• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reviu Renstra BKPP edit Menpan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reviu Renstra BKPP edit Menpan"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2012-2017

BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN

Jl. Gondosuli No. 6 Yogyakarta 55165

(2)

Jl. Gondosuli Nomor 6 Telp (0274) 540798, 540897, 523882 Fax (0274) 523882 Website: www.bkpp.jogjaprov.go.id Email: bkpp@jogjaprov.go.id

Y O G Y A K A R T A 5 5 1 6 5

Tentang

PERUBAHAN KEDUA RENCANA STRATEGIS

KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor

8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 2017 setiap SKPD wajib menyusun Perubahan Rencana Strategis (Renstra) SKPD; b. bahwa Perubahan Rencana Strategis SKPD tersebut berisi

program-program yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dan untuk satu tahun terakhir (2017) disesuaikan untuk mencapai visi, misi, tujuan serta sasaran yang harus dipedomani dalam menyusun program dan kegiatan setiap tahun;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut huruf a dan b, perlu menetapkan keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta tentang Perubahan Kedua Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2017.

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah

Istimewa Yogyakarta jo Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 1959;

2. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

3. Undang Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah

Istimewa Yogyakarta;

4. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan

Gizi;

7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

8. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025;

9. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012-2017;

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

(3)
(4)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas bimbingan-Nya, Review Kedua Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2012-2017 Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta (BKPP DIY) telah tersusun. Hasil Review Renstra ini akan menjadi acuan BKPP DIY dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya melaksanakan program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan tahun 2017 yang merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMD DIY periode 2012-2017 dengan lebih fokus, terarah, dan tepat sasaran.

Kepada semua pihak yang telah memberikan masukan bagi perubahan menuju perbaikan Renstra ini kami sampaikan banyak terima kasih. Kiranya Allah SWT selalu memberkati usaha kita semua sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta, 18 Januari 2016

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY

(5)

Halaman Judul ...i

Kata Pengantar ...ii

Daftar Isi ...iii

Daftar Tabel ...v

Daftar Gambar ...vi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Landasan Hukum ...2

1.3. Maksud dan Tujuan ...4

1.3.1 Maksud ...4

1.3.2 Tujuan ...4

1.4. Sistematika Penulisan ...4

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD ...5

2.1. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD ...5

2.1.1. Tugas ...5

2.1.2. Fungsi ...5

2.1.3. Struktur Organisasi ...5

2.2. Sumber Daya SKPD ...6

2.2.1. Sumber Daya Manusia ...6

2.2.2. Aset/Modal ...8

2.2.3. Unit Usaha yang Masih Operasional ...10

2.3. Kinerja Pelayanan SKPD ...10

2.4. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD ...17

2.4.1. Tantangan Penyediaan Lahan Pangan ...17

2.4.2. Tantangan sekaligus Potensi dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi DIY Tahun 2009-2029 ...17

2.4.3. Keamanan Pangan dan Peningkatan Daya Saing menuju MEA 2015 ...18

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI ...19

3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD ...19

3.2. Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih ...19

3.3. Telaahan Renstra K/L dan Renstra Provinsi/Kabupaten/Kota ...20

3.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis ...25

3.4.1. Rencana Tata Ruang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi DIY Tahun 2009-2029 ...26

3.4.2. Isu Konversi Lahan Pertanian Produktif ...27

3.4.3. Telaah Keamanan Pangan dalam Memasuki Kancah Persaingan MEA 2015 ...29

3.5. Penentuan Isu-Isu Strategis ...31

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN ...33

4.1. Visi dan Misi SKPD ...33

4.1.1. Visi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY...33

4.1.2. Misi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY ...34

4.2. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD ...35

(6)

SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF ...37

BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MANGACU PADA TUJUAN DAN

SASARAN RPJMD ...56

BAB VII PENUTUP ...59

(7)

Tabel 2.1. Jumlah Pegawai BKPP DIY Berdasarkan Golongan, Pendidikan, dan

Jenis Kelamin ...6

Tabel 2.2. Jumlah Pegawai BKPP DIY Berdasarkan Jabatan dan Golongan ...7

Tabel 2.3. Rincian Pegawai menurut Tingkat Pendidikan ...7

Tabel 2.4. Jabatan Struktural/Fungsional Tertentu ...8

Tabel 2.5. Aset BKPP DIY dan Kondisinya ...8

Tabel 2.6. Pencapaian Kinerja Pelayanan BKPP DIY ...11

Tabel 2.7. Anggaran dan Realisasi Pendanaan BKPP DIY Tahun 2013-2017 ...16

Tabel 3.1. Analisis SWOT ...21

Tabel 3.2. Luas Lahan Sawah Tahun 2002-2013 Daerah Istimewa Yogyakarta ...27

Tabel 3.3. Proyeksi Laju Alih Fungsi Lahan Tahun 2014-2020 Daerah Istimewa Yogyakarta ...27

Tabel 3.4. Luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan DIY ...28

Tabel 3.5. Jenis Bahaya yang Ditimbulkan dari Berbagai Jenis Cemaran ...30

Tabel 4.1. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah Pelayanan BKPP ...36

Tabel 5.1. Rencana Program dan Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran, dan Pendanaan Indikatif ...38

(8)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi BKPP DIY...6 Gambar 2.2. Skor PPH DIY Tahun 2011-2015 ...12 Gambar 2.3. Perbandingan Capaian Ketersediaan dan Konsumsi Energi

Tahun 2012-2015 ...13 Gambar 2.4. Perbandingan Capaian Ketersediaan dan Konsumsi Protein

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ketahanan pangan merupakan prioritas dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY tahun 2005-2025, yang difokuskan pada peningkatan ketersediaan pangan, pemantapan distribusi pangan, serta percepatan penganekaragaman pangan sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah. Pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan melalui berbagai upaya dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kerawanan pangan sekaligus sebagai perwujudan pembangunan sosial ekonomi sebagai bagian dari pembangunan secara keseluruhan.

Implementasi program pembangunan ketahanan pangan dilaksanakan dengan memperhatikan subsistem ketahanan pangan yaitu melalui upaya peningkatan produksi, ketersediaan dan penanganan kerawanan pangan, pemantapan distribusi dan cadangan pangan, serta peningkatan kualitas konsumsi dan keamanan pangan. Dengan demikian program-program pembangunan ketahanan pangan dan pertanian tersebut diarahkan untuk mendorong terciptanya kondisi sosial-ekonomi yang kondusif, menuju ketahanan pangan yang kuat dan berkelanjutan.

Bertolak dari hal tersebut diatas, serta dengan tetap berpedoman pada RPJPD DIY dan perkembangan lingkungan strategis, maka perlu diwujudkan suatu kondisi dinamis masyarakat yang maju namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang adiluhung sesuai dengan visi pembangunan DIY Tahun 2012–2017. Perwujudan program pembangunan ketahanan pangan di DIY tidak terlepas dari arah Renaisans Pangan, dengan

sebesar mungkin pengembangan lokal genius yang dilakukan untuk menopang

terwujudnya kedaulatan pangan, yakni terpenuhinya pangan untuk hidup sehat dan produktif bagi setiap rumah tangga dari produksi dalam negeri.

Berbagai peraturan dan perundangan yang telah ditetapkan, juga telah mengarahkan dan mendorong pemantapan ketahanan pangan yaitu: Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pasal 2 dan pasal 3 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota wajib membuat laporan pertanggungjawaban urusan ketahanan pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan; Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

(10)

2 

Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012-2017, maka disusun Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta (Renstra BKPP DIY) Tahun 2012-2017.

Renstra adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk bekerja menuju 5 tahun ke depan. Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 tahun. Fungsi Renstra SKPD sebagai pedoman dalam pengendalian dan evaluasi pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Proses penyusunan Renstra SKPD dilaksanakan dalam 3 tahapan: (i) penyusunan rancangan Renstra SKPD; (2) penyusunan rancangan akhir; dan (3) penetapan. Renstra ini akan menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja (Renja) Tahunan SKPD.

