• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya Garin Nugroho; kajian stilistika pragmatik - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pemanfaatan gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya Garin Nugroho; kajian stilistika pragmatik - USD Repository"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK KARYA GARIN NUGROHO;

KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh

Damaris Rambu Sedu Dairu

141224063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

“Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas”

(ayub 23:10)

“Badai bagaikan sebuah perjalan hidup

Tetaplah berdiri teguh saat melawannya”

(5)

v

Halaman Persembahan

Seiring dengan ucapan syukur ke hadirat TYME yang telah memberikan berkat

dan restunya hingga saat ini saya dapat menyelesaikan tugas akhir, karya ini saya

persembahkan bagi:

Secara Khusus bagi kedua orang tua, Bapak Lukas Umbu Siwa dan Ibu Rambu

Ata Dauki yang tentunya selalu setia dan tak hentinya memberikan dukungan baik

secara moril maupun materi selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir

ini.

Kakak-kakak saya, Yuliatrike, Yonathan, Rosani, Ferdians, Harsy, dan adik

Hendry. Terima kasih karena selalu memberikan semangat selama proses belajar

dan penyelesaian tugas akhir ini.

Bagi teman-teman saya Sania, Astria, Intan, Rani, Debra, Dewa, Akwan, Egy,

Urnis, Heny, Adian, dan Astry. Yang memberikan semangat dan selalu ada jika

saya membutuhkan sesuatu

Bagi teman-teman organisasi Gailaru Marada. Terima kasih karena sudah menjadi

bagian dari perjalanan hidup saya selama di yogja, telah mengajarkan saya banyak

hal, saya sangat mengasihi kalian

Bagi teman-teman PBSI angakatan 2014 B, khususnya Neta, Rina, Christy,Vera.

Terima kasih sudah menularkan semangat kerja keras dan pantang menyerah

(6)

vi

Pernyataan Keaslian Karya

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini, tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Januari 2019

Penulis,

(7)

vii

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Damaris Rambu Sedu Dairu

Nomor Induk Mahasiswa : 141224063

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah ini

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dengan judul:

PEMANFAATAN GAYA BAHASA DALAM FILM MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK KARYA GARIN NUGROHO;

KAJIAN STILISTIKA PRAGMATIK

Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas,

dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta izin maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 29 Januari 2019

Yang menyatakan,

(8)

viii ABSTRAK

Dairu, Damaris Rambu S. 2019. Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho; Kajian Stilistika Pragmatik. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dua masalah utama, yakni (1) Apa saja gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik? dan (2) Apa saja makna gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika Pragmatik?

Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang mengandung gaya bahasa dan makna gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik yang terdapat dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak karya Garin Nugroho. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yang dipadukan dengan teknik rekam dan teknik catat.

Kalimat yang mengandung gaya bahasa berdasarkan konteks dalam pragmatik dari penelitian ini berjumlah 71 kalimat. Rincian jenis gaya bahasa tersebut sebagai berikut. Gaya bahasa ironi 4 buah, inuendo 16 buah, sarkasme 15 buah, sinisme 12 buah, anafora 1 buah, epizeukis 9 buah, koreksio atau epanortosis 2 buah, asonansi 4 buah, eufemisme 2 buah, ellipsis 1 buah, apofasis 1 buah, pleonasme 1 buah, polisindenton 1 buah. Penelitian ini juga meneliti makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa dan menemukan 9 makna yang muncul dari penggunaan gaya bahasa berdasarkan konteks dalam tuturan yang terdapat dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak. Sepuluh makna yang ditemukan sebagai berikut. ‘menanyakan sesuatu’, makna pragmatik ‘memberikan penjelaskan’, makna pragmatik ‘menggambarkan’, makna pragmatik ‘menegaskan’, makna pragmatik ‘membandingkan’, makna pragmatik ‘mengancam’, makna pragmatik ‘memberi perintah’, makna pragmatik ‘menunjukkan sesuatu’, dan makna pragmatik ‘menunggu’.

(9)

ix ABSTRACT

Dairu, Damaris Rambu S. 2019. The Utilization of Language Style in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie by Garin Nugroho's; Pragmatic Stylistic Study. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma University.

This study attempts to describe two main problems, namely (1) What are the language style used in Marlina is The Killer of Four Rounds Movie reviewed from the perspective of the Pragmatic Stylist? and (2)What are the meanings of the language style in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie reviewed from the perspective of the Pragmatic Stylist?

The data in this study are speeches that contain of the language style and the meaning of the language style based on the pragmatic context in Marlina is The Killer of Four Rounds Movie by Garin Nugroho. The research type is qualitative research. The data collection method used in this study is the referral method, which is combined with recording technique and taking-note technique.

In this study, there are 71 sentences that contain of the language style based on the context in pragmatics. The details of the language styles type are 4 pieces irony language style, 16 pieces innuendo, 15 pieces sarcasm, 12 pieces cynicism, 1 piece anaphora, 9 pieces epizeukis, 2 pieces correction or epanortosis, 4 pieces assonance, 2 pieces euphemism, 1 piece ellipsis, 1 piece apophasis, 1 piece pleonasm, and 1 piece polisindenton. This research also examines the meaning that arises from using language styles, and finding 9 meanings that emerged from the use of the language style based on the context in speech that is contained in Marlina is the Killer of Four Rounds Movie. The ten meanings are found as follows: 'Asking something', the meaning of pragmatics 'giving explanation', meaning 'pragmatic', meaning of pragmatics 'asserting', meaning of pragmatics 'comparing', meaning of pragmatics 'threatening', meaning of pragmatics 'giving orders', the meaning of pragmatics 'shows something', and the meaning of pragmatics 'waits'.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TYME yang telah

memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk

memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan,

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi,

dorongan, dukungan doa, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal

hingga akhir penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Kaprodi PBSI yang telah

memberikan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Dr. R Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah

mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, kesabaran, dan motivasi selama

membimbing penulis.

4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan

wawasan kepada penulis selama belajar di Prodi PBSI, sehingga penulis

memiliki bekal menjadi pengajar yang cerdas, humanis, dan profesional.

5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan

buku-buku sebagai penunjang penulis menyelesaikan skripsi.

6. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat PBSI yang telah

membantu penulis dalam hal menyelesaikan skripsi.

7. Bagi kedua orang tua, Bapak Lukas Umbu Siwa dan Ibu Rambu Ata

(11)

xi

1. baik secara moril maupun materi selama proses belajar dan penyelesaian

tugas akhir ini.

2. Kakak-kakak saya, Yuliatrike, Yonathan, Rosani, Ferdians, Harsy dan

adik Hendry. Terima kasih karena selalu memberikan semangat selama

proses belajar dan penyelesaian tugas akhir ini.

3. Bagi teman-teman PBSI angakatan 2014 B, khususnya Neta, Rina,

Christy, Vera, Ocha. Terima kasih sudah menularkan semangat kerja keras

dan pantang menyerah selama proses belajar dan penyelesaian tugas akhir.

4. Bagi teman-teman saya, Sani, Astria, Rani, Intan, Debra, adik Sania, adik

Astry, adi Aldo, Dewa, Akwan, kakak Oby, Umbu, Amkhe, Adian, Orkin,

Egy, terima kasih karena selalu membantu saya selama proses

mengerjakan skripsi dan selalu memberikan semangat kepada saya.

