• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN GERAKAN PEMBANGUNAN UNTUK MASYARAKAT (PDPM GERBANG UTAMA) DI KECAMATAN BAROS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN GERAKAN PEMBANGUNAN UNTUK MASYARAKAT (PDPM GERBANG UTAMA) DI KECAMATAN BAROS"

Copied!
320
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT (PDPM GERBANG UTAMA) DI

KECAMATAN BAROS

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik

Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh

Ulfah Fadilah

NIM. 6661120307

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung Ismanto, S.Sos., MM (Pembimbing 1) dan Titi Stiawati S.Sos., M.Si (Pembimbing 2)

Kata Kunci : Implementasi, PDPM GERBANG UTAMA

(3)

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung Ismanto, S.Sos., MM (Pembimbing 1) dan Titi Stiawati S.Sos., M.Si (Pembimbing 2)

keywords : Implementation, PDPM GERBANG UTAMA

(4)
(5)
(6)
(7)

i

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat

dan inayah-Nya, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi

yang berjudul Implementasi Program Daerah Pembertdayaan Masyarakat dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di

Kabupaten Serang tanpa menemukan hambatan dan kesulitan yang berarti.

Dalam skripsi ini penulis berusaha menyampaikan beberapa hal mengenai

deskripsi beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian, landasan

teori, dan metode penelitian yang tertuang dalam proposal skripsi ini. Ucapan

terimakasih juga peneliti sampaikan kepada pihak yang telah memberikan arahan,

bimbingan, pelajaran, serta motivasi dan dukungan dalam upaya penyusunan

proposal skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan

Ageng Tirtayasa.

2. DR. Agus Sjafari S.Sos M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3. Rahmawati, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu

(8)

ii

7. Gandung Ismanto, S.Sos., MM selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang

selalu membimbing, memberikan ilmunya, memotivasi penulis serta

membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

Terimakasih atas ilmu dan bantuannya.

8. Titi Stiawati, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang

selalu membimbing, memberikan ilmunya, serta memotivasi penulis

dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Terimakasih atas ilmu dan

bantuannya.

9. Anis Fuad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis dari awal hingga akhir.

10.Semua Dosen dan Staff Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali

penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

11.Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan

(BKBPMP) Kabupaten Serang yang telah memberikan data dan informasi

kepada peneliti.

12.Pelaksana Program PDPM GERBANG UTAMA yang telah memberikan

(9)

iii

14.Sahabat-sahabatku yang selalu mendukung yaitu Ngebet lulus, Scima,

Angels, dan sahabat yang sering menemani saat penelitian yaitu Glen,

Rahma, Andam, adiku Lita dan teman-teman seperjuangan Administrasi

Negara angkatan 2012. Semoga kami semua dapat berjuang dan sukses

bersama.

Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini terdapat kekurangan. Oleh

karena itu peneliti mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat

membangun. Penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam

proposal skripsi ini terjadi kesalahpahaman yang kurang berkenan selama penulis

melakukan penelitian. Terimakasih.

Serang, Juni 2017

(10)

iv LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 19

1.3 Batasan Masalah ... 19

1.4 Rumusan Masalah ... 19

1.5 Tujuan Penelitian ... 19

1.6 Manfaat Penelitian ... 20

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 22

2.1.1 kebijakan Publik ... 22

(11)

v

Van Horn ... 32

2.1.3 Konsep Kemiskinan ... 34

2.1.4 Konsep Pemberdayaan ... 36

2.1.5 Konsep Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) .... 38

2.1.5.1 Tujuan PDPM GERBANG UTAMA ... 40

2.1.5.2 Keluaran Program ... 41

2.1.5.3 Prinsip Dasar PDPM GERBANG UTAMA ... 41

2.1.5.4 Sasaran PDPM GERBANG UTAMA ... 42

2.1.5.5 Pendanaan ... 43

2.1.5.6 Ketentuan Dasar PDPM GERBANG UTAMA ... 44

2.1.5.7 Peran Pelaksana PDPM GERBANG UTAMA ... 48

2.2 Penelitian Terdahulu ... 58

2.3 Kerangka Berfikir ... 59

2.4 Asumsi Dasar ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 62

3.2 Fokus Penelitian ... 64

(12)

vi

3.5 Instrumen Penelitian ... 69

3.6 Informan Penelitian ... 70

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.7.1 Observasi ... 73

3.7.2 Wawancara ... 75

3.7.2.1 Macam-macam wawancara dalam penelitia kualitatif ... 75

3.7.3 Studi Dokumentasi ... 79

3.8 Teknik Analisis Data dan Uji Keabsahan Data ... 80

3.8.1 Teknik Analisis Data ... 80

3.8.2 Uji Keabsahan Data ... 83

3.9 Jadwal Penelitian ... 85

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 87

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang ... 87

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Baros ... 88

4.2. Deskripsi Data ... 89

4.2.1. Data Informan Penelitian ... 92

(13)

vii

4.5.2 Sumber Daya ... 111

4.5.3 Karakteristik agen pelaksana ... 121

4.5.4 Sikap/ Kecenderungan (Disposisi) para Implementor ... 124

4.5.5 Komunikasi antar organisasi ... 129

4.5.6 Lingkungan ekonomi, social dan politik ... 134

4.6 Pembahasan ... 139

4.6.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ... 141

4.6.2 Sumberdaya ... 149

4.6.3 Karakteristik agen pelaksana ... 152

4.6.4 Sikap/ kecenderungan (disposisi) para implementor ... 153

4.6.5 Komunikasi antar organisasi ... 154

4.6.6 Lingkungan Ekonomi, sosial dan politik ... 155

4.7 Temuan Lapangan ... 156

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Saran ... 162

(14)

viii

Tabel 1.2 Daftar Fasilitator Kabupaten dan Kecamatan PDPM – GU ... 14

Tabel 3.4.2 Definisi Operasional ... 69

Tabel 3.6 Data Informan ... 73

Tabel 3.7.2.1 Pedoman Wawancara ... 77

(15)

ix

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir ... 62

(16)

x

Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Kemiskinan terus menjadi fenomena sepanjang sejarah Indonesia.

Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam

pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya

tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik,

kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan

tehadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah

kemiskinan membuat rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan

secara terbatas. Permasalahan kemiskinan membutuhkan keterlibatan semua

pihak secara bersama dan terkoordinasi agar cita-cita kesejahteraan dapat

tercapai dengan lebih dinamis.Hal ini sesuai denga Peraturan Presiden Nomor

15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan.

Kemiskinan sering dianalogkan dengan semua sifat kekurangan dan

ketidakberdayaan. Analog ini mengakibatkan definisi kemiskinan menjadi

sangat luas sehingga sulit untuk memahaminya dan kesulitan untuk

menentukan langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk menanggulangi

kemiskinan. Kemiskinan dapat didefinisikan dalam berbagai versi. Ada

batasan sederhana yang mengkaitkan kemiskinan dengan standar minimal

yang dihitung berdasarkan pendapatan (income based poverty line). Mereka

(18)

kelompok sosial lainnya yang memperoleh pendapatan dibawah standar

minimal. Batasan ini mengabaikan sumber daya tunai (non cash) yang tersedia

di masyarakat dan sulit digunakan dalam situasi setempat yang terbatas

(Soedijanto Padmowihardjo, 2004).

Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa,

yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu pangan, sandang,

papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketentraman

hidup.Pembangunan negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Garis

Besar Haluan Negara (GBHN) bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

yang adil dan makmur merata dalam materiil dan spiritual berdasarkan

pancasila.Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembangunan di segala

bidang pun harus dilakukan.

Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Nomor 25

Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.Adapun

bentuk pembangunan akan selalu diartikan mengandung unsur proses dan

adanya suatu perubahan yang direncanakan untuk mencapai kemajuan

masyarakat. Karena ditujukan untuk masyarakat, itulah maka sewajarnya

masyarakatlah sebagai pemilik kegiatan pembangunan.Hal ini dimaksudkan

supaya perubahan yang hendak dituju adalah perubahan yang diketahui dan

sebenarnya yang dikehendaki oleh masyarakat.Pemberdayaan masyarakat

adalah sebagai alternatif dari pembangunan masyarakat.

Hal tersebut membuat pemerintah semakin intensif menggulirkan

(19)

Pemerintah berperan dominan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan

program. Dalam hal ini pemerintah perlu membimbing dan memberi

pengarahan kepada masyarakat sampai masyarakat dinilai mampu, karena

seperti yang kita ketahui lemahnya tingkat pendidikan masyarakat miskin

mengakibatkan sulitnya untuk menerima bimbingan dan arahan. Maka dari itu

pemerintah juga harus melakukan pengawasan setiap bulannya. Agar program

yang pemerintah buat menjadi tepat sasaran dan terimplementasi dengan baik.

Dalam hal ini perlu ada kesiapan masyarakat dalam menerima program untuk

perubahan itu. Untuk itu masyarakat perlu terlibat sejak perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi hingga pemanfaatannya.Sehingga program

pemberdayaan yang dijalankan dapat memberdayakan masyarakat bukan

memperdayakan masyarakat.

Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok

rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam

(a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat,

melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;

(b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat

meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa

yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto : 2005).

Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi sosial

(20)

tidak mampu dan tidak tahu dalam hal pengembangan usaha.Ketidakmampuan

dan ketidaktahuan mengakibatkan produktivitas mereka rendah.Pemberdayaan

masyarakat tersebut harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan,

dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalah sesuai dengan

kebutuhannya.Agar pemberdayaan masyarakat tersebut efektif sesuai dengan

kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan masyarakat

miskin.Selain itu sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan

pengalaman dalam merancang, mengelola, melaksanakan dan

mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan

ekonominya.Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya

banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari

informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan usaha.

Peran Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pun

semakin terlihat ketika Pemerintah meluncurkan program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007 yang

dinyatakan dengan keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang

Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Melalui program

tersebut dirumuskan kembali dirumuskan kembali mekanisme upaya

penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan dan evaluasi.. Melalui proses

pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat,

(21)

dapat ditumbuh kembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai objek

melainkan sekaligus sebagai upaya penanggulangan kemiskinan tersebut.

Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah penyanggah Ibukota

Negara yang banyak memiliki potensi untuk pembangunan.Pembangunan di

berbagai sektor tentunya harus diimbangi dengan pemenuhan hak-hak

masyarakat.Penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai

program berbasis pemberdayaan masyarakat, karena kemiskinan merupakan

permasalahan bangsa yang mendesak.Yang menjadi sumber masalah tidak

terangkatnya masyarakat lapisan bawah adalah faktor utama ketidakberdayaan

maka pendekatan yang kemudian banyak digunakan oleh perspektif ini adalah

pemberdayaan masyarakat, Ketidakberdayaan tersebut diwujudkan dalam

bentuk kurangnya wewenang masyarakat dalam pengambilan keputusan dan

kurangnya kapasitas untuk mengelola pembangunan secara mandiri..Dalam

hal ini pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebagai pemberdayaan yang

hanya sekedar pemenuhan kebutuhan manusia.Pemberdayaan masyarakat

lebih diartikan sebagai upaya menjadikan manusia sebagai sumber, pelaku dan

yang menikmati hasil pembangunan. Dengan kata lain pembangunan dari,

oleh dan untuk masyarakat.