Dalam perjalanan waktu, terjadi dinamika perkembangan kondisi politik, sosial ekonomi, dan budaya yang menyebabkan perlunya penyesuaian terhadap RPJMD DIY 2012-2017 yang akan diikuti dengan penyesuaian Renstra SKPD. Perubahan berbagai peraturan antara lain dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Daerah Istimewa DIY Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, dan Peraturan Gubernur DIY Nomor 76 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan serta kebijakan Pemerintah Pusat yang mengarahkan penganggaran berbasis money follow program juga menjadi dasar bagi BKPP DIY melakukan Review Kedua Renstra SKPD.

Review Kedua Renstra BKPP DIY terutama dalam hal penambahan tujuan SKPD dan indikator kinerjanya serta penyesuaian sasaran strategis SKPD yang sudah tercantum dalam Review RPJMD. Tata cara penyusunan Review Kedua Renstra SKPD dilakukan dengan mengacu matriks cascade yang telah disusun oleh Pemda DIY yang menjabarkan: Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Gubernur, serta Tujuan dan Sasaran SKPD sampai dengan Program masing-masing SKPD. Masing-masing kegiatan yang dihasilkan harus memuat intekoneksi sampai dengan Visi dan Misi Kepala Daerah (Gubernur DIY) seperti yang telah dituangkan didalam Review RPJMD DIY 2012-2017

Selain itu, Review Renstra BKPP DIY ini juga sudah mengakomodir NAWACITA pemerintahan yang baru melalui agenda mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, sub agenda Peningkatan Kedaulatan Pangan yang perlu didukung dengan: (i) peningkatan kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (ii) pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (iii) upaya melindungi dan menyejahterakan pelaku utama pangan, terutama petani dan nelayan. Review Renstra BKPP juga diselaraskan dengan Renstra Kementerian Pertanian dan Renstra Badan Ketahanan Pangan.

1.2. Landasan Hukum

Penyusunan Review Kedua Renstra BKPP DIY Tahun 2012–2017didasarkan pada landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 A ayat 1 dan Pasal 34, dan landasan operasional sebagai berikut:

1. Deklarasi Internasional berkaitan dengan Hak Asasi Manusia Tahun 1948, ECOSOC Tahun 1968, ICRC dan CEDAW Tahun 1978;

2. Deklarasi World Food Summit Tahun 1996 dan Tahun 2001;

3. Sustainable Development Goals Tahun 2015;

4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa

Yogyakarta;

(11)

6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM;

7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

8. Undang–Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang 2005-2025;

10. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta;

11. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;

12. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;

14. Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan;

16. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara nomor 498);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi; 18. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;

19. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang kebijakan Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal;

20. Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 2 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025;

21. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2012-2017;

22. Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017;

23. Peraturan Daerah Istimewa Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta;

24. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 57 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi 2011-1015;

25. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 76 Tahun 2015 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan;

26. Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 104 Tahun 2014 tentang Perubahan Target Pencapaian Sasaran Tahunan Rencana Jangka Menengah, Kebijakan Umum dan Program Pembangunan serta Indikator Kinerja Utama Gubernur pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017;

(12)

4 

1.3. Maksud dan Tujuan

1.3.1. Maksud

Maksud penyusunan Review Kedua Renstra SKPD adalah memberikan arah kepada SKPD dalam menjalankan berbagai program dan kegiatan untuk jangka waktu lima tahun, terutama tahun 2017 yaitu untuk menyesuaikan dengan cascading yang terdapat dalam Review RPJMD.

1.3.2. Tujuan

Tujuan penyusunan Renstra SKPD adalah:

1. Menetapkan prioritas program dan kegiatan yang strategis selama lima tahun.

2. Memberikan landasan kebijakan taktis strategis lima tahunan dalam kerangka mencapai visi dan misi sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan.

1.4. Sistematika Penulisan

Review Kedua Renstra BKPP DIY 2012-2017 disusun menurut sistematika sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Berisi Latar Belakang, Landasan Hukum, Maksud dan Tujuan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

Menguraikan Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD, Sumber Daya SKPD, Kinerja Pelayanan SKPD serta Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD.

BAB III. ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

Menjelaskan permasalahan pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan dan isu strategis pembangunan ketahanan pangan.

BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

Berisi tentang visi pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan, visi dan misi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta, tujuan dan sasaran yang terukur (kuantitatif) yang hendak diwujudkan, strategi dan kebijakan pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan.

BAB V. RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

Berisi tentang program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) tahun .

BAB VI. INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

(13)

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD

2.1. Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi SKPD

Berdasarkan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 76 Tahun 2015, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai tugas, fungsi, dan struktur organisasi sebagai berikut:

2.1.1. Tugas

Tugas Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah melaksanakan penyusunan kebijakan dan koordinasi bidang ketahanan pangan dan koordinasi penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan, dan perkebunan.

2.1.2. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam butir 2.1.1. di atas, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penyusunan program kerja urusan ketahanan pangan dan koordinasi penyuluhan; b. Perumusan kebijakan teknis urusan ketahanan pangan dan koordinasi penyuluhan; c. Pengelolaan, pengoordinasian, pemberian fasilitasi dan pengendalian ketersediaan

pangan;

d. Pengelolaan, pengoordinasian, pemberian fasilitasi dan pengendalian distribusi pangan;

e. Pengoordinasian, pemberian fasilitasi dan pengendalian konsumsi dan kewaspadaan pangan;

f. Pengoordinasian dan pemberian fasilitasi penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan, dan perkebunan;

g. Pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan pangan khas DIY untuk ketahanan pangan;

h. Pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja urusan ketahanan pangan dan

penyuluhan;

i. Penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan; dan

j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.1.3. Struktur Organisasi

(14)

6 

Gambar 2.1. Struktur Organisasi BKPP DIY

2.2. Sumber Daya SKPD

2.2.1. Sumber Daya Manusia

Jumlah pegawai BKPP DIY berdasarkan golongan, pendidikan, dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Jumlah Pegawai BKPP DIY Berdasarkan Golongan, Pendidikan, dan Jenis Kelamin

S3 S2 S1 D4 D3 D2 D1 SLTA SLTP SD Jml

1 IV/e - - - - - - -

-IV/d - - - - - - -

-IV/c - - - - - - -

-IV/b - 3 1 - - - - - 4

IV/a - 3 - - - - - 3

Jumlah - 6 1 - - - - - 7

2 III/d - - 11 - - - - - 11

III/c - - 1 - 2 - - 1 - - 4

III/b - - 5 - - - - 9 - - 14

III/a - - 3 - - - - 2 - - 5

Jumlah - - 20 - 2 - - 12 - - 34

3 II/d - - - - - - - -II/c - - - - - 3 1 - 4

II/b - - - - - - - -II/a - - - - - 1 - - 1

Jumlah - - - - - 4 1 - 5

4 I/d - - - - - - - -I/c - - - - - - - -I/b - - - - - - - -I/a - - - - - - - -Jumlah - - - - - - - -Jm l. Tota l - 6 21 - 2 - - 16 1 - 46

La ki-la ki

(15)

Sumber: BKPP DIY (2015)

Jumlah pegawai BKPP DIY berdasarkan jabatan dan golongan dapat dilihat pada tabel 2.2. Sedangkan rincian pegawai menurut tingkat pendidikan dan jabatan struktural/fungsional tertentu dapat dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4.

