KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG-PANGGUL TERHADAP TEKANAN DARAH PADA DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yeni Natalia Susanti NIM : 108114161
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
▸ Baca selengkapnya: istilah tehnis pola lingkar pada pemangkasan adalah
(2)i
KORELASI LINGKAR PINGGANG DAN RASIO LINGKAR PINGGANG-PANGGUL TERHADAP TEKANAN DARAH PADA DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI RSUD KABUPATEN TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Yeni Natalia Susanti NIM : 108114161
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Aku Kuat Bukan Karena Hebatku
Tapi Karena
YESUS
Menopangku
Karya ini kupersembahkan untuk:
Tuhanku Yesus Kristus,
Seluruh keluarga besarku,
Albertus dimas,
Teman-teman seperjuangan dan
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas segala berkat, kasih setia, dan tuntunan-Nya yang sangat hebat dan luar biasa
diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul Terhadap
Tekanan Darah pada Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam karena telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan nasihat-nasihat yang membangun serta
semangat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang menjadi penopang di saat terjatuh, kekuatan
saat lemah, pembimbing, penasehat, dan sahabat setiaku
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta
3. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK., selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu dalam meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
berdiskusi dalam penyusunan skripsi ini
4. Phebe Hendra, M.Si, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji atas saran dan
dukungan yang membangun
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., selaku dosen penguji atas saran dan
viii
6. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung yang telah
memberikan ijin dalam pengambilan data di rumah sakit
7. Keluarga Om Sunarko dan Tante Ana yang berkenan memberikan
penginapan kepada penulis dan teman-teman selama di Temanggung
8. Bapak Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M. Sc., selaku dosen statistik yang telah
membantu dalam pengolahan data statistik
9. Keluarga besarku ayah, ibu, kak Icha, kak Nana, kak Yuyun, kak Iin, kak
Yati, adikku Martha dan Christo, keponakan-keponakanku,
abang-abangku, yang senantiasa memberi motivasi dan menjadi motivasiku
dalam menghadapi kehidupan dalam kesederhanaan yang takut akan
Tuhan
10. Albertus Dimas Aji Putra yang setia meluangkan waktu, memberi
dukungan dan semangat
11. Teman-teman skripsi payung Inez, Lily, Isabella, Indri, Gisella, Ollie,
Padma, Ambar, Siska, Dela, Jonas, Anwar, dan Reza yang berjuang
bersama dalam proses pembuatan skripsi
12. Teman-teman seperjuangan Gilda, Hilda, Mirsha, Bundo, Ocha, Rani,
Ivan, Nover, Suryo, Tian, Aji, Indri, Nita, Widya, serta seluruh angkatan
2010 semangat kalian menjadi semangatku di Farmasi
13. dan seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi membangun sempurnanya skripsi
ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat
menjadi salah satu sumbangan untuk ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, 26 Februari 2014
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Persembahan ... iv
Pernyataan Keaslian Karya ... v
xi
H. Resistensi Insulin, Obesitas, dan Hipertensi ... 22
xii
1. Observasi Awal ... 33
2. Permohonan Ijin dan Kerjasama ... 33
3. Pembuatan Informed Consent dan Leaflet ... 34
4. Pencarian Calon Responden ... 35
5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 36
6. Pengukuran Antropometri dan Tekanan Darah ... 36
7. Pembagian Hasil Pemeriksaan ... 37
8. Pengolahan Data ... 37
J. Analisis Data Penelitian ... 37
K. Kesulitan Penelitian ... 38
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Karakteristik Responden Penelitian ... 39
1. Usia ... 40 Pinggang - Panggul terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik ... 46
xiii
a. Tekanan Darah Sistolik ... 47
b. Tekanan Darah Diastolik ... 48
2. Komparatif Rasio Lingkar Pinggang-Panggul <0,90
cm dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul ≥0,90 cm
terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah
Diastolik Responden Pria ... 49
a. Tekanan Darah Sistolik ... 49
b. Tekanan Darah Diastolik ... 50
3. Komparatif Lingkar Pinggang <80 cm dan Lingkar
Pinggang ≥80 cm terhadap Tekanan Darah Sistolik
dan Tekanan Darah Diastolik Responden Wanita ... 51
a. Tekanan Darah Sistolik ... 51
b. Tekanan Darah Diastolik ... 52
4. Komparatif Rasio Lingkar Pinggang-Panggul <0,85
cm dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul ≥0,85 cm
terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah
Diastolik Responden Wanita ... 53
a. Tekanan Darah Sistolik ... 53
b. Tekanan Darah Diastolik ... 54
C. Korelasi Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik ... 55
1. Korelasi Lingkar Pinggang terhadap Tekanan Darah
xiv
a. Responden Pria ... 56
b. Responden Wanita ... 57
2. Korelasi Lingkar Pinggang terhadap Tekanan Darah Diastolik Responden Pria dan Wanita ... 59
a. Responden Pria ... 59
b. Responden Wanita ... 60
3. Korelasi Rasio Lingkar Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Sistolik Responden Pria dan Wanita ... 61
a. Responden Pria ... 61
b. Responden Wanita ... 62
4. Korelasi Rasio Lingkar Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Diastolik Responden Pria dan Wanita ... 64
a. Responden Pria ... 64
b. Responden Wanita ... 65
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67
A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 67
Daftar Pustaka ... 68
Lampiran ... 74
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ... 10
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Menurut JNC VII ... 18
Tabel III. Kriteria Ukuran Lingkar Pinggang Berdasarkan Negara atau Etnis ... 20
Tabel IV. Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi ... 38
Tabel V. Karakteristik Demografi Responden Pria ... 41
Tabel VI. Karakteristik Demografi Responden Wanita ... 40
Tabel VII. Distribusi Lingkar Pinggang DM 2 Responden Pria ... 42
Tabel VIII. Distribusi Lingkar Pinggang DM 2 Responden Wanita ... 42
Tabel IX. Distribusi Rasio Lingkar Pinggang – Panggul DM 2 Responden Pria ... 44
Tabel X. Distribusi Rasio Lingkar Pinggang-Panggul DM 2 Responden Wanita ... 44
Tabel XI. Distribusi Tekanan Darah Sistolik DM 2 Responden Pria ... 45
Tabel XII. Distribusi Tekanan Darah Sistolik DM 2 Responden Wanita ... 45
xvi
Tabel XIV. Distribusi Tekanan Darah Diastolik DM 2
Responden Wanita ... 46
Tabel XV. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan
Lingkar Pinggang pada Responden Pria ... 47
Tabel XVI. Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan
Lingkar Pinggang pada Responden Pria ... 48
Tabel XVII. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan
Rasio Lingkar Pinggang Panggul pada Responden Pria ... 49
