ACEH BARAT
SKRIPSI
ROSI WAHYUNI NIM : 09C10104114
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT
1 1.1 Latar Belakang
Menurut perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5
tahun yang meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat status
imunisasi dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang tahun
yang pertama. Berdasarkan estimasi global yang dilakukan WHO tahun 2007,
pelaksanaan imunisasi dapat mencegah kurang lebih 25 juta kematian balita tiap
tahun akibat penyakit Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan) dan Campak (dalam
Savitri, 2009:16).
Departemen Kesehatan RI telah mencanangkan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI) secara resmi pada tahun 1997, yang menganjurkan agar semua
anak diimunisasi enam macam penyakit yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus,
Tuberkulosis, Polio dan Campak. Kemudian Departemen Kesehatan RI juga
mengembangkan program imunisasi Hepatitis B ke dalam program imunisasi
rutin. Salah satu target keberhasilan kegiatan imunisasi adalah tercapainya
Universal Child Immunization (UCI). Desa UCI adalah desa dengan cakupan imunisasi dasar lengkap bayi sebelum berumur 1 tahun secara merata di seluruh
desa/kelurahan. Imunisasi lengkap yaitu 1 dosis vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin), 3 dosis vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), 4 dosis vaksin Polio, 1 dosis vaksin Campak dan 3 dosis vaksin Hepatitis B yang diberikan sebelum anak
Seluruh desa atau kelurahan pada tahun 2014 harus mencapai 100% UCI (Universal Child Immunization). Target ini sesuai dengan Kepmenkes No. 482/Menkes/SK/IV/2010 tentang GAIN (Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional)
UCI 2010-1014. Pada tahun 2011, Desa UCI di Indonesia mencapai target 74,13%
dari 77.029 desa yang ada di Indonesia, sedangkan target Menkes tahun 2011
minimal 85% desa yang mencapai Desa UCI. Di Indonesia tahun 2012, cakupan
Desa UCI mencapai 79,3%, padahal target Menkes pada tahun 2012 Desa UCI
harus mencapai minimal 90% dari 80.026 desa yang ada di Indonesia (dalam
Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang cakupan
pencapaian Desa UCI masih rendah. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2011, target Desa UCI di Aceh pada tahun 2011 hanya 62,32% dari 6.451
desa yang ada di Provinsi Aceh. Kemudian tahun 2012, pencapaian Desa UCI di
Aceh hanya 69,4% dari 6497 desa yang ada. Dari data-data tersebut dapat
disimpulkan bahwa target Desa UCI di Aceh bahkan belum mencapai 80% (dalam
Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Saat ini Provinsi Aceh memiliki 23 kabupaten/kota yang sampai saat ini
dominan merupakan daerah yang bermasalah kesehatan, termasuk Kabupaten
Aceh Barat yang menduduki peringkat ke-8. Pencapaian Desa UCI Kabupaten
Aceh Barat tahun 2010 mencapai 42,4%, tahun 2011 mencapai 46,3% dan tahun
2012 sebesar 52,5%. Pencapaian ini masih sangat rendah dari target yang
diinginkan (100%). Kecamatan Johan Pahlawan sudah mencapai UCI yaitu
wanita usia subur dan anak sekolah tingkat dasar. Imunisasi dasar lengkap pada
bayi meliputi 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosisi Hepatitis B, dan 1
dosis Campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi 2 dosis TT. Untuk
anak sekolah tingkat dasar meliputi 1 dosis DT, 1 dosis Campak dan 2 dosis TT
(dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).
Kabupaten Aceh Barat memiliki 12 kecamatan, salah satunya Kecamatan
Bubon yang merupakan wilayah kerja UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung.
UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh
Barat memiliki masalah dalam pencapaian target Desa UCI pada tahun 2012.
Target Desa UCI yang ditargetkan sebanyak 17 desa, namun yang memiliki status
sebagai Desa UCI hanya 10 desa saja (58,8%). Desa-desa tersebut antara lain Alue Bakong, Seumuleng, Kuala Pling, Ulee Blang, Seunebok Trap, Suak
Pangkat, Peulante, Cot Keumuneng, Liceh dan Cot Lada. Target pencapaian Desa
UCI tersebut masih rendah dibandingkan dengan Puskesmas atau kecamatan
lainnya. Pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon ini masih menduduki
peringkat ke 4 terendah dari 13 Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Barat
(dalam Profil Dinkes Aceh Barat, 2013).
Jadi dapat disimpulkan bahwa cakupan pencapaian Desa UCI masih
merupakan kendala yang besar. Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang inilah
peneliti perlu mengadakan penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang
berhubungan cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan telah
menggambarkan sebagian tentang pencapaian Desa UCI, maka peneliti ingin
meneliti lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan
pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan
Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang berhubungan dengan
cakupan pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung
Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian
Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
b. Untuk mengetahui hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian
Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
c. Untuk mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan
pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan
1.4 Hipotesis Penelitian
a. Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian
Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu terhadap cakupan pencapaian Desa
UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
b. Ho : Tidak ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian
Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan sarana kesehatan terhadap cakupan pencapaian Desa
UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
c. Ho : Tidak ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan
pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan
Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
Ha : Ada hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap cakupan
pencapaian Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya
Ilmu Kesehatan Masyarakat, serta memberi informasi tentang Desa UCI terhadap
peningkatan kesehatan masyarakat di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2014.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan bagi
masyarakat terutama mengenai Desa UCI, terutama ibu balita.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan informasi bagi petugas
kesehatan mengenai pengetahuan masyarakat terhadap pencapaian Desa UCI dan
memberi wawasan bagi instansi terkait.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi tambahan kepustakaan untuk
memperkaya pustaka yang sudah ada sehingga dapat dimanfaatkan oleh peserta
didik berikutnya dalam proses pendidikan di profesi pendidikan kesehatan. Dapat
dijadikan sebagai bahan bacaan untuk peningkatan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam bidang kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Desa UCI ( Universal Child Immunization ) 2.1.1 Imunisasi
Imunisasi adalah proses untuk membuat individu mempunyai imunitas dan
resistensi terhadap infeksi, biasanya dengan cara memberikan vaksinasi (WHO,
2009). Imunisasi merupakan satu dari sepuluh kebijakan yang paling popular di
abad 20 ini. Selain itu imunisasi juga merupakan cara paling efektif untuk
mencegah penyakit infeksi. Oleh karena itu, imunisasi dapat menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian anak di berbagai negara. Menurut data WHO
(2008), dapat diprediksi bahwa imunisasi dapat menurunkan angka penyakit
infeksi yang dapat mengancam kehidupan sebanyak dua juta kematian tiap
tahunnya. Oleh karena itu, WHO mengambil peran dan tanggung jawab untuk
meningkatkan angka cakupan imunisasi di berbagai negara (dalam Waluyanti,
2009:12-13).
