• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PENCAPAIAN DESA UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI UPTD PUSKESMAS KUTA PADANG LAYUNG KECAMATAN BUBON KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN CAKUPAN PENCAPAIAN DESA UCI (UNIVERSAL CHILD IMMUNIZATION) DI UPTD PUSKESMAS KUTA PADANG LAYUNG KECAMATAN BUBON KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ACEH BARAT

SKRIPSI

ROSI WAHYUNI NIM : 09C10104114

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT

(2)

1 1.1 Latar Belakang

Menurut perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5

tahun yang meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang

dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat status

imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang tahun

yang pertama. Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007,

pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta kematian balita tiap

tahun akibat penyakit Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan) dan Campak (dalam

Savitri, 2009:16).

Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan Pengembangan Program

Imunisasi (PPI) secara resmi pada tahun 1997, yang menganjurkan agar semua

anak diimunisasi enam macam penyakit yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus,

Tuberkulosis, Polio dan Campak. Kemudian Departemen Kesehatan RI juga

mengembangkan program imunisasi Hepatitis B ke dalam program imunisasi

rutin. Salah satu target keberhasilan kegiatan imunisasi adalah tercapainya

Universal Child Immunization (UCI). Desa UCI adalah desa dengan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi sebelum berumur 1 tahun secara merata di seluruh

desa/kelurahan. Imunisasi lengkap yaitu 1 dosis vaksin BCG (Bacillus

Calmette-Guerin), 3 dosis vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), 4 dosis vaksin Polio, 1 dosis vaksin Campak dan 3 dosis vaksin Hepatitis B yang diberikan sebelum anak

(3)

Seluruh desa atau kelurahan pada tahun 2014 harus mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization). Target ini sesuai dengan Kepmenkes No. 482/Menkes/SK/IV/2010 tentang GAIN (Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional)

UCI 2010-1014. Pada tahun 2011, Desa UCI di Indonesia mencapai target 74,13%

dari 77.029 desa yang ada di Indonesia, sedangkan target Menkes tahun 2011

minimal 85% desa yang mencapai Desa UCI. Di Indonesia tahun 2012, cakupan

Desa UCI mencapai 79,3%, padahal target Menkes pada tahun 2012 Desa UCI

harus mencapai minimal 90% dari 80.026 desa yang ada di Indonesia (dalam

Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cakupan

pencapaian Desa UCI masih rendah. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia

Tahun 2011, target Desa UCI di Aceh pada tahun 2011 hanya 62,32% dari 6.451

desa yang ada di Provinsi Aceh. Kemudian tahun 2012, pencapaian Desa UCI di

Aceh hanya 69,4% dari 6497 desa yang ada. Dari data-data tersebut dapat

disimpulkan bahwa target Desa UCI di Aceh bahkan belum mencapai 80% (dalam

Profil Kesehatan Indonesia, 2012).

Saat ini Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang sampai saat ini

dominan merupakan daerah yang bermasalah kesehatan, termasuk Kabupaten

Aceh Barat yang menduduki peringkat ke-8. Pencapaian Desa UCI Kabupaten

Aceh Barat tahun 2010 mencapai 42,4%, tahun 2011 mencapai 46,3% dan tahun

2012 sebesar 52,5%. Pencapaian ini masih sangat rendah dari target yang

diinginkan (100%). Kecamatan Johan Pahlawan sudah mencapai UCI yaitu

(4)

wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada

bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosisi Hepatitis B, dan 1

dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk

anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis Campak dan 2 dosis TT

(dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).

Kabupaten Aceh Barat memiliki 12 kecamatan, salah satunya Kecamatan

Bubon yang merupakan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung.

UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh

Barat memiliki masalah dalam pencapaian target Desa UCI pada tahun 2012.

Target Desa UCI yang ditargetkan sebanyak 17 desa, namun yang memiliki status

sebagai Desa UCI hanya 10 desa saja (58,8%). Desa-desa tersebut antara lain Alue Bakong, Seumuleng, Kuala Pling, Ulee Blang, Seunebok Trap, Suak

Pangkat, Peulante, Cot Keumuneng, Liceh dan Cot Lada. Target pencapaian Desa

UCI tersebut masih rendah dibandingkan dengan Puskesmas atau kecamatan

lainnya. Pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon ini masih menduduki

peringkat ke 4 terendah dari 13 Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Barat

(dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa cakupan pencapaian Desa UCI masih

merupakan kendala yang besar. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang inilah

peneliti perlu mengadakan penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang

berhubungan cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan telah

menggambarkan sebagian tentang pencapaian Desa UCI, maka peneliti ingin

meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan

pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan

Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan

cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung

Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian

Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

b. Untuk mengetahui hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian

Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan

pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan

(6)

1.4 Hipotesis Penelitian

a. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian

Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian Desa

UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

b. Ho : Tidak ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian

Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

Ha : Ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa

UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon

Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

c. Ho : Tidak ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan

pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan

Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.

Ha : Ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan

pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan

(7)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya

Ilmu Kesehatan Masyarakat, serta memberi informasi tentang Desa UCI terhadap

peningkatan kesehatan masyarakat di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat

Tahun 2014.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan bagi

masyarakat terutama mengenai Desa UCI, terutama ibu balita.

2. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan informasi bagi petugas

kesehatan mengenai pengetahuan masyarakat terhadap pencapaian Desa UCI dan

memberi wawasan bagi instansi terkait.

