• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Dan Implementasikebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau Terhadap Hutan (Studi Kasus : Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2014 Tentang Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

31 BAB II

PROFIL PROVINSI RIAU DAN TATA KELOLA HUTAN DI PROVINSI

RIAU

II.1 Profil Provinsi Riau

Provinsi Riau merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak dibagian tengah pulau Sumatera, Provinsi ini juga terletak di bagian tengah pantai timur Pulau Sumatera, yaitu sepanjang pesisir Selat Melaka. Ibukota dan kota terbesar Provinsi Riau adalah Pekanbaru, kota besar lainnya antara lain Dumai, Selat panjang, Bagan siapiapi, Bengkalis, Bangkinang, Tembilahan, dan Rengat.28

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia, sumber dayanya didominasi oleh sumber alam, terutama minyak bumi, gas alam, karet, kelapa sawit dan perkebunan serat. Tetapi, penebangan hutan yang merajalela telah mengurangi luas hutan secara signifikan, dari 78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada 2005. Rata-rata 160,000 hektare hutan habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektare pada tahun 2009. Deforestasi dengan tujuan pembukaan kebun-kebun kelapa sawit dan produksi kertas telah menyebabkan kabut asap yang sangat mengganggu di provinsi ini selama bertahun-tahun.29

28

"Sejarah Singkat Indragiri Hilir". Situs resmi pemerintah kabupaten Indragiri Hilir, diakses melalui situs Wikipedia pada tanggal 21 Februari 2017

(2)

32 II.1.2 Sejarah Provinsi Riau

Provinsi Riau diduga telah dihuni sejak masa antara 10.000-40.000 SM. Kesimpulan ini diambil setelah penemuan alat-alat dari zaman Pleistosin di daerah aliran sungai Sungai Sengingi di Kabupaten Kuantan Singingi pada bulan Agustus 2009. Alat batu yang ditemukan antara lain kapak penetak, perimbas, serut, serpih dan batu inti yang merupakan bahan dasar pembuatan alat serut dan serpih. Tim peneliti juga menemukan beberapa fosil kayu yang diprakirakan berusia lebih tua dari alat-alat batu itu.30

30

Artikel Antara "Artefak Masa Prasejarah Ditemukan di Riau". ANTARA, diakses melalui Situs Wikipedia pada tanggal 21 Februari 2017

Diduga manusia pengguna alat-alat yang ditemukan di Riau adalah pithecanthropus erectus seperti yang pernah ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah. Penemuan bukti ini membuktikan ada kehidupan lebih tua di Riau yang selama ini selalu mengacu pada penemuan Candi Muara Takus di Kampar sebagai titik awalnya.

(3)

33

Di akhir abad ke-18, Kerajaan Siak telah menjadi kekuatan yang dominan di pesisir timur Sumatera. Pada tahun 1761, Sultan Abdul Jalil Syah III mengikat perjanjian ekslusif dengan Belanda, dalam urusan dagang dan hak atas kedaulatan wilayahnya, serta bantuan dalam bidang persenjataan. Walau kemudian muncul dualisme kepemimpinan di dalam tubuh kesultanan yang awalnya tanpa ada pertentangan di antara mereka, Raja Muhammad Ali, yang lebih disukai Belanda, kemudian menjadi penguasa Siak, sementara sepupunya Raja Ismail, tidak disukai oleh Belanda, muncul sebagai Raja Laut, menguasai perairan timur Sumatera sampai ke Laut Cina Selatan, membangun kekuatan di gugusan Pulau Tujuh. Tahun 1780, Siak menaklukkan daerah Langkat dan termasuk wilayah Deli Serdang. Di bawah ikatan perjanjian kerjasama mereka dengan VOC, pada tahun 1784 Siak membantu tentara Belanda menyerang dan menundukkan Selangor, dan sebelumnya mereka telah bekerjasama memadamkan pemberontakan Raja Haji Fisabilillah di Pulau Penyengat.31

Pada masa kolonial, invasi Belanda yang agresif ke pantai timur Sumatera tidak dapat dihadang oleh kerajaan Siak. Belanda mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Keresidenan Riau (Residentie Riouw) di bawah pemerintahan Hindia Belanda yang berkedudukan di Tanjung Pinang. Para sultan Siak tidak dapat berbuat apa-apa karena mereka telah terikat perjanjian dengan Belanda. Kedudukan Siak semakin melemah dengan adanya tarik-ulur

31

(4)

34

antara Belanda dan Inggris yang kala itu menguasai Selat Melaka, untuk mendapatkan wilayah-wilayah strategis di pantai timur Sumatera.