Tabel XVIII. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan
Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden
Wanita ... 50
Tabel XIX. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan
Lingkar Pinggang pada Responden Wanita ... 51
Tabel XX. Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan
Lingkar Pinggang pada Responden Wanita ... 52
Tabel XXI. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan
Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden
Wanita ... 53
Tabel XXII. Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan
Rasio Lingkar Pinggang-Panggul pada Responden
xvii
Tabel XXIII. Korelasi Pengukuran LP dan RLPP terhadap Tekanan
Darah Pada Penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 di
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Efek Insulin terhadap Jaringan Lemak, Hati, dan Otot
Rangka ... 9
Gambar 2. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus ... 11
Gambar 3. Definisi Sindroma Metabolik ... 13
Gambar 4. Pengukuran Tekanan Darah ... 17
Gambar 5. Pengukuran Lingkar Pinggang ... 19
Gambar 6. Ringkasan Hubungan antara Lingkar Pinggang, Rasio Lingkar Pinggang Panggul dengan Risiko Penyakit ... 21
Gambar 7. Rasio Lingkar Pinggang-Panggul ... 21
Gambar 8. Mekanisme dan Sistem Hormonal yang Terlibat Dalam Hipertensi yang Berhubungan dengan Obesitas ... 22
Gambar 9. Skema Responden ... 30
Gambar 10. Grafik Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Tekanan Darah Sistolik Responden Pria ... 56
Gambar 11. Grafik Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Tekanan Darah Sistolik Responden Wanita ... 57
Gambar 12. Grafik Korelasi antara Lingkar Pinggang dan Tekanan Darah Diastolik Responden Pria ... 59
xix
Gambar 14. Grafik Korelasi antara Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul dan Tekanan Darah Sistolik Responden Pria ... 61
Gambar 15. Grafik Korelasi antara Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul dan Tekanan Darah Sistolik Responden
Wanita ... 62
Gambar 16. Grafik Korelasi antara Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul dan Tekanan Darah Diastolik Responden Pria ... 64
Gambar 17. Grafik Korelasi antara Rasio Lingkar Pinggang-
Panggul dan Tekanan Darah Diastolik Responden
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Ethical Clearance ... 75
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian RSUD Kabupaten Temanggung ... 76
Lampiran 3. Informed Consent ... 77
Lampiran 4. Pedoman Wawancara ... 78
Lampiran 5. Leaflet ... 79
Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 81
Lampiran 7. Sphygmomanometer ... 82
Lampiran 8. Pengukuran Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul ... 83
Lampiran 9. Validasi Instrumen Pengukuran (Butterfly®) ... 84
Lampiran 10. Penggunaan Obat Hipertensi ... 85
Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden Pria ... 89
Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas LP Responden Pria ... 90
Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas RLPP Responden Pria ... 91
Lampiran 14. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik Responden Pria ... 92
Lampiran 15. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik Responden Pria ... 93
Lampiran 16. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia Responden Wanita ... 94
Lampiran 17. Deskriptif dan Uji Normalitas LP Responden Wanita ... 95
xxi
Lampiran 19. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik
Responden Wanita ... 97
Lampiran 20. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik
Responden Wanita ... 98
Lampiran 21. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik
pada LP< 90 cm dan LP ≥90 cm Responden Pria ... 99
Lampiran 22. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik
pada LP <90 cm dan LP ≥90 cm Responden Pria ... 100
Lampiran 23. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik
pada RLPP <0,90 cm dan RLPP ≥0,90 cm Responden
Pria ... 101
Lampiran 24. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik
pada RLPP <0,90 cm dan RLPP ≥0,90 cm Responden
Pria ... 102
Lampiran 25. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik
pada LP <80 cm dan LP ≥80 cm Responden Wanita ... 103
Lampiran 26. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik
pada LP <80 cm dan LP ≥80 cm Responden Wanita ... ` 104
Lampiran 27. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Sistolik
pada RLPP <0,85 cm dan RLPP ≥0,85 cm Responden
xxii
Lampiran 28. Deskriptif dan Uji Normalitas Tekanan Darah Diastolik
pada RLPP <0,85 cm dan RLPP ≥0,85 cm Responden
Wanita ... 106
Lampiran 29. Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik terhadap LP
<90 cm dan LP ≥90 cm Responden Pria ... 107
Lampiran 30. Uji Komparatif Tekanan Darah Diastolik terhadap LP
<90 cm dan LP ≥90 cm Responden Pria ... 108
Lampiran 31. Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik terhadap RLPP
<0,90 cm dan RLPP ≥0,90 cm Responden Pria ... 109
Lampiran 32. Uji Komparatif Tekanan Darah Diastolik terhadap
RLPP <0,90 cm dan RLPP ≥0,90 cm Responden Pria ... 110
Lampiran 33. Uji Komparatif Tekanan Darah Sistolik terhadap LP
<80 cm dan LP ≥80 cm Responden Wanita ... 111
Lampiran 34. Uji Komparatif Tekanan Darah Diastolik terhadap LP
<80 cm dan LP ≥80 cm Responden Wanita ... 112
Lampiran 35.Uji Komparatif terhadap Tekanan Darah Sistolik
ter-hadap RLPP <0,85 cm dan LP ≥0,85 cm Responden
Wanita ... 113
Lampiran 36. Uji Komparatif terhadap Tekanan Darah Diastolik
ter-hadap RLPP <0,85 cm dan LP ≥0,85 cm Responden
Wanita ... 114
Lampiran 37. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang terhadap
xxiii
Lampiran 38. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang terhadap
Te-kanan Darah Siatolik Responden Wanita ... 115
Lampiran 39. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang terhadap
Tekanan Darah Diastolik Responden Pria ... 116
Lampiran 40. Uji Korelasi Spearman Lingkar Pinggang terhadap
Tekanan Darah Diastolik Responden Wanita ... 116
Lampiran 41. Uji Korelasi Spearman Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Sistolik Responden
Pria ... 117
Lampiran 42. Uji Korelasi Spearman Rasio Lingkar Pinggang-
Panggul terhadap Tekanan Darah Sistolik Responden
Wanita... 117
Lampiran 43. Uji Korelasi Spearman Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Diastolik Responden
Pria ... 118
Lampiran 44. Uji Korelasi Spearman Rasio Lingkar
Pinggang-Panggul terhadap Tekanan Darah Diastolik Responden
xxiv
INTISARI
Prevalensi diabetes melitus tipe 2 di dunia terus mengalami peningkatan. Diabetes melitus tipe 2 dapat meningkatkan risiko cardiovascular disease akibat kondisi lemak berlebih pada abdominal dan memiliki risiko hipertensi. Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul merupakan teknik antropometri dalam menentukan timbunan lemak abdominal. Penelitian bertujuan untuk mengetahui korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.