5. Bagi teman-teman organisasi Gailaru Marada, terima kasih karena selalu

ada disaat saya butuh dan yang sudah mengajarkan saya banyak hal, saya

sangat mengasihi kalian semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 29 Januari 2019

Penulis

Damaris Rambu S. Dairu

(12)

xii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 8

2.2 Kajian Teori ... 10

2.2.1 Pragmatik ... 11

2.2.2 Stilistika Pragmatik... 13

2.2.3 Konteks dalam Pragmatik ... 15

2.2.4 Gaya Bahasa ... 17

2.2.5 Jenis Gaya Bahasa ... 18

2.2.5.1 Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata ... 19

2.2.5.2 Gaya Bahasa berdasarkan Nada ... 20

(13)

xiii

2.2.5.4 Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna ... 22

2.2.5.5 Gaya Bahasa Hiperbola ... 23

2.2.5.6 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis... 24

2.2.5.7 Gaya Bahasa Ironi ... 24

2.2.5.8 Gaya Bahasa Eufemisme... 26

2.2.5.9 Gaya Bahasa Paronomasia ... 26

2.2.5.10 Gaya Bahasa Paralipsis ... 27

2.2.5.11 Gaya Bahasa Zeugma dan Silepsis ... 27

2.2.5.12 Gaya Bahasa Satire ... 28

2.2.5.13 Gaya Bahasa Inuendo ... 29

2.2.5.14 Gaya Bahasa Antifrasis ... 29

2.2.5.15 Gaya Bahasa Anafora ... 30

2.2.5.16 Gaya Bahasa Elipsis ... 31

2.2.5.17 Gaya Bahasa Asonansi ... 31

2.2.5.18 Gaya Bahasa Anastrof dan Inversi ... 32

2.2.5.19 Gaya Bahasa Epizeukis ... 32

2.2.5.20 Gaya Bahasa Apofasis dan Preterisio ... 33

2.2.5.21 Gaya Bahasa Polisindeton ... 33

2.2.5.22 Gaya Bahasa Pleonasme dan Tautologi ... 34

2.2.5.23 Gaya Bahasa Sinisme ... 34

2.2.5.24 Gaya Bahasa Sarkasme ... 35

2.3 Film ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 38

3.1 Jenis Penelitian ... 38

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian ... 38

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 40

(14)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1 Deskripsi Data ... 43

4.2.1.7 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis ... 60

4.2.1.8 Gaya Bahasa Asonansi ... 62

4.2.1.9 Gaya Bahasa Eufemisme ... 63

4.2.1.10 Gaya Bahasa Elipsis ... 65

4.2.1.11 Gaya Bahasa Apofasis... 66

4.2.1.12 Gaya Bahasa Pleonasme ... 67

4.2.1.13 Gaya Bahasa Polisindeton ... 68

4.2.2Makna Pragmatik Gaya Bahasa ... 69

4.2.2.1 Makna Pragmatik ’Menanyakan’ ... 69

4.2.2.2 Makna Pragmatik ‘Menjelaskan’ ... 72

4.2.2.3 Makna Pragmatik ‘Menggambarkan’ ... 77

4.2.2.4 Makna Pragmatik ‘Menegaskan ... 77

4.2.2.5 Makna Pragmatik ‘Membandingkan’ ... 79

4.2.2.6 Makna Pragmatik ‘Mengancam’ ... 79

4.2.2.7 Makna Pragmatik ‘Memberi Perintah’ ... 80

4.2.2.8 Makna Pagmatik ‘Menunjukkan’ ... 81

4.2.2.9 Makna Pragmatik ‘Menunggu’ ... 82

4.3 Pembahasan ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

(15)

xv

5.2 Saran ... 86

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem lambang

bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja

sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri, jadi bahasa merupakan suatu

sistem yang penting bagi umat manusia. Kita mengenal bahasa dan

mempergunakannya setiap hari. Setiap manusia memiliki cara atau gaya

berbahasanya masing-masing, ada bahasa yang melebih-lebihkan atau bahasa

yang membandingkan seorang dengan yang lain, bahasa sinisme yaitu bahasa

yang digunakan untuk menyindir, gaya bahasa hiperbola yaitu gaya bahasa yang

melebih-lebihkan sesuatu dan masih banyak gaya bahasa lainnya. Banyak gaya

bahasa yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi atau berinteraksi

dengan orang lain.

Dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin

Nugroho terdapat banyak perbedaan dengan film lainnya karena settingan film

tersebut di pulau Sumba NTT, sangat jarang orang yang tertarik mengambil di

tempat kecil seperti itu. Peran Marlina yang diperankan oleh Marsya Timoty.

Marlina seorang janda muda dan tidak memiliki suami tinggal sebatangkara di

pelosok desa. Bahasa yang dipergunakan dalam film tersebut bahasa Indonesia

tetapi memakai dialek sumba, jarang juga orang jawa ataupun orang luar NTT

yang dapat berbicara persis seperti orang NTT khususnya dialek Sumba. Tetapi,

(17)

dapat menguasai dialek Sumba dengan baik, sampai ada yang bisa menghafal lagu

daerah Sumba dengan baik. film Marlina mengisahkan seorang janda yang

didatangi perampok dan melecehkannya. Dalam film Marlina menggunakan

berbagai macam gaya bahasa dalam setiap tuturannya. Ada bahasa yang

menyindir, membandingkan, mencela orang lain, dan berbagai gaya bahasa lain.

Seperti yang kita ketahui bahwa pragmatik adalah studi tentang makna

yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar

(atau pembaca) (Yule, 1996:3). Seperti yang telah diungkapkan oleh Yule bahwa

pragmatik merupakan sesuatu yang dapat kita ketahui maknanya melalui penutur

dan pendengar. Gaya bahasa adalah bahasa yang indah dipergunakan untuk

meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu

benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara

singkat gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara

khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran,

sopan-santun, dan menarik (Keraf dalam Tarigan 1985 : 5).

Jadi, penulis ingin menganalisis pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat

dalam film Marlina si pembunuh dalam empat babak tersebut. Penulis berharap

dengan adanya penelitian ini masyarakat tidak hanya menonton dan mengetahui

jalan cerita dari film tersebut tetapi dapat membuka wawasan masyarakat bahwa

dalam setiap kata-kata yang terdapat dalam film memiliki gaya masing-masing,

tidak hanya itu masyarakat juga dapat menjadi kritikus yang menjadikan film

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:

a. Apa sajakah wujud gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina

Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif Stilistika

Pragmatik?

b. Apa sajakah makna pragmatik gaya bahasa dalam film Marlina Si

Pembunuh dalam Empat Babak?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dipaparkan

beberapa tujuan penelitiannya antara lain :

a. Mendeskripsikan wujud gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ditinjau dari perspektif

Stilistika Pragmatik

b. Mendeskripsikan makna pragmatik gaya bahasa dalam film Marlina Si

Pembunuh dalam Empat Babak

1.4 Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Beberapa manfaat adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoretis

Peneliti dapat menambah koleksi penelitian dalam bidang kajian

stilistika pragmatik, khususnya mengenai pemanfaatan gaya bahasa dalam

(19)

Penelitian ini dapat menamba wawasan pembaca mengenai pemanfaatan

gaya bahasa dalam film, sehingga pembaca dapat menghasilkan gaya bahasa

yang baik saat berkomunikasi.

b. Manfaat Praktis

Bagi para guru bahasa indonesia hasil penelitian ini bisa dijadikan

sebagai salah satu sumber pennjang pembelajaran khususnya dalam

pembelajaran bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai

sumber referensi bagi para pengarang karya sastra yang ingin

menggunakan gaya bahasa dalam membuat karangannya

1.5 Batasan Istilah

Berikut ini akan dipaparkan mengenai batasan-batasan istilah yang

digunakan dalam penelitian ini agar tidak mengalami kesalahan dalam

pemahaman.

a. Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Pendekatan ini

juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan

tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi

makna yang dimaksudkan oleh penutur.

b. Gaya bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk

meningkatkan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu

(20)

Pendek kata penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta

menimbulkan konotasi tertentu (Dale dalam Tarigan, 1985:5)

c. Stilistika Pragmatik

Kajian Stilistika Pragmatik adalah kajian kekhasan bahasa dalam

penggunaan wacana tertentu. Misalnya: wacana sastra, wacana nonsastra.