3. Bagi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan kepustakaan untuk

memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan oleh peserta

didik berikutnya dalam proses pendidikan di profesi pendidikan kesehatan. Dapat

dijadikan sebagai bahan bacaan untuk peningkatan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam bidang kesehatan.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa UCI ( Universal Child Immunization ) 2.1.1 Imunisasi

Imunisasi adalah proses untuk membuat individu mempunyai imunitas dan

resistensi terhadap infeksi, biasanya dengan cara memberikan vaksinasi (WHO,

2009). Imunisasi merupakan satu dari sepuluh kebijakan yang paling popular di

abad 20 ini. Selain itu imunisasi juga merupakan cara paling efektif untuk

mencegah penyakit infeksi. Oleh karena itu, imunisasi dapat menurunkan angka

kesakitan dan angka kematian anak di berbagai negara. Menurut data WHO

(2008), dapat diprediksi bahwa imunisasi dapat menurunkan angka penyakit

infeksi yang dapat mengancam kehidupan sebanyak dua juta kematian tiap

tahunnya. Oleh karena itu, WHO mengambil peran dan tanggung jawab untuk

meningkatkan angka cakupan imunisasi di berbagai negara (dalam Waluyanti,

2009:12-13).

Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak

dengan memasukkan vaksin dalam tubuh agara tubuh membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah upaya untuk merangsang

kekebalan tubuh dari serangan penyakit menular tertentu melalui pemberian

vaksin. Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh

kebal terhadap invasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi sebelum

mikroorganisme tersebut memiliki kecepatan untuk menyerang tubuh (Maryunani,

(9)

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar

kekebalan di atas ambang perlindungan. Universal Child Immunization (UCI)

adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi

(umur 0-11 bulan). Definisi desa atau kelurahan UCI ialah desa/kelurahan dimana

≥ 85 % dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi

BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Rahmawati, 2007:15).

Hal tersebut juga diutarakan oleh Plotkin (1994), bahwa dampak imunisasi

terhadap kesehatan penduduk dunia sangatlah besar karena dapat menurunkan

mortalitas dan morbiditas di dunia, sehingga imunisasi merupakan tanggung

jawab dari setiap pelayanan primer di semua negara. Imunisasi merupakan bentuk

perlindungan terhadap penyakit, spesifiknya terhadap penyakit menular (dalam

Waluyanti, 2009:13).

Adapun tujuan imunisasi bagi individu anak adalah memberikan kekebalan

pada bayi dan balita agar dapat terhindar dari penyakit dan terhindar dari kematian

akibat penyakit yang sering terjangkit. Diperkirakan 3 dari 100 kelahiran anak

akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan

meninggal karena batuk rejan, dan 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal

karena penyakit Tetanus, jika tanpa imunisasi. Dan dari setiap 200.000 anak, 1

anak akan menderita penyakit Polio. Imunisasi yang dilakukan dengan

memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit

tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah

(10)

imunisasi yang lengkap. Secara umum tujuan imunisasi adalah mencegah dan

mengeradikasi penyakit (Waluyanti, 2009:13).

Sejarah telah membuktikan tujuan tersebut mulai tercapai pada tahun 1977

ketika cacar dapat dieradikasi dan poliomyelitis dapat dieliminasi di AS tahun

1991. American Academy of Pediatrics (AAP) (1997) menyebutkan bahwa

eradikasi dan eliminasi penyakit tersebut disusul oleh eliminasi penyakit lain

seperti Tetanus, Dipteria, Campak, Parotitis, Pertusis, Rubella, dan Haemofilus

influenza tipe B (HiB). Pada tahun 1994 dideklarasikan secara internasional untuk

melakukan eliminasi Polio di dunia bagian Barat. Sementara itu di Asia

dilaporkan proses eradikasi Polio dari tahun 1988-2007 sudah mencapai eradikasi

tidak tersertifikasi dan termasuk area non-endemik Polio (dalam Waluyanti,

2009:14).

Proses pemberantasan penyakit yang dapat disembuhkan dengan imunisasi

melalui tiga tahapan yaitu :

a. Tahap reduksi dimana tahap ini terbagi menjadi : (1) tahap pengendalian

penyakit, terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi > 80%

dan interval terjadinya kejadian luar biasa antara 4-8 tahun; (2) tahap

pencegahan kejadian luar biasa, dimana cakupan imunisasi dapat

dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan

kematian, dan interval Kejadian Luar Biasa (KLB) relatif lebih panjang.

b. Tahap eliminasi dimana cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan

daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil

(11)

terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan segera agar terkurangi risiko

terkena PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi).

c. Tahap eradikasi terjadi setelah cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan

kasus sudah tidak ditemukan (Waluyanti, 2009:14-15).

Terdapat dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan

atau dimatikan agar tubuh dapat memproduksi antibodi sendiri seperti imunisasi

polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah

antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat seperti penyuntikan ATS

(Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami kecelakaan atau bayi baru lahir

yang mendapat antibodi dari ibunya (Waluyanti, 2009:15).

Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa kekebalan aktif

jika anak mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tertentu seperti

sembuh dari penyakit Campak maka anak akan mempunyai kekebalan terhadap

Campak. Sementara kekebalan pasif didapat dari ibu melalui plasenta dan ini

bersifat sementara atau didapat dari serum antibodi. Imunisasi aktif merupakan

cara untuk memberikan kekebalan aktif dengan memberikan mikroorganisme atau

modifikasinya (seperti toxoid, antigen terseleksi/tertentu, atau antigen rekayasa)

yang merangsang terjadinya respon imunologi melalui respon infeksi alami

(dalam Waluyanti, 2009:15-16).