Penelitian berupa observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Pengambilan sampel secara non-random, jenis purposive sampling, terhadap 42 responden pria dan 58 responden wanita. Pengukuran meliputi lingkar pinggang, lingkar panggul, dan tekanan darah. Data dianalisis dengan uji normalitas Shapiro-Wilk untuk pria dan Kolmogorov-Smirnov untuk wanita, uji komparatif Man-Whitney, serta uji korelasi Spearman taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian terdapat korelasi positif dan tidak bermakna antara lingkar pinggang terhadap tekanan darah sistolik dan diastolik pria (p=0,104, r=0,255; p=0,148, r=0,227), lingkar pinggang terhadap tekanan darah diastolik wanita (p=0,956; r=0,007), rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah diastolik pria (p=0,321; r=0,157), dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah sistolik responden pria dan wanita (p=0,453, r=0,119; p=0,610, r=0,068). Korelasi negatif dan tidak bermakna antara lingkar pinggang terhadap tekanan darah sistolik (p=0,658; r=-0,059) dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah diastolik (p=0,419; r=-0,108) responden wanita.
xxv
ABSTRACT
Prevalence of type 2 diabetes mellitus in the world are increase. This disease can increase cardiovascular disease risk because of abdominal obesity and have a risk to become hypertension. Waist circumference and waist hip ratio is an anthropometric technique to describe abdominal fat. This study aim to determine the correlation of waist circumference and waist hip ratio on blood pressure in type 2 Diabetes Mellitus in RSUD KabupatenTemanggung.
This study was an observational analytic with cross-sectional approach and sampling techniques was non-random, purposive sampling types on 42 male respondents and 58 female respondents. Measurements include waist circumference, waist hip ratio, and blood pressure. Data were analyzed with Shapiro-Wilk Normality test for men and Kolmogorov-Smirnov for women, Mann-Whitney comparative test, and Spearman correlation test with a confidence level of 95%.
The results showed there were positive correlation and no significant between waist circumference and diastolic-sistolic blood pressure in the men (p=0.104, r=0.255; p=0.148, r=0.227), waist hip ratio and diastolic blood pressure in the women (p=0.956, r=0.007), waist hip ratio and diastolic blood pressure in the men (p=0.321, r=0.157), and waist hip ratio and sistolic blood pressure in the men and women (p=0.453, r=0.119; p=0.610, r=0.068) respondents. Negative correlation and no significant between waist circumference and sistolic blood pressure (p=0.658, r=-0.059), and waist hip ratio and diastolic blood pressure (p=0.419, r=-0.108) in the women repondents.
1
BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindroma kronik gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat insufisiensi sekresi insulin
atau resistensi insulin pada jaringan sehingga kadar glukosa dalam darah
meningkat (Dorland 2010). Prevalensi diabetes melitus di seluruh dunia
diperkirakan 2,8% (171 juta) pada tahun 2000 dan akan menjadi 4,4% (366 juta)
pada tahun 2030 mendatang. Data World Health Organization (WHO)
menyebutkan angka kejadian diabetes melitus di Indonesia mendekati 4,6%. Pada
tahun 2003 diperkirakan pasien diabetes di Indonesia berjumlah 13,7 juta jiwa.
Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penyandang diabetes
melitus, sedangkan urutan diatasnya adalah India, China dan Amerika Serikat
(Suyono, 2009).
Diabetes melitus tipe 2 merupakan satu dari golongan utama diabetes
melitus, yang ditandai dengan beberapa gejala gangguan metabolik akibat adanya
intoleransi glukosa (Dorland, 2010). Diabetes melitus tipe 2 menyerang
masyarakat yang berada pada usia produktif yaitu sekitar 40 (Yuliasih dan
Wirawani, 2009). Prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada bangsa kulit putih
berkisar 3-6%. Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat nomor 5
sedunia dengan jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 sebanyak 12,4 juta
Indonesia, dalam jangka waktu 30 tahun peningkatan jumlah pasien diabetes
melitus tipe 2 akan jauh lebih besar yaitu 86-138% (Suyono, 2009).
Faktor risiko penyakit kardiovaskuler pada penyandang diabetes melitus
meliputi obesitas, hipertensi, overweight, dan dislipidemia. Indikator overweight
adalah Body Mass Index (BMI) = 25,0-29,9 kg/m2 dan indikator obesitas adalah
BMI ≥ 30 kg/m2
(WHO, 2013). Berdasarkan status gizi (Rahajeng dan Tuminah,
2009), proporsi responden yang obesitas dan overweight lebih tinggi pada
kelompok hipertensi. Secara bermakna, besarnya risiko hipertensi pada kelompok
obesitas meningkat 2,79 kali dan overweight 2,15 kali dibandingkan dengan
kelompok yang kurus. Obesitas abdominal juga mempunyai risiko hipertensi
secara bermakna (Odd Ratio 1,40). Risiko kejadian hipertensi meningkat sampai
2,6 kali pada subyek pria obese dan meningkat 2,2 kali pada subyek wanita obese
dibandingkan subyek dengan berat badan normal (Lilyasari, 2007). Menurut
American Diabetes Assotiation (ADA) tahun 2012, tekanan darah yang terkontrol
dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskuler pada penyandang diabetes
sebesar 33-50%, dan mengurangi komplikasi mikrovaskuler sebesar 33%.
Peningkatan prevalensi sindroma metabolik diiringi dengan kejadian
obesitas. Peningkatan tekanan darah merupakan salah satu kriteria dari sindrom
metabolik yang sering disebut dengan istilah hipertensi. Orang yang memiliki
riwayat hipertensi lebih berisiko terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya di Amerika yang menunjukkan bahwa individu dengan hipertensi 2,5
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menyatakan tingginya
prevalensi hipertensi di Indonesia menempati urutan pertama sebesar 31,7%
(Depkes RI, 2008).
Metode antropometri merupakan salah satu cara mengukur distribusi
lemak dalam tubuh. Lingkar pinggang dikatakan sebagai indeks yang berguna
untuk menentukan obesitas sentral dan komplikasi metabolik yang terkait. Hasil
penelitian Jalal, Lipoeto, Susanti, dan Oenzil (2010), memperlihatkan pengukuran
lingkar pinggang merupakan salah satu indikator penting penanda sindroma
metabolik. Ditemukan korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang dengan
tekanan darah pada etnis Minang. Pada penelitian Wang dan Hoy (2004)
didapatkan bahwa lingkar pinggang merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskular yang paling menentukan.
Metode antropometri yang lain yang dapat diukur adalah rasio lingkar
pinggang-panggul (RLPP). Rasio lingkar pinggang-panggul dapat memperkirakan
jumlah lemak abdominal pada individu. Apabila perbandingan lingkar
pinggang-panggul semakin besar maka semakin besar pula lemak abdominal individu
tersebut. Penelitian menurut Pongsatha, Morakot, Sangchun, dan Chaovisitsaree
(2011) menyatakan bahwa tekanan darah berkorelasi bermakna dengan lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul pada wanita Thailand usia rata-rata
54 tahun (p<0,05).
Data penelitian (lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang-panggul dan
tekanan darah) diambil dari responden penyandang diabetes melitus tipe 2 di
Temanggung merupakan rumah sakit umum kelas B dan sebagai rumah sakit
rujukan bagi masyarakat di daerah Temanggung. Jumlah penyandang diabetes
melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung meningkat dari tahun ke tahun
dalam 5 tahun terakhir. Penyandang DM tipe 2 RSUD Kabupaten Temanggung
mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2013 dan menduduki peringkat
jumlah penyandang diabetes melitus tipe 2 terbanyak dibandingkan dengan tipe
diabetes melitus yang lain. Data penelitian di RSUD Kabupaten Temanggung
melaporkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian observasional dengan
responden penyandang diabetes melitus tipe 2 RSUD Kabupaten Temanggung
Meningkatnya kasus hipertensi dan diabetes melitus tipe 2, dengan
pertimbangan meningkatkan usia harapan hidup maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian ini, dengan kajian korelasi lingkar pinggang dan rasio
lingkar pinggang-panggul sebagai metode antropometri terhadap tekanan darah
pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung.
