• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konflik Internal Partai (Studi Kasus: Pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo 2017) Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konflik Internal Partai (Studi Kasus: Pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo 2017) Chapter III IV"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

MANAJEMEN PENYELESAIAN KONFLIK PARTAI GOLKAR

KABUPATEN KARO

3.1Dominasi (Penekanan) dari DPD Provinsi

Dalam menganalisis manajemen penyelesaian konflik yang terjadi di dalam

Partai Golkar Kabupaten Karo, penulis menggunakan teori dominasi atau

penekanan. Berdasarkan teori dominasi (penekanan) biasanya orang – orang yang

memiliki kekuasaan lebih akan cenderung menekan konflik yang terjadi dan

kemudian menyelesaikannya dengan cara memaksakan konflik tersebut

“menghilang di bawah tanah”. Selanjutnya setelah konflik tersebut “hilang” maka

akan terjadi situasi menang – kalah, dimana pihak yang kalah terpaksa mengalah

karena adanya pengaruh yang lebih tinggi atau pihak yang lebih besar

kekuasaannya.

Metode ataupun cara yang dilakukan Partai Golkar saat terjadi konflik pada

pemilihan Ketua Partai Golkar tahun 2017 kemarin yakni dengan dilakukan

pertemuan antar 2 pihak untuk berdiskusi. Pertemuan ini dilakukan antar kedua

orang yang berkonflik dengan pihak ketiga agar permasalahannya bisa

diselesaikan serta mendapat solusi yang terbaik untuk kedua pihak yang

berkonflik. Pihak ketiga disini ialah DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara.

Seperti yang dikemukakan oleh Ferianta Purba selaku salah satu calon Ketua DPD

Golkar Kabupaten Karo yang saat ini sudah menjabat sebagai Ketua : “Setelah

(2)

perjalanan hmm ya artinya di apa ya istilahnya dipertemukan lah kita 2 pihak ini

yaitu saya dengan calon yang satu lagi.”.42

Menurut Ross (1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang

diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan

kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir

berupa penyelesaian konflik. Di samping itu, mungkin atau tidak mungkin dapat

menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Dalam hal

ini juga bisa kita lihat bahwa Partai Golkar melakukan hal yang sama dengan

yang disebutkan Ross dalam pengertian manajemen konfliknya yakni pihak ketiga

yakni DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara berusaha mempertemukan

kedua belah pihak yang berkonflik agar menghasilkan kesepakatan yang positif.

Selanjutnya dalam pertemuan itu telah disepakati bahwa salah satu dari calon itu

harus mundur dari pencalonan di Musyawarah Daerah yang dilaksanakan

berikutnya. Tujuan dari pengunduran diri salah satu calon ini ialah agar suara Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan narasumber,

ditemukan bahwa memang cara yang digunakan Partai Golkar dalam

memanajemen konfliknya yakni dengan diskusi atau musyawarah. Dalam diskusi

ini pihak ketiga yakni DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara berupaya

untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik dalam memperebutkan

posisi sebagai Ketua DPD Golkar Kabupaten Karo agar bisa menyepakati hasil –

hasil tertentu agar nantinya konflik dapat terselesaikan dengan baik.

42

(3)

yang dimiliki Partai Golkar Kabupaten Karo nantinya tidak akan terpecah menjadi

dua. Hal ini juga diungkapkan oleh salah satu calon Ketua DPD Golkar

Kabupaten Karo Ferianta Purba yang saat ini menjabat sebagai Ketua terpilih :

“Pak Ngogesa minta supaya salah satu untuk tarik diri dari dari pencalonan”. 43

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh calon Ketua DPD Golkar

Kabupaten Karo yang satu lagi yakni Firdaus Sitepu mengungkapkan bahwa DPD

Golkar Provinsi Sumatera Utara bukan menyuruh agar salah satu calon untuk

mengundurkan diri melainkan menyuruh dirinya sendiri untuk mengundurkan diri

dari pencalonan dan menyisakan Ferianta Purba sebagai calon tunggal untuk maju

ke pemilihan Ketua Partai Golkar Kabupaten Karo. Hal ini seperti yang

diungkapkan Firdaus Sitepu : “Dalam pertemuan itu diupayakan lagi untuk salah

satu mengalah, aku lah yang disuruh mundur. Yasudah saya mengalah”.44

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa perkataan yang

diungkapkan oleh Firdaus Sitepu lebih meyakinkan dibandingkan dengan yang

diungkapkan oleh Ferianta Purba dikarenakan sikap yang ditunjukkan mereka saat

penulis melakukan wawancara. Alasan penulis bisa mengatakan seperti itu karena

teknik wawancara yang penulis gunakan dalam penelitian ini ialah teknik

wawancara in depth interview atau biasa disebut dengan teknik wawancara secara

mendalam. Dalam teknik wawancara secara mendalam, penulis mengumpulkan

informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan

43

Hasil wawancara dengan Ferianta Purba Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo terpilih Tanggal 20/07/2017 Pukul 13.28 WIB.

44

(4)

pengalaman pribadi.45

“Suruhenta Sembiring membentuk suatu kepanitiaan dan kepanitiaan ini sepertinya gak menyanggupi saat itu melaksanakan jadwal yang sudah diberikan provinsi. 1 minggu sebelum tanggal penyelenggaraan musda itu mereka menyatakan gak sanggup melaksanakan tanggal 20. Setelah itu Suruhenta mengajak mengumpulkan panitia yang mau bekerja, ya kalau panitia yang ditunjuk sebelumnya tidak mau ya mari yang masih mau bekerja kita membuat musyawarah daerah ke IX ini di Berastagi. Jadi sebagian anggota kepanitiaan yang mau bekerja tadi di koordinir oleh Suruhenta untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Selanjutnya karena sudah dibentuk kepanitiaan yang di Berastagi datang dari panitia sebelumnya kami pun sanggup, setelah bekerja panitia untuk melaksanakan musda di Berastagi dibilang mereka kami pun bisa”.