Imunisasi adalah usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin dalam tubuh agara tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah upaya untuk merangsang
kekebalan tubuh dari serangan penyakit menular tertentu melalui pemberian
vaksin. Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh
kebal terhadap invasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi sebelum
mikroorganisme tersebut memiliki kecepatan untuk menyerang tubuh (Maryunani,
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar
kekebalan di atas ambang perlindungan. Universal Child Immunization (UCI)
adalah suatu keadaan tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada semua bayi
(umur 0-11 bulan). Definisi desa atau kelurahan UCI ialah desa/kelurahan dimana
≥ 85 % dari jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapat imunisasi
BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B (Rahmawati, 2007:15).
Hal tersebut juga diutarakan oleh Plotkin (1994), bahwa dampak imunisasi
terhadap kesehatan penduduk dunia sangatlah besar karena dapat menurunkan
mortalitas dan morbiditas di dunia, sehingga imunisasi merupakan tanggung
jawab dari setiap pelayanan primer di semua negara. Imunisasi merupakan bentuk
perlindungan terhadap penyakit, spesifiknya terhadap penyakit menular (dalam
Waluyanti, 2009:13).
Adapun tujuan imunisasi bagi individu anak adalah memberikan kekebalan
pada bayi dan balita agar dapat terhindar dari penyakit dan terhindar dari kematian
akibat penyakit yang sering terjangkit. Diperkirakan 3 dari 100 kelahiran anak
akan meninggal karena penyakit campak, 2 dari 100 kelahiran anak akan
meninggal karena batuk rejan, dan 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal
karena penyakit Tetanus, jika tanpa imunisasi. Dan dari setiap 200.000 anak, 1
anak akan menderita penyakit Polio. Imunisasi yang dilakukan dengan
memberikan vaksin tertentu akan melindungi anak terhadap penyakit-penyakit
tertentu. Walaupun pada saat ini fasilitas pelayanan untuk vaksinasi ini telah
imunisasi yang lengkap. Secara umum tujuan imunisasi adalah mencegah dan
mengeradikasi penyakit (Waluyanti, 2009:13).
Sejarah telah membuktikan tujuan tersebut mulai tercapai pada tahun 1977
ketika cacar dapat dieradikasi dan poliomyelitis dapat dieliminasi di AS tahun
1991. American Academy of Pediatrics (AAP) (1997) menyebutkan bahwa
eradikasi dan eliminasi penyakit tersebut disusul oleh eliminasi penyakit lain
seperti Tetanus, Dipteria, Campak, Parotitis, Pertusis, Rubella, dan Haemofilus
influenza tipe B (HiB). Pada tahun 1994 dideklarasikan secara internasional untuk
melakukan eliminasi Polio di dunia bagian Barat. Sementara itu di Asia
dilaporkan proses eradikasi Polio dari tahun 1988-2007 sudah mencapai eradikasi
tidak tersertifikasi dan termasuk area non-endemik Polio (dalam Waluyanti,
2009:14).
Proses pemberantasan penyakit yang dapat disembuhkan dengan imunisasi
melalui tiga tahapan yaitu :
a. Tahap reduksi dimana tahap ini terbagi menjadi : (1) tahap pengendalian
penyakit, terjadi penurunan kasus dan kematian, cakupan imunisasi > 80%
dan interval terjadinya kejadian luar biasa antara 4-8 tahun; (2) tahap
pencegahan kejadian luar biasa, dimana cakupan imunisasi dapat
dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan
kematian, dan interval Kejadian Luar Biasa (KLB) relatif lebih panjang.
b. Tahap eliminasi dimana cakupan imunisasi sudah sangat tinggi (>95%), dan
daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil
terjadi. Anak-anak yang dicurigai tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat imunisasi tambahan segera agar terkurangi risiko
terkena PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi).
c. Tahap eradikasi terjadi setelah cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan
kasus sudah tidak ditemukan (Waluyanti, 2009:14-15).
Terdapat dua jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang telah dilemahkan
atau dimatikan agar tubuh dapat memproduksi antibodi sendiri seperti imunisasi
polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah
antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat seperti penyuntikan ATS
(Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami kecelakaan atau bayi baru lahir
yang mendapat antibodi dari ibunya (Waluyanti, 2009:15).
Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003) disebutkan bahwa kekebalan aktif
jika anak mendapatkan kekebalan setelah sembuh dari penyakit tertentu seperti
sembuh dari penyakit Campak maka anak akan mempunyai kekebalan terhadap
Campak. Sementara kekebalan pasif didapat dari ibu melalui plasenta dan ini
bersifat sementara atau didapat dari serum antibodi. Imunisasi aktif merupakan
cara untuk memberikan kekebalan aktif dengan memberikan mikroorganisme atau
modifikasinya (seperti toxoid, antigen terseleksi/tertentu, atau antigen rekayasa)
yang merangsang terjadinya respon imunologi melalui respon infeksi alami
(dalam Waluyanti, 2009:15-16).