Tabel 2.2. Jumlah Pegawai BKPP DIY Berdasarkan Jabatan dan Golongan

Jml

E D C B A Jml D C B A Jml Semua

1 Struktural - - - 5 3 8 9 - - - 9 17

2 Fungsional - - - 3 - 3 - 3 7 3 13 16

3 Staf/F. Umum - - - - 1 1 10 6 23 3 42 43

4 CPNS - - - 7 7 7

- - - 8 4 12 19 9 30 13 71 83

No Uraian Golongan IV Golongan III

Jumlah

Jml

E D C B A Jml D C B A Jml Semua

1 Struktural - - -

-2 Fungsional - - -

-3 Staf/ F. Umum - - 5 - 1 6 - - - 6

No Uraian Golongan II Golongan I

Sumber: BKPP DIY (2015)

Tabel 2.3. Rincian Pegawai menurut Tingkat Pendidikan

S 3 S 2 S 1 D 4 D 3 SLTA SLTP SD Jumlah

- 11 48 - 2 27 1 - 89

Sumber: BKPP DIY (2015)

S3 S2 S1 D4 D3 D2 D1 SLTA SLTP SD Jml

1 IV/e - - - - - - - -

-IV/d - - - - - - - -

-IV/c - - - - - - - -

-IV/b - 2 1 - - - - - - - 3

IV/a - - 2 - - - - - - - 2

Jumlah - 2 3 - - - - - - - 5

2 III/d - 1 7 - - - - - - - 8

III/c - 2 2 - - - - - - - 4

III/b - - 10 - - - - 10 - - 20

III/a - - 5 - - - - - - - 5

Jumlah - 3 24 - - - - 10 - - 37

3 II/d - - - - - - - -

-II/c - - - - - 1 - - 1

II/b - - - - - - - -

-II/a - - - - - - - -

-Jumlah - - - - - 1 - - 1

4 I/d - - - - - - - -

-I/c - - - - - - - -

-I/b - - - - - - - -

-I/a - - - - - - - -

-Jumlah - - - - - - - -

-Pe re m pua n

(16)

8 

Tabel 2.4. Jabatan Struktural/Fungsional Tertentu

No Jenis Jabatan Jumlah Belum Terisi Keterangan

1

Jabatan Fungsional Tertentu

a. a Penyuluh Pertanian b.PMHP

Sumber: BKPP DIY (2015)

2.2.2. Aset/Modal

Kondisi aset/modal yang dimiliki Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5. Aset BKPP DIY dan Kondisinya

No. Jenis Barang

Jumlah Aset 2015

Kondisi Aset 2015

Layak Tidak Layak

A. Peralatan Kantor

1 Camera digital 4 4 7 Komputer note book (pengurus

(17)

No. Jenis Barang

Jumlah Aset 2015

Kondisi Aset 2015

Layak Tidak Layak

8 Gerobak sampah 1 1 9 Jam dinding 1 1

10 Kipas angin 10 8 2 11 Kursi kerja :

- Esselon II 1 1 - Esselon III/ fungsional 9 9 - Esselon IV/ fungsional 13 13

12 Kursi komputer/ kerja staf 165 85 80 13 Kursi rapat 187 163 24 14 Meja kerja :

- Esselon II 2 2 - Esselon III 5 5

- Esselon IV 27 16 11 15 Meja kerja staf 89 46 43 16 Meja rapat 101 76 25 17 Meja-kursi tamu/sofa 8 8

18 Meja kerja lobi 1 1 19 Meja computer 3 3 20 Mic dynamic + kabel mic 2 2 21 Papan nama organisasi 1 1 22 Papan nama gerai 1 1 23 Rak besi gerai 2 2 24 Rak kayu 1 1 25 Rak besi 2 2 26 Sound system rapat/

mic conference set

25 25

27 Mixer portabel 6 chanel 1 1 28 Limeter compressor DBX 1 1 29 Mixer power 16 chanel 1 1

30 Speaker pasif two way 12” 4 4

31 Speaker aktif two way12” 2 2 32 Kabel speaker + spikon 2 2 33 Stand speaker 4 4 34 Stand mic panjang 3 3 35 Stand mic meja/ duduk 2 2 36 Mic ruang rapat 8 8 37 Tangga 1 1 38 Tabung pemadam kebakaran 14 14 39 Wireless portabel dan perlengkapan 2 2 40 White board 10 10 41 Kendaraan dinas operasional:

- Roda 4 ( empat ) 6 6

- Roda 2 ( dua ) 20 18 2 42 Bagan struktur organisasi 1 1

43 Papan data elektronik 1 1 44 Coolbox/box pendingin 2 2 45 Televisi 20” 2 2

46 Televisi LCD 42” 1 1

47 Televisi LED 32” (gerai) 1 1

(18)

10 

No. Jenis Barang

Jumlah Aset 2015

Kondisi Aset 2015

Layak Tidak Layak

53 Gazebo gerai 2 2 54 Sign out box gerai 1 1 55 Sign in box gerai 3 3 56 Sand blasting gerai 25 25 57 Buku pengetahuan tentang

penyuluhan

142 142

58 Genzet 1 1 59 Lemari kaca 3 3 60 Papan visual 1 1 61 Teralis 254 254

C. Prasarana

1 Bangunan gedung kantor 4 4 2 Ruang rapat 2 2 3 Jaringan telephon 4 4

4 PABX 2 2

5 Jaringan listrik/tambah daya 5 5 6 Tempat parkir sepeda motor 1 1 7 Gedung semi permanen gerai 1 1 8 Jaringan internet 2 2

Sumber: BKPP DIY (2015)

2.2.3. Unit Usaha yang Masih Operasional

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini tidak memiliki unit usaha.

2.3. Kinerja Pelayanan SKPD

(19)

Tabel 2.6. Pencapaian Kinerja Pelayanan BKPP DIY

NO Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi SKPD*)

Target SPM

Target IKK

Target Indikator

Lainnya

Target Renstra SKPD**) Tahun ke-

Realisasi Capaian Tahun ke-

Rasio Capaian pada Tahun ke-

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)

1 Angka ketersediaan energi - - - 3.511 3.511 3.511 3.511 3.511 3.867 3.699 3.701 n/a n/a 110,14 105,35 105,41 n/a n/a

2 Angka ketersediaan protein - - - 90,83 90,83 90,83 90,83 90,83 98,23 107,3 111,71 n/a n/a 108,15 118,13 122,99 n/a n/a

3 Angka konsumsi energi - - - 1.874 1.946 1.946 1.946 2.000 1.874 1946,4 1,946,4 n/a n/a 100 100,02 100,02 n/a n/a

4 Angka konsumsi protein - - - 53,80 54,40 55,10 55,80 56,50 53,80 60 60 n/a n/a 100 110,29 108,89 n/a n/a

5 Persentase rata-rata hasil

ketercapaian pelaksanaan program dukungan sasaran SKPD

- - - 100 100 100 100 100 100 100 100 n/a n/a 100 100 100 n/a n/a

Keterangan:

(20)

12 

Badan ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY memiliki 1 tujuan dengan 3 sasaran strategis. Dua sasaran strategis untuk kinerja pelayanan utama dalam melaksanakan urusan ketahanan pangan dan penyuluhan dan 1 sasaran strategis untuk kinerja pelayanan internal SKPD dalam mendukung keberhasilan kinerja BKPP.

Tujuan yang akan dicapai BKPP DIY adalah meningkatnya kualitas ketahanan pangan masyarakat dengan indikator kinerja skor PPH (Pola Pangan Harapan). Capaian skor PPH yang meningkat dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 2.2. Capaian tahun 2015 sebesar 85,3. Realisasi pada tahun 2015 ini mencapai 95% dari target akhir RPJMD DIY Tahun 2017. Capaian DIY masih lebih tinggi dibanding capaian nasional sebesar 83,4. Tercapainya indikator skor PPH ini disebabkan pola konsumsi pangan masyarakat yang semakin Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA). Hal ini didorong oleh perubahan perilaku konsumsi pangan masyarakat sebagai akibat meningkatnya kesejahteraan serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi pangan yang memenuhi kaidah B2SA.

Gambar 2.2. Capaian Skor PPH DIY Tahun 2011-2015 Sumber: BKPP DIY (2015)

Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan didukung oleh 3 (tiga) sub sistem penyusunnya, yaitu dari sisi ketersediaan pangan, distribusi pangan, dan konsumsi pangan yang memenuhi kaidah B2SA. Sasaran strategis 1 adalah terwujudnya ketersediaan pangan dengan indikator kinerja angka ketersediaan energi dan angka ketersediaan protein. Ketersediaan pangan di DIY telah tercukupi baik dari hasil produksi dalam daerah maupun dari impor. Capaian indikator ketersediaan energi dan protein tahun 2015 berturut-turut sebesar 3.701 kal/kapita/hari dan 111,71 gr/kapita/hari, telah melebihi angka kecukupan gizi yang dianjurkan yaitu sebesar 2.400 kkal/kapita/hari dan 63 gr/kapita/hari.

