i
PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK KARYA GARIN NUGROHO;
KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh
Damaris Rambu Sedu Dairu
141224063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv MOTTO
“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas”
(ayub 23:10)
“Badai bagaikan sebuah perjalan hidup
Tetaplah berdiri teguh saat melawannya”
v
Halaman Persembahan
Seiring dengan ucapan syukur ke hadirat TYME yang telah memberikan berkat
dan restunya hingga saat ini saya dapat menyelesaikan tugas akhir, karya ini saya
persembahkan bagi:
Secara Khusus bagi kedua orang tua, Bapak Lukas Umbu Siwa dan Ibu Rambu
Ata Dauki yang tentunya selalu setia dan tak hentinya memberikan dukungan baik
secara moril maupun materi selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir
ini.
Kakak-kakak saya, Yuliatrike, Yonathan, Rosani, Ferdians, Harsy, dan adik
Hendry. Terima kasih karena selalu memberikan semangat selama proses belajar
dan penyelesaian tugas akhir ini.
Bagi teman-teman saya Sania, Astria, Intan, Rani, Debra, Dewa, Akwan, Egy,
Urnis, Heny, Adian, dan Astry. Yang memberikan semangat dan selalu ada jika
saya membutuhkan sesuatu
Bagi teman-teman organisasi Gailaru Marada. Terima kasih karena sudah menjadi
bagian dari perjalanan hidup saya selama di yogja, telah mengajarkan saya banyak
hal, saya sangat mengasihi kalian
Bagi teman-teman PBSI angakatan 2014 B, khususnya Neta, Rina, Christy,Vera.
Terima kasih sudah menularkan semangat kerja keras dan pantang menyerah
vi
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini, tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Januari 2019
Penulis,
vii
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Damaris Rambu Sedu Dairu
Nomor Induk Mahasiswa : 141224063
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah ini
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan judul:
PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK KARYA GARIN NUGROHO;
KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,
dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 29 Januari 2019
Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
Dairu, Damaris Rambu S. 2019. Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho; Kajian Stilistika Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dua masalah utama, yakni (1) Apa saja gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik? dan (2) Apa saja makna gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik?
Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang mengandung gaya bahasa dan makna gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik yang terdapat dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak karya Garin Nugroho. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang dipadukan dengan teknik rekam dan teknik catat.
Kalimat yang mengandung gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik dari penelitian ini berjumlah 71 kalimat. Rincian jenis gaya bahasa tersebut sebagai berikut. Gaya bahasa ironi 4 buah, inuendo 16 buah, sarkasme 15 buah, sinisme 12 buah, anafora 1 buah, epizeukis 9 buah, koreksio atau epanortosis 2 buah, asonansi 4 buah, eufemisme 2 buah, ellipsis 1 buah, apofasis 1 buah, pleonasme 1 buah, polisindenton 1 buah. Penelitian ini juga meneliti makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa dan menemukan 9 makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa berdasarkan konteks dalam tuturan yang terdapat dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak. Sepuluh makna yang ditemukan sebagai berikut. ‘menanyakan sesuatu’, makna pragmatik ‘memberikan penjelaskan’, makna pragmatik ‘menggambarkan’, makna pragmatik ‘menegaskan’, makna pragmatik ‘membandingkan’, makna pragmatik ‘mengancam’, makna pragmatik ‘memberi perintah’, makna pragmatik ‘menunjukkan sesuatu’, dan makna pragmatik ‘menunggu’.
ix ABSTRACT
Dairu, Damaris Rambu S. 2019. The Utilization of Language Style in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie by Garin Nugroho's; Pragmatic Stylistic Study. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.
This study attempts to describe two main problems, namely (1) What are the language style used in Marlina is The Killer of Four Rounds Movie reviewed from the perspective of the Pragmatic Stylist? and (2)What are the meanings of the language style in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie reviewed from the perspective of the Pragmatic Stylist?
The data in this study are speeches that contain of the language style and the meaning of the language style based on the pragmatic context in Marlina is The Killer of Four Rounds Movie by Garin Nugroho. The research type is qualitative research. The data collection method used in this study is the referral method, which is combined with recording technique and taking-note technique.
In this study, there are 71 sentences that contain of the language style based on the context in pragmatics. The details of the language styles type are 4 pieces irony language style, 16 pieces innuendo, 15 pieces sarcasm, 12 pieces cynicism, 1 piece anaphora, 9 pieces epizeukis, 2 pieces correction or epanortosis, 4 pieces assonance, 2 pieces euphemism, 1 piece ellipsis, 1 piece apophasis, 1 piece pleonasm, and 1 piece polisindenton. This research also examines the meaning that arises from using language styles, and finding 9 meanings that emerged from the use of the language style based on the context in speech that is contained in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie. The ten meanings are found as follows: 'Asking something', the meaning of pragmatics 'giving explanation', meaning 'pragmatic', meaning of pragmatics 'asserting', meaning of pragmatics 'comparing', meaning of pragmatics 'threatening', meaning of pragmatics 'giving orders', the meaning of pragmatics 'shows something', and the meaning of pragmatics 'waits'.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TYME yang telah
memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan,
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi,
dorongan, dukungan doa, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal
hingga akhir penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Kaprodi PBSI yang telah
memberikan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.
3. Dr. R Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah
mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, kesabaran, dan motivasi selama
membimbing penulis.
4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan
wawasan kepada penulis selama belajar di Prodi PBSI, sehingga penulis
memiliki bekal menjadi pengajar yang cerdas, humanis, dan profesional.
5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan
buku-buku sebagai penunjang penulis menyelesaikan skripsi.
6. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat PBSI yang telah
membantu penulis dalam hal menyelesaikan skripsi.
7. Bagi kedua orang tua, Bapak Lukas Umbu Siwa dan Ibu Rambu Ata
xi
1. baik secara moril maupun materi selama proses belajar dan penyelesaian
tugas akhir ini.
2. Kakak-kakak saya, Yuliatrike, Yonathan, Rosani, Ferdians, Harsy dan
adik Hendry. Terima kasih karena selalu memberikan semangat selama
proses belajar dan penyelesaian tugas akhir ini.
3. Bagi teman-teman PBSI angakatan 2014 B, khususnya Neta, Rina,
Christy, Vera, Ocha. Terima kasih sudah menularkan semangat kerja keras
dan pantang menyerah selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir.
4. Bagi teman-teman saya, Sani, Astria, Rani, Intan, Debra, adik Sania, adik
Astry, adi Aldo, Dewa, Akwan, kakak Oby, Umbu, Amkhe, Adian, Orkin,
Egy, terima kasih karena selalu membantu saya selama proses
mengerjakan skripsi dan selalu memberikan semangat kepada saya.