Wacana Nonsatra misalnya: Wacana Bahasa Umum. Semuanya adalah

wacana nonsastra, maka acuan teorinya tidak harus menggunakan

linguistik umum (linguistik sintaksi), tetapi linguistik terapan. Jadi,

orientasi teorinya adalah linguistik terapan — Stilistika Pragmatik. Kajian

stilistika memiliki anggapan bahwa bahasa dari sebuah teks mencerminkan

dunia tekstual secara sempurna (Fasold dalam Black, 2011 : 1).

d. Film

Film merupakan media komunal dan perpaduan dari berbagai

teknologi dan unsur-unsur kesenian baik seni rupa, teater, sastra, arsitektur

hingga musik. Film merupakan perpaduan dari perkembangan teknologi

fotografi dan rekaman suara. Pertumbuhan film sangat tergantung pada

tradisi bagaimana unsur-unsur perpaduan teknologi dan unsur-unsur seni

dari film yang dalam masyarakat berkembang pesat. Dengan demikian

film mampu bersaing dengan teknologi media dan seni lainnya yang lebih

bergengsi (http://www.geocities.com/Paris/7229/film.htm).

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan ini terdiri atas lima bab. Bab I merupakan bab

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

(21)

Latar belakang berisi alasan peneliti melakukan penelitian dan masalah

yang ditemukan. Rumusan masalah berisi masalah berupa kalimat tanya.

Tujuan penelitian berisi tujuan yang akan dilakukan peneliti dan sesuai

dengan rumusan masalah yang dibuat. Manfaat penelitian berisi kegunaan

dari hasil penelitian yang dilakukan. Batasan istilah disertakan untuk

membatasi istilah-istilah yang ada dalam penelitian.

Bab II adalah landasan teori, berisi penelitian yang relevan dan

kajian teori. Penelitian relevan digunakan untuk referensi bagi peneliti

agar dapat melihat kajian yang sudah diteliti oleh orang lain sehingga

peneliti dapat mengkaji dengan kritis dan tajam. Kajian teori menunjukkan

kedalaman alat analisis. Kajian teori digunakan sebagai alat pembedah.

Bab III merupakan bab metologi penelitian. Bab ini meliputi jenis

penelitian, data sumber data penelitian, metode dan teknik pengumpulan

data, metode dan teknik analisis data. Jenis penelitian adalah

pengkategorian menurut data yang diperoleh. Data merupakan bahan

kajian. Sumber data merupakan subjek dari mana data didapatkan. Metode

dan teknik pengumpulan data berisi metode maupun teknik yang

digunakan dalam penelitian. Metode dan teknik analisis data berisi metode

dan teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian.

Bab IV merupakan bab yang berisi hasil penelitian dan

pembahasan. Bab ini merupakan jantung dari karya ilmiah. Bagian

pembahasan membahas tentang rumusan masalah dan sesuai teori yang

(22)

Bab V merupakan penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan berisi uraian yang telah dianalisis dan pokok-pokok pikiran.

Saran berisi imbauan kepada peneli selanjutnya jika ingin meneliti

(23)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Terdahulu Yang Relevan

Terdapat 5 (lima) penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa

penelitian yang dilakukan masih relevan untuk dilaksanakan yang pertama adalah

penelitian yang dilakukan oleh Marta Ria Hanesty (2014) yang berjudul ‘Analisis

Kesopanan dan Ketidakkesopanan Level Narrator dalam Novel Ronggeng Dukuh

Paruk (Catatan Buat Emak) Karya Ahmad Tohari Sebuah Kajian Stilistika

Pragmatik. Penelitian ini mengkaji tentang bentuk kesopanan dan bentuk

pelanggaran kesopanan yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk

sedangkan Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk (1)

Mendeskripsikan gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam film Marlina Si

Pembunuh dalam Empat Babak, (2) Mendeskripsikan makna pragmatik yang

terkandung gaya bahasa dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak.

Perbedaannya terletak pada analisisnya sedangkan relevansinya terletak pada

kajian stilistika pragmatik yang digunakan dalam meneliti.

Penelitian kedua yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Zainah

Asmaniah tahun 2015 yang berjudul “Naskah Drama Rajapati Karangan Ahmad

Bakri (Kajian Struktural dan Pragmatilistik)”. Dalam jurnalnya memuat struktur

dalam naskah drama Rajapati, dan hubungan Pragmatilistik yang ada dalam

naskah drama Rajapati. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan

cerita, struktur dan pragmatilistik yang terdapat dalam naskah drama Rajapati.

(24)

ingin dikaji dalam penelitiannya, karena penelitian yang akan dilakukan

menggunakan kajian stilistika pragmatik untuk mengkaji gaya bahasa yang

terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin

Nugroho.

Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah penelitian yang dilakukan oleh I Made Bagus Ocky Yogiswara tahun 2013

yang berjudul “Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Artikel Opini Harian Kompas

Januari 2017” penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa

yang terdapat pada artikel opini harian kompas edisi Januari 2017 dan

mendeskripsikan makna yang muncul dari pemanfaatan gaya bahasa yang terdapat

pada artikel kompas edisi Januari 2017. Adapun kesamaan yang ada dalam

penelitian dengan I Made Bagus Ocky Yogiswara dengan penelitian yang penulis

lakukan adalah pemanfaatan gaya bahasa dalam opini sedangkan penulis meneliti

tentang pemanfaatan gaya bahasa dalam sebuah film dengan tinjauan stilistika

pragmatik. Perbedaanya pada objek penelitian bahwa dalam penelitian I Made

Bagus Ocky Yogiswara meneliti opini sedangkan penulis ingin meneliti film

dengan memakai tinjauan stilistika pragmatik yaitu mengkaji gaya bahasa

berdasarkan konteks situasinya.

Penelitian keempat yang relevan yaitu dari Sopyan Ali Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret dengan judul “Kajian Stilistika Pragmatik Gaya Bahasa

Pada Puisi Shaykh Hamza Yusuf Hanson”. Penelitian ini mengkaji tentang

penggunaan gaya bahasa yang meliputi analisa unsur metafora, dan pola gaya

(25)

pendekatan stilistik. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

adalah dari analisisnya, yaitu Sopyan Ali menganalisis penggunaan gaya bahasa

yang meliputi unsur metafora dan pola gaya bunyi dalam puisi sedangkan peneliti

menganalisis pemanfaatan gaya bahasa dalam film Marlina si pembunuh dalam

empat babak.

Penelitian kelima yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan

yaitu dari Meila Dwi Ratnasari Universitas Negeri Surabaya berjudul “Suspensi

dalam Wacana Humor Waktu Indonensia Bercanda Net TV: Kajian

Pragmatilistika”. Penelitian ini berfokus pada strategi suspensi, fungsi suspense,

dan efek humor dalam wacana humor waktu Indonesia bercanda. Relevansinya

dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada kajian

pragmatilistik yang digunakan dalam meneliti.