Dari sisi konsumsi, selain pelaksanaan Gerakan Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA), pencapaian target skor PPH juga didukung melalui usaha pemberdayaan wanita melalui pemanfaatan pekarangan, pengembangan

diversifikasi produk antara, dan peningkatan sosialisasi maupun promosi

penganekaragaman konsumsi pangan lokal. Sasaran strategis 2 adalah meningkatnya konsumsi pangan masyarakat dengan indikator kinerja angka konsumsi energi dan angka

79,1 78,7

83,10

85,3

85,3

74 76 78 80 82 84 86

(21)

konsumsi protein Capaian tahun 2015, angka konsumsi energi di DIY adalah 1.946,4 kkal/kapita/hari dan angka konsumsi protein 60 gr/kapita/hari. Jika dibandingkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan 2.150 kkal/kapita/hari dan 57 gr/kapita/hari maka tingkat konsumsi energi di DIY masih perlu ditingkatkan, terutama konsumsi dari kelompok pangan umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan buah.

Gambar 2.3. Perbandingan Capaian Ketersediaan dan Konsumsi Energi Tahun 2012-2015

Sumber: BKPP DIY (2015)

Pengembangan dan pemanfaatan pangan lokal terutama umbi-umbian menjadi alternatif terbaik dalam memenuhi kebutuhan energi sekaligus menjaga kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, dan serangan jantung karena umbi-umbian dapat dikembangkan menjadi makanan fungsional yang memiliki indeks glisemik rendah, kaya kandungan prebiotik dan antioksidan. Perbandingan antara tingkat ketersediaan dengan tingkat konsumsi energi maupun protein di DIY pada tahun 2012-2015 dapat dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4. Realisasi capaian indikator angka ketersediaan dan konsumsi energi maupun protein tahun 2013-2015 sudah melampaui target yang ditetapkan seperti terlihat dalam tabel 2.6. Dari gambar 2.3 dan gambar 2.4 juga terlihat bahwa tingkat ketersediaan energi dan protein lebih tinggi dibanding tingkat konsumsi masyarakat DIY. Kondisi ini menggambarkan ketersediaan pangan di DIY mencukupi bahkan melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat DIY.

3.689

3.867

3.699 3.701

1.938 1.874 1.946,4 1.946,4

0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500

2012 2013 2014 2015

Ketersediaan Energi (Kkal/kapita/hari)

(22)

14 

Gambar 2.4. Perbandingan Capaian Ketersediaan dan Konsumsi Protein Tahun 2012-2015

Sumber: BKPP DIY (2015)

Selain mutu/kualitas konsumsi, aspek keamanan pangan sangat penting belakangan ini. Dengan terbukanya pasar terhadap masuknya produk pangan dari luar daerah maupun dari luar negeri, masalah dan tantangan keamanan pangan semakin kompleks. Tim Jejaring Keamanan Pangan Daerah (JKPD) telah berperan aktif di DIY dalam mengamankan pangan yang diproduksi maupun pangan yang beredar, baik segar maupun olahan, sehingga pangan yang dikonsumsi masyarakat DIY aman dari berbagai cemaran fisik, biologis, kimiawi, maupun mikrobiologis. Pembinaan terhadap produsen pangan juga terus dilaksanakan agar produsen pangan di DIY dapat menyediakan pangan yang bermutu dan aman, sekaligus dapat bersaing menghadapi pasar bebas ASEAN (MEA).

Distribusi dan akses pangan telah tertangani dengan baik. Fasilitasi diberikan kepada gapoktan di daerah rawan pangan dengan tujuan mendekatkan pangan ke masyarakat sehingga tersedia pangan sesuai kebutuhan masyarakat setempat dengan harga terjangkau secara kontinyu. Gapoktan di daerah sentra produksi pangan juga difasilitasi agar dapat menampung dan mengelola hasil panen masyarakat setempat sehingga harga pangan terjaga, tidak merugikan petani saat panen raya dan tidak memberatkan konsumen saat musim paceklik. Harga pangan pokok yang juga berpengaruh terhadap inflasi juga dipantau secara rutin dan bila perlu dilakukan pengendalian melalui operasi pasar oleh instansi terkait. Harga pangan pokok di DIY selama tahun 2015 relatif terkendali. Hal ini sangat didukung oleh keberadaan Tim Pemantau dan Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

Keberhasilan pencapaian ketiga sub sistem ketahanan pangan tersebut secara sinergis telah mendukung upaya penurunan kemiskinan dan kerawanan pangan di DIY.

100,63

98,23

107,3

111,71

49,7 53,8

60 60

0 20 40 60 80 100 120

2012 2013 2014 2015

Ketersediaan Protein (Gr/kapita/hari)

(23)

Tahun 2015, Desa Rawan Pangan di DIY turun dari 26 desa di tahun 2014 menjadi 20 desa. Desa rawan pangan tersebut tersebar di Kota Yogyakarta 1 desa, Kabupaten Bantul 3 desa, Kabupaten Kulonprogo 9 desa, dan Kabupaten Gunungkidul 7 desa.

Persentase jumlah penyuluh yang meningkat kapasitasnya mengalami kenaikan yang semula 61% pada tahun 2014 meningkat menjadi 74% pada tahun 2015. Realisasi pada tahun 2015 ini mencapai 74% dari target akhir RPJMD DIY Tahun 2017. Pembangunan ketahanan pangan membutuhkan kelembagaan yang mantap dengan didukung oleh sumber daya manusia yang handal. Sumber daya manusia mempunyai peran yang penting dan menentukan dalam pengelolaan dan dukungan program/kegiatan kelembagaan ketahanan pangan. Oleh karena itu, upaya pengembangan sumber daya manusia perlu lebih dioptimalkan. Programa penyuluhan menjadi kunci keberhasilan pembangunan pertanian ke depannya. Programa disusun dengan dengan mengakomodir keperluan masyarakat yang dibuat berjenjang dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi dengan tetap berpegang pada rambu-rambu perundangan kebijakan pemerintah, RPJMD maupun Renstra SKPD. Programa yang disusun secara partisipatif ini diharapkan mampu menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas penyuluh itu sendiri.

(24)

16 

Tabel 2.7. Anggaran dan Realisasi Pendanaan Pelayanan BKPP DIY Tahun 2013-2017

Uraian

Anggaran pada tahun ke- Realisasi Anggaran pada tahun ke- Rasio antara Realisasi dan Anggaran tahun

ke- Rata-rata Pertumbuhan

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Anggaran Realisasi

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)

Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

524.528.350 529.252.000 563.813.900 810.000.000 842.000.000 454.789.910 495.751.568 510.887.157 - - 0,87 0,94 0,91 - - 79.367.913 28.048.624

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

2.942.980.000 3.934.343.750 1.413.500.000 817.770.550 641.070.500 2.516.600.070 3.657.902.752 1.340.631.625 - - 0,86 0,93 0,95 - - -575.477.375 -587.984.223

Program Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Aparatur

30.673.000 34.000.000 36.600.000 43.025.000 26.075.000 27.477.260 33.782.000 34.170.175 - - 0,90 0,99 0,93 - - -1.149.500 3.346.458

Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

173.463.500 231.738.300 202.000.000 278.827.000 281.900.000 167.168.900 225.324.825 198.826.600 - - 0,96 0,97 0,98 - - 27.109.125 15.828.850

Program Peningkatan Penanganan Daerah Rawan Pangan

653.653.300 513.380.000 1.338.189.050 906.844.550 1.086.429.800 582.420.880 503.751.685 1.262.257.875 - - 0,89 0,98 0,94 - - 108.194.125 339.918.498

Program Peningkatan Ketersediaan dan Cadangan Pangan

585.306.580 609.500.000 764.874.000 685.765.000 739.705.400 547.757.840 603.973.750 712.629.865 - - 0,94 0,99 0,93 - - 38.599.705 82.436.013

Program Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan

937.448.800 877.148.050 1.240.596.500 2.025.902.700 1.852.940.000 884.066.780 849.087.985 1.175.931.500 - - 0,94 0,97 0,95 - - 228.872.800 145.932.360

Program Peningkatan Distribusi dan Akses Pangan

484.608.750 535.000.000 610.000.000 465.250.000 331.293.200 476.134.800 524.126.850 568.993.650 - - 0,98 0,98 0,93 - - -38.328.888 46.429.425

Program Pemberdayaan Penyuluhan

(25)

Data anggaran dan realisasi anggaran yang terdapat pada tabel 2.7 menunjukkan bahwa kinerja anggaran untuk program utama pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan sudah baik, ditunjukkan dengan rasio antara realisasi dan anggaran yang rata-rata lebih dari 0,9 (deviasi realisasi anggaran < 10%). Petumbuhan anggaran pada program utama terus meningkat dari tahun ke tahun menyesuaikan dengan tuntutan untuk pencapaian target kinerja yang semakin meningkat, sedangkan program pendukung (01-06) disesuaikan dengan kebutuhan dalam rangka mendukung pelayanan internal SKPD.