5. Bagi teman-teman organisasi Gailaru Marada, terima kasih karena selalu
ada disaat saya butuh dan yang sudah mengajarkan saya banyak hal, saya
sangat mengasihi kalian semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 29 Januari 2019
Penulis
Damaris Rambu S. Dairu
xii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 8
2.2 Kajian Teori ... 10
2.2.1 Pragmatik ... 11
2.2.2 Stilistika Pragmatik... 13
2.2.3 Konteks dalam Pragmatik ... 15
2.2.4 Gaya Bahasa ... 17
2.2.5 Jenis Gaya Bahasa ... 18
2.2.5.1 Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata ... 19
2.2.5.2 Gaya Bahasa berdasarkan Nada ... 20
xiii
2.2.5.4 Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna ... 22
2.2.5.5 Gaya Bahasa Hiperbola ... 23
2.2.5.6 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis... 24
2.2.5.7 Gaya Bahasa Ironi ... 24
2.2.5.8 Gaya Bahasa Eufemisme... 26
2.2.5.9 Gaya Bahasa Paronomasia ... 26
2.2.5.10 Gaya Bahasa Paralipsis ... 27
2.2.5.11 Gaya Bahasa Zeugma dan Silepsis ... 27
2.2.5.12 Gaya Bahasa Satire ... 28
2.2.5.13 Gaya Bahasa Inuendo ... 29
2.2.5.14 Gaya Bahasa Antifrasis ... 29
2.2.5.15 Gaya Bahasa Anafora ... 30
2.2.5.16 Gaya Bahasa Elipsis ... 31
2.2.5.17 Gaya Bahasa Asonansi ... 31
2.2.5.18 Gaya Bahasa Anastrof dan Inversi ... 32
2.2.5.19 Gaya Bahasa Epizeukis ... 32
2.2.5.20 Gaya Bahasa Apofasis dan Preterisio ... 33
2.2.5.21 Gaya Bahasa Polisindeton ... 33
2.2.5.22 Gaya Bahasa Pleonasme dan Tautologi ... 34
2.2.5.23 Gaya Bahasa Sinisme ... 34
2.2.5.24 Gaya Bahasa Sarkasme ... 35
2.3 Film ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38
3.1 Jenis Penelitian ... 38
3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ... 38
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 38
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 40
xiv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
4.1 Deskripsi Data ... 43
4.2.1.7 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis ... 60
4.2.1.8 Gaya Bahasa Asonansi ... 62
4.2.1.9 Gaya Bahasa Eufemisme ... 63
4.2.1.10 Gaya Bahasa Elipsis ... 65
4.2.1.11 Gaya Bahasa Apofasis... 66
4.2.1.12 Gaya Bahasa Pleonasme ... 67
4.2.1.13 Gaya Bahasa Polisindeton ... 68
4.2.2Makna Pragmatik Gaya Bahasa ... 69
4.2.2.1 Makna Pragmatik ’Menanyakan’ ... 69
4.2.2.2 Makna Pragmatik ‘Menjelaskan’ ... 72
4.2.2.3 Makna Pragmatik ‘Menggambarkan’ ... 77
4.2.2.4 Makna Pragmatik ‘Menegaskan ... 77
4.2.2.5 Makna Pragmatik ‘Membandingkan’ ... 79
4.2.2.6 Makna Pragmatik ‘Mengancam’ ... 79
4.2.2.7 Makna Pragmatik ‘Memberi Perintah’ ... 80
4.2.2.8 Makna Pagmatik ‘Menunjukkan’ ... 81
4.2.2.9 Makna Pragmatik ‘Menunggu’ ... 82
4.3 Pembahasan ... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
xv
5.2 Saran ... 86
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem lambang
bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, jadi bahasa merupakan suatu
sistem yang penting bagi umat manusia. Kita mengenal bahasa dan
mempergunakannya setiap hari. Setiap manusia memiliki cara atau gaya
berbahasanya masing-masing, ada bahasa yang melebih-lebihkan atau bahasa
yang membandingkan seorang dengan yang lain, bahasa sinisme yaitu bahasa
yang digunakan untuk menyindir, gaya bahasa hiperbola yaitu gaya bahasa yang
melebih-lebihkan sesuatu dan masih banyak gaya bahasa lainnya. Banyak gaya
bahasa yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi atau berinteraksi
dengan orang lain.
Dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin
Nugroho terdapat banyak perbedaan dengan film lainnya karena settingan film
tersebut di pulau Sumba NTT, sangat jarang orang yang tertarik mengambil di
tempat kecil seperti itu. Peran Marlina yang diperankan oleh Marsya Timoty.
Marlina seorang janda muda dan tidak memiliki suami tinggal sebatangkara di
pelosok desa. Bahasa yang dipergunakan dalam film tersebut bahasa Indonesia
tetapi memakai dialek sumba, jarang juga orang jawa ataupun orang luar NTT
yang dapat berbicara persis seperti orang NTT khususnya dialek Sumba. Tetapi,
dapat menguasai dialek Sumba dengan baik, sampai ada yang bisa menghafal lagu
daerah Sumba dengan baik. film Marlina mengisahkan seorang janda yang
didatangi perampok dan melecehkannya. Dalam film Marlina menggunakan
berbagai macam gaya bahasa dalam setiap tuturannya. Ada bahasa yang
menyindir, membandingkan, mencela orang lain, dan berbagai gaya bahasa lain.
Seperti yang kita ketahui bahwa pragmatik adalah studi tentang makna
yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar
(atau pembaca) (Yule, 1996:3). Seperti yang telah diungkapkan oleh Yule bahwa
pragmatik merupakan sesuatu yang dapat kita ketahui maknanya melalui penutur
dan pendengar. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu
benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara
singkat gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara
khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).
Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran,
sopan-santun, dan menarik (Keraf dalam Tarigan 1985 : 5).