Dari hasil penelitian di atas peneliti menggunakan suatu kajian stilistika

pragmatik. Peneliti berharap penelitian terdahulu dapat dijadikan referensi untuk

kelancaran penelitian ini, karena peneliti terdahulu mengkaji tentang pemanfaatan

gaya bahasa dalam film suatu kajian stilistika pragmatik.

2.2 Kajian Teori

Pada bagian kajian teori akan diuraikan mengenai pragmatik, kemudian

(26)

2.2.1 Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur

(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule 2006:3). Tipe studi

ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di dalam

suatu konteks khusus itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan. Membutuhkan

satu pertimbangan tentang bagaimana cara penutur mengatur apa yang ingin

dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di mana,

kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah studi tentang makna

kontekstual. Pendekatan ini juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar

dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu

interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali

betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakn ternyata menjadi bagian yang

disampaikan.

Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik

dan pemakai bentuk-bentuk itu. Di antara 3 (tiga) bagian perbedaan ini hanya

pragmatik sajalah yang memungkinkan orang ke dalam suatu analisis. Manfaat

belajar bahasa melalui pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur kata

tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud atau tujuan

mereka, dan jenis tindakan (sebagai contoh: permohonan) yang mereka

perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Kerugian yang besar adalah bahwa

semua konsep manusia ini sulit dianalisis dalam suatu cara yang konsisten dan

objektif. Dua orang teman yang sedang bercakap-cakap mungkin menyatakan

(27)

memberikan bukti linguistik apa pun yang dapat kita tunjuk sebagai sumber

‘makna’ yang jelas/pasti tentang apa yang sedang disampaikan. Contoh (1)

adalah sekadar suatu kasus masalah. Saya mendengar penutur dan saya tahu apa

yang mereka katakan, tetapi saya ‘tidak tahu’ (tidak mampunyai) gagasan apa

yang dikomunikasikan oleh penutur.

1) Her : so-did you? (jadi, saudara?)

Him : hey-who wouldn’t? (hei, siapa yang tidak mau?)

Jadi pragmatik itu menarik karena melibatkan bagaimana orang saling

memahami satu sama lain secara linguistik. Tetapi, pragmatik dapat juga

merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini

mengharuskan kita memahami orang lain dan apa yang ada dalam pikiran mereka

(Yule 2006:5-6).

Pragmatik diartikan sebagai syarat-syarat yang mengakibatkan serasi

tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa

atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada makna ujaran

(Kridalaksana, 1993:177). Jadi, pragmatik merupakan ilmu yang digunakan untuk

mengetahui penggunaan bahasa yang sesuai konteks.

Pragmatik pada hakikatnya adalah studi bahasa dari sudut pemakaiannya

atau bahasa dalam pemakaiannya (language in use) (Levinson dalam Pranowo,

2014:137). Dalam menstudi bahasa pragmatik melibatkan konteks yang dipakai

oleh penutur/penulis dengan tuturannya, bukan dengan menekankan pada

hubungan antara penutur dengan tuturannya, bukan pada hubungan kalimat satu

(28)

2.2.2 Stilistika Pragmatik

Istilah stilistika berasal dari kata stylistics dalam bahasa inggris. Istilah

stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata style dan ics. Stylist adalah

‘pengarangg atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli dalam

mode’. Ics atau ik adalah ‘ilmu, kaji, telaah’. Stilistika adalah ilmu gaya bahasa.

Stilistika merupakan ilmu yang mempelajari tentang stile. Stile/gaya secara

tradisional telah didefinisikan sebagai cara ekspresi linguistik dalam bentuk prosa

atau sajak bagaimana penutur atau penulis mengatakan apapun yang mereka

nyatakan Wicaksono (2014:4).

Penemu stilistika adalah Charles Bally, seorang linguis Perancis Hough,

1972 (dalam Nur Rohman). Sebenarnya, stilistika tidak dimaksudkan sebagai

studi sastra, tetapi untuk studi bahasa (linguistik) yang dipergunakan dalam

bahasa sehari-hari. Stilistika merupakan bagian lingustik seperti yang

dikemukakan oleh Turner, 1977 (dalam Nur Rohman). Meskipun kesusastraan

(ilmu sastra) dapat memanfaatkan hasil studi linguistik dalam penelitian sastra,

tetapi kesusastraan berbeda dengan lingusitik sebab objeknya berbeda. Objek

studi linguistik adalah bahasa, sedangkan objek studi kesusastraan adalah karya

sastra yang mempunyai konvensi sendiri. Oleh karena itu, ada usaha studi

stilistika yang berkecenderungan pada ilmu sastra dan penelitian stilistika yang

dipusatkan pada karya sastra sebagai sumber gaya dan penggunaan bahasa yang

kompleks. Hakikat stilistika adalah pemakaian atau penggunaan bahasa dalam

(29)

stilistika dipahami sebagai ilmu gabung antara linguistik dan ilmu sastra (dalam

Nur Rohman).

Stilistika adalah suatu bidang ilmu yang menjembatani kedua disiplin ilmu

tersebut, dan bukan disiplin ilmu tersendiri, tetapi sebagai suatu cara untuk

menghubungan disiplin-disiplin ilmu yang lain. Pragmatik sebagai salah satu

bidang ilmu linguistik yang mengkhususkan pengkajian pada hubungan antara

bahasa dan konteks tuturan. Berkaitan dengan itu, Mey (dalam Rahardi, 2003:15)

mendefinisikan pragmatik bahwa “pragmatics is the study of the conditions of

human language uses as there determined by the context of society”, ‘pragmatik

adalah studi mengenai kondisi-kondisi penggunaan bahasa manusia yang

ditentukan oleh konteks masyarakat’. Levinson (dalam Rahardi, 2003:13 dan 14)

berpendapat bahwa pragmatik sebagai studi perihal ilmu bahasa yang mempelajari

relasi-relasi antara bahasa dengan konteks tuturannya. Konteks tuturan yang

dimaksud telah tergramatisasi dan terkodifikasikan sedemikian rupa, sehingga

sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya.

Kajian stilistika memiliki anggapan bahwa bahasa dari sebuah teks

mencerminkan dunia tekstual secara sempurna (Fasold dalam Black, 2011:1).

pragmatik adalah kajian terhadap bahasa dalam penggunaannya (dengan

memperhitungkan unsur-unsur yang tidak dicakup oleh tata bahasa dan semantik),

maka dapat dipahami jika stilistika sekarang menggunakan pragmatika dan

pemahaman-pemahaman yang dapat dihasilkan pragmatika. Kita berada dalam

sebuah dunia makna yang relatif tidak stabil. Peran dari pembaca adalah selalu

(30)

setiap orang yang membaca atau menonton bukan hanya menjadi pembaca dan

pendengar yang baik tetapi menjadi seorang yang dapat menilai dan

mengidentifikasi sesuatu yang telah dibaca maupun didengar. Perpaduan antara

teori-teori pragmatik dan stilistika menghasilkan teori stilistika pragmatik. Kajian

stilististika pragmatik dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dari teori-teori

pragmatik agar bisa menjelaskan aspek-aspek dari teks sastra yang membuat

teori-teori pragmatik menjadi menarik untuk digunakan sebagai sarana penafsiran

(Black, 2011:336). Teori ini dikembangkan oleh Elizabeth Black. Ia

berpandangan bahwa kajian linguistik yang berorientasi pragmatik terhadap

bahasa ternyata berguna bagi pemahaman teks fiksi atau karya sastra. Stilistika

Pragmatik lebih menekankan hubungannya dengan bahasa dalam praktek

penggunaannya.

Peneliti mengambil teori tentang stilistika pragmatik ini agar dapat

membantu peneliti untuk mengkaji film yang ingin dianalisis. Peneliti akan

mendeskripsikan gaya bahasa dan makna gaya bahasa yang terdapat dalam film

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho Kajian Stilistika

Pragmatik.

2.2.3 Konteks dalam Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur

(atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (pembaca) (Yule, 1996:3). Tipe

studi ini perluh melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang di

dalam suatu konteks khusus itu berpengaruh terhadap apa yang dikatakan.

(31)

yang ingin dikatakan yang disesuaikan dengan orang yang mereka ajak bicara, di

mana, kapan, dan dalam keadaan apa. Pragmatik adalah studi tentang makna

kontekstual. Pendekatan ini juga perluh menyelidiki bagaimana cara pendengar

dapat menyimpulkan tentang apa yang dituturkan agar dapat sampai pada suatu

interpretasi makna yang dimaksudkan oleh penutur. Tipe studi ini menggali

betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakn ternyata menjadi bagian yang

disampaikan.

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pragmatik pasti membutuhkan

konteks karena setiap apa yang ingin disampaikan oleh penutur harus berdasarkan

konteks. Konteks biasanya dipahami sebagai sesuatu yang sudah ada sebelum

wacana dan situasi dari partisipan (Brown dan Yule dalam Black, 2011:3). Dalam

sebuah teks tertulis, awal dari teks memberikan orientasi kepada pembaca untuk

memahami wacana, karena tidak ada apapun yang ada sebelum awal dari teks itu

sendiri. Konteks dimana sebuah wacana terjadi dipandang sebagai dunia wacana

sementara topik dari teks adalah dunia teks.

Maka, dapat kita ketahui konteks sangat diperlukan dalam pragmatik

karena setiap makna tuturan yang disampaikan oleh penutur harus memiliki

konteks yaitu situasi yang berada di luar teks yang sedang dibicarakan (Pranowo

2014:65). Konteks merupakan hal yang penting dalam tuturan berdasarkan kajian

pragmatik karena dari konteks dapat diketahui apa yang sebenarnya terjadi

sehingga tuturan itu dituturkan. Konteks dalam pragmatik digunakan untuk

(32)

makna pragmatik yang terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat

Babak karya Garin Nugroho.

2.2.4 Gaya Bahasa

Gaya atau khusunya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah

style. Kata style diturunkan dari kata latin stilus, yaitu semacam ini untuk menulis

pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas

tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan

dititikberatkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah

menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata-kata

secara indah. Gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa

memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan kemampuan seorang yang

mempergunakan bahasa itu, semakin baik gaya bahasanya, semakin baik pula

penilaian orang terhadapnya; semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin

buruk pula penilaian diberikan padanya dan style atau gaya bahasa dapat dibatasi

sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) (Keraf,

1980:113).

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan

jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu

dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan gaya

bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu (Dale dalam

(33)

kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi

penyimak dan pembaca.

Gaya bahasa dalam stilistika pragmatik merupakan gaya bahasa

berdasarkan sebuah konteks. Setiap manusia ketika bertutur pasti memiliki gaya

bahasanya sendiri dan setiap tuturan yang keluar pasti memiliki latar belakang.

Maksudnya setiap tuturan yang dituturkan pasti memiliki kontek karena konteks

adalah sesuatu yang sudah ada sebelum tuturan itu dan situasi dari partisipan.

Peneliti mengambil gaya bahasa dalam kajian teorinya karena peneliti

menganalisis sebuah film yang berjudul Marlina Si Pembunuh dalam Empat

Babak karya Garin Nugroho; Kajian Stilistika Pragmatik.

2.2.5 Jenis-Jenis Gaya Bahasa

Keraf (1984:115-116) membagi gaya bahasa dari dua segi yaitu segi

nonbahasa dan segi bahasa. Gaya bahasa dari segi nonbahasa dibagi atas tujuh

pokok yaitu berdasarkan pengarang, masa medium, subjek, tempat, hadirin dan

tujuan. Berdasarkan segi bahasanya, gaya bahasa dibedakan berdasarkan pilihan

kata, nada yang terkandung dalam wacana, struktur kalimat, dan langsung

tidaknya makna.

Tarigan (2009:5-6) 11 mengelompokkan gaya bahasa menjadi empat, yaitu

(1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa

pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan. Tinjauan terhadap gaya bahasa dalam

pembahasan ini ditekankan pada gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa

pertentangan ini dibedakan menjadi; gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa litotes,

(34)

bahasa paralepsis, gaya bahasa zeugma dan silepsis, gaya bahasa satire, gaya

bahasa inuendo, gaya bahasa antifrasis, gaya bahasa anafora, gaya bahasa elipsis,

gaya bahasa asonansi, gaya bahasa aposrof, gaya bahasa epizeukis, gaya bahasa

apofasis dan preterisio, gaya bahasa polisindeton, gaya bahasa pleonasme atau

tautologi, gaya bahasa sinisme, dan gaya bahasa sarkasme. Peneliti akan berfokus

pada penggunaan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna yang

terdapat dalam film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin

Nugroho. Berikut ini uraian singkat tentang gaya bahasa dilihat dari segi bahasa

menuruf Keraf (1984) dan empat gaya bahasa menurut Tarigan.

2.2.5.1 Gaya Bahasa berdasarkan Pilihan Kata

Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam

menghadapi situasi-situasi tertentu, dalam bahasa standar (bahasa baku). Bahasa

standar dan bahasa baku dibedakan menjadi 3 bagian, yakni: a) gaya bahasa

resmi, b) gaya bahasa tak resmi, c) gaya bahasa percakapan. Berikut ini akan

dipaparkan masing-masing dari gaya bahasa tersebut.

a) Gaya Bahasa Resmi

Gaya bahasa resmi adalah gaya bahasa yang bentuknya lengkap dan dipergunakan

dalam kesempatan-kesempatan resmi, seperti dalam pidato presiden, berita

Negara, dan khotbah-khotbah mimbar. Cenderung kalimatnya adalah panjang dan

biasanya mempergunakan inversi. Tata bahasanya konservatif dan sintaksisnya

(35)

b) Gaya Bahasa Tak Resmi

Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang dipergunakan dalam standar

khususnya dalam kesempatan yang kurang formal. Gaya bahasa ini biasanya

dipergunakan dalam karya-karya tulis, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang

baik, perkuliahan, dan sebagainya. Gaya bahasa tak resmi adalah gaya bahasa

yang umum dan normal bagi kaum terpelajar (Keraf, 1984:118).

c) Gaya Bahasa Percakapan

Gaya bahasa percakapan adalah gaya bahasa yang pilihan katanya adalah

kata-kata popular dan kata-kata-kata-kata percakapan (Keraf, 1984: 120).

2.2.5.2 Gaya Bahasa berdasarkan Nada

Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti yang dipancarkan

dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sugesti dipancarkan

oleh rangkaian kata-kata yang berjalan sejajar, sedangkan kata-kata yang berjalan

sejajar akan mempengaruhi yang lain. Dengan latar belakang ini, gaya bahasa

dilihat dari sudut nada yang terkandung dalam sebuah wacana, dibagi atas: gaya

sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah (Keraf, 1984:121).

a) Gaya Bahasa Sederhana

Gaya bahasa ini biasanya cocok memberi instruksi, pelajaran, perintah,

perkuliahan, dan sejenisnya. Gaya ini cocok pula dalam menyampaikan fakta atau

pembuktian (Keraf. 1984:121).

b) Gaya Mulia dan Bertenaga

Gaya di atas penuh dengan energy maupun vitalitas biasanya dipergunakan untuk

(36)

yang benar-benar mampu mengggetarkan emosi para pendengar atau pembaca

(Keraf, 1984: 122).

c) Gaya Bahasa Menengah

Gaya ini yang diarahkan kepada usaha untuk menimbulkan suasana yang damai.