Kabupaten Serang sama dengan daerah lain memiliki persoalan

kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga

pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan

antar wilayah. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya

(22)

menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang

berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang benar harus memadukan

aspek-aspek penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang tahun 2015,

ada 29.423 rumah tangga miskin, kemudian jumlah rumah tangga hampir

miskin sebanyak 29.424 rumah tangga miskin, sedangkan rumah tangga

sangat miskin sebanyak 12..860. sementara untuk kategori rumah tangga

miskin berdasarkan individu, yakni individu miskin berjumlah 125 ribu jiwa,

jumlah individu hampir miskin berjumlah 146 ribu jiwa, dan jumlah individu

sangat miskin sebanyak 81 ribu jiwa (BPS, 2015).

Seiring dengan itu pada Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Serang

melaksanakan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

(PDPM-MPd) dilaksanakan di 15 kecamatan yang tidak mendapatkan bantuan

Program PNPM-MPd, sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan

dalam pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat

melalui mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana

masyarakat perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan

melaksanakan pembangunan di desa.

Dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah Daerah, penguatan

kelembagaan masyarakat, keberlanjutan pendampingan masyarakat, integrasi

program dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, maka Tahun

2015 Pemerintah Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah

(23)

(PDPMGERBANG UTAMA) sesuai dengan Peraturan Bupati Serang Nomor

7 tahun 2015 tentang Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM Gerbang Utama) adalah

program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan

berkelanjutan, sebagai reflikasi dari PNPM MPd yang selama ini pelaksanaan

di Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah Pemberdayaan

Masyarakat Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG

UTAMA) sebagai kelanjutan dari kebijakan pemerintah sebelumnya melalui

PNPM MPd yang dihentikan secara mendadak melalui surat Dirjen PMD

Tanggal 29 Desember Tahun 2014.

Konsep pemberdayaan masyarakat berpihak kepada lapisan

masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Permasalahan yang

dihadapi oleh masyarakat sebagian besar diakibatkan oleh kesenjangan

terhadap akses modal, prasarana, informasi pengetahuan, teknologi

keterampilan, ditambah oleh kemampuan sumber daya manusia, serta kegiatan

ekonomi lokal yang tidak kompetitif menunjang pendapatan masyarakat.selain

itu lembaga pemerintah belum optimal dalam meyalurkan dan

mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan

produktivitas yang mampu memberi nilai tambah usaha masyarakat Miskin.

Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Serang

dikarenakan Kabupaten Serang adalah satu-satunya kabupaten di Provinsi

(24)

Sejalan dengan Visi PNPM MPd maka visi PDPM GERBANG

UTAMA adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat

miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar

masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk

memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses

sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut

untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PDPM GERBANG UTAMA

adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2)

pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan

peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana

sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; serta (5) pengembangan jaringan

kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka melaksanakan visi dan misi PDPM GERBANG

UTAMA, strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin

(RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan

partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Dari

visi, misi, dan strategi maka Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)

berupaya menggarisbawahi pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan

yang dipilih yaitu menuntaskan tahapan pelembagaan sistem pembangunan

partisipatif, setelah tahapan inisiasi dan internalisasitelah selesai dilakukan

(25)

PDPM Gerbang Utama memiliki nilai-nilai dasar yang selalu menjadi

landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan

yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PDPM Gerbang

Utama. Nilai-nilai tersebut adalah :

1. Bertumpu pada pembangunan manusia

2. Otonomi

3. Desentralisasi

4. Berorientasi pada masyarakat miskin

5. Partisipasi

6. Kesetaraan dan keadilan gender

7. Demokratis

8. Transparansi dan akuntabel

9. Prioritas

10.Keberlanjutan

Alokasi anggaran Program PDPM Gerbang Utama yang perencanaannya

dintegrasikan dan disinergikan dengan perencanaan reguler SKPD pada Tahun

2015, yaitu sebesar Rp. 18.175.000.000.- (Delapan Belas Milyar Seratus Tujuh

Puluh Lima Juta Rupiah) yang bersumber dari APBD Kabupaten Serang

dialokasikan untuk 29 kecamatan yang direalisasikan pada 25% untuk Kegiatan

Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dan 75% untuk Kegiatan sarana dan

Prasarana. Berikut kriteria dan jenis kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat

diperlakukan sama. Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan

(26)

a. Diutamakan lokasi desa tertinggal

b. Lebih bermanfaat bagi RTM,

c. Berdampaklangsung dalam peningkatan kesejahteraan

d. Dapat dikerjakan oleh masyarakat,

e. Didukung oleh sumber daya yang ada,

f. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan.

Besaran dana BLM disesuaikan dengan Alokasi pada masing-masing

Kecamatan ditetapkan berdasarkan tingkat kemiskinan di masing-masing

Kecamatan dan Desa serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah

sehingga jumlah penyaluran disetiap kecamatan berbeda.

Setelah peneliti melakukan observasi awal mengenai Program Daerah

Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat (PDPM

GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang, dan berdasarkan wawancara awal

peneliti dengan beberapa pihak terkait, maka terdapat beberapa masalah dalam

realisasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan

Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang, antara

lain sebagai berikut.

