TINGKAT KESULITAN PENYESUAIAN DIRI PARA SISWI
TERHADAP TATA TERTIB AKADEMIK DI ASRAMA PUTERI
SANTA MARIA YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2004/2005
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh:
DEBY IFKE WONOMBONG
NIM: 001114037
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Hasil Penelitian ... 4
E. Batasan Istilah dan Variabel ... 4
Halaman
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 7
A. Pengertian Siswi Remaja ... 7
1. Siswi SMA ... 7
2. Ciri-ciri Siswi SMA ... 8
B. Tugas Perkembangan Siswi SMA ... 10
1. Tugas-tugas Perkembangan Remaja secara Umum ... 10
2. Kurikulum Sekolah ... 14
C. Tugas Perkembangan Siswi di Asrama ... 18
1. Pengertian Asrama ... 18
2. Tugas Perkembangan Siswi di Asrama ... 19
D. Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi SMA ... 21
1. Arti Penyesuaian Diri ... 21
2. Penyesuaian Diri di Asrama ... 23
3. Penyesuaian Diri selama di Asrama ... 24
E. Program Bimbingan ... 24
1. Pengertian Program Bimbingan ... 24
2. Program Bimbingan di Asrama ... 25
Halaman
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27
A. Jenis Penelitian ... 27
B. Populasi Penelitian ... 27
C. Alat Pengumpul Data ... 28
1. Kuesioner ... 28
2. Skoring ... 30
D. Pengumpul Data ... 30
1. Uji Coba Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri ... 30
2. Pengumpulan Data Penelitian ... 31
E. Analisis Data ... 31
1. Reliabilitas Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri.. 31
2. Validitas Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri ... 35
3. Uji Hipotesis ... 38
BAB IV. PEMBAHASAN DAN PENELITIAN ... 40
A. Hasil Penelitian ... 40
B. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 42
1. Hipotesis Pertama ... 42
2. Hipotesis Kedua ... 44
Halaman
C. Pembahasan ... 49
1. Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Tahun Pertama dan Kedua tinggal di Asrama ... 49
2. Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Tahun Pertama dan Ketiga tinggal di Asrama ... 51
3. Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Tahun Kedua dan Ketiga tinggal di Asrama ... 53
BAB V. PENUTUP ... 59
A. Kesimpulan ... 59
1. Deskripsi Umum ... 59
2. Uji Hipotesis ... 60
B. Saran-saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 63
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Rincian Kuesioner Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi terhadap
Tata Tertib Akademik/ belajar di Asrama dan sebaran item-item ... 30
2. Klasifikasi koefisien korelasi reliabilitas dan validitas suatu alat tes ... 38
3. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas dan validitas ... 38
4. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesauian Diri Para Siswi
berdasarkan lama tinggal di Asrama ... 42
5. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Asrama
tahun pertama dan tahun kedua ... 44
6. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Asrama
tahun pertama dan tahun ketiga ... 46
7. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Asrama
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri ... 60
2. Data Skor Penyesuaian Diri Siswi dan Tingkat Kesulitan
Penyesuaian Diri Keseluruhan ... 64
3. Penyesuaian Diri Para Siswi Berdasarkan Waktu Tinggal
Di Asrama dan Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri ... 68
4. Tabel Skor Gasal Genap Uji Coba Perhitungan Reliabilitas
dan Validitas Kuesioner ... 73
5. Tabel Skor Gasal Genap Penelitian Perhitungan Reliabilitas
dan Validitas Kuesioner ... 76
ABSTRAK
TINGKAT KESULITAN PENYESUAIAN DIRI PARA SISWI TERHADAP TATA TERTIB AKADEMIK DI ASRAMA PUTERI
SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2004/2005
Deby Ifke Wonombong Universitas Sanata Dharma
2005
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi asrama puteri Santa Maria Yogyakarta Tahun Ajaran 2004/2005 berdasarkan perbedaan lama dan baru tinggal di asrama.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner kesulitan penyesuaian diri siswi asrama Santa Maria, yang disusun oleh peneliti (Deby Ifke Wonombong), dan dibimbing oleh dosen pembimbing pertama adalah Pak Wens Tanlain. Kuesioner kesulitan penyesuaian diri para siswi asrama terdiri dari 51 item. Ada 6 bidang kesulitan penyesuaian diri siswi yaitu: (1) Kegiatan orientasi asrama, (2) Waktu atau jam belajar asrama, (3) Cara-cara belajar, (4) Bahan pelajaran, (5) Suasana belajar, (6) Tempat belajar. Ada pula tiga aspek kesulitan penyesuaian diri yang diperhatikan, yaitu aspek tahu terhadap kegiatan, aspek melakukan kegiatan, dan aspek suasana batin. Jumlah populasi penelitian sebanyak 142 siswi asrama yang terdiri dari tiga kelompok yaitu: (1) kelompok tahun pertama tinggal di asrama, (2) kelompok tahun kedua tinggal di asrama, (3) kelompok tahun ketiga tinggal di asrama.Tingkat kesulitan penyesuaian diri siswi asrama digolongkan menjadi dua kualifikasi yaitu tinggi dan rendah.
ABSTRACT
DIFFICULTY LEVEL OF STUDENTS’ ADJUSTMENT
TOWARD THE ACADEMIC RULES OF SANTA MARIA DORMITORY YOGYAKARTA OF THE ACADEMIC YEAR OF 2004/2005
Deby Ifke Wonombong Sanata Dharma University
2005
The objective of this research was to find out the difficulty level of students’ adjustment toward the academic rules of Santa Maria Dormitory Yogyakarta of the academic year of 2004/2005.
This research was a descriptive, which employed survey as the method. The instrument for data collection was questionnaire on the difficulty of students’ adjustment toward the academic rules ini Santa Maria Dormitory Yogyakarta. The questionnaire was arranged by the major sponsor. The consisted of 51 items which included six areas of adjustment, namely (1) dormitory orientation activities for new students, (2) schedule of studying time, (3) methods of studying, (4) materials of the lessons, (5) atmosphere of studying, (6) rooms or places for studying. Three aspects of difficulty level were investigated in this research, namely aspect of knowing the activities. The total number of the respondents were 142 students, who belonged to three different groups as follows (1) first year students, (2) second year students, and (3) third year students. The difficulty levels of students’ adjustment were categorized into two levels, namely high and low.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak remaja memiliki banyak masalah. Masalah anak remaja ada yang
mengenai perubahan dalam dirinya sendiri, ada yang mengenai tugas-tugas dalam
keluarga, dan tugas-tugas di sekolah. Perubahan tugas dalam keluarga yaitu pada
masa kanak-kanak tidak perlu membantu ibu di dapur dan anak-anak biasanya
bermain saja, tetapi pada masa remaja harus membantu ibu di dapur, mencuci,
menyapu, mengepel, atau menjaga adik. Sedangkan tugas-tugas di sekolah juga
terjadi perubahan, dulu PR adalah tugas pribadi namun memasuki masa remaja
ada PR yang perlu dikerjakan bersama kelompok, perlu belajar bekerjasama.
Selain perubahan tugas di sekolah dan di rumah, anak remaja juga mengalami
perubahan hormonal dalam dirinya sendiri pada masa pubertas, sehingga
tugas-tugas pada masa remaja lebih berat dari pada masa kanak-kanak.
Penyesuaian diri merupakan hal penting dalam kehidupan anak remaja
khususnya para siswi SMA. Tugas para siswi di sekolah yaitu melakukan
kegiatan pendidikan, baik yang dilakukan di dalam kelas ataupun di luar kelas.
Dalam menjalankan tugas-tugas pendidikan diperlukan alat bantu berupa
peraturan-peraturan. Peraturan sekolah terbagi atas empat bidang meliputi bidang
akademik, bidang administratif, bidang pemeliharaan dan perawatan diri siswi
Sebagian besar dari siswi SMA Santa Maria tinggal di asrama karena
mereka berasal dari luar kota Yogyakarta. Orang tua lebih percaya dan merasa
aman bila anak mereka tinggal di asrama. Selama studi para siswi memperoleh
kesempatan untuk mengembangkan diri melalui pendidikan di sekolah dan
pendidikan di asrama. Penyesuaian diri siswi di asrama dimulai sejak siswi
menjadi penghuni asrama.