Nada ini bersifat lemah-lembut. Berdasarkan sifatnya itu pada biasanya nada ini

menggunakan metafora bagi pilihan katanya (Keraf, 1984:122-123).

2.2.5.3 Gaya Bahasa berdasarkan Struktur Kalimat

Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya

bahasa. Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah kalimat bagaimana

tempat sebuah unsur kalimat yang dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada

kalimat yang bersifat periodik, bila bagian yang terpenting atau agasan yang

mendapatkan tekanan ditempatkan pada akhir kalimat yang mendapatkan tekanan

ditempatkan pada awal kalimat. Bagian-bagian yang kurang penting atau semakin

kurang penting dideretkan sesudah bagian yang dipentingkan tadi dan jenis ketiga

adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat

atau lebih yang kedudukannya sama tinggi atau sederajat (Keraf, 1984:124).

Berdasarkan ketiga macam struktur kalimat tersebut maka gaya bahasa menurut

Keraf (1984:124-128) dibagi menjadi:

a) Klimak

b)Antiklimaks, terdiri dari : dekrementum, katabasis, batos

c) Paralelisme

(37)

e) Repetisi, terdiri dari: tautotes, anafora,epistrofa, symploke,

mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis.

2.2.5.4 Gaya Bahasa berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Gaya bahasa berdasarkan makna diukut dari langsung tidaknya makna

denotatifnya atau sudah ada penyimpagan. Bila acuan yang digunakan masih

mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila

sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah

menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah

memiliki gaya sebagai yang dimaksud disini.

Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini biasanya disebut

sebagai trope atau figure of speech. Istilah trope sebenarnya berarti ‘pembalikan

’ atau ‘penyimpangan’., Trope atau figure of speech memiliki macam-macam

fungsi: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulasi

asosiasi, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa yang disebut

trop atau figure of speech dalam uraian ini dibagi atas dua kelompok, yaitu gaya

bahasa retoris, yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa

untuk mencari efek tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan

penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam bidang makna.

Contoh:

a. Satu kilometre terdiri dari 1000 meter

b. Rumah itu terletak 300 kilometer dari jalan raya c. Ia memukul adiknya dengan sebuah tongkat

Contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa bahasa yang dipergunakan

adalah bahasa biasa, yang masih bersifat polos, bahasa yang mengandung

(38)

bahasa Indonesia. Arti yang didukungnya tidak lebih dan tidak kurang dari nilai

lahirnya. Tidak ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu di dalamnya (Keraf,

1984:129-130). Jadi, telah dipaparkan empat (4) gaya bahasa menurut Keraf

(1984). Empat gaya bahasa di atas akan digunakan dalam penelitian ini untuk

melihat apakah kata, frasa, klausa dan kalimat yang digunakan dalam film

Marlina si pembunuh dalam empat babak itu termasuk dalam gaya bahasa yang

mana.

2.2.5.5 Gaya Bahasa Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang

melebih-lebihkan jumlahnya, ukuranya dan sifatnya dengan maksud memberi

penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan

kesan pengaruhnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat

(Guntur Tarigan 2009:55) Menurut Keraf (1984:135) hiperbola adalah semacam

gaya bahasa yang mengandung suatu penyataan yang berlebihan, dengan

membesarbesarkan sesuatu hal.

Contoh:

(1) Dengan new Jupiter Z kamu bisa tampil lebih percaya diri !. (2) Honda naik kelas

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung ungkapan yang

melebih-lebihkan baik itu jumlah, ukuran, dan sifatnya. Bisa dilihat dari kalimat ‘Dengan

new Jupiter Z kamu bisa tampil lebih percaya diri!’, kalimat tersebut mengandung sesuatu yang berlebihan karena tidak mungkin semua orang akan merasa percaya

(39)

2.2.5.6 Gaya Bahasa Koreksio atau Epanortosis

Dalam berbicara atau menulis, ada kalanya kita menegaskan sesuatu, tetapi

kemudian kita memperbaikinya dan mengoreksi kembali. Gaya bahasa yang

seperti ini biasa disebut koreksio atau epanortosis (Keraf, 1984:135). Sejalan

dengan Tarigan (2013:34) bahwa koreksi atau epanortosis adalah gaya bahasa

yang berwujud mula-mula ingin menegaskan sesuatu tetapi kemudian memeriksa

dan memperbaiki mana-mana yang salah (Tarigan, 2013:34). Koreksio atau

epanortosis merupakan gaya bahasa yang dapat digunakan dalam menganalisis

tuturan dalam sebuah karya sastra maupun tuturan dalam film.

Contoh dari gaya bahasa koreksio atau epanortosis yaitu:

Dia benar-benar mencintai Neng Tetty, eh bukan, Neng Terry. Soto eh sop ayam

Gaya bahasa koreksio atau epanortosis merupakan gaya bahasa yang

digunakan untuk membenarkan yang salah. Dapat dilihat dari contoh di atas soto

eh sop ayam. Frasa tersebut merupakan gaya bahasa koreksio atau epanortosis

karena apa yang dikatakan sebelumnya itu salah, setelah itu ia membenarkan

pernyataanya.

2.2.5.7 Gaya Bahasa Ironi

Ironi adalah sejenis gaya bahasa yang mengimplikasikan sesuatu yang

nyata berbeda, bahkan seringkali bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan

itu (Tarigan, 2013:61). Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor tetapi ironi

berat atau ironi keras biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire,

walaupun pembatasan yang tegasa antara hal-hal itu sangat sulit dibuat dan jarang

(40)

bahwa ironi merupakan suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan

makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian

kata-katanya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa ironi merupakan sindiran

dengan menyembunyikan fakta dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.

Perlu diingat bahwa pemahaman ironi sangat tergantung dari konteks (bahkan

beberapa ahli bahasa membedakan ironi dari majas lainnya, karena hal tersebut).

Apabila konteks tidak mendukung ironi, maka ujaran yang mengandung ejekan

dapat menjadi pujian (Staf UI, 2012).

Contoh :” Wah. pemerintah sekarang memang sukses, ya!” “Benarkah pendapatmu demikian?”

“Ya. tentu saja, sukses dalam menaikkan harga-harga!”

Di sini, tampak ada dua petanda. Leksem sukses biasanya mengandung

komponen makna positif, tetapi kadang-kadang juga dapat mempunyai makna

negatif apabila konteks mendukungnya. Pada ujaran pertama, leksem sukses

masih mengandung kemungkinan bermakna positif (sebagaimana lazimnya),

namun pada ujaran yang ke- 3 leksem itu diikuti frasa ‘menaikkan harga-harga’

yang secara konotatif mempunyai makna negatif. Oposisi makna ini menunjukkan

adanya ironi. Di sini, konteks bersifat tekstual, sehingga tidak mungkin ada makna

pujian. Berkat konteksnya, ujaran yang mengandung gagasan positif, dapat

menyembunyikan makna yang negatif. Berikut ini dikemukakan bagan wilayah

makna ironi: Sebenarnya, hampir semua majas memerlukan konteks, baik tekstual

(41)

Meskipun demikian, ironi selalu terdiri dari unsur pragmatika khusus:

mengujarkan sesuatu dengan ironis selalu kurang lebih ditujukan pada sasaran

bulan-bulanan. Dikatakan bahwa ironi sering kali digunakan untuk

mengolok-olok. Menyampaikan sesuatu dengan ironis adalah menggunakan kosakata yang

seakan meninggikan nilai padahal merendahkannya. Selain perubahan petanda,

dalam ironi juga ada perubahan acuan.