Jadi, penulis ingin menganalisis pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat
dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak tersebut. Penulis berharap
dengan adanya penelitian ini masyarakat tidak hanya menonton dan mengetahui
jalan cerita dari film tersebut tetapi dapat membuka wawasan masyarakat bahwa
dalam setiap kata-kata yang terdapat dalam film memiliki gaya masing-masing,
tidak hanya itu masyarakat juga dapat menjadi kritikus yang menjadikan film
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:
a. Apa sajakah wujud gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina
Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika
Pragmatik?
b. Apa sajakah makna pragmatik gaya bahasa dalam film Marlina Si
Pembunuh dalam Empat Babak?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan
beberapa tujuan penelitiannya antara lain :
a. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif
Stilistika Pragmatik
b. Mendeskripsikan makna pragmatik gaya bahasa dalam film Marlina Si
Pembunuh dalam Empat Babak
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Beberapa manfaat adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis
Peneliti dapat menambah koleksi penelitian dalam bidang kajian
stilistika pragmatik, khususnya mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam
Penelitian ini dapat menamba wawasan pembaca mengenai pemanfaatan
gaya bahasa dalam film, sehingga pembaca dapat menghasilkan gaya bahasa
yang baik saat berkomunikasi.
b. Manfaat Praktis
Bagi para guru bahasa indonesia hasil penelitian ini bisa dijadikan
sebagai salah satu sumber pennjang pembelajaran khususnya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai
sumber referensi bagi para pengarang karya sastra yang ingin
menggunakan gaya bahasa dalam membuat karangannya
1.5 Batasan Istilah
Berikut ini akan dipaparkan mengenai batasan-batasan istilah yang
digunakan dalam penelitian ini agar tidak mengalami kesalahan dalam
pemahaman.
a. Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Pendekatan ini
juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan
tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi
makna yang dimaksudkan oleh penutur.
b. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu
Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta
menimbulkan konotasi tertentu (Dale dalam Tarigan, 1985:5)
c. Stilistika Pragmatik
Kajian Stilistika Pragmatik adalah kajian kekhasan bahasa dalam
penggunaan wacana tertentu. Misalnya: wacana sastra, wacana nonsastra.
Wacana Nonsatra misalnya: Wacana Bahasa Umum. Semuanya adalah
wacana nonsastra, maka acuan teorinya tidak harus menggunakan
linguistik umum (linguistik sintaksi), tetapi linguistik terapan. Jadi,
orientasi teorinya adalah linguistik terapan — Stilistika Pragmatik. Kajian
stilistika memiliki anggapan bahwa bahasa dari sebuah teks mencerminkan
dunia tekstual secara sempurna (Fasold dalam Black, 2011 : 1).
d. Film
Film merupakan media komunal dan perpaduan dari berbagai
teknologi dan unsur-unsur kesenian baik seni rupa, teater, sastra, arsitektur
hingga musik. Film merupakan perpaduan dari perkembangan teknologi
fotografi dan rekaman suara. Pertumbuhan film sangat tergantung pada
tradisi bagaimana unsur-unsur perpaduan teknologi dan unsur-unsur seni
dari film yang dalam masyarakat berkembang pesat. Dengan demikian
film mampu bersaing dengan teknologi media dan seni lainnya yang lebih
bergengsi (http://www.geocities.com/Paris/7229/film.htm).
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri atas lima bab. Bab I merupakan bab
pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
Latar belakang berisi alasan peneliti melakukan penelitian dan masalah
yang ditemukan. Rumusan masalah berisi masalah berupa kalimat tanya.
Tujuan penelitian berisi tujuan yang akan dilakukan peneliti dan sesuai
dengan rumusan masalah yang dibuat. Manfaat penelitian berisi kegunaan
dari hasil penelitian yang dilakukan. Batasan istilah disertakan untuk
membatasi istilah-istilah yang ada dalam penelitian.
Bab II adalah landasan teori, berisi penelitian yang relevan dan
kajian teori. Penelitian relevan digunakan untuk referensi bagi peneliti
agar dapat melihat kajian yang sudah diteliti oleh orang lain sehingga
peneliti dapat mengkaji dengan kritis dan tajam. Kajian teori menunjukkan
kedalaman alat analisis. Kajian teori digunakan sebagai alat pembedah.
Bab III merupakan bab metologi penelitian. Bab ini meliputi jenis
penelitian, data sumber data penelitian, metode dan teknik pengumpulan
data, metode dan teknik analisis data. Jenis penelitian adalah
pengkategorian menurut data yang diperoleh. Data merupakan bahan
kajian. Sumber data merupakan subjek dari mana data didapatkan. Metode
dan teknik pengumpulan data berisi metode maupun teknik yang
digunakan dalam penelitian. Metode dan teknik analisis data berisi metode
dan teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian.
Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan
pembahasan. Bab ini merupakan jantung dari karya ilmiah. Bagian
pembahasan membahas tentang rumusan masalah dan sesuai teori yang
Bab V merupakan penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan berisi uraian yang telah dianalisis dan pokok-pokok pikiran.
Saran berisi imbauan kepada peneli selanjutnya jika ingin meneliti
8 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Terdahulu Yang Relevan
Terdapat 5 (lima) penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa
penelitian yang dilakukan masih relevan untuk dilaksanakan yang pertama adalah
penelitian yang dilakukan oleh Marta Ria Hanesty (2014) yang berjudul ‘Analisis
Kesopanan dan Ketidakkesopanan Level Narrator dalam Novel Ronggeng Dukuh
Paruk (Catatan Buat Emak) Karya Ahmad Tohari Sebuah Kajian Stilistika
Pragmatik. Penelitian ini mengkaji tentang bentuk kesopanan dan bentuk
pelanggaran kesopanan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk
sedangkan Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk (1)
Mendeskripsikan gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina Si
Pembunuh dalam Empat Babak, (2) Mendeskripsikan makna pragmatik yang
terkandung gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.
Perbedaannya terletak pada analisisnya sedangkan relevansinya terletak pada
kajian stilistika pragmatik yang digunakan dalam meneliti.
Penelitian kedua yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Zainah
Asmaniah tahun 2015 yang berjudul “Naskah Drama Rajapati Karangan Ahmad
Bakri (Kajian Struktural dan Pragmatilistik)”. Dalam jurnalnya memuat struktur
dalam naskah drama Rajapati, dan hubungan Pragmatilistik yang ada dalam
naskah drama Rajapati. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan
cerita, struktur dan pragmatilistik yang terdapat dalam naskah drama Rajapati.
ingin dikaji dalam penelitiannya, karena penelitian yang akan dilakukan
menggunakan kajian stilistika pragmatik untuk mengkaji gaya bahasa yang
terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin
Nugroho.
Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan
adalah penelitian yang dilakukan oleh I Made Bagus Ocky Yogiswara tahun 2013
yang berjudul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Artikel Opini Harian Kompas
Januari 2017” penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa
yang terdapat pada artikel opini harian kompas edisi Januari 2017 dan
mendeskripsikan makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat
pada artikel kompas edisi Januari 2017. Adapun kesamaan yang ada dalam
penelitian dengan I Made Bagus Ocky Yogiswara dengan penelitian yang penulis
lakukan adalah pemanfaatan gaya bahasa dalam opini sedangkan penulis meneliti
tentang pemanfaatan gaya bahasa dalam sebuah film dengan tinjauan stilistika
pragmatik. Perbedaanya pada objek penelitian bahwa dalam penelitian I Made
Bagus Ocky Yogiswara meneliti opini sedangkan penulis ingin meneliti film
dengan memakai tinjauan stilistika pragmatik yaitu mengkaji gaya bahasa
berdasarkan konteks situasinya.