Para siswi di asrama mungkin mengalami kesulitan dalam penyesuaian
diri, karena kehidupan di asrama lebih ketat dan tertib. Para siswi di asrama harus
patuh pada semua peraturan dan kegiatan asrama selama mereka tinggal di
asrama. Meskipun, tujuan tata tertib asrama adalah untuk mengatur seluruh
kegiatan di asrama agar para penghuni asrama disiplin dalam menggunakan
waktu dan teratur dalam menjalankan hidup bersama di asrama, namun dalam
pelaksanaannya tentu ada siswi yang mengalami kesulitan. Kesulitan itu baik
dialami siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama, tahun kedua, dan
tahun ketiga.
Peraturan-peraturan asrama, antara lain adanya jam bertamu, jam pesiar,
keluar masuk asrama harus dengan alasan yang penting, jadwal piket, jam makan
bersama, saat jam belajar tidak boleh berbicara dan tertawa keras karena akan
mengganggu teman yang lain, dan masih banyak peraturan yang lain.
Kegiatan-kegiatan asrama, antara lain kerjabakti, memelihara taman, Kegiatan-kegiatan kerohanian,
piket harian dan kegiatan memelihara kesehatan serta kebersihan. Seluruh tata
Penyesuaian diri setiap siswi penghuni asrama bergantung pada kemampuan
penyesuaian diri dan pengalaman-pengalaman hidup dalam lingkungan asrama itu
serta pengalaman-pengalaman hidup asal siswi. Oleh karena itu timbul pertanyaan
apakah para siswi yang lama tinggal di asrama mengalami kesulitan penyesuaian
diri lebih kecil daripada mereka yang baru tinggal di asrama?
Para siswi perlu mendapat bantuan dalam penyesuaian diri dengan
kehidupan asrama. Kegiatan bimbingan dan konseling dapat berfungsi dalam hal
ini. Kegiatan bimbingan dan konseling harus didasarkan pada keadaan para siswi
penghuni asrama. Berdasarkan ini, maka perlu dilakukan penelitian terhadap
penghuni asrama, dan dipusatkan pada tingkat kesulitan penyesuaian diri terhadap
tata tertib akademik di asrama.
Penelitian ini dilakukan pada siswi puteri yang tinggal di asrama Santa
Maria Yogyakarta tahun ajaran 2004/ 2005. Keadaan di asrama menuntut para
siswi untuk mematuhi peraturan yang telah disepakati bersama dan melatih diri
agar dapat menyesuaikan diri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka ada tiga masalah penelitian yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi yang
tinggal di asrama memasuki tahun pertama dan para siswi yang tinggal di
2. Apakah ada perberbedaan tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi yang
tinggal di asrama memasuki tahun pertama dan para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun ketiga terhadap tata tertib akademik di asrama?
3. Apakah ada perberbedaan tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi yang
tinggal di asrama memasuki tahun kedua dan para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun ketiga terhadap tata tertib akademik di asrama.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan memaparkan tingkat kesulitan
penyesuaian diri para siswi terhadap tata tertib akademik di asrama Santa Maria
Yogyakarta tahun ajaran 2004/ 2005 berdasarkan perbedaan lama dan barunya
tinggal di asrama.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan informasi yang dapat digunakan oleh
pamong asrama Santa Maria Yogyakarta untuk mengembangkan layanan
konseling individual atau kelompok di asrama.
E. Batasan Istilah dan Variabel
1. Batasan Istilah
a. Penyesuaian diri siswi adalah kemampuan siswi untuk menjaga
tetap sehat atau baik. Tingkat penyesuaian diri ada dua, yaitu tingkat
penyesuaian diri yang tinggi dan tingkat penyesuaian diri yang rendah.
b. Asrama adalah sebuah pemondokan besar, yang menerima banyak siswi
dan dikelola oleh sebuah yayasan atau sekolah. Lokasi asrama dan sekolah
biasanya saling berdekatan.
2. Variabel
a. Tingkat kesulitan penyesuaian diri siswi asrama terhadap tata tertib
akademik adalah kegiatan dan perasaan tidak puas yang dialami siswi
berhubungan dengan penggunaan peraturan tentang asrama, mengenai
belajar, waktu belajar dan suasana belajar di asrama yang diukur dengan
kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik
dan ditunjuk oleh skor yang diperoleh siswi. Ada dua kategori tingkat
kesulitan penyesuaian diri siswi terhadap tata tertib akademik, yaitu
tingkat kesulitan penyesuaian diri yang rendah dan tingkat kesulitan
penyesuaian diri yang tinggi.
b. Lama tinggal di asrama yaitu rentang waktu siswi menetap di asrama,
dalam lingkup waktu satuan waktu tahun. Ada tiga kategori: mereka yang
memasuki tahun pertama; mereka yang memasuki tahun kedua dan
F. Hipotesis Penelitian
1. Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang mengalami
tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib akademik lebih
banyak daripada para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua.
2. Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang mengalami
tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib akademik lebih
banyak daripada para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun ketiga.
3. Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang mengalami
tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib akademik lebih
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Siswi Remaja
1. Siswi SMA
Siswi SMA adalah remaja puteri yang bersekolah di jenjang pendidikan
sekolah menengah. Usia siswi SMA adalah berkisar 13 tahun sampai 17 tahun
atau 18 tahun. Siswi SMA kelas satu termasuk remaja awal karena mereka
berada pada usia 13 tahun sampai 15 tahun, sedangkan siswi SMA kelas 2 dan
3 termasuk remaja tengah dan akhir karena usia mereka 16 sampai 18 tahun
(Hurlock, 1998). Hal ini didukung oleh Gilmer, bahwa siswi SMA mengalami
pembagian dalam usia remajanya yaitu pra remaja datang pada usia 10-11
tahun dan masa remaja awal antara usia 12- 16 tahun sedangkan masa remaja
akhir antara 17-21 tahun (Dadang, 1995:2). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
siswi SMA termasuk ke dalam tiga fase remaja yaitu siswi SMA kelas satu
termasuk fase awal remaja usia sekitar 13-15 tahun, sedangkan siswi kelas
dua SMA termasuk fase remaja usia antara 15-17 tahun dan kelas tiga
termasuk fase akhir remaja yaitu usia 17-21 tahun.
Sekolah menengah mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam
membentuk konsep-konsep para siswa tentang siapa dirinya dan akan menjadi
apa mereka kelak ( Dadang, 1995:83 ). Hal ini tidak didukung oleh penelitian
menengah sekitar 8000 siswa (pria dan wanita di Amerika). Ia menemukan,
bahwa terdapat sikap masa bodoh bahkan negatif terhadap hal-hal yang
bersifat akademis. Ada semacam budaya remaja yang berkembang di dalam
masyarakat yaitu “kurang berminatnya remaja terhadap pendidikan dan
mereka memusatkan perhatian mereka pada hal-hal yang tidak berhubungan
dengan sekolah, seperti kendaraan, berkencan, olahraga, dan musik populer”
(Dadang, 1995:84).
2. Ciri-ciri Siswi SMA
Siswi SMA mempunyai ciri-ciri yang unik karena lingkungan
perkembangan mereka. Perubahan-perubahan khusus yang tampak dalam diri
remaja puteri secara umum diawali dengan perubahan fisik yaitu
bertambahnya tinggi badan, berat badan, ukuran organ seks semakin matang,
dan ciri-ciri seks sekunder mulai terlihat (Hurlock, 1998). Menurut Muss
(1968) perubahan diri remaja yang terlihat secara fisik, yaitu a) sistem
pencernaan berupa perut panjang, usus bertambah panjang dan bertambah
besar, otot-otot perut dan dinding usus menjadi lebih tebal dan lebih kuat, hati
bertambah berat dan kerongkongan bertambah panjang; b) sistem peredaran
darah berupa jantung tumbuh pesat, panjang dan tebal dinding pembuluh
darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan bilamana jantung sudah
matang; c) sistem pernapasan dengan kapasitas paru-paru menjadi bertambah;
d) sistem endokrin dengan kegiatan gonad yang meningkat pada masa puber
pada awal masa puber; e) jaringan tubuh yaitu jaringan selain tulang terus
berkembang sampai tulang mencapai ukuran matang khususnya bagi
perkembangan jaringan otot. Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada
usia delapan belas tahun (Sarlito, 1989).
