MASYARAKAT (PDPM GERBANG UTAMA) DI
KECAMATAN BAROS
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh
Ulfah Fadilah
NIM. 6661120307
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung Ismanto, S.Sos., MM (Pembimbing 1) dan Titi Stiawati S.Sos., M.Si (Pembimbing 2)
Kata Kunci : Implementasi, PDPM GERBANG UTAMA
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Gandung Ismanto, S.Sos., MM (Pembimbing 1) dan Titi Stiawati S.Sos., M.Si (Pembimbing 2)
keywords : Implementation, PDPM GERBANG UTAMA
i
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat
dan inayah-Nya, Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi
yang berjudul Implementasi Program Daerah Pembertdayaan Masyarakat dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di
Kabupaten Serang tanpa menemukan hambatan dan kesulitan yang berarti.
Dalam skripsi ini penulis berusaha menyampaikan beberapa hal mengenai
deskripsi beberapa permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian, landasan
teori, dan metode penelitian yang tertuang dalam proposal skripsi ini. Ucapan
terimakasih juga peneliti sampaikan kepada pihak yang telah memberikan arahan,
bimbingan, pelajaran, serta motivasi dan dukungan dalam upaya penyusunan
proposal skripsi ini. Untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. DR. Agus Sjafari S.Sos M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
ii
7. Gandung Ismanto, S.Sos., MM selaku Dosen Pembimbing I Skripsi yang
selalu membimbing, memberikan ilmunya, memotivasi penulis serta
membimbing penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.
Terimakasih atas ilmu dan bantuannya.
8. Titi Stiawati, S.Sos., M.Si selaku Dosen Pembimbing II Skripsi yang
selalu membimbing, memberikan ilmunya, serta memotivasi penulis
dalam menyelesaikan proposal skripsi ini. Terimakasih atas ilmu dan
bantuannya.
9. Anis Fuad, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis dari awal hingga akhir.
10.Semua Dosen dan Staff Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali
penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
11.Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan
(BKBPMP) Kabupaten Serang yang telah memberikan data dan informasi
kepada peneliti.
12.Pelaksana Program PDPM GERBANG UTAMA yang telah memberikan
iii
14.Sahabat-sahabatku yang selalu mendukung yaitu Ngebet lulus, Scima,
Angels, dan sahabat yang sering menemani saat penelitian yaitu Glen,
Rahma, Andam, adiku Lita dan teman-teman seperjuangan Administrasi
Negara angkatan 2012. Semoga kami semua dapat berjuang dan sukses
bersama.
Peneliti menyadari bahwa proposal skripsi ini terdapat kekurangan. Oleh
karena itu peneliti mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun. Penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam
proposal skripsi ini terjadi kesalahpahaman yang kurang berkenan selama penulis
melakukan penelitian. Terimakasih.
Serang, Juni 2017
iv LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 19
1.3 Batasan Masalah ... 19
1.4 Rumusan Masalah ... 19
1.5 Tujuan Penelitian ... 19
1.6 Manfaat Penelitian ... 20
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 22
2.1.1 kebijakan Publik ... 22
v
Van Horn ... 32
2.1.3 Konsep Kemiskinan ... 34
2.1.4 Konsep Pemberdayaan ... 36
2.1.5 Konsep Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) .... 38
2.1.5.1 Tujuan PDPM GERBANG UTAMA ... 40
2.1.5.2 Keluaran Program ... 41
2.1.5.3 Prinsip Dasar PDPM GERBANG UTAMA ... 41
2.1.5.4 Sasaran PDPM GERBANG UTAMA ... 42
2.1.5.5 Pendanaan ... 43
2.1.5.6 Ketentuan Dasar PDPM GERBANG UTAMA ... 44
2.1.5.7 Peran Pelaksana PDPM GERBANG UTAMA ... 48
2.2 Penelitian Terdahulu ... 58
2.3 Kerangka Berfikir ... 59
2.4 Asumsi Dasar ... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 62
3.2 Fokus Penelitian ... 64
vi
3.5 Instrumen Penelitian ... 69
3.6 Informan Penelitian ... 70
3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 72
3.7.1 Observasi ... 73
3.7.2 Wawancara ... 75
3.7.2.1 Macam-macam wawancara dalam penelitia kualitatif ... 75
3.7.3 Studi Dokumentasi ... 79
3.8 Teknik Analisis Data dan Uji Keabsahan Data ... 80
3.8.1 Teknik Analisis Data ... 80
3.8.2 Uji Keabsahan Data ... 83
3.9 Jadwal Penelitian ... 85
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 87
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Serang ... 87
4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Baros ... 88
4.2. Deskripsi Data ... 89
4.2.1. Data Informan Penelitian ... 92
vii
4.5.2 Sumber Daya ... 111
4.5.3 Karakteristik agen pelaksana ... 121
4.5.4 Sikap/ Kecenderungan (Disposisi) para Implementor ... 124
4.5.5 Komunikasi antar organisasi ... 129
4.5.6 Lingkungan ekonomi, social dan politik ... 134
4.6 Pembahasan ... 139
4.6.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ... 141
4.6.2 Sumberdaya ... 149
4.6.3 Karakteristik agen pelaksana ... 152
4.6.4 Sikap/ kecenderungan (disposisi) para implementor ... 153
4.6.5 Komunikasi antar organisasi ... 154
4.6.6 Lingkungan Ekonomi, sosial dan politik ... 155
4.7 Temuan Lapangan ... 156
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 158
5.2 Saran ... 162
viii
Tabel 1.2 Daftar Fasilitator Kabupaten dan Kecamatan PDPM – GU ... 14
Tabel 3.4.2 Definisi Operasional ... 69
Tabel 3.6 Data Informan ... 73
Tabel 3.7.2.1 Pedoman Wawancara ... 77
ix
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir ... 62
x
Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Kemiskinan terus menjadi fenomena sepanjang sejarah Indonesia.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam
pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik,
kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan
tehadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah
kemiskinan membuat rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan
secara terbatas. Permasalahan kemiskinan membutuhkan keterlibatan semua
pihak secara bersama dan terkoordinasi agar cita-cita kesejahteraan dapat
tercapai dengan lebih dinamis.Hal ini sesuai denga Peraturan Presiden Nomor
15 Tahun 2010 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan.
Kemiskinan sering dianalogkan dengan semua sifat kekurangan dan
ketidakberdayaan. Analog ini mengakibatkan definisi kemiskinan menjadi
sangat luas sehingga sulit untuk memahaminya dan kesulitan untuk
menentukan langkah kebijakan yang perlu dilakukan untuk menanggulangi
kemiskinan. Kemiskinan dapat didefinisikan dalam berbagai versi. Ada
batasan sederhana yang mengkaitkan kemiskinan dengan standar minimal
yang dihitung berdasarkan pendapatan (income based poverty line). Mereka
kelompok sosial lainnya yang memperoleh pendapatan dibawah standar
minimal. Batasan ini mengabaikan sumber daya tunai (non cash) yang tersedia
di masyarakat dan sulit digunakan dalam situasi setempat yang terbatas
(Soedijanto Padmowihardjo, 2004).
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa,
yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu pangan, sandang,
papan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketentraman
hidup.Pembangunan negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat
yang adil dan makmur merata dalam materiil dan spiritual berdasarkan
pancasila.Untuk mencapai tujuan tersebut maka pembangunan di segala
bidang pun harus dilakukan.
Sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.Adapun
bentuk pembangunan akan selalu diartikan mengandung unsur proses dan
adanya suatu perubahan yang direncanakan untuk mencapai kemajuan
masyarakat. Karena ditujukan untuk masyarakat, itulah maka sewajarnya
masyarakatlah sebagai pemilik kegiatan pembangunan.Hal ini dimaksudkan
supaya perubahan yang hendak dituju adalah perubahan yang diketahui dan
sebenarnya yang dikehendaki oleh masyarakat.Pemberdayaan masyarakat
adalah sebagai alternatif dari pembangunan masyarakat.
Hal tersebut membuat pemerintah semakin intensif menggulirkan
Pemerintah berperan dominan sejak dari perencanaan hingga pelaksanaan
program. Dalam hal ini pemerintah perlu membimbing dan memberi
pengarahan kepada masyarakat sampai masyarakat dinilai mampu, karena
seperti yang kita ketahui lemahnya tingkat pendidikan masyarakat miskin
mengakibatkan sulitnya untuk menerima bimbingan dan arahan. Maka dari itu
pemerintah juga harus melakukan pengawasan setiap bulannya. Agar program
yang pemerintah buat menjadi tepat sasaran dan terimplementasi dengan baik.
Dalam hal ini perlu ada kesiapan masyarakat dalam menerima program untuk
perubahan itu. Untuk itu masyarakat perlu terlibat sejak perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi hingga pemanfaatannya.Sehingga program
pemberdayaan yang dijalankan dapat memberdayakan masyarakat bukan
memperdayakan masyarakat.
Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam
(a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom), dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat,
melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan;
(b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa
yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto : 2005).
Pemberdayaan masyarakat muncul karena adanya suatu kondisi sosial
tidak mampu dan tidak tahu dalam hal pengembangan usaha.Ketidakmampuan
dan ketidaktahuan mengakibatkan produktivitas mereka rendah.Pemberdayaan
masyarakat tersebut harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan,
dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalah sesuai dengan
kebutuhannya.Agar pemberdayaan masyarakat tersebut efektif sesuai dengan
kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan masyarakat
miskin.Selain itu sekaligus meningkatkan kemampuan masyarakat dengan
pengalaman dalam merancang, mengelola, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan
ekonominya.Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan tentunya
banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha, kemampuan untuk mencari
informasi, kemampuan untuk mengelola kegiatan usaha.
Peran Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pun
semakin terlihat ketika Pemerintah meluncurkan program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007 yang
dinyatakan dengan keputusan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang
Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009. Melalui program
tersebut dirumuskan kembali dirumuskan kembali mekanisme upaya
penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan dan evaluasi.. Melalui proses
pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat,
dapat ditumbuh kembangkan, sehingga mereka bukan hanya sebagai objek
melainkan sekaligus sebagai upaya penanggulangan kemiskinan tersebut.
Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah penyanggah Ibukota
Negara yang banyak memiliki potensi untuk pembangunan.Pembangunan di
berbagai sektor tentunya harus diimbangi dengan pemenuhan hak-hak
masyarakat.Penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai
program berbasis pemberdayaan masyarakat, karena kemiskinan merupakan
permasalahan bangsa yang mendesak.Yang menjadi sumber masalah tidak
terangkatnya masyarakat lapisan bawah adalah faktor utama ketidakberdayaan
maka pendekatan yang kemudian banyak digunakan oleh perspektif ini adalah
pemberdayaan masyarakat, Ketidakberdayaan tersebut diwujudkan dalam
bentuk kurangnya wewenang masyarakat dalam pengambilan keputusan dan
kurangnya kapasitas untuk mengelola pembangunan secara mandiri..Dalam
hal ini pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebagai pemberdayaan yang
hanya sekedar pemenuhan kebutuhan manusia.Pemberdayaan masyarakat
lebih diartikan sebagai upaya menjadikan manusia sebagai sumber, pelaku dan
yang menikmati hasil pembangunan. Dengan kata lain pembangunan dari,
oleh dan untuk masyarakat.
Kabupaten Serang sama dengan daerah lain memiliki persoalan
kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga
pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan
antar wilayah. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya
menanggulanginya harus menggunakan pendekatan multi disiplin yang
berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang benar harus memadukan
aspek-aspek penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang tahun 2015,
ada 29.423 rumah tangga miskin, kemudian jumlah rumah tangga hampir
miskin sebanyak 29.424 rumah tangga miskin, sedangkan rumah tangga
sangat miskin sebanyak 12..860. sementara untuk kategori rumah tangga
miskin berdasarkan individu, yakni individu miskin berjumlah 125 ribu jiwa,
jumlah individu hampir miskin berjumlah 146 ribu jiwa, dan jumlah individu
sangat miskin sebanyak 81 ribu jiwa (BPS, 2015).
Seiring dengan itu pada Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Serang
melaksanakan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PDPM-MPd) dilaksanakan di 15 kecamatan yang tidak mendapatkan bantuan
Program PNPM-MPd, sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan
dalam pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat
melalui mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana
masyarakat perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan
melaksanakan pembangunan di desa.
Dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah Daerah, penguatan
kelembagaan masyarakat, keberlanjutan pendampingan masyarakat, integrasi
program dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, maka Tahun
2015 Pemerintah Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah
(PDPMGERBANG UTAMA) sesuai dengan Peraturan Bupati Serang Nomor
7 tahun 2015 tentang Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM Gerbang Utama) adalah
program untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan
berkelanjutan, sebagai reflikasi dari PNPM MPd yang selama ini pelaksanaan
di Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah Pemberdayaan
Masyarakat Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG
UTAMA) sebagai kelanjutan dari kebijakan pemerintah sebelumnya melalui
PNPM MPd yang dihentikan secara mendadak melalui surat Dirjen PMD
Tanggal 29 Desember Tahun 2014.
Konsep pemberdayaan masyarakat berpihak kepada lapisan
masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat sebagian besar diakibatkan oleh kesenjangan
terhadap akses modal, prasarana, informasi pengetahuan, teknologi
keterampilan, ditambah oleh kemampuan sumber daya manusia, serta kegiatan
ekonomi lokal yang tidak kompetitif menunjang pendapatan masyarakat.selain
itu lembaga pemerintah belum optimal dalam meyalurkan dan
mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan
produktivitas yang mampu memberi nilai tambah usaha masyarakat Miskin.
Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di Kabupaten Serang
dikarenakan Kabupaten Serang adalah satu-satunya kabupaten di Provinsi
Sejalan dengan Visi PNPM MPd maka visi PDPM GERBANG
UTAMA adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat
miskin perdesaan. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar
masyarakat. Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk
memobilisasi sumber daya yang ada di lingkungannya, mampu mengakses
sumber daya di luar lingkungannya, serta mengelola sumber daya tersebut
untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi PDPM GERBANG UTAMA
adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaannya; (2)
pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3) pengefektifan fungsi dan
peran pemerintahan lokal; (4) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana
sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; serta (5) pengembangan jaringan
kemitraan dalam pembangunan.
Dalam rangka melaksanakan visi dan misi PDPM GERBANG
UTAMA, strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin
(RTM) sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan
partisipatif, serta mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Dari
visi, misi, dan strategi maka Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)
berupaya menggarisbawahi pentingnya pemberdayaan sebagai pendekatan
yang dipilih yaitu menuntaskan tahapan pelembagaan sistem pembangunan
partisipatif, setelah tahapan inisiasi dan internalisasitelah selesai dilakukan
PDPM Gerbang Utama memiliki nilai-nilai dasar yang selalu menjadi
landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan
yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PDPM Gerbang
Utama. Nilai-nilai tersebut adalah :
1. Bertumpu pada pembangunan manusia
2. Otonomi
3. Desentralisasi
4. Berorientasi pada masyarakat miskin
5. Partisipasi
6. Kesetaraan dan keadilan gender
7. Demokratis
8. Transparansi dan akuntabel
9. Prioritas
10.Keberlanjutan
Alokasi anggaran Program PDPM Gerbang Utama yang perencanaannya
dintegrasikan dan disinergikan dengan perencanaan reguler SKPD pada Tahun
2015, yaitu sebesar Rp. 18.175.000.000.- (Delapan Belas Milyar Seratus Tujuh
Puluh Lima Juta Rupiah) yang bersumber dari APBD Kabupaten Serang
dialokasikan untuk 29 kecamatan yang direalisasikan pada 25% untuk Kegiatan
Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dan 75% untuk Kegiatan sarana dan
Prasarana. Berikut kriteria dan jenis kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat
diperlakukan sama. Kegiatan yang akan dibiayai melalui dana BLM diutamakan
a. Diutamakan lokasi desa tertinggal
b. Lebih bermanfaat bagi RTM,
c. Berdampaklangsung dalam peningkatan kesejahteraan
d. Dapat dikerjakan oleh masyarakat,
e. Didukung oleh sumber daya yang ada,
f. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan.
Besaran dana BLM disesuaikan dengan Alokasi pada masing-masing
Kecamatan ditetapkan berdasarkan tingkat kemiskinan di masing-masing
Kecamatan dan Desa serta disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah
sehingga jumlah penyaluran disetiap kecamatan berbeda.
Setelah peneliti melakukan observasi awal mengenai Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat (PDPM
GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang, dan berdasarkan wawancara awal
peneliti dengan beberapa pihak terkait, maka terdapat beberapa masalah dalam
realisasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan
Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang, antara
lain sebagai berikut.
Pertama, kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam pengembalian dana
Simpan Piinjam Perempuan (SPP). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara pada
Hari Senin, 15 Februari 2016 pukul 14.00 WIB dengan Pak Usep dadang, usia 44
Tahun selaku fasilitator Kabupaten Kegiatan PDPM GERBANG UTAMA
Kabupaten Serang. pada pelaksanaannya program daerah ini juga bertujuan untuk
diantara asset tersebut adalah adanya dana perguliran kelompok SPP yang pada
pelaksanaannya menerapkan sanksi lokal kepada desa-desa partisipan dengan cara
menentukan batas minimal pengembalian tiap tiap desa di tingkat kecamatan,
sehingga dengan diberlakukannya sanksi yang sama pada penyelenggaraan
program PDPM GU ini tidak semua desa dapat berpartisipasi karena tingkat
pengembalian SPP di desa masih rendah. Dalam hal ini masih ada paradigma
lama yang beranggapan bahwa dana dari pemerintah tidak usah dikembalikan.
Desa yang tingkat pengembalian SPP nya tidak mencapai batas minimal
sanksi lokal sehingga terancam tidak dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan
PDPM-GU, berupaya untuk membayar kekurangannya dengan menggunakan
dana talangan dan pembayarannya disinyalir menggunakan sebagaian dana
sarpras sehingga berdampak terhadap penurunan kualitas.Adanya ketidak tegasan
dalam penerapan sanksi lokal oleh Pemerintah Desa, sehingga desa dengan
tingkat pengembalian SPP rendah/tidak memenuhi syarat minimal sanksi lokal
tetap dapat mengikuti MAD Prioritas dan MAD Penetapan Usulan, sehingga pada
pelaksanaannya terhambat oleh janji-janji Pemerintah Desa (Kades) yang tidak
direalisasikan, janji tersebut antara lain seperti :Berjanji akan
mengupayakan/mendorong kelompok SPP yang menunggak membayar sampai
dengan batas MAD Prioritas dan berlanjut minta kebijakan sampai MAD
Pendanaan dan setelah diberikan kesempatan tetap tidak merealisasikannya.
Tabel 1.1 Data Pengembalian SPP
NO Kecamatan Aset Dana Bergulir
Dana
Mengendap pinjaman Tunggakan
21 Pulo Ampel
2,852,997,500 791,168,000 84%
29 Lebak Wangi
41,231,188
11,856,703 29,237,000 19,530,000 78% (Sumber : BKBPMP, 2016)
Dari data table diatas dapat dilihat bahwa kecamatan Baros yang memiliki
tunggakan persentase pembayaran SPP paling rendah sedangkan kecamatan
Cikeusal sebaliknya yaitu memiliki tunggakan persentase pembayaran SPP paling
tinggi diantara kecamatan lainnya di Kabupaten Serang.
Kedua, kurangnya kemampuan masyarakat dalam hal pelaporan
administrasi. Hal ini dapat dilihat pada hasil wawacara pada Hari Senin, 15
Februari 2016 Pukul 14.00 WIB dengan Pak Usep dadang, Usia 44 Tahun
(Fasilitator Kabupaten Kegiatan PDPM GERBANG UTAMA Kabupaten Serang)
mengemukakan adanya keterlambatan dalam penyusunan Laporan
Penanggungjawaban Dana (LPD). Hal ini dikarenakan pergantian tim pelaksana
kegiatan di tingkat Desa (Kader Pemberdayaan Masyarakat) karena pergantian
Kepala Desa. Akibatnya pergantian pelaksana kegiatan yang baru kurang
disosialisasikan kepada pelaksana kegiatan yang lama (Usep dadang, 15 Februari
2016).
Ketiga, Sumber Daya masih kurang memadai baik Sumberdaya Mausia
ataupun Sumberdaya Lokal dalam pelaksanaan kegiatan.Pada saat itu peneliti
mengikuti kegiatan laporan Tahunan yang dilaksanakan pada tanggal 24
februarydi Rumah makan taktakan. Masyarakat mengeluhkan masih ada
Kecamatan yang tidak ada Fasilitator Teknik (FT)yang mengakibatkan
terlambatnya proses pelaksanaan. Sedangkan menurut Panduan Teknis
Operasional (PTO) PDPM GERBANG UTAMAdi setiap Kecamatan lokasi
PDPM GERBANG UTAMA ditugaskan 2 (Dua) orang pendamping yaitu
Fasilitator Pemberdayaan (FK) dan Fasilitator Teknik (FT).hal ini dapat dilihat
47
Dari data table diatas Kecamatan Baros tidak mempunyai Fasilitator yang
lengkap, yait tidak terdapat fasilitator teknik. Sedangkan kecamatan Cikeusal
memiliki Fasilitator kegiatan dan fasilitator teknik yang lengkap.
Juga keterbatasan Sumber Daya Lokal, peneliti melakukan wawancara
kepada Pak Edi, Usia 46 Tahun (Kasi Pemerintahan Desa Kecamatan Baros) pada
Hari Selasa, 23 Februari 2015.Ketersedian material mengakibatkan terlambatnya
droping Material dan Pemberlian Material harus dari luar. Menurut Panduan
Teknis Operasional (PTO) PDPM GERBANG UTAMA dalam Peraturan Bupati
Nomor 07 Tahun 2015 terdapat tujuan salah satunya adalah Melembagakan
pengelolaan pembangunan partisipatif dengan mendayagunakan sumber daya
lokal. Namun pada kenyataannya keterbatasan Sumber Daya Alam di desa-desa
Keempat, keterlambatan dalam pencairan dana BLM. Seperti yang
dikatakan oleh Ibu Epon, Usia 50 Tahun (Kabid BKBPMP) Kabupaten Serang,
pada Hari, Jumat 19 Februari pukul 11.00 WIBKeterlambatan dikarenakan dana
APBD Murni untuk PDPM GERBANG UTAMA dipakai untuk dana Desa
sehingga dana untuk program PDPM GERBANG UTAMA yang ditargetkan pada
Bulan April 2015 cair di APBD perubahan melalui dua tahap yaitu pada bulan
November dan Desember. Bulan Agustus 2015 progres tahapan pelaksanaan
PDPM Gerbang Utama seharusnya telah masuk pada tahapan pelaksanaan akan
tetapi menjadi stagnan karena harus menunggu ditetapkannya APBD Perubahan
Tahun 2015 yang menjadi sumber BLM PDPM-GU TA. 2015 pengganti BLM
alokasi APBD Murni yang terpakai untuk pemenuhan kekurangan alokasi dana
desa sebagai implementasi kebijakan UU Desa Tahun 2014.
Kelima, terdapat kegiatan sarana prasarana yang kualitasnya kurang bagus.
Pekerjaan fisik tidak sesuai dengan design perencanaan akhirnya harus dibongkar
dan memerlukan dana lebih. Berdasarkan laporan evaluasi tahunan Program
Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat
yang sesuai sertifikasi kegiatan sarana dan prasarana yang tidak sesuai dengan
perencanaan, dari 29 Kecamatan yang terdiri dari 259 desa terdapat 90 desa yang
pembagunan sarana dan prasarananya tidak sesuai dengan perencanaan.
Dari beberapa permasalahan diatas, maka peneliti ingin mengetahui
“Implementasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan
Pembangunan Untuk Masyarakat) di Kabupaten Serang” (studi kasus
1.2Identifikasi Masalah
Dilihat dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam pengembalian dana
Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
2. kurangnya kemampuan masyarakat dalam hal pelaporan administrasi
3. Sumber Daya Kurang memadai
4. Keterlambatan dalam pencairan dana
5. kegiatan sarana prasarana yang kualitasnya kurang bagus
1.3Batasan Masalah
Supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, Dalam
penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup penelitian hanya pada aspek yang
berkaitan dengan Implementasi Program daerah Pemberdayaan Masyarakat Dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA di
Kabupaten serang.
1.4Rumusan Masalah
Bagaimana Implementasi Program daerah Pemberdayaan Masyarakat dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di
Kabupaten Serang?
1.5Tujuan Penelitian
Sesuai dengan Latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan
Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM
GERBANG UTAMA) di Kabupaten Serang.
1.6Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah:
a) Manfaat Teoritis
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi perkembangan ilmu administrasi negara khususnya
mengenai implementasi kebijakan publik.
2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti yang
lainnya.
b) Manfaat Praktis
1. Untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan mengenai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Serang melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah
dalam pelaksanaan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan
Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG
UTAMA) di Kabupaten Serang.
2. Diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan dan
penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama
mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Admnistrasi Negara
3. Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana S-1 pada
Program Studi Ilmu Administrasi negara Fakultas Ilmu Sosial dan
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN ASUMSI
DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, peneliti menggunakan beberapa
istilah yag berkaitan dengan masalah penelitian. Untuk itu pada bab ini peneliti
menggunakan beberapa teori yang mendukung masalah dalam penelitian. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya teori kebijakan publik, teori
implementasi, teori kemiskinan, teori pemberdayaan masyarakat.Dalam penelitian
kualitatif, teori digunakan sebagai indikator pedoman wawancara, sehingga
memudahka peneliti untuk mendapatkan informasi di lapangan. Teori bagi
peneliti kualitatif akan berfungsi sebagai bekal untuk bisa memahami konteks
sosial secara lebih luas dan mendalam. (Sugiyono, 2009: 47).
2.1.1 Kebijakan Publik
Eystone (1971) dalam Wahab (2012: 13) yang merumuskan dengan
pendek bahwa kebijakan publik ialah antar hubungan yang berlangsung diantara
unit/ satuan pemerintah dengan lingkungannya.
Demikian pula definisi dari Wilson (2006) dalam Wahab (2012 : 13) yang
merumuskan kebijakan publik sebagai berikut:
Definisi lain yang tak kalah luasnya, dikemukakan oleh Thomas R. Dye
(1978) dalam Wahab (2012 : 14) yang menyatakan bahwa kebijaka publik ialah
“whatever governments choose to do or not to do”.
Pakar Ingrris, W.I. Jenkins (1978) dalam Wahab (2012 : 15) merumuskan
kebijakan publik sebagai berikut:
“serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusan-keputan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari pada aktor tersebut”.
Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981) dalam Wahab (201 :
15) telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu tindakan bersanksi yang
mengarah pada suatu tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi
sebagian besar warga masyarakat).
Pakar Prancis, Lemieux (1995) dalam Wahab (2012 : 15), merumuskan
kebijakan publik sebagai berikut:
“Produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan
masalah-masalah publik yang terjadi dilingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktifitas itu berlangsung sepanjang waktu”.
Nugroho dalam bukunya yang berjudul kebijakan publik: Formulasi,
Implementasi dan Evaluasi (2003 : 54), mengatakan bahwa hal-hal yang
diputuskan oleh pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Untuk itu,
kebijakan publik tidak harus selalu berupa perundang-undangan, namun bisa
berupa peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati.
Secara sederhana dapat dikatakan oleh Nugroho dalam bukunya Public
“kebijakan publik adalah “setiap keputusan yang dibuat oleh Negara,
sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari Negara. Kebijakan publik adlah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarkaat yang dicita-citakan.”
Dari perbincangan tentang definisi kebijakan publik diatas, kebijakan
publik adalah tindakan yang diambil oleh pemerintah dengan tujuan
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat.kini kita menyadari
bahwa semua pembuatan kebijakan publik itu akan selalu melibatkan pemerintah,
dan masyarakat.
2.1.1.1 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks
karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.
Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita didalam mengaji
kebijakan publik (Charles Lindblom : 1986).
Namun demikian, bebrapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan
urutan yang berbeda. Seperti misalnya tap penilaian kebijakan seperti yang
tercantum dalam bagan dibawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses
kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan
kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan ( William Dunn : 1999).
Tahap-tahap kebijakan Publik adalah sebagai berikut :
mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi focus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
Gambar 2.1.1.1 Tahap-tahap Kebijakan Publik kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan Masalah-masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/ policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusa kebijakan masing-masing alternative bersaing untuk dpaat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan maslah terbaik.
3. Tahap adopsi kebijakan. Dari sekian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementators), namun beberapa yag lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Tahap evaluasi kebijakan. Pada tahap ini kebijakan yang telah
dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijaka yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasaranya dibuat untuk meraih dampak yang diiinginkan. Dalam hal ini memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan pubik telah meraih dampak yang diinginkan.
2.1.2 Implementasi Kebijakan
Suatu kebijakan publik bukan hanya proses formulasi dan melegitimasi
kebijakan saja, tetapi terkait dengan implementasi dan evaluasinya. Sebaik apapun
suatu substansi kebijakan publik yang dibuat atau diformulasikan, tidak akan
berguna jika tidak terimplementasikan dengan baik dan suskes.
Suatu implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang digunakan
untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik. Perlu kiranya disadari bahwa
mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami
apa yang senyatanya terjadi setelah program diberlakukan atau dirumuskan, yakni
peristiwa dan kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan publik.
Menurut Gordon dalam Pasolong (208 :58) :
pembayaran-pembayaran. Atau dengan kata lain implementasi merupakan tahap realisasi tujuan-tujuan program”.
Implementasi menurut teori Jones (1078) dalam Mulyadi (2015: 45)
proses mewujudkan program hingga memperlihatkan hasilnya).
Implementasi kebijakan menurut Udoji (1981) dalam Wahab (2012 : 126):
“implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin
jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yag tersimpan rapi dalam arsip jika tidak dapat diimplementasikan”
Pengertian implementasi menurut Grindle (1980) dalam Haedar, Akib;
Antonius menyatakan:
“implementasi merupakan proses umum tindakan administrative yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Grindle (1980: 7) menambahkan bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran”.
Sementara itu, Grindle dalam Budi Winarno (2014 : 149) juga
memberikan pandangannya tentang Implementasi kebijakan dengan mengatakan
“bahwa secara umum tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu, tugas implementasi mencakup terbentuknya “a policy delivery system” dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan.”
Sedangkan Van meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005 : 102)
merumuskan implementasi kebijakan publik sebagai
“tindakan-tindakan yang dilakukan oleh badan publik yang diarahkan
Lester dan Stewart dalam Winarno (2014 : 147)
“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undag-undang. Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerjabersama-sama untuk menjalankan kebijakanatau program-program.”
Ibid dalam Winarno (2014 : 147) Implementasi pada sisi lain merupakan
“Fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun sebagai suatu dampak (outcome).”
Ripley dan Franklin dalam Winarno (2014 : 148) berpendapat bahwa
“Implementasi adalah apa yag terjadi setelah undang-undang ditetapkan
yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (Tangible output).Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program da hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.Implementasi mencakup tindakan-tindakan (tanpa tindakan-tindakan) oleh berbagai aktor, khususnya para birokrat, yang dimaksudkan untuk membuat program berjalan.”
Bardach dalam Agustino (2006:54) mengemukakan bahwa
“Implementasi kebijakan sebagai: “Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya.Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang memuaskan orang”.
Mazmanian dan Sabatierdalam Agustino (2006:139)
“Implementasi kebijakan adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Dari beberapa definisi teori implementasi menurut para ahli diatas
dari suatu program atau kebijakan untuk mewujudkan tujuan dari program atau
kebijakan tersebut. implementasi kebijakan menyangkut (minimal) tiga hal yaitu:
(1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan, (2) adanya aktifitas atau kegiatan
pencapaian tujuan dan (3) adanya hasil kegiatan.
2.1.2.1Model-model Implementasi Kebijakan Publik A. Model Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan imlementasi menurut Merilee S. Grindle dalam Nugroho
(2006:634) dipengaruhi oleh isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan
kebijakan (content of implementation).Ide dasarnya adalah bahwa setelah
kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan
dilakukan.Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari
kebijakan tersebut.
Isi kebijakan tersebut mencakup hal-hal berikut :
1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; 2. Jenis manfaat yang dihasilkan;
3. Derajat perubahan yang diinginkan; 4. Kedudukan pembuat kebijakan; 5. Siapa pelaksana program; 6. Sumber daya yang dikerahkan.
Sedangkan lingkungan kebijakan (content of implementation) mencakup :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat; 2. Karakteristik lembaga dan penguasa;
3. Kepatuhan dan daya tanggap;
Namun demikian, jika dicermati model Grindle dapat dipahami bahwa
keunikan model ini terletak pada pemahamannya yang komprehensif akan konteks
kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, penerima
B. Model George C. Edward III (1980)
Selanjutnya George C. Edward III dalam Subarsono (2005)
mengemukakan bebrapa 4 (empat) variable yang mempengaruhi implementasi
kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Keempat variable tersebut saling berhubungan satu sama lain.
1. Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
2. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat terwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial.Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.Tanpa sumberdaya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik sepertiapa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
C. Model Daniel Mazmanian dan Paul A.Sabatier (1983)
Selanjutnya Mazmanian dan Sebatier dalam Subarsono (2005)
menjelaskan bahwa ada tiga kelompok variable yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi, yakni:
1. Karakteristik dari masalah (Tractability of the problems), indikatornya:
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran;
c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.
2. Karakteristik kebijakan / undang-undang (ability of statute to structure
implementation), indikatornya :
a. Kejelasan isi kebijakan;
b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis; c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan
tersebut;
d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana;
e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan;
g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan;
3. Variable lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation)
indikatornya :
a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi;
b. Dukungan public terhadap sebuah kebijakan; c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups);
d. Tingkat komitmen dan keterampilan dan keterampilan dari aparat dan implementor.
D. Model Donald S. Van Meter dan Carl E.Van Horn
Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005) menjelaskan bahwa ada
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standard an sasaran kebijakan harus jelas dan terukur, sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang menyebabkan terjadinya konflik diantara para agen implementasi.
2. Sumber daya
Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya manusia maupun maupun sumber daya non manusia
3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan yang diinginkan
4. Karakteristik agen pelaksana
Sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memeberikan dukungan bagi implementasi kebijakan.Termasuk didalamnyakarakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, kemudian juga bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan dan apakah elite politik mendukung implementais kebijakan.
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Kondisi sosial, ekonomi dan politik mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung ekonomi keberhasilan implementasi kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :
a. Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
b. Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;
c. Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh impelementor.
2.1.2.2 Implementasi kebijakan publik model Donald Van Metter dan Van Horn
Implementasi kebijakan publik model Donald van Metter dan van Horn
yaitu model pendekatan top-down yang disebut dengan A model of the policy
implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstrak performanis
suatu implementasi kebijakan pada dasarnya secra sengaja dilakukan untuk
meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung
kebijaka secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksanaan, dan
Kinerja implementasi kebijaka dapat diukur tingkat keberhasilannya jika-dan-hanya.Jika ukuran da tujuan dari kebijakan memang realistis da soiso-kultur yang mengada dilevel pelaksanaan kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijaka terlalu utopisi untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titiik yang dapat dikatakan berhasil.
2. Sumberdaya
Keberhasilan proses implementasi kebijaka sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya yang pentin dalam menentukan suatu eberhasilan proses implementasi. Tetpi diluar Sumber Daya Manusia (SDM), sumberdaya-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah: sumberdaya finansial dan sumber daya waktu. Karena mau tidak mau, ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka akan menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijaka publik. Demikian pula halnya dengan Sumberdaya waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu, maka hal ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sagat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya.
4. Sikap atau kecenderungan (Dispotition) para pelaku
yang akan implementor pelaksana kebijakan “dari atas” (topdown) yang sagat mungkin para pengambil keputusan tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutha, keinginan atau permasalahan warga yang ingin diselesaikan warga.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksanaan
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sagat kecil untuk terjadi dan begitupula sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang juga harus diperhatikan guna menilai kinerja implementais kebijakan publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter da Van Horn adalah sejauhmana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yag tidak kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena itu, upaya untuk pengimplementasian kebijaka harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.
Teori Van Metter dan Van Horn ini merupakan kebijakan yang dilakukan
dan diputuskan tetap oleh para pembuat kebijakan dan dilakukan dengan sengaja
untuk mengukur kinerja implementasi yag tinggi dengan memperhatikan dan
mempertmbangkan keenam variabel diatas. Cara ini baik jika menjadi acuan tapi
pada dasarnyajika haya untuk mengukur implementasi masih ada keraguan
terhadap suatu tujua karena yang harus dipegang oleh para pelaku kebijakan
adalah tujuan tersebut.Selain itu mencegah terjadinya pelanggaran da
meminimalisisr konflik karena semuanya berpgenag pada tujuan.
2.1.3 Konsep Kemiskinan
Dalam setiap penanganan kemiskinan di Indonesia sering kali pemerintah
tingkat kesejahteraan masyarakat. Salah satu program untuk mengatasi masalah
kemiskinan yaitu Program daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan
Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA) di Kabupaten
Serang, yang diharapkan sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan
dalam pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui
mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana masyarakat
perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan di desa.
Menurut Seabrook (2002 : 20) mendefiniskan kemiskinan ialah “Suatu
keadaan kekurangan yang absolute dimana tidak adanya suatu kebutuhan pokok
yag menunjang untuk kebutuhan hidup”
Bappenas dalam sahdan (2005 : 02) mendefinisikan kemiskinan sebagai
berikut:
“kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk memepertahankan da mempertimbangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik bagi perempuan maupun laki-laki.
Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan “kemiskinan
adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan
untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.”
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial
(2002:3-4)“kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan
Solehatul Mustofa (2005) berpendapat :
“Kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan berpartisipasi dalam bermasyarakat secara ekonomi, sosial budaya dan politik. Pengertian ini melihat kemiskinan bersipat multidemensi yang mencakup kemiskinan insani dan martabat, konsep kemiskinan multidemensi melihat kemiskinan menjadi berapa katagori yaitu kemiskinan pendapatan, kesehatan, pendidikan, ketenaga kerjaan, ketimpangan struktur usaha, ketidakberdayaan, penyandang masalah kesejahtraan sosial, ketimpangan gender dan kesenjangan antar golongan dan wilayah.”
Effendi, (1993:201-204) mengemukakan :
“Definisi kemiskinan dapat ditinjau dari tinjauan ekonomi, sosial dan
politik. Secara ekonomi kemiskinan adalah kekurangan sumber daya yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan. Secara sosial kemiskinan diartikan
kekurangan jaringan sosial dan struktur untuk mendapatkan
kesempatankesempatan meningkatkan produktivitas. Sedangkan secara politik
kemiskinan diartikan kekurangan akses terhadap kekuasaan.”
Tinjauan yang sama dengan dengan penjelasan berbeda
dikemukakanNugroho dan Dahuri (2004:165-166)
“Dari aspek ekonomi, kemiskinan merupakan kesenjangan antara lemahnya daya pembelian (positif) dan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dasar (normatif). Dari aspek sosial, kemiskinan mengindikasikan potensi perkembangan masyarakat yang rendah. Sedangkan dari aspek politik, kemiskinan berhubungan dengan rendahnya kemandirian masyarakat.”
2.1.4 Konsep Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu
dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan
keadilan.Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu
Pemberdayaan merujuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a)
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom),
dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas
dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau
sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka
perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan
keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto 2005).
Menurut Hikmat (2006) menyatakan “Pemberdayaan diartikan sebagai
pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial,
kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.”
Sedangkan McArdle (1989) mengartikan
“Pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekwen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.”
Dari beberapa definisi pemberdayaan menurut para ahli diatas maka
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami
masalah kemiskinan.maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang
2.1.5 konsep Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Gerakan Pembagunan Untuk Masyarakat (PDPM GERBANG UTAMA)
Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai
program berbasis pemberdayaan masyarakat, karena kemiskinan merupakan
permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah
penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu, dan menyeluruh dalam
rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat secara layak
melalui pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan
kehidupan yang bermartabat.
Seiring dengan itu pada Tahun 2008 Pemerintah Kabupaten Serang
melaksanakan Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PDPM-MPd) dilaksanakan di 15 kecamatan yang tidak mendapatkan bantuan
Program PNPM-MPd, sebagai inisiatif lokal untuk mendorong percepatan dalam
pembangunan perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat melalui
mekanisme perencanaan pembangunan secara partisipatif, dimana masyarakat
perdesaan diberikan hak dan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan di desa.
Kabupaten Serang sama dengan daerah lain memiliki persoalan
kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga
pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan
antar wilayah. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan
dan peluang kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Upaya untuk
berdimensi pemberdayaan. Pemberdayaan yang benar harus memadukan
aspek-aspek penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan.
Dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah Daerah, penguatan
kelembagaan masyarakat, keberlanjutan pendampingan masyarakat, integrasi
program dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, maka Tahun
2015Pemerintah Kabupaten Serang melaksanakan kembali Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat Gerakan Pembangunan Untuk Masyarakat (PDPM
GERBANG UTAMA). PDPM Gerbang Utama adalah program untuk
mempercepat penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan,
sebagai reflikasi dari PNPM MPd yang selama ini pelaksanaan di Kabupaten
Serang dinilai berhasil. Di antara keberhasilan PNPM MPd adalah penyediaan
lapangan kerja dan pendapatan bagi kelompok rakyat miskin, efisiensi dan
efektivitas kegiatan serta menumbuhkan kolektivitas dan partisipasi masyarakat.
Sejalan dengan Visi PNPM MPd maka visi PDPM GERBANG UTAMA
adalah tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin perdesaan.
Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Kemandirian
berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di
lingkungannya, mampu mengakses sumber daya di luar lingkungannya, serta
mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan. Misi
PDPM GERBANG UTAMA adalah: (1) peningkatan kapasitas masyarakat dan
kelembagaannya; (2) pelembagaan sistem pembangunan partisipatif; (3)
kuantitas prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi masyarakat; serta (5)
pengembangan jaringan kemitraan dalam pembangunan.
Dalam rangka melaksanakan visi dan misi PDPM GERBANG UTAMA,
strategi yang dikembangkan yaitu menjadikan rumah tangga miskin (RTM)
sebagai kelompok sasaran, menguatkan sistem pembangunan partisipatif, serta
mengembangkan kelembagaan kerja sama antar desa. Dari visi, misi, dan strategi
maka PDPM GERBANG UTAMA berupaya menggarisbawahi pentingnya
pemberdayaan sebagai pendekatan yang dipilih yaitu menuntaskan tahapan
pelembagaan sistem pembangunan partisipatif, setelah tahapan inisiasi dan
internalisasitelah selesai dilakukan oleh PPK dan PNPM MPd.
2.1.5.1Tujuan PDPM GERBANG UTAMA
Tujuan Umum PDPM GERBANG UTAMA adalah meningkatnya
kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan
mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan
pembangunan.
Tujuan khususnya meliputi:
a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan, b. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan
mendayagunakan sumber daya lokal,
c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif,
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat,
e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir,
f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya Badan Kerja Sama Antar Desa.
2.1.5.2KeluaranProgram
a. Terjadi peningkatan keterlibatan Rumah Tangga Miskin (RTM) dankelompok perempuan mulai perencanaan sampai dengan pelestarian,
b. Terlembagakannya sistem pembangunan partisipatif di desa dan antar desa,
c. Terjadi peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif,
d. Berfungsi dan bermanfaatnya hasil kegiatan PDPM GERBANG UTAMA bagi masyarakat,
e. Terlembaganya pengelolaan dana bergulir dalam peningkatan pelayanan sosial dasar dan ketersediaan akses ekonomi terhadap RTM, f. Terbentuk dan berkembangnya BKAD dalam pengelolaan
pembangunan,
g. Terjadi peningkatan peran serta dan kerja sama para pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.
2.1.5.3Prinsip Dasar PDPM GERBANG UTAMA
PDPM GERBANG UTAMA mempunyai prinsip ataunilai-nilai dasar
yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan
maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan
PDPM GERBANG UTAMA. Nilai-nilai dasar tersebut diyakini mampu
mendorong terwujudnya tujuan PDPM GERBANG UTAMA. Prinsip-prinsip itu
meliputi:
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat lebih memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata.
b. Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.
d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada masyarakat miskin.
e. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam setiap tahapan proses, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pelestarian kegiatan dengan memberikan tenaga, pikiran, dana, waktu maupun barang. f. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan
keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan, kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik. g. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat
mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat. h. Transparansi dan Akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan
akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses pengambilan keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif.
i. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan.
j. Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap pengambilan keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya.
2.1.5.4Sasaran PDPM GERBANG UTAMA a. Lokasi Sasaran :
Seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten Serangyang selanjutnya
ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati serta lokasi penetapan desa
berdasarkan hasil pemrioritasan pada Musyawarah Antar Desa ditetapkan
dengan Surat Penetapan Camat (SPC)
b. Kelompok Sasaran :
1. Rumah Tangga Miskin (RTM) di perdesaan,
2. Kelembagaan masyarakat di perdesaan,