Penelitian keempat yang relevan yaitu dari Sopyan Ali Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret dengan judul “Kajian Stilistika Pragmatik Gaya Bahasa
Pada Puisi Shaykh Hamza Yusuf Hanson”. Penelitian ini mengkaji tentang
penggunaan gaya bahasa yang meliputi analisa unsur metafora, dan pola gaya
pendekatan stilistik. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
adalah dari analisisnya, yaitu Sopyan Ali menganalisis penggunaan gaya bahasa
yang meliputi unsur metafora dan pola gaya bunyi dalam puisi sedangkan peneliti
menganalisis pemanfaatan gaya bahasa dalam film Marlina si pembunuh dalam
empat babak.
Penelitian kelima yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
yaitu dari Meila Dwi Ratnasari Universitas Negeri Surabaya berjudul “Suspensi
dalam Wacana Humor Waktu Indonensia Bercanda Net TV: Kajian
Pragmatilistika”. Penelitian ini berfokus pada strategi suspensi, fungsi suspense,
dan efek humor dalam wacana humor waktu Indonesia bercanda. Relevansinya
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada kajian
pragmatilistik yang digunakan dalam meneliti.
Dari hasil penelitian di atas peneliti menggunakan suatu kajian stilistika
pragmatik. Peneliti berharap penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi untuk
kelancaran penelitian ini, karena peneliti terdahulu mengkaji tentang pemanfaatan
gaya bahasa dalam film suatu kajian stilistika pragmatik.
2.2 Kajian Teori
Pada bagian kajian teori akan diuraikan mengenai pragmatik, kemudian
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule 2006:3). Tipe studi
ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam
suatu konteks khusus itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Membutuhkan
satu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin
dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana,
kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah studi tentang makna
kontekstual. Pendekatan ini juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar
dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu
interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali
betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakn ternyata menjadi bagian yang
disampaikan.
Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik
dan pemakai bentuk-bentuk itu. Di antara 3 (tiga) bagian perbedaan ini hanya
pragmatik sajalah yang memungkinkan orang ke dalam suatu analisis. Manfaat
belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata
tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan
mereka, dan jenis tindakan (sebagai contoh: permohonan) yang mereka
perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Kerugian yang besar adalah bahwa
semua konsep manusia ini sulit dianalisis dalam suatu cara yang konsisten dan
objektif. Dua orang teman yang sedang bercakap-cakap mungkin menyatakan
memberikan bukti linguistik apa pun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber
‘makna’ yang jelas/pasti tentang apa yang sedang disampaikan. Contoh (1)
adalah sekadar suatu kasus masalah. Saya mendengar penutur dan saya tahu apa
yang mereka katakan, tetapi saya ‘tidak tahu’ (tidak mampunyai) gagasan apa
yang dikomunikasikan oleh penutur.
1) Her : so-did you? (jadi, saudara?)
Him : hey-who wouldn’t? (hei, siapa yang tidak mau?)
Jadi pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling
memahami satu sama lain secara linguistik. Tetapi, pragmatik dapat juga
merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini
mengharuskan kita memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka
(Yule 2006:5-6).
Pragmatik diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi
tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa
atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran
(Kridalaksana, 1993:177). Jadi, pragmatik merupakan ilmu yang digunakan untuk
mengetahui penggunaan bahasa yang sesuai konteks.
Pragmatik pada hakikatnya adalah studi bahasa dari sudut pemakaiannya
atau bahasa dalam pemakaiannya (language in use) (Levinson dalam Pranowo,
2014:137). Dalam menstudi bahasa pragmatik melibatkan konteks yang dipakai
oleh penutur/penulis dengan tuturannya, bukan dengan menekankan pada
hubungan antara penutur dengan tuturannya, bukan pada hubungan kalimat satu
2.2.2 Stilistika Pragmatik
Istilah stilistika berasal dari kata stylistics dalam bahasa inggris. Istilah
stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah
‘pengarangg atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam
mode’. Ics atau ik adalah ‘ilmu, kaji, telaah’. Stilistika adalah ilmu gaya bahasa.
Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang stile. Stile/gaya secara
tradisional telah didefinisikan sebagai cara ekspresi linguistik dalam bentuk prosa
atau sajak bagaimana penutur atau penulis mengatakan apapun yang mereka
nyatakan Wicaksono (2014:4).
Penemu stilistika adalah Charles Bally, seorang linguis Perancis Hough,
1972 (dalam Nur Rohman). Sebenarnya, stilistika tidak dimaksudkan sebagai
studi sastra, tetapi untuk studi bahasa (linguistik) yang dipergunakan dalam
bahasa sehari-hari. Stilistika merupakan bagian lingustik seperti yang
dikemukakan oleh Turner, 1977 (dalam Nur Rohman). Meskipun kesusastraan
(ilmu sastra) dapat memanfaatkan hasil studi linguistik dalam penelitian sastra,
tetapi kesusastraan berbeda dengan lingusitik sebab objeknya berbeda. Objek
studi linguistik adalah bahasa, sedangkan objek studi kesusastraan adalah karya
sastra yang mempunyai konvensi sendiri. Oleh karena itu, ada usaha studi
stilistika yang berkecenderungan pada ilmu sastra dan penelitian stilistika yang
dipusatkan pada karya sastra sebagai sumber gaya dan penggunaan bahasa yang
kompleks. Hakikat stilistika adalah pemakaian atau penggunaan bahasa dalam
stilistika dipahami sebagai ilmu gabung antara linguistik dan ilmu sastra (dalam
Nur Rohman).
Stilistika adalah suatu bidang ilmu yang menjembatani kedua disiplin ilmu
tersebut, dan bukan disiplin ilmu tersendiri, tetapi sebagai suatu cara untuk
menghubungan disiplin-disiplin ilmu yang lain. Pragmatik sebagai salah satu
bidang ilmu linguistik yang mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara
bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:15)
mendefinisikan pragmatik bahwa “pragmatics is the study of the conditions of
human language uses as there determined by the context of society”, ‘pragmatik
adalah studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang
ditentukan oleh konteks masyarakat’. Levinson (dalam Rahardi, 2003:13 dan 14)
berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari
relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang
dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga
sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.