Berikut perubahan sosial anak remaja yaitu mereka menjadi lebih senang
melakukan aktifitas bersama kelompok, contoh: ke mall dan belanja bersama,
nonton film, olahraga, belajar bersama; dan remaja mulai tertarik dengan
lawan jenis seperti mengajak kencan, makan bersama, pergi dan pulang
sekolah bersama (Hurlock, 1998).
Perubahan intelektual yaitu anak remaja ingin mencoba banyak hal yang
belum diketahuinya, contoh: melakukan percobaan bahan-bahan kimia yang
mereka pelajari di sekolah untuk menghasilkan sesuatu, belajar bongkar
pasang kendaraan bermotor, belajar menggunakan internet, belajar mencari
tambahan uang saku dengan membuat keterampilan-keterampilan tangan atau
membuat kue lalu di jual (Hurlock, 1998).
Perubahan emosional juga terjadi pada anak remaja yaitu mereka lebih
sering bertentangan dengan orang tua karena keinginan dan harapan mereka
yang berbeda, contoh: mereka menjadi lebih sering gelisah karena kurang
mampu mengontrol dan menguasai diri sendiri dari keinginan yang begitu
banyak, contoh: anak remaja mulai tertarik dengan olahraga dan seni daripada
pendidikan akademis, mereka selalu ingin berekreasi ke tempat-tempat yang
penampilan yang menarik sesuai dengan perkembangan trendi saat ini
(Hurlock, 1998).
Perubahan psikologis juga terjadi pada diri remaja yaitu mereka menjadi
individu yang berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak
lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
dalam tingkatkan yang sama. Sebagai contoh: mau mengurus diri sendiri
tanpa campur tangan orang tua, seperti menentukan jurusan sekolah, karier,
teman kencan, anak remaja laki-laki mulai mencoba merokok, dan anak
remaja puteri berpakaian dan berpenampilan menarik seperti wanita dewasa
(Hurlock, 1998).
B. Tugas Perkembangan Siswi SMA
1. Tugas-tugas Perkembangan Remaja secara Umum
Tugas perkembangan remaja ada yang dilakukan di luar sekolah dan di
sekolah. Secara rinci, Havigurst (1961) menjelaskan tugas-tugas
perkembangan remaja sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
1) Hakikat tugas. Tujuan tugas ini: (a) belajar melihat kenyataan, anak
wanita sebagai wanita, dan anak pria sebagai pria; (b) berkembang
menjadi orang dewasa di antara orang dewasa lainnya; (c) belajar
bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama; dan
2) Dasar biologis. (a) manusia terbagi ke dalam dua jenis kelamin (pria
dan wanita); (b) kematangan seksual dicapai pada masa remaja,
sehingga daya tarik seksual menjadi kekuatan yang dominan; (c)
hubungan sosial di antara remaja dipengaruhi oleh kematangan fisik
yang dicapainya.
3) Dasar psikologis. Pada akhir masa anak, anak-anak lebih cepat
perkembangannya dan menaruh perhatian untuk bergaul dengan orang
lain (kelompok sebaya). Mereka belajar berperilaku seperti orang
dewasa, contoh: (a) mengorganisasikan kegiatan-kegiatan olahraga
dan sosial, (b) memilih pemimpin, (c) menciptakan peraturan dalam
kelompok, (d) belajar keterampilan-keterampilan orang dewasa seperti
berkomunikasi dengan baik dan memimpin kelompok.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
1) Hakikat tugas. Remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai
pria dan wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
2) Dasar biologis. Siklus pertumbuhan fisik remaja berbeda antara pria
dan wanita. Wanita lebih lemah daripada pria, namun fisiknya menjadi
daya tarik pria.
3) Dasar psikologis. Karena peranan pria dan wanita relatif berbeda
dalam masyarakat, maka remaja pria harus menerima gagasan atau ide
seorang pria dewasa dan remaja wanita menerima ide seorang wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
1) Hakikat tugas perkembangan. Tugas ini bertujuan agar remaja merasa
bangga, atau bersikap toleran terhadap fisiknya, menggunakan dan
memelihara fisiknya secara efektif, dan merasa puas dengan fisiknya
tersebut.
2) Dasar biologis. Sikap pertumbuhan remaja melibatkan serangkaian
perubahan endokrin dengan berkembangnya ciri-ciri seksual dan fisik
orang dewasa. Pada usia 15 atau 16 tahun, bentuk tubuh remaja wanita
sudah menyerupai tubuh wanita dewasa. Sedangkan remaja pria pada
usia 18 tahun baru menyerupai tubuh pria dewasa.
3) Dasar psikologis. Perubahan internal fisik remaja tidak hanya paralel
dengan perubahan eksternal ukuran fisik, namun juga dengan
perubahan sikap dan daya tarik, minat atau perhatiannya. Contoh:
remaja wanita yang mulai menstruasi, mulai tertarik dengan lawan
jenis, mulai memperhatikan pakaian dan perhiasan; sedangkan yang
belum menstruasi mereka lebih menyenangi kegiatan bermain dengan
wanita-wanita yang masih muda.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
1) Hakikat tugas. Tujuan dari tugas perkembangan ini adalah (a)
membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan atau
bergantung pada orang tua, (b) mengembangkan afeksi (cinta kasih)
sikap respek terhadap orang dewasa lainnya tanpa bergantung
kepadanya.
2) Dasar biologis. Remaja sudah dapat mencapai tugas perkembangan ini,
karena mereka telah memperoleh kematangan seksualnya. Bila tidak
mendapatkan informasi dari keluarga, maka remaja mencarinya di luar
keluarga. Melalui peristiwa ini remaja mampu membebaskan
kebergantungan emosional kepada orang tua.
3) Dasar psikologis. Dalam masyarakat, baik remaja maupun orang tua
merasa cemas, takut, dan bingung dalam mengatasi tugas ini. Orang
tua mengalami sikap mendua, di satu sisi remaja ingin berkembang
dan mandiri, namun di sisi lain orang tua masih merasa kuatir untuk
melepasnya, karena melihat anaknya tidak tahu apa-apa dan kurang
berpengalaman. Dalam situasi yang membingungkan ini, remaja
sering memberontak apabila orang tuanya memaksakan pengaruh
(otoritasnya) atau kehendaknya.
e. Mencapai kemandirian ekonomi
1) Hakikat tugas. Tujuan tugas perkembangan ini adalah agar remaja
merasa mampu menciptakan suatu kehidupan (mata pencaharian).
Tugas ini sangat penting (mendasar) bagi remaja pria, namun tidak
begitu penting bagi remaja wanita.
2) Dasar biologis. Bagi tugas perkembangan ini, kekuatan dan
3) Dasar psikologis. Berkembang menjadi dewasa merupakan keinginan
para remaja. Ciri atau simbol perkembangan yang diinginkannya itu
adalah kemampuan untuk menjadi orang dewasa yang memiliki
pekerjaan yang layak.
f. Memilih dan mempersiapkan karier
1) Hakikat tugas perkembangan. Tujuan tugas ini adalah (a) memilih
suatu pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya, dan (b)
mempersiapkan diri-memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk
memasuki pekerjaan tersebut.
2) Dasar biologis. Pada usia 18 tahun, remaja sudah memiliki ukuran
kekuatan fisik yang matang, sehingga memudahkannya untuk
mempelajari keterampilan atau keahlian yang dituntut oleh suatu
pekerjaan tertentu.
3) Dasar psikologis. Studi tentang minat remaja, menunjukkan bahwa
perencanaan dan persiapan pekerjaan merupakan minat yang pokok,
baik remaja pria maupun remaja wanita yang berusia 15-20 tahun
(Yusuf, 2004:74-83).