2.2.5.8 Gaya Bahasa Eufemisme

Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti

“mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik atau dengan tujuan yang baik”

(Keraf, 1984:132). Sedangkan menurut Dale dan Tarigan, kata eufemisme juga

diturunkan dari eu ‘baik+phanai’ berbicara’. Jadi secara singkat eufemisme berarti

‘pandai berbicara’;berbicara baik’ (Tarigan, 1985:128).

Eufemisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti

ungkapan yang dirasakan kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak

menyenangkan. Misalnya: meninggal, bersengggama, tinja, tunakarya. Namun

eufemisme dapat juga dengan mudah melemahkan kekuatan diksi karangan.

Misalnya; penyesuaian harga, kemungkinan kekurangan makan,

membebastugaskan (Moeliono dalam Tarigan, 1985:128). Jadi dapat disimpulkan

bahwa eufemisme adalah ungkapan yang dapat diterima dengan baik oleh

penerima karena memakai bahasa yang halus agar tidak ada yang merasa

tersinggung.

2.2.5.9 Gaya Bahasa Paronomasia

Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang

(42)

berbeda (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 2013:64). Istilah Paronomasia ini

sering juga disamakan dengan yang mengandung makna yang sama (Keraf,

1984:145).

Contoh: (1) Centralite, lebih terang lebih hemat lebih tahan lama

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya

bahasa Paronomasia adalah gaya bahasa yang berisi penjajaran kata-kata yang

berbunyi sama yang memiliki arti yang sama maupun berbeda. Dapat dilihat dari

contoh Centralite, lebih terang lebih hemat lebih tahan lama. Kalimat tersebut

merupakan sesuatu yang memiliki bunyi yang sama.

2.2.5.10 Gaya Bahasa Paralipsis

Paralipsis menurut KBBI adalah alat untuk menyatakan bahwa pembicara

tidak mengucapkan apa yang diucapkan dalam kalimat itu. Paralipsis adalah gaya

bahasa yang merupakan suatu formula yang digunakan sebagai sarana untuk

menerangkan bahwa seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat

itu sendiri (Dacrot dan Todorov dalam Tarigan, 2013:66). Jadi dapat di simpulkan

bahwa paralipsis adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan suatu hal

yang sebenarnya tidak ingin ia katakan tetapi telah ia bicarakan dan dijelaskan

kembali sesuai apa yang sebetulnya ingin diucapkan.

Contoh: Juallah segera ubi itu ke kota (ih....) yang saya maksud ke desa. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menolak doa kita, (maaf) bukan, maksud saya mengabulkannya

2.2.5.11 Gaya Bahasa Zeugma dan Silepsis

Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua

(43)

sebenarnya hanya salah satu yang mempunyai hubungan dengan kata pertama

(Keraf, 1984:135). Konstruksi yang dipergunakan secara gramatikal benar, tetapi

secara semantik tidak benar disebut silepsis. Sedangkan dalam zeugma terdapat

gabungan gramatikal dua buah kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang

bertentangan (Ducrot & Todorov dalam Tarigan, 2013:68). Dengan kata lain

dapat dirumuskan bahwa ‘dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi

kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya,

baim secara logis maupun secara grmatikal’ (Tarigan, 2013:68). Dapat

disimpulkan bahwa gaya bahasa zeugma dan silepsis merupakan gaya bahasa

yang menghubungkan kata dengan kata lain.

Contoh: anak itu memang rajin dan malas di sekolah.

Paman saya nyata sekali bersifat sosial dan egois

Dalam silepsis, konstruksi yang digunakan itu secara gramatikal benar, tetapi

secara semantik tidak benar.

Contoh : ia sudah kehilangan topi dan semangatnya

2.2.5.12 Gaya Bahasa Satire

Uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya disebut

satire. Kata satire diturunkan dari kata satura yang berarti talam yang penuh berisi

macam-macam buah-buahan. Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau

menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik

tentang kelemahan manusia. Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan

secara etis dan estetis (Keraf, 1984:144). Satire merupakan sejenis bentuk

(44)

adakalahnya dengan cara yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan

(Tarigan,2013:70).

Misalnya: Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa satire merupakan gaya bahasa yang dapat

menggunakan bahasa yang ramah, kasar dan menusuk yang berupa kritikan.

2.2.5.13 Gaya Bahasa Inuendo

Inuendo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan

mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik

dengan sugesti yang tidak langsung, dan tampaknya tidak menyakitkan hati kalau

ditinjau sekilas (Keraf, 1984:144). Terlihat juga dalam buku (Tarigan, 2013:74)

bahwa innuendo adalah sindiran kecil yang mengecilkan sesuatu yang sebenarnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa innuendo merupakan gaya bahasa

yang digunakan dapat mengungkapkan kritik yang halus atau tidak membuat

orang lain tersinggung.

Misalnya: Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan minum.

Jadi dapat dilihat dari contoh ‘Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena

kebanyakan minum.’ bahwa kalimat tersebut digunakan untuk menyindir atau mengatai seseorang secara halus atau tidak kasar.

2.2.5.14 Gaya Bahasa Antifrasis

Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata

dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri (Keraf,

(45)

dengan jelas bila pembaca atau penyimak dihadapkan pada kenyataan bahwa yang

dikatakan itu adalah sebaliknya

Bila diketahui bahwa yang hadir adalah seorang yang kurus, lalu dikatakan

bahwa ‘si gendut telah hadir’ maka, jelas gaya bahasa tersebut adalah antifrasis.

Begitu pula siswa yang malas yang berada di tengah teman-temannya disebut

siswa teladan (Tarigan, 2013:76). Dapat dilihat bahwa antifrasis jika tidak

diperhatikan secara baik maka gaya bahasa itu dapat di sebut ironi yang telah di

bahas.

Contoh Lihatlah sang raksasa telah datang (maksudnya si cebol). Mari kita sambut kedatangan sang raja (maksudnya si jongos)

Kita dapat melihat dari contoh di atas bahwa kata raksasa adalah kata yang

kasar dan sangat menyindir sehingga kita hampir tidak bisa membedakan

antifrasis dan ironi. Tetapi, kita bisa membedakan kedua gaya bahasa tersebut

yaitu jika ironi merupakan sesuatu yang nyata berbeda dan sangat tergantung

pada konteks, apabila konteks tidak mendukung ironi maka, ujaran yang

mengandung ejekan dapat menjadi pujian. Sedangkan antifrasis adalah kebalikan

dari kenyataan yang terjadi.

2.2.5.15 Gaya Bahasa Anafora

Anafora merupakan salah satu penyiasatan struktur sintaksis yang berbasis

pada repetisi (Nurgiyantoro, 2014:256). Anafora adalah gaya bahasa repetisi yang

berupa perulangan kata pertama pada setiap baris atau setiap kalimat (Tarigan,

2013 :184). Anafora sesuatu kata yang berulang-ulang dipergunakan dalam setiap

(46)

Contoh: Lupakah engkau bahwa merekahlah yang membesarkan dan mengasuhmu?

Lupakah engkau bahwa keluarga itu yang menyekolahkanmu sampai ke perguruan tinggi?

Kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa anafora merupakan gaya bahasa yang

digunakan untuk mengulang kata pertama. Terlihat dari contoh tersebut memakai

kata lupakah dalam mengawali sebuah kalimat.