Para sultan Siak saat itu terpaksa menyerah kepada kehendak Belanda dan menandatangani perjanjian pada Juli 1873 yang menyerahkan Bengkalis kepada Belanda, dan mulai saat itu, wilayah-wilayah yang sebelumnya menjadi kekuasaan Siak satu demi satu berpindah tangan kepada Belanda. Pada masa yang hampir bersamaan, Indragiri juga mulai dipengaruhi oleh Belanda, namun akhirnya baru benar-benar berada di bawah kekuasaan Batavia pada tahun 1938.

Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Riau menjadi salah satu sasaran utama untuk diduduki. Bala tentara Jepang menduduki Rengat pada 31 Maret 1942. Seluruh Riau dengan cepat tunduk di bawah pemerintahan Jepang. Salah satu peninggalan masa pendudukan Jepang adalah jalur kereta api sepanjang 300 km yang menghubungkan Muaro Sijunjung dan Pekanbaru yang terbengkalai. Ratusan ribu rakyat Riau dipaksa bekerja oleh tentara Jepang untuk menyelesaikan proyek ini.32

Pada awal kemerdekaan Indonesia, bekas wilayah Keresidenan Riau dilebur dan tergabung dalam Provinsi Sumatera yang berpusat di Bukittinggi. Seiring dengan penumpasan simpatisan PRRI, Sumatera Tengah dimekarkan lagi menjadi tiga provinsi, yakni Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Ketika itu, Sumatera Tengah menjadi basis terkuat dari PRRI, situasi ini menyebabkan pemerintah pusat membuat strategi memecah Sumatera Tengah

32

(5)

35

dengan tujuan untuk melemahkan pergerakan PRRI. Selanjutnya pada tahun 1957, berdasarkan Undang-undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, Sumatera Tengah dimekarkan menjadi tiga provinsi yaitu Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Kemudian yang menjadi wilayah provinsi Riau yang baru terbentuk adalah bekas wilayah Kesultanan Siak Sri Inderapura dan Keresidenan Riau serta ditambah Kampar yang sebelumnya pada masa pendudukan tentara Jepang dimasukkan ke dalam wilayah Rhio Shu.33

Provinsi Riau sempat menjadi salah satu daerah yang terpengaruh Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia pada akhir 1950-an. Pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas dibawah pimpinan Kaharuddin Nasution, yang kelak menjadi gubernur provinsi ini, dan berhasil menumpas sisa-sisa simpatisan PRRI. Setelah situasi keamanan berangsur pulih, pemerintah pusat mulai mempertimbangkan untuk memindahkan ibu kota provinsi dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru, yang secara geografis terletak di tengah-tengah. Pemerintah akhirnya menetapkan Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi yang baru pada 20 Januari 1959 lewat Kepmendagri.34

Setelah jatuhnya Orde Lama, Riau menjadi salah satu tonggak pembangunan ekonomi Orde Baru yang kembali menggeliat. Pada tahun 1944, ahli geologi NPPM, Richard H. Hopper dan Toru Oki bersama timnya menemukan sumur minyak terbesar di Asia Tenggara yaitu di Minas, Siak. Sumur ini awalnya bernama Minas No. 1. Minas terkenal dengan jenis minyak Sumatera

33Asnan, Gusti. 2007. “Memikir Ulang Regionalisme: Sumatera Barat tahun 1950-an”. Yayasan Obor

Indonesia di akses melalui Wikipedia pada tanggal 22 Februari 2017

(6)

36

Light Crude (SLC) yang baik dan memiliki kadar belerang rendah. Pada masa awal 1950-an, sumur-sumur minyak baru ditemukan di Minas, Duri, Bengkalis, Pantaicermin, dan Petapahan. Eksploitasi minyak bumi di Riau dimulai di Blok Siak pada September 1963, dengan ditandatanganinya kontrak karya dengan PT California Texas Indonesia (kini menjadi Chevron Pacific Indonesia). Provinsi ini sempat diandalkan sebagai penyumbang 70 persen dari produksi minyak nasional pada tahun 1970-an. Provinnsi Riau juga menjadi tujuan utama program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintahan Soeharto. Banyak keluarga dari Pulau Jawa yang pindah ke perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang baru dibuka di Riau.35

Provinsi Riau terdiri dari daerah dataran dan perairan, dengan itu lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km), keberadaanya membentang dari lereng bukit barisan sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01 05’00’’ Lintang Selatan – 02 25’00’’ Lintang Utara atau antara 10 00’00’’ – 105 05’00’’ Bujur Timur. Di daratan terdapat sungai Siak (300 Km) dengan Kedalaman -12m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 meter dan sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 meter. Keempat sungai yang membelah pegunungan dataran tinggi bukit barisan tersebut bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.