2. Kurikulum Sekolah
Menurut kurikulum SMA tahun 1975 kegiatan sekolah berkaitan dengan
tugas perkembangan siswa. Selain tugas perkembangan siswa,
Berikut ini adalah tugas-tugas guru dalam proses pendidikan di sekolah,
meliputi:
a. Penyusunan jadwal pelajaran
Jadwal pelajaran ini diperlukan siswa untuk mengetahui suatu mata
pelajaran kapan akan disampaikan oleh guru, sehingga siswa dapat
mempersiapkan diri serta siap untuk menghadapinya.
b. Penyusunan satuan waktu belajar (semester, catur wulan)
c. Pengisian buku kemajuan belajar siswa di kelas
Setiap tingkat kemajuan belajar siswa selalu dicatat oleh guru sesuai
dengan isi kurikulum yang berlaku. Dan ini sangat berguna bila terjadi
mutasi guru, maka penggantinya dapat dengan mudah melihat dan
melanjutkannya tanpa ada perputusan.
d. Penyelenggaraan evaluasi hasil belajar
Evaluasi bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi guru, sejauh
mana tujuan pengajaran telah tercapai. Dengan mengetahui hasil belajar
siswa, guru dapat menentukan langkah apakah yang harus diambil perlu
perbaikan, peningkatan atau lainnya.
e. Kegiatan ekstrakurikuler (pelatihan)
Setiap siswa diwajibkan untuk memilih kegiatan ekstrakurikuler sesuai
dengan minat dan bakat mereka masing-masing. Kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan di luar jam sekolah yang bersifat menunjang
pramuka, seni tari atau musik atau suara, olahraga, PMR, dan sebagainya.
Kegiatan ini akan muncul kreativitas-kreativitas para siswa yang tidak
terungkap melalui kegiatan di kelas saja.
f. Kegiatan pelaksanaan evaluasi tahap akhir
Setiap akhir tahun ajaran para siswa wajib mengikuti ujian akhir untuk
menilai sampai dimana pemahaman siswa selama satu tahun belajar dan
ini akan menentukan pantas dan tidaknya siswa untuk naik kelas.
Sedangkan untuk kelas tiga akan mengikuti ujian akhir dengan nilai murni
dan memakai standar kelulusan nasional yang sering dikenal Ebtanas
sekarang menjadi UAN.
g. Kegiatan pelaksanaan bimbingan dan konseling
Kegiatan ini merupakan bantuan yang diberikan kepada siswi untuk
memecahkan kesukaran-kesukaran yang dialaminya, sehingga akan
menyadarkan atau menemukan kepribadiannya untuk selanjutnya sanggup
memecahkan kesukaran-kesuakaran yang dihadapi. Kegiatan bimbingan
adalah untuk semua siswa, baik yang mengalami problem khusus, lambat
belajar maupun yang cepat belajar dan sebagainya (Subroto, 1984).
Berdasarkan tugas-tugas guru dalam proses pendidikan sekolah dapat
disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan siswa SMA adalah:
1. Mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yaitu mata pelajaran-mata
2. Mengikuti seluruh pengajaran di sekolah sampai tahap akhir dan
mengikuti ujian akhir untuk mengukur tingkat pemahaman siswa selama
satu tahun mengikuti pelajaran atau tiga tahun bagi yang kelas tiga disebut
ujian Ebta/ Ebtanas sekarang UAN. Sekaligus memastikan pantas dan
tidaknya siswa untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Meningkatkan cara belajar di sekolah dan di rumah apabila mendapatkan
hasil belajar yang kurang. Namun, bila hasil belajar sudah memuaskan
lebih dipertahankan dan dikembangkan lagi.
4. Mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan oleh sekolah
sebagai wadah pengembangan bakat dan kreativitas-kreativitas yang
kurang bisa diungkapkan melalui kegiatan di kelas. Kegiatan
ekstrakurikuler sebaiknya dipilih sesuai dengan minat siswa sendiri,
karena selain mengembangkannya dapat juga menunjang siswa sampai
berprestasi.
5. Meminta bantuan kepada bimbingan dan konseling bila dalam proses
belajar di sekolah atau di rumah siswa menemukan permasalahan atau
kesulitan lain yang perlu dipecahkan. Bimbingan dan konseling bukan
hanya membantu siswa yang bermasalah saja tetapi memberikan banyak
bimbingan dalam rangka mengembangkan diri siswa supaya berkembang
C. Tugas Perkembangan Siswi di Asrama
1. Pengertian Asrama
Asrama adalah rumah pemondokan atau disamakan dengan tempat
kos, tetapi sebuah asrama biasanya memiliki ciri khas yang berbeda dengan
tempat kos (Slamento, 1990). Biasanya yang disebut asrama ialah sebuah
rumah pemondokan yang besar yang menerima banyak anak atau orang yang
sering berhubungan dengan suatu sekolah atau yayasan maupun lembaga
tertentu (Slamento, 1990). Dikatakan juga bahwa asrama sebagai suatu rumah
pondokan besar yang menerima banyak orang dan berhubungan dengan salah
satu sekolah/ yayasan yang memiliki tujuan tertentu (Aryatmi, 1990). Anak
yang diterima dalam asrama itu merupakan kelompok selektif yang memiliki
ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri tersebut ialah: a) bahwa di dalam asrama diterima
anak dari berbagai keluarga, b) mereka akan menjadi penghuni asrama untuk
suatu jarak waktu tertentu (Aryatmi, 1990).
Asrama merupakan tempat tinggal bagi sekelompok individu dalam
jangka waktu tertentu karena dituntut oleh kebutuhan belajar atau bekerja
(Supeni, 2000:20). Asrama memiliki tiga pengertian: 1) rumah pemondokan
bagi para siswi, pegawai dan sebagainya; 2) rumah kediaman prajurit,
misalnya rumah kediaman polisi, dan 3) rumah, kediaman para rahib atau
petapa (Poerwardarminta, 1996:62). Demikian juga dengan pengertian asrama
menurut bahasa Sankserta, yakni: “Asrama” atau “Ashram”. Ada dua arti,
yang kedua berarti nama tingkatan hidup seorang Hindu dari kasta Brahmana.
Kata “Ashram” (bahasa sansekerta), yang sekarang menjadi kata “Asrama”,
dalam bahasa Inggris disebut “Boarding-house”, sedangkan dalam bahasa
Belanda disebut “internaat” (Schunacher, 1989).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang asrama dapat disimpulkan
bahwa asrama adalah tempat tinggal sekelompok individu dalam waktu
tertentu dengan tujuan untuk belajar atau bekerja dan dituntut tugas-tugas
yang harus dilakukan serta tempat untuk bersosialisai dan saling berkerjasama
sebagai satu keluarga.
2. Tugas Perkembangan Siswi di Asrama
Tugas perkembangan atau tugas-tugas kehidupan, misal tugas
menyelesaikan tugas-tugas harian. Tugas-tugas perkembangan siswi di asrama
sedikit berbeda dengan tugas siswi di rumah, karena di asrama tugas-tugas
lebih bersifat tegas dan ketat terutama dalam menjalankan peraturan di
asrama. Berbeda dengan di rumah, tugas-tugas bersifat tidak tegas dan tidak
ketat karena orang tua selalu memberi toleransi daripada orang tua di asrama.
Peraturan-peraturan di asrama bersifat ketat dan terkadang dikenai sanksi
yang berat bila tidak menjalankannya.
Tugas-tugas yang belum pernah ada di rumah ada di asrama, seperti:
penggunaan waktu belajar, menjaga kebersihan-kerapian-kesehatan diri,
pergi sekehendak hati baik untuk tamu maupun penghuni asrama sendiri (Tata
Tertib Asrama Santa Maria, 2003).
Kehidupan di rumah yang penuh dengan perhatian seperti dapat
bermanja-manja dengan ayah-ibu dan saudara-saudara, tidak terlalu dituntut
mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak dimarahi bila lupa mengerjakannya
serta dapat bersantai kapan saja. Hidup di asrama tidak dapat bermanja-manja
dengan ibu asrama dan tidak bisa hidup seenaknya karena segala sesuatu
sudah ada peraturannya sendiri-sendiri. Perubahan ini menuntut para remaja
SMA sebagai penghuni asrama untuk melakukan penyesuaian diri, karena
dengan proses penyesuaian diri yang baik mereka akan lebih betah tinggal di
asrama dan terlatih menjadi remaja yang disiplin dan mandiri untuk siap
menjadi individu yang dewasa dan punya banyak keterampilan hidup.
