• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis SWOT Puskesmas dalam Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis SWOT Puskesmas dalam Menghadapi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional di Puskesmas Tanah Jambo Aye Kabupaten Aceh Utara"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Kebijakan

Menurut Helco dan Jone dalam Nugroho (2006) serta Federick dikutip

Agustino (2008) pengertian kebijakan adalah sebagai berikut : “policy is a course of

action intended to accomplish some end”. Kebijakan adalah suatu arah kegiatan yang

tertuju kepada tercapainya beberapa tujuan. Sedangkan menurut United Nations

dalam Wahab (2005) kebijakan adalah perilaku dari sejumlah aktor (penjabat,

kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan

tertentu. kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan

seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana

terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan

terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan

tertentu. Pendapat ini menunjukan bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang

memiliki maksud dan tujuan karena kebijakan harus menunjukkan apa yang

sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada

suatu masalah.

Menurut beberapa definisi kebijakan tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan kebijakan adalah suatu tindakan yang berpola yang

diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu sebagai pedoman untuk bertindak dan

(2)

kebijakan dikaitkan dangan kepentingan pemerintah atau negara (publik), sehingga

akhirnya istilah kebijakan terkait erat dengan publik.

Rose dalam Winarno (2012) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya

dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta

konsekuensi bagi yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.

Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan

istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan

dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk

melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau

tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya

terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang

ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

2.2. Jaminan Kesehatan Nasional

2.2.1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada

setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

(3)

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan

mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014 (Kemenkes RI, 2013).

Falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke 5 juga mengakui hak

asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28 dan pasal

34, dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam UU No.36 tahun 2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang

sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Mendukung hal tersebut pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Undang-Undang-Undang-Undang

40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial bersifat wajib (mandatory)

2.2.2. Tujuan dan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

bagi

seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Kemenkes RI, 2013).

Tujuan diadakannya JKN adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi

dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

masyarakat yang layak. Sedangkan manfaat JKN bersifat pelayanan kesehatan

perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan

medis yang diperlukan. JKN merupakan program asuransi sosial yang

diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk

(4)

memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut : Pertama, memberikan manfaat

yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, menerapkan prinsip kendali

biaya dan mutu (Kemenkes RI, 2013).

2.2.3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN), yaitu :

a. Prinsip Kegotongroyongan

Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup

bermasyarakat berbudaya. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta

yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat

membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu

yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh

penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong jaminan

sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for

profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi

sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah

dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan

sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian,

akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Manajemen ini mendasari prinsip kegiatan

(5)

c. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang

berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat

tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga

dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat,

penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan

pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai

dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi

peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada

badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka

mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan

(6)

2.2.4. Program Jaminan Kesehatan Nasional

Program JKN secara umum sama dengan asuransi pada umumnya. Dalam

Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 4 teknis

penyelenggaran program JKN, yaitu:

a. Kepesertaan

Menurut peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2013

tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 tentang jaminan

kesehatan, Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling

singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta tersebut

meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI JKN dengan rincian sebagai

berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan

orang tidak mampu.

b. Peserta non PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak

mampu yang terdiri atas:

1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI;

c) Anggota Polri;

d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;

(7)

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima

Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara

asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:

a) Investor;

b) Pemberi Kerja;

c) Penerima Pensiun;

d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan; dan

f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu

membayar iuran.

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;

c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana

(8)

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b.Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan

kriteria:

1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;

dan

2. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh

lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota

keluarga yang lain.

JKN sebagai sebuah program asuransi kesehatan mengatur tentang hak dan

kewajiban peserta:

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak:

(a) mendapatkan a) identitas peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di

fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

(b) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk:

a). membayar iuran dan b). melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS

Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili

(9)

b. Pembiayaan

1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara

teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, atau Pemerintah untuk program Jaminan

Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 111 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

(a) Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

(b) Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan

Pekerja.

(c) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar

oleh Peserta yang bersangkutan.

(d) Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan

Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial,

ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

c. Pelayanan

1. Jenis Pelayanan

Dua jenis pelayanan yang dapat diperoleh Peserta Jaminan Kesehatan

Nasional, berupa pelayanan kesehatan yang memberikan manfaat medis serta

manfaat non medis berupa akomodasi dan ambulans. Ambulans hanya diberikan pada

pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh

(10)

2. Prosedur Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan bagi peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai

kebutuhan medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Pelayanan

Kesehatan Tingkat Pertama bagi peserta diselenggarakan oleh Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Dalam keadaan tertentu, ketentuan yang

dimaksud diatas tidak berlaku bagi peserta yang berada diluar wilayah Fasilitas

Kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar atau dalam keadaan kedaruratan

medis. Peserta dapat memilih Fasilitas Kesehatan tingkat pertama Selain Fasilitas

Kesehatan tempat peserta terdaftar pertama kali setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan

atau lebih. ( Permenkes RI No.71, 2013 ).