Pertama, kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam pengembalian dana

Simpan Piinjam Perempuan (SPP). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara pada

Hari Senin, 15 Februari 2016 pukul 14.00 WIB dengan Pak Usep dadang, usia 44

Tahun selaku fasilitator Kabupaten Kegiatan PDPM GERBANG UTAMA

Kabupaten Serang. pada pelaksanaannya program daerah ini juga bertujuan untuk

(27)

diantara asset tersebut adalah adanya dana perguliran kelompok SPP yang pada

pelaksanaannya menerapkan sanksi lokal kepada desa-desa partisipan dengan cara

menentukan batas minimal pengembalian tiap tiap desa di tingkat kecamatan,

sehingga dengan diberlakukannya sanksi yang sama pada penyelenggaraan

program PDPM GU ini tidak semua desa dapat berpartisipasi karena tingkat

pengembalian SPP di desa masih rendah. Dalam hal ini masih ada paradigma

lama yang beranggapan bahwa dana dari pemerintah tidak usah dikembalikan.

Desa yang tingkat pengembalian SPP nya tidak mencapai batas minimal

sanksi lokal sehingga terancam tidak dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan

PDPM-GU, berupaya untuk membayar kekurangannya dengan menggunakan

dana talangan dan pembayarannya disinyalir menggunakan sebagaian dana

sarpras sehingga berdampak terhadap penurunan kualitas.Adanya ketidak tegasan

dalam penerapan sanksi lokal oleh Pemerintah Desa, sehingga desa dengan

tingkat pengembalian SPP rendah/tidak memenuhi syarat minimal sanksi lokal

tetap dapat mengikuti MAD Prioritas dan MAD Penetapan Usulan, sehingga pada

pelaksanaannya terhambat oleh janji-janji Pemerintah Desa (Kades) yang tidak

direalisasikan, janji tersebut antara lain seperti :Berjanji akan

mengupayakan/mendorong kelompok SPP yang menunggak membayar sampai

dengan batas MAD Prioritas dan berlanjut minta kebijakan sampai MAD

Pendanaan dan setelah diberikan kesempatan tetap tidak merealisasikannya.

(28)

Tabel 1.1 Data Pengembalian SPP

NO Kecamatan Aset Dana Bergulir

Dana

Mengendap pinjaman Tunggakan

(29)

21 Pulo Ampel

2,852,997,500 791,168,000 84%

29 Lebak Wangi

41,231,188

11,856,703 29,237,000 19,530,000 78% (Sumber : BKBPMP, 2016)

Dari data table diatas dapat dilihat bahwa kecamatan Baros yang memiliki

tunggakan persentase pembayaran SPP paling rendah sedangkan kecamatan

Cikeusal sebaliknya yaitu memiliki tunggakan persentase pembayaran SPP paling

tinggi diantara kecamatan lainnya di Kabupaten Serang.

Kedua, kurangnya kemampuan masyarakat dalam hal pelaporan

administrasi. Hal ini dapat dilihat pada hasil wawacara pada Hari Senin, 15

Februari 2016 Pukul 14.00 WIB dengan Pak Usep dadang, Usia 44 Tahun

(Fasilitator Kabupaten Kegiatan PDPM GERBANG UTAMA Kabupaten Serang)

mengemukakan adanya keterlambatan dalam penyusunan Laporan

Penanggungjawaban Dana (LPD). Hal ini dikarenakan pergantian tim pelaksana

kegiatan di tingkat Desa (Kader Pemberdayaan Masyarakat) karena pergantian

Kepala Desa. Akibatnya pergantian pelaksana kegiatan yang baru kurang

(30)

disosialisasikan kepada pelaksana kegiatan yang lama (Usep dadang, 15 Februari

2016).

Ketiga, Sumber Daya masih kurang memadai baik Sumberdaya Mausia

ataupun Sumberdaya Lokal dalam pelaksanaan kegiatan.Pada saat itu peneliti

mengikuti kegiatan laporan Tahunan yang dilaksanakan pada tanggal 24

februarydi Rumah makan taktakan. Masyarakat mengeluhkan masih ada

Kecamatan yang tidak ada Fasilitator Teknik (FT)yang mengakibatkan

terlambatnya proses pelaksanaan. Sedangkan menurut Panduan Teknis

Operasional (PTO) PDPM GERBANG UTAMAdi setiap Kecamatan lokasi

PDPM GERBANG UTAMA ditugaskan 2 (Dua) orang pendamping yaitu

Fasilitator Pemberdayaan (FK) dan Fasilitator Teknik (FT).hal ini dapat dilihat

(31)
(32)
(33)

47

Dari data table diatas Kecamatan Baros tidak mempunyai Fasilitator yang

lengkap, yait tidak terdapat fasilitator teknik. Sedangkan kecamatan Cikeusal

memiliki Fasilitator kegiatan dan fasilitator teknik yang lengkap.