Pemberian imunisasi ini memiliki risiko yang kecil terhadap anak.
beberapa yang lainnya memerlukan multi dosis. Selain itu vaksin juga efektif
dengan pemberian injeksi dan ada juga melalui pemberian oral. Kombinasi vaksin
dipertimbangkan agar anak mendapat manfaat perlindungan dari infeksi dengan
sedikit pemberian apalagi jika melalui injeksi, misalnya DPT. Berdasarkan
penjelasan tersebut maka beberapa negara menggunakan istilah program
imunisasi dasar untuk anak seperti 4:3:1:3. Artinya imunisasi dasar bagi anak
adalah 4 dosis DPT, 3 dosis Polio, 1 dosis Campak dan 3 dosis HiB (Haemophilus
influenzae type B) (Waluyanti, 2009:16).
Sementara untuk Indonesia imunisasi yang diberikan pada anak sebagai
imunisasi aktif adalah :
a. BCG untuk mencegah penyakit TBC dengan 1 kali dosis.
b. Hepatitis B untuk mencegah penyakit Hepatitis B dengan 3 kali dosis.
c. DPT untuk mencegah penyakit-penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus
dengan 3 kali dosis.
d. Polio untuk mencegah penyakit Poliomyelitis dengan 4 kali dosis.
e. Campak untuk mencegah penyakit Campak (measles) dengan 1 kali dosis
(Waluyanti, 2009:16-17).
Menurut RSPI SS (2007) imunisasi mempunyai beberapa manfaat,
diantaranya : 1) Untuk anak : mencegah kesakitan yang disebabkan oleh penyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian; 2) Untuk keluarga : menghilangkan
kecemasan secara psikologis jika anak mengalami sakit, membangun keyakinan
memperbaiki tingkat kesehatan, membangun bangsa yang kuat dan siap
melanjutkan pembangunan negara (dalam Waluyanti, 2009:18).
2.1.2 Mekanisme Penyelenggaraan Program Imunisasi
1. Penyusunan perencanaan
Perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam pengelolaan
program imunisasi. Masing-masing kegiatan terdiri dari analisis situasi, alternatif
pemecahan masalah, alokasi sumber daya (tenaga, dana, sarana dan waktu) secara
efisien untuk mencapai tujuan program (Rahmawati, 2007:17).
2. Menentukan jumlah sasaran
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting karena
menjadi dasar dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program.
Sumber resmi antara lain : (1) angka jumlah penduduk, pertambahan penduduk
serta angka kelahiran diperoleh dari hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh
Biro Pusat Statistik (BPS), (2) unit terkecil dari hasil sensus adalah desa, dan
angka ini menjadi pegangan, untuk selanjutnya pengelola program imunisasi
melakukan proyeksi untuk mendapatkan jumlah penduduk dan sasaran imunisasi
sampai ke tingkat desa (Rahmawati, 2007:17-18).
3. Menentukan target cakupan
Menentukan target merupakan bagian yang penting dari perencanaan
karena target dipakai sebagai salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan,
pemantauan, maupun evaluasi. Untuk mengurangi faktor subjektivitas diperlukan
dilengkapi (peta wilayah dengan wilayah dengan jumlah penduduk/sasaran, data
wilayah, jumlah tenaga, jumlah peralatan imunisasi yang ada, data kesakitan dan
kematian, hasil analisis Pantauan Wilayah Setempat). Hasil evaluasi dari data di
atas ditetapkan masalah, faktor penyebab serta potensi yang dimiliki. (2)
menghitung target aksesibilitas/jaringan program (cakupan DPT-1), wilayah I
adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan imunisasi secara teratur, minimal
4 kali dalam setahun, wilayah II adalah wilayah yang dapat dijangkau pelayanan
imunisasi namun kurang dari 4 kali dalam setahun atau tidak teratur, wilayah III
adalah wilayah yang tidak dapat dijangkau pelayanan imunisasi (Rahmawati,
2007:18).
4. Merencanakan kebutuhan vaksin
Pada dasarnya perhitungan kebutuhan jumlah dosis vaksin berasal dari
unit pelayanan imunisasi (Puskesmas). Cara menghitung berdasarkan jumlah
imunisasi dasar, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi,
indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Dengan cara menghitung kebutuhan vaksin,
target cakupan secara rinci sampai ke masing-masing kontak antigen (Rahmawati,
2007:19-20).
5. Perencanaan kebutuhan peralatan Cold Chain (Rantai Dingin)
Setiap obat dari bahan biologis harus terlindung dari sinar matahari, vaksin
yang sudah dilarutkan tidak dapat disimpan lama karena potensinya akan
berkurang, oleh karena itu, untuk vaksin beku kering (BCG, Campak) kemasan
2.1.3 Pelaksanaan Pelayanan Imunisasi
a. Persiapan petugas meliputi (1) inventaris sasaran (daftar bayi dan ibu
hamil), sumber dari kelurahan, form registrasi bayi/ibu hamil, PKK, (2)
persiapan vaksin dan peralatan rantai vaksin (jumlah vaksin yang dibawa
harus sesuai dengan jumlah sasaran, peralatan rantai dingin yang akan
dipergunakan di lapangan seperti termos), (3) persiapan ADS (Auto Disable
Syringe) dan safety box. Petugas harus mempersiapkan ADS dan safety box untuk dibawa ke lapangan sesuai dengan jumlah sasaran yang akan
diimunisasi.
b. Persiapan dan penggerakkan masyarakat mutlak harus dilakukan dengan
kerja sama lintas program, lintas sektoral, organisasi profesi, LSM dan
petugas masyarakat/kader (Rahmawati, 2007:21).