Oleh karena itu bukan hanya pendapat dan jawaban

narasumber saja yang dilihat melainkan sikap yang ditunjukkan oleh narasumber

ketika menjawab setiap pertanyaan yang penulis berikan juga merupakan salah

satu hal yang penting dalam menganalisis manajemen penyelesaian konflik yang

dilakukan DPD Golkar Kabupaten Karo pada proses pemilihan Ketua pada tahun

2017 ini.

Ada beberapa hal yang diungkapkan Ferianta Purba tidak sejalan dengan

yang diungkapkan oleh Roy Belanta Sembiring selaku Wakil Sekretaris Bagian

Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi. Saat penulis bertanya tentang

bagaimana bisa terbentuk 2 kepanitiaan dalam pembentukan Musyawarah Daerah

IX Partai Golkar Kabupaten, Ferianta Purba mengungkapkan :

46

45

Sulistyo-Basuki. Metode Penelitian.Op.cit

46

Hasil wawancara dengan Ferianta Purba Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo terpilih Tanggal 20/07/2017 Pukul 13.47 WIB.

(5)

“Di tanah karo kan ada sempat dua apa dua kubu juga kubu Agung Laksono sama Aburizal Bakrie kan begitu. Nah kita dulu dari kubu Agung Laksono, dan ada teman – teman yang dari kubu Aburizal Bakrie, nah jadi istilahnya ya mereka berhak juga lah kalo karena mereka juga mempunyai satu kubu membuat satu musda, kita juga kita buat.” 47

“Pertamanya kita panitia, kita ditunjuk jadi panitia pelaksanaan musda. Tentunya panitia yang menentukan lokasi dimana pelaksanaan musda sama persiapan-persiapannya lah. Kebetulan saya juga jadi ketua panitianya yang disini (Kabanjahe). Udah ditentukan tempat dan sebagainya, keluarlah SKnya untuk musda ini. Di tengah perjalanan muncul lagi SK baru untuk kepanitiaan pelaksanaan musda yang di Berastagi. Pelaksanaan musdanya pun di hari dan jam yang bersamaan. Tadi kam tanyak kenapa bisa keluar 2 SK itulah saya pun tidak tahu.” Pernyataan yang diungkapkan oleh Roy Belanta Sembiring ini juga secara tidak

langsung mendukung pernyataan Firdaus Sitepu yang mengungkapkan :

48

Selanjunya pertemuan yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang

berkonflik ini dengan pihak ketiga hanya diadakan dalam 1 hari saja, karena

setelah pertemuan itu sudah didapatkan keputusan akhir dari konflik yang terjadi

sebelumnya yakni pengunduran diri salah satu bakal calon Ketua dari pencalonan. Berdasarkan pernyataan di atas dapat dianalisis bahwa memang kedua pihak yang

berkonflik ini membuat musda di tempatnya masing – masing, yakni satu berada

di Kabanjahe dan satunya lagi berada di Berastagi. Akan tetapi Ferianta Purba

mengatakan bahwa terbentuknya panitia yang menyelenggarakan musda di

Berastagi dibentuk karena ketidaksiapan panitia pelaksanaan musda di Kabanjahe.

Hal ini menunjukkan Ferianta Purba tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

47

Hasil wawancara dengan Roy Belanta Sembiring Wakil Sekretaris Bagian Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi DPD Partai Golkar Kabupaten Karo Tanggal 20/07/2017 Pukul 14.30 WIB.

48

(6)

Hal ini menunjukkan bahwa Partai Golkar dalam memanajemen penyelesaian

konfliknya tidak memakan waku yang lama. Dan juga sudah terlihat dalam hasil

wawancara yang disebutkan narasumber bahwa salah satu calon yakni Firdaus

Sitepu mengalami penekanan yang dilakukan oleh DPD Provinsi agar dirinya

yang harus mengundurkan diri. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan Firdaus Sitepu

: “Tentunya kecewa lah. Tapi gimana mau kita buat, begitu kata provinsi ya mau

gak mau harus begitu. Terpaksa kita jalani, suka tidak suka harus menjadi suka.”

49

Dalam hal ini segala keputusan yang sudah diambil dan diputuskan oleh

DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara harus dipatuhi oleh setiap anggota

partai karena jika tidak mematuhi akan ada sanksi tegas yang diberikan oleh Sesuai dengan teori dominasi (penekanan) yang sudah dijelaskan bahwa

dalan manajemen penyelesaian konflik seperti ini akan terjadi situasi menang –

kalah, hal ini juga terjadi dalam manajemen penyelesaian konflik di pemilihan

Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo. Dimana salah satu bakal calon yang

disuruh untuk mundur dalam pencalonan akan menjadi pihak yang kalah dan

calon yang tetap maju ke dalam pencalonan menjadi pihak yang menang. Ferianta

Purba tergolong ke dalam pihak yang menang karena dia maju ke dalam

pencalonan sebagai calon tunggal dan akhirnya terpilih sebagai Ketua DPD Partai

Golkar Kabupaten Karo sedangkan Firdaus Sitepu masuk ke dalam pihak yang

kalah karena dia mundur dari pencalonan dan akhirnya dipilih untuk menjadi

Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Karo.

