernih, kuning, bau asam lemak dan khas. Mudah larut dalam air, etanol, metanol dan sukar larut dalam parafin cair (Ditjen, POM., 1979). Kegunaan tween 80 adalah sebagai pendispersi partikel-partikel pewarna yang padat dan sebagai agen pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak esensial dan vitamin yang larut dalam minyak dalam jumlah 1 - 15% (Rowe, et al., 2009). 12. Titanium dioksida

Pigmen titanium dioksida (TiO2) merupakan serbuk putih dengan daya pengopak yang tinggi. Titanium dioksida digunakan untuk sediaan topikal dalam jumlah 1 - 4%. Titanium dioksida dapat digunakan pada kosmetik dan pelindung kulit dari sinar UV. Penambahan titanium dioksida ini untuk memudahkan tampilan warna pada lipstik (Rowe, et al., 2009).

2.6.4 Evaluasi lipstik

Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut : a. Penetapan suhu lebur lipstik

(16)

panjang isinya dan temperaturnya tertentu atau sama rata. Kecuali jika ditentukan drop pointnya yaitu temperatur dimana minyak dari lipstik akan menetes yakni

dengan cara meletakkan lipstik pada kotak, dibiarkan dan dilihat dimana pada temperatur tertentu akan keluar minyaknya. Temperatur ini berfungsi sebagai tenperatur limit untuk penyimpanan misalnya pada waktu pengepakan, pemasaran dan pemakaian yang dimana drop point harus diatas 45 0C dan sebaiknya diatas 50 0C (Balsam dan Sagarin, 1972).

b. Kekuatan lipstik (Breaking point)

Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lipstik juga kualitas lilinnya.

Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi. Tiap 30 detik berat penekan ditambah (10 g). penambahan berat pada penekan dilakukan terus sampai lipstik patah (Vishwakarma, et al., 2011).

c. Stabilitas sediaan

Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 15, 30 dan selanjutnya setiap 15 hari hingga hari ke-90 (Vishwakarma, et al., 2011).

d. Uji oles

(17)

menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu, sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).

e. Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu larutan hangat (sekitar 40 0C), elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

f. Uji tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen, POM., 1985).

(18)

sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen, POM., 1985).

Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder (Ditjen, POM., 1985).

Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen, POM., 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen, POM., 1985).

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen, POM., 1985).

Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik dan uji tempel ramal (Ditjen, POM., 1985).

(19)

sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen, POM., 1985).

Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam dan 72 jam (Ditjen, POM., 1985).

Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen, POM., 1985).

Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor: - Kadar dan jenis sediaan uji

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji - Lamanya waktu pelekatan sediaan uji

- Lokasi lekatan - Umur panel

g. Uji kesukaan (Hedonic Test)

(20)

pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus seperti dibawah ini:

P(�̅– (1,96.S / √�)) ≤ µ ≤ (�̅ + (1,96.S / √�))≅95%

�̅

=

∑��= �� �

S2 = ∑ ��−�̅ ²

� �=

S = √�² Keterangan :

n = Banyak panelis

S² = Keseragaman nilai kesukaan

1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%

�̅ = Nilai kesukaan rata-rata

Xi = Nilai dari panelis i, dimana i=1,2,3,...,n S = Simpangan baku nilai kesukaan

P = Tingkat kepercayaan µ = Rentang nilai

Kriteria panelis (Soekarto, 1981) :

1. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil secara acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin besar semakin baik.

2. Berbadan sehat.

3. Tidak dalam keadaan tertekan.

Referensi

Dokumen terkait

Makna kata terbagi atas dua bagian, masing-masing makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi adalah makna yang tidak mengalami perubahan apapun dari makna

Penulis membatasi pada pembuatan tutorial penggunaan fungsi dasar tools, palet, efek, serta manipulasi gambar pada Adobe Photoshop 7.0 dengan menggunakan Macromedia Flash MX

[r]

Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 15,. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

[r]

[r]

[r]

[r]