Kajian stilistika memiliki anggapan bahwa bahasa dari sebuah teks
mencerminkan dunia tekstual secara sempurna (Fasold dalam Black, 2011:1).
pragmatik adalah kajian terhadap bahasa dalam penggunaannya (dengan
memperhitungkan unsur-unsur yang tidak dicakup oleh tata bahasa dan semantik),
maka dapat dipahami jika stilistika sekarang menggunakan pragmatika dan
pemahaman-pemahaman yang dapat dihasilkan pragmatika. Kita berada dalam
sebuah dunia makna yang relatif tidak stabil. Peran dari pembaca adalah selalu
setiap orang yang membaca atau menonton bukan hanya menjadi pembaca dan
pendengar yang baik tetapi menjadi seorang yang dapat menilai dan
mengidentifikasi sesuatu yang telah dibaca maupun didengar. Perpaduan antara
teori-teori pragmatik dan stilistika menghasilkan teori stilistika pragmatik. Kajian
stilististika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari teori-teori
pragmatik agar bisa menjelaskan aspek-aspek dari teks sastra yang membuat
teori-teori pragmatik menjadi menarik untuk digunakan sebagai sarana penafsiran
(Black, 2011:336). Teori ini dikembangkan oleh Elizabeth Black. Ia
berpandangan bahwa kajian linguistik yang berorientasi pragmatik terhadap
bahasa ternyata berguna bagi pemahaman teks fiksi atau karya sastra. Stilistika
Pragmatik lebih menekankan hubungannya dengan bahasa dalam praktek
penggunaannya.
Peneliti mengambil teori tentang stilistika pragmatik ini agar dapat
membantu peneliti untuk mengkaji film yang ingin dianalisis. Peneliti akan
mendeskripsikan gaya bahasa dan makna gaya bahasa yang terdapat dalam film
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho Kajian Stilistika
Pragmatik.
2.2.3 Konteks dalam Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur
(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule, 1996:3). Tipe
studi ini perluh melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di
dalam suatu konteks khusus itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.
yang ingin dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di
mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah studi tentang makna
kontekstual. Pendekatan ini juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar
dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu
interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali
betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakn ternyata menjadi bagian yang
disampaikan.
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pragmatik pasti membutuhkan
konteks karena setiap apa yang ingin disampaikan oleh penutur harus berdasarkan
konteks. Konteks biasanya dipahami sebagai sesuatu yang sudah ada sebelum
wacana dan situasi dari partisipan (Brown dan Yule dalam Black, 2011:3). Dalam
sebuah teks tertulis, awal dari teks memberikan orientasi kepada pembaca untuk
memahami wacana, karena tidak ada apapun yang ada sebelum awal dari teks itu
sendiri. Konteks dimana sebuah wacana terjadi dipandang sebagai dunia wacana
sementara topik dari teks adalah dunia teks.
Maka, dapat kita ketahui konteks sangat diperlukan dalam pragmatik
karena setiap makna tuturan yang disampaikan oleh penutur harus memiliki
konteks yaitu situasi yang berada di luar teks yang sedang dibicarakan (Pranowo
2014:65). Konteks merupakan hal yang penting dalam tuturan berdasarkan kajian
pragmatik karena dari konteks dapat diketahui apa yang sebenarnya terjadi
sehingga tuturan itu dituturkan. Konteks dalam pragmatik digunakan untuk
makna pragmatik yang terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat
Babak karya Garin Nugroho.
2.2.4 Gaya Bahasa
Gaya atau khusunya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah
style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam ini untuk menulis
pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas
tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan
dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah
menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata
secara indah. Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa
memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seorang yang
mempergunakan bahasa itu, semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula
penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin
buruk pula penilaian diberikan padanya dan style atau gaya bahasa dapat dibatasi
sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf,
1980:113).
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan
jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu
dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya
bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale dalam
kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi
penyimak dan pembaca.
Gaya bahasa dalam stilistika pragmatik merupakan gaya bahasa
berdasarkan sebuah konteks. Setiap manusia ketika bertutur pasti memiliki gaya
bahasanya sendiri dan setiap tuturan yang keluar pasti memiliki latar belakang.
Maksudnya setiap tuturan yang dituturkan pasti memiliki kontek karena konteks
adalah sesuatu yang sudah ada sebelum tuturan itu dan situasi dari partisipan.
Peneliti mengambil gaya bahasa dalam kajian teorinya karena peneliti
menganalisis sebuah film yang berjudul Marlina Si Pembunuh dalam Empat
Babak karya Garin Nugroho; Kajian Stilistika Pragmatik.
2.2.5 Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Keraf (1984:115-116) membagi gaya bahasa dari dua segi yaitu segi
nonbahasa dan segi bahasa. Gaya bahasa dari segi nonbahasa dibagi atas tujuh
pokok yaitu berdasarkan pengarang, masa medium, subjek, tempat, hadirin dan
tujuan. Berdasarkan segi bahasanya, gaya bahasa dibedakan berdasarkan pilihan
kata, nada yang terkandung dalam wacana, struktur kalimat, dan langsung
tidaknya makna.
Tarigan (2009:5-6) 11 mengelompokkan gaya bahasa menjadi empat, yaitu
(1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa
pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan. Tinjauan terhadap gaya bahasa dalam
pembahasan ini ditekankan pada gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa
pertentangan ini dibedakan menjadi; gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa litotes,
bahasa paralepsis, gaya bahasa zeugma dan silepsis, gaya bahasa satire, gaya
bahasa inuendo, gaya bahasa antifrasis, gaya bahasa anafora, gaya bahasa elipsis,
gaya bahasa asonansi, gaya bahasa aposrof, gaya bahasa epizeukis, gaya bahasa
apofasis dan preterisio, gaya bahasa polisindeton, gaya bahasa pleonasme atau
tautologi, gaya bahasa sinisme, dan gaya bahasa sarkasme. Peneliti akan berfokus
pada penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang
terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin
Nugroho. Berikut ini uraian singkat tentang gaya bahasa dilihat dari segi bahasa
menuruf Keraf (1984) dan empat gaya bahasa menurut Tarigan.
2.2.5.1 Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam
menghadapi situasi-situasi tertentu, dalam bahasa standar (bahasa baku). Bahasa
standar dan bahasa baku dibedakan menjadi 3 bagian, yakni: a) gaya bahasa
resmi, b) gaya bahasa tak resmi, c) gaya bahasa percakapan. Berikut ini akan
dipaparkan masing-masing dari gaya bahasa tersebut.
a) Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan dipergunakan
dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam pidato presiden, berita
Negara, dan khotbah-khotbah mimbar. Cenderung kalimatnya adalah panjang dan
biasanya mempergunakan inversi. Tata bahasanya konservatif dan sintaksisnya
b) Gaya Bahasa Tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam standar
khususnya dalam kesempatan yang kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya
dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang
baik, perkuliahan, dan sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa
yang umum dan normal bagi kaum terpelajar (Keraf, 1984:118).
c) Gaya Bahasa Percakapan
Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang pilihan katanya adalah
kata-kata popular dan kata-kata-kata-kata percakapan (Keraf, 1984: 120).