49

(7)

partai. Hal ini seperti yang diungkapkan Firdaus Sitepu : “Kan sudah kita terikat

di partai, kalau melawan kan keluar itu resikonya jadi harus nurut-nurut ajalah”.50

3.2Penyelesaian Konflik Secara Integratif

Berdasarkan pernyataan yang narasumber ungkapkan, dapat dianalisis bahwa

apapun keputusan yang diambil oleh DPD Partai Golkar Provinsi harus ditaati dan

tidak ada yang boleh menentangnya. Apabila ada yang berani menentang

keputusan yang sudah diambil oleh DPD Partai Golkar Provinsi maka akan

dikenai sanksi yakni dikeluarkan dari partai. Oleh karena itu jika seseorang yang

menentang keputusan DPD Provinsi akan dikeluarkan dari Partai Golkar maka

teori dominasi (penekanan) yang sudah dijelaskan penulis tadi terbukti sesuai dan

diterapkan dalam manajemen penyelesaian konflik pada pemilihan Ketua DPD

Partai Golkar Kabupaten Karo ini.

Selanjutnya metode penyelesaian konflik yang akan digunakan penulis

dalam penyelesaian konflik Partai Golkar ada yakni metode penyelesaian konflik

secara integratif, metode komando otoritatif, dan metode kompromi. Ke tiga

metode ini hanya merupakan bagian dari metode dominasi (penekanan) yang

digunakan oleh DPD Partai Golkar Provinsi. Sehingga walaupun ketiga metode

ini digunakan sebagai pisau analisis, tidak akan mempengaruhi hasil yang

dikemukakan karena metode dominasi sebelumnya yang akan sangat

mempengaruhi hasil penelitian ini.

50

(8)

Dalam cara ini konflik diselesaikan secara integratif. Konflik yang terjadi

biasanya dicoba untuk diselesaikan secara bersama – sama dengan teknik

pemecahan masalah (problem solving). Dalam problem solving kedua pihak yang

berkonflik akan mencari win-win solution. Situasi menang – menang seperti ini

dilaksanakan dengan cara menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat dalam

konflik yang terjadi. Hal tersebut dapat tercapai apabila dilakukan konfrontasi

persoalan -persoalan yang ada dan digunakan cara pemecahan masalah untuk

mengatasi perbedaan - perbedaan pendapat dan pandangan.

Dalam metode ini, kedua belah pihak bertemu untuk mendiskusikan

permasalahan yang berkaitan dengan konfliknya. Tujuannya adalah untuk

mengintegrasi kebutuhan dari masing - masing kelompok. Pihak – pihak yang

awalnya berkonflik bukan hanya berusaha untuk menekan konflik dan

berkompromi melainkan berusaha untuk menyelesaikan masalah. Kedua belah

pihak akan berusaha mendapatkan keputusan akhir yang tidak hanya

menguntungkan satu pihak saja melainkan menguntungkan kedua belah pihak.

Akan tetapi dalam kehidupan berorganisasi, teori ini sulit untuk diterapkan. Ada 3

jenis metode dalam penyelesaian konflik secara integratif yakni konsensus,

konfrontasi, dan penggunaan tujuan – tujuan super ordinat.

Dalam manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan, Partai Golkar

dalam hal ini juga berusaha untuk melakukan penyelesaian masalah secara

bersama – sama. Kedua belah pihak yang berkonflik yakni Ferianta Purba dan

Firdaus Sitepu dipertemukan untuk mendiskusikan permasalahan yang ada.

(9)

Setelah kedua belah pihak yang berkonflik dan pihak ketiga sebagai fasilitator

melakukan diskusi dan diputuskan bahwa salah satu pihak mengundurkan diri dari

pencalonan. Pengunduran diri inipun merupakan keputusan yang diambil DPD

Golkar Provinsi, dan keputusan ini diberikan DPD Golkar Provinsi dengan

mempertimbangkan rasa kekeluargaan yang ada. Seperti yang diungkan Ferianta

Purba : “Dan Pak Ngogesa ketika itu karena kita masih tidak terlepas dari

kekeluargaan, tidak terlepas dari kita masing – masing ini masih family, Pak

Ngogesa minta supaya salah satu untuk tarik diri dari dari pencalonan.” 51

Berdasarkan pernyataan narasumber di atas, dapat dianalisis bahwa DPD

Partai Golkar Provinsi dalam menyelesaikan konflik ini masih memikirkan rasa

kekeluargaan yang ada sehingga setelah itu mereka menawarkan kepada pihak

yang mengundurkan diri dari calon Ketua yakni Firdaus Sitepu jabatan sebagai

Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Karo. Hal ini dipertegas oleh pernyataan

Firdaus Sitepu : 52

Berdasarkan pernyataan Firdaus Sitepu bisa dilihat bahwa setelah pengunduran

dirinya dari pencalonan sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo, DPD

Partai Golkar Provinsi meminta agar Firdaus Sitepu mengisi posisi sebagai

sekretaris. Seperti yang diungkapkan Ferianta Purba juga : “Jadi salah satu butir “Waktu saya mundur pun ditanya apa permintaan saya, jadi sekretaris saja kau kata ketua. Saya sebetulnya tidak mau jadi sekretaris, saya jadi pengurus saja saya bilang. Tetapi mereka tetap bilang udahlah sekretaris saja kau, terakhir saya bilang terserah ketua saja lah kalau begitu. Makanya saya jadi sekretaris.”

51

Hasil wawancara dengan Ferianta Purba Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo terpilih Tanggal 20/07/2017 Pukul 13.47 WIB.

