• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Relawan Demokrasi Terhadap Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif 2014 Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokratis, sekaligus merupakan ciri khas adanya modrenisasi politik.1 Secara umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum dan lain sebagainya.2

Pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang sering diidentikkan sebagai suatu ajang pesta demokrasi, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Gubernur dan Wakil Gubernur, Walikota dan Wakil Walikota ataupun memilih Bupati dan Wakil Bupati berdasarkan per Undang-Undangan yang berlaku. Melalui pemilihan umum, maka hak asasi rakyat dapat disalurkan, demikian juga halnya dengan hak untuk sama didepan hukum dan pemerintahan.3

Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum (Pemilu), yaitu Tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009 untuk pemilihan calon legislatif (Pileg) dan pemilihan calon presiden dan wakil presiden

1

Drs.sudijono sastroatmodjo, perilaku politik, hal. 67 2

Miriam budiardjo, dasar – dasar ilmu politik, hal.367 3

(2)

(Pilpres). Namun jika dilihat dari aspek partisipasi politik dalam sejarah pesta demokrasi di Indonesia, pemilu tahun 1999 merupakan awal dari penurunan tingkat partisipasi politik pemilih, atau mulai meningkatnya golongan putih (golput), dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya dengan tingkat partisipasi politik pemilih tertinggi 96,6% pada Pemilu tahun 1971.

Ada hal yang menarik dalam beberapa pelaksanaan PEMILU di Indonesia, selain berbicara sebagai sebuah bentuk partisipasi langsung masyarakat, hal yang menjadi fenomena lain adalah lahirnya sikap apatis masyarakat dengan meningkatnya pilihan untuk tidak berpartisipasi ataupun tidak menggunakan hak pillihnya, yang menjadi pertanyaan adalah jika begitu pentingnya suatu pemilu, mengapa begitu banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi setiap berlangsungnya pemilu?

Secara prediktif jika kondisi politik dan ekonomi kurang kondusif, maka penyelenggaraan Pileg dan Pilpres 2014 nampaknya juga akan menghadapi realitas kondisional, yaitu di satu sisi penurunan partisipasi politik pemilih, dan di sisi lain meningkatnya jumlah Golput, sehingga akan timbul apatisme politik, seperti dikemukakan oleh McClosky bahwa:4

4

(3)

ketidaksertaan merupakan hal yang terpuji”. Padahal tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat dapat dijadikan sebagai parameter keberhasilan suatu negara ataupun daerah dalam proses penerapan demokrasi.

Oleh sebab itu, Pemilu 2014 menjadi kekhawatiran tersendiri bagi penyelenggara Pemilu. Kekhawatiran itu cukup beralasan karena munculnya sikap apatis di tengah - tengah masyarakat terhadap pelaksananaan pemilu. Sikap masyarakat ini muncul berdasarkan pengalaman yang lalu melihat hasil pemilu-pemilu sebelumya yang cukup mengecewakan.

(4)

Di tengah-tengah menurunnya partisipasi masyarakat terhadap Pemilu tersebut untuk mengembalikan sikap kepedulian masyarakat dalam Pemilu 2014 berbagai cara dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tingkat pusat maupun daerah, salah satunya adalah dengan membentuk Relawan Demokrasi di Kabupaten/Kota. Program relawan demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Selain itu dibentuk dengan tujuan membantu peran ormas (organisasi massa) dan partai politik yang dinilai sudah tidak aktif lagi mensosialisasikan pemilu.5

Relawan Demokrasi merupakan bentuk sosialisasi KPU dalam mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan cerdas dan juga menekan angka GOLPUT. Hal ini dilatarbelakangi oleh penurunan kualitas memilih, sebagian pemilih tidak semua datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari. Fenomena yang terjadi pada pemilih ini sebagian dikarenakan oleh tingkat pemahaman politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi.

Program Relawan Demokrasi yang dibentuk KPU melibatkan kelompok masyarakat yang berasal dari 5 (lima) segmen pemilih yaitu pemilih pemula, kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok

5

(5)

marjinal. Pelopor-pelopor demokrasi ini dibentuk ke dalam setiap segmen yang kemudian menjadi penyuluh pada setiap segmennya. Pengelompokan itu dilakukan dengan kesadaran bahwa tidak semua komunitas mampu dijangkau oleh Relawan demokrasi. Program ini mempunyai landasan hukum ataupun undang – undang Pemilihan Umum, berdasarkan Surat Keputusan dari KPU NO.14/Kpts/Seskab-655895/I/2014 Tentang Pembentukan Relawan Demokrasi.

