RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
(STUDI DI TINGKIR LOR,
KEC. TINGKIR, KOTA SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh
INDAH ASANA
NIM 21111013
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
“Hidup itu bukan memetik nomer satu, Hidup itu menanam.
Hidup itu bukan sukses nomer satu, Hidup itu berjuang.
Jadi temukanlah kegembiraan dalam berjuang melebihi
kegembiraan dari keberhasikan perjuangn itu.”
Nadjib-PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku,
kakak-kakak serta adik-adikku,
sahabat-sahabat seperjuanganku,
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim …
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penelitian skripsi yang berjudul
RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK
KELUARGA SAKINAH (Studi di Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga), ini telah terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa ajaran mulia untuk mengarahkan
kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman
yang penuh cahaya kebenaran dan ilmu.
Penulis menyadari bahwa apa yang penulis sajikan merupakan karya tulis
atau skripsi yang sederhana. Sebagai karya tulis atau skripsi yang
dipersiapkanguna memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana inipeneliti
telahmempersiapkan jangka waktu yang cukup lama.
Dalam pengalaman skripsi ini banyak pihak yang sangat berarti bagi
penulis, oleh karena itu sebagai tanda syukur dan penghargaan tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak H.M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H., selaku pembimbing skripsi,
yang masih bisa menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan yang
3. Kedua orang tua penulis, Bu Imrori dan Bapak Muh Isa Zahir yang telah
membesarkan, membimbing dan tak henti hentinya mendoakan untuk
kebaikan putrinya serta memberikan bantuan moril maupun materiil.
4. Sinna Aanaka, Sinta Aunana, Zahra Khumaere, serta Albabul Lathof
Muhamad selaku kakak serta adik penulis.
5. Segenap sahabat-sahabat jurusan Al-Akhwal Asy-Syakhsiyyah semester
akhir yang telah memberikan motivasinya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi.
6. Keluarga besar SMC (Seni Musik Salatiga) yang selalu menjadi bagian
dari semangat penulis.
7. Inta Rafika Hudi, Monica Nirmalasari Elida, Rizka Dewi Isnawati, Sotya
Titi Hastika, Muhammad Lathief Al-Anshory, serta sahabat dan
teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas
semangat kalian, I love you guys!
Dengan demikian peneliti hanya bisa berdoa mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan para pembaca
padaumumnya.Penulis menyadari masih banyak kekurangan-kekurangan dalam
menyusun skripsi ini.
Salatiga, 15 Maret 2016
ABSTRAK
Asana, Indah. 2016. Rujuk dan Tajdid Al-Nikah Sebagai Upaya Membentuk Keluarga Sakinah.Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing H.M. Yusuf Khummaini, S.H.I., M.H.
Kata kunci : Pernikahan, Perceraian, dan Rujuk
Pernikahan merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat.Tujuan pernikahan yang paling utama adalah dalam membentuk keluarga sebagai tatanan masyarakat.Namun dalam mewujudkan tujuan pernikahan tersebut, terdapat banyak halangan sehingga memicu terjadinya perselisihan yang kemudian dapat mengakibatkan perceraian. Setiap pasangan suami isteri berusaha sejauh mungkin menghindari perceraian, karena dampak yang timbul setelah perceraian itu sendiri juga akan semakin buruk. Berbagai cara yang dapat diambil dalam memperbaiki hubungan rumah tangga salah satunya yaitu dengan melakukan tajdid al-nikah
atau pembaharuan nikah maupun rujuk. Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukannya penelitian guna untuk mengkaji rumusan masalah, di antaranya yaitu: (1) Bagaimana bentuk rujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga? ; (2) Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga? ; (3)Bagaimana dampak setelah dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga terhadap pembentukan keluarga sakinah?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan studi penelitian yang langsung dilakukan di desa Tingkir-Lor.Data yang didapat diperoleh dari wawancara langsung kepada para pelaku, serta studi pustaka dari berbagai sumber informasi.Wawancara dilakukan kepada tiga pasangan suami isteri yang berdomisili di Tingkir-Lor dan telah mengalami permasalahan rumah tangga sebelumnya.
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ... i
HALAMAN BERJUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN ...iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
HALAMAN MOTTO ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Kajian Pustaka ... 8
F. Penegasan Istilah ... 9
G. Metode Penelitian ... 10
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 10
4. Sumber Data ... 11
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 12
6. Analisis Data ... 12
H. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II : KAJIAN PUSTAKA TENTANG PERKAWINAN ... 15
A. Perkawinan ... 15
B. Tujuan Perkawinan ... 21
C. Talak ... 23
D. Rujuk ... 31
E. Tajdid al-Nikah ...33
BAB III : PELAKSANAAN RUJUK DAN TAJDID AL-NIKAH SEBAGAI UPAYA MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH DI DESA TINGKIR-LOR, KEC. TINGKIR, KOTA SALATIGA ... 36
A. Gambaran Umum Desa Tingkir-Lor ... 36
1. Letak Geografis ... 36
2. Keadaan Penduduk ... 37
3. Keadaan Ekonomi ... 37
4. Tingkat Pendidikan ... 38
5. Keagamaan ... 38
6. Adat Istiadat... 40
B. Pelaksanaan Rujuk dan Tajdid Al-Nikah dalam Membentuk Keluarga Sakinah di Desa Tingkir-Lor, Kec. Tingkir, Kota Salatiga ... 40
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di
Tingkir-Lor ... 44
3. Dampak Rujuk dan Tajdid Al-Nikah di Tingkir-Lor ...53
BAB IV : ANALISA HASIL PENELITIAN ... 56
A. Bentuk Rujuk dan Tajdid Al-Nikah ... 56
B. Faktor-Faktor Terjadinya Rujuk dan Tajdid al-Nikah ...59
1. Faktor Keharmonisan Rumah Tangga ... 60
2. Faktor Keturunan ... 62
3. Faktor Ekonomi ... 63
4. Faktor Usia ... 64
5. Faktor Kekhawatiran ... 65
C. Dampak Setelah Terlaksananya Rujuk dan Tajdid al-Nikah... 66
BAB V : PENUTUP ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... I
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan salah satu unsur berdirinya sebuah
masyarakat yang menciptakan suatu umat (Utsman,2006:11).