2.1.4 Macam-Macam Imunisasi Dasar
1. Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin (BCG) hidup
yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis 0,05 ml pada insertio
muskulus deltoideus. Bacillus Calmette Guerrin (BCG) dimanfaatkan untuk
mencegah penyakit TBC atau Tuberculosis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosa. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita
yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita HIV). Reaksi yang
a. Reaksi lokal : 1 – 2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan
timbul kemerahan dan banjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan
itu berubah menjadi pustule (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan
membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan
dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meningkatkan jaringan parut yang
disebut scar. Bila tidak ada scar berarti imunisasi BCG tidak jadi, maka bila
akan diulang dan bayi sudah berumur lebih dari 2 bulan harus dilakukan uji
Mantoux (tuberkulin).
b. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher tanpa
disertai nyeri tekan maupun demam yang akan menghilang dalam waktu 3 –
6 bulan (Anonim, 2010:20).
Komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena
penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan.
Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan
bukan disayat.
b. Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau
dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2 – 6 bulan
2. Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi terhadap
Difteri, Pertusis dan Tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis
(batuk rejan) adalah infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta pernapasan yang melengking. Pertusis berlangsung
selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga
anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan
komplikasi yang serius seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus
adalah infeksi yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang
(Anonim, 2010:21).
Vaksin DPT adalah vaksin 3 in 1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara suub cutan dalam. Imunisasi
DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT-1), 3
bulan (DPT-2), 4 bulan (DPT-3), selang waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan
dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:22).
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut
terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1%
penyuntikan DPT menyebabkan komplikasi sebagai berikut :
a. Demam tinggi (lebih 40,5 oC)
c. Kejang demam (risiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah
mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarga)
d. Syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon) (Anonim,
2010:22).
Kontraindikasi dari pemberian imunisasi DPT adalah jika anak
mempunyai riwayat kejang. Pemberian imunisasi yang boleh diberikan adalah
DT, yang hanya dapat diperoleh di puskesmas (kombinasi toksoid Difteria dan
Tetanus (DT) yang mengandung 10 – 12 Lf dapat diberikan pada anak yang
memiliki kontraindikasi terhadap pemberian vaksin Pertusis) (Anonim,
2010:22-23).
Satu sampai dua hari setelah mendapat suntikan DPT, mungkin akan
terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat
penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan
asetaminofen atau ibuprofen. Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga
bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak -gerakkan lengan
maupun tulang tungkai yang bersangkutan (Anonim, 2010:23).
3. Imunisasi Polio
Imunisasi Polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
Poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu
maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan
otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
tidak kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2 mL)
langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula.
Kontraindikasi pemberian vaksin Polio :
a. Diare
b. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,
kortikosteroid)
c. Kehamilan (Anonim, 2010:23-24).
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan
kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon
kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk
meningkatkan kekuatan antibodi sampai tingkat yang tertinggi (Anonim,
2010:24).
4. Imunisasi Campak
Imunisasi Campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
Campak. Imunisasi Campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9
bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subsutan
sebanyak 0,5 mL. Jika terjadi wabah Campak, dan ada bayi yang belum berusia 9
bulan, maka imunisasi Campak boleh diberikan (Anonim, 2010:24).
Kontraindikasi pemberian vaksin Campak adalah sebagai berikut:
a. Infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 oC
b. Gangguan sistem kekebalan
d. Alergi terhadap protein telur
e. Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
f. Wanita hamil (Anonim, 2010:24).
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang) (Anonim, 2010:24).
5. Imunisasi HB (Hepatitis B)
Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap Hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis
pertama (HB 0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah
kelahiran. Pada umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB 1 dan 4 minggu
kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan
selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan pada otot paha secara subcutan dalam
dengan dosis 0,5 ml (Anonim, 2010:25).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya sampai anak
benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin HB adalah efek lokal (nyeri di
tempat suntikan) dan sistematis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada
saluran pencernaan), yang akan hilang dalam bebarapa hari (Anonim, 2010:25).
2.1.5 Keberhasilan Imunisasi
Tidak semua anak yang diimunisasi bebas dari serangan penyakit. Semua
bergantung pada tingkat keberhasilan imunisasi yang dilakukan. Begitu pula,
waktu yang lama, ada pula yang terlindungi hanya sebentar saja. Keberhasilan
imunisasi tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Waktu pemberian
Vaksin yang diberikan ketika anak masih memiliki kadar antibodi dari
ibunya yang masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk
waktu pemberian yang efektif pada setiap imunisasi berbeda-beda (Huda, 2009:9).
2. Kematangan imunologik
Pada bayi belum memiliki fungsi imun yang matang sehingga akan
memberikan hasil yang kurang efektif dibandingkan pada anak. Individu dengan
status imun rendah, seperti pasien yang mendapat pengobatan imunosupresan atau
sedang mengalami infeksi, maka akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi,
contohnya pada pasien HIV dan penggunaan kortikolsteroid jangka panjang pada
penderita penyakit kronis (Huda, 2009:9).
3. Keadaan gizi
Gizi yang kurang menyebabkan kemampuan sistem imun lemah.
Meskipun kadar imunoglobulin normal atau meningkat, namun tidak mampu
mengikat antigen dengan baik karena kekurangan asam amino yang dibutuhkan
dalam pembentukan antibodi (Huda, 2009:9).
4. Cara pemberian vaksin
Cara pemberian mempengaruhi respons yang timbul. Vaksin Polio oral
polio parenteral (disuntikkan) hanya memberikan kekebalan sistemik saja (Huda,
2009:10).
5. Dosis vaksin
Dosis yang terlalu sedikit akan menimbulkan respon imun yang kurang
pula. Dosis yang terlalu tinggi juga akan menghambat sistem kekebalan yang
diharapkan (Huda, 2009:10).
6. Frekuensi pemberian
Jarak pemberian yang terlalu dekat, pada saat kadar antibodi masih tinggi,
maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi tersebut sehingga tidak
sempat merangsang sistem kekebalan (Huda, 2009:10).