Masalah – masalah di atas merupakan tantangan yang berat bagi Relawan Demokrasi untuk membangun kembali kesadaran masyarakat di tingkat bawah untuk dapat menggunakan hak politik dan mendongkrak partisipasi politik rakyat dalam pelaksanaan Pemilu kali ini. Maka dari itu, orang-orang yang tergabung dalam Relawan Demokrasi adalah orang yang benar-benar netral dan paham terhadap proses-proses demokratisasi di masyarakat, tidak ada mengaitkan dirinya untuk kepentingan pribadi dan mampu mengawal perilaku masyarakat di dalam komunitasnya untuk dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

(6)

1.3. Pembatasan Masalah

Agar data yang akan dianalisis dalam penelitian ini sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini terdapat pembatasan masalah yang ditujukan untuk membatasi ruang lingkup penelitian dan akurasi data dari hasil penelitian. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini memfokuskan dan membatasi penelitian di wilayah kabupaten Deli Serdang. Adapun Deli Serdang yang menjadi batasan masalah dalam penelitian karena penulis melihat luas wilayah deli serdang yang sangat besar serta persebaran penduduk yang tidak merata sehingga di asumsikan informasi mengenai PEMILU lebih sulit tersampaikan dibandingkan dengan wilayah kota,hal ini yang menjadi landasan penulis untuk mengkaji atau meneliti efektivitas relawan demokrasi di kabupaten Deli Serdang terkait dengan usaha untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat kabupaten Deli Serdang.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

(7)

2. Untuk mengetahui bagaimana efektifitas kinerja relawan demokrasi dalam melakukan sosialisasi terhadap masyarakat yang dituju dan bagaimana respon masyarakat dengan adanya relawan demokrasi.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis adalah :

1. Secara teoritis maupun metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi partisipasi politik khususnya di Medan dan umumnya di Indonesia.

2. Bagi penulis sendiri, untuk mengembangkan kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah melalui penelitian ini.

3. Secara akademis, dapat menjadi bahan acuan ataupun referensi bagi para mahasiswa ilmu politik di Indonesia.

4. Menambah pengetahuan bagi masyarakat, yang dalam hal ini lebih diprioritaskan kepada partisipasi politik masyarakat secara umum.

1.6. Kerangka Teori

(8)

1.6.1. Teori Kebijakan Publik

Studi kebijakan publik sudah ada sejak abad ke-18 sebelum masehi. Dimana pada masa itu sudah terbit sebuah peraturan pemerintah Babilonia yang disebut dengan kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 sebelum masehi. Dalam kode Hammurabi tersebut adalah produk kebijakan publik pada masa itu yang mencantumkan sebuah persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk sebuah permukiman urban yang stabil. Dan tanda-tanda keberadaan kebijakan publik ditemukan pada arkeologi masyarakat abad pertengahan. Pada masa itu, struktur masyarakat sudah menjadi demikian beragam.6

Istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian inilah menjadi ciri khusus dari kebijakan publik dalam suatu sistem politik. Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefenisikan kebijakan adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu, dan mencakup pula arah atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan tindakan, hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi.7

6

Fadillah putra, Paradigma kritis dalam studi kebijakan publik 7

(9)

Kebijakan di pergunakan dalam pengertian yang berbeda – beda. E. Hugh Heclo mengatakan bahwa kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurutnya kebijakan lebih dapat digolongkan sebagai suatu alat analysis daripada sebagai suatu rumusan kata-kata.8

Kebijakan merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengacu pengelolaan, pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik, yaitu rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideologi dan kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.9

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan (policy) adalah sebuah keputusan yang diambil oleh seorang pelaku politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada dasarnya para pelaku politik tersebut mempunyai kewenangan atau kekuasaan dalam membuat suatu kebijakan tersebut.