2.3. Puskesmas

2.3.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan

fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga

membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara

menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk

kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana

teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di wilayah kerja.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang

(11)

promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan

tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin

dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia

(Depkes RI, 2004).

2.3.2. Tujuan Puskesmas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/Menkes/SK/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, tujuan

pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung

tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah

kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam

rangka mewujudkan Indonesia sehat.

2.3.3. Fungsi Puskesmas

Fungsi Puskesmas menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 128/Menkes/SK/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat

adalah:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan

pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah

kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di

samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

(12)

pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan

pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan

spenyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,

keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan

kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan

aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya,

serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program

kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini

diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial

budaya masyarakat setempat.

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat

pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan kesehatan perorangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private

goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan

perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan

penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk

(13)

b. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public

goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta

mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan

kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi

kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,

peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta

berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

Beberapa proses dalam melaksanakan fungsi tersebut yaitu merangsang

masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong

dirinya sendiri, memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana

menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien,

memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis

maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut

tidak menimbulkan ketergantungan memberikan pelayanan kesehatan langsung

kepada masyarakat, bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam

melaksanakan program puskesmas.

2.3.4 Peran Puskesmas

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana

teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk

keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang

(14)

dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut

berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan

pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu (Depkes RI, 2004).

2.3.5. Upaya Penyelenggaraan

Keadaan masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang ingin dicapai

melalui pembangunan kesehatan dirumuskan sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Dalam

Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan yang diharapkan

adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat jasmani, rohani

maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari kerawanan sosial budaya dan polusi,

tersedianya air minum dan sarana sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan

pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta

terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan

memelihara nilai-nilai budaya bangsa (Kementrian Kesehatan RI, 2010).

Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah

perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari ancaman penyakit dan

masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta berpartisipasi aktif dalam gerakan

kesehatan masyarakat, termasuk menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe

community).

Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan

menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh jaminan

(15)

dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu yang dimaksud adalah pelayanan

kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat dan bencana,

pelayanan kesehatan yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan

sesuai dengan standar dan etika profesi. Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan

dan perilaku hidup sehat, serta meningkatnya kemampuan masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama bagi

masyarakat memiliki peranan penting dalam mewujudkan visi Indonesia sehat 2025.

Puskesmas memiliki upaya kesehatan untuk pengembangan puskesmas dalam rangka

mencapai visi tersebut. Upaya kesehatan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan

berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta disesuaikan

dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar

upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada, yaitu upaya kesehatan sekolah,

upaya kesehatan oleh raga, upaya perawatan kesehatan masyarakat, upaya kesehatan

kerja, upaya kesehatan gigi dan mulut. upaya kesehatan jiwa, upaya kesehatan mata,

upaya kesehatan usia lanjut dan upaya pembinaan pengobatan tradisional Upaya

kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen

nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk

peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus

diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya

(16)

lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, upaya perbaikan

gizi masyarakat, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta upaya

pengobatan (Depkes RI, 2004).

Upaya kesehatan pengembangan puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi

yakni upaya diluar upaya puskesmas tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan.

Pengembangan dan pelaksanaan upaya inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat

tercapainya visi puskesmas. Pemilihan upaya kesehatan pengembangn ini dilakukan

oleh puskesmas bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan

masukan dari konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan

apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti

target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya

kesehatan pengembangan pilihan puskesmas ini dilakukan oleh dinas kesehatan

kabupaten/kota. Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas

dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota

(Depkes RI, 2004).

Puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan

padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan kabupaten/kota

bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu, dinas kesehatan

kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya (Dekes RI,

2004).

Perlu diingat meskipun Puskesmas menyelenggarakan pelayanan medik

(17)

sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan

masyarakat di wilayah kerjanya (Depkes RI, 2004).

2.3.6. Azas Penyelenggaraan

Azas Penyelenggaraan Puskesmas telah diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/Menkes/SK/2004 tentang Kebijakan

Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan

upaya kesehatan pengembangan harus menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas

secara terpadu. Azas penyelenggaraan puskesmas tersebut dikembangkan dari ketiga

fungsi puskesmas. Dasar pemikirannya adalah pentingnya menerapkan prinsip dasar

dari setiap fungsi puskesmas dalam menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik

upaya kesehatan wajib maupun upaya kesehatan pengembangan. Azas

penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah:

1. Azas pertanggungjawaban wilayah

Azas penyelenggaraan puskesmas yang pertama adalah pertanggungjawaban

wilayah. Dalam arti puskesmas bertanggungjawab meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini puskesmas

harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai berikut:

a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan, sehingga

berwawasan kesehatan.

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap kesehatan

(18)

c. Membina setiap upaya kesehatan strata pertama yang diselenggarakan oleh

masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya

d. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer) secara merata dan

terjangkau di wilayah kerjanya.

Diselenggarakannya upaya kesehatan strata pertama oleh puskesmas pembantu,

puskesmas keliling, bidan di desa serta berbagai upaya kesehatan di luar

gedung puskesmas lainnya (outreach activities) pada dasarnya merupakan

realisasi dari pelaksanaan azas pertanggungjawaban wilayah.