Sebagaimana yang disebutkan, tentunya untuk mendirikan sebuah
keluarga perlu adanya dasar yang kuat.Dasar yang menciptakan
keberadaan sebuah keluarga tersebut adalah perkawinan.Dari uraian
tersebut bisa dijelaskan bahwa perkawinan menjadi unsur penting
berdirinya sebuah tatanan masyarakat yang akan membentuk umat dan
menghimpun ikatannya.
Secara etimologis, perkawinan adalah pencampuran, penyelarasan,
atau ikatan (Mathlub, 2005:1).Ikatan tersebut terjadi di antara seorang
lelaki dan wanita, dengan kerelaannya mau menyelaraskan dan
berdampingan bersama pasangannya.Sementara nikah secara etimologis
digunakan untuk mengungkapkan makna daripersetubuhan, akad, dan
pelukan (Mathlub, 2005:2).Makna tersebut dimaksudkan pada kegiatan
seksual antara suami dan isteri yang telah sah, maupun kegiatan bersama
lainnya yang tidak berhubungan dengan seksual yang dilakukan dengan
penuh kasih sayang.Adapun secara terminologis, perkawinan dan
pernikahan menurut para fuqaha adalah sama. Inti dari keduanya yaitu
dilakukan oleh suami dan istri untuk dapat menjalani kehidupannya
dengan nikmat dan tetap sesuai ketentuan syariat (Mathlub, 2005:3).
Di dalam Surat Ar-Rum ayat 21, Allah SWT berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
Dalam ayat-ayat tersebut Allah SWT telah mensyariatkan kepada
umatnya untuk menikah dan memiliki keluarga yang tentram, bahagia, dan
penuh kasih sayang.Untuk pasangan seorang pria, telah diciptakan wanita
sebagai istrinya, begitu pula wanita yang telah Allah ciptakan pria sebagai
suaminya.
Dinyatakan pula dalam Surat Yasin ayat 36, tentang
pasangan-pasangan yang telah diciptakan Allah kepada tiap umatnya.Ayat tersebut
adalah:
“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka, maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui.”
Telah disebutkan pula di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan pada pasal 1 yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sementara pada Kompilasi Hukum Islam, juga disebutkan
pengertian perkawinan pada pasal 2, yaitu: “Perkawinan menurut hukum
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan
ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan
ibadah.”
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam undang-undang bahwa
perkawinan menjadi dasar terbentuknya keluarga yang harus disesuaikan
dengan syariat agama, agar tercapai kebahagiaan di dunia maupun di
akhirat kelak.
Manusia diciptakan dengan jenis yang berbeda, yaitu lelaki dan
perempuan, dimana keduanya ini diberi naluri untuk saling tertarik dan
mencintai (Thalib, 2007:26).Allah SWT mengutus manusia ciptaanNya
untuk melaksanakan pernikahan agar tercapai tujuan serta hikmah yang
terpuji sesuai dengan yang dinyatakan Mathlub dalam bukunya yang
pertama adalah melestarikan serta mengembangkan alam.Dengan
dilaksanakannya perkawinan, maka akan menghasilkan banyak keturunan
sehingga alam akan berkembang dan lestari. Seperti yang difirmankan
Allah SWT dalam Surat An-Nahl ayat 72,
“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"
Yang kedua adalah menjadikan laki-laki dan perempuan nyaman,
tertram, serta damai.Ketiga, masyarakat membutuhkan keluarga sebagai
unsur utama pembangunannya.Seperti yang telah dituliskan di atas, bahwa
perkawinan adalah dasar keberadaan sebuah keluarga.Apabila terdapat
keluarga yang baik, maka masyarakat pun akanmenjadi baik sesuai dengan
keluarga yang berdiri dan mendirikan suatu masyarakat tersebut.Yang
terakhir yaitu keempat, pernikahan bertujuan untuk menjaga keturunan
agar tidak tercampur.Di dalam surat Al-Ahzab ayat 5, dijelaskan Allah
SWT mengutus untuk memanggil anak-anak dengan memakai nama bapak
mereka, agar adil dan tidak memungkinkan terjadinya kemungkaran.
Kecuali anak-anak tersebut tidak diketahui bapaknya, maka Allah
adanya pernikahan, maka akan diketahui penisbahan anak terhadap
bapaknya, agar kemakmuran tetap terwujud.
Dalam mewujudkan tujuan pernikahan yang sangat mulia serta
memiliki hikmah terpuji yang telah dituliskan tersebut, sebagian
masyarakat Indonesia masih sulit untuk mewujudkannya.Oleh karena itu,
tidak sedikit dari beberapa pernikahan yang terjadi di Indonesia
mengalami perpecahan.Begitu pula yang terjadi di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga yang berada di Jawa Tengah.
Perpecahan yang terjadi dalam pernikahan bisa saja disebabkan
dari pihak luar atau pihak dalam yaitu suami istri itu sendiri.Menurut Ali
Ahmad Utsman, dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Pernikahan
dalam Islam”, disebutkan bahwa sebab-sebab utama terjadinya perceraian
dapat dilihat dari segi psikologis, material, kesehatan, maupun lingkungan
sosialnya (Utsman, 2006:141). Dari beberapa faktor penyebabnya, tentu
ada hal yang bisa memperbaiki hubungan suami istri tersebut agar tidak
terjadi suatu perceraian.
Seperti yang telah dijelaskan, tali pernikahan merupakan masalah
fitriyah antara suami dan istri, sedangkan perceraian merupakan masalah
insidental yang harus diselesaikan secara adil dan benar sehingga
kehidupan suami istri dapat terjalin harmonis kembali seperti sedia kala
(Utsman, 2006:138).Di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga terdapat beberapa pasang suami istri yang melakukan perceraian
beberapa pasang suami istri tersebut, terdapat pula pasangan yang
kemudian melakukan rujuk ataupunTajdid al-Nikah.
Rujuk dilakukan atas dasar pernikahan masih bisa kembali utuh,
dengan memperbaiki keadaan rumah tangga, dimana sang suami maupun
istri harus bisa lebih sabar, memaafkan, meredam emosi, mengalah,
mengerti, serta lebih mengasihi pasangannya. Definisi rujuk menurut
Mazhab Hanafi merupakan pengekalan kepemilikan yang telah ada dan
mencegah kehilangannya ketika masih menjalani masa iddah, baik dengan
ucapan maupun perbuatan (Mathlub, 2005:386).Dari definisi tersebut
menjelaskan bahwa rujuk bukan berarti melangsungkan akad baru maupun
kembali melakukan perkawinan yang telah habis masa iddahnya.
Beda dengan Tajdid al-Nikah yang merupakan pembaharuan akad
nikah.Yaitu pembaharuan akad nikah atau akad nikah ulang atas
kekhawatiran suami maupun istri mengenai kejadian talak yang
sebenarnya masih belum dipastikan jatuhnya talak tersebut.
Hal ini sebenarnya beda dengan pengertian rujuk yang telah
disebutkan di atas. Namun masyarakat terkadang menganggap rujuk dan
tajdid al-nikah adalah suatu hal yang sama, makna serta pelaksanaannya.
Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk
keluarga yang bahagia dan tentram.
Setiap pernikahan pasti menginginkan keluarganya menjadi
keluarga yang damai, tentram, bahagia, serta kekal sampai akhir khayat
diinginkan masyarakat di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga.Meskipun untuk mencapai dan membentuk keluarga yang sakinah
tidaklah mudah apalagi untuk mempertahankannya.Namun dengan
dilakukannya rujukdan atau tajdid al-nikah, masyarakat berharap tujuan
utama dari pernikahantersebut dapat tercapai.
Dengan keadaan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut, peneliti
akan melakukan penelitian di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota
Salatiga terhadap beberapa pasangan suami istri yang telah melakukan
rujuk maupun tajdid al-nikah dengan tujuan untuk membentuk keluarga
sakinah.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah tertulis di atas, penelitian
akanmengkaji fokus penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana bentukrujuk dan tajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor,
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?
2. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah
di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga?
3. Bagaimana dampak setelah dilakukannya rujuk dan tajdid al-nikah di
desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga terhadap
pembentukan keluarga sakinah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk memahami bentuk pelaksanaan rujuk dan tajdid al-nikah didesa
2. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya rujuk dan tajdid
al-nikah didesa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahuidampak yang terjadi terhadap pasangan suami istri
dalam membentuk keluarga sakinah setelah dilakukannya rujuk atau
tajdid al-nikah didesa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan
wawasan dalam ilmu hukum perkawinan, khususnya tentang rujuk dan
pembaharuan nikah.
2. Secara Praktis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam
melaksanakan rujuk maupun pembaharuan nikah, tercapai atau
tidaknya upaya pembentukan keluarga sakinah, khususnya untuk
masyarakat Tingkir.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka pada dasarnya adalah untuk menentukan apa yang
telah diteliti oleh peneliti lain yang berhubungan dengan topik penelitian
yang akan dilakukan. Hal tersebut diharapkan di dalam penelitian sejenis
ini tidak memperoleh duplikasi atau kemiripan yang mutlak dengan
penelitian orang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh M. Zainuddin NurHabibi pada
tahun 2014 yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pembaharuan Akad Nikah Sebagai Syarat Rujuk (Studi Kasus Dewa
tersebut lebih menekankan pada analisis hukum Islam serta syarat rujuk
dengan memperbaharui akad nikah.
Terdapat juga penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Tradisi “Nganyar-Anyari Nikah”/Tajdid Al-Nikah (Studi Kasus
di Desa Demangsari Kec. Ayah Kab. Kebumen Tahun 2008-2009)” yang
diteliti oleh Novan Sultoni Latif tahun 2008.Pada skripsi oleh Novan
tersebut lebih membahas tentang tradisi maupun budaya yang terjadi di
desa Demangsari, bukan tentang pembaharuan nikah yang ditujukkan
untuk membina kembali keluarga sakinah yang telah mengalami
perselisihan sebelumnya.
Sedangkan pada penelitian yang peneliti tulis lebih memfokuskan
terhadap bentuk pelaksanaan rujuk dan tajdid al-nikah, kemudian
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya, serta dampak yang dihasilkan setelah
dilaksanakannya rujuk dan tajdid al-nikah tercapai atau tidaknya dalam
membentuk keluarga sakinah.