II.1.3 Geografis

36

35

ibid

36

(7)

37

Adapun batas – batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara tetangga dan provinsi lainnya adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara b. Sebelah Selatan : Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat c. Sebelah Timur : Provinsi Kepulauan Riau da Selat Malaka d. Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara Provinsi Riau sendiri memiliki 10 Kabupaten dan 2 Kota, yaitu : a. KabupatenKuantan Singingi

b. KabupatenIndragiri Hulu c. KabupatenIndragiri Hilir d. Kabupaten Pelalawan

e. KabupatenSiak Sri Indrapura f. KabupatenKampar

g. KabupatenRokan Hulu h. KabupatenBengkalis i. KabupatenRokan Hilir j. Kota Pekanbaru k. Kota Dumai

l. Kabupaten Kepulauan Meranti II.1.4 Perekonomian dan Sosial Budaya

(8)

38

perkebunan kelapa sawit, baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat. Selain itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini provinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektare. Selain itu, telah terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan produksi coconut palm oil (CPO).

Letak strategis Provinsi Riau di jalur lintas perdagangan di Selat Malaka menyebabkan terjadinya kontak suku bangsa di sekitaran nusantara seperti dengan India, Arab dan Eropa. Masuknya agama Hindu, Budha dan Islam menyebabkan terjadinya akulturasi, adaptasi dan asimilasi di bidang kebudayaan. Salah satu warisan Hindu yang nyata di Provinsi Riau adalah adanya komplek Candi Muara Takus di Kecamatan Tiga Belas Koto Kampar (Kabupaten Kampar). Selain itu, terdapat pula dipadang candi di Kabupaten Indragiri Hulu dan juga Candi Sedinginan di Kabupaten Rokan Hilir.37

Proses pembaharuan terjadi terus menerus di Provinsi Riau sampai saat ini. Pembaharuan etnis yang ada saat ini sudah terjadi selama berabad, sehingga Pengaruh agam islam masuk ke Indonesia pada melenium pertama dan sesudahnya terjadi secara damai dan berkembang, hampir semua elemen kebudayaan mengalami penyesuaian terhadap agama islam, dengan demikinan pengaruh islam menjadi dominan di kebudayaan melayu. Oleh sebab itu, agama islam menjadi semakin kuat dan kemudian menyatu dengan nama komunitas Riau.

37

(9)

39

heterogenitas yang terjadi di Provinsi Riau saat ini merupakan hal yang wajar. Kemajemukan yang terjadi dapat terlihat dari adanya penduduk yang bersuku Bungis, Banjar, Minangkabau, Tapanuli, Jawa dan bahkan Arab. Oleh karena itu, beberapa tradisi memiliki kemiripan satu sama lain, tetapi semuanya dikenal sebagai kebudayaan melayu tanpa mempertanyakan asal usul mereka.38

Proses degradasi hutan di Provinsi Riau sangatlah cepat, Provinsi Riau adalah wilayah yang mempunyai lahan gambut terbesar di pulau Sumatera. Menjamurnya indusrialisasi kehutanan merupakan salah satu penyebab utama terjadinya degradasi hutan yang tidak terkendali. Tata kelola hutan lestari tidak dapat dilepaskan dari unsur pengelola. Hutan yang hanya diorentasikan kepada pemanfaatan hutan melalui pemberian izin semata dengan cara membagi-bagi seluruh kawasan hutan produksi. Pada dasarnya tata kelola harus dilihat dari proses keserasian antara pengukuhan dan penetapan kawasan hutan dengan Jejak – jejak kebudayaan yang mewarisi masa lalu masih terlihat nyata di dalam tradisi dan adat istiadat di tengah kehidupan sehari – hari masyarakat Melayu Riau. Tetapi kebudaaan melayu di daerah ini tidak sepenuhnya berakat semata – mata dari kebudayaan melayu, melainkan dari beberapa bentuk kebudayaan lain dan tradisi lain yang telah ada di Indonsia Berabad – abad yang lalu dimana tetap meninggalkan jejak dan memengaruhi kebudayaan melayu setempat. Bentuk kesenian melayu Riau kebanyakan bernafaskan budaya islam. II.2 Kondisi Hutan di Provinsi Riau