2. Azas pemberdayaan masyarakat

Azas penyelenggaraan puskesmas yang kedua adalah pemberdayaan masyarakat.

Dalam arti puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan

masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya puskesmas.

Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun melalui pembentukkan

Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa kegiatan yang harus dilaksanakan

oleh puskesmas dalam rangka pemberdayaan masyarakat antara lain:

a. Upaya kesehatan ibu dan anak: posyandu, polindes, Bina Keluarga Balita

(BKB)

b. Upaya pengobatan: posyandu, Pos Obat Desa (POD)

c. Upaya perbaikan gizi: posyandu, panti pemulihan gizi, Keluarga Sadar

(19)

d. Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang

tua/wali murid, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan Pesantren

(Poskestren)

e. Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa

Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)

f. Upaya kesehatan usia lanjut: posyandu usila, panti wreda

g. Upaya kesehatan kerja: Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)

h. Upaya kesehatan jiwa: posyandu, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa

Masyarakat (TPKJM)

i. Upaya pembinaan pengobatan tradisional: Taman Obat Keluarga (TOGA),

Pembinaan Pengobat Tradisional (Battra)

j. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan (inovatif): dana sehat,

Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), mobilisasi dana keagamaan

3. Azas keterpaduan

Azas penyelenggaraan puksesmas yang ketiga adalah keterpaduan. Untuk

mengatasi keterbatasan sumberdaya serta diperolehnya hasil yang optimal,

penyelenggaraan setiap upaya puskesmas harus diselenggarakan secara terpadu, jika

mungkin sejak dari tahap perencanaan. Ada dua macam keterpaduan yang perlu

diperhatikan, yakni:

a. Keterpaduan lintas program

Keterpaduan lintas program adalah upaya memadukan penyelenggaraan

berbagai upaya kesehatan yang menjadi tanggungjawab puskesmas. Contoh

(20)

1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS): keterpaduan KIA dengan P2M, gizi,

promosi kesehatan, pengobatan

2. Upaya Kesehatan Sekolah (UKS): keterpaduan kesehatan lingkungan dengan

promosi kesehatan, pengobatan, kesehatan gigi, kesehatan reproduksi remaja

dan kesehatan jiwa

3. Puskesmas keliling: keterpaduan pengobatan dengan KIA/KB, gizi, promosi

kesehatan, kesehatan gigi

4. Posyandu: keterpaduan KIA dengan KB, gizi P2M, kesehatan jiwa, promosi

kesehatan.

b. Keterpaduan lintas sektor

Keterpaduan lintas sektor adalah upaya memadukan penyelenggaraan upaya

puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) dengan berbagai program dari

sektor terkait tingkat kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia

usaha. Contoh keterpaduan lintas sektor antara lain:

1. Upaya Kesehatan Sekolah: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,

lurah/kepala desa, pendidikan, agama

2. Upaya promosi kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian

(21)

4. Upaya perbaikan gizi: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, pertanian, pendidikan, agama, koperasi, dunia usaha, PKK,

PLKB

5. Upaya pembiayaan dan jaminan kesehatan: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, koperasi, dunia usaha,

organisasi kemasyarakatan

6. Upaya kesehatan kerja: keterpaduan sektor kesehatan dengan camat, lurah/kepala desa, tenaga kerja, dunia usaha.

4. Azas rujukan

Azas penyelenggaraan puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai

sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh

puskesmas terbatas. Padahal puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat

dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu puskesmas

menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan

efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya puskesmas (wajib, pengembangan

dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan.

Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus

penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik

secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana

(22)

pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang

diselenggarakan oleh puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal, yakni:

a. Rujukan upaya kesehatan perorangan

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit.

Apabila suatu puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit

tertentu, maka puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan

kesehatan yang lebih mampu (baik horisontal maupun vertikal). Sebaliknya

pasien paska rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk

ke puskesmas.

Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan kasus keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (biasanya operasi) dan lain-lain.

2) Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3) Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan kepada tenaga puskesmas dan

ataupun menyelenggarakan pelayanan medik di puskesmas.

b. Rujukan upaya kesehatan masyarakat

Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan

masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan

bencana.

Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu

(23)

wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah

menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu puskesmas tidak mampu

menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, maka puskesmas tersebut

wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam:

1) Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat

audio visual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan

makanan.

2) Rujukan tenaga antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyelidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan,

penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.

3) Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya masalah kesehatan masyarakat dan tanggungjawab penyelesaian masalah

kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan

masyarakat (antara lain Upaya Kesehatan Sekolah, Upaya Kesehatan

Kerja, Upaya Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rujukan operasional

diselenggarakan apabila puskesmas tidak mampu.

2.3.7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Sebagai Gatekeeper

Berdasarkan Permenkes 001 tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan

(24)

pertama pada pelayanan kesehatan formal dan penapis rujukan sesuai dengan

pedoman pelayanan medik dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pelayanan JKN dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.

d. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan kedokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan

kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.