52

(10)

ya karena dia mengundurkan diri kita hormati dan kita berikan jabatan sekretaris

kepada Firdaus”. 53

Ferianta Purba dalam pernyataan di atas mengungkapkan bahwa salah satu isi dari

kesepakatan sebelumnya yakni dengan Firdaus Sitepu mengundurkan diri, dia dan

pihak DPD Provinsi menghormatinya, oleh sebab itu diberikan jabatan Sekretaris

kepada Firdaus. Sehingga setelah pemilihan pada Musyawarah Daerah IX kedua

selesai Ferianta Purba diangkat dan diberikan kesempatan untuk bicara dia

menyatakan sesuai kesepakatan sebelumnya Firdaus Sitepu menjadi

Sekretarisnya. Hal ini juga didukung pernyataaan Ferianta Purba : “selesai

diaklamasi ada kata sambutan dari ketua terpilih disitu saya ungkapkan bahwa

kesepakatan kita kemarin itu saudara Firdaus menjadi sekretaris”.54

Berdasarkan analisis penulis DPD Partai Golkar Provinsi menganggap

dengan Ferianta Purba yang nantinya akan maju sebagai calon tunggal dan

pastinya akan terpilih sebagai Ketua, DPD Provinsi juga tidak membiarkan

Firdaus Sitepu hilang begitu saja dari kepengurusan. Oleh karena itu DPD

Provinsi memberikan jabatan sebagai Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten

Karo kepada Firdaus Sitepu agar keduanya bisa sama - sama duduk di

kepengurusan yang sama dan mengganggap bahwa diantara keduanya akan

merasa diuntungkan dengan keputusan win – win solution yang diambil DPD

Provinsi ini. Dimana Ferianta Purba mendapatkan posisi sebagai Ketua DPD

53

Hasil wawancara dengan Ferianta Purba Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo terpilih Tanggal 20/07/2017 Pukul 13.50 WIB.

54

(11)

Partai Golkar Kabupaten Karo dan Firdaus Sitepu mendapatkan posisi sebagai

Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Karo.

Keputusan ini diharapkan DPD Partai Golkar Provinsi dapat menyelesaikan

konflik yang sebelumnya terjadi serta dapat memuaskan kedua belah pihak yang

berkonflik. Akan tetapi walaupun keputusan ini sudah diterima oleh kedua belah

pihak dan sudah dijalankan masih tetap ada rasa kekecewaan yang dirasakan oleh

salah satu pihak. Firdaus Sitepu sendiri masih merasakan kekecewaannya atas

keputusan yang diambil oleh DPD Partai Golkar Provinsi itu. Hal itu diungkapkan

Firdaus Sitepu :55

3.3Komando Otoritatif

“Sedih juga kan padahal dapat dukungan besar tapi kalah. Tapi karna saya anggota dewan, ada sanksinya ke saya kalau saya ngotot. Kalau gak dari anggota dewan tadi ya saya ngotot aja, soal kalah menang yasudah. Saya kan mikirin itu, nanti saya di PAW padahal sudah disuruh untuk mundur”.

Akan tetapi penyelesaian konflik secara integratif ini dalam manajemen

penyelesaian konflik Partai Golkar Kabupaten Karo hanya bagian kecil dari cara

yang digunakan karena cara yang paling besar mempengaruhi penyelesaian

konfliknya tetap dengan menggunakan cara dominasi.

Dalam metode komando otoritatif ini biasanya seseorang akan bekerja

dengan cara menentang pihak lain dan berjuang untuk mendominasi situasi

dimana menang atau kalah, serta memaksakan agar hasilnya nanti sesuai dengan

keinginannya dengan menggunakan kekuasaan yang ada. Pada situasi menang –

55

(12)

kalah biasanya salah satu pihak akan mencapai apa yang diinginkannya dengan

mengorbankan keinginan pihak lain. Hal tersebut disebabkan karena adanya

persaingan, dimana seseorang mencapai kemenangan melalui kekuatan,

keterampilan atau karena adanya unsur dominasi. Ketika seseorang yang otoriter

mendikte sebuah pemecahan dari sebuah masalah dan kemudian dispesifikasikan

apa yang akan dicapai dan apa yang akan dikorbankan dan oleh siapa. Dan ketika

figur otoritas tersebut merupakan pihak aktif di dalam konflik yang berlangsung,

maka akan mudah untuk memprediksi siapa yang akan menjadi pihak yang

menang dan siapa yang akan menjadi pihak yang kalah.

Metode penyelesaian konflik dengan cara komando otoritatif ini bisa

dikatakan hampir sama dengan metode dominasi (penekanan). Dalam hal ini DPD

Partai Golkar Sumatera Utara menjadi pihak yang mempunyai otoritas dalam

penyelesaian konflik DPD Partai Golkar Kabupaten Karo dan juga menjadi pihak

yang turut berperan aktif dalam konflik yang berlangsung. Saat Musyawarah

Daerah ke IX ini dilaksanakan pertama kali yakni pada 20 januari 2017, dimana

kedua kelompok yang berkonflik ini awalnya terpecah di 2 tempat yang berbeda

kemudian pada siang hari akhirnya bersatu di tempat yang sama, DPD Partai

Golkar Provinsi saat itu sudah meminta agar kedua pihak ini berdamai. Berdamai

disini dalam artian salah satu dari kedua calon Ketua DPD Partai Golkar

Kabupaten Karo ini mengalah sehingga suara golkar nantinya tidak akan pecah.

Hal ini seperti yang diungkapkan Firdaus Sitepu :

(13)

kira-kira. Diupayakan secara aklamasi dan bukan dari voting supaya jangan nanti Golkar pecah.” 56

Setelah itu DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara mempertemukan

kedua belah pihak yang berkonflik yakni Ferianta Purba dan Firdaus Sitepu. Dalam pernyataan narasumber di atas bisa dilihat bahwa DPD Partai Golkar

Provinsi meminta agar kedua bakal calon ketua tersebut untuk berembuk

memutuskan siapa yang akan maju dan siapa yang akan mundur. Dan setelah

salah satu bakal calon nantinya akan mengundurkan diri maka hanya akan tersisa

calon tunggal untuk maju sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo.

Apabila hanya tersisa satu calon yang mendaftar maka orang itu akan terpilih

secara aklamasi menjadi ketua, jadi dalam pemilihan ini tidak diperlukan lagi

pemungutan suara atau voting. Hal ini sesuai dengan AD/ART Partai Golkar bab

VIII pasal 20, apabila hanya terdapat 1 calon ketua dalam pemilihan maka yang

bersangkutan dinyatakan sebagai Ketua terpilih secara aklamasi.