2.1. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD

Tujuan utama pembangunan Ketahanan Pangan di DIY adalah bagaimana mencukupi kebutuhan pangan sampai tingkat individu dengan mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal. Untuk tujuan tersebut BKPP menghadapi tantangan terutama berupa keterbatasan lahan dan tantangan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara (Masyarakat Ekonomi Asean/MEA) 2015. Tantangan tersebut akan diatasi dengan strategi yang menekankan pada dua hal yaitu Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Swasembada Pangan.

2.1.1. Tantangan Penyediaan Lahan Pangan

Tantangan utama berupa perlindungan lahan pangan adalah agenda utama untuk mengamankan lahan dalam rangka mencapai swasembada pangan terutama beras. Perlindungan lahan ini mutlak diperlukan mengingat luas lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penyusutan secara kritis akibat alih fungsi lahan.

Pada tahun 2002, luas lahan sawah di wilayah DIY terdapat 58.367 Ha, dan tahun 2010 menyusut menjadi 56.538 Ha, atau rata-rata mengalami penyusutan sebesar 0,42%. Proyeksi tahun 2020, luas lahan sawah akan tersisa 54.208 Ha.

Perlindungan lahan pangan yang diatur dalam Perda No. 12 tahun 2011 menargetkan luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk wilayah DIY yaitu sebesar 35.911,59 Ha. Jumlah tersebut adalah seluas 13.000 Ha untuk Kabupaten Bantul, 12.377 Ha di Kabupaten Sleman, 5.029 Ha di Kulon Progo, dan sisanya seluas 5.505 Ha di Kabupaten Gunungkidul.

2.4.2 Tantangan sekaligus Potensi dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi DIY Tahun 2009-2029

Penyediaan lahan pangan melalui proteksi lahan pangan berkelanjutan juga mengacu pada regulasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara nasional yaitu melalui UU No. 41 Tahun 2009. Undang-Undang tersebut kemudian direspon Pemerintah Daerah DIY melalui Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berikutnya Pemerintah Daerah DIY mewujudkan usaha perlindungan lahan tersebut dengan terbitnya Perda No. 12 Tahun 2011 yang mengatur tentang perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).

(26)

18 

yang baik dan komitmen yang kuat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten di DIY dalam mendorong Peraturan Daerah LP2B tingkat Kabupaten.

Secara umum, rencana pola ruang adalah meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung meliputi lindung bawahan (hutan lindung, resapan air), lindung setempat (sempadan, pantai, sungai, waduk, embung, telaga, mata air), suaka alam (cagar alam, tahura, cagar budaya) dan suaka margasatwa, serta daerah rawan bencana alam. Sementara itu kawasan budidaya meliputi hutan produksi, lahan pertanian (lahan basah dan lahan kering), pertambangan, industri, pariwisata, pemukiman (perdesaan dan perkotaan), Pendidikan Tinggi, dan pesisir.

2.4.3 Keamanan Pangan dan Peningkatan Daya Saing menuju MEA 2015

Perdagangan bebas antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara atau lebih dikenal dengan MEA 2015 akan mengetatkan persaingan barang konsumsi, utamanya yang berakar dari sektor pertanian. Untuk menghindarkan “bencana impor” produk pertanian segar dapat dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk melalui keamanan pangan dan penjaminan mutu produk.

(27)

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD

Permasalahan strategis yang dihadapi dalam pembangunan ketahanan pangan dan penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut:

1. Masih terjadinya kecenderungan ketergantungan terhadap salah satu sumber karbohidrat yakni beras, sebagai makanan pokok.

2. Masih terjadinya kecenderungan ketergantungan konsumsi pangan (nabati dan hewani) pada produk impor seperti daging, terigu serta menurunnya konsumsi pangan lokal.

3. Masih besarnya ketergantungan penyediaan pangan asal luar daerah. 4. Masih terbatasnya sarana prasarana pengelolaan cadangan pangan.

5. Belum tercapainya skor mutu keragaman dan keseimbangan gizi sesuai dengan Pola Pangan Harapan (PPH) ideal dengan skor 100.

6. Harga bahan pangan pokok masih belum stabil terutama pada saat musim panen raya, musim paceklik dan menjelang hari besar nasional.

7. Masih terjadinya kerawanan pangan baik kronis maupun transien dan kasus gizi kurang/buruk diwilayah tertentu.

8. Konsumsi pangan masyarakat masih kurang beragam, bergizi, seimbang, aman, dan halal.

9. Masih banyaknya pangan yang belum terjamin mutu dan keamanannya beredar di masyarakat.

10. Adanya tuntutan penyediaan bahan pangan yang terjamin mutu dan keamanannya sebagai konsekuensi dari adanya peningkatan kesadaran masyarakat.

11. Masih terbatasnya sarana dan prasarana pengawasan pangan yang beredar. 12. Masih terbatasnya sarana dan penegakan hukum distribusi pangan.

13. Belum optimalnya pemantauan distribusi pangan antar kabupaten dan antar provinsi. 14. Sinergi lintas sektor pembangunan ketahanan pangan masih kurang optimal.

15. Masih terbatasnya akses sebagian masyarakat terhadap bahan pangan karena kemiskinan.

16. Kelembagaan penyuluhan belum sesuai dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2006

tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).

17. Jumlah penyuluh (penyuluh PNS) belum sesuai UU Nomor 16 Tahun 2006 dan Permentan Nomor 72 Tahun 2012.

18. Sinergi lintas sektor pelaku penyuluhan masih belum optimal.

3.2. Telaahan Visi, Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih

(28)

20 

pangan; pengoordinasian dan pemberian fasilitasi penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan, dan perkebunan; pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan pangan khas DIY untuk ketahanan pangan; pemberdayaan sumberdaya dan mitra kerja urusan ketahanan pangan dan penyuluhan; penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Faktor-faktor penghambat adalah sebagai berikut:

a. Masih ada kabupaten/kota yang belum memiliki unit kelembagaan ketahanan pangan setingkat Eselon II hingga dapat menghambat penyelenggaraan program. b. Kurang tersedianya sarana dan prasarana terutama kendaraan operasional dan

laboratorium.

c. Pembagian tugas masih kurang merata dan efektif dengan volume pekerjaan yang cukup padat.

d. Belum berjalannya koordinasi antara kelembagaan penyuluhan, petani, dan kelembagaan profesi lainnya yang bergerak di bidang pertanian.

e. Belum semua potensi Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) dimanfaatkan dan dikembangkan.

f. Dalam rangka kemandirian pangan, kebijakan RTRW melaui Perda Perlindungan Lahan belum secara komprehensif mencegah laju alih fungsi lahan. Perlindungan lahan adalah salah satu cara untuk merawat cita-cita kedaulatan swasembada pangan.

Faktor-faktor pendorong adalah sebagai berikut:

a. Sumber daya manusia sudah berpengalaman.

b. Mampu mengkoordinasi SKPD lain dalam keterkaitannya dengan sistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan.

c. Adanya kelembagaan pengawasan fungsional yaitu Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) sebagai lembaga penjamin mutu pangan segar asal tumbuhan.

d. Jajaran pimpinan cukup senior dan berpengalaman.

e. Tersedianya alat untuk menganalisis ketersediaan dan pengelola ketersediaan pangan. f. Adanya dukungan dari Dewan Ketahanan Pangan dan dana pemerintah dalam

rangka peningkatan ketahanan pangan.

g. Adanya penyelenggaraan dan pelaksanaan pusat perbenihan melalui Jogja Benih yang dapat mendukung kemandirian pangan melalui peningkatan produksi menuju keaulatan pangan.

3.3. Telaahan Renstra K/L dan Renstra Provinsi/Kabupaten/Kota

Indikator kinerja dalam Renstra Kementerian Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan (Pusat) untuk urusan ketahanan pangan adalah skor Pola Pangan Harapan (PPH), angka konsumsi energi, dan angka konsumsi protein. Indikator kinerja BKPP DIY sudang disesuaikan dengan indikator kementerian/lembaga diatasnya, dengan target kinerja disesuikan dengan kondisi spesifik DIY.

(29)

Tabel 3.1. Analisis SWOT

No (Strength) Kekuatan (Weakness) Kelemahan Peluang (Oportunity) Ancaman (Threat)

1 Instansi pemerintah

yang memiliki tupoksi koordinasi terkait dgn instansi lain dalam hal ketersediaan, distribusi, konsumsi yang didukung dengan penyuluhan

Kelembagaan yang relatif baru terbentuk masih memerlukan konsolidasi baik ke dalam maupun yang kuat dari ketersediaan, tidak menentu seperti perubahan iklim,

Masih ada kendala koordinasi dengan SKPD lain atau dengan kab/kota mengingat ada tupoksi baru

Sebagai kelembagaan yang berdiri sendiri sehingga

memudahkan koordinasi dengan instansi lain

Sebagian anggaran saat ini masih menyatu pada dinas pertanian

Jumlah masih kurang memenuhi formasi jabatan fungsional tertentu maupun fungsional umum

Peningkatan kualitas SDM seperti diklat manajemen, diklat substansi teknis dan pendidikan

Adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang dapat mempengaruhi

Masih ada kab/kota yang belum memiliki unit ketahanan SDM untuk terus menerus belajar

Budaya masyarakat seperti: malas

bercocok tanam, lebih suka makan nasi

5 Sistem jaringan kerja sudah bagus

Masih banyak SDM yang belum

memahami apa yang menjadi visi,misi, tugas dan fungsi SKPD

Pangan merupakan hak asasi setiap individu yang harus dicukupi dan dengan SKPD lain diantaranya tindak lanjut suatu program sangat tergantung pada SKPD lain

6 Jajaran pimpinan

cukup senior dan berpengalaman

Pembagian tugas masih kurang merata dan efektif dengan volume pekerjaan yang cukup padat

Tingginya gempuran

7 Sebagai instansi baru, menjadikan lebih leluasa dalam penganggaran dan perumusan kebijakan

Sarana dan prasarana masih kurang

(30)

22 

No (Strength) Kekuatan (Weakness) Kelemahan Peluang (Oportunity) Ancaman (Threat)

memacu Badan Ketahanan Pangan di daerah untuk

inisiatif yang tinggi dan bersedia menjalin kerjasama dengan tenaga-tenaga ahli

Ritme kerja masih dalam proses masih belum optimal

Ketahanan pangan dilihat dari kaca mata politik (masih impor terigu, beras)

10 Pendelegasian tugas

sudah tepat

Personel yang baru (masih belajar) dikhawatirkan akan memperlambat pencapaian visi dan misi SKPD terkena gizi buruk, karena pengetahuan masyarakat kurang

11 Mengoptimalkan

kinerja DKP (Dewan Ketahanan Pangan)

Banyak keragaman potensi pangan lokal yang bernilai gizi tinggi

Kemajuan teknologi dibidang pangan baik skala usaha tani maupun industri yang kurang

memperhatikan mutu dan keamanan pangan

12 Adanya dukungan

dana dari pemerintah dalam rangka industri dan teknologi pengolahan pangan

Pasar bebas yang berdampak pada perubahan perilaku dan budaya pola konsumsi

masih belum optimal

Potensi masyarakat yang telah mampu memproduksi,

Masyarakat untuk mengkonsumsi pangan yang

beragam, bergizi dan seimbang, dan aman (B2SA)

14 Pengembangan

motivasi dan partisipasi

masyarakat dalam penganekaragaman pangan

Belum semua potensi LDPM dimanfaatkan dan dikembangkan

Adanya peluang kerjasama dengan Lembaga Perguruan Tinggi, LSM dan organisasi profesi lainnya dalam pengembangan citra dan mutu pangan lokal bergizi

Belum memadainya sarana prasarana distribusi antar wilayah

15 Adanya program

(31)

No (Strength) Kekuatan (Weakness) Kelemahan Peluang (Oportunity) Ancaman (Threat)

Lokal (P2KP) berbasis sumber daya lokal

distribusi pangan kelancaran distribusi

pangan

16 Meningkatnya

peranan LDPM dalam pemasaran dan pengendalian harga pangan strategis

Terbatasnya kemampuan SDM dalam mengkaji dan menganalisis data

Kondisi harga pangan strategis yang kurang kondusif

menyebabkan

peralihan produksi ke komoditas yang lebih menguntungkan

17 Adanya hasil kajian

terhadap kualitas, strategis bagi para pelaku distribusi pangan

Terjadinya gagal panen akibat dari gangguan musim, bencana alam, serangan hama penyakit dan lainnya yang dapat

mengakibatkan menurunnya produksi pangan

18 Pengembangan

motivasi dan prasarana dan SDM untuk pengembangan sistem informasi kewaspadaan pangan

Adanya kebijakan pengembangan sarana dan prasarana distribusi yang memadai

Perubahan nilai sosial budaya konsumsi beras berdampak pada kemampuan penyediaan pangan beras

19 Tersedianya alat untuk menganalisis profesi lainnya yang bergerak di bidang pertanian

Tersedianya jalur distribusi antar lokalita dan wilayah

Penggunaan bahan tambahan pangan dan bahan terlarang lainnya yang dapat membahayakan konsumen serta sulitnya pengawasan produk pangan impor

20 Adanya dukungan

dana dari pemerintah dalam rangka

peningkatan

ketersediaan pangan

Masih terbatasnya sarana prasarana dan SDM dalam

Kondisi iklim yang tidak menentu

21 Adanya kelompok

masyarakat yang telah terbina dalam penyediaan pangan rumah tangga

(32)

24 

No (Strength) Kekuatan (Weakness) Kelemahan Peluang (Oportunity) Ancaman (Threat)

penanganan bagi para penyuluh lapangan

23 Tersedianya alat dan metoda dalam

Tingkat akses pangan masyarakat secara keseluruhan belum terjamin

Adanya dukungan dana dari pemerintah dalam rangka

ketersediaan pangan.

Belum optimalnya pemanfaatan teknologi spesifik lokasi

yang sudah dihasilkan

24 Adanya indikator

lokal untuk mendeteksi daerah rawan pangan

Terjadinya gejolak harga pangan yang sangat berfluktuatif

Adanya dukungan kebijakan yang mengatur penanganan

kewaspadaan pangan

25 Adanya pengaturan

dan penataan serta koordinasi pada tingkat rumah tangga

26 Tersedianya hasil

kajian dan dengan SKPD lain, Perguruan Tinggi, dan stakeholder lainnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat

(33)

No (Strength) Kekuatan (Weakness) Kelemahan Peluang (Oportunity) Ancaman (Threat)

yang didukung penganekaragaman pangan berbasis pangan lokal cukup tinggi

konsumsi pangan

Adanya peraturan di DIY berkaitan dengan pemberdayaan pelaku usaha olahan pangan lokal

27 Adanya kelembagaan

pengawasan fungsional yaitu OKKPD sebagai lembaga penjamin mutu pangan segar asal tumbuhan

Kurang tersedianya sarana dan prasarana terutama kendaraan operasional dan laboratorium

Adanya permintaan produk pangan yang aman dikonsumsi Mutu Hasil Pertanian (PMHP) pangan segar dan olahan

Kurangnya kepedulian

masyarakat terhadap keamanan pangan yang disebabkan oleh tingkat pendapatan, pendidikan serta aspek sosial budaya

29 Adanya Komitmen

dari pimpinan

3.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(34)

26 

3.4.1. Rencana Tata Ruang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi DIY Tahun 2009-2029

Secara umum rencana pola tata ruang tersebut mengatur wilayah yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Khusus untuk pulau kecil yang termasuk dalam kawasan budaya mengacu juga pada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil/RZWP3K Provinsi DIY 2011-2030 sesuai Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011).

Sesuai RTRW, kawasan budidaya pertanian baik pertanian lahan basah maupun lahan kering diperuntukkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan. Selain itu, dalam rencana pengelolaan kawasan budidaya pertanian dukungan terhadap ketahanan pangan juga dilakukan melalui pengembangan budidaya ikan air tawar, budidaya ternak ruminansia dan unggas, intensifikasi lahan pekarangan, serta pengembangan budidaya hutan negara dan hutan rakyat.

Gambar 3.1. Arahan Pola Ruang di DIY (Mengacu RTRW DIY 2009-2029)

(35)

3.4.2. Isu Konversi Lahan Pertanian Produktif

Perlindungan lahan pangan berkelanjutan adalah agenda utama dalam mendorong pemenuhan pangan daerah. Usaha perlindungan ini diperlukan mengingat luas lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penyusutan akibat alih fungsi lahan. Pada tahun 2002, luas lahan sawah di wilayah DIY terdapat 58.367 Ha, dan tahun 2010 menyusut menjadi 56.538 Ha, atau rata-rata mengalami penyusutan sebesar 0,42%. Dan diproyeksikan luas lahan sawah tahun 2020 tinggal mencapai 54.208 Ha. Luas Lahan Sawah masing-masing kabupaten dan berdasarkan rata-rata alih fungsi lahan tersebut, diproyeksikan luas lahan sawah dari masing-masing kabupaten seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.2. Luas Lahan Sawah Tahun 2002-2013 Daerah Istimewa Yogyakarta

No Kabupaten/ Kota

Luas Lahan (Ha)

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Kulon Progo 10.886 10.886 10.867 10.883 10.883 10.397 10.280 10.280 10.304 10.304 10.299 10.297

2 Bantul 16.310 16.198 16.079 15.991 15.945 15.884 15.843 15.569 15.465 15.470 15.482 15.471

3 Gunungkidul 7.630 7.629 7.727 7.626 7.664 8.002 7.865 7.865 7.865 7.865 7.865 7.865

4 Sleman 23.403 23.361 23.255 23.191 23.121 23.062 23.005 22.914 22.819 22.769 22.642 22.835

5 Yogyakarta 138 136 122 121 98 98 88 84 85 83 76 71

Total Prov. DIY 58.367 58.210 58.050 57.812 57.711 57.443 57.081 56.712 56.538 56.491 56.364 56.539

Sumber data: Dinas Pertanian Provinsi DIY dan DIY Dalam Angka

Tabel 3.3. Proyeksi Laju Alih Fungsi Lahan Tahun 2014-2020 Daerah Istimewa Yogyakarta

No Kabupaten/ Kota

Luah Lahan (Ha)

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

1 Kulon Progo 10.254 10.211 10.168 10.125 10.083 10.040 9.998

2 Bantul 15.406 15.341 15.277 15.213 15.149 15.085 15.022

3 Gunungkidul 7.832 7.799 7.766 7.734 7.701 7.669 7.637

4 Sleman 22.739 22.644 22.548 22.454 22.359 22.266 22.172

5 Yogyakarta 71 70 70 70 70 69 69

Total Prov. DIY 56.302 56.065 55.829 55.596 55.362 55.129 54.898

Keterangan:

Proyeksi alih fungsi lahan berdasarkan laju alih fungsi lahan 0,42 (Provinsi DIY)

(36)

28 

yang layak; (8) mempertahankan keseimbangan ekologis; dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian.

Secara khusus dijelaskan dalam Perda tersebut perihal KAWASAN yang termasuk target lahan dan cadangan lahan pangan berkelanjutan. Lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan meliputi tanah terlantar, alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian pangan, dan kawasan lahan marginal.

Perkembangan dan respon Perda LP2B tingkat kabupaten demikian beragam. Perda ini sudah ditindaklanjuti oleh Kabupaten Gunungkidul dengan menerbitkan Perda Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di propinsi DIY sebesar 35.911,59 dengan perincian luasan per kabupaten adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4. Luas Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan DIY

Kabupaten Luas Proteksi Lahan (Ha)

Luas Lahan Sawah (Ha)

% Lahan Terproteksi

Produk/Tahap Kebijakan

Sleman 12.377,59 22.646 54,66 Naskah Akademik Bantul 13.000 15.551 83,60 Prolegda Kulon Progo 5.029 10.299 48,83 Prolegda Gunungkidul 5.505 7.865 69,99 Perda Kab. No. 23/

2012 tentang PLP2B

Selanjutnya Pemerintah Daerah DIY melakukan pengembangan terhadap Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui optimasi lahan pangan, meliputi:

a. Intensifikasi lahan pertanian pangan dengan cara peningkatan kesuburan tanah melalui pemupukan, peningkatan kualitas pakan ternak dan/atau ikan, peningkatan kualitas benih dan/atau bibit, pencegahan, penanggulangan hama dan penyakit, pengembangan irigasi, pengembangan inovasi pertanian, penyuluhan pertanian, dan/atau jaminan akses permodalan.

b. Ekstensifikasi lahan pertanian pangan dengan cara pemanfaatan lahan marginal, pemanfaatan lahan terlantar, pemanfaatan lahan dibawah tegakan tanaman tahunan.

c. Diversifikasi lahan pertanian pangan dengan cara pola tanam, tumpang sari; dan/atau sistem pertanian terpadu.

Dalam rangka akselerasi program Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berdasarkan Perda Nomor 10 Tahun 2011 diatur juga pemberian insentif dengan skema sebagai berikut: (1) keringanan Pajak Bumi dan Bangunan; (2) pengembangan infrastruktur pertanian; (3) pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan benih dan bibit unggul; (4) kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi; (5) fasilitasi sarana dan prasarana produksi pertanian; (6) jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/atau; (7) penghargaan bagi petani berprestasi.

(37)

(Pasal 46-48) sesuai Perda Nomor 10 Tahun 2011: yaitu (a) orang/perseorangan yang melakukan alih fungsi lahan pertanian dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 Milyar; dan (b) badan hukum/perusahaan/korporasi yang melakukan alih fungsi lahan pertanian, pengurusnya dipidana penjara 2-7 tahun dan denda Rp 2 Milyar-Rp 7 Milyar. Selanjutnya penentuan kawasan luas lahan berkelanjutan harus pula mengacu Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DIY Tahun 2009–2029.

Dengan kondisi lahan pertanian yang semakin menyusut maka usaha pertanian dapat diarahkan dari budidaya produksi hasil pertanian untuk konsumsi menjadi budidaya untuk produksi benih. Dengan luasan yang sama usaha produksi benih dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibanding usaha budidaya produksi hasil pertanian. Mengacu pada Peraturan Gubernur DIY Nomor 76 Tahun 2015, maka fasilitasi untuk Pusat Perbenihan “Jogja Benih” yang semula menjadi ketugasan Biro Administrasi Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY dialihkan ke BKPP DIY, tepatnya menjadi ketugasan di Bidang Koordinasi Penyuluhan. Fasilitasi tersebut menyangkut penyelenggaraan dan pelaksanaan pusat perbenihan. Penyelenggaraan pusat perbenihan diarahkan untuk fasilitasi kegiatan eksternal Jogja Benih seperti kemitraan, promosi, penyediaan informasi, dan dukungan sarana prasarana. Sedangkan pelaksanaannya diarahkan untuk fasilitasi kegiatan internal berupa penguatan kelembagaan dan peningkatan SDM.

3.4.3 Telaah Keamanan Pangan dalam Memasuki Kancah Persaingan MEA 2015

Penggunaan pestisida, baik insektisida, fungisida, herbisida dan bakterisida merupakan salah satu faktor input dalam produksi pertanian secara umum. Hal ini disebabkan salah satu faktor penghambat peningkatan produksi dan kualitas produk pertanian adalah hama dan penyakit. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan, penggunaan pestisida masih diperbolehkan untuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan dengan mempertimbangkan tepat dosis, waktu, sasaran, jenis, dan mutu sehingga apabila masih terdapat residu pestisida pada produk hasil pertanian dibawah ambang batas yang ditetapkan.