Pemberian imunisasi ini memiliki risiko yang kecil terhadap anak.

(12)

beberapa yang lainnya memerlukan multi dosis. Selain itu vaksin juga efektif

dengan pemberian injeksi dan ada juga melalui pemberian oral. Kombinasi vaksin

dipertimbangkan agar anak mendapat manfaat perlindungan dari infeksi dengan

sedikit pemberian apalagi jika melalui injeksi, misalnya DPT. Berdasarkan

penjelasan tersebut maka beberapa negara menggunakan istilah program

imunisasi dasar untuk anak seperti 4:3:1:3. Artinya imunisasi dasar bagi anak

adalah 4 dosis DPT, 3 dosis Polio, 1 dosis Campak dan 3 dosis HiB (Haemophilus

influenzae type B) (Waluyanti, 2009:16).

Sementara untuk Indonesia imunisasi yang diberikan pada anak sebagai

imunisasi aktif adalah :

a. BCG untuk mencegah penyakit TBC dengan 1 kali dosis.

b. Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B dengan 3 kali dosis.

c. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus

dengan 3 kali dosis.

d. Polio untuk mencegah penyakit Poliomyelitis dengan 4 kali dosis.

e. Campak untuk mencegah penyakit Campak (measles) dengan 1 kali dosis

(Waluyanti, 2009:16-17).

Menurut RSPI SS (2007) imunisasi mempunyai beberapa manfaat,

diantaranya : 1) Untuk anak : mencegah kesakitan yang disebabkan oleh penyakit,

dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Untuk keluarga : menghilangkan

kecemasan secara psikologis jika anak mengalami sakit, membangun keyakinan

(13)

memperbaiki tingkat kesehatan, membangun bangsa yang kuat dan siap

melanjutkan pembangunan negara (dalam Waluyanti, 2009:18).

2.1.2 Mekanisme Penyelenggaraan Program Imunisasi

1. Penyusunan perencanaan

Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan

program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisis situasi, alternatif

pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara

efisien untuk mencapai tujuan program (Rahmawati, 2007:17).

2. Menentukan jumlah sasaran

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena

menjadi dasar dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.

Sumber resmi antara lain : (1) angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk

serta angka kelahiran diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh

Biro Pusat Statistik (BPS), (2) unit terkecil dari hasil sensus adalah desa, dan

angka ini menjadi pegangan, untuk selanjutnya pengelola program imunisasi

melakukan proyeksi untuk mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi

sampai ke tingkat desa (Rahmawati, 2007:17-18).

3. Menentukan target cakupan

Menentukan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan

karena target dipakai sebagai salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan,

pemantauan, maupun evaluasi. Untuk mengurangi faktor subjektivitas diperlukan

(14)

dilengkapi (peta wilayah dengan wilayah dengan jumlah penduduk/sasaran, data

wilayah, jumlah tenaga, jumlah peralatan imunisasi yang ada, data kesakitan dan

kematian, hasil analisis Pantauan Wilayah Setempat). Hasil evaluasi dari data di

atas ditetapkan masalah, faktor penyebab serta potensi yang dimiliki. (2)

menghitung target aksesibilitas/jaringan program (cakupan DPT-1), wilayah I

adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi secara teratur, minimal

4 kali dalam setahun, wilayah II adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan

imunisasi namun kurang dari 4 kali dalam setahun atau tidak teratur, wilayah III

adalah wilayah yang tidak dapat dijangkau pelayanan imunisasi (Rahmawati,

2007:18).

4. Merencanakan kebutuhan vaksin

Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari

unit pelayanan imunisasi (Puskesmas). Cara menghitung berdasarkan jumlah

imunisasi dasar, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi,

indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Dengan cara menghitung kebutuhan vaksin,

target cakupan secara rinci sampai ke masing-masing kontak antigen (Rahmawati,

2007:19-20).

5. Perencanaan kebutuhan peralatan Cold Chain (Rantai Dingin)

Setiap obat dari bahan biologis harus terlindung dari sinar matahari, vaksin

yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan

berkurang, oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, Campak) kemasan

(15)

2.1.3 Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi

a. Persiapan petugas meliputi (1) inventaris sasaran (daftar bayi dan ibu

hamil), sumber dari kelurahan, form registrasi bayi/ibu hamil, PKK, (2)

persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin (jumlah vaksin yang dibawa

harus sesuai dengan jumlah sasaran, peralatan rantai dingin yang akan

dipergunakan di lapangan seperti termos), (3) persiapan ADS (Auto Disable

Syringe) dan safety box. Petugas harus mempersiapkan ADS dan safety box untuk dibawa ke lapangan sesuai dengan jumlah sasaran yang akan

diimunisasi.

b. Persiapan dan penggerakkan masyarakat mutlak harus dilakukan dengan

kerja sama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan

petugas masyarakat/kader (Rahmawati, 2007:21).

2.1.4 Macam-Macam Imunisasi Dasar

1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)

Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin (BCG) hidup

yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio

muskulus deltoideus. Bacillus Calmette Guerrin (BCG) dimanfaatkan untuk

mencegah penyakit TBC atau Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosa. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita

yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita HIV). Reaksi yang

(16)

a. Reaksi lokal : 1 – 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan

timbul kemerahan dan banjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan

itu berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan

membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan

dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang

disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila

akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji

Mantoux (tuberkulin).

b. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa

disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3 –

6 bulan (Anonim, 2010:20).

Komplikasi yang mungkin timbul adalah :

a. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena

penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.

Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya

dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan

bukan disayat.

b. Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau

dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 – 6 bulan

(17)

2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus)

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap

Difteri, Pertusis dan Tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang

tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis

(batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk

hebat yang menetap serta pernapasan yang melengking. Pertusis berlangsung

selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga

anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan

komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus

adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang

(Anonim, 2010:21).

Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang

berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk

suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam. Imunisasi

DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT-1), 3

bulan (DPT-2), 4 bulan (DPT-3), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan

dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:22).

DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan

atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut

terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1%

penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut :

a. Demam tinggi (lebih 40,5 oC)

(18)

c. Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah

mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga)

d. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) (Anonim,

2010:22).

Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak

mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah

DT, yang hanya dapat diperoleh di puskesmas (kombinasi toksoid Difteria dan

Tetanus (DT) yang mengandung 10 – 12 Lf dapat diberikan pada anak yang

memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin Pertusis) (Anonim,

2010:22-23).

Satu sampai dua hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan

terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat

penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan

asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga

bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak -gerakkan lengan

maupun tulang tungkai yang bersangkutan (Anonim, 2010:23).

3. Imunisasi Polio

Imunisasi Polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

Poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu

maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan

otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.

(19)

tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL)

langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.

Kontraindikasi pemberian vaksin Polio :

a. Diare

b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,

kortikosteroid)

c. Kehamilan (Anonim, 2010:23-24).

Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan

kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon

kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk

meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi (Anonim,

2010:24).

4. Imunisasi Campak

Imunisasi Campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit

Campak. Imunisasi Campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9

bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subsutan

sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah Campak, dan ada bayi yang belum berusia 9

bulan, maka imunisasi Campak boleh diberikan (Anonim, 2010:24).

Kontraindikasi pemberian vaksin Campak adalah sebagai berikut:

a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 oC

b. Gangguan sistem kekebalan

(20)

d. Alergi terhadap protein telur

e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin

f. Wanita hamil (Anonim, 2010:24).

Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,

konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang) (Anonim, 2010:24).

5. Imunisasi HB (Hepatitis B)

Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B. Hepatitis B

adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis

pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah

kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB 1 dan 4 minggu

kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan

selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam

dengan dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:25).

Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya sampai anak

benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di

tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada

saluran pencernaan), yang akan hilang dalam bebarapa hari (Anonim, 2010:25).

2.1.5 Keberhasilan Imunisasi

Tidak semua anak yang diimunisasi bebas dari serangan penyakit. Semua

bergantung pada tingkat keberhasilan imunisasi yang dilakukan. Begitu pula,

(21)

waktu yang lama, ada pula yang terlindungi hanya sebentar saja. Keberhasilan

imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu :

1. Waktu pemberian

Vaksin yang diberikan ketika anak masih memiliki kadar antibodi dari

ibunya yang masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk

waktu pemberian yang efektif pada setiap imunisasi berbeda-beda (Huda, 2009:9).

2. Kematangan imunologik

Pada bayi belum memiliki fungsi imun yang matang sehingga akan

memberikan hasil yang kurang efektif dibandingkan pada anak. Individu dengan

status imun rendah, seperti pasien yang mendapat pengobatan imunosupresan atau

sedang mengalami infeksi, maka akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi,

contohnya pada pasien HIV dan penggunaan kortikolsteroid jangka panjang pada

penderita penyakit kronis (Huda, 2009:9).

3. Keadaan gizi

Gizi yang kurang menyebabkan kemampuan sistem imun lemah.

Meskipun kadar imunoglobulin normal atau meningkat, namun tidak mampu

mengikat antigen dengan baik karena kekurangan asam amino yang dibutuhkan

dalam pembentukan antibodi (Huda, 2009:9).

4. Cara pemberian vaksin

Cara pemberian mempengaruhi respons yang timbul. Vaksin Polio oral

(22)

polio parenteral (disuntikkan) hanya memberikan kekebalan sistemik saja (Huda,

2009:10).

5. Dosis vaksin

Dosis yang terlalu sedikit akan menimbulkan respon imun yang kurang

pula. Dosis yang terlalu tinggi juga akan menghambat sistem kekebalan yang

diharapkan (Huda, 2009:10).

6. Frekuensi pemberian

Jarak pemberian yang terlalu dekat, pada saat kadar antibodi masih tinggi,

maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi tersebut sehingga tidak

sempat merangsang sistem kekebalan (Huda, 2009:10).

2.1.6 Jenis-Jenis Vaksin

Pada dasarnya isi vaksin dibuat dari :

1. Kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan

Virus atau bakteri ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan

pembiakan berulang-ulang. Vaksin yang dimatikan dihasilkan dengan cara

membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak

aktif dengan penambahan bahan kimia (seperti formalin). Contoh vaksin yang

dimatikan antara lain vaksin Polio salk dan vaksin batuk rejan. Contoh vaksin yang dilemahkan yaitu vaksin BCG, vaksin Polio sabin dan vaksin Campak

(23)

2. Zat racun (toxin) yang telah dilemahkan (toxoid)

Vaksin jenis ini dibuat dengan mengambil zat racun dari kuman.

Contohnya toksoid Tetanus dan toksoid Difteri (Huda, 2009:8).