Istilah publik dalam rangkaian kata kebijakan publik mengandung tiga makna yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah bukan organisasi swasta. Dalam lingkup subjek, kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah. Jadi salah satu ciri kebijakan adalah kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian

8

Said Abidin Zainal, Kebijakan Publik, hal.21 9

(10)

mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhi nya. Dalam lingkup objek adalah lingkungan yang dikenai kebijakan, pengertian publik disini adalah masyarakat. Pengertian umum dari istilah publik dalam kebijakan terdapat dalam strata kebijakan. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit tetapi lebih luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan khusus dibawahnya.10

Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Ketika kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat maka kebiakan tersebut akan mendapat resistensi ketika diimplementasikan. Sebaliknya kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-nilai dan praktik- praktik yang hidup dan berkembang dalam mayarakat. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, seperti kebijakan publik dibidang pendidikan, pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan, dan sebagainya.

Secara tradisional pakar ilmu politik mengkategorikan kebijakan publik kedalam kategori:11

a. Kebijakan substantif

Kebijakan substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak(BBM), Kebijakan Raskin (Beras Untuk Orang Miskin).

10

Ibid hal 22 11

(11)

Sedangkan bagaimana kebijakan substantif dijalankan disebut kebijakan prosedural. Misalnya kebijakan yang berisi kriteria orang yang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin. b. Kebijakan Distributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu. Sebagai contoh : kebijakan subsidi BBM dan Obat Generik c. Kebijakan Material dan Kebijakan Simbolis

Kebijakan ini merupakan kebijakan yang memberikan keuntungan sumberdaya konkrit pada kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur hari natal dan idul fitri. d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan privat

Kebijakan barang umum (public goods) adalah kebijakan yang bertujuan mengatur pemberian barang atau pelayanan publik, misalnya kebijakan membangun jalan raya, kebijakan pertahanan dan keamanan. Sedangkan kebijakan yang berhubungan dengan barang privat (privat

goods) adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau

(12)

1.6.1.1. Proses Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli kebijakan publik membagi proses-proses kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.12 Adapun tahap-tahap atau proses dalam kebijakan publik adalah sebagai berikut:13

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa maslah masuk ke dalam agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu maslah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan

12 ibid 13

(13)

suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan bermain mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, consensus antar direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

(14)

e. Tahap Penilaian Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

(15)

1.6.1.2. Aktor – Aktor dalam Penetapan Kebijakan

Aktor-aktor atau pemeran serta dalam penetapan kebijakan dapat dibagi kedalam dua kelompok, yakni Aktor resmi dan aktor tidak resmi : 14

a. Aktor / Pemeran Serta Resmi

i) Badan-badan administrasi ( agen-agen pemerintah )

Badan-badan administrasi dalam hal ini dapat membuat dan melanggar undang-undang, dan sering membuat keputusan-keputusan yang mempunyai konsekuensi-konsekuensi politik dankebijakan yang luas. ii) Lembaga Legislatif

Dalam hal ini yaitu dalam penetapan kebijakan, maka lembaga legislatif adalah yang lebih mempunayi kapasitas karena sesuai dengan tugas dan fungsinya. Legislatif dapat membahas dan megeluarkan sebuah kebijakan yang menyangkut tentang kepentingan masyarakat dalam bentuk Undang-undang.

b. Aktor / Pemeran Tidak Resmi i) Kelompok Kepentingan

Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran serta tidak resmi dalam pembuatan kebijakan di hampir semua Negara. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran-ukuran

14

(16)

keanggotaan kelompok, keuangan dan sumber lain. Seperti misalnya Serikat Buruh, Organisasi guru. Kamar dagang dan lain sebagainya. ii) Partai Politik

Dalam konteks masyarakat modern, partai politik seringkali melakukan agregasi kepentingan dan berusaha untuk mengubah tuntutan-tuntutan dari masyarakat menjadi alternatif kebijakan. Karena dalam perspektif negara demokrasi, kebijakan yang dijalankan oleh birokrasi adalah merupakan agenda kebijakan dari Partai Politik. Eksistensi partai politik ditunjukkan melalui kompetensi mereka dalam hal kebijakan publik, yaitu sejauh manakah parati politik yang ada respon terhadap tuntutan-tuntutan masyarakat.