Kehidupan siswi di jenjang pendidikan SMP masih bergantung pada
orang tua seperti, berangkat sekolah diantar dan pulang sekolah dijemput,
disiapkan sarapan sebelum berangkat ke sekolah, bahkan jam belajar di rumah
perlu pendampingan dari orang tua. Setelah SMP selesai dan masuk ke
jenjang yang lebih tinggi yaitu SMA, para remaja mengalami masa peralihan.
Orang tua tidak lagi menjadi fokus utama seperti waktu SMP, karena remaja
SMA sudah mengenal banyak teman dan biasanya lebih percaya dengan
teman-teman sebayanya. Menurut Hurlock, teman sebaya dalam kelompok
perilaku, dan minat penampilan biasanya remaja SMA menggunakan
pakaian-pakaian yang populer di dalam kelompoknya (Hurlock, 1998).
Tugas berikutnya yaitu remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan
jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus
menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah
(Hurlock, 1998:213). Jadi dapat disimpulkan bahwa tugas siswi di asrama
benar-benar menuntut kepada mereka untuk hidup bertanggung jawab pada
diri sendiri dan kepada sesama.
D. Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi SMA
1. Arti Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah reaksi terhadap tuntutan-tuntutan internal
maupun tuntutan eksternal (Vembriarto, 1990). Penyesuaian diri merupakan
suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri sendiri dan tuntutan
lingkungan (Davidoff, 1991). Hurlock menjelaskan bahwa penyesuaian diri
adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain
pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya (Hurlock, 1998).
Demikian pula dengan pendapat Woodworth bahwa penyesuaian diri adalah
hubungan antara individu dengan lingkungan, pada dasarnya terdapat empat
jenis hubungan tersebut: 1) individu bertentangan dengan lingkungannya, 2)
individu memanfaatkan lingkungannya, 3) individu berpartisipasi dengan
(Gerungan, 1987:59). Woodworth juga mengungkapkan penyesuaian diri
mempunyai dua arti. Penyesuaian diri yang pertama disebut penyesuaian diri
autoplastis (auto= sendiri; plastis= dibentuk), sedangkan penyesuaian diri
yang kedua disebut juga penyesuaian diri alloplastis (allo= yang lain). Jadi
penyesuaian diri ada arti yang “pasif” dimana kegiatan kita ditentukan oleh
lingkungan dan ada arti yang “aktif” dimana kita yang pengaruhi lingkungan
(Gerungan, 1987:59).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang penyesuaian diri,
disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan proses keseimbangan antara
tugas-tugas perkembangan dari lingkungan dengan tugas-tugas perkembangan
dari dalam diri sendiri dan harus terjadi kesesuaian serta saling berkaitan satu
dengan yang lain.
Ada dua ciri orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, yaitu
memperlakukan orang lain sebagai individu, dan bekerja dengan kemampuan
penuh (Warga, 1983:24).
Hurlock menyebutkan kemampuan penyesuaian diri yang baik, yaitu:
cetak biru tindakan bukan sebagai akal untuk menunda atau menghindari suatu tindakan, mampu belajar dari kegagalan, tidak membesar-besarkan keberhasilan, mampu mengatur waktu kapan saatnya bekerja dan kapan saatnya bermain, mampu berkata “tidak” dalam situasi yang akan membahayakan kepentingan sendiri, mampu berkata “ya” dalam situasi yang akhirnya akan menguntungkan, mampu menunjukkan amarah secara langsung bila haknya dilanggar, mampu menunjukkan kasih sayang secara langsung dengan cara dan takaran yang sesuai, mampu berkompromi bila menghadapi kesulitan, mampu memusatkan energi pada tujuan yang penting, mampu menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan (Hurlock, 1999:258).
2. Penyesuaian Diri di Asrama
Kehidupan di asrama menuntut siswi untuk menyesuaikan diri dalam
berbagai kegiatan seperti makan bersama, tidur siang dan malam, belajar
bersama yaitu belajar malam, waktu pesiar, bersih-bersih atau kerja bakti pada
hari libur, dan kegiatan yang lainnya. Oleh karena itu, kehidupan di asrama
dipandang sebagai salah satu tempat yang efektif untuk pengembangan sosial
remaja.
Kehidupan asrama bagi siswi baru merupakan suatu lingkungan
dengan segala situasi dan kondisi yang baru pula. Penyesuaian diri siswi
merupakan hal penting yang harus segera dilakukan. Apabila siswi tidak
mampu menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan asrama maka ia
akan merasa gelisah, kaku, tertekan serta tidak bisa luwes dalam bertingkah
akan merasa puas, percaya diri, mempunyai banyak teman karena tingkah
laku yang baik dan mempengaruhi konsep dirinya menjadi semakin positif.
3. Penyesuaian Diri selama di Asrama
Penyesuaian diri setiap siswi asrama berbeda satu dengan yang lain.
Hal ini dikarenakan ada siswi yang baru tinggal di asrama selama satu tahun,
dua tahun atau tiga tahun tinggal di asrama. Tingkat kesulitan penyesuaian
diri sangat dipengaruhi oleh lamanya berada di asrama. Atau dengan kata lain
siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama mengalami tingkat
kesulitan penyesuaian diri yang berbeda dengan para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun kedua dan dengan para siswi yang tinggal di asrama
memasuki tahun ketiga dalam penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik
E. Program Bimbingan
1. Pengertian Program Bimbingan
Shertzer dan Stone mengatakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu untuk memahami diri dan lingkungannya
(Winkel, 1997:66). Prayitno (1997) mendefinisikan bimbingan sebagai
bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka supaya menemukan
pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan (Prayitno,
1997:23).
Kegiatan pelayanan bimbingan dilaksanakan berdasarkan pada suatu
Winkel, program bimbingan (Guidance Program) sebagai suatu rangkaian
kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama
periode waktu tertentu, misalnya satu tahun ajaran (Winkel, 1997).
Program bimbingan memuat sejumlah kegiatan bimbingan yang dapat
dijadikan pegangan bagi para pengasuh atau suster kepala sebagai
penyelenggara kegiatan pelayanan bimbingan di asrama. Program bimbingan
yang disusun dan ditulis dengan jelas dan terencana dapat mempermudah para
pengasuh sebagai pembimbing di asrama untuk mengadakan evaluasi
terhadap pencapaian tujuan pelayanan bimbingan di asrama.
2. Program Bimbingan di Asrama
Program bimbingan di asrama, pertama berupa orientasi kepada para
penghuni baru pada awal mereka masuk asrama tentang tata tertib hidup di
asrama. Kegiatan ini disebut dengan MOA (masa orientasi asrama) yang
berlangsung selama tiga hari. Penghuni baru mendapatkan buku panduan tata
tertib asrama. Selama tinggal di asrama pelaksanaan tata tertib akademik
(belajar) dalam bimbingan di asrama, penggunaan ruangan kelas untuk belajar
didampingi pengawas asrama.
Bahan yang dipelajari para siswi adalah bahan pelajaran sekolah baik
mengulang bahan pelajaran maupun mempelajari bahan yang baru;
mengerjakan tugas baik tugas pribadi maupun tugas kelompok saat jam
belajar harus tetap menjaga ketenangan dan ketertiban. Siswi penghuni
tata tertib belajar berlangsung juga dengan dukungan dari pihak pimpinan
asrama.
3. Bimbingan Belajar di Asrama
Tugas perkembangan siswi di asrama antara lain yang berhubungan
dengan tata tertib akademik yaitu waktu belajar yang sudah ditetapkan wajib
ditaati, demi terciptanya ketenangan umum dalam kegiatan belajar. Waktu
belajar para siswi yaitu malam hari. Mulai hari Senin sampai Jumat pada
pukul 19.00 sampai 20.45 (Tata Tertib Asrama Santa Maria, 2003). Asrama
tidak mempunyai ruang belajar khusus karena itu digunakan ruang-ruang
kelas di sekolah. Jumlah pengawas ada empat yaitu suster kepala, satu guru,
dan dua karyawan. Guru yang bertugas mendampingi para siswi belajar yaitu
berdasarkan jadwal yang telah disepakati. Hal-hal yang sifatnya mengganggu
warga lain yang sedang konsentrasi belajar, harus dihindari, seperti: bicara
terlalu keras, berteriak-teriak, dan menyanyi keras. Pengawasan ini
dilaksanakan supaya suasana jam belajar tetap tenang dan tidak mengganggu
konsentrasi teman lain (Tata Tertib Asrama Santa Maria, 2003).