Prasyarat dokter layanan primer meliputi:

1.Memiliki fasilitas pelayanan

2.Memiliki SDM kesehatan

3.Memiliki peralatan pelayanan kesehatan

4.Mampu memberikan pelayanan sesuai jenis pelayanan yang telah ditetapkan

5.Memiliki sistem administrasi dan manajemen pelayanan kesehatan

6.Mampu menetapkan biaya pelayanan

7.Memiliki SPO Pelayanan

(25)

2.4Strategi

2.4.1. Pengertian Strategi

Kata Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu “strategos” atau “strategia”

yang berarti Jenderal. Sebenarnya strategi berasal dari militer yang berarti

penempatan pasukan dalam jumlah yang besar untuk mengalahkan musuh. Strategi

juga memiliki arti yang tersirat yaitu merupakan rencana berskala besar yang

berorientasi kepada jangkauan masa yang akan datang serta ditetapkan sedemikian

rupa sehingga memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif dengan

lingkungannya dalam kondisi persaingan yang diarahkan pada optimalisasi

pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang bersangkutan

Menurut Chandler (dalam Rangkuti, 2009) “strategi merupakan alat untuk

mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program

tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya”. Menurut Hamel dan Prahalad

(dalam Rangkuti, 2009) mereka berdua mendefinisikan “strategi merupakan tindakan

yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus serta dilakukan

berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa

depan. Sedangkan menurut David (2006), manajemen strategi didefinisikan sebagai

seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi dan mengevaluasi keputusan

lintas fungsi yang memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuannya. Secara

tersirat, manajemen strategi berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran,

keuangan/akuntansi, produksi atau operasional, penelitian dan pengembangan dan

(26)

Pengertian strategi menurut Pearce dan Robinson (2005) adalah rencana para

manajer yang berskala besar dan berorientasi kepada masa depan untuk berinteraksi

dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran perusahaan. Strategi selalu

berhubungan dengan lingkungan. Baik lingkungan usaha, lingkungan persaingan,

lingkungan industri bahkan sampai lingkungan alam. Strategi bertujuan

menyelaraskan lingkungan dengan aktivitas maupun kegiatan yang dilakukan

perusahaan yang pada akhirnya digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan.

Manajemen strategi mempunyai kelebihan yaitu untuk mengembangkan nilai

perusahaan, kemampuan manajerial, tanggung jawab organisasi dan sistem

administrasi. Manajemen strategi juga berperan dalam sistem pengambilan keputusan

organisasi baik operasional maupun fungsional. Proses manajemen strategis ialah

cara dengan jalan mana para perencana strategi menentukan sasaran dan membuat

kesimpulan strategis.

2.4.2. Manfaat Strategi

Organisasi tetap perlu memiliki strategi apapun latar belakangnya, baik karena

permasalahan maupun keinginan pemilik. Strategi menggambarkan arah perusahaan

dan merupakan perkiraan terhadap apa yang akan terjadi pada masa yang akan

datang. Manfaat merumuskan strategi bagi perusahaan sangat luas dan dapat

digunakan sebagai pemecahan masalah di masa yang akan datang. Menurut Tripomo

dan Udan (2005), rumusan strategi yang baik memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Mendorong pemahaman terhadap situasi

(27)

3. Pendayagunaan dan alokasi sumberdaya yang terbatas.

4. Memenangkan kompetisi.

5. Mampu mencapai keinginan dan memecahkan permasalahan.

2.4.3. Proses Perencanaan Strategi

Menurut Hartono (2010) proses perencanaan strategi adalah proses manajerial

dalam rangka mengupayakan dan menjamin adanya kesesuaian strategis (strategic fit)

antara tujuan akhir (goals) dan peluang-peluang yang dipasar yang sedang berubah.

Menurut Rangkuti (2009) proses perencanaan strategi melalui tiga tahap analisis

yaitu: tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan.

Tahap pertama adalah tahap pengumpulan data dan merupakan suatu kegiatan

pengklasifikasian dan praanalisis. Pada tahap ini dibagi menjadi dua yaitu: Data

eksternal dan data internal atau dapat juga menggunakan matriks profil kompetitif.

Tahap kedua adalah tahap analisis data untuk menentukan strategi-strategi alternatif,

dimana dapat menggunakan tehnik-tehnik seperti matriks SWOT, matriks BCG,

matriks IE (internal-eksternal), matriks SPACE, dan matriks grand strategy.

Berikutnya tahap ketiga merupakan tahap pengambilan keputusan dengan tehnik

QSPM (Quantitative strategic planning matriks) dimana tehnik ini menggunakan

informasi dari tahap input untuk mengevaluasi alternatif strategi yang paling sesuai

untuk dilakukan pada setiap tahap analisis. Perencanaan strategi selain digunakan

tehnik-tehnik pada kerangka formulasi strategi juga diperlukan adanya intuisi terbaik

(28)

Manajemen strategi adalah suatu proses pemanajemenan untuk mewujudkan

visi dan misi organisasi, menjaga hubungan organisasi dengan lingkungan, terutama

kepentingan para stakeholder, pemilihan strategi, pelaksanaan strategi dan

pengendalian strategi untuk memastikan bahwa misi dan tujuan tercapai (Magister

Manajemen Rumah Sakit UGM, 1997).