2.1.6 Jenis-Jenis Vaksin
Pada dasarnya isi vaksin dibuat dari :
1. Kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan
Virus atau bakteri ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan
pembiakan berulang-ulang. Vaksin yang dimatikan dihasilkan dengan cara
membiakan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak
aktif dengan penambahan bahan kimia (seperti formalin). Contoh vaksin yang
dimatikan antara lain vaksin Polio salk dan vaksin batuk rejan. Contoh vaksin yang dilemahkan yaitu vaksin BCG, vaksin Polio sabin dan vaksin Campak
2. Zat racun (toxin) yang telah dilemahkan (toxoid)
Vaksin jenis ini dibuat dengan mengambil zat racun dari kuman.
Contohnya toksoid Tetanus dan toksoid Difteri (Huda, 2009:8).
3. Bagian kuman tertentu atau komponen kuman yang biasanya serupa dengan
protein khusus
Vaksin jenis ini, organisme tersebutdibuat murni dan hanya
komponen-komponennya yang dimasukkan dalam vaksin, seperti kapsul polisakarida, bagian
fraksional yang masuk sub unit kuman. Contohnya vaksin Hepatitis B, Pertusis,
Tifoid vi, Pneumokokus dan Meningokokus (Huda, 2009:8).
2.2 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi
perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama (Notoadmojo, 2007:140).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya atau mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja nya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada
(Notoadmodjo, 2007:140-142).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain
terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.
Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung
(Palupi, 2011:9).
3. Umur
Bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik
dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir
seseorang semakin matang dan dewasa (Palupi, 2011:10).
4. Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan
pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Palupi, 2011:10).
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap
objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis timbul kesan yang sangat
mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula
6. Kebudayaan
Lingkungan sekitar, kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap (Palupi, 2011:10).
7. Informasi
Informasi merupakan salah satu unsur komunikasi karena komunikasi
pada dasarnya adalah suatu proses penyampaian informasi dari komunikator
(sender) kepada komunikan (receiver). Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang memperoleh pengetahuan yang baru (dalam
Palupi, 2011:11).
2.3 Sarana Kesehatan
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat perlu ditunjang oleh adanya sarana dan prasarana kesehatan. Sarana
kesehatan adalah setiap tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan (Amri, 1997). Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan ditentukan sarana kesehatan meliputi balai pengobatan,
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek
dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spesialis, praktek dokter gigi spesialis,
praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan
obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan,
dan sarana kesehatan lainnya (dalam Sitompul, 2011:3).
Kemudian ayat (2), sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
Pasal 56 ayat (2) tersebut dapat dilihat, bahwa kesempatan untuk mendirikan
sarana-sarana kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat tidak hanya dimonopoli oleh pihak pemerintah, tetapi juga diberikan
kepada setiap anggota masyarakat atau swasta, sehingga akhir-akhir ini nampak
peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan swasta
secara merata, terjangkau, dan dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan
sistem kesehatan nasional, semakin meningkat dan berkembang dengan
didirikannya klinik-klinik swasta (dalam Sitompul, 2011:3-4).
2.4 Dukungan Tenaga Kesehatan
Menurut Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dikutip oleh Adisasmito
(2007), SDM kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya
perencanaan, pendidikan dan pelatihan serta terpadu dan saling mendukung, guna
menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Sementara itu, SDM kesehatan menurut PP No.32/1996 yang juga dikutip oleh
Adisasmito (2007) adalah semua orang yang bekerja secara aktif di bidang
kesehatan, baik memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk jenis
tertentu melakukan wewenang dalam melaksanakan upaya kesehatan (dalam
Lestari, 2008:14).
Tenaga kesehatan menurut SKN yang dikutip oleh Adisasmito (2007)
adalah semua orang yang bekerja secara aktif dan professional di bidang
kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan, maupun tidak untuk
jenis tertentu memerlukan upaya kesehatan. Sedangkan menurut PP No.32/1996
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau
keterampilan melalui pendidikan formal di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Tindak
tanduk tenaga kesehatan di suatu instansi kesehatan tertentu mempengaruhi
kunjungan masyarakat ke instansi tersebut utuk memperoleh berbagai upaya
pelayanan kesehatan (dalam Lestari, 2008:14).
2.5 Kerangka Teori Penelitian
Desa UCI (Universal Child Immunization) merupakan salah satu tolak
ukur dalam keberhasilan pencapaian pengembangan program imunisasi. Oleh
karena itu, perilaku masyarakat dan lingkungan sekitar terhadap pencapaian Desa
UCI sangatlah penting. Berdasarkan teori Green (1980) dalam Notoadmojo
(2007), ada tiga determinan perilaku dalam kesehatan yaitu :
2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti dapat merumuskan
kerangka konsep penelitian sebagai berikut.Teori Green,1980 dalam
Notoadmojo,2007.
Variabel Bebas Variabel Terikat
(Independen) (Dependen)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan Ibu
Sarana kesehatan
Dukungan Tenaga Kesehatan
Cakupan Pencapaian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif yang
bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI (Universal Child
Immunization) di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 (Notoadmojo, 2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang
Layung Kecamatan Bubon dan waktu penelitiannya dimulai dari 22 hingga 27
April 2014. Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung
Kecamatan Bubon karena pencapaian Desa UCI di kecamatan tersebut masih
rendah dan belum mencapai target.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Berdasarkan data dari UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, populasi
penelitian ini adalah ibu yang memiliki bayi 0-11 bulan yang di imunisasi
bertempat tinggal di Kecamatan Bubon, Kabupaten Aceh Barat yang berjumlah
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan
sampel dilakukan secara acak sistematis (systematic sampling) untuk penelitian dengan membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel
yang diinginkan (Notoadmojo, 2010).
Besar sampel dalam penelitian dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Notoadmojo, 2010).
Keterangan :
N = Besarnya populasi.
n = Besarnya sampel.
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan, biasanya 10% atau 0,1.
Diketahui :
N = 147 jiwa
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti
sebesar 60 jiwa.