Siswi menjalankan tugas perkembangan yang berhubungan dengan
tata tertib akademik di asrama dengan cara selalu belajar bersama pada jam
belajar yang sudah ditentukan, mematuhi semua waktu atau jadwal belajar
bersama, tidak mencari tempat lain untuk belajar selain tempat yang telah
ditentukan, menjaga ketenangan saat belajar dengan tidak berbicara keras atau
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi
penelitian, yaitu jenis penelitian, populasi penelitian, instrumen/ alat pengumpulan
data dan teknik analisis data yang digunakan.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian pendidikan, di bidang bimbingan.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode survei. Penelitian
deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang suatu gejala pada saat
penelitian dilakukan. Penelitian diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi
pada waktu penyelidikan dilakukan (Furchan, 1982: 415).
Tujuan survei adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dan bukan
informasi tentang individu (Furchan, 1982). Survei biasanya digunakan untuk
mencari informasi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah dan menguji
hipotesis mengenai hubungan variabel satu dengan variabel yang lain.
B. Populasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian populasi yaitu para siswi penghuni
siswi. Anggota populasi ada yang memasuki tahun pertama, ada yang memasuki
tahun ke dua, dan ada yang memasuki tahun ke tiga.
C. Alat Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu kuesioner tentang
penyesuaian diri siswi di asrama. Kuesioner ini bersifat tertutup artinya
jawaban sudah ada, responden hanya tinggal memilih jawaban yang paling
sesuai dengan keadaan dirinya. Kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri
siswi terhadap tata tertib akademik (belajar) disusun oleh peneliti dan
dibimbing oleh dosen pembimbing satu yaitu Drs.Wens Tanlain.M.Pd.
Item-item disesuaikan dengan keadaan lingkungan asrama dan peraturan akademik
asrama. Kuesioner penyesuaian diri terdiri dari dua bagian, yaitu:
a. Bagian identitas dan pedoman pengisian
b. Isi kuesioner yang terdiri dari 51 item pernyataan yang menggambarkan
kesulitan penyesuaian diri siswi terhadap tata tertib akademik/ belajar di
asrama.
Item-item pernyataan terdiri dari tiga aspek yaitu aspek mengetahui
adanya kegiatan belajar di asrama, aspek sikap terhadap kegiatan belajar
di asrama, dan aspek suasana batin atau perasaan senang dan tidak
senang. Pernyataan dalam kuesioner terdiri dari enam bidang, yaitu:
pelajaran, suasana belajar, dan tempat belajar. Berikut ini disajikan tabel
untuk item-item pernyataan dalam tiap bidang.
Tabel 1. Rincian Kuesioner Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi terhadap Tata Tertib Akademik/ belajar di Asrama dan sebaran item-item:
No. Bidang Item-item
1. Kegiatan orientasi asrama 1,2,3
2. Waktu atau jam belajar asrama
- jam belajar asrama (19.00-20.45)
- penggunaan waktu belajar
4,5,6
7,8,9,10,11,12,13,14,15
3. Cara-cara belajar
- belajar didampingi pengawas
- belajar dengan teman atau kakak kelas
- belajar sendiri
- belajar diskusi dengan kelompok
16,17,18,19,20,21
22,23,24
25,26,27
28,29,30
4. Bahan pelajaran
- mengerjakan PR
- mengulang pelajaran hari ini
- belajar bahan pelajaran untuk besok
31,32,33
34,35,36
37,38,39
5. Suasana belajar
- menjaga ketenangan
- tidak berbicara atau tertawa atau
bernyanyi keras
40,41,42
43,44,45
6. Tempat belajar
- belajar di ruang kelas
- belajar di kamar tidur, bila sakit
46,47,48
49,50,51
2. Skoring
Kuesioner ini disusun dalam bentuk skala bertingkat berdasarkan
prinsip-prinsip Likert Summated Rating. Skoring yang digunakan dalam item
kuesioner ini adalah 4,3,2,1.
Skoring item, bila item pernyataan dijawab Selalu maka memperoleh skor
4; bila item pernyataan dijawab: Banyak Kali, maka memperoleh skor 3; bila
item pernyataan dijawab: Kadang-Kadang, maka memperoleh skor 2; bila
item pernyataan dijawab: Tidak Pernah, maka memperoleh skor 1.
Pernyataan-pernyataan berbentuk positif, maka arah jawaban menentukan
arah kesulitan. Skor tinggi berarti kesulitan rendah, sebaliknya skor rendah
berarti kesulitan tinggi.
Pernyataan dalam kuesioner dipusatkan pada bidang penyesuaian diri siswi
terhadap tata tertib akademik (belajar) di asrama.
D. Pengumpulan Data
1. Uji Coba Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri
Kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri diujicobakan kepada
penghuni asrama Santa Angela Sedayu. Pelaksanaan uji coba kuesioner
dilaksanakan pada sore hari, tanggal 19 Okober 2004. Uji coba ini melibatkan
seluruh penghuni asrama sejumlah 45 siswi. Proses pelaksanaan uji coba
peneliti untuk mengetahui reliabilitas dan validitas dari kuesioner tingkat
kesulitan penyesuaian diri siswi.
2. Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan pada sore hari, tanggal 22 Oktober
2004. Subyek penelitian adalah seluruh siswi penghuni asrama yang
seharusnya berjumlah 157, namun saat penelitian ini dilakukan ada 15 siswi
yang tidak ada di tempat karena les dan mengikuti katekisasi di gereja,
sehingga jumlah subyek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 142 siswi.
Waktu yang dibutuhkan siswi untuk mengisi kuesioner adalah 30 menit.
Proses pelaksanaan penelitian berjalan dengan lancar dan baik. Selanjutnya,
hasil penelitian diolah oleh peneliti untuk mengetahui reliabilitas dan validitas
dari kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri siswi.
E. Analisis Data
1. Reliabilitas Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri
a. Reliabilitas suatu alat ukur adalah derajat keajegan alat tersebut dalam
mengukur apa saja yang diukurnya (Furchan, 1982:295). Reliabilitas
kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri, ditentukan dengan cara:
Langkah I:
Menghitung koefisien korelasi skor item ganjil dan genap dengan teknik
∑
−∑
∑ ∑
∑
−∑
− ∑ = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan Rumus: xyr = koefisien ganjil-genap
N = jumlah subyek
x = belahan ganjil
y = belahan genap
Langkah II:
Menghitung reliabilitas skor item ganjil dan genap kuesioner penyesuaian diri
dengan rumus Spearman-Brown:
gg gg tt r xr r + = 1 2 Keterangan:
rtt : Koefisien Reliabilitas
rgg : Koefisien Ganjil Genap
(Guilford, 1965:457)
b. Reliabilitas uji coba
Langkah I : Perhitungan korelasi uji coba kuesioner tingkat kesulitan
( )( )
⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛Σ − Σ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛Σ − Σ ∑ Σ − Σ = 2 2 22 X N Y Y
X N Y X XY N xy
r
=(
)(
)
(
)
{
2}
{
(
)
2}
3336 250730 45 3231 237423 45 3336 3231 242693 45 − × − × − × =
{
10684035 10439361}{
11282850 11128896}
10778616 10921185 − − − = 153954 244674 142569 × = 6 3766854099 142569 = 194084 142569 = 0,73
Langkah II : Perhitungan koefisien reliabilitas uji coba kuesioner tingkat
kesulitan penyesuaian diri
Koefisien reliabilitas yang diperoleh = 0,84. Jadi reliabilitas
Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri menurut Garrett (1967)
termasuk “sangat tinggi”.
tt r
c. Reliabilitas Penelitian
Langkah I : Perhitungan korelasi hasil penelitian Kuesioner Tingkat Kesulitan
Penyesuaian Diri
( )( )
⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ ⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛Σ − Σ ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛Σ − Σ ∑ Σ − Σ = 2 2 22 X N Y Y
X N Y X XY N xy
r
=(
)(
)
(
)
{
2}
{
(
)
2}
10383 766589 142 10123 728381 142 10383 10123 745973 142 − × − × − × =
{
103430102 102475129}{
108855638 107806689}
Langkah II : Perhitungan koefisien reliabilitas penelitian Kuesioner Tingkat
Kesulitan Penyesuaian Diri.
gg gg tt
r
r
r
+ × = 1 2 = 8203 , 0 1 8203 , 0 2 + × = 8203 , 1 6406 , 1 = 0,90Hasil perhitungan ini menunjukkan reliabilitas penelitian kuesioner
tingkat kesulitan penyesuaian diri termasuk dalam klasifikasi sangat tinggi
(Garrett, 1967).