Juga keterbatasan Sumber Daya Lokal, peneliti melakukan wawancara

kepada Pak Edi, Usia 46 Tahun (Kasi Pemerintahan Desa Kecamatan Baros) pada

Hari Selasa, 23 Februari 2015.Ketersedian material mengakibatkan terlambatnya

droping Material dan Pemberlian Material harus dari luar. Menurut Panduan

Teknis Operasional (PTO) PDPM GERBANG UTAMA dalam Peraturan Bupati

Nomor 07 Tahun 2015 terdapat tujuan salah satunya adalah Melembagakan

pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya

lokal. Namun pada kenyataannya keterbatasan Sumber Daya Alam di desa-desa

(34)

Keempat, keterlambatan dalam pencairan dana BLM. Seperti yang

dikatakan oleh Ibu Epon, Usia 50 Tahun (Kabid BKBPMP) Kabupaten Serang,

pada Hari, Jumat 19 Februari pukul 11.00 WIBKeterlambatan dikarenakan dana

APBD Murni untuk PDPM GERBANG UTAMA dipakai untuk dana Desa

sehingga dana untuk program PDPM GERBANG UTAMA yang ditargetkan pada

Bulan April 2015 cair di APBD perubahan melalui dua tahap yaitu pada bulan

November dan Desember. Bulan Agustus 2015 progres tahapan pelaksanaan

PDPM Gerbang Utama seharusnya telah masuk pada tahapan pelaksanaan akan

tetapi menjadi stagnan karena harus menunggu ditetapkannya APBD Perubahan

Tahun 2015 yang menjadi sumber BLM PDPM-GU TA. 2015 pengganti BLM

alokasi APBD Murni yang terpakai untuk pemenuhan kekurangan alokasi dana

desa sebagai implementasi kebijakan UU Desa Tahun 2014.

Kelima, terdapat kegiatan sarana prasarana yang kualitasnya kurang bagus.

Pekerjaan fisik tidak sesuai dengan design perencanaan akhirnya harus dibongkar

dan memerlukan dana lebih. Berdasarkan laporan evaluasi tahunan Program

Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat

yang sesuai sertifikasi kegiatan sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan

perencanaan, dari 29 Kecamatan yang terdiri dari 259 desa terdapat 90 desa yang

pembagunan sarana dan prasarananya tidak sesuai dengan perencanaan.

Dari beberapa permasalahan diatas, maka peneliti ingin mengetahui

Implementasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan

Pembangunan Untuk Masyarakat) di Kabupaten Serang” (studi kasus

(35)

1.2Identifikasi Masalah

Dilihat dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti

mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam pengembalian dana

Simpan Pinjam Perempuan (SPP)

2. kurangnya kemampuan masyarakat dalam hal pelaporan administrasi

3. Sumber Daya Kurang memadai

4. Keterlambatan dalam pencairan dana

5. kegiatan sarana prasarana yang kualitasnya kurang bagus

1.3Batasan Masalah

Supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, Dalam

penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada aspek yang

berkaitan dengan Implementasi Program daerah Pemberdayaan Masyarakat Dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA di

Kabupaten serang.

1.4Rumusan Masalah

Bagaimana Implementasi Program daerah Pemberdayaan Masyarakat dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di

Kabupaten Serang?

1.5Tujuan Penelitian

Sesuai dengan Latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan

(36)

Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM

GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang.

1.6Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:

a) Manfaat Teoritis

1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan bagi perkembangan ilmu administrasi negara khususnya

mengenai implementasi kebijakan publik.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang

lainnya.

b) Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Serang melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah

dalam pelaksanaan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan

Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG

UTAMA) di Kabupaten Serang.

2. Diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan dan

penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama

mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Admnistrasi Negara

(37)

3. Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada

Program Studi Ilmu Administrasi negara Fakultas Ilmu Sosial dan

(38)

22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI

DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan beberapa

istilah yag berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk itu pada bab ini peneliti

menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah dalam penelitian. Teori

yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya teori kebijakan publik, teori

implementasi, teori kemiskinan, teori pemberdayaan masyarakat.Dalam penelitian

kualitatif, teori digunakan sebagai indikator pedoman wawancara, sehingga

memudahka peneliti untuk mendapatkan informasi di lapangan. Teori bagi

peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks

sosial secara lebih luas dan mendalam. (Sugiyono, 2009: 47).

2.1.1 Kebijakan Publik

Eystone (1971) dalam Wahab (2012: 13) yang merumuskan dengan

pendek bahwa kebijakan publik ialah antar hubungan yang berlangsung diantara

unit/ satuan pemerintah dengan lingkungannya.

Demikian pula definisi dari Wilson (2006) dalam Wahab (2012 : 13) yang

merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:

(39)

Definisi lain yang tak kalah luasnya, dikemukakan oleh Thomas R. Dye

(1978) dalam Wahab (2012 : 14) yang menyatakan bahwa kebijaka publik ialah

“whatever governments choose to do or not to do”.

Pakar Ingrris, W.I. Jenkins (1978) dalam Wahab (2012 : 15) merumuskan

kebijakan publik sebagai berikut:

“serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari pada aktor tersebut”.

Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981) dalam Wahab (201 :

15) telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang

mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi

sebagian besar warga masyarakat).

Pakar Prancis, Lemieux (1995) dalam Wahab (2012 : 15), merumuskan

kebijakan publik sebagai berikut:

“Produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan

masalah-masalah publik yang terjadi dilingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktifitas itu berlangsung sepanjang waktu”.

Nugroho dalam bukunya yang berjudul kebijakan publik: Formulasi,

Implementasi dan Evaluasi (2003 : 54), mengatakan bahwa hal-hal yang

diputuskan oleh pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Untuk itu,

kebijakan publik tidak harus selalu berupa perundang-undangan, namun bisa

berupa peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati.

Secara sederhana dapat dikatakan oleh Nugroho dalam bukunya Public

(40)

“kebijakan publik adalah “setiap keputusan yang dibuat oleh Negara,

sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari Negara. Kebijakan publik adlah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarkaat yang dicita-citakan.”