Tabel 3.1 Jumlah Sampel yang Diteliti di Tiap Desa Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat dengan
teknik wawancara melalui alat ukur kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan cakupan pencapaian Desa UCI di Kecamatan Bubon,
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, laporan dan profil
UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung untuk mengetahui jumlah penduduk
Kecamatan Bubon dan cakupan Desa UCI di Kecamatan Bubon.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.2 Variabel dan Definisi Operasional Penelitian Variabel Independen
Wawancara Kuisioner a.Ada
b.Tidak
Wawancara Kuisioner a.Baik
b.Kurang
Wawancara Kuisioner a.Baik
b.Tidak
Ordinal
Aspek Pengukuran
Pada pengukuran variabel independen terhadap pengetahuan ibu untuk
kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka
diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).
Pada pengukuran variabel independen terhadap sarana kesehatan untuk
pencapaian Desa UCI terdiri dari 2 pertanyaan tertutup dengan dua (2)
kemungkinan jawaban yaitu, “ Ada” dan “Tidak”. Untuk jawaban “Ada” maka
diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Tidak” maka diberi skor nol (0).
Pada pengukuran variabel independen dukungan tenaga kesehatan untuk
pencapaian Desa UCI terdiri dari 4 pertanyaan tertutup dengan dua (2)
kemungkinan jawaban yaitu, “ Baik” dan “Kurang”. Untuk jawaban “Baik” maka
diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Kurang” maka diberi skor nol (0).
Untuk mengukur variabel independen terhadap cakupan pencapaian Desa
UCI diukur dengan mengajukan 1 pertanyaan tertutup dengan dua (2)
kemungkinan jawaban yaitu, “Baik” dan “Tidak”, untuk jawaban “Baik” maka
diberi skor satu (1) dan untuk jawaban “Tidak” maka diberi skor nol (0).
Untuk menentukan rentang atau skor antara kelas digunakan rumus
sebagai berikut (Hidayat, 2011) :
K : Jumlah Kelas (Notoatmodjo, 2010). 3.6 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual, dengan
1. Editing adalah pemeriksaan atau pengcekan kelengkapan data melalui
kuesioner yang telah dikumpulkan.
2. Coding adalah proses untuk memberi kode pada jawaban-jawaban
responden atau ukuran-ukuran yang diperoleh unit analisis sesuai dengan
rencana awal.
3. Skoring adalah pemberian skor dimana jawaban yang benar diberikan skor 1
dan yang salah skor 0, hasil jawaban responden yang telah diberikan
pembobotan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah skor kemudian
dipersentasekan dengan jumlah dikali 100%. Kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup dengan alternatif
yang telah ditentukan.
3.7 Teknik Analisis Data
Keseluruhan variabel dibuat standarisasi dengan pemberian kode di setiap
item pertanyaan, data diolah dan dianalisis secara univariat dan bivariat.
3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan
persentase tiap variabel yang diteliti, antara lain menjelaskan variabel berikut ini :
a. Untuk menjelaskan variabel independen yaitu menilai faktor predisposisi
(pengetahuan ibu); faktor pemungkin (sarana kesehatan); dan faktor penguat
(dukungan tenaga kesehatan), yang dibuat dalam bentuk tabel dan
dideskripsikan.
b. Untuk menjelaskan variabel dependen yaitu cakupan pencapaian Desa UCI
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
indepeden dengan variabel dependen dan kedua variabel tersebut dalam bentuk
kategori maka uji statistik yang digunakan adalah uji Chi square pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan komputerisasi, di mana taraf signifikan
sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik Pvalue<0,05 maka
variabel di atas dinyatakan berhubungan secara signifikan.
Aturan yang berlaku pada uji Chi square antara lain :
a. Tidak ada sel yang nilai observed nya bernilai nol.
b. Sel yang mempunyai expected count kurang dari 5 dan tabelnya 2x2 maka
digunakan adalah fisher’s exact test.
c. Sel yang mempunyai expected count lebih dari 5 atau tidak ada nilai
expected kurang dari 5 dan tabelnya 2x2 maka digunakan uji continuity correction.
d. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 2x3, 3x3 maka digunakan uji pearson
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Kecamatan Bubon merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan
Samatiga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Daerah No.5 Tahun
2000. Luas wilayah Kecamatan Bubon adalah 129,58 km2.
Kecamatan Bubon berbatasan dengan :
a. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kaway XVI.
b. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Arongan Lambalek.
c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Samatiga.
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Woyla.
Selain 17 desa, Kecamatan Bubon juga terdapat 3 pemukiman yaitu
Gunong Panah, Kuta Padang dan Suak Pangkat. Kecamatan Bubon termasuk
dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat merupakan wilayah yang sering mengalami
banjir karena Kecamatan Bubon berada pada dataran rendah, begitu juga dengan
lokasi puskesmas hampir setiap tahun mengalami banjir. Kondisi geografis secara
umum dari Kecamatan Bubon merupakan daerah dataran rendah yang sebagian
digunakan sebagai lahan persawahan dan perkebunan masyarakat. Semua desa
bisa dilalui oleh kendaraan roda 2 dan roda 4, walaupun ada beberapa desa yang
jembatannya sudah sangat rawan untuk dilalui dengan roda 4 seperti gampong
Alue Bakong, Liceh dan Gampong Rambung.
Sarana pendidikan Kecamatan Bubon terdiri dari 16 sekolah dan 5
kondisi kesehatan masyarakat. Kecamatan Bubon mempunyai 1.555 rumah, 17
mesjid, 2 pasar, 7 kantor dan 3 warung makan. Desa yang berdekatan dengan
pusat pelayanan Puskesmas Induk adalah Kuta Padang dan Layung; Rambung dan
Gunong Panah dekat dengan Sarana Poskesdes; Suak Pangkat dan Peulante dekat
dengan pelayanan di Puskesmas Pembantu; Desa Kuala Pling, Cot Keumuneng
dan Blang Sibetong dekat dengan pelayanan Posyandu Plus; dimana di
tempat-tempat tersebut sudah ditempat-tempati oleh tenaga kesehatan baik dari bidan atau
perawat.