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekurang jelasan atau pemahaman yang
berbeda antara pembaca dengan peneliti mengenai istilah-istilah yang
terdapat pada judul penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut akan
dijelaskan di bawah ini:
1. Rujuk adalahmenghubungkan kembali perkawinan yang telah terjadi
setelah terjadinya talak dan sebelum selesainya masa „iddah, rujuk
Agama.Sementara ulama fikih menyatakan bahwa rujuk dapat
dilakukan apabila baru talak satu atau dua. Indikasi rujuk menurut
ulama fikih juga cukup dengan pernyataan suami atau dengan
perbuatan suami yang dapat menunjukkan ia rujuk yaitu dengan
menggauli isterinya (Hasan, 2003:208).
2. Tajdid al-Nikah adalah pembaharuan akad nikah atau mengulang akad
nikah, yang dalam bahasa Jawa sering disebut “nganyari nikah” atau
“mbangun nikah” (Suataji, 2011).Pembaharuan tersebutberharap
rumah tangga mereka menjadi lebih baik.
3. Sakinah menurut bahasa Arab artinya tenang, tentram. Sedangkan
menurut Prof. Dr. Achmad Mubarok MA, merupakan kondisi yang
sangat ideal dalam kehidupan keluarga, yaitu keadaan tenang,
terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh
pembelaan (Mubarok, 2010).
G. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena peneliti
dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari permasalahan yang
dirumuskan yaitu rujuk dan tajdid al-nikah yang terjadi di desa
Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga. Dengan memfokuskan
tersebut dalam penelitian, dengan harapan agar informasi yang dikaji
lebih bersifat komprehensif, mendalam, alamiah dan apa adanya.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi,
yaitubertujuan untuk mempelajari secara mendalam mengenai rujuk
dan tajdid al-nikah, mengeksplorasinya dengan batasan terperinci,
serta mencantumkan berbagai sumber informasi.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam melakukan penelitian kualitatif, tentunya kehadiran peneliti
mutlak diperlukan karena sekaligus sebagai pengumpul data.Di
samping itu peneliti disini sebagai partisipan, yang berperan serta
dalam proses pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan dan
mendengarkan secermat mungkin apa yang diberikan subjek atau
informan.
3. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini berada di kota Salatiga propinsi Jawa
Tengah, tepatnya di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir. Peneliti
memilih lokasi ini karena masyarakatnya yang terkenal religius,
terdapat banyak pondok pesantren, serta ulama-ulama yang menjadi
panutan di desa bahkan di kota sekaligus.
4. Sumber Data
Data diambil untuk penelitian ini terbagi menjadi dua macam,
a. Data Primer, yakni sumber yang langsung memberi data kepada
peneliti (Tanzeh, 2009:55). Sumber tersebut diberikan oleh tiga
pasangan suami istri yang melakukanrujuk dan tajdid al-nikah.
b. Data Sekunder, yakni sumber data yang tidak langsung diberikan
oleh peneliti (Tanzeh, 2009:57). Di antaranya ialah aparat desa
yang dilakukan tempat penelitian.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang valid dalam penelitian ini,
diperlukan teknik-teknik pengumpulan yang sesuai.Peneliti
menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
a. Wawancara yaitu dalam mencari dan memperoleh data yang
dianggap penting dengan mengadakan wawancara secara langsung
di antaranya dengan para pelaku rujuk dan tajdid al-nikah, tokoh
agama, tokoh masyarakat, aparat desa, pegawai KUA, serta yang
berhubungan langsung dengan pelaksanaan rujuk dan tajdid
al-nikah tersebut.
b. Dokumentasi yaitu menelaah terhadap dokumen-dokumen tertulis
mengenai rujuk dan tajdid al-nikah, baik data yang ada di KUA,
aparat desa yang telah menanganinya, maupun data lainnya yang
berkaitan.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses untuk menentukan tema dan
mengorganisasi dan menguatkan data tersebut ke dalam pola kategori
dan satuan uraian dasar (Moelong, 2006:103).
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan, maka peneliti
menggunakan teknik analisa data dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Deskriptif analisis, yaitu menganalisa dan menjelaskan data hasil
penelitian mengenai rujuk dan tajdid al-nikahyang bertujuan untuk
membentuk keluarga yang sakinah dan harmonis dibandingkan
dengankeadaan sebelumnya.
b. Induktif, yaitu mengemukakan kenyataan dari hasil penelitian
rujuk dan tajdid al-nikah yang terjadi di desa Tingkir-Lor
Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga berhasilkah mencapai tujuan
pembentukan keluarga sakinah .
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
dari lima bab yang masing-masing memilik sub-sub bab, yang kemudian
akan diuraikan sebagai berikut:
Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan secara
umum tentang arah penelitian dilakukan, arah penelitian yang dimaksud
adalah tentang rujuk dan tajdid al-nikah sebagai upaya membentuk
keluarga sakinah yang terjadi di desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga.Bab pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan
Bab kedua merupakan kajian pustaka yang dimanfaatkan sebagai
landasan agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan,
memberikan gambaran umum tentang latar penelitian, serta dijadikan
sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.Kajian ini membahas tentang
perkawinan, tujuan perkawinan, talak, rujuk, dan tajdid al-nikah.
Bab ketiga yaitu menguraikan data dan temuan yang telah
diperoleh dari penelitian dengan menggunakan metode dan prosedur yang
telah dijelaskan dalam Bab pertama.Uraian ini terdiri dari bentuk
pelaksanaan rujukmaupuntajdid al-nikah di desa Tingkir-Lor, Kecamatan
Tingkir, Kota Salatiga, hasil wawancara dengan para pelaku rujuk dan
tajdid al-nikah, serta landasan dan dampaknya. Akan tetapi sebelum
membahasnya, peneliti akan memulai dengan mendeskripsikan lokasi
penelitian yaitu Desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.