1. Perumusan masalah
Apakah terdapat korelasi antara lingkar pinggang dan rasio lingkar
pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe
2 di RSUD Kabupaten Temanggung?
2. Keaslian penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan yaitu :
a. Korelasi Pengukuran Antropometrik dengan Tekanan Darah Pada
Laki Laki Dewasa Sehat di Kampus I Dan III Universitas Sanata Dharma
30-50 tahun, dengan jenis penelitian cross-sectional. Hasil menunjukkan bahwa
adanya korelasi yang bermakna antara pengukuran RLPP dengan tekanan darah
sistolik berkekuatan lemah (r=0,279; p=0,020), sedangkan korelasi RLPP dengan
tekanan darah diastolik terdapat korelasi positif lemah yang bermakna (r=0,234;
p=0,052).
b. Korelasi antara Body Mass Index (BMI), Lingkar Pinggang, Rasio
Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP), dan Abdominal Skinfold Thickness Terhadap
Tekanan Darah pada Staff Wanita Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (Mukti,
2011). Penelitian dilakukan pada staf wanita di USD, usia 30-50 tahun, dengan
jenis penelitian cross-sectional. Hasil menunjukkan bahwa antara antropometri
dengan tekanan darah berkorelasi tidak bermakna. Nilai korelasi antara lingkar
pinggang dengan tekanan darah sistolik dan diastolik r=0,091; p=0,501 dan
r=0,179; p=0,183, RLPP dengan tekanan darah sistolik dan diastolik r=0,247;
p=0,064 dan r=0,246; p=0,065.
c. Waist circumference (WC) and waist-hip ratio as predictors of type 2
diabetes mellitus in Nepalese population of Kavre District (Shah, Bhandary,
Malik, Risal and Koju, 2009). Penelitian dilakukan di Nepal (daerah Kavre)
dengan jumlah responden 65 penyandang DM tipe 2 dan 35 orang non-diabetes,
dengan rata-rata usia diatas 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan WC dari
subjek wanita penyandang diabetes 82,89±29,68 cm lebih tinggi daripada wanita
non-diabetes 76,95±22,44 cm namun hasilnya tidak bermakna (p>0,05). Pada pria
diabetes memiliki WC 87,11±22,30 cm dan non-diabetes sebesar 77,53±11,80 cm
d. Can Body Mass Index, Waist Circumference, Waist-Hip Ratio and
Waist-Height Ratio Predict The Presence of Multiple Metabolic Risk Factors in
Chinese Subjects? (Liu, et al., 2011). Penelitian menyimpulkan bahwa lingkar
pinggang dan waist-hip-ratio secara signifikan berasosiasi dengan tekanan darah
(p<0,05). Obesitas berkorelasi dengan faktor risiko metabolisme yang akan
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler.
e. Correlation Between Waist Circumference and Other Factors in
Menopausal Women in Thailand (Pongsatha, Morakot, Sangchun, and
Chaovisitsaree, 2011). Hasil penelitian dengan uji korelasi Pearson menunjukkan
bahwa adanya korelasi yang bermakna antara lingkar pinggang terhadap tekanan
darah sistolik dan diastolik (p=0,000; p=0,002) dan rasio lingkar
pinggang-panggul dengan tekanan darah sistolik dan diastolik (p=0,001; p=0,012) pada
wanita Thailand usia rata-rata 54 tahun dan WC ≥80 cm.
Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, belum terdapat
penelitian yang meneliti mengenai korelasi lingkar pinggang dan rasio lingkar
pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes melitus tipe
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat praktis. Data yang diperoleh dari pengukuran lingkar
pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada
diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung diharapkan mampu
memberikan informasi dan gambaran obesitas sentral yang berhubungan dengan
faktor risiko terjadinya hipertensi sehingga dapat menjadi deteksi dini akan
kemungkinan adanya komplikasi terkait risiko penyakit kardiovaskuler pada
penyandang diabetes melitus tipe 2.
b. Manfaat teoretis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul yang
berkaitan dengan profil tekanan darah pada diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Kabupaten Temanggung.
B.Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi lingkar pinggang dan
rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan darah pada penyandang diabetes
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A.Diabetes Melitus
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengalirkan (siphon).
Melitus berasal dari bahasa latin yang berarti manis atau madu. Diabetes melitus
dikenal juga dengan nama kencing manis. Peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) menyebabkan pengeluaran glukosa melalui urin, sehingga urin
menjadi manis. Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kelainan kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah
(Purnamasari, 2009).
Pada metabolisme glukosa, karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk
dimulai dari gula yang paling sederhana (monosakarida) hingga yang paling
kompleks unit-unit kimianya seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat
yang sudah masuk ke dalam tubuh akan dicerna sehingga menjadi bentuk
monosakarida dan diasorpsi terutama oleh duodenum dan jejunum proksimal.
Setelah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat yang kemudian
keseimbangannya akan diatur oleh beberapa organ dalam tubuh seperti hepar dan
jaringan otot yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Dalam mengatur
jumlah glukosa dalam darah ternyata dapat ditemukan peranan dari beberapa
hormon peptida yang berfungsi menurunkan kadar glukosa dalam darah yang
dibentuk dari sel-sel beta pulau Langerhans. Ketika kadar glukosa dalam darah
meningkat, insulin akan dilepaskan dari pankreas untuk menormalkan kadar
glukosa (Price dan Wilson, 2002).
Insulin yang berikatan dengan reseptor insulin akan mengangkut glukosa
dari darah ke dalam sel. Insulin memperantarai metabolisme pada otot, hepar, dan
lemak (adiposa). Di otot, insulin dapat meningkatkan penyerapan glukosa, sintesis
glikogen, dan merangsang sintesis protein. Di hepar, insulin menstimulasi sintesis
dan penyimpanan glikogen (glikogenesis), penguraian glikogen (glikogenolisis),
dan menghambat produksi glukosa hepatik (glukoneogenesis). Pada sel lemak
(adiposit), insulin dapat menstimulasi lipogenesis dangan mengaktifkan
lipoprotein lipase yang merupakan enzim yang menghidrolisis trigliserida menjadi
asam lemak, kemudian diangkut dalam VLDL ke jaringan adiposa untuk di
simpan. Insulin menghambat lipolisis yang mencegah pelepasan asam-asam
lemak untuk pembentukan badan keton dalam hepar. Peningkatan penyerapan
glukosa akibat peningkatan transporter GLUT-4 yang juga dapat membantu
penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida (Ganong dan McPhee, 2006).
Berdasarkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada
tahun 2011, diagnosis diabetes melitus dapat ditemukan dari keluhan seperti di
bawah ini:
a. Keluhan klsik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidap dapat dijelaskan sebabnya
b. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita
Penegakan diagnosis diabetes melitus berdasarkan
Kriteria diagnosis diabetes melitus berdasarkan PERKENI pada tahun
2011 dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus (PERKENI, 2011)
1. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral)
≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi
dengan baik.
Klasifikasi diabetes melitus (PERKENI, 2011) yaitu DM tipe 1 (destruksi
sel beta sehingga menyebabkan defisiensi insulin absolut), DM tipe 2 (defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
dan DM gestasional (muncul pada masa kehamilan yang umumnya bersifat
sementara tetapi dapat menjadi faktor risiko DM 2).
Gambar 2. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus (PERKENI, 2011)
B.Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus
/NIDDM) merupakan keadaan resistensi insulin atau kekurangan sekresi insulin
ataupun keduanya (Dorland, 2010). Patogenesis DM tipe 2 adalah kombinasi
antara resistensi insulin dengan defisiensi sekresi insulin. Resistensi insulin di
gambarkan sebagai berkurangnya sensitivitas terhadap efek dari insulin, keadaaan
ini bisa diturunkan maupun dapatan (acquired) akibat obesitas, proses penuaan
maupun akibat pengobatan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebih dan kadar glukosa dipertahankan
pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β
pankreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe 2 (cit. Siswanto,
Gejala awal yang pada umumnya terjadi pada DM tipe 2 berhubungan
dengan peningkatan kadar gula darah dan jumlah glukosa yang dikeluarkan
melalui urin. Tingginya jumlah glukosa dalam urin akan meningkatkan ekskresi
urin (poliuria) sehingga dapa menyebabkan dehidrasi. Kemudian dehidrasi akan
meningkatkan rasa haus dan peningkatan konsumsi air (polidipsia).
Ketidakmampuan insulin untuk bekerja secara normal akan mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin merupakan hormon yang
membantu penyimpanan lemak dan protein. Otot adalah pengguna glukosa yang
paling banyak sehingga adanya resistensi insulin mengakibatkan kegagalan
pengambilan glukosa oleh otot. Defisiensi insulin akan menyebabkan kehilangan
berat badan, meskipun nafsu makan meningkat (polifagia) (cit, Siswanto, 2010).
Yuliasih dan Wirawanni (2009) melaporkan penyandang diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia cenderung dialami pada usia produktif lebih dari 40 tahun sehingga
juga sering disebut sebagai diabetes onset-dewasa.
Pada individu obesitas dengan diabetes melitus tipe 2, terjadinya
dislipidemia diabetik menyebabkan risiko dalam perkembangan komplikasi
makrovaskuler. Komplikasi pada diabetes melitus tipe 2 terutama berhubungan
dengan vaskulopati diabetik yang dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu
mikrovaskuler (retinopati, neuropati, dan nefropati) dan makrovaskuler
(menyebabkan peningkatan risiko CVD pada penyandang diabetes) (Rizvi dan
C.Sindrom metabolik
Sindrom metabolik merupakan kondisi yang terjadi secara bersamaan di
dalam satu individu dan dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler.
Kondisi tersebut adalah intoleransi glukosa, hipertensi, dislipidemia, dan obesitas
sentral (Soegondo dan Purnamasari, 2009). Obesitas sentral dan resistensi insulin
merupakan faktor penyebab yang penting dari sindroma metabolik.
Obesitas sentral berkaitan erat dengan masing-masing kriteria pada
definisi sindroma metabolik dan merupakan faktor risiko prasyarat yang harus ada
dalam diagnosis sindroma metabolik. Obesitas sentral dapat diketahui dengan
metode yang sederhana, yaitu Body Mass Index (BMI) dan waist circumference
(lingkar pinggang) (IDF, 2006).
Gambar 3. Kriteria Sindroma Metabolik (IDF, 2006)
Kondisi sindrom metabolik berupa resistensi insulin menimbulkan
kerusakan respon insulin pada otot rangka, hati, adiposa, dan jaringan jantung.
Resistensi insulin ini dapat disebabkan karena genetik, gaya hidup yang kurang
baik dan obesitas sentral. Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) akan
dapat memicu peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) di adiposit, otot
skeletal, dan jaringan jantung pada individu yang mengalami obesitas. Hal ini
dapat memicu peningkatan stres oksidatif yang dapat menyebabkan disfungsi
endotelial dan atherogenesis. Pada kondisi hipertensi, vasokonstriksi dapat
diperburuk dengan penurunan produksi nitrit oxide (NO) sehingga terjadi
resistensi insulin. Aktivasi sympathetic nervous system (SNS) dan reabsorpsi
natrium di ginjal juga meningkatkan resistensi insulin. Akumulasi LDL yang
teroksidasi di arteri menyebabkan elastisitas arteri menurun dan resistensi
periferal vaskuler meningkat. Peningkatan LDL yang teroksidasi memungkinkan
terjadinya hipertensi (Stump, Clark, dan Sowers, 2005).
D.Obesitas
Obesitas merupakan peningkatan berat badan yang melebihi batas
kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat adanya akumulasi lemak berlebihan
dalam tubuh (Dorland, 2010). Pada obesitas, jumlah lemak yang tersimpan dalam
tubuh lebih besar daripada yang dikeluarkan. Obesitas merupakan suatu penyakit
multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan
jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah
berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian
jumlahnya bertambah banyak. Diperkirakan bahwa faktor genetik sangat
berpengaruh dalam perkembangannya. Obesitas merupakan faktor risiko utama
Obesitas memiliki kaitan dengan sindroma metabolik. Obesitas dapat
mengganggu homeostatis metabolik akibat distribusi lemak dan menyebabkan
timbulnya faktor risiko terkait resistensi insulin dan hiperlipidemia (Soegondo dan
Purnamasari, 2009).
Berdasarkan bentuk tubuh, obesitas dikelompokkan dalam 2 bentuk
yaitu obesitas sentral atau bentuk Android dan obesitas perifer atau bentuk
Gynoid. Bentuk Android biasanya lebih sering terjadi pria dimana lemak
tertumpuk disekitar perut. Risiko kesehatan pada bentuk ini lebih tinggi dan
umumnya akan timbul penyakit jantung koroner, diabetes, dan stroke. Bentuk
Gynoid cenderung dimiliki oleh wanita yaitu lemak yang menumpuk disekitar
pinggul, perut, dan bokong. Risiko terhadap penyakit pada tipe ini umumnya jauh
lebih kecil dibandingkan tipe android (Supriyanto, 2014).
E.Tekanan Darah
Tekanan darah dapat ditentukan dengan cara curah jantung (cardiac
output) dikali dengan Total Peripheral Resistance (TPR) (Tortora dan Derricson,
2009). Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir
di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia
(Gunawan, 2001). Ketika mengukur tekanan darah, ada dua hal yang terukur yaitu
tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah
tekanan darah yang dicapai ketika jantung berkontraksi memompa darah ke
seluruh tubuh. Tekanan darah diastolik adalah tekanan darah yang dicapai ketika
Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia,
kejadian hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Setelah berumur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukkan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
berangsur-angsur bisa mengalami penyempitan. Jenis kelamin, tekanan darah pria cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Efek perlindungan dari adanya estrogen
pada wanita dianggap sebagai penjelasan yang dapat meningkatkan imunitas.
Genetik, adanya faktor genetik pada keluarga tertentu menjadi faktor risiko akan
terjadinya hipertensi. Aktivitas fisik yang berlebihan dan stress psikis yang dapat
berhubungan dengan ekonomi, kelas sosial maupun karakteristik personal dapat
menyebabkan kenaikan tekanan darah. Stress dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas
saraf simpatis. Makanan yang mengandung kadar sodium dan asam lemak jenuh
dapat meningkatkan tekanan darah. Kadar sodium yang baik dikonsumsi tidak
lebih dari sekitar 2,4 gram atau tidak lebih dari 6 gram garam perhari (cit.
Oviyanti, 2010).
American Heart Association (AHA), pengukuran tekanan darah
dilakukan dengan memasang manset, yang merupakan bagian dari alat
sphygmomanometer. Pengukuran dapat dimulai setelah pasien beristirahat 5
menit. Manset di pasang di lengan atas dan kemudian memompanya dengan
menggunakan pompa tangan kecil. Pada arteri tepat di bawah manset,
ditempelkan stetoskop untuk mendengar tekanan suara tekanan darah. Saat
dari tekanan darah, di mana keadaan ini membuat suara denyut nadi menghilang.
Ketika sebagian udara dari manset dikeluarkan, tekanan udara dalam manset akan
mengalami penurunan. Pada fase 1 Korotkoff merupakan bunyi pertama yang
terdengar jelas. Angka yang menunjukkan bunyi pertama yang terdengar dicatat
sebagai tekanan darah sistolik. Ketika tekanan perlahan mulai menurun, angka
yang menunjukkan bunyi pertama sampai suara denyut tidak terdengar pada fase
5 Korotkoff dicatat sebagai tekanan darah diastolik (Dipiro, Talbert, Yee, Wells,
and Posey, 2008).
Gambar 4. Pengukuran Tekanan Darah (Anonim, 2013)
F. Hipertensi
Tekanan darah tinggi biasanya sering disebut dengan istilah hipertensi.
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri. Dikatakan
hipertensi jika pada saat duduk tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya (Ilyas,
2013).
Berdasarkan bentuknya, ada hipertensi sistolik (isolated systolic
tekanan diastolik, umumnya ditemukan pada usia lanjut. Pada hipertensi sistolik
terisolasi, tekanan darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan
darah diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi diastolik (diastolik hypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi campuran yaitu peningkatan tekanan
darah pada sistolik dan diastolik (Gunawan, 2001).
Penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu hipertensi primer dan
hipertensi sekunder. Hipertensi primer (esensial) adalah hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya, terdapat kurang lebih 90% penderita hipertensi ini.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara
lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid, dan kasus atau
gejala lain yang masih belum diidentifikasi (Depkes RI, 2006).
Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Menurut JNC VII (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2004)
Blood Pressure
Prehypertension 120-139 or 80-89
Stage 1 Hypertension 140-159 or 90-99
Stage 2 Hypertension ≥160 or ≥100
G.Antropometri
Antropometri adalah studi pengukuran dimensi tubuh manusia yang
meliputi tulang, otot dan jaringan adiposa. Kata antropometri diturunkan
dari bahasa Yunani “anthropo” yang berarti “manusia” dan “metron” yang
berarti pengukuran. Ruang lingkup antropometri meliputi bermacam-macam
(stature), skinfold thickness, lingkar (kepala, pinggang), lebar (bahu,
pergelangan) merupakan contoh dari pengukuran antropometri. Antropometri
merupakan teknik tunggal yang paling praktis, dapat diaplikasikan secara
universal, murah, dan non-invasif untuk mengetahui ukuran, proporsi, dan
komposisi tubuh manusia (WHO, 2008). Menurut Gibson (cit. Meilaningrum,
2013), pengukuran lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul
merupakan teknik antropometri yang paling baik dalam menentukan timbunan
lemak abdomen atau obesitas sentral.
1. Lingkar pinggang
Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah antara
costa terakhir yang teraba bagian atas dari crista illiaca. Saat pengukuran, subjek
diminta untuk berdiri dengan kedua kaki sedekat mungkin antara satu sama lain,
dan kedua tangan berada pada sisi tubuh. Subjek diukur pada saat akhir dari
normal ekspirasi, namun pernapasan yang dilakukan haruslah senormal mungkin
dan pasien diminta untuk berada dalam keadaan yang sangat rileks dan
diusahakan agar pasien memakai pakaian yang tidak terlalu tebal (WHO, 2008).
Peningkatan lingkar pinggang berkaitan dengan sindroma metabolik di
antaranya adalah diabetes melitus tipe 2, toleransi glukosa normal dengan
resistensi insulin, dan peningkatan tekanan darah. Kelebihan ukuran lingkar
pinggang erat hubungannya dengan kenaikan risiko DM tipe 2 (NHLBI, 2007).
Tabel III. Kriteria Ukuran Lingkar Pinggang Berdasarkan Negara atau Etnis
(International Diabetes Foundation , 2006)
Negara atau Etnis Pria Wanita
Europid ≥94 cm ≥80 cm
Asia Selatan, Cina, dan Jepang ≥90 cm ≥80 cm
Prevalensi hipertensi pada orang dewasa akan semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya ukuran lingkar pinggang. Pada penelitian Wang dan Hoy
(2004) didapatkan bahwa lingkar pinggang merupakan faktor risiko penyakit
kardiovaskuler yang paling menentukan dibandingkan dengan pengukuran Indeks
Massa Tubuh (IMT).
2. Rasio lingkar pinggang-panggul
Rasio lingkar pinggang-panggul adalah salah satu metode antropometri
yeng menunjukkan status obesitas, terutama obesitas sentral. Kriteria ukuran rasio
lingkar pinggang-panggul yaitu ≤0,90 cm untuk pria dan ≤0,85 cm untuk wanita.
Peningkatan ukuran akan menjadi faktor risiko komplikasi sindrom metabolik.
Rasio lingkar pinggang-panggul, menunjukkan terjadinya akumulasi lemak pada
daerah abdomen, dapat menggambarkan beberapa komplikasi metabolik seperti
dislipidemia, hiperinsulinemia, serta peningkatan resiko penyakit kardiovaskular.
Lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul berhubungan dengan
peningkatan risiko pada semua penyebab kematian pada orang dewasa (WHO,
Hubungan : + ke ++++ = hubungan positif, dari sedang ke kuat.
*Bukti kekuatan : berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan
Gambar 6. Ringkasan Hubungan antara Lingkar Pinggang, Rasio Lingkar Pinggang-Panggul dengan Risiko Penyakit (WHO, 2008)
Formula dari rasio lingkar pinggang-panggul yaitu lingkar pinggang (cm)
dibagi dengan lingkar panggul (cm), skala pengukuran adalah rasio. Lingkar
panggul merupakan salah satu indeks antropometri yang merupakan diameter
terbesar dari tubuh dibawah pinggang atau lebih tepatnya dibawah tonjolan dari
crista illiaca. Cara pengukuran lingkar pinggul dapat dilakukan dengan meminta
subjek berdiri tegak dengan kedua kaki serapat mungkin dan kedua tangan di
kedua sisi tubuh. Pita yang digunakan dilingkarkan secara horizontal tepat
dibawah tonjolan crista illiaca (Depkes RI, 2006). Proquest, 2009 (cit.
Meilaningrum, 2013), pada wanita usia 70-80 tahun setiap peningkatan 0,1 inchi
pada rasio lingkar pinggang-panggul dapat menjadi faktor predisposisi
peningkatan kematian sebesar 28%.
H.Resistensi Insulin, Obesitas, dan Hipertensi
Resistensi insulin adalah suatu keadaan terjadinya gangguan respon
metabolik terhadap kerja insulin, akibatnya untuk kadar glukosa plasma tertentu
dibutuhkan kadar insulin yang lebih banyak daripada „normal‟ untuk
mempertahankan keadaan normoglikemi. Dalam penelitian prospektif, resistensi
insulin adalah prediktor terbaik untuk timbulnya diabetes di masa depan (Kumar
dkk., 2009). Sensitivitas insulin adalah kemampuan insulin menurunkan
konsentrasi glukosa darah dengan cara menstimulasi pemakaian glukosa di
jaringan otot dan lemak, dan menekan produksi glukosa oleh hati. Resistensi
insulin merupakan keadaan sensitivitas insulin berkurang. Resistensi insulin
sebagai sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan yang
berperan penting pada perkembangannya. Resistensi insulin tidak hanya berkaitan
dengan kegemukan, terutama gemuk di perut, tetapi sindrom ini juga dapat terjadi
pada orang yang tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik,
makanan mengandung lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan
terjadinya kegemukan dan resistensi insulin (Merentek, 2006).
Penjelasan gambar 8, adanya peningkatan Free Fatty Acid (FFA),
peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan aktivitas
renin angiotensin akan menstimulasi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis.
Peningkatan sistem saraf simpatis, leptin, aldosteron, aktivitas sistem renin
angiotensin (RAS) menyebabkan retensi cairan dan natrium yang mengakibatkan
hipertensi. Peningkatan aldosteron dan aktivasi renin angiotensin, serta
peningkatan Endotelin-1 dan penurunan aktivitas NO akan menimbulkan
vasokontriksi yang kemudian akan mempredisposisi terjadinya hipertensi
(Lilyasari, 2007).
Resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa terjadi akibat
peningkatan berat badan dan obesitas. Peningkatan FFA (free fatty acid) dialami
hampir pada semua individu obese sehingga dapat menyebabkan terjadinya
resistensi insulin (Guyton dkk., 2006; Qatanani dan Lazar, 2007). Individu dengan
obesitas mempunyai kandungan FFA yang tinggi, karena adiposa viseral
mempunyai aktivitas lipolisis yang tinggi sehingga meningkatkan pelepasan FFA.
Kelebihan FFA selanjutnya akan dihantarkan ke hati mengakibatkan aktivasi
simpatis dan resistensi insulin. Aktivasi simpatis jangka panjang dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cara vasokonstriksi perifer dan peningkatan
reabsorbsi natrium (Na) di tubulus ginjal (Lilyasari, 2007).
Peningkatan jumlah adiposa pada subyek dengan obesitas juga
meningkatkan produksi substansi yang kemungkinan menimbulkan resistensi
insulin. Jaringan adiposa mensekresikan resistin, adiponektin, visfatin, TNF-α,
peningkatan sekresi leptin, resistin, TNF-α, dan interleukin-6 yang berkorelasi
dengan resistensi insulin dan perkembangan inflamasi (Wang dan Scherer, 2007).
I. RSUD Kabupaten Temanggung
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Temanggung terletak di Jalan
Dr. Sutomo No. 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. RSUD Kabupaten
Temanggung merupakan jenis rumah sakit umum dengan kelas/tipe B yang dapat
menjadi rumah sakit pendidikan apabila telah memenuhi persyaratan dan standar.
Jumlah tenaga medis 362 orang dan sebagai rumah sakit rujukan bagi masyarakat
di daerah Temanggung (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Berdasarkan data di RSUD Kabupaten Temanggung tahun 2010-2013,
diabetes melitus tipe 2 menempati peringkat pertama apabila dibandingkan
dengan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes tipe lainnya. Pasien diabetes melitus
tipe 2 tercatat sebanyak 6319 pasien, dan 42 pasien diabetes melitus tipe 1, serta
3300 pasien diabetes melitus tipe lain.
J. Landasan Teori
Diabetes melitus tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes mellitus
/NIDDM) merupakan keadaan resistensi insulin atau kekurangan sekresi insulin
ataupun keduanya. Diabetes melitus tipe 2 cenderung dialami oleh orang dewasa
dan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi mikrovaskuler atau
makrovaskuler. Obesitas menjadi salah satu faktor risiko terjadinya diabetes
Hipertensi merupakan kelainan sistem metabolisme yang terjadi pada
manusia yang disebabkan oleh penyakit lain terkait hipertensi maupun tanpa
sebab yang jelas. Resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa terjadi
akibat peningkatan berat badan dan obesitas. Pada obesitas, jumlah lemak yang
tersimpan dalam tubuh lebih besar daripada yang dikeluarkan sehingga terjadi
penumpukkan lemak dalam tubuh. Peningkatan Free Fatty Acid (FFA),
peningkatan insulin, peningkatan leptin, aldosteron dan peningkatan aktivitas
renin angiotensin akan menstimulasi peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis
yang mengakibatkan hipertensi. Peningkatan jumlah adiposa pada subyek dengan
obesitas juga meningkatkan produksi substansi yang kemungkinan menimbulkan
resistensi insulin.
Perkiraan jumlah lemak yang terakumulasi di dalam tubuh dapat diukur
dengan metode antropometri yang salah satunya adalah dengan pengukuran
lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul. Hasil dari pengukuran
metode antopometri dapat digunakan dalam melakukan evaluasi kesehatan, risiko
penyakit dan perubahan komposisi tubuh. Peningkatan komplikasi sindrom
metabolik terjadi bila lingkar pinggang pada pria ≥90 cm, dan pada wanita ≥80
cm berdasarkan kriteria ukuran untuk Asia Selatan, sedangkan RLPP pada pria
K.Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat korelasi yang bermakna
antara lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul terhadap tekanan
darah pada penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
27
BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
rancangan penelitian berupa cross-sectional (potong lintang). Penelitian
observasional analitik berarti penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa
fenomena kesehatan itu terjadi. Melakukan analisis korelasi antara faktor efek dan
faktor risiko. Faktor risiko adalah suatu fenomena yang mengakibatkan terjadinya
suatu efek, sedangkan faktor efek adalah akibat dari adanya faktor risiko.
Penelitian cross-sectional merupakan jenis penelitian yang pengukuran
variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada waktu yang sama (Notoatmodjo,
2002).