3. Bagian kuman tertentu atau komponen kuman yang biasanya serupa dengan

protein khusus

Vaksin jenis ini, organisme tersebutdibuat murni dan hanya

komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin, seperti kapsul polisakarida, bagian

fraksional yang masuk sub unit kuman. Contohnya vaksin Hepatitis B, Pertusis,

Tifoid vi, Pneumokokus dan Meningokokus (Huda, 2009:8).

2.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi

perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap

yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo, 2007:140).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(24)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya atau mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur

bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

(25)

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat

dilihat dari penggunaan kata kerja nya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada

(Notoadmodjo, 2007:140-142).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain

terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa

semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai

(26)

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung

(Palupi, 2011:9).

3. Umur

Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik

dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir

seseorang semakin matang dan dewasa (Palupi, 2011:10).

4. Minat

Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan

pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Palupi, 2011:10).

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang

baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap

objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis timbul kesan yang sangat

mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula

(27)

6. Kebudayaan

Lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap (Palupi, 2011:10).

7. Informasi

Informasi merupakan salah satu unsur komunikasi karena komunikasi

pada dasarnya adalah suatu proses penyampaian informasi dari komunikator

(sender) kepada komunikan (receiver). Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (dalam

Palupi, 2011:11).

2.3 Sarana Kesehatan

Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal bagi

masyarakat perlu ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana kesehatan. Sarana

kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

kesehatan (Amri, 1997). Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun

1992 Tentang Kesehatan ditentukan sarana kesehatan meliputi balai pengobatan,

pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek

dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis,

praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan

obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan,

dan sarana kesehatan lainnya (dalam Sitompul, 2011:3).

Kemudian ayat (2), sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(28)

Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan

sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada

masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan

kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini nampak

peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta

secara merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan

sistem kesehatan nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan

didirikannya klinik-klinik swasta (dalam Sitompul, 2011:3-4).

2.4 Dukungan Tenaga Kesehatan

Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito

(2007), SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya

perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung, guna

menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Sementara itu, SDM kesehatan menurut PP No.32/1996 yang juga dikutip oleh

Adisasmito (2007) adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang

kesehatan, baik memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk jenis

tertentu melakukan wewenang dalam melaksanakan upaya kesehatan (dalam

Lestari, 2008:14).

Tenaga kesehatan menurut SKN yang dikutip oleh Adisasmito (2007)

adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan professional di bidang

kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk

jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan. Sedangkan menurut PP No.32/1996

(29)

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau

keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis

tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tindak

tanduk tenaga kesehatan di suatu instansi kesehatan tertentu mempengaruhi

kunjungan masyarakat ke instansi tersebut utuk memperoleh berbagai upaya

pelayanan kesehatan (dalam Lestari, 2008:14).

2.5 Kerangka Teori Penelitian

Desa UCI (Universal Child Immunization) merupakan salah satu tolak

ukur dalam keberhasilan pencapaian pengembangan program imunisasi. Oleh

karena itu, perilaku masyarakat dan lingkungan sekitar terhadap pencapaian Desa

UCI sangatlah penting. Berdasarkan teori Green (1980) dalam Notoadmojo

(2007), ada tiga determinan perilaku dalam kesehatan yaitu :

(30)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti dapat merumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut.Teori Green,1980 dalam

Notoadmojo,2007.

Variabel Bebas Variabel Terikat

(Independen) (Dependen)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan Ibu

Sarana kesehatan

Dukungan Tenaga Kesehatan

Cakupan Pencapaian

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif yang

bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI (Universal Child

Immunization) di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 (Notoadmojo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang

Layung Kecamatan Bubon dan waktu penelitiannya dimulai dari 22 hingga 27

April 2014. Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung

Kecamatan Bubon karena pencapaian Desa UCI di kecamatan tersebut masih

rendah dan belum mencapai target.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Berdasarkan data dari UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, populasi

penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi 0-11 bulan yang di imunisasi

bertempat tinggal di Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat yang berjumlah

(32)

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan

sampel dilakukan secara acak sistematis (systematic sampling) untuk penelitian dengan membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel

yang diinginkan (Notoadmojo, 2010).

Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Notoadmojo, 2010).

Keterangan :

N = Besarnya populasi.

n = Besarnya sampel.

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, biasanya 10% atau 0,1.

Diketahui :

N = 147 jiwa

(33)

Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti

sebesar 60 jiwa.

Tabel 3.1 Jumlah Sampel yang Diteliti di Tiap Desa Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan

teknik wawancara melalui alat ukur kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon,

(34)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, laporan dan profil

UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung untuk mengetahui jumlah penduduk

Kecamatan Bubon dan cakupan Desa UCI di Kecamatan Bubon.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian Variabel Independen

Wawancara Kuisioner a.Ada

b.Tidak

Wawancara Kuisioner a.Baik

b.Kurang

Wawancara Kuisioner a.Baik

b.Tidak

Ordinal

Aspek Pengukuran

Pada pengukuran variabel independen terhadap pengetahuan ibu untuk

(35)

kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka

diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).

Pada pengukuran variabel independen terhadap sarana kesehatan untuk

pencapaian Desa UCI terdiri dari 2 pertanyaan tertutup dengan dua (2)

kemungkinan jawaban yaitu, “ Ada” dan “Tidak”. Untuk jawaban “Ada” maka

diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Tidak” maka diberi skor nol (0).