2.2.5.16 Gaya Bahasa Elipsis

Elipsis merupakan suatu gaya bahasa yang menghilangkan suatu unsur

kalimat agar ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar (Keraf, 1984:132).

Ellipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan penanggalan atau

penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata

bahasa. Atau dengan kata lain: elipsis adalah penghilangan salah satu atau

beberapa unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap (Ducrot and

Todorov dalam Tarigan 1985:138).

Contoh: Mereka ke Jakarta minggu yang lalu (penghilangan predikat : pergi)

Jadi, ada beberapa kata yang dihilangkan untuk membuat pembaca/pendengar

meneruskan sendiri atau juga karena untuk mempersingkat kalimat yaitu tanpa

mengubah makna yang sebenarnya.

2.2.5.17 Gaya Bahasa Asonansi

Asonansi sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal

yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk

(47)

Asonasi suatu perulangan yang digunakan untuk mengulangi vokal yang sama

misalnya:

Muka muda mudah muram Tiada siaga tiada biasa

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa asonansi merupakan gaya

bahasa yang digunakan untuk mengulang tekanan nada yang sama.

2.2.5.18 Gaya Bahasa Anastrof dan Inversi

Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh

dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 1984:130).

Inversi adalah gaya bahasa yang merupakan permutasi atau perubahan urutan

unsur-unsur konsruksi sintaksis (Ducrot & Todorov dalam Tarigan,2013:85).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anastrof atau inversi

merupakan susunan kata yang disusun secara tidak teratur dalam sebuah kalimat

tetapi dapat dipahami.

Misalnya:

Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya. Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan apa-apa.

2.2.5.19 Gaya Bahasa Epizeukis

Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung, yaitu

kata yang ditekankan atau dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut

(Tarigan, 2013:182). Epizeukis ini dapat digunakan dalam mengkaji puisi maupun

prosa. Dalam sebuah karya sastra maupun non-sastra banyak terdapat epizeukis

yaitu perulangan yang bersifat langsung.

(48)

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa epizeukis merupakan gaya bahasa

yang mengulang kata-kata penting yang ditekankan dalam kalimat itu.

2.2.5.20 Gaya Bahasa Apofasis dan Preterisio

Ada saatnya kita berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu tetapi

sebenarnya kita menaruh perhatian atau menekankan hal tersebut. Berpura-pura

menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu tetapi sebetulnya justru

memamerkannya. Apofasis atau disebut juga dengan preterisio merupakan

sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi

nampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi

sebenarnya ia menekankan hal itu (Keraf, 1984:130).

Misalnya : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.

Dari contoh di atas terlihat bahwa sebenarnya ia telah membicarakan hal itu tetapi

berpura-pura tidak tahu apa yang dia ungkapkan.

2.2.5.21 Gaya Bahasa Polisindeton

Polisindeton adalah gaya bahasa yang berupa acuan di mana beberapa

kata, frase, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan

kata-kata sambung (Tarigan, 2013:137). Gaya bahasa ini dapat digunakan dalam

menganalisis sebuah karya sastra maupun non-sastra. Peneliti mengambil

polisindeton sebagai salah satu kajian teorinya karena terdapat dalam tuturan film

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak Karya Garin Nugroho Kajian Stilistika

Pragmatik. Sejalan dengan Keraf (1984) bahwa polisindeton yang berupa acuan,

yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa yang sederajat

(49)

Contoh: istri saya menanam nangka dan jambu dan cengkeh dan pepaya dipekarangan rumah kami

2.2.5.22 Gaya Bahasa Pleonasme dan Tautologi

Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang

sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-menolong).

(Poerwadarmita dalam Tarigan, 1985:29). Sedangkan Keraf (1984:133)

mengatakan suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu

dihilangkan artinya tetap utuh

Contoh: saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri Dia telah menebus sawah itu dengan uang tabungannya sendiri.

Para petani menggarap sawah yang luas itu dengan tenaga dan keringat mereka sendiri

Jadi, pleonasme merupakan pemakaian kata yang berlebihan dan tidak penting.

Dapat kita lihat dari contoh di atas yaitu dengan tangan saya sendiri; kalimat itu

adalah hal yang berlebihan atau mubazir.

2.2.5.23 Gaya Bahasa Sinisme

Sinisme adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk

kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.

Sinisme adalah ironi lebih kasar sifatnya, namun kadang-kadang sukar ditarik

batas yang tegas antara keduanya (Tarigan, 2013:91). Sinisme adalah gaya bahasa

yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan hal yang berlawanan dengan

tujuan agar orang tersindir secara lebih tajam dan menusuk perasaan (Keraf,

1984:143). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

sinisme adalah gaya bahasa yang dapat dipergunakan dalam mengatakan sesuatu

dengan maksud atau makna berlainan dari apa yang terkandung dalam

(50)

Misalnya : Kau kan sudah hebat, tak perlu lagi mendengar nasihat orang tua seperti aku ini!

Dari contoh di atas dapat kita lihat bahwa apa yang sebetulkan ingin ia katakan itu

sangat menyakitkan tetapi ia menggunakan kata-kata yang lembut walaupun

sangat menusuk hati mitra tutur.

2.2.5.24 Gaya Bahasa Sarkasme

Kata sarkasme berasal dari bahasa Yunani sarkasmos yang diturunkan dari

kata kerja sakasein yang berarti ‘merobek-robek daging seperti anjing’,

‘menggigit bibir karena marah’, atau ‘bicaradengan kepahitan’ (Keraf, 1984:143).

Bila dibandingkan dengan ironi dan sinisme maka sarkasme ini lebih kasar.

Sarkasme adalah gaya bahasa yang mengandung olok-olokan atau sindiran pedas

dan menyakiti hati (Poerwadarminta dalam Tarigan 2013:92). Ciri utama gaya

bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan celaan yang getir,

menyakiti hati dan kurang enak didengar.

Misalnya : Sikapmu seperti anjing dan sifatmu seperti babi!

Kelakuanmu memuakkan saya

Tingkah lakumu memalukan kami

Kita dapat melihat dari contoh di atas bahwa kata-kata yang dipergunakan

sangat kasar dan membuat orang yang mendengar merasa tersinggung. Gaya

bahasa khususnya dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style

diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis lempengan

lilin. Keahlian menggunakan alat ini mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada

lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititikberatkan pada keahlian untuk

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai formulasi dan perbandingan sifat fisis sabun transparan berbahan dasar VCO dengan minyak atsiri (minyak kayu putih, sereh dan cengkeh) sebagai fragrance oil

Konteks penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kebijakan pemerintah China dalam pengembangan industri pariwisata sebelum dan sesudah diberlakukannya open-door policy

Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta Self-Concept Siswa SMP melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Two-Stay Two-Stray. Universitas Pendidikan Indonesia |

Panduan belajar piano secara mandiri dengan menggunakan komputer dapat memberikan kesempatan kepada siapapun untuk memulai belajar musik melalui piano tanpa harus merasa malu

Purba (2015) menyatakan batang merupakan daerah akumulasi pertumbuhan tanaman khususnya tanaman muda, dengan adanya unsur hara dapat mendorong dalam

Dalam hal tanggung jawab profesi, tugas dosen adalah: (1) Tanggung jawab untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin akademiknya, dengan

Hasil penelitian ini menunjukkan sistem penataan arsip sudah berjalan dengan baik ,bidang Catatan Sipil Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Tebing Tinggi menggunakan

Walaupun majoriti mereka terdiri daripada orang Jawa yang fasih berbahasa Jawa, namun, dalam perbualan WhatsApp ini didapati penggunaan Bahasa Melayu lebih banyak