Namun demikian masih jumpai beberapa pelaku usaha dalam melakukan proses produksi produk pertanian segar menggunakan sarana produksi berupa pestisida kimia yang melebihi ambang batas yang ditetapkan. Hal ini akan menyebabkan cemaran residu pada produk pertanian segar jauh di atas ambang batas dan pencemaran lingkungan berupa air dan tanah. Ada beberapa jenis cemaran pada pangan yang dapat membahayakan kesehatan yaitu:

1. Cemaran biologi yaitu antara lain Eschericia coli, Salmonella, Staphylococcus aerius,

2. Cemaran kimia, antara lain residu pestisida, hormon, mikotoksin, logam berat dan penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya,

3. Bahaya fisik, kotoran, debu, pasir, pecahan kaca, isi staples, rambut, dll.

(38)

30 

Tabel 3.5. Jenis Bahaya yang Ditimbulkan dari Berbagai Jenis Cemaran

JENIS BAHAYA

No Residu Pestisida Cemaran Mikotoksin Cemaran Logam Berat

1 Penyakit kanker Gangguan fungsi jantung Gangguan sistem syaraf

2 Gangguan sistem

reproduksi (pria dan wanita)

Gangguan sistem kekebalan tubuh

Gangguan sistem pernafasan (paru-paru)

3 Gangguan sistem syaraf Gagal ginjal Gangguan fungsi ginjal

4 Kerusakan sistem kekebalan tubuh

- Kelumpuhan

5 Gangguan fungsi jantung - Kematian (pada tingkat

akumulasi yang tinggi)

Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka. Hal ini memungkinkan tidak adanya batasan wilayah antar daerah dan negara dalam lalulintas barang perdagangan dunia, sehingga membuka peluang untuk masuknya berbagai macam jenis barang termasuk bahan makanan yang kurang aman untuk dikonsumsi masuk dari luar daerah dan luar negeri, karena adanya pengurangan pengenaan elemen tarif terhadap barang yang masuk ke suatu Negara. Dan pada saat ini isu untuk keamanan pangan sudah menjadi isu global. Namun demikian juga menjadi peluang yang besar bagi para pelaku usaha dibidang pertanian khusus di DIY untuk menembus pasar modern dan ekspor yang selama ini masih berorientasi pada pasar tradisional.

Oleh sebab itu diperlukan adanya upaya–upaya dalam rangka meminimalisir dampak perdagangan antar daerah dan membanjirnya produk luar negeri termasuk didalamnya pemasukan bahan pangan. Indonesia telah memiliki instrumen–instrumen terkait dengan keamanan pangan itu sendiri. Undang–Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan merupakan instrumen dasar dari pengawasan keamanan pangan. Dalam undang-undang tersebut yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Mulai tahun 2007 Pemerintah Daerah DIY telah mulai mendorong masyarakat merubah paradigma berproduksi hasil pertanian dari orientasi kuantitas (jumlah) ke kualitas dengan memberikan sertifikat jaminan mutu pada pelaku usaha produk sayur, buah, beras, dan tepung–tepungan dengan harapan adanya peningkatan nilai tambah dan pendapatan. Adapun lembaga pengendalian dan penjamin mutu keamanan pangan segar asal tumbuahan adalah Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) yang telah terbentuk tahun 2007. Lembaga ini mempunyai kewenangan melakukan pengawasan dan sertifikasi penjaminan mutu dan keamanan pangan segar asal tumbuhan.

Namun demikian ada beberapa faktor yang masih menjadi kendala dan hambatan dalam merubah paradigma dari produksi berorientasi kuantitas ke kualitas, khususnya di DIY. Kendala dan hambatan tersebut adalah:

1. Penghargaan konsumen terhadap produk pertanian berkualitas/bermutu masih relatif rendah.

(39)

3. Ketatnya persyaratan teknis dan admininistrasi yang membatasi produk–produk lokal masuk ke pasar modern.

Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2012, juga menerapkan kebijakan–kebijakan dalam pengawasan keamanan pangan, dalam hal ini Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT). Pengawasan terhadap pemasukan PSAT yang berupa buah dan sayuran segar serta produk antara (biji-bijian, tepung–tepungan, sayur dan buah beku serta jamur) ini perlu dilakukan. Hal ini karena komoditas pangan tersebut bersifat perishable (tidak tahan lama dan mudah rusak). Sehingga pengawasan pemasukan buah dan sayuran segar di berbagai lini mutlak dilakukan untuk menjamin bahwa komoditas yang masuk tersebut selain tidak rusak juga tidak mengandung cemaran kimia maupun biologi sehingga aman untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan buah dan sayuran yang berasal dari perdagangan antar daerah dan terutama dari luar negeri bertujuan agar komoditas tersebut tidak rusak selama dalam pengiriman maka dilakukan perlakuan-perlakuan antara lain secara kimiawi agar buah dan sayuran segar tetap dalam keadaan baik sehingga tetap laku di pasaran.

Pengawasan terhadap pemasukan PSAT ini sangat penting terutama buah dan sayuran segar. Buah dan sayuran segar masuk kategori sebagai pangan yang berisiko besar karena selain mudah rusak juga karena dalam budidayanya sebagian besar menggunakan pestisida kimia dalam dosis yang cukup tinggi. Hal ini memungkinkan residu pestisida yang digunakan selama proses budidaya dapat masuk ke dalam buah atau sayuran, dan apabila kadarnya diatas ambang batas yang ditentukan akan menyebabkan bahaya pada manusia yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu dalam rangka mencegah timbulnya penyakit akibat pangan segar yang tidak aman konsumsi, maka pangan harus diawasi mulai dari tempat produksi sampai tempat pemasukan maupun pengeluaran untuk mencegah kontaminasi.

Salah satu upaya menjawab permasalahan dan tantangan keamanan pangan, Pemerintah DIY telah mengeluarkan Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Penjaminan Mutu dan Keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan. Perda ini sudah mulai disosialisasikan ke masyarakat maupun stake holder serta ditindaklanjuti dengan penyusunan aturan-aturan turunannya agar dapat segera diimplementasikan.

3.5. Penentuan Isu-Isu Strategis

Isu 1. Perkembangan geoekonomi dan krisis ekonomi global;

Isu 2. Sustainable Development Goals (SDG’s), terutama dalam mewujudkan tujuan mengakhiri kemiskinan, kelaparan, ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, mendorong pertanian yang berkelanjutan, menjamin kehidupan yang sehat,

mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan, pola

produksi/konsumsi yang berkelanjutan, memerangi perubahan iklim;

Isu 3. Deklarasi World Food Summit 1996 dan tahun 2001 untuk mengurangi penduduk dunia yang menderita lapar dan malnutrisi hingga setengahnya pada tahun 2015;

Isu 4. Ancaman kelaparan global dan ketergantungan pangan dari luar negeri; Isu 5. Kondisi dan beban ganda keamanan pangan;

Isu 6. Kondisi kemiskinan dan pengangguran yang berlanjut pada rawan pangan; Isu 7. Perubahan iklim global, konversi dan degradasi sumber daya lahan dan air; Isu 8. Pendekatan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan

(40)

32 

Isu 9. Penanganan Desa Rawan Pangan yang terpadu dalam pengentasan kemiskinan; Isu 10. Pendekatan diversifikasi pangan berkelanjutan;

Isu 11. Pemanfaatan pangan lokal yang Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman (B2SA); Isu 12. Pasar bebas ASEAN (Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA) tahun 2015.

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Organisasi BKPP DIY
Tabel 2.2. Jumlah Pegawai BKPP DIY Berdasarkan Jabatan dan Golongan
Tabel 2.4. Jabatan Struktural/Fungsional Tertentu
Tabel 2.6. Pencapaian Kinerja Pelayanan BKPP DIY
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa proses penerbitan Surat Keputusan objek sengketa diawali dengan adanya Laporan Polisi No.Pol :LP-A/38/X/2013/Propam tanggal 29 Oktober 2013 yang

Setelah melakukan wawancara dengan guru fisika dan menyebarkan kuesioner kepada 50 siswa SMP Tarsisius 2 kelas 8, dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Pelajar menganggap fisika

Pada perdagangan hari ini kami perkirakan harga Surat Utang Negara masih akan bergerak terbatas pada awal perdagangan jelang lelang perdagangan Surat Utang Negara pada

Ukuran yang dimaksud adalah sum of squared period deviations (SSPD), ukuran ini dapat diterapkan jika urutan dan frekuensi kemunculan rezim (baik secara total

Kepada seluruh peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang merasa keberatan atas ditetapkannya pemenang tersebut di atas, dapat mengajukan sanggahan kepada Pokja Jasa

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh tokoh bernama Suchman, dengan teori sebagai berikut : 1) secara alami para mahasiswa akan mencari sesuatu segera

Jangka w aktu penaw aran tidak sesuai dengan yang diper syar atkan dalam LDP. Demikian Berita Acar a ini dibuat, untuk diper gunakan

[r]