Berdasarkan hal diatas dapat dianalisis bahwa keputusan yang diambil oleh

DPD Partai Golkar Provinsi hanya akan menguntungkan salah satu pihak saja.

Pihak yang satunya lagi akan merasa dirugikan. Maka dari itu saat kedua bakal

calon disuruh berembuk untuk menentukan siapa yang maju dan siapa yang akan

mundur, tidak ada seorang pun dari mereka yang mau untuk mundur, karena

masing – masing tetap bersikeras ingin maju menjadi Ketua DPD Partai Golkar

Kabupaten Karo dan menganggap bahwa mereka memiliki cukup suara untuk bisa

menang nantinya.

56

(14)

Pertemuan antar kedua pihak ini juga merupakan keputusan yang diambil DPD

Provinsi Sumatera Utara sesaat setelah terjadinya deadlock pada Musyawarah

Daerah IX Partai Golkar Kabupaten Karo yang pertama dilakukan pada 20 januari

kemarin. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Firdaus Sitepu : “Setelah itu saya

dan Ferianta disuruh memilih waktu yang bagus untuk menghadap Ketua,

begitulah kata pengurus provinsi.” 57

“Pak Ngogesa minta supaya salah satu untuk tarik diri dari dari pencalonan. Jadi artinya si Firdaus menyampaikan ya gakpapa saya masih mau belajar Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat setelah Musyawarah

Daerah IX pertama deadlock Ferianta Purba dan Firdaus Sitepu selaku kedua

bakal calon yang memperebutkan posisi Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten

Karo disuruh oleh DPD Provinsi untuk menghadap kepada Ketua. Dalam hal ini

DPD Provinsi selaku pihak yang memiliki otoritas sendiri lah yang memberikan

perintah agar kedua bakal calon ketua datang ke Medan dan menghadap kepad

Ketua DPD Provinsi. Agar nanti pada Musyawarah Daerah IX kedua selanjutnya

tidak akan terulang lagi kejadian sebelumnya di Musda pertama.

Kemudian setelah dilakukan pertemuan antara pihak yang berkonflik yakni

Ferianta Purba dengan Firdaus Sitepu, DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera

Utara mengambil sebuah keputusan bahwa salah satu calon dari Ketua DPD Partai

Golkar Kabupaten Karo harus mundur dari pencalonan. hal ini seperti yang

diungkapkan Ferianta Purba :

57

(15)

untuk berorganisasi, kalau bisa tempatkan posisi saya yang bagus untuk pembelajaran saat itu untuk berorgansasi ke depannya.”

Dalam pernyataan di atas Ferianta Purba mengatakan bahwa Pak Ngogesa yang

menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara meminta agar salah

satu dari bakal calon untuk mundur dan menarik diri. Kemudian Firdaus Sitepu

menyampaikan bahwa dia saja yang mengundurkan diri karena masih mau

belajar untuk berorganisasi sehingga dia meminta agar nantinya setelah mundur

dia bisa ditempatkan di jabatan strategis untuk bisa belajar berorganisasi.

Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Firdaus Sitepu dalam

wawancaranya bahwa dia awalnya tetap bersikeras untuk maju dalam pemilihan

Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo ini, akan tetapi karena pihak DPD

Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara sendiri sudah secara khusus dalam

pertemuan itu meminta agar dia mengundurkan diri, dia akhirnya mengikuti

keputusan yang sudah diambil oleh DPD Provinsi. Hal ini seperti yang

diungkapkan Firdaus Sitepu :

“Padahal kemarin itu saya ngotot untuk dilanjutkan musda yang pertama itu, saya kan belum tentu menang. Tetapi orang itu tidak mau, mungkin hitung-hitungannya saya menang. Jadi kalau diteruskan ini pihak sana kalah, jadi kalau kalah karna ada dukungan dari yang lebih tinggi lagi jadi gimana pertanggung jawabannya ke pusat. Kan jadi ini harus dimenangkan begitu lah kira-kira. Jadi aturan tadi tidak ada lagi.” 58

Dalam pernyataan di atas Firdaus Sitepu mengungkapkan bahwa pada saat

Musyawarah Daerah IX pertama dilaksanakan dia tetap bersikeras ingin

melanjutkan pemilihan secara pemungutan suara (voting), akan tetapi pihak yang

satu lagi yakni Ferianta Purba serta pengurus DPD Provinsi tidak mau

58

(16)

melanjutkan. Alasan yang dikemukakan Firdaus Sitepu karena apabila

pemungutan suara tetap dilakukan maka hitung – hitungannya Firdaus Sitepu

yang akan menang. Sehingga kalau pihak yang satunya kalah maka bagaimana

pertanggung jawaban ke pusat. Jadi menurutnya pihak lawan Firdaus Sitepu ini

harus dimenangkan.

Berdasarkan hasil wawancara di atas Ketika DPD Partai Golkar Provinsi

sebagai pihak yang memiliki otoritas sudah mengambil sebuah keputusan, maka

semua anggota harus mematuhi keputusan tersebut. Jadi semua keputusan dari

atas tidak bisa ditentang oleh pihak yang berkonflik sebagai pihak yang berada di

bawah komando. Akhirnya keputusan DPD Partai Golkar Provinsi bahwa lebih

baik pemilihan Ketua DPD Kabupaten Karo dilakukan secara aklamasi bukan

dengan pemungutan suara dapat diterapkan.

Dalam hal ini terlihat bahwa metode komando otoritatif ini tidak berbeda

dengan metode dominasi (penekanan). Dimana konflik diselesaikan dengan cara

“menghilangkannya di bawah tanah” dan kemudian terjadi situasi menang –

kalah. DPD Provinsi menyelesaikan konflik dengan menghilangkannya di bawah

tanah bisa dilihat dari dia mengambil keputusan untuk meminta salah satu bakal

calon ketua mundur, sehingga konflik yang sebelumnya hilang (selesai).