Dalam perjalanan hidup sebuah organisasi ada beberapa tahap yang berkaitan

dengan manajemen dan perencanaan strategi. Proses pengembangan rencana strategi

terdiri dari tiga komponen yang saling terkait, yaitu :

1. Mengembangkan konsep bisnis dan membentuk sebuah misi dan visi yang akan

mengarahkan tujuan-tujuan organisasi. Visi/misi yang diusahakan dibentuk

adalah visi/misi organisasi dalam bentuk umum. Sebuah visi/misi akan

menentukan aktivitas-aktivitas masa depan organisasi dan garis-garis besar

haluannya. Pada prinsipnya visi/misi menentukan tujuan-tujuan yang dikehendaki

oleh organisasi pada posisi bisnis tertentu.

2. Merubah misi ke dalam tujuan-tujuan kinerja yg spesifik.

Alasan penentuan objektif adalah untuk merubah misi organisasi ke dalam bentuk

target kinerja yang lebis spesifik, dalam hal ini adalah sesuatu yang dapat

digunakan untuk mengukur kemajuan yang telah dicapai organisasi. Penentuan

objektif sebaiknya mengandung unsur yang menantang, yaitu usaha untuk

menetapkan seperangkat output yang diinginkan dan membutuhkan waktu untuk

mencapainya serta perlu didukung oleh usaha-usaha yang penuh dengan

(29)

3. Merangkai sebuah strategi untuk mencapai kinerja yang ditargetkan.

Penyusunan strategi perlu menekankan pada isu-isu manajerial tentang bagaimana

mencapai hasil-hasil yang telah ditargetkan dengan memperhatikan prospek dan

situasi organisasi yang ada. Objektif adalah muara dari pencapaian target-target.

Oleh karena itu, strategi adalah alat manajemen untuk pencapaian target-target

strategis. Tugas untuk membentuk strategi dimulai dengan analisis yang

mendalam mengenai situasi internal ataupun eksternal organisasi.

2.5. Analisis SWOT

Menurut Rangkuti (2009), analisis SWOT (Strengths, Weakness,

Opportunities, Threats) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk

merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Analisis SWOT merupakan analisis untuk mengidentifikasikan kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki internal perusahaan dan mengkaji peluang dan ancaman dari

eksternal perusahaan.

1.S : Strengths atau kekuatan-kekuatan

Merupakan keunggulan-keunggulan internal dan kondisi internal lainnya yang

dimiliki suatu perusahaan dan memungkinkannya mendapatkan keuntungan strategis

dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Keunggulan-keunggulan internal tersebut dapat berupa pemilikan teknologi mutakhir yang tidak

(30)

kuat, dan lain sebagainya. Sedangkan kondisi internal yang mendukung usaha

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat berupa budaya perusahaan,

sinergi dari unit-unit bisnis, good will, dan lain sebagainya.

2.W : Weaknesses atau Kelemahan-kelemahan

Merupakan kelemahan-kelemahan internal dan kondisi internal lainnya yang

dimiliki oleh rumah sakit dan memungkinkan rumah sakit tersebut mengalami

kegagalan dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Kelemahan-kelemahan tersebut dapat berupa ketidakmampuan pemakaian teknologi, karyawan

tidak memiliki keterampilan yang memadai, cost of capital yang tinggi, fasilitas

penunjang yang tidak memadai, dan lain sebagainya. Sedangkan kondisi internal

yang tidak mendukung usaha-usaha perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuannya

dapat berupa kecurigaan karyawan terhadap manajer, budaya organisasi yang tidak

jelas, menguatnya posisi kelompok informal, dan lain sebagainya.

3.O : Opportunities atau Peluang-peluang

Merupakan faktor dan situasi eksternal yang secara nyata membantu

usaha-usaha rumah sakit dalam mencapai tujuan-tujuannya. Dalam hubungannya dengan

jenjang bisnis, peluang-peluang ini selalu berkaitan dengan adanya pasar potensial.

Sedangkan untuk rumah sakit, peluang-peluang ini selalu melibatkan usaha untuk

melakukan merger dan akuisisi.

4.T : Threats atau Ancaman-ancaman

Merupakan faktor eksternal yang memungkinkan rumah sakit mengalami

kegagalan dalam usahanya mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Menurut

(31)

kemudian berkembang ke faktor lainnya seperti pemerintah, serikat pekerja,

masyarakat, dan stakeholder lainnya. (Magister Manajemen Rumah Sakit UGM,

1997)

2.5.1. Analisis Lingkungan Eksternal (Peluang dan Ancaman)

Menurut Laksana (2008) lingkungan eksternal adalah lingkungan yang tidak

dapat dikendalikan oleh perusahaan, meliputi lingkungan makro dan mikro.