Dari perbincangan tentang definisi kebijakan publik diatas, kebijakan

publik adalah tindakan yang diambil oleh pemerintah dengan tujuan

menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.kini kita menyadari

bahwa semua pembuatan kebijakan publik itu akan selalu melibatkan pemerintah,

dan masyarakat.

2.1.1.1 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena

itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik

membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.

Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita didalam mengaji

kebijakan publik (Charles Lindblom : 1986).

Namun demikian, bebrapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan

urutan yang berbeda. Seperti misalnya tap penilaian kebijakan seperti yang

tercantum dalam bagan dibawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses

kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan

kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan ( William Dunn : 1999).

Tahap-tahap kebijakan Publik adalah sebagai berikut :

(41)

mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi focus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

Gambar 2.1.1.1 Tahap-tahap Kebijakan Publik kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan Masalah-masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/ policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusa kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dpaat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan maslah terbaik.

3. Tahap adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

(42)

kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementators), namun beberapa yag lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Tahap evaluasi kebijakan. Pada tahap ini kebijakan yang telah

dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijaka yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasaranya dibuat untuk meraih dampak yang diiinginkan. Dalam hal ini memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan pubik telah meraih dampak yang diinginkan.

2.1.2 Implementasi Kebijakan

Suatu kebijakan publik bukan hanya proses formulasi dan melegitimasi

kebijakan saja, tetapi terkait dengan implementasi dan evaluasinya. Sebaik apapun

suatu substansi kebijakan publik yang dibuat atau diformulasikan, tidak akan

berguna jika tidak terimplementasikan dengan baik dan suskes.

Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang digunakan

untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Perlu kiranya disadari bahwa

mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami

apa yang senyatanya terjadi setelah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni

peristiwa dan kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik.

Menurut Gordon dalam Pasolong (208 :58) :

(43)

pembayaran-pembayaran. Atau dengan kata lain implementasi merupakan tahap realisasi tujuan-tujuan program”.

Implementasi menurut teori Jones (1078) dalam Mulyadi (2015: 45)

proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya).

Implementasi kebijakan menurut Udoji (1981) dalam Wahab (2012 : 126):

“implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin

jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yag tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dapat diimplementasikan”

Pengertian implementasi menurut Grindle (1980) dalam Haedar, Akib;

Antonius menyatakan:

“implementasi merupakan proses umum tindakan administrative yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Grindle (1980: 7) menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran”.

Sementara itu, Grindle dalam Budi Winarno (2014 : 149) juga

memberikan pandangannya tentang Implementasi kebijakan dengan mengatakan

bahwa secara umum tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya “a policy delivery system” dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.”

Sedangkan Van meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005 : 102)

merumuskan implementasi kebijakan publik sebagai

“tindakan-tindakan yang dilakukan oleh badan publik yang diarahkan

(44)

Lester dan Stewart dalam Winarno (2014 : 147)

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undag-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerjabersama-sama untuk menjalankan kebijakanatau program-program.”

Ibid dalam Winarno (2014 : 147) Implementasi pada sisi lain merupakan

“Fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).”

Ripley dan Franklin dalam Winarno (2014 : 148) berpendapat bahwa

“Implementasi adalah apa yag terjadi setelah undang-undang ditetapkan

yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (Tangible output).Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program da hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.”

Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwa

“Implementasi kebijakan sebagai: “Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya.Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang”.

Mazmanian dan Sabatierdalam Agustino (2006:139)

“Implementasi kebijakan adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

Dari beberapa definisi teori implementasi menurut para ahli diatas

(45)

dari suatu program atau kebijakan untuk mewujudkan tujuan dari program atau

kebijakan tersebut. implementasi kebijakan menyangkut (minimal) tiga hal yaitu:

(1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, (2) adanya aktifitas atau kegiatan

pencapaian tujuan dan (3) adanya hasil kegiatan.

2.1.2.1Model-model Implementasi Kebijakan Publik A. Model Merilee S. Grindle (1980)

Keberhasilan imlementasi menurut Merilee S. Grindle dalam Nugroho

(2006:634) dipengaruhi oleh isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan

kebijakan (content of implementation).Ide dasarnya adalah bahwa setelah

kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan

dilakukan.Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari

kebijakan tersebut.

Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; 2. Jenis manfaat yang dihasilkan;

3. Derajat perubahan yang diinginkan; 4. Kedudukan pembuat kebijakan; 5. Siapa pelaksana program; 6. Sumber daya yang dikerahkan.

Sedangkan lingkungan kebijakan (content of implementation) mencakup :

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; 2. Karakteristik lembaga dan penguasa;

3. Kepatuhan dan daya tanggap;

Namun demikian, jika dicermati model Grindle dapat dipahami bahwa

keunikan model ini terletak pada pemahamannya yang komprehensif akan konteks

kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima

(46)

B. Model George C. Edward III (1980)

Selanjutnya George C. Edward III dalam Subarsono (2005)

mengemukakan bebrapa 4 (empat) variable yang mempengaruhi implementasi

kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.

Keempat variable tersebut saling berhubungan satu sama lain.

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial.Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik sepertiapa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

4. Struktur Birokrasi

(47)

C. Model Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier (1983)

Selanjutnya Mazmanian dan Sebatier dalam Subarsono (2005)

menjelaskan bahwa ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan

implementasi, yakni:

1. Karakteristik dari masalah (Tractability of the problems), indikatornya:

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran;

c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

2. Karakteristik kebijakan / undang-undang (ability of statute to structure

implementation), indikatornya :

a. Kejelasan isi kebijakan;

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis; c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan

tersebut;

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana;

e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan;

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan;

3. Variable lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)

indikatornya :

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi;

b. Dukungan public terhadap sebuah kebijakan; c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups);

d. Tingkat komitmen dan keterampilan dan keterampilan dari aparat dan implementor.