Jumlah penduduk Kecamatan Bubon berdasarkan data BPS tahun
2014adalah 6.842 jiwa yang terbagi menjadi 3.442 jumlah penduduk laki-laki dan
3400 jumlah penduduk perempuan. Penyebaran penduduk tidak merata mulai dari
desa dengan jumlah penduduk terbanyakadalahDesa Blang Sibetongyaitu 861
jiwa, hingga jumlah penduduk yang terendah adalahDesa Cot Lada yaitu 109
jiwa.
4.2 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari tanggal 22 s/d 27 April
Tahun 2014 di Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat, terhadap 60 responden
didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :
4.2.1 Analisis Univariat
1. Pengetahuan Ibu
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden menurut Pengetahuan Ibu
No. Pengetahuan Ibu Frekuensi %
1. Kurang 57 95,0
Total 60 100,0 Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.1 bahwa dari 60 responden, diperoleh ibu balita yang
memiliki pengetahuan kurang sebanyak 57 responden (95,0%), sedangkan ibu
balita yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 3 responden (5,0%).
2. Sarana kesehatan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden menurut Sarana Kesehatan
No. Sarana Kesehatan Frekuensi %
1. Tidak 3 5,0
2. Ada 57 95,0
Total 60 100,0
Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.2 bahwa dari 60 responden, diperoleh ibu balita yang
mengatakan adanya sarana kesehatan sebanyak 57 responden (95,0%), sedangkan
ibu balita yang mengatakan tidak ada sarana kesehatan sebanyak 3 responden
(5,0%).
3. Dukungan tenaga kesehatan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden menurutDukungan Tenaga Kesehatan No. Dukungan Tenaga Kesehatan Frekuensi %
1. Kurang 57 95,0
2. Baik 3 5,0
Total 60 100,0
Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.3 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang
mengatakan dukungan tenaga kesehatan masih kurang sebanyak 57 responden
(95,0%), sedangkan responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik
4. Cakupan pencapaian Desa UCI
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden menurut Cakupan Pencapaian
DesaUCI
No. Cakupan Pencapaian Desa UCI Frekuensi %
1. Tidak 56 93,3
2. Baik 4 6,7
Total 60 100,0
Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.4 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang
mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI tidak baik sebanyak 56 responden
(93,3%), sedangkan responden yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI
baik sebanyak 4 responden (6,7%).
4.2.2 Analisis Bivariat
1. Hubungan pengetahuan ibu dengan cakupan pencapaian Desa UCI
Tabel 4.5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Cakupan Pencapaian Desa UCI di
UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.5 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang
memiliki pengetahuan kurang yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI
tidak baik sebanyak 55 responden (96,5%), kemudian 2 responden yang memiliki
pengetahuan kurang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI baik (3,5%).
pencapaian Desa UCI tidak baik hanya 1 responden(33,3%), kemudian responden
yang memiliki pengetahuan baik yang mengatakan cakupan pencapaian Desa UCI
baik sebanyak 2 responden (66,7%).
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010(nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibudengan cakupan
pencapaian Desa UCI.
2. Hubungan sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI
Tabel 4.6Hubungan Sarana Kesehatan dengan Cakupan Pencapaian Desa UCI di
UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014 Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.6 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang
mengatakan tidak ada sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI
tidak baik sebanyak 2 responden (66,7%), kemudian responden yang mengatakan
tidak ada sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI baik sebanyak 1
responden (33,3%). Sedangkan responden yang mengatakan ada sarana kesehatan
kemudian responden yang mengatakan ada sarana kesehatan dengan cakupan
pencapaian Desa UCI baik sebanyak 3 responden (5,3%).
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan cakupan
pencapaian Desa UCI.
3. Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa
UCI
Tabel 4.7 Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Cakupan Pencapaian
Desa UCI di UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung Kecamatan
Bubon Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014
No. Sumber : Data Primer (diolah 2014)
Berdasarkan tabel 4.7 bahwa dari 60 responden, diperoleh responden yang
mengatakan masih kurangnya dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan
pencapaian Desa UCI tidak baik sebanyak 55 responden (96,5%), kemudian
responden yang mengatakan masih kurangnya dukungan tenaga kesehatan dengan
cakupan pencapaian Desa UCI baik sebanyak 2responden (3,5%). Sedangkan
responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik dengan cakupan
responden yang mengatakan dukungan tenaga kesehatan baik dengan cakupan
pencapaian Desa UCI baik sebanyak 2 responden (66,7%).
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan
cakupan pencapaian Desa UCI.
4.3 Pembahasan
1. Hubungan pengetahuan ibu dengan cakupan pencapaian Desa UCI
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibudengan cakupan
pencapaian Desa UCI. Ibu balita dominan tidak mengetahui mengenai Desa UCI
tersebut. Rata-rata responden hanya mengetahui tentang suntik imunisasi saja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Tarigan (2008), yang
meneliti hubungan pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar dengan status
imunisasi bayi di Puskesmas Namorambe Tahun 2008. Penelitian Tarigan (2008)
ini menunjukkan bahwa dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji korelasi
Spearman, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,641 berarti keeratan korelasi
pengetahuan ibu dengan status imunisasi bayi dalam kategori kuat. Nilai Pvalue
diperoleh 0,000< 0,01 artinya ada hubungan signifikan antara pengetahuan ibu
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Cipta Bangun (2002) yang meneliti tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan status imunisasi anak balita di Kelurahan Beringin
Kecamatan Medan Selayang Tahun 2002. Dari hasil uji Chi square diperoleh nilai
p=0,000<0,05 artinya ada hubungan antara pengetahuan responden tentang
imunisasi dengan status imunisasi anak balita.
2. Hubungan sarana kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa UCI
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan cakupan
pencapaian Desa UCI.
Hal ini dikarenakan sarana kesehatan yang ada di desa tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat. Lokasi sarana kesehatan
yang jauh dari pemukiman masyarakat setempat.
3. Hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan cakupan pencapaian Desa
UCI
Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α =
0,05), diketahui bahwa nilai Pvalue adalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga (Pvalue 0,010 <α 0,05). Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan
penyuluhan mengenai Desa UCI. Mereka hanya memberikan penyuluhan tentang imunisasi saja yang kadang-kadang diadakan sebulan sekali, bahkan jadwal
pemberian penyuluhan kesehatannya tidak dapat dipastikan. Masyarakat bahkan
sering mendapatkan penyuluhan kesehatan dari pihak PT. KTS (Karya Tanah
Subur), namun penyuluhannya bukan mengenai Desa UCI.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adli
Yuzar (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pendukung, dan pendorong
ibu bayi (umur 9-11 bulan) terhadap pemberian imunisasi campak di wilayah
kerja Puskesmas Sawang Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2010. Salah satu faktor atau variabel yang diteliti yaitu hubungan antara dukungan
petugas imunisasi (tenaga kesehatan terkait) dengan pemberian pemberian
imunisasi campak pada bayi (umur 9-11 bulan). Hasil uji Chi square
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan petugas
imunisasi dengan pemberian imunisasi campak pada bayi (umur 9-11 bulan). Hal
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),
diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga Pvalue < α. Oleh karena itu, Ho ditolak artinya ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan cakupan
pencapaian Desa UCI. Ibu balita dominan tidak mengetahui mengenai Desa
UCI tersebut. Rata-rata responden hanya mengetahui tentang suntik
imunisasi saja.
2. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),
diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,190 (nilai diambil pada fisher’s exact
test, kolom exact sig 2-sided) sehingga Pvalue > α. Oleh karena itu, Ho diterima artinya tidak ada hubungan antara sarana kesehatan dengan
cakupan pencapaian Desa UCI. Hal ini dikarenakan sarana kesehatan yang
ada di desa tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat
setempat. Lokasi sarana kesehatan yang jauh dari pemukiman masyarakat
setempat.
3. Dari hasil perhitungan Chi square pada derajat kepercayaan 95% (α = 0,05),
diketahui bahwa nilai Pvalueadalah 0,010 (nilai diambil pada fisher’s exact
ditolak artinya ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan
cakupan pencapaian Desa UCI. Tenaga kesehatan setempat jarang
memberikan penyuluhan mengenai Desa UCI. Mereka hanya memberikan
penyuluhan tentang imunisasi saja yang kadang-kadang diadakan sebulan
sekali, bahkan jadwal pemberian penyuluhan kesehatannya tidak dapat
dipastikan. Masyarakat bahkan sering mendapatkan penyuluhan kesehatan
dari pihak PT. KTS (Karya Tanah Subur), namun penyuluhannya bukan
mengenai Desa UCI.
5.2 Saran
Dari kesimpulan yang telah diambil peneliti memberi saran sebagai
berikut:
1. Bagi Puskesmas
Memberikan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat mengenai cakupan
pencapaian Desa UCI sehingga masyarakat mengetahui dan memahami
pentingnya cakupan pencapaian Desa UCI tersebut.
2. Bagi masyarakat
Hendaknya masyarakat, khususnya ibu balita dapat diharapkan lebih
menyadari pentingnya cakupan pencapaian Desa UCI dan aplikasinya dalam
3. Bagi pendidikan
Dapat meningkatkan pengetahuan dan memahami pentingnya cakupan desa
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hubungan antara Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar
dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Bayi. Penerbit: Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Bangun. 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Anak
Balita di Kelurahan Beringin Kecamatan Medan Selayang Tahun 2002.Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh
Barat Tahun 2012. Penerbit : Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, Meulaboh.
Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun
2012. Penerbit: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Hidayat. 2011.Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Penerbit :
Selemba Medika, Jakarta.
Huda. 2009. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu tentang Imunisasi
Dasar Lengkap di Puskesmas Ciputat Tahun 2009. Penerbit : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012.
Penerbit : Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Lestari. 2008. Gambaran Perencanaan Kebutuhan Tenaga Dokter Umum dan
Dokter Gigi Puskesmas di Kota Bekasi. Penerbit : Universitas Indonesia, Depok.
Maryunani. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Penerbit : CV. Trans
Info Media, Jakarta.
Najmah. 2011. Managemen dan Analisa Data Kesehatan, Kombinasi Teori dan
Aplikasi SPSS. Penerbit : Nuha Medika, Yogyakarta.
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Penerbit : PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit : PT. Rineka
Cipta, Jakarta.
Palupi. 2011. Pengaruh Penyuluhan Imunisasi terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi sebelum Usia 1 Tahun. Penerbit : Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rahmawati. 2007. Analisis Faktor Sumber Daya Manusia yang Berhubungan
Savitri. 2009. Faktor yang Berhubungan dengan Status Imunisasi Dasar Lengkap Tepat Waktu pada Anak Usia 12 Bulan di 16 Kabupaten Provinsi NTT. Penerbit : Universitas Indonesia, Depok.
Sitompul, Indah P. 2011. Tinjauan Hukum Perdata pada Usaha Klinik Kesehatan
Bersama di Klinik Madani Jl. AR. Hakim No. 168 Medan. Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tarigan. 2008. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Imunisasi Dasar dengan
Status Imunisasi Bayi di Puskesmas Namorambe.Tesis.Penerbit : Universitas Sumatera Utara, Medan.
UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung. 2013. Profil UPTD Puskesmas Kuta
Padang Layung – Bubon Tahun 2012. Penerbit : UPTD Puskesmas Kuta Padang Layung, Bubon.
Waluyanti. 2009. Analisis Faktor Kepatuhan Imunisasi di Kota Depok. Penerbit :
Universitas Indonesia, Depok.
Yuzar. 2010. Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Pendorong Ibu Bayi