Selanjutnya terjadi situasi menang – kalah dimana Ferianta Purba yang maju

menjadi calon tunggal Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo terpilih secara

aklamasi menjadi pihak yang menang. Karena hanya tinggal satu calon maka

tidak diperlukan lagi pemungutan suara. Kemudian Firdaus Sitepu yang mundur

(17)

karena itu metode komando otoritatif ini memang sesuai dengan yang digunakan

Partai Golkar dalam manajemen penyelesaian konfliknya.

Ada beberapa alasan mengapa digunakan manajemen penyelesaian konflik

dengan cara komando otoritatif seperti ini. Pertama metode ini biasanya

digunakan jika keputusan yang akan diambil bersifat sangat vital atau dalam

keadaan yang darurat. Kedua, hal ini mengenai persoalan – persoalan penting,

dimana perlu tindakan – tindakan yang tidak biasa. Ketiga, mengenai persoalann –

persoalan vital bagi kemajuan sebuah organisasi. Dalam hal ini penulis

menganalisis bahwa Partai Golkar dalam menggunakan metode komando

otoritatif ini dikarenakan persoalan yang terjadi antara kedua bakal calon Ketua

DPD Golkar Kabupaten Karo ini dianggap sangat vital. Dimana pemilihan untuk

Ketua DPD Golkar Kabupaten Karo serta kepengurusan untuk periode ini sudah

terlambat dari jadwal yang seharusnya. Hal ini sebenarnya tidak hanya terjadi di

Kabupaten Karo saja melainkan ini terjadi di kepengurusan Partai Golkar

seluruhnya dikarenakan konflik yang sebelumnya terjadi di DPP Partai Golkar

Pusat antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono yang menyita waktu cukup

lama.

Pemilihan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo pada awal tahun 2017

ini dilakukan untuk kepengurusan periode 2015-2020. Bisa dilihat bahwa sudah

cukup lama seharusnya pemilihan ini dilakukan. Oleh karena itu saat pemilihan

Ketua DPD Golkar Kabupaten Karo dilakukan dan kemudian terjadi konflik

antara bakal calon yang akan maju, DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara

(18)

mengganggu jalannya organisasi Golkar. Walaupun demikian, penulis

menganggap keputusan yang diambil oleh Partai Golkar ini tidak akan membuat

konflik yang sebelumnya ada menjadi terselesaikan dengan baik.

3.4Kompromi

Dalam metode ini cara penyelesaian konfliknya yakni dengan cara semua

yang terlibat konflik saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama.

Penyelesaian metode ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation”. Dimana

kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerah dan menyepakati hal yang

telah dibuat. Saat kedua pihak yang berkonflik berusaha mengalah maka akan

terjadi tindakan berbagi, yang mendatangkan kompromi. Dalam maksud

kompromis (compromising), tidak jelas siapa yang menang siapa yang

kalah. Biasanya akan muncul kesediaan dari pihak - pihak yang berkonflik

untuk menghentikan konfliknya dan menerima solusi meski sifatnya sementara.

Hal ini merupakan salah satu bagian dari kompromi yakni masing - masing pihak

rela menyerahkan sesuatu atau mengalah. Bentuk-bentuk kompromi meliputi:

(1) pemisahan (separation), dimana pihak yang sedang bertentangan dipisahkan

sampai mereka menyetujui, (2) Perwasitan (arbitrage), dimana keputusan -

keputusan yang diambil pihak ketiga harus dipatuhi oleh pihak - pihak yang

berkonflik. Metode arbitrase ini diterapkan karena tidak semua konflik dapat

diselesaikan oleh pihak yang berkonflik, banyak yang belum bisa menyelesaikan

konfliknya sendiri. Oleh karena itu dalam keadaan yang demikian, bantuan dari

(19)

Manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan Partai Golkar juga

menggunakan metode kompromi. Saat kedua belah pihak yang berkonflik

dipertemukan oleh DPD Provinsi Sumatera Utara, berarti ada keinginana dari

masing – masing pihak untuk menyelesaikan masalah ini secara bersama – sama.

Sesuai dengan teori kompromi bahwa pihak – pihak yang berkonflik akan

mengalah dan menyepakati hasil yang akan dibuat nanti. Dalam hal ini Partai

Golkar dalam melakukan manajemen penyelesaian konfliknya menggunakan

metode arbitrase. Metode arbitrase merupakan salah satu dari bentuk – bentuk

kompromi, dan penyelesaian konfliknya nanti akan dibantu oleh pihak ketiga.

Dimana pihak yang berkonflik akan mematuhi apapun keputusan yang diambil

oleh pihak ketiga yakni dalam hal ini DPD Partai Golkar Provinsi. Kedua belah

pihak antara Ferianta Purba dan Firdaus Sitepu melakukan diskusi tentang

masalah yang terjadi. Kemudian pihak ketiga yakni DPD Partai Golkar Provinsi

berusaha menengahi dan memberikan solusi atas masalah yang terjadi.

Setelah itu DPD Partai Golkar Provinsi memutuskan bahwa salah satu dari

calon Ketua harus mundur dari pencalonan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten

Karo. Firdaus Sitepu yang akhirnya disuruh untuk mengundurkan diri. Jadi kedua

belah pihak yang berkonflik mau tidak mau harus menerima keputusan yang

sudah diambil oleh DPD Provinsi ini. Keputusan mundurnya salah satu calon ini

mengakibatkan hanya tersisa satu calon lagi untuk maju ke pemilihan Partai

(20)

“Itu cuma satu calon, calon yang satu lagi waktu musda kedua gak mendaftar

lagi”. 59

Firdaus Sitepu juga mengungkapkan : “Ya begitu siapa calon katanya daftar.