2. Validitas Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri
a. Validitas adalah tingkat sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa
yang seharusnya diukur ( Furchan, 1982:281). Validitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu seberapa jauh kuesioner
ini mencapai kerangka konsep alat ukur untuk mengukur sifat atau
bangunan-pengertian (contruct) tertentu (Furchan, 1982:288).
r
t∞ =Keterangan:
r
t∞ = koefisien validitasr
tt = koefisien reliabilitas(Guilford, 1965:443)
b. Validitas Uji Coba
tt
t
r
r
=
00
= 0,84
= 0,91
Hasil perhitungan ini menunjukkan validitas uji coba Kuesioner
Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri termasuk klasifikasi “sangat tinggi”
(Garrett, 1967:176).
c. Validitas Penelitian
Perhitungan koefisien validitas peneltian kuesioner tingkat kesulitan
penyesuaian diri adalah:
tt
t
r
r
=
00
= 0,901
= 0,95
Garrett (1967:176) mengemukakan suatu deskripsi tentang penafsiran
Tabel 2. Klasifikasi koefisien korelasi reliabilitas dan validitas suatu alat tes.
Koefisien korelasi Klasifikasi
± 0,70 - ± 1,00
± 0,40 - ± 0,70
± 0,20 - ± 0,40
0,00 - ± 0,20
Tinggi- sangat tinggi
Cukup
Rendah
Tidak ada-sangat rendah
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien reliabilitas dan koefisien
validitas penelitian Kuesioner Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri termasuk
“sangat tinggi” (Garrett, 1967).
Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Hasil perhitungan koefisien validitas dan reliabilitas
Koefisien Uji Coba Penelitian
r
tt 0,84 0,90r
t∞ 0,91 0,95Keterangan :
rtt = Koefisien reliabilitas
Kesimpulan: Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa reliabilitas
dan validitas kuesioner tingkat kesulitan penyesuaian diri termasuk “sangat
tinggi” dan “konsisten”.
3. Perhitungan Mean
Perhitungan mean skor-skor digunakan untuk menyusun kategori
tingkat kesulitan penyesuaian diri rendah atau tinggi. Kategori tingkat
kesulitan penyesuaian diri tinggi untuk skor-skor yang sama dengan mean dan
di bawah mean. Kategori tingkat kesulitan penyesuaian diri rendah untuk
skor-skor di atas mean. Rumus yang digunakan, yaitu:
Ν ΣΧ = Μ
Keterangan:
M : Mean
∑X : Total skor X
N : Jumlah siswi
4. Uji Hipotesis: Chi-Kuadrat
Teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah teknik
chi-kuadrat. Teknik statistik Chi-Kuadrat digunakan untuk mengetahui perbedaan
antara frekuensi berbagai subyek, obyek kejadian dan lain-lain yang termasuk
{
}
(
a b)(
c d)(
a c)(
b d)
cb ad N
+ + + +
−
= 2
2
χ
Keterangan:
2
χ = Chi-Kuadrat
N = Jumlah Siswa
a = Jumlah pada kolom 1 baris 1
b = Jumlah pada kolom 2 baris 1
c = Jumlah pada kolom 1 baris 2
d = Jumlah pada kolom 2 baris 2
(Sutrisno, 1986:355).
Angka derajat kebebasan adalah jumlah pengamatan yang dapat
berubah-ubah di sekitar parameter konstan (Furchan, 1982). Rumus derajat
kebebasan adalah:
Df =
(
C−1)(
R−1)
Keterangan:
Df = Jumlah derajat bebas
C = Jumlah kolom
R = Jumlah baris
Taraf Signifikan adalah proporsi kemungkinan adanya penyimpangan
dalam suatu penelitian. Taraf Signifikan yang dipakai dalam penelitian ini
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat pertama mengenai hasil penelitian mencakup tingkat
kesulitan penyesuaian diri para siswi asrama terhadap tata tertib akademik dan
pengujian hipotesis. Pembahasan mencakup tingkat kesulitan penyesuaian diri para
siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama, tahun kedua, dan tahun ketiga.
A. Hasil Penelitian
1. Tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi terhadap tata tertib akademik di
asrama.
Ada dua kategori tingkat kesulitan penyesuaian diri yaitu kategori
tinggi (T) dan kategori rendah (R). Para siswi dalam kategori tingkat kesulitan
penyesuaian diri tinggi adalah siswi yang memperoleh skor kuesioner
kesulitan penyesuaian diri rendah. Sebaliknya siswi dalam kategori tingkat
kesulitan penyesuaian diri rendah adalah siswi yang memperoleh skor
kuesioner kesulitan penyesuaian diri tinggi. Mean skor total kesulitan
penyesuaian diri para penghuni asrama adalah 148. Hasil kategori tingkat
Tabel 4 . Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Para Siswi berdasarkan lama tinggal di Asrama.
Waktu Tinggal di Asrama Tingkat
Kesulitan
Penyesuaian Diri 1 (f/%) 2 (f/%) 3 (f/%) Total (f/%) T 17 (12) 27 (19) 32 (22,5) 76 (53,5) R 20 (54) 31 (22) 15 (10,5) 66 (46,5) Total 37 (26) 58 (41) 47 (33) 142 (100)
Berdasarkan data di atas disimpulkan bahwa:
a. Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib
akademik lebih sedikit daripada jumlah siswi yang mengalami tingkat
kesulitan penyesuaian diri rendah.
b. Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib
akademik lebih sedikit daripada jumlah siswi yang mengalami tingkat
kesulitan penyesuaian diri rendah.
c. Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun ketiga yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib
akademik lebih banyak daripada jumlah siswi yang mengalami tingkat
d. Jumlah penghuni asrama yang mengalami tingkat kesulitan penyesuaian
diri tinggi terhadap tata tertib akademik lebih banyak daripada yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri rendah.
B. Pengujian Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis pertama
Hipotesis Penelitian:
Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun kedua.
Hipotesis Statistik:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik lebih banyak daripada jumlah siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun kedua.
Hipotesis nol:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik tidak lebih banyak daripada jumlah siswi yang tinggal
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Chi-Kuadrat pada Taraf
Signifikansi 1 % dan derajat kebebasan (df)=1. Nilai kritik Chi-Kuadrat pada uji satu
ekor pada tabel adalah 5,412.
Tabel 5. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Asrama tahun pertama dan tahun kedua.
Waktu Tinggal di Asrama Tingkat Kesulitan
Penyesuaian Diri
1 (f/%) 2 (f/%)
Total (f/%)
T 17 (18) 27 (28,4) 44 (46,4)
R 20 (21) 31 (32,6) 51 (53,6)
Total 37 (39) 58 (61) 95 (100)
Keterangan:
N = Jumlah Siswa
a = Jumlah siswi tahun pertama kategori tinggi
b = Jumlah siswi tahun kedua kategori tinggi
c = Jumlah siswi tahun pertama kategori rendah
d = Jumlah siswi tahun kedua kategori rendah
(
)
(
a b)(
c d)(
a c)(
b d)
cb ad N + + + + − = 2 2 χ
(
)
(
17 27)(
20 31)(
17 20)(
27 31)
27 . 20 31 . 17 95 2 2 + + + + − = χ
(
)
( )( )( )( )
44 51 37 58540 527
95 2
2= −
4815624 16055
2=
χ
003 , 0
2=
χ
Dengan derajat kebebasan 1 dan Taraf Signifikan 1 % (tes satu ekor),
nilai kritik Chi-Kuadrat diperlukan = 5,412. Nilai yang diperoleh adalah 0,003
lebih kecil daripada nilai kritik Chi-Kuadrat, maka Ho diterima dan hipotesis
penelitian ditolak. Jadi, para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun
pertama yang mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap
tata tertib akademik lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di asrama
memasuki tahun kedua.