2.2.5.2 Gaya Bahasa berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan
dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugesti dipancarkan
oleh rangkaian kata-kata yang berjalan sejajar, sedangkan kata-kata yang berjalan
sejajar akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa
dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya
sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah (Keraf, 1984:121).
a) Gaya Bahasa Sederhana
Gaya bahasa ini biasanya cocok memberi instruksi, pelajaran, perintah,
perkuliahan, dan sejenisnya. Gaya ini cocok pula dalam menyampaikan fakta atau
pembuktian (Keraf. 1984:121).
b) Gaya Mulia dan Bertenaga
Gaya di atas penuh dengan energy maupun vitalitas biasanya dipergunakan untuk
yang benar-benar mampu mengggetarkan emosi para pendengar atau pembaca
(Keraf, 1984: 122).
c) Gaya Bahasa Menengah
Gaya ini yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana yang damai.
Nada ini bersifat lemah-lembut. Berdasarkan sifatnya itu pada biasanya nada ini
menggunakan metafora bagi pilihan katanya (Keraf, 1984:122-123).
2.2.5.3 Gaya Bahasa berdasarkan Struktur Kalimat
Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya
bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana
tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada
kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau agasan yang
mendapatkan tekanan ditempatkan pada akhir kalimat yang mendapatkan tekanan
ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin
kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi dan jenis ketiga
adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat
atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat (Keraf, 1984:124).
Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut maka gaya bahasa menurut
Keraf (1984:124-128) dibagi menjadi:
a) Klimak
b)Antiklimaks, terdiri dari : dekrementum, katabasis, batos
c) Paralelisme
e) Repetisi, terdiri dari: tautotes, anafora,epistrofa, symploke,
mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis.
2.2.5.4 Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukut dari langsung tidaknya makna
denotatifnya atau sudah ada penyimpagan. Bila acuan yang digunakan masih
mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila
sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah
menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah
memiliki gaya sebagai yang dimaksud disini.
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut
sebagai trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti ‘pembalikan
’ atau ‘penyimpangan’., Trope atau figure of speech memiliki macam-macam
fungsi: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulasi
asosiasi, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa yang disebut
trop atau figure of speech dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya
bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa
untuk mencari efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.
Contoh:
a. Satu kilometre terdiri dari 1000 meter
b. Rumah itu terletak 300 kilometer dari jalan raya c. Ia memukul adiknya dengan sebuah tongkat
Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa bahasa yang dipergunakan
adalah bahasa biasa, yang masih bersifat polos, bahasa yang mengandung
bahasa Indonesia. Arti yang didukungnya tidak lebih dan tidak kurang dari nilai
lahirnya. Tidak ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu di dalamnya (Keraf,
1984:129-130). Jadi, telah dipaparkan empat (4) gaya bahasa menurut Keraf
(1984). Empat gaya bahasa di atas akan digunakan dalam penelitian ini untuk
melihat apakah kata, frasa, klausa dan kalimat yang digunakan dalam film
Marlina si pembunuh dalam empat babak itu termasuk dalam gaya bahasa yang
mana.
2.2.5.5 Gaya Bahasa Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
melebih-lebihkan jumlahnya, ukuranya dan sifatnya dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan
kesan pengaruhnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat
(Guntur Tarigan 2009:55) Menurut Keraf (1984:135) hiperbola adalah semacam
gaya bahasa yang mengandung suatu penyataan yang berlebihan, dengan
membesarbesarkan sesuatu hal.
Contoh:
(1) Dengan new Jupiter Z kamu bisa tampil lebih percaya diri !. (2) Honda naik kelas
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung ungkapan yang
melebih-lebihkan baik itu jumlah, ukuran, dan sifatnya. Bisa dilihat dari kalimat ‘Dengan
new Jupiter Z kamu bisa tampil lebih percaya diri!’, kalimat tersebut mengandung sesuatu yang berlebihan karena tidak mungkin semua orang akan merasa percaya
2.2.5.6 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis
Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita menegaskan sesuatu, tetapi
kemudian kita memperbaikinya dan mengoreksi kembali. Gaya bahasa yang
seperti ini biasa disebut koreksio atau epanortosis (Keraf, 1984:135). Sejalan
dengan Tarigan (2013:34) bahwa koreksi atau epanortosis adalah gaya bahasa
yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu tetapi kemudian memeriksa
dan memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan, 2013:34). Koreksio atau
epanortosis merupakan gaya bahasa yang dapat digunakan dalam menganalisis
tuturan dalam sebuah karya sastra maupun tuturan dalam film.
Contoh dari gaya bahasa koreksio atau epanortosis yaitu:
Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry. Soto eh sop ayam
Gaya bahasa koreksio atau epanortosis merupakan gaya bahasa yang
digunakan untuk membenarkan yang salah. Dapat dilihat dari contoh di atas soto
eh sop ayam. Frasa tersebut merupakan gaya bahasa koreksio atau epanortosis
karena apa yang dikatakan sebelumnya itu salah, setelah itu ia membenarkan
pernyataanya.
2.2.5.7 Gaya Bahasa Ironi
Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang
nyata berbeda, bahkan seringkali bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan
itu (Tarigan, 2013:61). Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor tetapi ironi
berat atau ironi keras biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire,
walaupun pembatasan yang tegasa antara hal-hal itu sangat sulit dibuat dan jarang
bahwa ironi merupakan suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan
makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian
kata-katanya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa ironi merupakan sindiran
dengan menyembunyikan fakta dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.
Perlu diingat bahwa pemahaman ironi sangat tergantung dari konteks (bahkan
beberapa ahli bahasa membedakan ironi dari majas lainnya, karena hal tersebut).
Apabila konteks tidak mendukung ironi, maka ujaran yang mengandung ejekan
dapat menjadi pujian (Staf UI, 2012).
Contoh :” Wah. pemerintah sekarang memang sukses, ya!” “Benarkah pendapatmu demikian?”
“Ya. tentu saja, sukses dalam menaikkan harga-harga!”