Pada pengukuran variabel independen dukungan tenaga kesehatan untuk

pencapaian Desa UCI terdiri dari 4 pertanyaan tertutup dengan dua (2)

kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka

diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).

Untuk mengukur variabel independen terhadap cakupan pencapaian Desa

UCI diukur dengan mengajukan 1 pertanyaan tertutup dengan dua (2)

kemungkinan jawaban yaitu, “Baik” dan “Tidak”, untuk jawaban “Baik” maka

diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Tidak” maka diberi skor nol (0).

Untuk menentukan rentang atau skor antara kelas digunakan rumus

sebagai berikut (Hidayat, 2011) :

K : Jumlah Kelas (Notoatmodjo, 2010). 3.6 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual, dengan

(36)

1. Editing adalah pemeriksaan atau pengcekan kelengkapan data melalui

kuesioner yang telah dikumpulkan.

2. Coding adalah proses untuk memberi kode pada jawaban-jawaban

responden atau ukuran-ukuran yang diperoleh unit analisis sesuai dengan

rencana awal.

3. Skoring adalah pemberian skor dimana jawaban yang benar diberikan skor 1

dan yang salah skor 0, hasil jawaban responden yang telah diberikan

pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor kemudian

dipersentasekan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternatif

yang telah ditentukan.

3.7 Teknik Analisis Data

Keseluruhan variabel dibuat standarisasi dengan pemberian kode di setiap

item pertanyaan, data diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat.

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan

persentase tiap variabel yang diteliti, antara lain menjelaskan variabel berikut ini :

a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu menilai faktor predisposisi

(pengetahuan ibu); faktor pemungkin (sarana kesehatan); dan faktor penguat

(dukungan tenaga kesehatan), yang dibuat dalam bentuk tabel dan

dideskripsikan.

b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu cakupan pencapaian Desa UCI

(37)

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

indepeden dengan variabel dependen dan kedua variabel tersebut dalam bentuk

kategori maka uji statistik yang digunakan adalah uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan komputerisasi, di mana taraf signifikan

sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik Pvalue<0,05 maka

variabel di atas dinyatakan berhubungan secara signifikan.

Aturan yang berlaku pada uji Chi square antara lain :

a. Tidak ada sel yang nilai observed nya bernilai nol.

b. Sel yang mempunyai expected count kurang dari 5 dan tabelnya 2x2 maka

digunakan adalah fisher’s exact test.

c. Sel yang mempunyai expected count lebih dari 5 atau tidak ada nilai

expected kurang dari 5 dan tabelnya 2x2 maka digunakan uji continuity correction.

d. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3 maka digunakan uji pearson

(38)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian

Kecamatan Bubon merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan

Samatiga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah No.5 Tahun

2000. Luas wilayah Kecamatan Bubon adalah 129,58 km2.

Kecamatan Bubon berbatasan dengan :

a. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kaway XVI.

b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Arongan Lambalek.

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samatiga.

d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Woyla.

Selain 17 desa, Kecamatan Bubon juga terdapat 3 pemukiman yaitu

Gunong Panah, Kuta Padang dan Suak Pangkat. Kecamatan Bubon termasuk

dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan wilayah yang sering mengalami

banjir karena Kecamatan Bubon berada pada dataran rendah, begitu juga dengan

lokasi puskesmas hampir setiap tahun mengalami banjir. Kondisi geografis secara

umum dari Kecamatan Bubon merupakan daerah dataran rendah yang sebagian

digunakan sebagai lahan persawahan dan perkebunan masyarakat. Semua desa

bisa dilalui oleh kendaraan roda 2 dan roda 4, walaupun ada beberapa desa yang

jembatannya sudah sangat rawan untuk dilalui dengan roda 4 seperti gampong

Alue Bakong, Liceh dan Gampong Rambung.

Sarana pendidikan Kecamatan Bubon terdiri dari 16 sekolah dan 5

(39)

kondisi kesehatan masyarakat. Kecamatan Bubon mempunyai 1.555 rumah, 17

mesjid, 2 pasar, 7 kantor dan 3 warung makan. Desa yang berdekatan dengan

pusat pelayanan Puskesmas Induk adalah Kuta Padang dan Layung; Rambung dan

Gunong Panah dekat dengan Sarana Poskesdes; Suak Pangkat dan Peulante dekat

dengan pelayanan di Puskesmas Pembantu; Desa Kuala Pling, Cot Keumuneng

dan Blang Sibetong dekat dengan pelayanan Posyandu Plus; dimana di

tempat-tempat tersebut sudah ditempat-tempati oleh tenaga kesehatan baik dari bidan atau

perawat.

Jumlah penduduk Kecamatan Bubon berdasarkan data BPS tahun

2014adalah 6.842 jiwa yang terbagi menjadi 3.442 jumlah penduduk laki-laki dan

3400 jumlah penduduk perempuan. Penyebaran penduduk tidak merata mulai dari

desa dengan jumlah penduduk terbanyakadalahDesa Blang Sibetongyaitu 861

jiwa, hingga jumlah penduduk yang terendah adalahDesa Cot Lada yaitu 109

jiwa.

4.2 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 22 s/d 27 April

Tahun 2014 di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat, terhadap 60 responden

didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :

4.2.1 Analisis Univariat

1. Pengetahuan Ibu

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden menurut Pengetahuan Ibu

No. Pengetahuan Ibu Frekuensi %

1. Kurang 57 95,0

(40)

Total 60 100,0 Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.1 bahwa dari 60 responden, diperoleh ibu balita yang

memiliki pengetahuan kurang sebanyak 57 responden (95,0%), sedangkan ibu

balita yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 3 responden (5,0%).