2. Hipotesis kedua
Hipotesis Penelitian:
Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun ketiga.
Hipotesis Statistik:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
tertib akademik lebih banyak daripada jumlah siswi yang memasuki
tahun ketiga
Hipotesis nol:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik tidak lebih banyak daripada jumlah siswi yang tinggal
di asrama memasuki tahun ketiga.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Chi-Kuadrat pada Taraf
Signifikansi 1 % dan derajat kebebasan (df)=1. Nilai kritik Chi-Kuadrat pada uji satu
ekor pada tabel adalah 5,412.
Tabel 6 . Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Siswi Asrama tahun pertama dengan tahun ketiga.
Waktu Tinggal di Asrama Tingkat Kesulitan
Penyesuaian Diri
1 (f/%) 3 (f/%)
Total (f/%)
T 17 (20) 32 (38) 49 (58)
R 20 (24) 15 (18) 35 (42)
Total 37 (44) 47 (56) 84 (100)
Keterangan:
N = Jumlah Siswa
a = Jumlah siswi tahun pertama kategori tinggi
b = Jumlah siswi tahun ketiga kategori tinggi
c = Jumlah siswi tahun pertama kategori rendah
(
)
(
a b)(
c d)(
a c)(
b d)
cb ad N + + + + − = 2 2 χ
(
)
(
17 32)(
20 15)(
17 20)(
32 15)
32 . 20 15 . 17 84 2 2 + + + + − = χ
(
)
( )( )( )( )
49 35 37 47640 255
84 2
2 = −
χ
(
)
2982385 385
84 2
2= −
χ 2982385 148225 . 84 2=
χ
2982385 12450900 2 = χ 174 , 4 2 = χDengan derajat kebebasan 1 dan taraf signifikan 1 % (tes satu ekor)
nilai kritik Chi-Kuadrat diperlukan = 5,412. Nilai yang diperoleh adalah 4,174
lebih kecil daripada nilai kritik Chi-Kuadrat, maka Ho diterima dan hipotesis
penelitian ditolak. Jadi, para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun
pertama yang mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap
tata tertib akademik tidak lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di
3. Hipotesis ketiga
Hipotesis Penelitian:
Para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun ketiga.
Hipotesis Statistik:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik lebih banyak daripada jumlah siswi yang tinggal di
asrama memasuki tahun ketiga.
Hipotesis nol:
Jumlah siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata
tertib akademik tidak lebih banyak daripada jumlah siswi yang tinggal
di asrama memasuki tahun ketiga.
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Chi-Kuadrat pada Taraf
Signifikansi 1 % dan derajat kebebasan (df)=1. Nilai kritik Chi-Kuadrat pada uji satu
Tabel 7. Kategori Tingkat Kesulitan Penyesuaian Diri Para Siswi Asrama tahun kedua dengan tahun ketiga.
Waktu Tinggal di Asrama Tingkat Kesulitan
Penyesuaian Diri
2 (f/%) 3 (f/%)
Total (f/%)
T 27 (25,7) 32 (30,5) 59 (56,2) R 31 (29,5) 15 (14,3) 46 (43,8) Total 58 (55,2) 47 (44,8) 105 (100)
Keterangan:
N = Jumlah Siswa
a = Jumlah siswi tahun kedua kategori tinggi
b = Jumlah siswi tahun ketiga kategori tinggi
c = Jumlah siswi tahun kedua kategori rendah
d = Jumlah siswi tahun ketiga kategori rendah
(
)
(
a b)(
c d)(
a c)(
b d)
cb ad N + + + + − = 2 2 χ
{
}
(
27 32)(
31 15)(
27 31)(
32 15)
32 . 31 15 . 27 105 2 2 + + + + − = χ
(
)
( )( )( )( )
59 46 58 47992 405
105 2
2 = −
χ
(
)
7398364 587
105 2
2 = −
7398364 36179745
2 =
χ
890 , 4
2 =
χ
Dengan derajat kebebasan 1 dan taraf signifikan 1 % (satu ekor) nilai
kritik Chi-Kuadrat diperlukan = 5,412. Nilai yang diperoleh adalah 4,890
lebih kecil daripada nilai kritik, maka Ho diterima dan hipotesis penelitian
ditolak. Jadi, para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun kedua yang
mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib
akademik tidak lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di asrama
memasuki tahun ketiga.
C. Pembahasan
1. Tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi yang tinggal di asrama
tahun pertama dan tahun kedua.
Hasil penelitian adalah jumlah siswi tahun pertama tinggal di asrama
yang tinggi tingkat kesulitan penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik
lebih sedikit daripada jumlah siswi yang rendah tingkat kesulitan penyesuaian
dirinya; jumlah siswi tahun kedua tinggal di asrama yang tinggi tingkat
kesulitan penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik lebih sedikit daripada
jumlah siswi yang rendah tingkat kesulitan penyesuaian dirinya. Hasil uji
hipotesis adalah para siswi yang tinggal di asrama memasuki tahun pertama
akademik tidak lebih banyak daripada para siswi yang tinggal di asrama
memasuki tahun kedua.
Para siswi tahun pertama maupun tahun kedua yang tingkat kesulitan
penyesuaian diri tinggi terhadap tata tertib akademik asrama lebih sedikit dan
yang tingkat kesulitan penyesuaian diri rendah lebih banyak. Meskipun tidak
terbukti, bahwa kelompok para siswi tahun pertama yang mengalami tingkat
kesulitan penyesuaian diri tinggi lebih banyak daripada para siswi yang
tinggal di asrama memasuki tahun kedua. Hal ini mungkin, karena para siswi
tahun pertama adalah penghuni baru dan para siswi tahun kedua termasuk
penghuni yang belum terlalu lama tinggal di asrama, sehingga sikap patuh
mereka masih tinggi terhadap tata tertib akademik. Kemungkinan lain, para
siswi tahun pertama dan tahun kedua yang sudah mempunyai pengalaman dari
rumah yaitu hidup teratur, sudah terbiasa dengan adanya jam belajar, belajar
dengan diawasi orang tua, belajar tidak boleh memutar tape atau radio, dan
belajar harus tenang, sehingga mereka dalam melakukan penyesuaian diri
terhadap tata tertib akademik asrama lebih lancar. Sikap lain sebagai remaja
yang berintegrasi dengan kehidupan orang dewasa yaitu, sikap mau berusaha.
Hal ini dikarenakan, para siswi lebih banyak berasal dari luar kota Yogyakarta
berarti tinggal jauh dengan orang tua, sehingga mengharuskan mereka untuk
berusaha menyesuaikan diri agar hidup di asrama lebih baik dan lebih betah
Ada sebagian dari para siswi tahun pertama dan tahun kedua yang
masih mengalami tingkat kesulitan penyesuaian diri tinggi. Mungkin hal ini
disebabkan karena, mereka mempunyai pengalaman hidup di rumah berbeda
dengan di asrama, sehingga mereka masih bingung atau belum terbiasa
dengan tata tertib akademik seperti adanya jam belajar bersama, belajar
diawasi oleh guru atau pendamping, belajar tidak boleh bicara, nyanyi
ataupun tertawa keras, belajar harus menjaga suasana agar tenang.
Berdasarkan pengalaman baru ini, mereka perlu waktu untuk melakukan
penyesuaian diri agar lancar dan pemahaman mereka tentang kehidupan
belajar di asrama yang masih kurang perlu diperhatikan lagi.
2. Tingkat kesulitan penyesuaian diri para siswi yang tinggal di asrama
tahun pertama dan tahun ketiga.
Hasil penelitian adalah jumlah siswi tahun pertama tinggal di asrama
yang tinggi tingkat kesulitan penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik
lebih sedikit daripada jumlah siswi yang rendah tingkat kesulitan penyesuaian
dirinya; jumlah siswi tahun ketiga tinggal di asrama yang tinggi tingkat
kesulitan penyesuaian diri terhadap tata tertib akademik lebih banyak daripada
jumlah siswi yang rendah tingkat kesulitan penyesuaian dirinya. Demikian
juga hasil uji hipotesis adalah para siswi yang tinggal di asrama memasuki