Di sini, tampak ada dua petanda. Leksem sukses biasanya mengandung
komponen makna positif, tetapi kadang-kadang juga dapat mempunyai makna
negatif apabila konteks mendukungnya. Pada ujaran pertama, leksem sukses
masih mengandung kemungkinan bermakna positif (sebagaimana lazimnya),
namun pada ujaran yang ke- 3 leksem itu diikuti frasa ‘menaikkan harga-harga’
yang secara konotatif mempunyai makna negatif. Oposisi makna ini menunjukkan
adanya ironi. Di sini, konteks bersifat tekstual, sehingga tidak mungkin ada makna
pujian. Berkat konteksnya, ujaran yang mengandung gagasan positif, dapat
menyembunyikan makna yang negatif. Berikut ini dikemukakan bagan wilayah
makna ironi: Sebenarnya, hampir semua majas memerlukan konteks, baik tekstual
Meskipun demikian, ironi selalu terdiri dari unsur pragmatika khusus:
mengujarkan sesuatu dengan ironis selalu kurang lebih ditujukan pada sasaran
bulan-bulanan. Dikatakan bahwa ironi sering kali digunakan untuk
mengolok-olok. Menyampaikan sesuatu dengan ironis adalah menggunakan kosakata yang
seakan meninggikan nilai padahal merendahkannya. Selain perubahan petanda,
dalam ironi juga ada perubahan acuan.
2.2.5.8 Gaya Bahasa Eufemisme
Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti
“mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”
(Keraf, 1984:132). Sedangkan menurut Dale dan Tarigan, kata eufemisme juga
diturunkan dari eu ‘baik+phanai’ berbicara’. Jadi secara singkat eufemisme berarti
‘pandai berbicara’;berbicara baik’ (Tarigan, 1985:128).
Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak
menyenangkan. Misalnya: meninggal, bersengggama, tinja, tunakarya. Namun
eufemisme dapat juga dengan mudah melemahkan kekuatan diksi karangan.
Misalnya; penyesuaian harga, kemungkinan kekurangan makan,
membebastugaskan (Moeliono dalam Tarigan, 1985:128). Jadi dapat disimpulkan
bahwa eufemisme adalah ungkapan yang dapat diterima dengan baik oleh
penerima karena memakai bahasa yang halus agar tidak ada yang merasa
tersinggung.
2.2.5.9 Gaya Bahasa Paronomasia
Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang
berbeda (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 2013:64). Istilah Paronomasia ini
sering juga disamakan dengan yang mengandung makna yang sama (Keraf,
1984:145).
Contoh: (1) Centralite, lebih terang lebih hemat lebih tahan lama
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
bahasa Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang
berbunyi sama yang memiliki arti yang sama maupun berbeda. Dapat dilihat dari
contoh Centralite, lebih terang lebih hemat lebih tahan lama. Kalimat tersebut
merupakan sesuatu yang memiliki bunyi yang sama.
2.2.5.10 Gaya Bahasa Paralipsis
Paralipsis menurut KBBI adalah alat untuk menyatakan bahwa pembicara
tidak mengucapkan apa yang diucapkan dalam kalimat itu. Paralipsis adalah gaya
bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk
menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat
itu sendiri (Dacrot dan Todorov dalam Tarigan, 2013:66). Jadi dapat di simpulkan
bahwa paralipsis adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu hal
yang sebenarnya tidak ingin ia katakan tetapi telah ia bicarakan dan dijelaskan
kembali sesuai apa yang sebetulnya ingin diucapkan.
Contoh: Juallah segera ubi itu ke kota (ih....) yang saya maksud ke desa. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolak doa kita, (maaf) bukan, maksud saya mengabulkannya
2.2.5.11 Gaya Bahasa Zeugma dan Silepsis
Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua
sebenarnya hanya salah satu yang mempunyai hubungan dengan kata pertama
(Keraf, 1984:135). Konstruksi yang dipergunakan secara gramatikal benar, tetapi
secara semantik tidak benar disebut silepsis. Sedangkan dalam zeugma terdapat
gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang
bertentangan (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 2013:68). Dengan kata lain
dapat dirumuskan bahwa ‘dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi
kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya,
baim secara logis maupun secara grmatikal’ (Tarigan, 2013:68). Dapat
disimpulkan bahwa gaya bahasa zeugma dan silepsis merupakan gaya bahasa
yang menghubungkan kata dengan kata lain.
Contoh: anak itu memang rajin dan malas di sekolah.
Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois
Dalam silepsis, konstruksi yang digunakan itu secara gramatikal benar, tetapi
secara semantik tidak benar.
Contoh : ia sudah kehilangan topi dan semangatnya
2.2.5.12 Gaya Bahasa Satire
Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya disebut
satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi
macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau
menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik
tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan
secara etis dan estetis (Keraf, 1984:144). Satire merupakan sejenis bentuk
adakalahnya dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan
(Tarigan,2013:70).
Misalnya: Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa satire merupakan gaya bahasa yang dapat
menggunakan bahasa yang ramah, kasar dan menusuk yang berupa kritikan.
2.2.5.13 Gaya Bahasa Inuendo
Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik
dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau
ditinjau sekilas (Keraf, 1984:144). Terlihat juga dalam buku (Tarigan, 2013:74)
bahwa innuendo adalah sindiran kecil yang mengecilkan sesuatu yang sebenarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa innuendo merupakan gaya bahasa
yang digunakan dapat mengungkapkan kritik yang halus atau tidak membuat
orang lain tersinggung.
Misalnya: Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan minum.
Jadi dapat dilihat dari contoh ‘Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena
kebanyakan minum.’ bahwa kalimat tersebut digunakan untuk menyindir atau mengatai seseorang secara halus atau tidak kasar.
2.2.5.14 Gaya Bahasa Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata
dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri (Keraf,
dengan jelas bila pembaca atau penyimak dihadapkan pada kenyataan bahwa yang
dikatakan itu adalah sebaliknya
Bila diketahui bahwa yang hadir adalah seorang yang kurus, lalu dikatakan
bahwa ‘si gendut telah hadir’ maka, jelas gaya bahasa tersebut adalah antifrasis.
Begitu pula siswa yang malas yang berada di tengah teman-temannya disebut
siswa teladan (Tarigan, 2013:76). Dapat dilihat bahwa antifrasis jika tidak
diperhatikan secara baik maka gaya bahasa itu dapat di sebut ironi yang telah di
bahas.
Contoh Lihatlah sang raksasa telah datang (maksudnya si cebol). Mari kita sambut kedatangan sang raja (maksudnya si jongos)
Kita dapat melihat dari contoh di atas bahwa kata raksasa adalah kata yang
kasar dan sangat menyindir sehingga kita hampir tidak bisa membedakan
antifrasis dan ironi. Tetapi, kita bisa membedakan kedua gaya bahasa tersebut
yaitu jika ironi merupakan sesuatu yang nyata berbeda dan sangat tergantung
pada konteks, apabila konteks tidak mendukung ironi maka, ujaran yang
mengandung ejekan dapat menjadi pujian. Sedangkan antifrasis adalah kebalikan
dari kenyataan yang terjadi.