38

(10)

40

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), sehingga pengelolaan hutan dilihat sebagai sebuah “landscape” ekonomi, politik, sosial dan tata ruang yang utuh.

Sesuai dengan Rencana strategi Kementerian Kehutanan 2010-2014 maka terdapat prioritas untuk menyelamatkan hutan, yaitu :39

1. Pemantapan kawasan hutan yang berbasis pengelolaan hutan lestari, 2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung DAS,

3. Perlindungan dan pengamanan hutan,

4. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 5. Revitalisasi hutan dan produk kehutanan,

6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan,

7. Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sektor kehutanan, dan 8. Penguatan kelembagaan kehutanan

Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di Sumatera 4,044 juta hectare (56,1% dari luas lahan gambut Sumatera atau 45% dari luas daratan provinsi Riau). Proses Deforestasi dan degradasi hutan alam di Propinsi Riau berlangsung sangat cepat. Selama kurun waktu 24 tahun (1982-2005) Propinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan alam seluas 3,7 Juta hectare. Pada tahun 1982 tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih meliputi 78% (6.415.655 hektar) dari luas daratan Propinsi Riau 8.225.199 Ha (8.265.556,15 hektar setelah dimekarkan). Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa hanya

39

Di kutip melalui situs interne

(11)

41

2,743,198 ha (33% dari luasan daratan Riau). Dalam Kurun waktu tersebut provinsi Riau rata-rata setiap tahun kehilangan hutan alamnya seluas 160.000 Hektar/tahun.40

No

Pelepasan kawasan hutan di provinsi Riau secara besar-besaran memuncak di mulai pada tahun 1987 sampai tahun 1998 yang total pelepasannya mencapai 1.522.333 Ha. Kondisi tersebut yang mengakibatkan kebakaran hutan di Provinsi Riau terus terjadi dan bahkan pelepasan kawasan hutan juga masih terjadi sampai saat ini. Pelepasan hutan dilandasi oleh pola pembangunan yang dilakukan di masa orde baru untuk memunculkan perusahaan-perusahaan besar untuk melakukan industrialisasi kelapa sawit.

Tabel 2.1. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan di Provinsi Riau

berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Tahun 1999 s.d 2014.

(12)

42

Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan provinsi Riau Tahun 2015

Selain dari pada itu kondisi kawasan hutan dan non hutan di Provinsi Riau memiliki luas seitar 9.020.232 Ha yang dapat difungsikan di tahun 2014. Luas kawasan tersebut berdasarkan keputusan menteri kehutanan. Berikut ini adalah gambar tabel dari Luas Kawasan Hutan dan Non Hutan Provinsi Riau Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor : SK.878/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 (Menurut Fungsi Kawasan) :

Tabel 2.2. Kawasan Hutan \di Provinsi Riau 2014

No Fungsi Kawasan Hutan Luas (Ha) %

Kawasan Suaka Alam Kawasan Hutan Lindung

Kawasan Hutan Produksi Terbatas Kawasan Hutan Produksi Tetap

Kawasan Hutan Yanng Dapat di Konversi

(13)

43

Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau Tahun 2015 hal 3

Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Penyusunan RTRWP dilakukan dengan mengacu pada RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional), kemudian RTRWK (Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota) juga harus mengacu pada RTRWP. Hal tersebut dimaksudkan agar ada singkronisasi Pembangunan antar Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota. RTRWN disusun untuk jangka 25 Tahun, RTRWP untuk Jangka 15 Tahun, dan RTRWK untuk jangka waktu 10 Tahun. Revisi atau Peninjauan Kembali dapat dilakukan setiap 5 Tahun. Revisi atau Peninjuan bertujuan untuk mensingkronkan kembali berbagai perkembangan kebijakan Daerah, Nasional maupun Internasional yang mungkin muncul di tengah perjalanan.41