1.6.1.3. Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan beberapa variabel sebagai berikut :15

a. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka semakin sulit mencapai kinerja kebijakan. Sebaliknya, apabila tujuan kebijakan semakin sederhana, maka semakin mudah untuk mencapainya.

b. Preferensi nilai seperti yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan publik. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

15

(17)

c. Sumber daya yang mendukung suatu kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan ditentukan oleh sumberdaya finansial, material dan infrastruktur lainnya.

d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut akan ditentukan dari tingkat pendidikan, kompetensi dibidangnya, pengalaman kerja dan integritas moralnya.

e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan akan mempengaruhi kinerja dari suatu kebijakan. Strategi yang digunakan bisa bersifat top-down

approach atau buttom-up approach, otoriter atau demokratis.

1.6.1.4. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.16

Kebijakan pemerintah selalu mengandung paling tidak tiga komponen dasar yaitu: tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara mencapai sasaran tersebut (implementasi kebijakan).

16

(18)

Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi terjadi hanya setelah aturan hukum ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut.17

Menurut Grindle, implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Isi kebijakan meliputi: kepentingan yang dipengaruhi tipe manfaat, derajat perubahan yang diharapkan, letak pengambilan keputusan, pelaksana program dan sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks implementasi terdiri dari: (1) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat; (2) karakteristik lembaga dan penguasa; (3) kepatuhan dan daya tanggap. Menurut Sabatier dan Mazmanian; implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel yaitu; (1) karakteristik masalah; (2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam peraturan yang mengoperasikan kebijakan, dan (3) faktor-faktor di luar peraturan.

Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan itu mungkin akan mengalami kegagalan sekalipun kebijakan itu diimplementasikan dengan sangat baik. Sementara itu,suatu kebijakan yang baik mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut kurang diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

17

(19)

Hood dalam buku Limits to Administration (1976) menerangkan dalam tataran hasil, kondisi dan syarat yang harus dijalankan untuk mendapatkan implementasi kebijakan yang sempurna, harus memiliki lima karakteristik kondisi dan syarat seperti; pertama, bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari organisasi yang padu seperti militer, dengan garis otoritas yang tegas; kedua, bahwa norma-norma akan ditegakkan dan tujuan ditentukan; ketiga, bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan; keempat, bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi; kelima, bahwa tidak ada tekanan waktu.18

1.6.1.5. Analisis Kebijakan Publik

Analisis kebijakan publik merupakan sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode kebijakan publik dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.

Menurut William Dunn, proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yaitu:19

a. Penyusunan agenda

b. Formulasi kebijakan

18

Wayne Parsons, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan hal 467

19

(20)

c. Adopsi kebijakan

d. Implementasi kebijakan

e. Penilaian kebijakan

Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Tabel 1. Tahap Analisis Kebijakan

Tahap Karakterisitik

Perumusan Masalah Memberikan informasi mengenai kondisi – kondisi yang menimbulkan masalah

Forecasting (Peramalan)

Memberikan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari diterapkannya alternatif kebijakan, termasuk apabila tidak membuat kebijakan

Rekomendasi Kebijakan

Memberikan informasi mengenai manfaat bersih dari setiap alternatif, dan merekomendasikan alternatifkebijakan yang memberikan manfaat paling tinggi.

Monitoring Kebijakan Memberikan informasi mengenai konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijaikan termasuk kendala – kendalanya.

Evaluasi Kebijakan Memberikan informasi mengenai kinerja atau hasil dari suatu kebijakan.

Sumber AG. Subarsono 2009:10

(21)

dalam kebijakan publik. Ketiga, model harus kongruen dengan realitas yang diteliti.

Keempat, model harus dapat mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna menurut

cara yang kita mengerti. Kelima, model harus mampu mengarahkan menyelidikan dan penelitian kebijakan publik. Keenam¸ model harus dapat menyarankan penjelasan bagi kebijakan publik.

Berdasarkan bagan/kerangka pemikiran dihubungkan dengan permasalahan yang diteliti adalah:

1. Public Policy

Merupakan rangkaian pilihan yang harus saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintahan, diformulasikan dalam bidang-bidang isu seperti pertahanan,energi, kesehatan dan pendidikan.

2. Policy Stakeholder

Para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil dalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Pelaku kebijakan misalnya kelompok warga negara, perserikatan birokrasi, partai politik, agen-agen pemerintah, pimpinan terpilih dan para analis kebijakan.