2.2.5.15 Gaya Bahasa Anafora
Anafora merupakan salah satu penyiasatan struktur sintaksis yang berbasis
pada repetisi (Nurgiyantoro, 2014:256). Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang
berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat (Tarigan,
2013 :184). Anafora sesuatu kata yang berulang-ulang dipergunakan dalam setiap
Contoh: Lupakah engkau bahwa merekahlah yang membesarkan dan mengasuhmu?
Lupakah engkau bahwa keluarga itu yang menyekolahkanmu sampai ke perguruan tinggi?
Kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa anafora merupakan gaya bahasa yang
digunakan untuk mengulang kata pertama. Terlihat dari contoh tersebut memakai
kata lupakah dalam mengawali sebuah kalimat.
2.2.5.16 Gaya Bahasa Elipsis
Elipsis merupakan suatu gaya bahasa yang menghilangkan suatu unsur
kalimat agar ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar (Keraf, 1984:132).
Ellipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau
penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata
bahasa. Atau dengan kata lain: elipsis adalah penghilangan salah satu atau
beberapa unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap (Ducrot and
Todorov dalam Tarigan 1985:138).
Contoh: Mereka ke Jakarta minggu yang lalu (penghilangan predikat : pergi)
Jadi, ada beberapa kata yang dihilangkan untuk membuat pembaca/pendengar
meneruskan sendiri atau juga karena untuk mempersingkat kalimat yaitu tanpa
mengubah makna yang sebenarnya.
2.2.5.17 Gaya Bahasa Asonansi
Asonansi sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal
yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk
Asonasi suatu perulangan yang digunakan untuk mengulangi vokal yang sama
misalnya:
Muka muda mudah muram Tiada siaga tiada biasa
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa asonansi merupakan gaya
bahasa yang digunakan untuk mengulang tekanan nada yang sama.
2.2.5.18 Gaya Bahasa Anastrof dan Inversi
Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh
dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 1984:130).
Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi atau perubahan urutan
unsur-unsur konsruksi sintaksis (Ducrot & Todorov dalam Tarigan,2013:85).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anastrof atau inversi
merupakan susunan kata yang disusun secara tidak teratur dalam sebuah kalimat
tetapi dapat dipahami.
Misalnya:
Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya. Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa.
2.2.5.19 Gaya Bahasa Epizeukis
Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu
kata yang ditekankan atau dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut
(Tarigan, 2013:182). Epizeukis ini dapat digunakan dalam mengkaji puisi maupun
prosa. Dalam sebuah karya sastra maupun non-sastra banyak terdapat epizeukis
yaitu perulangan yang bersifat langsung.
Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa epizeukis merupakan gaya bahasa
yang mengulang kata-kata penting yang ditekankan dalam kalimat itu.
2.2.5.20 Gaya Bahasa Apofasis dan Preterisio
Ada saatnya kita berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu tetapi
sebenarnya kita menaruh perhatian atau menekankan hal tersebut. Berpura-pura
menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu tetapi sebetulnya justru
memamerkannya. Apofasis atau disebut juga dengan preterisio merupakan
sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi
nampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi
sebenarnya ia menekankan hal itu (Keraf, 1984:130).
Misalnya : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.
Dari contoh di atas terlihat bahwa sebenarnya ia telah membicarakan hal itu tetapi
berpura-pura tidak tahu apa yang dia ungkapkan.
2.2.5.21 Gaya Bahasa Polisindeton
Polisindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa
kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan
kata-kata sambung (Tarigan, 2013:137). Gaya bahasa ini dapat digunakan dalam
menganalisis sebuah karya sastra maupun non-sastra. Peneliti mengambil
polisindeton sebagai salah satu kajian teorinya karena terdapat dalam tuturan film
Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho Kajian Stilistika
Pragmatik. Sejalan dengan Keraf (1984) bahwa polisindeton yang berupa acuan,
yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa yang sederajat
Contoh: istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya dipekarangan rumah kami
2.2.5.22 Gaya Bahasa Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang
sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong).
(Poerwadarmita dalam Tarigan, 1985:29). Sedangkan Keraf (1984:133)
mengatakan suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu
dihilangkan artinya tetap utuh
Contoh: saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri Dia telah menebus sawah itu dengan uang tabungannya sendiri.
Para petani menggarap sawah yang luas itu dengan tenaga dan keringat mereka sendiri
Jadi, pleonasme merupakan pemakaian kata yang berlebihan dan tidak penting.
Dapat kita lihat dari contoh di atas yaitu dengan tangan saya sendiri; kalimat itu
adalah hal yang berlebihan atau mubazir.
2.2.5.23 Gaya Bahasa Sinisme
Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Sinisme adalah ironi lebih kasar sifatnya, namun kadang-kadang sukar ditarik
batas yang tegas antara keduanya (Tarigan, 2013:91). Sinisme adalah gaya bahasa
yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan hal yang berlawanan dengan
tujuan agar orang tersindir secara lebih tajam dan menusuk perasaan (Keraf,
1984:143). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa
sinisme adalah gaya bahasa yang dapat dipergunakan dalam mengatakan sesuatu
dengan maksud atau makna berlainan dari apa yang terkandung dalam
Misalnya : Kau kan sudah hebat, tak perlu lagi mendengar nasihat orang tua seperti aku ini!
Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa apa yang sebetulkan ingin ia katakan itu
sangat menyakitkan tetapi ia menggunakan kata-kata yang lembut walaupun
sangat menusuk hati mitra tutur.
2.2.5.24 Gaya Bahasa Sarkasme
Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari
kata kerja sakasein yang berarti ‘merobek-robek daging seperti anjing’,
‘menggigit bibir karena marah’, atau ‘bicaradengan kepahitan’ (Keraf, 1984:143).
Bila dibandingkan dengan ironi dan sinisme maka sarkasme ini lebih kasar.
Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olokan atau sindiran pedas
dan menyakiti hati (Poerwadarminta dalam Tarigan 2013:92). Ciri utama gaya
bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,
menyakiti hati dan kurang enak didengar.
Misalnya : Sikapmu seperti anjing dan sifatmu seperti babi!
Kelakuanmu memuakkan saya
Tingkah lakumu memalukan kami
Kita dapat melihat dari contoh di atas bahwa kata-kata yang dipergunakan
sangat kasar dan membuat orang yang mendengar merasa tersinggung. Gaya
bahasa khususnya dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style
diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis lempengan
lilin. Keahlian menggunakan alat ini mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada
lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk