Antara Gender dan Feminisme
Apakah Gender itu? sebuah pertanyaan besar dimana terkadang kita menyamakan istilah Gender dengan Sex (jenis kelamin), berbicara tentang Gender, Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural, sedangkan Sex atau jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Jadi sangatlah jelas adanya perbedeaan makna antara keduanya, akan tetapi yang menjadi masalah adalah, terjadi kerancuan dan pemutarbalikan makna tentang apa yang
disebut Sex dan Gender dimana konstruksi sosial justru diangap sebagai Kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan justru sering dianggap atau dinamakan sebagai “Kodrat Wanita”. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan lingkungan dan keharmonisan rumah tangga atau urusan dosmetik sering dianggap sebagai kodrat wanita. padahal kenyataannya, bahwa kaum Perempuan memiliki peran Gender dalam mendidik anak, mengelola, merawat kebersihan lingkungan dan keharmonisan rumah tangga adalah konstruksi kultular dalam suatu Masyarakat tertentu.
Kesalahan pemaknaan dari istilah Gender tersebut menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan, akibatnya muncul-lah beberapa kelemahan yang di tujukan pada perempuan, yaitu, Marginalisasi Perempuan, Subordinasi, Stereotipe, Kekerasan, dan Beban kerja. Dari ketidakadilan tersebut mendorong lahirnya aliran Feminisme, dimana aliran yang di bentuk atas keinginan untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki.
Dalam era Kapitalisme, penindasan Perempuan malah dilanggengkan dengan pelbagai cara dan alasan. Yaitu melalui apa yang disebut eksploitasi pulang rumah, yakni suatu proses yang diperlukan guna membuat laki-laki yang dieksploitasi oleh industri agar bisa produktif. Disamping itu perempuan sangat bermanfaat dalam reproduksi buruh murah. Bahkan masuknya kaum perempuan sebagai buruh dengan upah lebih rendah dari laki-laki, menciptakan apa yang disebut tenaga buruh cadangan. Akibatnya, jumlah tenaga buruh yang
membutuhkan pekerjaan membludak, dan pada gilirannya sangat menguntungkan industri (karena seolah-olah buruh membutuhkan industri, bukan industri yang membutuhkan buruh),
Pada umumnya mereka mengakui bahwa Feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut, meski terjadi perbedaan antar Feminis mengenai apa dan bagaimana penindasan dan eksploitasi itu terjadi, namun mereka sepaham bahwa hakikat perjuangan Feminis adalah demi kesamaan, martabat dan kebebasan untuk mengontrol raga dan kehidupan baik di dalam maupun diluar rumah.
Istilah Feminisme telah menjadi perbincangan di dunia Islam, kita bisa lihat dari
sebuah pandangan bahwa agama Islam dinilai sebagai agama yang memalginalkan perempuan, seperti dalam hal ahli waris, rumah tangga, menjadi imam bagi jamaah laki-laki dan lain sebagainya. Gerakan perempuan yang terorganisir dan sistematik-lah yang akan menjadi tuntutan untuk meluruskan atau mengubah cara pandang mereka terhadap islam yang keliru.
Beberapa pertanyaan muncul dari umat Muslim tentang hakikat Tuhan yang di samakan dengan laki-laki, di karenakan turunnya ayat yang berbunyi: Katakanlah: “Dialah Allah, yang maha esa, Allah adalah tuhan yang bergantung kepadanya segala sesuatu. Dia
tidak melahirkan dan tiada pula dilahirkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan
dia”. (Q 112:4). Al-Qur’an memangkas konsep anthromorfis tuhan itu dengan mengatakan dalam salah satu ayatnya yang paling kuat bahwa “Tak ada satupun yang setara dengan dia.” Tuhan tidak melahirkan, karena tuhan memang bukan perempuan, dan tidak pula dilahirkan seperti al-masih dalam mitodologi kristiani.
Penggunaan kata Huwa (Dia Laki-Laki dalam Bahasa Arab) untuk Allah bisa membingungkan sejumlah Ulama dan sampai-sampai mereka menganggap Allah adalah tuhan yang laki-laki. Dari situlah mereka mempostulatkan suatu versi Islam yang sangat maskulin. Namun, pemikiran semacam itu dapat dikatakan Syirk (menyekutukan Allah dengan yang lain), yang dalam Islam sendiri adalah dosa yang paling besar.
Sebenarnya, istilah-istilah Al-Qur’an untuk Allah tidak hanya menggunakan atribut-atribut yang maskulin, tetapi juga yang feminin. Setiap Surat dalam Al-Qur’an (kecuali Surat
perempuan, Allah mencintai kedua jenis kelamin itu. Amal-lah yang dilihat-nya bukan jenis kelamin.
Kesetaraan Gender yang di impikan oleh kaum perempuan lambat laun menjadi kenyataan, istilah laki-laki yang lekat dengan sifatnya maskulin dan perempuan lekat dengan sifatnya yang feminin, memberikan pradigma baru bahwa tidak seharusnya laki-laki bersifat maskulin dan perempuan bersifat feminin. Akibatnya sangat miris sekali ketika dalam sebuah rumah tangga di pimpin oleh perempuan, Islam memandang bahwa perbuatan tersebut adalah dosa, disebabkan akan adanya perselisihan antara keduanya, sepantasnya tugas dari suami
adalah menafkahi istrinya baik dhohir maupun batin, memasak, mencuci, bersih-bersih dan lain sebagainya, sedangkan istri harus mentaati sang suami.