Penelitian observasional analitik yang dilakukan adalah korelasi antara
lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul sebagai faktor risiko
terhadap tekanan darah sebagai faktor efek pada penderita diabetes melitus tipe 2
di RSUD Kabupaten Temanggung. Data penelitian yang diperoleh diolah dengan
statistik untuk dilakukan analisis korelasi antara faktor risiko dan faktor efek.
B.Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
Lingkar pinggang (cm) dan rasio lingkar pinggang-panggul (cm)
2. Variabel tergantung
3. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali: usia dan kondisi puasa sebelum
pengambilan data.
b. Variabel tak terkendali: aktivitas, gaya hidup responden, pola makan,
kondisi patologis, dan obat-obat yang dikonsumsi.
C.Definisi Operasional
1. Responden adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian.
2. Karakteristik penelitian yaitu karakteristik demografi meliputi usia dan
pengukuran antropometri meliputi pengukuran lingkar pinggang (LP) dan rasio
lingkar pinggang-panggul (RLPP) serta pengukuran tekanan darah sistolik
(mmHg) dan tekanan darah diastolik (mmHg).
3. Pengukuran lingkar pinggang dilakukan pada titik tengah costa terakhir
yang teraba bagian atas dari crista illiaca (WHO, 2008). Lingkar pinggang
dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm). Kriteria lingkar pinggang
menggunakan standar IDF tahun 2006 bagi populasi Asia Selatan.
4. Pengukuran lingkar panggul menggunakan pita pengukur yang dilingkarkan
secara horizontal tepat dibawah tonjolan crista illiaca yang merupakan diameter
terbesar dari tubuh dibawah pinggang (WHO, 2008). Lingkar panggul dinyatakan
dalam satuan sentimeter (cm). Rasio lingkar pinggang-panggul (RLPP) adalah
perbandingan lingkar pinggang (cm) dengan lingkar panggul (cm). Kriteria rasio
5. Standar hipertensi yang digunakan adalah menurut The Seventh Report of The
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Traetment of
High Blood Presurre (JNC VII) tahun 2004 yaitu tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.
D.Responden Penelitian
Responden dalam penelitian yaitu penyandang diabetes melitus tipe 2 di
RSUD Kabupaten Temanggung yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi yaitu pria dan wanita penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD
Kabupaten Temanggung dengan usia lebih dari 40 tahun, bersedia berpuasa 8-10
jam sebelum pengambilan data, dan menandatangani informed consent. Kriteria
eksklusi yaitu penyandang diabetes melitus tipe 2 di RSUD Kabupaten
Temanggung dengan penyakit penyerta seperti stroke, gangren, gagal ginjal, dan
penyakit jantung koroner pada saat pemeriksaan, serta tidak hadir pada saat
Gambar 9. Skema Responden
Jumlah total responden dalam penelitian payung ini adalah 106
responden dengan jumlah responden wanita sebanyak 61 dan jumlah responden
pria yang sebanyak 45 responden. Jumlah data yang digunakan dalam judul
penelitian ini sebanyak 100 responden. Total data responden pria sebanyak 42
responden dan total data responden wanita sebanyak 58 responden. Hal ini
dikarenakan ada data yang direduksi yaitu sebanyak 6 data. Data yang direduksi
yaitu 1 data responden pria masuk dalam kriteria eksklusi, 1 data responden pria
2 data ganda pada responden pria dan wanita. Jumlah minimum sampel dalam
penelitian untuk korelasi yaitu 30 orang (Spiegel and Stephens, 2007).
E.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung yang berlokasi di
Jalan Dr. Sutomo No. 67, Temanggung, Jawa Tengah, 56212. Penelitian
berlangsung pada bulan Agustus-Oktober 2013.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian payung Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang berjudul “Korelasi Pengukuran Antropometri
Terhadap Profil Lipid, Kadar Glukosa Darah Puasa dan Tekanan Darah pada
Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUD Kabupaten Temanggung”. Penelitian dilakukan
berkelompok dengan jumlah anggota sebanyak 14 orang dengan kajian yang
berbeda-beda untuk diteliti yaitu:
1. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Kadar Trigliserida.
2. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Rasio Kadar Kolesterol
Total/HDL.
3. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.
4. Korelasi Pengukuran Body Mass Index terhadap Tekanan Darah.
5. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar
6. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar
Kolesterol Total/HDL.
7. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Rasio Kadar
LDL/HDL.
8. Korelasi Pengukuran Abdominal Skinfold Thickness terhadap Tekanan Darah.
9. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Kadar Trigliserida.
10. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL.
11. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Rasio Kadar LDL/HDL.
12. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Tekanan Darah.
13. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang-Panggul
terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.
14. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness
terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa.
G.Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel (sampling) dilakukan secara non-random
dengan jenis purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan secara
non-random, karena setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama
purposive sampling, pemilihan responden dilakukan berdasarkan pertimbangan
subjektif peneliti, yaitu responden dapat memberikan informasi sesuai dengan
tujuan penelitian (Sastroasmoro, 2010).
H.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita pengukur
Butterfly® untuk mengukur lingkar pinggang dan lingkar panggul responden serta
alat pengukur tekanan darah atau sphygmomanometer merkuri Nova
Presameter®.
I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal
Observasi dilakukan dengan tujuan mencari informasi mengenai jumlah
penyandang diabetes melitus tipe 2 yang melakukan pemeriksaan di rawat jalan
pada poliklinik penyakit dalam RSUD Kabupaten Temanggung. Observasi juga
dilakukan dalam menentukan tempat yang digunakan untuk wawancara serta
pengukuran antropometri.
2. Permohonan ijin dan kerja sama
Permohonan ijin ditujukan kepada Bagian Penelitian dan Pengembangan
(Litbang) RSUD Kabupaten Temanggung. Permohonan ijin selanjutnya ditujukan
kepada Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Permohonan ijin ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian dengan
menggunakan sampel darah manusia, dan hasil penelitian dapat dipublikasikan.
Permohonan kerja sama diajukan kepada Laboratorium RSUD
Kabupaten Temanggung sebagai laboratorium yang mengambil dan mengolah
darah responden penelitian. Penawaran kerja sama ditujukan kepada penyandang
diabetes melitus tipe 2 yang telah bersedia dengan sukarela mengisi dan
menandatangani informed consent untuk mengikuti penelitian ini.
3. Pembuatan informed consent dan leaflet
Informed consent yang dibuat memenuhi standar yang ditetapkan oleh
Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Informed consent sebagai bukti tertulis
yang menyatakan responden bersedia dengan sukarela untuk ikut serta dalam
penelitian. Leaflet berupa selembaran kertas berukuran A4 yang berisi informasi
mengenai gambaran umum dan penjelasan tentang penelitian. Leaflet yang
diberikan kepada responden berjudul „Type 2 Diabetes‟. Isi leaflet meliputi
penjelasan mengenai pengukuran antropometri (Body Mass Index, skinfold
thicknesses, lingkar pinggang, dan lingkar panggul) serta pemeriksaan
laboratorium yang meliputi profil lipid, kadar glukosa darah puasa, dan tekanan
darah, yang dapat digunakan sebagai metode yang sederhana untuk deteksi dini
berbagai gangguan kesehatan yang mungkin muncul pada penyandang diabetes