Pentingnya Penataan ruang ini mengandung makna bahwa setiap kebijakan Pembangunan yang dibuat Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota agar tidak keluar dari arahan pemanfaatan ruang yang sudah ada. Secara implisit Tata Ruang juga memuat tentang pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat

41

Data dan Fakta Pola Pemanfaatan Ruang Prov. Riau – Analisis Dept Riset dan GIS Kabut Riau B

1 2

Kawasan Non Kehutanan

Areal Penggunaan Lain Tubuh Air

3.400.416 120.123

37.70 1.33

(14)

44

dan Daerah, baik dalam hal Penetapan/Perubahan Status Kawasan Hutan, Pemberian izin alokasi Ruang untuk Investasi maupun Pengembangan.42

Pada Pasal 77 UU No 26 Tahun 2007 poin penting yang berkaitan tentang perencanaan tata ruang, yaitu :

Jika dilihat dari perspektif Ekologis Tata Ruang juga berfungsi untuk memberikan kepastian bagi perlindungan/pelestrian terhadap kawasan, ekosistem, dan habitat yang memiliki nilai ekologis tinggi. Kemudian Maknanya akan lebih luas apabila dilihat dari Perspektif Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik.

43

1. Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.

2. Pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.

3. Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan rencana tata ruang dan dapat dibuktikan bahwa izin tersebut diperoleh sesuai dengan prosedur yang benar, kepada pemegang izin diberikan penggantian yang layak.

Keluarnya UU no 26 tahun 2007 diikuti dengan keluarnya PP no 26 Tahun 2008 tentang rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Berdasarkan PP No 26 tahun 2008 Hutan Tanaman Industri hanya diperbolehkan pada kawasan hutan produksi tetap dan tidak berada pada kawasan lindung. Sedangkan Perizinan HTI sebagian

42

Ibid 43

(15)

45

ada dalam kawasan lindung dan kawasan Hutan Produksi terbatas. Hutan tanaman Industri tidak diperbolehkan pada Hutan Produksi Terbatas karena secara jelas dalam penjelasan pasal 64 ayat 1 huruf a PP 26 2008 ditegaskan bahwa kawasan peruntukan hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam.

Adapun gambar Proyeksi Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional Terhadap Provinsi Riau sebagai berikut

: Sumber: Lampiran VII Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tanggal 10 Maret 2008 Tentang Peta Pola Ruang Wilayah Nasional (Di analisis ulang oleh dept Riset dan GIS Kabut Riau)

Tren pembangunan di Provinsi Riau di mulai pada tahun 1980an. Tren tersebut di awali oleh berdirinya industry kelapa sawit oleh dua perusahaan besar yaitu Pabrik industri pulp dan Kertas pertama kali masuk ke Riau diawal tahun 1980an yaitu dengan didirikanya Industri Pulp dan Kertas PT. Indah Kiat pulp and Paper ( APP Goup) di Perawang Kabupaten Siak (dulubya Kabupaten Bengkalis).

(16)

46

Kabupaten Pelalawan (dulunya kabupaten Kampar). Kemudiannya kedua industri ini seakan berlomba meningkatkan kapasitas Industri mereka, hingga tahun 2006 masing - masing kapasitas industri Pulp and Paper tersebut telah mencapai 2 juta ton/tahun. Setidaknya semenjak tahun 1980-an hungga tahun 2000 kawasan HPH yang sudah dialokasikan untuk dialihfungsikan menjadi HTI mencapai 1,57 juta hectare yang terbagi kedalam 32 unit. HTI yang dikembangkan di propinsi Riau terdiri dari sektor HTI Pulp, HTI kemitraan, HTI Transmigrasi, HTI Industri Pengolahan dan HTI sagu.44

no

Berikut ini adalah gambar tabel dari Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang ada di Provinsi Riau Tahun 2014

Jenis IUPHHK Jumlah (Unit) Luas (Ha)

1 IUPHHK-HA 4 229.128

2 IUPHHK-RE 4 116.977

3 IUPHHK-HT 58 1.654.557

Jumlah 66 1.771.534

Sumber : Data Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Riau

Provinsi Riau merupakan salah satu wilayah barat Indonesia yang memiliki hutan yang cukup luas. Namun, mengalami banyak kemerosotan setiap tahunnya. Luas kawasan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 173/KPTS-II/1986 adalah 9.465.160 Ha. Berdasarkan pada SK Kementerian Kehutanan No. 7651/Menhut/VII/KUH/2011 luas kawasan hutan di Provinsi Riau sebesar 7.121.344 Ha. Sedangkan untuk tahun 2014, berdasarkan pada SK Menteri

(17)

47

Kehutanan No. SK.637/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 menjadi 5.502.225 Ha.

Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau sejak 1997. Perhatian meluas terhadap kejadian ini pada tahun 1999, di mana kabut asap sampai ke Malaysia dan Singapura. Pada tahun 2005 jumlah titip api tertinggi di Riau yaitu mencapai 23.094 titik api. Sedangkan pada tahun 2013 lalu, kabut asap terjadi dua kali dalam satu tahun. Fenomena yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang hanya terjadi satu tahun sekali.

Fakta mengenai jumlah kebakaran yang terjadi sangat memprihatinkan. Pada tahun 2013, mayoritas kebakaran yang terjadi terpusat di Propinsi Riau. Angka yang cukup mengejutkan dimana sebanyak 87% dari peringatan titik api di sepanjang Sumatera berada di Provinsi Riau. Kebakaran hutan dan lahan gabut di Provinsi Riau terus meningkat. Kebakaran hutan di Riau masih terus terjadi hingga saat ini, sehingga menimbulkan banyak dampak sosialnya seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya.

(18)

48

per hari. Dan 73.5 persen kehancuran itu terjadi pada hutan alam gambut yang seharusnya dilindungi.45

No.

Pada tahun 2014 bencana kebakaran hutan di Riau ditetapkan sebagai bencana nasional oleh pemerintah, pada saat itu kabut asap lebih cepat dan lebih tebal. Beberapa penerbangan diberhentikan, Standar Polusi Udara di Provinsi Riau mencapai kategori yang sangat berbahaya. Hal tersebut berakibat sekolah – sekolah di tutup, masyarakat menderita ISPA dan kehidupan masyarakat jadi terganggu.

Tabel 2.3. Penderita ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2014

Kab/Kota

Jlh. Pddk Usia Balita

Penderita Pneumonia pada Balita

< 1 th 1- 4 th Jumlah

1 Pekanbaru 76.330 473 878 1.351

2 Kampar 58.402 411 763 1.174

3 Pelalawan 23.681 16 30 46

4 Rokan Hulu 36.114 15 28 43

5 Indragiri Hulu 31.273 27 49 76

6 Kuantan Singingi 26.594 23 44 67

7 Indragiri Hilir 69.135 210 389 599

8 Bengkalis 71.479 736 1.368 2.104

45

(19)

49

9 Dumai 23.532 124 229 353

10 Siak 30.740 567 1.054 1.621

11 Rokan Hilir 46.772 61 113 174

Gambar

Tabel 2.1. Pelepasan Kawasan Hutan Untuk Perkebunan di Provinsi Riau
gambar tabel dari Luas Kawasan Hutan dan Non Hutan Provinsi Riau
Tabel 2.3. Penderita ISPA di Provinsi Riau pada tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Yang jelas loyalitas tidak dapat tercipta apabila konsumen tidak menggunakan produk barang atau jasa dari produsen, karena konsumen harus mengetahui terlebih dahulu barang

8a 8ariabel*ariabel kuni maupun pendukung dari kompo riabel*ariabel kuni maupun pendukung dari komponen nen lingkungan hidup y lingkungan hidup yang ang akan terkena

a) Melakukan pengukuran temperatur knalpot dari ukung knalpot sampai mufler. Pengukuran dilakukan tiap interval 5 cm. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui distribusi

Kurkumin telah lama dikenal sebagai zat berwarna kuning dalam rimpang berbagai jenis tumbuhan familia Zingiberaceae, yang digunakan dalam obat tradidional di Asia

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penurunan profitabilitas yang terjadi pada bank umum swasta nasional devisa tahun 2010-2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1)

Understatement aset bersih yang sistematik atau relatif permanen merupakan konservatisme akuntansi, sehingga dapat dikatakan bahwa konservatisme akuntansi menghasilkan

Berdasarkan perhitungan dan analisis yang telah dilakukan terhadap penyaluran kredit perbankan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut DPK yang dimiliki oleh bank umum yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bentuk partisipasi politik yang terjadi di Kecamatan Bajeng yaitu bentuk Partisipasi Politik Konvensional, yaitu meliputi Ikut Serta