Lingkungan makro meliputi: faktor-faktor dari keadaan ekonomi dan kependudukan

(demografi), faktor budaya, keadaan politik dan hukum sedangkan lingkungan mikro

meliputi faktor-faktor dari para pemasok (suplier), pesaing, perantara yaitu

perusahaan yang membantu promosi, penjualan dan pendistribusian produk, serta

publik masyarakat umum.

Menurut Sunarto (2010) lingkungan ekonomi terdiri dari faktor-faktor yang

mempengaruhi daya beli dan pola membeli konsumen diantaranya: Perubahan

pendapatan, dimana Pemasar harus memberikan perhatian pada distribusi pendapatan

seperti pada pendapatan rata-rata. Dibagian teratas adalah konsumen tingkat atas,

yang pola pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh kejadian-kejadian ekonomi masa

sekarang. Ada kelas menengah yang berkecukupan yang juga berhati-hati mengenai

pengeluarannya tetapi tetap membiayai kehidupan yang baik sementara waktu.

Akhirnya, kelas bawah yang harus menghitung uang mereka ketika melakukan

pembelian bahkan yang paling dasar.

Lingkungan demografi adalah lingkungan kepentingan utama bagi pemasaran

(32)

Demografi adalah ilmu tentang populasi dalam hal ukuran, kepadatan lokasi, umur,

jenis kelamin, mata pencaharian dan ststistik lainnya. Sedangkan lingkungan budaya

dibentuk oleh lembaga-lembaga dan kekuatan-kekuatan lain yang mempengaruhi

nilai dasar, persepsi dan prilaku masyarakat (Sunarto, 2010).

Menurut Kotler (2008) lingkungan politik dan hukum terdiri dari badan

hukum, pemerintah dan kelompok-kelompok penekan yang mempengaruhi dan

membatasi berbagai organisasi dan perorangan. Faktor-faktor dalam lingkungan

eksternal tersebut dianalisis untuk dipilih menjadi peluang dan mana yang menjadi

ancaman bagi perusahaan.

2.5.2. Analisis Lingkungan Internal (Kekuatan dan Kelemahan)

Menurut Kotler (2008) lingkungan internal terdiri dari publik internal dari

rumah sakit yaitu : Dewan pengawas atau dewan penyantun, direktur utama, para

direktur, para pimpinan lain, para karyawan dan para sukarelawan. Kebutuhan dan

keinginan mereka harus diperhatikan. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang

ada di dalam lingkungan internal meliputi:

1) Pemasaran

2) Keuangan dan akunting

3) Produksi, operasi dan teknik

4) Personalia

5) Manajemen mutu

6) Sistem informasi

(33)

Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan tersebut dianalisis untuk dipilih mana

yang menjadi kekuatan dan yang menjadi kelemahan perusahaan.

Menurut Duncan (2006) untuk organisasi jasa layanan kesehatan, lingkungan

rumah sakit adalah:

1) Lingkungan umum (General Environment)

Terdiri dari semua organisasi dan lingkungan diluar industri pelayanan

kesehatan tersebut, yang antara lain : institusi pemerintah, organisasi bisnis, institusi

pendidikan, organisasi penelitian, yayasan-yayasan, individu, pelanggan.

Organisasi-organisasi tersebut diatas, didalam lingkungan eksternal bekerja sendiri-sendiri atau

secara bersama-sama, memicu dan mempengaruhi perubahan lingkungan makro

dalam masyarakat, mempengaruhi berbagai industri termasuk kesehatan.

2) Lingkungan rumah sakit (health care environment)

Terdapat 5 segmen dalam sistem pelayanan kesehatan yaitu:

a) Planning/Regulatory Organization: adalah organisasi yang merencanakan dan

mengatur primary provider dan secondary provider.

b) Primary provider: Organisasi yang menyediakan pelayanan kesehatan.

c) Secondary provider: Organisasi yang menyediakan sumber daya untuk sistem

pelayanan kesehatan.

d) Provider Representative: Organisasi yang mewakili primary provider dan

secondary provider.

(34)

Menurut Duncan (2006) organisasi rumah sakit merupakan lingkungan

internal didalam rumah sakit yang berpengaruh pada kinerja rumah sakit, sehingga

harus dianalisis kekuatan dan kelemahannya meliputi:

(a) Budaya organisasi yang didefenisikan sebagai suatu pola bertindak suatu

organisasi secara implisit, intrinsik dan tidak terlihat serta bersifat informal yang

menjadi arah bagi organisasi tersebut dalam membentuk prilakunya.

(b) Sub sistem fungsional yang meliputi : klinik, pelayanan administratif, fasilitas

fisik, keuangan, pemasaran, dan manajemen umum. Sedangkan evaluasi sistem

informasi organisasi merupakan bagian integral dari seluruh sub sistem yang ada.

Ada beberapa kunci yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan dan

kelemahan:

1. Staff

Apakah memiliki staf yang adekuat dalam jumlah dan kualifikasi untuk

melaksanakan pelayanan saat ini? Dapatkah karyawan tersebut menunjang

pengembangan organisasi pada masa yang akan datang? Apakah mempunyai

kemampuan manajerial untuk mengkoordinasikan semua area fungsional?

2. Information dan Inteligence

Apakah informasi internal organisasi dapat mengalir ke subsistem operasional

klinik, keuangan, pemasaran, dan manajemen umum dalam jumlah yang

memadai untuk menunjang aktivitas sehari-hari? Apakah organisasi mempunyai

(35)

3. Kemampuan tehnik

Apakah organisasi mempunyai peralatan, fasilitas dan pengetahuan yang

diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas di tiap area fungsional?

4. Sinergi

Apakah sasaran area fungsional sudah sesuai dengan pencapaian tujuan

organisasi, posisi persaingan, dan sumber daya yang ada serta peluang-peluang

(Duncan, 2006).

2.5.3 Matrik EFAS (External Strategy Factor Analysis Summary)

Menurut Rangkuti (2009), sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal,

kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal, EFAS (External

Factors Analysis Summary). Berikut ini adalah cara-cara penentuan EFAS :

Tabel 2.1 Contoh Matrik EFAS (External Strategy Factor Analysis Summary) Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Babot x Rating Catatan

Peluang

Total Peluang

Ancaman

Total Ancaman Total EFAS

Sumber : Rangkuti (2009)

Keterangan :

1. Menyusun peluang dan ancaman dalam kolom 1.

2. Memberikan nilai bobot faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting)

sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah semua bobot tersebut tidak boleh lebih

(36)

3. Menghitung rating dalam kolom 3, yang mempunyai skala mulai dari 4

(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi organisasi tersebut.

Pemberian nilai rating pada faktor yang bersifat positif, yaitu peluang (semakin

besar peluang diberi rating 4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating 1).

Pemberian rating ancaman adalah kebalikan, jika ancamannya sangat besar nilai

rating 1, sedangkan jika ancaman sedikit diberi rating 4.

4. Mengalikan bobot kolom 2 dengan rating di kolom 3, kemudian hasil

pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya mulai dari 4,0 sampai 1,0

pada kolom 4.

5. Pada kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

6. Menjumlahkan skor pembobotan (kolom 4), untuk memperoleh total nilai bagi

perusahaan yang menunjukan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap

faktor-faktor strategi eksternalnya dan juga dapat digunakan untuk perbandingan dengan

organisasi pesaing.

2.5.4. Matrik IFAS (Internal Strategy Factor Analysis Summary)

Menurut Rangkuti (2009), setelah faktor-faktor strategis internal suatu

perusahaan di identifikasi, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis

Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal tersebut dalam

(37)

Tabel 2.2 Contoh Matrik IFAS (Internal Strategy Factor Analysis Summary)

Faktor Strategi Internal Bobot Rating Babot x Rating Catatan

Kekuatan

Total Kekuatan

Kelemahan

Total Kelemahan

Total IFAS

Sumber : Rangkuti (2009)

Keterangan :

1. Menyusun kekuatan dan kelemahan dalam kolom 1.

2. Memberikan nilai bobot faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting)

sampai dengan 0,0 (tidak penting). Jumlah semua bobot tersebut tidak boleh lebih

dari 1,00.

3. Menghitung rating dalam kolom 3, yang mempunyai skala mulai dari 4

(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi perusahaan tersebut.

Pemberian nilai rating pada faktor yang bersifat positif yaitu kekuatan (semakin

besar kekuatan diberi rating 4, tetapi jika kekuatannya kecil diberi rating 1).

Pemberian rating kelemahan adalah kebalikan, jika kelemahannya sangat besar

nilai rating 1, sedangkan jika kelemahan sedikit diberi rating 4. Mengalikan

bobot kolom 2 dengan rating di kolom 3, kemudian hasilnya pembobotan untuk

masing-masing faktor yang nilainya mulai dari 4,0 sampai 1,0 pada kolom 4.

5. Pada kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

6. Menjumlahkan skor pembobotan (kolom 4), untuk memperoleh total nilai bagi

(38)

faktor-faktor strategi internalnya dan juga dapat digunakan untuk perbandingan dengan

organisasi pesaing.

2.5.5. Diagram SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)

Setelah mengetahui hasil EFAS dan IFAS, selanjutnya adalah membuat

diagram analisis SWOT.

Gambar 2.1 Diagram SWOT (Rangkuti, 2009)

Keterangan:

1. Kuadran 1

Merupakan kondisi dimana perusahaan memiliki peluang dan kekuatan sehingga

dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman sehingga mendukung

strategi agresif.

2. Kuadran 2

Merupakan kondisi yang mendukung strategi diversifikasi yaitu menggunakan

kekuatan untuk meminimalkan ancaman dan memanfaatkan peluang.

(39)

4. Kuadran 3

Merupakan kondisi perusahaan menghadapi peluang yang besar tetapi di lain

pihak menghadapi kelemahan sehingga mendukung strategi Turnround.

5. Kuadran 4

Merupakan kondisi perusahaan yang sangat tidak menguntungkan, karena selain

mempunyai kelemahan perusahaan harus menghadapi ancaman sehingga

mendukung strategi defensif.

2.6. Landasan Teori

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan berupa perlindungan

kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada

setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan

mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014 (Kemenkes RI, 2013).

Kebijakan JKN merupakan salah satu kebijakan publik bidang kesehatan yang

harus diselenggarakan oleh puskesmas sebagai PPK I dalam rangka pelayanan

pengobatan, pemulihan kesehatan perorangan, serta upaya peningkatan promosi dan

pencegahan. Implementasi kebijakan program JKN pada puskesmas sangat

mendukung peran dan fungsi puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan primer,

(40)

Landasan teori dalam penelitian ini adalah menggunakan teori dari proses

manajemen strategis untuk mengenali lingkungan internal perusahaan

(Strength-weakness) dan lingkungan eksternal perusahaan (Opportunity-Threat). Membangun

strategi bersaing yang berhasil, mengharuskan perusahaan untuk memperbesar

kekuatan untuk mengatasi kelemahannya. Setelah mendaftarkan secara internal

mengenai kekuatan dan kelemahannya kemudian beralih ke lingkungan eksternal

untuk mengidentifikasi (Opportunity) dan ancaman (Threat) apa saja yang kiranya

membawa dampak yang nyata terhadap kegiatan bisnis (Rangkuti, 2009).

Analisis SWOT penting dilakukan dalam rangka meningkatkan kinerja

puskesmas yang berkesinambungan di masa datang. Untuk mengetahui posisi

(41)

(RSUP H. Adam Malik Medan, 2002)

O (Opportunity)

T (Threat) Strategi Diversifikasi (IV)

W (Weakness) S (Strength)

(42)

Keterangan:

1. Kuadran 1 (pengembangan dan pertumbuhan)

Merupakan dimana kondisi memiliki peluang dan kekuatan, sehingga perusahaan

dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman sehingga mendukung

strategi agresif. Dalam kuadran ini kekuatan yang dimiliki rumah sakit lebih

dominan dari pada kelemahannya, di samping itu peluang untuk tumbuh yang

dimiliki rumah sakit sangat bagus, maka perlu memupuk dana yang lebih besar

untuk investasi/pengembangan dalam mengejar pertumbuhan.

2. Kuadran 2 (Stabilisasi dan Konsolidasi Internal)

Merupakan dimana kondisi mendukung strategi diversifikasi yaitu menggunakan

kekuatan untuk meminimalkan ancaman dan memanfaatkan peluang. Peluang

untuk tumbuh rumah sakit masih ada dengan terlebih dahulu harus mengadakan

stabilisasi dan konsolidasi internal karena masih ada kelemahan faktor internal

baik di bidang pelayanan keuangan, organisasi dan SDM serta sarana prasarana

dan alat.

3. Kuadran 3 (Penciutan Kegiatan)

Merupakan kondisi perusahaan menghadapi peluang yang besar tetapi di lain

pihak menghadapi kelemahan sehingga mendukung strategi Turnround. Dalam

kuadran ini rumah sakit menghadapi tantangan yang cukup berat karena tidak

mempunyai peluang untuk tumbuh, pasarnya mulai menurun dan kondisi internal

lemah, maka perlu penciutan kegiatan usaha.

4. Kuadran 4 (Diversifikasi Kegiatan)

Merupakan kondisi perusahaan yang sangat tidak menguntungkan, karena selain

(43)

mendukung strategi defensif. Dalam kuadran ini posisi rumah sakit berada dalam

pasar sangat kecil dan tingkat pertumbuhan rendah sehingga perlu diversifikasi

usaha.

2.7. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian dan

landasan teori, maka dapat dirumuskan yaitu :

Gambar 2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Strategi Puskesmas dalam Menghadapi Implementasi

Jaminan Kesehatan Nasional Strength (Kekuatan)

Weakness (Kelemahan)

Opportunity (Peluang)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram SWOT (Rangkuti, 2009)
Gambar 2.2. Grafik  SWOT  (RSUP H. Adam Malik Medan, 2002)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

KBRI/Pramuka Luar Negeri agar dapat memperlihatkan/menunjukkan Bukti Verifikasi Pendaftaran Online dan Resi Pembayaran Camp Fee melalui Bank Asli berlokasi di

dakwah dalam masyarakat maka dakwah sebagai pembentuk manusia perlu mawas diri kedalam dengan memperkuat diri melalui penelitian terus menerus akan kekurangan dirinya

Membaiknya tingkat ekonomi seseorang akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, termasuk pemilihan makanan (Cahyono 2008). Oleh karena itu dengan tingginya prevalensi

zona nyaman ini, anggota kelompok merasa bebas mengekspresikan diri, menumpahkan kegembiraan, keluh-kesah dan saling menghibur diri dengan cara yang berbeda dengan kelompok

 Siswa dapat mengelmpokkan karakteristik dari bahan serat,  Siswa dapat menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat ,  Siswa dapat menyebutkan

Dikpora Dikpora Dikpora Nusa Tenggara Barat Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga

 Analisis Penentuan Kawasan Hutan Berdasarkan seluruh rangkaian analisis penentuan kawasan hutan yang dilakukan, maka didapatkan kawasan hutan secara keseluruhan