3. Policy Enviroment

(22)

dimensi objektif dan subjektif dari pembuat kebijakan tidak dapat terpisahkan di dalam prakteknya. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Sistem kebijakan adalah realitas objektif yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan yang teramati berikut konsekuensinya.20

1.6.2. Parsitipasi Politik

Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan jalan memilih pemimpin negara secara langsung atau tidak langsung ataupun mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya.21

Menurut Herbert McClosky, Dalam International Encylopaedia of the Social Sciences, memberikan batasan partisipasi politik sebagai “kegiatan – kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum”.22

Miriam Budiarjo mendefinisikan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik

20

Thomas R Dye. 1981. Understanding Public Policy 21

Miriam budiardjo,op.cit 184 22

(23)

yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Ramlan Surbakti mendefenisikan partisipasi politik itu sebagai kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan.23

Partisipasi politik meurut Keith Fauls sebagaimana dikutip oleh Damsar adalah keterlibatan secara aktif (the active engagement) dari individu atau kelompok ke dalam proses pemerintahan. Keterlibatan ini mencakup keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan maupun berlaku oposisi terhadap pemerintah.24

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan Nelson25

1. Patisipasi Politik mencakup kegiatan-kegiatan akan tetapi tidak sikap-sikap. Dimana kegiatan politik adalah yang objektif dan sikap-sikap politik yang subjektif.

yang dimaksud partisipasi politik antara lain,

2. Yang diperhatikan dari partisipasi politik adalah kegiatan politik warga negara preman, atau lebih tepat lagi perorangan-perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman. Dengan demikian ada

23

Miriam Budhiardjo, Partisipasi dan Partai Politik hal 12

24

Damsar, Pengantar Sosiologi Politik hal 180

25

(24)

hubungan antara partisipasi-partisipasi politik dan orang – orang profesional di bidang politik.

3. Yang menjadi pokok perhatian dalam partisipasi politik adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengembilan keputusan pemerintah. Usaha– usaha untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dapat melibatkan usaha membujuk atau menekan pejabat-pejabat untuk bertindak (atau tidak bertindak) dengan cara-cara tertentu.

4. Menurutnya bahwa partisipasi politik mencakup semua kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah,tak peduli apakah kegiatan itu benar – benar mempunyai efek. Seorang partisipan politik dapat berhasil atau tidak akan dapat berkuasa atau tidak. Dalam pengertian ini, maka kebanyakan partisipan politik mempunyai kekuasaan yang kecil saja, dan hanya beberapa partisipan saja yang mencapai sukses yang cukup besar dalam politik.

(25)

terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Oranisasi-organisasi social kemasyarakatan (ormas) dan Oranisasi-organisasi social politik (orsospol) merupakan contoh dari fungsi politik lain.26

1.6.2.1. Partisipasi Politik Masyarakat

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Wahyudi Kumorotomo mengatakan Partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya.27Partisipasi masyarakat dalam kegiatan – kegiatan lain dari pada pemilihan umum di atur sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perubahan masyarakat ke arah terciptanya masyarakat. Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai politik, Tetapi juga melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan muda, golongan buru serta organisasi– organisasi kebudayaan.28

Partisipasi masyarakat dalam kegiatan – kegiatan lain dari pada pemilihan umum di atur sedemikian rupa sehingga mendukung usaha perubahan masyarakat ke arah terciptanya masyarakat. Partisipasi politik tidak hanya dibina melalui partai

26

Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, hal 86

27

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara,hal 112

28

(26)

politik, Tetapi juga melalui organisasi – organisasi yang mencakup golongan muda, golongan buru serta organisasi–organisasi kebudayaan.29

Anggota yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang – kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik. Dari penjelasan tersebut, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggara pemerintah. Perasaan kesadaran seperti ini dimulai dari orang yang berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik, dan orang – orang terkemuka.

Berikut ini dikemukakan sejumlah “rambu-rambu” partisipasi politik menurut Ramlan Surbakti : 30

a. Partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan orientasi. Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya,

b. Kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternatif kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

29

Miriam Budiharjo, Partisipasi dan partai politik, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1998. hal 13. 30

(27)

c. Kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.

d. Kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakinkan pemerintah.

e. Mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan penulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan, demonstrasi, mogok, kudeta, revolusi, dan lain-lain.

Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat akan lebih baik. Dalam pikiran ini, tinggi rendahnya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga menunjukkan bahwa rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi. Dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari rezim yang sedang berkuasa. Secara umum Terdapat empat tipe partisipasi politik yaitu : 31

1. Partisipasi politik aktif, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang tinggi.

2. Partisipasi politik apatis, jika memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah.

31

(28)

3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan kepercayaan politiknya tinggi.

4. Partisipasi politik militant radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah.

Bentuk yang paling sederhana dari partisipasi aktif adalah ikut memberikan suara dalam pemilu, turut serta dalam demonstrasi dan memberikan dukungan keuangan dengan jalan memberikan sumbangan. Sedangkan bentuk partisipasi pasif adalah bentuk partisipasi yang sebentar-sebentar, misalnya bentuk diskusi politik informal oleh individu-individu dalam keluarga masing-masing, ditempat kerja atau diantara sahabat-sahabat. Orang yang melakukan kewajibannya adalah warga negara yang baik. Partisipasi semacam itu mengekspresikan kepercayaan akan legitimasi struktur kekuasaan dan otoritas masyarakat.32

Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini, yaitu masyarakat yang menganggap telah terjadinya penyimpangan sistem politik dari apa yang telah mereka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut kelompok apatis (golput). Adapun kategori partisipasi politik menurut Milbrath adalah sebagai berikut:33

1. Kegiatan Gladiator meliputi :

a. Memegang jabatan publik atau partai b. Menjadi calon pejabat

32

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik hal 118

33

(29)

c. Menghimpun dana politik

d. Menjadi anggota aktif suatu partai

e. Menyisihkan waktu untuk kampanye politik 2. Kegiatan transisi meliputi :

a. Mengikuti rapat atau pawai politik

b. Memberi dukungan dana partai atau calon c. Jumpa pejabat publik atau pemimpin politik

3. Kegiatan monoton meliput i :

a. Memakai simbol/identitas partai/organisasi politik b. Menjajak orang untuk memilih

c. Menyelenggarakan diskusi politik d. Memberi suara

4. Kegiatan apatis/masa bodoh

(30)

1.6.3. Sosialisasi Politik

Sosialisasi Politik adalah cara-cara belajar sesorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan dengan posisi – posisi kemasyarakatan seperti yang di ketengahkan melalui bermacam-macam badan masyarakat.

Menurut Gabriel Almond, sosialisasi politik adalah proses dimana sikap – sikap politik dan pola – pola tingkah laku diperoleh atau dibentuk yang merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan – patokan dan keyakinan politik kepada generasi berikutnya.

Ramlan surbakti mengemukakan sosialisasi politik merupakan proses pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat. Menurut Ramlan Surbakti, Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.

1.6.3.1. Mekanisme Sosialisasi Politik

(31)

a. Imitasi

Imitasi merupakan peniruan (copy) terhadap tingkah laku individu-individu lain, dan merupakan hal yang sangat penting dalam sosialisasi pada masa anak-anak –seperti apa yang diasumsikan oleh Robert Le Vine bahwa imitasi dan kedua mekanisme yang lainnya merupakan mekanisme sosialisasi politik pada masa kanak-kanak– walaupun sebenarnya tidak dibatasi pada tingkah-laku kanak-kanak saja. Namun demikian imitasi murni lebih banyak terdapat di kalangan kanak-kanak; pada masa remaja dan pada orang dewasa, imitasi lebih banyak bercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga derajat peniruannya terdapat pula baik pada instruksi maupun pada motivasi.

b. Instruksi

Instruksi menurut Rush & Althoff kurang lebih merupakan peristiwa pencerahan diri, kendatipun harus ditekankan pada proses belajar formal saja. Seseorang dengan sengaja dapat ditempatkan dalam situasi yang sifatnya instruktif. Menurut Rush & Althoff mekanisme sosialisasi tipe imitasi dan instruksi ini merupakan tipe-tipe pengalaman yang khusus.

c. Motivasi

(32)

(trial & error): individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama-cocok dengan sikap-sikap dan pendapat-pendapat sendiri.