Saya kan tidak daftar lagi, yasudah kan dia sendiri cuma yang mendaftar”.60

“Calonnya kan tinggal saya, kemudian ditunggu sampai sesuai tata tertib musyawarah yang udah disepakati tadi, ditunggu 10 menit, jika tidak ada yang mencalonkan lagi baru Stering Commitenya mempertanyakan kepada seluruh peserta, kalau hanya satu begini calon bagaimana apakah kita sepakati saudara Ferianta Purba terpilih secara aklamasi dalam Musyawarah Daerah ke IX ini, kemudian sepakat katanya semua. Itu baru diketok palu bahwa Ferianta terpilih menjadi ketua melalui aklamasi.”

Berdasarkan pernyataan di atas bisa disimpulkan bahwa kedua pihak yang

sebelumnya berkonflik menaati keputusan yang diambil oleh DPD Provinsi. Pada

akhirnya keputusan yang diambil oleh DPD Partai Golkar Provinsi ini membuat

salah satu dari kedua pihak yang berkonflik ini maju sebagai calon tunggal. Dan

sesuai dengan mekanisme yang ada bahwa apabila hanya ada satu calon saja yang

mendaftar maka dia akan terpilih secara aklamasi sebagai Ketua.

Hal ini seperti yang diungkapkan Ferianta Purba :

61

Walaupun keputusan yang dibuat oleh DPD Provinsi tidak sesuai dengan

keinginannya, Firdaus Sitepu pada akhirnya bisa menerima hasil dari manajemen

59

Hasil wawancara dengan Roy Belanta Sembiring Wakil Sekretaris Bagian Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi DPD Partai Golkar Kabupaten Karo Tanggal 20/07/2017 Pukul 14.40 WIB.

60

Hasil wawancara dengan Firdaus Sitepu Sekretaris terpilih DPD Partai Golkar Kabupaten Karo Tanggal 12/7/2017 Pukul 14.35 WIB.

61

(21)

penyelesaian konflik yang dilakukan Partai Golkar ini. Hal ini seperti yang dia

ungkapkan :

“Sesudah terjadi pemilihan begitu ya sudah gak ada lagi pertikaian kan begitu. Ini kan bukan bertikai, tidak ada masalah kan sudah satu dalam kepengurusan yang sama. Biasanya itu terjadi dilema - dilema, loby - loby politik. Itu loby-loby politiknya semua itu. Di atas langit masih ada langit, di atas ketua masih ada ketua. Setiap menit setiap detik bisa berganti, namanya politik sekarang kita musuhan nanti sore bisa kita kawanan kalau ada kepentingan. Begitu lah politik.” 62

Ada beberapa alasan mengapa penggunaan metode kompromi ini digunakan

dalam manajemen penyelesaian konflik. Pertama, untuk mencapai penyelesaian

sementara dalam hal menghadapi persoalan yang pelik. Kedua, untuk mencapai

pemecahan yang secepatnya karena desakan oleh waktu. Jika dilihat dari

permasalahan yang terjadi sebelumnya di DPP Partai Golkar sudah memakan Selain keputusan untuk mundurnya salah satu calon dalam pemilihan Ketua

DPD Partai Golkar Kabupaten Karo, DPD Partai Golkar Provinsi juga

memutuskan untuk memberikan jabatan sekretaris kepada Firdaus Sitepu. dan

setelah Ferianta Purba terpilih menjadi ketua, dia mengangkat Firdaus Sitepu

sebagai sekretarisnya. Keputusan ini juga menunjukkan bahwa cara arbitrase yang

digunakan dalam manajemen penyelesaian konflik dalam pemilihan Ketua DPD

Partai Golkar Kabupaten Karo bisa dikatakan cukup berhasil untuk meredakan

konflik yang terjadi. Walaupun tetap bahwa penyelesaian konflik yang dilakukan

Partai Golkar dengan metode kompromi ini juga merupakan bagian dari metode

dominasi (penekanan) yang sebelumnya dilakukan.

62

(22)

waktu yang cukup lama. Sehingga pemilihan untuk Ketua DPD di kabupaten –

kabupaten menjadi terhambat khususnya di Kabupaten Karo. Padahal pemilihan

Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo yang dilakukan ini merupakan

pemilihan untuk periode 2015 – 2020. Oleh sebab itu jika konflik antara kedua

pihak yang memperebutkan kursi Ketua ini terus berlangsusng maka akan

memperlambat jalannya organisasi Partai Golkar itu sendiri. Sehingga DPD

Provinsi Sumatera Utara merasa bahwa permasalahan ini harus secepatnya

(23)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada uraian yang dijelaskan pada bab sebelumnya dan berdasarkan hasil

penelitian serta analisis yang dilakukan melalui wawancara dengan narasumber.

Dalam manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan Partai Golkar dalam

konflik pemilihan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Karo digunakan 4 metode

yakni metode dominasi (penekanan), metode penyelesaian secara integratif,

metode komando otoritatif dan yang terakhir metode kompromi. Akan tatapi

manajemen yang paling berpengaruh besar dalam penyelesaian konflik Partai

Golkar Kabupaten Karo ini ialah metode dominasi (penekanan), metode yang

lainnya merupakan bagian dari metode dominasi ini saja. Pada metode dominasi

Partai Golkar menyelesaikan konflik dengan cara menghilangkannya di bawah

tanah dan menimbulkan situasi menang – kalah. Dimana pada awalnya DPD

Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara berusaha mempertemukan kedua belah

pihak yang berkonflik yakni Ferianta dan Firdaus Sitepu agar menghasilkan

sebuah kesepakatan. Selanjutnya dalam pertemuan itu disepakati bahwa salah satu

dari bakal calon ketua harus mundur yakni Firdaus Sitepu menjadi pihak yang

mundur dari bakal calon ketua. Pengunduran diri Firdaus Sitepu ini merupakan

akibat dari metode dominasi yang dilakukan DPD Partai Golkar Provinsi dalam

(24)

pengaruh, sehingga apapun keputusan yang diambil oleh DPD Partai Golkar

Provinsi harus ditaati dan tidak ada yang boleh menentangnya. Apabila ada yang

berani menentang keputusan yang sudah diambil oleh DPD Partai Golkar Provinsi

maka akan dikenai sanksi tegas yakni dikeluarkan dari partai. Oleh karena itu jika

seseorang yang menentang keputusan DPD Provinsi akan dikeluarkan dari Partai

Golkar maka teori dominasi (penekanan) yang tadi sesuai dan diterapkan dalam

manajemen penyelesaian konflik pada pemilihan Ketua DPD Partai Golkar

Kabupaten Karo ini.