D. Model Donald S. Van Meter dan Carl E.Van Horn

Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005) menjelaskan bahwa ada

(48)

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standard an sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang menyebabkan terjadinya konflik diantara para agen implementasi.

2. Sumber daya

Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya manusia maupun maupun sumber daya non manusia

3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang diinginkan

4. Karakteristik agen pelaksana

Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memeberikan dukungan bagi implementasi kebijakan.Termasuk didalamnyakarakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elite politik mendukung implementais kebijakan.

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung ekonomi keberhasilan implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :

a. Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;

c. Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh impelementor.

2.1.2.2 Implementasi kebijakan publik model Donald Van Metter dan Van Horn

Implementasi kebijakan publik model Donald van Metter dan van Horn

yaitu model pendekatan top-down yang disebut dengan A model of the policy

implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstrak performanis

suatu implementasi kebijakan pada dasarnya secra sengaja dilakukan untuk

meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung

(49)

kebijaka secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksanaan, dan

Kinerja implementasi kebijaka dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya.Jika ukuran da tujuan dari kebijakan memang realistis da soiso-kultur yang mengada dilevel pelaksanaan kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijaka terlalu utopisi untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titiik yang dapat dikatakan berhasil.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijaka sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang pentin dalam menentukan suatu eberhasilan proses implementasi. Tetpi diluar Sumber Daya Manusia (SDM), sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: sumberdaya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka akan menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijaka publik. Demikian pula halnya dengan Sumberdaya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sagat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.

4. Sikap atau kecenderungan (Dispotition) para pelaku

(50)

yang akan implementor pelaksana kebijakan “dari atas” (topdown) yang sagat mungkin para pengambil keputusan tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutha, keinginan atau permasalahan warga yang ingin diselesaikan warga.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksanaan

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sagat kecil untuk terjadi dan begitupula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik

Hal terakhir yang juga harus diperhatikan guna menilai kinerja implementais kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter da Van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yag tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk pengimplementasian kebijaka harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Teori Van Metter dan Van Horn ini merupakan kebijakan yang dilakukan

dan diputuskan tetap oleh para pembuat kebijakan dan dilakukan dengan sengaja

untuk mengukur kinerja implementasi yag tinggi dengan memperhatikan dan

mempertmbangkan keenam variabel diatas. Cara ini baik jika menjadi acuan tapi

pada dasarnyajika haya untuk mengukur implementasi masih ada keraguan

terhadap suatu tujua karena yang harus dipegang oleh para pelaku kebijakan

adalah tujuan tersebut.Selain itu mencegah terjadinya pelanggaran da

meminimalisisr konflik karena semuanya berpgenag pada tujuan.

2.1.3 Konsep Kemiskinan

Dalam setiap penanganan kemiskinan di Indonesia sering kali pemerintah

(51)

tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu program untuk mengatasi masalah

kemiskinan yaitu Program daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan

Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di Kabupaten

Serang, yang diharapkan sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan

dalam pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui

mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana masyarakat

perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan

pembangunan di desa.

Menurut Seabrook (2002 : 20) mendefiniskan kemiskinan ialah “Suatu

keadaan kekurangan yang absolute dimana tidak adanya suatu kebutuhan pokok

yag menunjang untuk kebutuhan hidup”

Bappenas dalam sahdan (2005 : 02) mendefinisikan kemiskinan sebagai

berikut:

“kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk memepertahankan da mempertimbangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik bagi perempuan maupun laki-laki.

Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan “kemiskinan

adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan

untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.”

Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial

(2002:3-4)“kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan

(52)

Solehatul Mustofa (2005) berpendapat :

“Kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan berpartisipasi dalam bermasyarakat secara ekonomi, sosial budaya dan politik. Pengertian ini melihat kemiskinan bersipat multidemensi yang mencakup kemiskinan insani dan martabat, konsep kemiskinan multidemensi melihat kemiskinan menjadi berapa katagori yaitu kemiskinan pendapatan, kesehatan, pendidikan, ketenaga kerjaan, ketimpangan struktur usaha, ketidakberdayaan, penyandang masalah kesejahtraan sosial, ketimpangan gender dan kesenjangan antar golongan dan wilayah.”

Effendi, (1993:201-204) mengemukakan :

“Definisi kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan

politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan

kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan

kesempatankesempatan meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik

kemiskinan diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan.”

Tinjauan yang sama dengan dengan penjelasan berbeda

dikemukakanNugroho dan Dahuri (2004:165-166)

“Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat.”

2.1.4 Konsep Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu

dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan

keadilan.Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu

(53)

Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok

rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)

memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),

dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas

dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau

sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan

pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka

perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan

keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005).

Menurut Hikmat (2006) menyatakan “Pemberdayaan diartikan sebagai

pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial,

kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.”

Sedangkan McArdle (1989) mengartikan

“Pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.”

Dari beberapa definisi pemberdayaan menurut para ahli diatas maka

pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat keberdayaan

kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami

masalah kemiskinan.maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang

(54)

2.1.5 konsep Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)

Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai

program berbasis pemberdayaan masyarakat, karena kemiskinan merupakan

permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah

penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh dalam

rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat secara layak

melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan

kehidupan yang bermartabat.