Bab keempat merupakan isi pokok dari penelitian skripsi tentang
rujuk dan tajdid al-nikah sebagai upaya membentuk keluarga sakinah di
desa Tingkir-Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga.Adapun cakupan
dalam bab ini adalah analisa bentuk pelaksanaan rujuk atau tajdid
al-nikah, faktor-faktor terjadinya rujuk dan tajdid al-nikah dan keterkaitan
antara tujuan serta dampak setelah terlaksananya rujuk dan tajdid al-nikah
tersebut.
Bab kelima berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh
dari data dan analisa dalam menjawab rumusan masalah yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA TENTANG PERKAWINAN
A. Perkawinan
Allah menetapkan perkawinan sebagai jalan satu-satunya yang
mengikat seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai pasangan
suami istri (Thalib, 2007:26).Islam merupakan agama fitrah, yaitu agama
yang memiliki keterkaitan antara tabiat dengan dorongan batin manusia,
dimana dorongan tersebut akanditempatkan pada garis syari‟at islam
(Thalib, 2007:29). Dengan dorongan batin tersebut laki-laki dan
perempuan dapat mengadakan kontak yang sah untuk menciptakan suatu
masyarakat yang berkualitas atau disebut dengan perkawinan dan diatur
oleh hukum perkawinan.
Pernikahan merupakan ikatan di antara dua insan yang mempunyai
banyak perbedaan, baik segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, mental,
pendidikan, serta lain-lainnya.Dalam pandangan islam, pernikahan
merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis
dapat hidup bersama sesuai dengan syariat agama (Al-Shabuni, 2004:9).
Perkawinan menjadi hal yang sangat utama dan penting dalam
kehidupan manusia, perseorangan, maupun kelompok (Basyir,
1980:1).Perkawinan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau
perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan
diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara diridoi Allah
(Basyir, 1980:11)
Secara etimologi, perkawinan adalah persetubuhan, ada juga yang
menyebutkan perjanjian (al-„aqdu).Sedangkan secara terminology
menurut Abu Hanifah, perkawinan adalah aqad yang dikukuhkan untuk
memperoleh kenikmatan dari pasangannya dengan sengaja (Hasan,
2003:11).Pengukuhan yang dimaksud bukan hanya dilakukan antara lelaki
dan perempuan yang membuat penjanjian atau aqad itu saja, namun harus
sesuai dengan ketentuan syariah.
Pernikahan menurut mazhab Maliki adalah aqad yang dilakukan
untuk mendapatkan kenikmatan dari wanita.Mazhab Syafi‟i menyebutkan
bahwa pernikahan adalah aqad yang menjamin diperbolehkannya
persetubuhan.Sementara itu, menurut mazhab Hambali bahwa pernikahan
itu adalah awad yang di dalamnya terdapat lafazh pernikahan secara jelas,
agar diperbolehkannya persetubuhan (Hasan, 2003:12).
Sementara itu, Undang-undang juga telah memberikan pengertian
tentang perkawinan yang pada dasarnya tidak terdapat perbedaan prinsipil,
yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Basyir, 1980:11).
Dalam ikatan perkawinan tersebut mengandung syarat dan rukun
yang harus dipenuhi oleh suami dan istri tersebut, dan dengan begitu akan
hanya dengan melakukan pernikahan yang sah lah keluarga dapat dibentuk
dalam islam (Thalib, 2007:26).
Secara lebih jelas, rukun nikah serta syarat yang harus dipenuhi
masing-masing rukun tersebut adalah sebagai berikut (Hasan, 2003):
1. Calon mempelai pria, syaratnya yaitu:
a. Beragama islam
b. Laki-laki
c. Baligh
d. Berakal sehat
e. Orangnya jelas
f. Sanggup memberikan persetujuan dalam perjanjian
g. Tidak sedang mendapatkan halangan perkawinan, seperti tidak
dalam keadaan umrah maupun haji.
2. Calon mempelai wanita, syaratnya adalah:
a. Beragama, menurut sebagian ulama
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Sanggup dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan persetujuan, yaitu wanita-wanita yang
haram dinikahi.
3. Wali nikah, dimana syaratnya ialah sebagai berikut:
a. Laki-laki
c. Memiliki hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.
4. Saksi nikah, yang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Minimal 2 orang laki-laki
b. Menghadiri ijab dan qabulnya
c. Paham tentang maksud akad tersebut
d. Islam
e. Dewasa.
5. Ijab dan Qabul, syaratnya yaitu:
a. Terdapat ijab atau pernyataan mengawinkan dari pihak wali
b. Ada pula qabul atau pernyataan dalam penerimaan dari calon
suami
c. Menggunakan kalimat yang berisi kata “nikah”, “kawin”, atau hal
yang mempunyai makna sama dengan kata tersebut
d. Ijab bersambungan dengan qabul dan tidak boleh terputus
e. Jelas maksudnya
f. Orang yang terkait di dalamnya tidak sedang keadaan haji dan
umrah
g. Majlis ijab dan qabul dihadiri minimal 4 orang dari calon
mempelai pria atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau
wakilnya, dan 2 orang saksi.
Keridaan seorang perempuan memang sangat diperlukan dalam
menikah dengan orang yang tidak disukai atau dicintainya memang tidak
dibenarkan, sebab perempuan tersebutlah yang akan hidup bersama
suaminya (Al-Shabuni, 2004:77). Selain itu, pernikahan dilakukan atas
dasar saling memahami, saling membantu, serta saling mengasihi satu
sama lain dalam membina rumah tangga.
Di atas telah disebutkan bahwa syarat calon mempelai perempuan
adalah bukan dari golongan perempuan yang haram dinikahi.Di dalam
Al-Qur‟an Surat An-Nisa ayat 22-24 telah disebutkan bahwa macam-macam
perempuan yang haram dinikahi oleh seorang laki-laki adalah sebagai
berikut: ibu tiri, ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari
saudara ayah, bibi dari saudara ibu, kemenakan dari saudara laki-laki,
kemenakan dari saudara perempuan, ibu susuan, saudara perempuan
susuan, mertua, anak tiri apabila ibunya telah berhubungan intim,
menantu, mengumpulkan 2 perempuan bersaudara sebagai isteri dan
perempuan yang masih memilik ikatan pernikahan dengan seorang
laki-laki lain (Basyir, 1980:27).
Izin wali merupakan syarat akad yang sah menurut para ulama
yang berdasar pada firman Allah SWT yang berbunyi “Maka nikahi
mereka dengan izin keluarganya”.Wali yang dimaksud adalah bapak
kandung jika masih ada, kalau tidak ada dapat diserahkan kepada yang
bertanggung jawab dalam urusan anak perempuan tersebut yaitu mulai dari
Terdapat hadist yang mewajibkan wali dalam akad nikah, yaitu
(Al-Shabuni, 2004:75):
“Siapa pun perempuan yang tidak dinikahkan walinya, maka
nikahnya batal, nikahnya batal, nikahnya batal.Jika menimpanya maka mahar adalah untuknya sesuai dengan apa yang harus menimpanya, tetapi jika mereka bertengkar, maka penguasa adalah
wali bagi siapa saja yang tidak memiliki wali,” (HR Abu Dawud).
Kehadiran saksi juga harus memenuhi syarat keadilan sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat At-Thalaq ayat 2, “… Jadikanlah
saksi orang-orang yang adil di antara kalian…”.
Ada pula hadist yang menyebutkan bahwa saksi sebagai penyebar
dan pemberi pengumuman pernikahan, yang berbunyi “Umumkanlah
pernikahan ini dan lakukanlah di masjid serta pukulkan rebana” (HR
Tirmidzi dan Ahmad).Tujuannya adalah supaya orang-orang mengetahui
pernikahan sedang berlangsung, serta dapat memberikan kehormatan
kepada pasangan tersebut dan menghargai pasangan suami istri tersebut
beserta keturunannya (Al-Shabuni, 2004:80).
Pada dasarnya syarat yang terakhir yaitu ijab dan qabul dilakukan
secara lisan, namun jika tidak memungkinkan bisa diganti dengan cara
tertulis atau dengan isyarat. Antara ijab dan qabul diharuskan terjadi dan
dilaksanakan dalam satu majelis, tanpa disela perbuatan maupun
pembicaraan lain. Syaratnya adalah tidak tergantung pada suatu syarat,
dissandarkan kepada waktu yang akan datang maupun dibatasi dengan
B. Tujuan Perkawinan
Perkawinan adalah hubungan yang sah antara seorang laki-laki dan
perempuan yang diakui oleh negara dan berlangsung untuk selamanya,
selama suami isteri tersebut masih hidup.Maka dari itu hal yang sangat
tidak diinginkan terjadi dalam sebuah perkawinan yang bukan
semata-mata sekedar hubungan suami isteri, namun juga terkait hubungan
keluarga pihak isteri dan hubungan keluarga pihak suami, adalah
pemutusan perkawinan (Fadillah, 2012:23).
Beberapa tujuan perkawinan menurut hukum Islam adalah
menegakkan agama, memperoleh keturunan, mencegah terjadinya
perzinaan, kemaksiatan, dan juga untuk membina rumah tangga yang
bahagia dan sejahtera.Perkawinan juga dimaksudkan untuk
mengembangkan manusia sebagai kholifah dan hamba Allah dalam
mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan tenang sehingga dapat
membentuk generasi baru (Fadillah, 2012:24).
Di dalam pernikahan terdapat tujuan yang harus dipahami oleh
calon suami maupun isteri agar terhindar dari keretakatan dalam rumah
tangga dan akhirnya dapat terjadi perceraian.Tujuan itu di antaranya ialah
sebagai berikut (Hasan, 2003:13):
1. Menenteramkan jiwa bagi suami maupun isteri. Suami akan merasa
tenang karena memiliki pendamping yang dapat mengurus rumah
tangga, tempat mencurahkan perasaan suka maupun duka, serta teman
harus terwujud rasa kasih sayang antara suami dan istri, tujuan tersebut
harus disempurnakan agar tidak dikatakan gagal serta dapat
menggoyahkan rumah tangga.
2. Mewujudkan serta melestarikan turunan. Dengan perkawinan yang sah
akan terlahir keturunan yang pasti didambakan setiap pasangan suami
isteri. Anak turunan inilah yang diharapkan mampu memperjuangkan
kemakmuran keluarga serta menjunjung tinggi keluarganya.
3. Memenuhi kebutuhan biologis sesuai dengan hukum yang ada. Setiap
individu yang sehat secara jasmani maupun rohani pasti memiliki
keinginan berhubungan seksual. Allah SWT pun telah menghendaki
kecenderungan untuk mencintai lawan jenis dan berhubungan seksual
pada diri manusia untuk dapat berkembang biak. Namun Allah SWT
juga tetap mengingatkan umatnya agar tetap bertakwa supaya tidak
terjadi penyimpangan dan anak turunannya juga dapat menjadi turunan
yang baik-baik. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 1
yang artinya:
hubungan silaturrahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
4. Latihan memikul tanggung jawab karena pada hakikatnya manusia
memiliki tanggung jawab dalam keluarga, masyarakat, nergara, dan
juga agamanya. Maka dengan dilaksanakannya pernikahan,memikul
tanggung jawab dapat dimulai dari bagian yang paling kecil yaitu
keluarga.
Terdapatbeberapa manfaat pernikahan di dalam buku yang berjudul
“Sebelum Anda Mengambil Keputusan Besar Itu” ditulis oleh H. M. Anis
Mata, Lc. Manfaat tersebut (Mata, 2005:39) yang pertama adalah
melanjutkan keturunan yang merupakan tujuan utama pernikahan. Sebab
anak adalah maksud utama di balik fitrah dan hikmah, sedangkan syahwat
merupakan pendorongnya.
Selanjutnya adalah untuk melindungi diri dari setan dan mencegah
terjadinya penyimpangan yang berkaitan dengan nafsu syahwat.Setan atau
iblis selalu memburu laki-laki maupun perempuan untuk menggunakan
pandangan serta syahwatnya dalam memperdaya mereka.
C. Talak
Talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan secara mutlak,
baik berupa ikatan materiin maupun immaterial, yaitu ikatan yang
terbentuk antara suami isteri (Mathlub, 2005:310).Sementara dalam tradisi
para ahli fiqh, menjelaskan bahwa talak adalah terlepasnya ikatan suami
menggunakan ucapan khusus maupun ucapan yang berada pada posisinya
(Mathlub, 2005:311).
Talak dianggap sebagai perceraian, dimana talak dihitung dari
jumlah talak yang dimiliki suami terhadap isterinya, sesuai dengan
ketentuan perkawinan (Mathlub, 2005:305).
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Perbuatan halal yang dibenci oleh Allah ialah perceraian. ” (H.R. Ibnu
Majah).
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 229, terdapat potongan ayat
berikut,
…. “Talak yang dapat dirujuk ialah talak yang dilakukan dua kali setelah ituorang boleh merujuk dengan cara yang baik atau terus menceraikannya
dengan cara yang baik…”
Dari ayat di atas, Allah menegaskan bahwa sebenarnya perceraian
yang dilakukan sesuai dengan hukum atau secara wajar adalah perbuatan
yang tidak dilarang (Thalib, 2007:316).Jadi yang dimaksud dalam hadist
bahwa perceraian adalah perbuatan halal namun sangat dibenci Allah,
adalah perceraian yang tidak sesuai dengan hukum islam.
Jika suatu perkawinan tidak dapat dipertahankan lagi, dan bahkan
berakibat buruk jika tetap diteruskan, maka dalam keadaan seperti itu talak
atau perceraian diperbolehkan dalam islam (Thalib, 2007:316). Maka dari
jalan terbaik bagi suami dan istri yang mengalami permasalahan rumah
tangga yang tidak dapat diselesaikan (Thalib, 2007:316).
Tujuan cerai adalah untuk menghindari pelanggaran terhadap
aturan Allah, yaitu dalam kasus rumah tangga.Hal ini dikarenakan tujuan
awal pernikahan adalah untuk menyempurnakan agama bagi suami
maupun isteri, sehingga cerai merupakan jalan satu-satunya yang harus
ditempuh ketika dalam perjalanan menuju tujuan tersebut justru
bertentangan (Supandi, 2012:117).
Namun dalam melakukan perceraian atau dalam islam disebut
dengan talak, terdapat beberapa syarat sesuai dengan syariat agama.
Apabila melaksanakannya sesuai dengan yang dianjurkan maka termasuk
dalam talak yang sesuai dengan sunnah Allah.
Dari Abdullah, ia berkata: “Talak menurut sunnah yaitu seseorang
mentalak ketika (istrinya) suci dan belum disenggamai.” (HR. Ibnu Majah)
Dari hadist tersebut dalam diambil kesimpulan bahwa menceraikan
istri dalam keadaan haid atau tidak suci adalah suatu perbuatan
tercela.Wanita yang sedang haid mengalami beban-beban psikologis serta
fisik yang kurang baik dibandingkan ketika ia suci. Suami tidak dianjurkan
untuk menceraikan wanita haid agar tidak mengganggu kondisi fisik
maupun psikis istrinya tersebut.Namun ketika seorang suami sangat ingin
menceraikan istrinya, maka hendaklah ia menunggu ketika istrinya telah
dengan istrinya tersebut ketika dia telah berniat menceraikannya.Perbuatan
tersebut adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah (Thalib, 2007:318).
Menceraikan istri yang sedang hamil diperbolehkan dalam hukum
islam, meskipun terdapat alasan psikologis bahwa istri yang sedang hamil
akan mengalami kegoncangan jiwa, mengganggu kesehatan mental dan
fisiknya, hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum dalam
melarang suami melakukan talak. Perceraian dalam keadaan hamil dapat
dijadikan keputusan terbaik jika memang permasalahan rumah tangga
yang sangat berat dan tidak dapat membina rumah tangga yang rukun serta
damai (Thalib, 2007:321).
Seorang istri dilarang menceraikan suaminya kecuali dengan
alasan-alasan yang sesuai menurut syariah Islam, diantaranya yaitu
(Thalib, 2007:337):
1. Akhlak suami yang buruk
2. Suami tidak memberikan nafkah untuk belanja
3. Suami tidak membayar mahar secara penuh, apabila mahar bersifat
angsuran kepada istri
4. Suami menganiaya istri.
Dengan kata lain, suami yang memenuhi syariah islam dan tidak
sesuai dengan ciri-ciri di atas maka hukumnya dilarang untuk diceraikan.
Sebaliknya, suami yang akhlak serta dalam membina rumah tangga tidak
sesuai dengan agama maupun moral maka isteri dapat mengajukan
Bagi seorang wanita yang telah diceraikan oleh suaminya ataupun
suaminya telah meninggal dunia, maka wanita tersebut memiliki masa
tunggu untuk melakukan perkawinan lagi dengan laki-laki lain atau yang
disebut dengan iddah (Basyir, 1980:85).
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.kamu tidak mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. ” (QS.At-Talaq, 1)
Di dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa isteri hendaklah ditalak
pada waktu suci sebelum dicampuri.Apabila talaknya baru jatuh satu kali
atau dua kali, maka dibolehkan suami melakukan rujuk kembali.
Iddah pun diadakan dengan tujuan untuk menunjukkan pentingnya
masalah perkawinan dalam ajaran islam, maka sebelum dilaksanakannya
harus difikirkan secara matang-matang dan dengan cara yang dewasa.
Kemudian perkawinan itu juga harus diusahakan kekal sehingga tidak
kesempatan kedua bagi suami isteri jika ingin hidup berumah tangga
kembali tanpa melakukan akad nikah baru. Iddah diadakan juga untuk
meyakinkan bahwa rahim di dalam isteri yang telah dicampuri benar-benar
kosong agar tidak terjadi kekacauan nasab anak.Sedangkan dalam kasus
perceraian karena ditinggal mati suami, iddah diadakan sebagai bentuk
rasa berkabung (Basyir, 1980:85).
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya. ”(QS. At-Talaq, 4)
Dalam ayat di atas dijelaskan perhitungan masa iddah bagi
perempuan yang tidak mengalami haid lagi atau disebut menopause, maka
masa iddah mereka adalah tiga bulan.Sedangkan bagi perempuan hamil,
masa iddah mereka berakhir ketika mereka melahirkan bayi yang
dikandungnya.
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (suci).tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah, 228)
Disebutkan dalam ayat di atas bahwa suami memiliki tanggung
jawab yang besar terhadap keselamatan serta kesejahteraan rumah tangga
mereka.Sehingga mereka memiliki hak untuk merujuk isteri mereka dalam
masa iddah tersebut.
Ayat di atas disebutkan bahwa isteri yang ditinggal mati oleh
suaminya, dilarang berhias, berpergian, dan bahkan menerima pinangan
dari lelaki lain sampai 4 bulan 10 hari masa iddahnya selesai.
Di dalam buku Tafsir Al-Usyr Al-Akhir dari Al-Quran disebutkan
bahwa Iddah terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Iddah hamil, maka istri harus menunggu sampai anak dalam
kandungannya dilahirkan, baik itu iddah talak maupun iddah karena
suami telah meninggal dunia
2. Iddah ditinggal mati suami adalah 4 bulan 10 hari
3. Apabila seorang istri diceraikan suami dalam keadaan haid, maka
iddahnya 3 kali haid dan berakhir dengan sucinya ia dari haid ketiga
4. Apabila seorang istri diceraikan tidak dalam keadaan haid, maka masa
iddahnya adalah 3 bulan.
Wanita yang ditalak raj‟i wajib untuk tetap tinggal bersama
suaminya selama masa iddah.Begitu pula bagi suami, ia boleh melihat
serta berduaan dengan istrinya sampai berakhirnya masa iddah. Hal ini
diharapkan agar pasangan tersebut dapat bersatu kembali.Karena rujuk
tidak memerlukan ridha dari sang istri jika ditalak raj‟i. Dan rujuk dapat
diucapkan suami hanya dengan kalimat “Aku merujukmu”, atau jika
terjadi hubungan badan antara suami dan istri yang masih dalam masa
D. Rujuk
Rujuk berasal dari kata Arab yaitu “raj‟ah” yang artinya
kembali.Maka dari itu di dalam perkawinan yang dimaksud dengan rujuk
adalah kembali hidup bersuami isteri yang telah melakukan percerian
dengan jalan talak raj‟i selama masa iddah belum habis juga belum
melakukan akad nikah baru (Basyir, 1980:90).
Jumhur ulama mendefinisikan bahwa rujuk adalah mengembalikan
wanita yang ditalak, selain talak ba‟in (suami diperbolehkan kembali
kepada isterinya dengan akad nikah baru), pada perkawinan selama masa
iddah belum berakhir juga tanpa adanya akad terlebih dahulu.Konsep
rujuk dalam pembahasan ini hanyalah berlaku bagi suami yang melakukan
talak pertama dan talak kedua kalinya kepada isterinya (Hasan, 2003:205).
Yang memiliki hak rujuk menurut ketentuan Al-Qur‟an surat
Al-Baqarah ayat 228 adalah suami, sebagai imbangan hak talak yang
dimilikinya (Basyir, 1980:90). Firman Allah tersebut adalah sebagai
berikut:“… dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menaati
itu, jika mereka para suami itu menghendaki islah…” (Al-Baqarah:228).
Rasulullah SAW juga pernah bersabda untuk menyuruh Umar RA
merujuk isterinya kembali (Hasan, 2003:206).
“Diriwayatkan dari Ibnu „Umar RA, waktu itu ia ditanya oleh seseorang lalu ia berkata: “Adapun anda yang telah mentalak isteri