Metode yang kedua digunakan dalam penyelesaian konflik ini adalah

penyelesaian secara integratif. Penyelesaian secara integratif yang dilakukan

Partai Golkar ini juga hanya bagian dari metode dominasi (penekanan) yang

sudah dilakukan. Tujuan awal penerapan metode ini agar konflik dapat

diselesaikan dengan cara problem solving dan mencari win – win solution agar

kedua belah pihak sama sama diuntungkan. Dalam hal ini DPD Partai Golkar

Provinsi Sumatera Utara setelah mengambil keputusannya agar Firdaus Sitepu

mengundurkan diri, pihak DPD Provinsi memberikan posisi Sekretaris kepada

Firdaus Sitepu. Jadi penyelesaian konflik yang dilakukan DPD Provinsi dengan

cara ini dianggap merupakan teknik penyelesaian yang baik dimana kedua belah

pihak akan sama – sama diuntungkan karena keduanya bisa duduk di

kepengurusan yang sama. Sehingga konflik yang sebelumnya terjadi selesai.

Padahal ada dampak – dampak yang terjadi akibat keputusan ini.

Ketiga metode yang digunakan dalam manajemen penyelesaian konflik ini

(25)

menang atau kalah, dimana pihak yang memiliki kekuasaan lebih akan

mendominasi sehingga hasilnya nanti sesuai dengan keinginannya. Cara yang

digunakan dalam metode ini hampir sama dengan metode dominasi. DPD

Provinsi seagai pihak yang memiliki otoritas mempunyai pengaruh yang besar

dalam mengambil setiap keputusan. Oleh karena itu semua anggota harus

mematuhi keputusan tersebut. Jadi semua keputusan dari atas tidak bisa ditentang

oleh pihak yang berkonflik sebagai pihak yang berada di bawah komando.

Keempat metode yang digunakan yakni kompromi. Kompromi dalam

penyelesaian konflik yang dilakukan Partai Golkar Kabupaten Karo ini juga

merupakan bagian dari metode dominasi (penekanan) tadi. Partai Golkar

menggunakan metode arbitrase yang merupakan salah satu dari bentuk – bentuk

kompromi. Penyelesaian konfliknya dibantu oleh pihak ketiga, yakni DPD Partai

Golkar Provinsi. Dimana pihak yang berkonflik akan mematuhi apapun keputusan

yang diambil oleh pihak ketiga. Dalam hal ini kedua belah pihak yang berkonflik

mematuhi keputusan yang sudah diambil oleh DPD Provinsi bahwa salah satu

bakal calon harus menarik diri dari pencalonan. sehingga terlihat bahwa metode

dominasi juga yang digunakan dalam penyelesaian konflik ini.

4.2 Saran

Dalam manajemen penyelesaian konflik yang dilakukan Partai Golkar, ada

baiknya tidak digunakan yang namanya cara dominasi (penekanan). Karena

dengan menggunakan cara seperti ini, Partai Golkar seakan memaksa pihak –

(26)

berdamai dengan mengikuti keputusan yang sudah dibuat DPD Provinsi . Hal ini

akan menimbulkan konflik – konflik baru di dalam tubuh partai itu sendiri,

sehingga suatu saat konflik yang sebelumnya dianggap sudah hilang dan selesai

timbul lagi. Bahkan bisa jadi menjadi konflik yang lebih besar lagi. Oleh karena

itu ada baiknya dalam manajemen penyelesaian konflik seperti ini Partai Golkar

tetap melakukan proses pemilihan sesuai dengan semestinya. Tidak masalah bila

suara Partai Golkar nantinya pecah, karena ini kan pemilihan Ketua DPD Partai

Golkar jadi menurut penulis sangat wajar apabila dalam pemilihan suara dalam

satu organisasi terdapat berbeda – beda pilihan dalam menentukan siapa orang

Referensi

Dokumen terkait

Produk akhir yang dihasilkan yaitu instrumen asesmen berbasis keteram- pilan proses sains pada materi kla- sifikasi materi dengan karakteristik sebagai berikut: (1)

80 menit.. Siswa berkelompok 4 - 5 orang, peserta didik didorong untuk mencari informasi mengenal faktor bentuk aljabar pada permasalahan perkalian dan pembagian bentuk aljabar pada

5.2.2 Bagi Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan kiranya. melakukan penelitian terkait diet yang

Desa Silalahi II merupakan salah satu sasaran program pembangunan tersebut sehingga program pembangunan Kawasan Strategis Danau Toba tentu akan mendapat respon berbeda

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencamtumkan nama dalam

Dan dari segi proses kegiatan pembelajaran peneliti menyimpulkan bahwa dengan tipe make a match ini dapat memberikan manfaat bagi santri, diantaranya adalah: (1) mampu

Berdasarkan masalah yang telah Peneliti rumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang tepat (sahih, benar dan valid) dan dapat

(4A); (b) permasalahan pembangunan mendasar yang mendesak untuk diselesaikan seperti kemiskinan—dimensi SARA dan ketidak- adilan sosial (dan teknologis) dari kemiskinan,