2. Sarana kesehatan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden menurut Sarana Kesehatan

No. Sarana Kesehatan Frekuensi %

1. Tidak 3 5,0

2. Ada 57 95,0

Total 60 100,0

Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.2 bahwa dari 60 responden, diperoleh ibu balita yang

mengatakan adanya sarana kesehatan sebanyak 57 responden (95,0%), sedangkan

ibu balita yang mengatakan tidak ada sarana kesehatan sebanyak 3 responden

(5,0%).

3. Dukungan tenaga kesehatan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden menurutDukungan Tenaga Kesehatan No. Dukungan Tenaga Kesehatan Frekuensi %

1. Kurang 57 95,0

2. Baik 3 5,0

Total 60 100,0

Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.3 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang

mengatakan dukungan tenaga kesehatan masih kurang sebanyak 57 responden

(95,0%), sedangkan responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik

(41)

4. Cakupan pencapaian Desa UCI

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden menurut Cakupan Pencapaian

DesaUCI

No. Cakupan Pencapaian Desa UCI Frekuensi %

1. Tidak 56 93,3

2. Baik 4 6,7

Total 60 100,0

Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.4 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang

mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI tidak baik sebanyak 56 responden

(93,3%), sedangkan responden yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI

baik sebanyak 4 responden (6,7%).

4.2.2 Analisis Bivariat

1. Hubungan pengetahuan ibu dengan cakupan pencapaian Desa UCI

Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Cakupan Pencapaian Desa UCI di

UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.5 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang

memiliki pengetahuan kurang yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI

tidak baik sebanyak 55 responden (96,5%), kemudian 2 responden yang memiliki

pengetahuan kurang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI baik (3,5%).

(42)

pencapaian Desa UCI tidak baik hanya 1 responden(33,3%), kemudian responden

yang memiliki pengetahuan baik yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI

baik sebanyak 2 responden (66,7%).

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010(nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibudengan cakupan

pencapaian Desa UCI.

2. Hubungan sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI

Tabel 4.6Hubungan Sarana Kesehatan dengan Cakupan Pencapaian Desa UCI di

UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.6 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang

mengatakan tidak ada sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI

tidak baik sebanyak 2 responden (66,7%), kemudian responden yang mengatakan

tidak ada sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI baik sebanyak 1

responden (33,3%). Sedangkan responden yang mengatakan ada sarana kesehatan

(43)

kemudian responden yang mengatakan ada sarana kesehatan dengan cakupan

pencapaian Desa UCI baik sebanyak 3 responden (5,3%).

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan cakupan

pencapaian Desa UCI.

3. Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa

UCI

Tabel 4.7 Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Cakupan Pencapaian

Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan

Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014

No. Sumber : Data Primer (diolah 2014)

Berdasarkan tabel 4.7 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang

mengatakan masih kurangnya dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan

pencapaian Desa UCI tidak baik sebanyak 55 responden (96,5%), kemudian

responden yang mengatakan masih kurangnya dukungan tenaga kesehatan dengan

cakupan pencapaian Desa UCI baik sebanyak 2responden (3,5%). Sedangkan

responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik dengan cakupan

(44)

responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik dengan cakupan

pencapaian Desa UCI baik sebanyak 2 responden (66,7%).

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

cakupan pencapaian Desa UCI.

4.3 Pembahasan

1. Hubungan pengetahuan ibu dengan cakupan pencapaian Desa UCI

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibudengan cakupan

pencapaian Desa UCI. Ibu balita dominan tidak mengetahui mengenai Desa UCI

tersebut. Rata-rata responden hanya mengetahui tentang suntik imunisasi saja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Tarigan (2008), yang

meneliti hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan status

imunisasi bayi di Puskesmas Namorambe Tahun 2008. Penelitian Tarigan (2008)

ini menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi

Spearman, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,641 berarti keeratan korelasi

pengetahuan ibu dengan status imunisasi bayi dalam kategori kuat. Nilai Pvalue

diperoleh 0,000< 0,01 artinya ada hubungan signifikan antara pengetahuan ibu

(45)

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian lainnya yang

dilakukan oleh Cipta Bangun (2002) yang meneliti tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan status imunisasi anak balita di Kelurahan Beringin

Kecamatan Medan Selayang Tahun 2002. Dari hasil uji Chi square diperoleh nilai

p=0,000<0,05 artinya ada hubungan antara pengetahuan responden tentang

imunisasi dengan status imunisasi anak balita.

2. Hubungan sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan cakupan

pencapaian Desa UCI.

Hal ini dikarenakan sarana kesehatan yang ada di desa tersebut belum

dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat. Lokasi sarana kesehatan

yang jauh dari pemukiman masyarakat setempat.

3. Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa

UCI

Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =

0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

(46)

penyuluhan mengenai Desa UCI. Mereka hanya memberikan penyuluhan tentang imunisasi saja yang kadang-kadang diadakan sebulan sekali, bahkan jadwal

pemberian penyuluhan kesehatannya tidak dapat dipastikan. Masyarakat bahkan

sering mendapatkan penyuluhan kesehatan dari pihak PT. KTS (Karya Tanah

Subur), namun penyuluhannya bukan mengenai Desa UCI.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adli

Yuzar (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong

ibu bayi (umur 9-11 bulan) terhadap pemberian imunisasi campak di wilayah

kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun

2010. Salah satu faktor atau variabel yang diteliti yaitu hubungan antara dukungan

petugas imunisasi (tenaga kesehatan terkait) dengan pemberian pemberian

imunisasi campak pada bayi (umur 9-11 bulan). Hasil uji Chi square

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas

imunisasi dengan pemberian imunisasi campak pada bayi (umur 9-11 bulan). Hal

(47)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),

diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga Pvalue < α. Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan cakupan

pencapaian Desa UCI. Ibu balita dominan tidak mengetahui mengenai Desa

UCI tersebut. Rata-rata responden hanya mengetahui tentang suntik

imunisasi saja.

2. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),

diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact

test, kolom exact sig 2-sided) sehingga Pvalue > α. Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan

cakupan pencapaian Desa UCI. Hal ini dikarenakan sarana kesehatan yang

ada di desa tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat

setempat. Lokasi sarana kesehatan yang jauh dari pemukiman masyarakat

setempat.

3. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),

diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact

(48)

ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

cakupan pencapaian Desa UCI. Tenaga kesehatan setempat jarang

memberikan penyuluhan mengenai Desa UCI. Mereka hanya memberikan

penyuluhan tentang imunisasi saja yang kadang-kadang diadakan sebulan

sekali, bahkan jadwal pemberian penyuluhan kesehatannya tidak dapat

dipastikan. Masyarakat bahkan sering mendapatkan penyuluhan kesehatan

dari pihak PT. KTS (Karya Tanah Subur), namun penyuluhannya bukan

mengenai Desa UCI.

5.2 Saran

Dari kesimpulan yang telah diambil peneliti memberi saran sebagai

berikut:

1. Bagi Puskesmas

Memberikan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat mengenai cakupan

pencapaian Desa UCI sehingga masyarakat mengetahui dan memahami

pentingnya cakupan pencapaian Desa UCI tersebut.

2. Bagi masyarakat

Hendaknya masyarakat, khususnya ibu balita dapat diharapkan lebih

menyadari pentingnya cakupan pencapaian Desa UCI dan aplikasinya dalam

(49)

3. Bagi pendidikan

Dapat meningkatkan pengetahuan dan memahami pentingnya cakupan desa

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar

dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi. Penerbit: Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Bangun. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Anak

Balita di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Tahun 2002.Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh

Barat Tahun 2012. Penerbit : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, Meulaboh.

Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun

2012. Penerbit: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Hidayat. 2011.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Penerbit :

Selemba Medika, Jakarta.

Huda. 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu tentang Imunisasi

Dasar Lengkap di Puskesmas Ciputat Tahun 2009. Penerbit : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.

Penerbit : Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Lestari. 2008. Gambaran Perencanaan Kebutuhan Tenaga Dokter Umum dan

Dokter Gigi Puskesmas di Kota Bekasi. Penerbit : Universitas Indonesia, Depok.

Maryunani. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Penerbit : CV. Trans

Info Media, Jakarta.

Najmah. 2011. Managemen dan Analisa Data Kesehatan, Kombinasi Teori dan

Aplikasi SPSS. Penerbit : Nuha Medika, Yogyakarta.

Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit : PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit : PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Palupi. 2011. Pengaruh Penyuluhan Imunisasi terhadap Peningkatan

Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi sebelum Usia 1 Tahun. Penerbit : Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Rahmawati. 2007. Analisis Faktor Sumber Daya Manusia yang Berhubungan

(51)

Savitri. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Tepat Waktu pada Anak Usia 12 Bulan di 16 Kabupaten Provinsi NTT. Penerbit : Universitas Indonesia, Depok.

Sitompul, Indah P. 2011. Tinjauan Hukum Perdata pada Usaha Klinik Kesehatan

Bersama di Klinik Madani Jl. AR. Hakim No. 168 Medan. Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tarigan. 2008. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar dengan

Status Imunisasi Bayi di Puskesmas Namorambe.Tesis.Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.

UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung. 2013. Profil UPTD Puskesmas Kuta

Padang Layung – Bubon Tahun 2012. Penerbit : UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, Bubon.

Waluyanti. 2009. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi di Kota Depok. Penerbit :

Universitas Indonesia, Depok.

Yuzar. 2010. Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong Ibu Bayi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Tabel 3.1 Jumlah Sampel yang Diteliti di Tiap Desa Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden menurutDukungan Tenaga Kesehatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Analisa Kualitas Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB) UPT Balai Pengujian Kendaraan Bermotor Dinas Perhubungan Kabupaten Jember; Ayu Retno Wulandari,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul “ Upaya Peningkatan Minat Belajar IPS

Abstrak : Tulisan ini mengungkap tentang Pemikiran K. Ahmad Dahlan yang menyatukan dikotomi ilmu pengetahuan, bercorak intelektual, moral dan religius dapat terlihat

ini, penulis melakukan pengujian aplikasi secara mandiri dengan melakukan percobaan masuk ke Animasi yang penulis rancang dan berperan sebagai pengguna dan

SASTRA MELAYU LAMA..  Balai Pustaka merupakan titik tolak kesustraan Indonesia.  Ciri-ciri Angkatan Balai Pustaka adalah:.. ◦ Menggunakan bahasa Indonesia yang masih

Students are fully understand wireless network and mobile computing issues, able to identify and analyze its limitation, propose the solution and able to write scientific article

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik,

Dengan informasi informasi yang diberikan oleh aplikasi ini, sehingga pengembangbiak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menangani penyakit pada