1.6.3.2. Agen – agen Sosialisasi Politik

Dalam kegiatan sosialisasi politik dikenal yang namanya agen. Agen inilah yang melakukan kegiatan memberi pengaruh kepada individu. Rush dan Althoff menggariskan terdapatnya 5 agen sosialisasi politik yang umum diketahui, yaitu:

1. Keluarga

Keluarga merupakan primary group dan agen sosialisasi utama yang membentuk karakter politik individu oleh sebab mereka adalah lembaga sosial yang paling dekat. Peran ayah, ibu, saudara, memberi pengaruh yang tidak kecil terhadap pandangan politik satu individu.

2. Peer Group

Agen sosialisasi politik lainnya adalah peer group. Peer group masuk kategori agen sosialisasi politik Primary Group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Sering sekali pengaruh teman sebaya atau lingkungan pergaulan dapat mempengaruhi pola pikir seseorang.

3. Media Massa.

(33)

radio, yang berisikan perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak mempengaruhi kita. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampun menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung ‘berlebihan.’

4. Pemerintah

Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, di mana beberapa mata pelajaran ditujukan untuk memperkenalkan siswa kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga, secara tidak langsung, melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini mempengaruhi budaya politiknya.

1.7. Metodologi Penelitian

(34)

tersebut secara holistik (utuh). Jadi dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, dan memandangnya sebagai bahan dari suatu jenis penelitian sebagai usaha prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari suatu keutuhan”.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan studi kasus dalam melaksanakan proses penelitian. Studi kasus mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi pada suatu konteks, tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan tersebut . Oleh sebab itu, penelitian ini hanya pada usaha mengungkapkan suatu keadaan yang tampak serta hubungan antar fenomena-fenomena yang terjadi.

Penulis berupaya untuk menggambarkan berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan Peranan Relawan Demokrasi di Kabupaten Deli Serdang.

1.7.1. Data Yang Diperlukan

(35)

1.7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan pencatatan yang dilakukan secara sistematik terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.. 2. Wawancara, Dilakukan terhadap responden dengan memberikan

pertanyaan-pertannyaan atas permasalahan yang ingin diketahui dan berkaitan dengan tujuan penelitian penulis.

3. Dokumentasi, Dilakukan dengan cara mengumpulkan serta memanfaatkan dokumen-dokumen yang ada untuk diteliti, tulisan ilmiah, literatur-literatur, jurnal serta hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian.

1.7.3. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan dilakukan dalam pembuatan penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori, dan metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(36)

Bab ini akan membahas akan membahas objek yang diteliti seperti Kabupaten Deli Serdang , pengertian tentang relawan demokrasi bagaimana tata cara pelaksanaan Relawan demokrasi di Deli Serdang. BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Bab ini akan menyajikan hasil analisa dari wawancara mengenai bagaimana partisipasi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang

BAB IV : PENUTUP DAN KESIMPULAN

Gambar

Tabel 1. Tahap Analisis Kebijakan

Referensi

Dokumen terkait

dalam suatu kelompok ataupun organisasi, kepercayaan, jaringan sosial dan nilai dan norma memiliki peran dalam mempertahankan hubungan dan kelangsungan IKKT (Sangtorayan)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka simpulan yang diperoleh sebagai berikut: 1) Fashion involvement memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

Dengan semua pedoman – pedoman yang disebutkan diatas maka diharapkan perusahaan – perusahaan yang melaksanakan CSR dapat benar – benar mensejahterakan, tidak

Himpunan fuzzy memberikan nilai keanggotaan antara 0 dan 1 yang menggambarkan secara lebih alami sebuah kumpulan anggota dengan himpunan, Sebagai contoh, jika seorang berumur

ya dibuat pada suatu perencanaan penelitian pengaruh yang akan terjadi dari variable m nurut (Nur, 1996) hipotesis dirumuskan dalam ertanyaan biasanya digunakan

Secara garis besar dalam melakukan kegiatannya suatu perusahaan dapat dibagi dalam tiga jenis aktivitas yang cukup berbeda satu sama lain, yaitu aktivitas operasional,

This thesis is useful for writers to add insight, mindset, attitude and experience as an effort to increase the quality in learning, that is with understand the life

 Kegiatan meneliti se3ara se%sama  terhadap bahan" keterangan (in!ormasi) yang sebelumnya telah dinilai ttg kebenaran dan sumbernya dlm rangka keterkaitannya