Seiring dengan itu pada Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Serang

melaksanakan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan

(PDPM-MPd) dilaksanakan di 15 kecamatan yang tidak mendapatkan bantuan

Program PNPM-MPd, sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan dalam

pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui

mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana masyarakat

perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan

pembangunan di desa.

Kabupaten Serang sama dengan daerah lain memiliki persoalan

kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga

pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan

antar wilayah. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan

dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Upaya untuk

(55)

berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang benar harus memadukan

aspek-aspek penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.

Dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah Daerah, penguatan

kelembagaan masyarakat, keberlanjutan pendampingan masyarakat, integrasi

program dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, maka Tahun

2015Pemerintah Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah

Pemberdayaan Masyarakat Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM

GERBANG UTAMA). PDPM Gerbang Utama adalah program untuk

mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan,

sebagai reflikasi dari PNPM MPd yang selama ini pelaksanaan di Kabupaten

Serang dinilai berhasil. Di antara keberhasilan PNPM MPd adalah penyediaan

lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan

efektivitas kegiatan serta menumbuhkan kolektivitas dan partisipasi masyarakat.

Sejalan dengan Visi PNPM MPd maka visi PDPM GERBANG UTAMA

adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan.

Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian

berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di

lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta

mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi

PDPM GERBANG UTAMA adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan

kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3)

(56)

kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; serta (5)

pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.

Dalam rangka melaksanakan visi dan misi PDPM GERBANG UTAMA,

strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM)

sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta

mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Dari visi, misi, dan strategi

maka PDPM GERBANG UTAMA berupaya menggarisbawahi pentingnya

pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih yaitu menuntaskan tahapan

pelembagaan sistem pembangunan partisipatif, setelah tahapan inisiasi dan

internalisasitelah selesai dilakukan oleh PPK dan PNPM MPd.

2.1.5.1Tujuan PDPM GERBANG UTAMA

Tujuan Umum PDPM GERBANG UTAMA adalah meningkatnya

kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan

mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan

pembangunan.

Tujuan khususnya meliputi:

a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan, b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan

mendayagunakan sumber daya lokal,

c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif,

d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat,

e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir,

f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerja Sama Antar Desa.

(57)

2.1.5.2KeluaranProgram

a. Terjadi peningkatan keterlibatan Rumah Tangga Miskin (RTM) dankelompok perempuan mulai perencanaan sampai dengan pelestarian,

b. Terlembagakannya sistem pembangunan partisipatif di desa dan antar desa,

c. Terjadi peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif,

d. Berfungsi dan bermanfaatnya hasil kegiatan PDPM GERBANG UTAMA bagi masyarakat,

e. Terlembaganya pengelolaan dana bergulir dalam peningkatan pelayanan sosial dasar dan ketersediaan akses ekonomi terhadap RTM, f. Terbentuk dan berkembangnya BKAD dalam pengelolaan

pembangunan,

g. Terjadi peningkatan peran serta dan kerja sama para pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.

2.1.5.3Prinsip Dasar PDPM GERBANG UTAMA

PDPM GERBANG UTAMA mempunyai prinsip ataunilai-nilai dasar

yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan

maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan

PDPM GERBANG UTAMA. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu

mendorong terwujudnya tujuan PDPM GERBANG UTAMA. Prinsip-prinsip itu

meliputi:

a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat lebih memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.

b. Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.

(58)

d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.

e. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam setiap tahapan proses, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian kegiatan dengan memberikan tenaga, pikiran, dana, waktu maupun barang. f. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan

keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik. g. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat

mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat. h. Transparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan

akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.

i. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.

j. Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.

2.1.5.4Sasaran PDPM GERBANG UTAMA a. Lokasi Sasaran :

Seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Serangyang selanjutnya

ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati serta lokasi penetapan desa

berdasarkan hasil pemrioritasan pada Musyawarah Antar Desa ditetapkan

dengan Surat Penetapan Camat (SPC)

b. Kelompok Sasaran :

1. Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan,

2. Kelembagaan masyarakat di perdesaan,

Gambar

Tabel 1.1 Data Pengembalian SPP
Tabel 1.2 DAFTAR
Gambar 2.1.1.1 Tahap-tahap Kebijakan Publik
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melewati perdebatan dan negosiasi yang cukup panjang, pada CoP 3 yang diadakan di Kyoto, jepang terbentuklah sebuah perangkat peraturan yang bernama Protokol Kyoto

Variabel persepsi keindahan alam, pendapatan, pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap besarnya nilai yang bersedia dibayarkan pengunjung wisata air Sungai Pleret

DM resistensi insulin ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah menetap yang disebabkan karena berkurangnya sensitivitas pada reseptor insulin, bukan karena

Masyarakat adalah warga dari suatu kampung yang memiliki jalan fikiran masing masing, dan tentunya mereka semua tidak sejalan, mungkin sebagian kelompok mudah untuk diajak

Rumusan masalah dalam penyusunan skripsi ini adalah bagaimanakah prosedur klaim yang dapat dilakukan oleh pengguna jasa pengiriman barang terhadap kerugian yang diakibatkan

Parasomnia merupakan perilaku tidur abnormal yang kadang-kadang terjadi pada usia lanjut yaitu kebingungan pada malam hari (nactural confusion), jalan sambil tidur, gangguan

Oleh karena itu orbit yang paling tepat untuk satelit komunikasi adalah Orbit Geostasioner, yaitu orbit dimana perioda orbitnya adalah selama 24 jam dan sejajar

Kedua, bahwa pemecahan masalah sangat penting bagi siswa seperti pendapat As’ari (1992, hlm. 22) bahwa pemecahan masalah merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam