• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KONFLIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MA’ARIF KOTA MUNGKID - STIE Widya Wiwaha Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MANAJEMEN KONFLIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MA’ARIF KOTA MUNGKID - STIE Widya Wiwaha Repository"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

i

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(2)

ii

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Fuad Yanuar Akhmad Rifai

NIM : 141202585

Program : M agister M anajemen STIE WidyaWiwaha

M enyatakanbahwa TESIS berjudul “MANAJEMEN KONFLIK DI S EKOLAH MENENGAH KEJURUAN MA’ARIF KOTA MUNGKID”secara keseluruhan adalah AS LI hasil penelitian saya kecuali bagian-bagian yang dirujuk sumbernya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, November 2016 Yang menyatakan,

Fuad Yanuar Akhmad Rifai

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(3)

iii

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(4)

iv

PERS EMBAHAN

Rasa syukur kupanjatkan kehadirat Alloh SWT dan teriring ucapan terima kupersembahkan tesis ini kepada :

1. Ayah, Ibu yang sangat mencintai dan sangat saya hormati, terima kasih atas pengorbanan dan semangat serta kasih saying yang tulus.

2. Kakak-kakaku tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan semangat

3. Seluruh keluargaku, dosen serta sahabat-sahabatku dan rekan kerjaku yang selalu member dukungandan doa demi keberhasilan karirku.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatan kehadirat Tuhan Yang M aha Esa, yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga tesis yang berjudul “ MANAJEMEN KONFLIK DI S EKOLAH MENENGAH KEJURUAN MA’ARIF KOTA MUNGKID” dapat diselesaikan. Untuk itu perlu diungkapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Wahyu Widayat, M .Ec selaku pembimbing utama tesis dan Bapak Zulkifli, SE, M M selaku pembimbing II yang dengan sabar yang dengan kesabaran dan ketulusan memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Prof. DR. Abdul Halim, M BA, Ak selaku direktur program M agister M anajemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta, atas kesediaannya untuk memberikan saran perbaikan sekaligus koreksi untuk lebih baiknya tesis ini.

3. Seluruh dosen program M agister M ananjemen STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

4. Seluruh staf karyawan STIE Widya Wiwaha Yogyakarta.

5. Bapak Surais selaku kepala sekolah SM K M a’arif Kota M ungkid, bapak Sugeng Riyadi, M .Eng dan semua staf maupun guru SM K M a’arif Kota M ungkid yang telah membantu dalam penelitian tesis ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa S2 program M agister M anajemen STIE Widya Wiwaha.

7. Segenap rekan-rekan dewan dosen dan karyawan STAIA Syubbanul Wathon M agelang terima kasih doa, dukungan, motivasi, dan arahannya. 8. Ayah, ibu, dan kakak-kakakku serta ponakanku tercinta atas dukungan doa

dan semangatnya terima kasih.

9. Semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu atas semua bantuannya.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(6)

vi

Penulis sangat menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saran, kritik, masukan yang bersifat membangun sangat kami harapkan, semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis, pihak-pihak yang berkepentingan dan pembenahan sistem pendidikan nasional.

Yogyakarta, November 2016

Penulis

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(7)

vii

ABS TRAK

Tesis ini di tulis bertujuan untuk mendeskripsikan tentang : Sumber-sumber konflik, jenis-jenis konflik, dan manajemen penanganan konflik yang terjadi di lingkungan SM K M a’arif Kota M ungkid.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Pendekatan penelitian fenomenologi. Subjek penelitian ini kepala sekolah, komite sekolah dan guru/staf lain. M etode pengumpulan data mengunakan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data mengunakan trianggulasi.

Hasil penelitian yaitu bahwa di SM K M a’arif Kota M ungkid konflik bersumber dari masalah komunikasi, struktur organisasi, dan faktor manusia. Dan manajemen penanganankonflik di SM K M a’arif Kota M ungkid menggunakan strategi kolaborasi, strategi akomodasi, strategi kompromi, dan strategi forcing. Kata kunci : konflik, manajemen konflik

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(8)

viii

Alhamdulillah

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. M aka apabila kamu telah selesai (dari satu

urusan), kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS: Alam Nasyroh 5-7)

Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. M aka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.

(QS : Ar Rohman 33-34)

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAM AN JUDUL... i

HALAM AN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS... ii

HALAM AN PENGESAHAN... iii

HALAM AN PERSEM BAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

HALAM AN M OTTO ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang M asalah ... 1

B. Rumusan M asalah... 4

C. Pertanyaan Penelitian... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. M anfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 6

A. Konflik ... 6

B. Penyebab Konflik ... 10

C. Aktor Konflik ... 11

D. Dinamika Konflik ... 12

E. M anajemen Konflik ... 14

F. Pengertian Konflik dalam Organisasi ... 16

G. Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi ... 17

H. Proses Terjadinya Konflik ... 19

I. Sumber-sumber Konflik ... 20

J. Bentuk-bentuk Konflik ... 21

K. M engatasi dan M engelola Konflik dalam Organisasi ... 24

L. PP NO 19 TAHUN 25 PASAL 91 ... 26

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(10)

x

BAB III M ETODA PENELITIAN... 27

A. Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian ... 27

B. M atoda Penelitian ... 27

C. Sumber Data danTeknik Pengumpulan Data... 28

D. Pengumpulan Data... 29

E. TeknikAnalisis Data ... 29

F. Validitas Data (Keabsahan) ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN... 32

A. Gambaran Singkat Obyek Penelitian... 32

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 32

1. Transkip Wawancara Penelitian ... 32

2. Observasi Penelitian ... 41

3. Sumber-sumber Konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid .... 48

a. Berasal dari masalah komunikasi... 48

b. Berasal dari Struktur Organisasi ... 49

c. Sumber Konflik Berasal dari Persepsi Personal ... 49

4. Jenis-jenisKonflik di SM K M a’arif Kota M ungkid... 50

a. Konflik dalam Diri Sendiri ... 50

b. Konflik Antar Individu... 51

c. Konflik Antar Kelompok ... 51

5. Aktor Konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid ... 52

6. M anajemen Konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid... 53

a. Strategi Kolaborasi ... 53

b. Strategi Akomodasi ... 53

c. Strategi Kompromi... 54

d. Strategi Forcing ... 55

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(11)

xi

BAB V KESIM PULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran... 56

C. Keterbatasan Penelitian... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAM PIRAN

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah. Perkembangan masyarakat modern menuntut bahwa sebagian tugas pendidikan dijalankan oleh institusi yang disebut sekolah. Sekolah merupakan pelaksana pendidikan yang berfungsi untuk mengaplikasikan tujuan, kebijakan, dan manajemen pendidikan. Sebagai sebuah institusi, sekolah menjadi komunitas yang kompleks karena sekolah dihuni oleh berbagai elemen antara lain kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Kompleksitas organisasi sekolah membutuhkan tata kelola yang baik dalam rangka melakukan perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan dan evaluasi untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang berlangsung di Indonesia adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang M aha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Terbentuknya kultur sekolah yang baik dalam kerangka peningkatan kualitas pendidikan banyak ditentukan kemampuan kerja sama yang sinergis diantara elemen-elemen sekolah. Kerja sama yang baik dalam institusi dapat tercipta apabila terjadi gotong royong antar individu dalam mencapai tujuan bersama.

Layaknya suatu organisasi, dunia pendidikan juga tidak lepas dari permasalahan, timbulnya permasalahan tidak hanya datang dari luar sekolah namun dapat pula muncul dan berkembang dari dalam (internal) sekolah. Untuk mengatasi masalah yang berkembang secara internal di sekolah dibutuhkan strategi pemecahan masalah sehingga masalah yang berasal dari dalam sekolah (internal) maupun yan berasal dari luar (eksternal) sekolah dapat terselesaikan dengan baik.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(13)

2

Bentuk permasalahan internal sekolah dapat menyebabkan salah faham, kebencian, masa bodoh (apatis) diantara pihak yang bermasalah. Pemicu timbulnya masalah atau konflik dapat terjadi pada hal yang kecil namun dapat berakibat tajam.

Permasalahan internal sekolah tersebut dapat menjadi konflik tersendiri, jika tidak terselesaikan dapat mengganggu situasi kerja dan pembelajaran. Kegagalan dalam menyelesaikan permasalahan yang menimpa sekolah dapat pula menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sekolah.

M anajemen konflik merupakan salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh pemimpin, manajer bahkan setiap warga negara. Dalam melaksanakan tugas, mereka pasti menghadapi permasalahan, konflik tersebut dapat terjadi antara pemimpin dan para pengikutnya. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan dalam manajemen konflik, mereka tidak akan mampu menyelesaikan konflik yang mereka hadapi.

M enurut Wirawan (2013:1-2 ). Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karekteristik yang beragam. M anusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan ini yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Dari sini ada benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik. Konflik selalu terjadi di dunia, dalam sistem sosial, yang bernama negara, bangsa, organisasi, perusahaan dan bahkan dalam sistem sosial terkecil yang bernama keluarga dan pertemanan, konflik terjadi dimasa lalu, sekarang, dan pasti akan terjadi dimasa yang akan datang.

Dalam lembaga pendidikan sering terjadi konflik baik internal ataupun eksternal yang semua ini akan mempengaruhi keberhasilan suatu lembaga pendidikan. Untuk itu para manajer pendidikan harus paham akan menyelesaikan konflik yang terjadi. Penentu keberhasilan pembangunan pendidikan itu ditentukan oleh tenaga kependidikan sebagai sumber daya

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(14)

3

manusia yang melaksanakan pendidikan. Salah satu tenaga kependidikan yang memiliki posisi strategis dalam penyelenggaraan sistem pendidikan di sekolah adalah pengelola satuan pendidikan yang disebut kepala sekolah. Strategisnya posisi itu menuntut kepala sekolah untuk selalu memperbarui wawasan, kemampuan, ketrampilan dan sikap dalam mengelola satuan pendidikan yang dipimpinnya. Tanpa pembaruan itu, maka kepala sekolah akan selalu ketinggalan jaman, karena perubahan diberbagai sektor pendidikan telah mengglobal dan semakin komplek juga sarat tantangan. Untuk itu kepala sekolah sebagai pengelola satuan pendidikan harus selalu meningkatkan kemampuan pribadi, sosial, dan profesionalisme untuk mengantisipasi tantangan jaman dimasa mendatang.

Beberapa kenyataan yang dihadapi dalam lingkungan pendidikan dari cara pandang, komunikasi, dan cara kerja setiap personel pendidik sering menimbulkan konflik. Biasanya manajer pendidikan konvensional memandang konflik sebagai suatu yang jelek, sehingga harus dihindari. Dalam batas tertentu manajemen konflik yang tepat menjadi potensi luar biasa dalam mendinamisasikan organisasi dalam mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan cara pandang manajemen modern yang memandang konflik sebagai hal yang wajar dan alami, bahkan perlu dimunculkan agar dapat dikelola dengan baik, untuk itu perlu adanya strategi manajemen konflik yang harus dikuasai oleh kepala sekolah atau pemimpin pendidikan.

Penerapan manajemen konflik dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah pada dasarnya juga merupakan wujud dari keinginan pemerintah agar setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan manajemen konflik yang bertujuan agar mutu sekolah memenuhi atau melampui Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan PP No.19 tahun 2005 pasal 91. M eskipun demikian, dalam peraturan pemerintah tersebut belum dijelaskan secara detail prosedur dan untuk mencapai standar minimal yang telah ditetapkan. Disinilah pentingnya sebuah manajemen konflik yang dirancang dan diterapkan oleh sekolah untuk memastikan tercapainya standar mutu yang diharapkan.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(15)

4

Penegasan judul dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dalam interpretasi agar karya ini tidak menjadi kontra produktif di dunia pendidikan. Adapun pengertian istilah manajemen konflik telah diuraikan diatas dan akan diperjelas dalam bab kajian teori. Jadi judul dalam penelitian ini Manajemen Konflik di S MK Ma’arif Kota Mungkid

adalah seni mengelola dan mengatur konflik agar bisa menjadi konflik yang fungsional dan bermanfaat pada SM K M a’arif Kota M ungkid dan dunia pendidikan.

Penelitian ini akan mengurai lebih jauh tentang pola-pola penyelesaian konflik yang terjadi di SM K M a’arif Kota M ungkid berdasarkan teori manajemen konflik. Peneliti mengangkat konflik dan penyelesaian konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid karena penulis melihat ada potensi pemimpin bayangan selain kepala sekolah yang sangat kuat pengaruhnya di internal SM K M a’arif Kota M ungkid dalam kasus ini peneliti menyebut “dua matahari didalam organisasi”

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini secara umum dirumuskan untuk mendeskripsikan tentang konflik yang terjadi di SM K M a’arif Kota M ungkid. Dalam interaksi sosial selalu terjadi konflik baik yang berimplikasi positif maupun negatif, maka dari itu penelitian ini akan mencoba memaparkan konflik itu. Dalam tesis ini, rumusan masalahnya adalah terdapat konflik interpersonil pendidik pada SM K M a’arif Kota M ungkid. Sebagai contoh adanya kekuatan dari anggota atau personil dari SM K M a’arif Kota M ungkid yang mempunyai pengaruh kuat dan sama kuat pengaruhnya dengan kepala sekolah dalam beberapa pengambilan kebijakan.

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana Top M anajemen dalam hal ini Kepala Sekolah mengelola konflik yang terjadi terhadap satuan tugas di bawahnya?

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(16)

5

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang manajemen konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid dan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut: sumber-sumber konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid, jenis-jenis konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid, manajemen penanganan konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan mampu merubah maindset negatif dari berbagai kalangan ketika menghadapi kondisi konflik atau pertentangan;

2. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi rujukan, input atau masukan mengenai pengelolaan konflik kepada berbagai instasi/komunitas yang sedang menghadapi kondisi konflik atau pertentangan

3. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur penelitian akademis kluster masyarakat sipil terutama dalam lingkungan pendidikan; 4. M emberikan sumbangsih pemikiran/literatur terhadap pembenahan sistem

pendidikan nasional.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(17)

6

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konflik

Konflik secara umum artikan dengan percekcokan, perkelahian, perang tanding (duel) yang bentuknya adalah pertentangan atau adu kekuatan fisik antara dua pihak atau lebih. Hal tersebut tidaklah salah karena memang secara material/fisik sifat kebendaan dari konflik termanifestasi dalam fenomena pertentangan fisik tersebut. Hal ini pun ditegaskan dalam New Twentieth Century Dictionary karya Webster (dalam Pruitt dan Rubin, 2004) bahwa “conflict” memang dalam bahasa aslinya memiliki arti “perkelahian, peperangan, atau perjuangan” yang berupa konfrontasi fisik, tetapi seiring berjalannya waktu khasanah arti dari “conflict” pun berkembang atau meluas tidak hanya pada bentuk konfrontasi fisik saja, melainkan menjadi lebih general maknanya sebagai “suatu fenomena ketidaksepakatan tajam atau perbedaan tajam atas suatu kepentingan, ide, opini dan lain sebagainya”.

Selain itu Liliweri dalam buku Prasangka dan Konflik (2005) pun menyumbangkan beberapa terminologi pengertian mengenai konflik sebagai:

1. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu atau kelompok, karena mereka yang terlibat memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, nilai atau kebutuhan.

2. Hubungan pertentangan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau rasa memiliki, sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan.

3. Pertentangan atau pertikaian karena ada perbedaan dalam kebutuhan, nilai, motivasi pelaku.

4. Proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak lainnya, dengan melakukan kekerasan fisik maupun non fisik. 5. Bentuk pertentangan yang sifatnya fungsional, dalam artian

mendukung tujuan suatu kelompok untuk tampil tetapi dilain pihak disfungsional karena menghilangkan tampilan pihak lain.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(18)

7

6. Proses monopoli ganjaran, kekuasaan, hak pemilikan dengan menyingkirkan atau melemahkan pihak lain.

7. Perlawanan yang melibatkan dua pihak atau lebih secara antagonistik (masing-masing menempatkan pihak lain sebagai lawan).

8. Kekacauan rangsangan kontradiktif dalam diri individu

“Karl Marx dalam sebuah karyanya yaitu Economic and Philosopic Manuscript (1844) menegaskan bahwa hal yang abadi di dunia ini adalah Konflik dan Pertentangan”

Konflik secara general artikan dengan percekcokan, perkelahian, perang-tanding (duel) yang lebih mengedepankan adu kekuatan fisik antara dua pihak atau lebih. Hal tersebut tidaklah salah karena memang secara material sifat-sifat kebendaan dari konflik termanifestasi dalam fenomena pertentangan fisik tersebut. Hal ini pun ditegaskan dalam New Twentieth Century Dictionary karya Webster bahwa conflict memang dalam bahasa aslinya memiliki arti perkelahian, peperangan, atau perjuangan yang berupa konfrontasi fisik, tetapi seiring berjalannya waktu kasanah arti dari conflict

pun berkembang dan meluas tidak hanya pada bentuk konfrontasi fisik saja, maknanya menjadi lebih general yaitu suatu fenomena ketidaksepakatan tajam atau perbedaan tajam atas suatu kepentingan, ide, opini dan lain sebagainya. Dalam pengertian tersebut garis besar mengenai konflik yang paling ditekankan oleh Profesor Alo Liliweri adalah perbedaan konflik dengan persaingan. Karena pada dasarnya sulit membedakan mana yang konflik dan mana yang persaingan, karena konflik dan ‘kompetisi’ atau persaingan itu memiliki akar yang sama yaitu untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Perbedaannya terletak pada bentuk intervensi atau gangguan untuk mencapai tujuan tersebut (Liliweri, 2005). Kunci untuk memahami ini adalah rule atau aturan, setiap kompetisi atau persaingan baik formal maupun informal memiliki aturan yang mengatur pihak-pihak yang bersaing memperebutkan tujuan yang dicita-citakannya. Semua pihak dalam kompetisi wajib mengikuti atau melaksanakan aturan tersebut, itu yang disebut kompetisi. Sementara bila

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(19)

8

ada pihak yang melakukan tindakan yang mengganggu pihak lain dengan tidak mematuhi aturan yang telah disepakati disinilah awal terbentuknya

konflik.

Definisi yang lain tetapi memiliki kesamaan dalam mengartikan konflik juga diajukan oleh yayasan Uluangkep yang diketuai (Dwipayana, 2004). Yang memandang konflik sebagai suatu perbedaan sudut pandang yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan manusia bila bermasyarakat, apa yang kita sebut sebagai kebulatan suara, bahkan adalah suatu hal yang mustahil bila kita mempertimbangkan dimensi yang mempengaruhi hidup kita dalam bermasyarakat seperti status, kuasa, kekayaan, usia, peran hingga gender dalam suatu kelompok sosial tertentu. Dalam sisi ini indikator tersebut didalam masyarakat sering menentukan kepentingan kelompok yang berbeda, ketika kepentingan itu bertentangan maka terjadilah konflik (Dwipayana, 2004). Intinya konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang memiliki tujuan yang tidak sejalan.

Diana Francis, sebagai seorang pengamat konflik internasional, melihat konflik sebagai suatu fenomena pertentangan atau perselisihan yang terjadi akibat perbedaan, persinggungan atau pergerakan kepentingan yang tidak sejalan, yang ditimbulkan oleh suatu budaya dominasi dari satu pihak kepada pihak lainnya (Francis, 2002).

Dari beberapa definisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam perjalanannya pengertian dari konflik ternyata sangat luas dan beraneka ragam maknanya. Tetapi untuk lebih memfokuskan lagi pembahasan dari apa yang penulis maksud sebagai konflik dalam tulisan ini, penulis tertarik untuk mengambil definisi konflik yang diutarakan Webster dalam (Pruitt dan Rubin, 2004) yang menyatakan bahwa konflik adalah suatu fenomena ketidaksepakatan tajam atau perbedaan tajam atas suatu kepentingan, ide, opini dan lain sebagainya, atau mengikuti istilah dari Pruitt dan Rubin adalah

perceived divergence of interest yang artinya adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan (Pruitt dan Rubin, 2004), sebagai batasan untuk menjelaskan konflik dalam tesis atau penelitian ini.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(20)

9

Terdapat dua buah kata kunci dari definisi mengenai konflik di atas, yaitu persepsi dan kepentingan. Yang dimaksud persepsi disini adalah bayangan, bagaimana suatu pihak yang berkonflik mampu membayangkan atau mempersepsikan bahwa pemuasan aspirasinya terhalang oleh aspirasi dari pihak lain. Sedangkan kepentingan maksudnya adalah perasaan seseorang mengenai hal yang diinginkan. Perasaan itulah yang biasanya membentuk sikap, tujuan, dan pikiran yang kemudian memunculkan rasa membutuhkan akan suatu hal dari setiap individu. Sebelum kepentingan seseorang bertentangan dengan kepentingan dari pihak lain, maka kepentingan itu harus diterjemahkan terlebih dahulu dalam suatu aspirasi, yang didalamnya terkandung tujuan dan standar (Pruitt dan Rubin, 2004). Tujuan adalah target yang ingin dicapai biasanya ditetapkan sebagai hasil (maksimal) yang relevan untuk dicapai dari suatu hal. Sementara standar adalah ukuran minimal pencapaian suatu hal.

Dan konflik terjadi jika pihak satu dengan lainnya, atau keduanya memiliki persepsi bahwa pemenuhan aspirasi dari salah satu pihak terhalang oleh pemenuhan aspirasi pihak lainnya.

Dari beberapa definisi tersebut terdapat beberapa hal yang sering muncul di dalam suatu fenomena konflik, yaitu adalah :

1. Terdapat aktor/pihak yang terlibat dalam konflik dan yang disebut konflik adalah interaksi yang terjadi antar aktor tersebut.

2. Terdapat tujuan yang dituju oleh tiap aktor/pihak yang berkonflik hal inilah yang disebut sebagai sumber konflik, yang mana tujuan yang dituju oleh pihak-pihak yang berkonflik tersebut saling bersinggungan atau terhalang oleh keberadaan pihak yang menjadi lawannya.

3. Yang terakhir adalah terdapat pertentangan antar pihak-pihak yang berkonflik, yang diakibatkan oleh perbedaan tujuan, kepentingan, aspirasi. Pertentangan adalah inti atau core dari suatu konflik.

Hingga kini mungkin konflik masih banyak dipandang dengan sudut pandang yang negatif. Padahal sebenarnya antara konflik yang teratasi dengan yang tidak teratasi, lebih banyak yang teratasi, damai dan memuaskan semua

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(21)

10

pihak. Disinilah peran pokok dari pengelolaan konflik yang sesungguhnya tidaklah mustahil suatu konflik untuk diselesaikan. Bila kita memandang konflik dengan sudut pandang yang positif maka konsekuensi atau ketakutan negatif dari konflik dapat kita redam. Karena konflik adalah pintu gerbang utama terciptanya suatu perubahan sosial. Konflik adalah sarana yang dapat memfasilitasi bertemunya berbagai kepentingan (rekonsiliasi), dan yang terakhir konflik adalah satu jalan yang dapat mempererat rasa persatuan dan solidaritas kelompok. Fungsi positif dari konflik tersebut benar adanya tanpa mengesampingkan fungsi negatifnya tentu saja. Karena memang hingga kini belum ada yang dapat membantah bila konflik itu benar benar mampu menimbulkan suatu malapetaka (Pruitt dan Rubin, 2004). Bila setiap pihak yang berkonflik tidak mau mengalah atau justru secara sepihak mengambil keputusan yang mengalahkan pihak lawannya, maka seperti yang dikhawatirkan M arx bahwa konflik akan mendorong timbulnya konflik yang lebih lanjut, atau konflik akan mengalami eskalasi ketegangan dan tidak menutup kemungkinan akan berlanjut ke arah yang destruktif seperti makna aslinya. Iordanides and M itsara (2014) hasil penelitian menunjukkan bahwa efek negatif dari konflik pada unit sekolah termasuk gangguan hubungan interpersonal, yang berkontribusi pada penurunan kualitas komunikasi dan kurangnya koordinasi. M akna yang dapat diperoleh ialah, dalam organisasi, komunikasi memiliki peran penting, terutama dalam membentuk organisasi yang efektif dan efisien, makin baik komunikasi mereka, makin baik pula kerjasama mereka.

B. Penyebab Konflik

Potensi terjadinya suatu konflik timbul ketika terjadi kontak antar manusia. Setiap individu pasti memiliki perbedaan entah kepentingan, kebutuhan, tujuan dan lain sebagainya dengan individu lain maupun kelompok lain. Konflik akan selalu ada ketika seorang manusia bertemu dengan manusia lainnya. Batasan makna dari konflik yang dipakai dalam tulisan ini adalah persepsi mengenai perbedaan kepentingan, dimana konflik akan terjadi jika

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(22)

11

suatu pihak mempersepsikan bahwa pemuasan aspirasinya terhalang oleh aspirasi dari pihak lain (Pruitt dan Rubin, 2004) seperti dijelaskan diatas. Berikut adalah beberapa hal yang mungkin menyebabkan terjadinya konflik (Liliweri, 2005) :

1. Ada sejumlah pihak (individu atau kelompok) yang merasa dibedakan, dipisahkan, dianak-tirikan. Biasanya konteksnya ada pada ikatan agama, bangsa, komunitas, dan lain sebagainya.

2. Tidak adanya interaksi antar anggota suatu kelompok/komunitas. Interaksi biasanya erat kaitannya dengan kontak dan komunikasi, jika suatu kelompok tidak memiliki mekanisme untuk mengatur komunikasi antar anggotanya maka rentan untuk terjadi konflik di dalamnya.

3. Adanya perbedaan posisi atau peran dari para anggota kelompok karena hierarki relasi dalam suatu pekerjaan. Semakin kaku hierarkinya biasanya kemungkinan untuk terjadi suatu konflik akan terbuka.

4. Adanya kelangkaan kebutuhan dan keinginan terhadap sumberdaya, yang membuat banyak orang tidak puas terhadap pemenuhan kebutuhan adalah ketidakadilan dalam distribusi sehingga menimbulkan kelangkaan yang membuka kesepatan kepada konflik. 5. Perbedaan kepentingan antara pihak satu dengan pihak lainnya,

bentuknya bermacam macam bisa dalam bentuk ketidaksepakatan terhadap suatu keputusan, tidak ditampungnya suatu aspirasi/kepentingan dari satu pihak, dan lain sebagainya.

C. Aktor Konflik

Aktor konflik adalah pihak-pihak yang terlibat di dalam suatu konflik (pihak yang berkonflik), bisa individu, kelompok bahkan institusi. M ereka memiliki pola relasi, kekuatan dan kepentingan yang berbeda antar pihak yang satu dengan yang lainnya. Terdapat dua corak konflik yang dapat mengukur ketiga hal tersebut yaitu adalah :

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(23)

12

1. Konflik horizontal : biasanya konflik terjadi antara actor/pihak yang cenderung memiliki level, kekuatan, sumberdaya yang sama, contoh : konflik sampit antara komunitas M adura dengan Dayak, TNI vs Polri, dan lain sebagainya.

2. Konflik Vertikal : konflik yang terjadi antara aktor/pihak yang memiliki kecenderungan berbeda level atau tidak seimbang kekuatan, posisi, sumberdayanya. Contoh : seorang pencuri vs warga kampung, siswa yang menunggak pembayaran vs Sekolahan, nenek pengambil kakao vs pabrik, dan lain sebagainya. Suatu konflik tidak jauh dari kedua corak konflik ini, bisa coraknya salah satu dari kedua konflik ini atau bisa juga gabungan dari keduanya.

D. Dinamika Konflik

Konflik memiliki siklus hidup yang relatif panjang, terdapat kurang lebih lima tahapan hidup yang akan dilalui konflik yaitu (Liliweri, 2005):

1. Prakonflik : situasi awal mula terjadinya konflik, situasi atau peristiwa yang menyulut, awal ketidaksesuaian kebutuhan, nilai, persepsi, kekuasaan dan perasaan antara dua belah pihak atau lebih 2. Konfrontasi : konflik makin terbuka, pernyataan atau pengungkapan

secara terbuka mengenai perbedaan kebutuhan, persepsi, kekuasaan, nilai atau tujuan antara pihak yang berkonflik.

3. Krisis : aktualisasi dalam bentuk tidakan (action) hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya konflik seperti perbedaan tujuan, persepsi, kebutuhan, kekuasaan dan lain sebagainya. Biasanya mengambil bentuk konfrontasi fisik.

4. Akibat : implikasi dari perjalanan panjang aktualisasi konflik, biasanya juga berbentuk respon pasca krisis ketegangan antar pihak yang berkonflik, bentuknya : pernyataan menyerah, negosiasi, mediasi, dan lain sebagainya.

5. Pascakonlik : situasi terakhir dari proses pengelolaan konflik, apakah bertambah baik atau situasi kembali ke kondisi prakonflik.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(24)

13

Intensitas konflik Pruitt dan Rubin dalam karyanya Social Conflict: Escalataion, Stalemate, and Settlement yang menyatakan bahwa konflik dan kerapuhan ada di dalam berbagai sistem, apapun itu sistemnya. Disebut sebagai factorDecay” atau kerusakan/kebusukan adalah hukum yang akan melanda setiap sistem sebaik apapun sistem itu. Factor Decay tersebut akan muncul ditandai dengan kemunculan konflik kepentingan sebagai salah satu indikatornya. Hal ini akan selalu menjadi sebuah ancaman/resiko bagi suatu sistem, karena sifatnya yang uncertainty (tidak terduga). Tetapi bila resiko tersebut dikelola dengan baik, maka dapat meminimalisir kerugian dan bahkan dapat menemukan peluang yang menguntungkan didalamnya. Jadi esensi dari manajemen konflik adalah langkah-langkah untuk meminimalisir kemungkinan buruk dari suatu konflik yang terjadi. Sehingga resiko dapat secara cepat dan tepat terukur untuk mengupayakan solusi terhadap suatu konflik. Konflik sebagai sebuah resiko yang mengancam suatu sistem membutuhkan penanganan yang tepat dalam pengelolaannya. Dalam banyak literatur diungkapkan batasan-batasan ideal resolusi konflik akan lancar bila sebuah sistem dapat mengupayakan tersalurnya aspirasi dari tiap aktor yang berkonflik agar dapat tertampung semua dalam suatu wadah rekonsiliasi yang adil. Terdapat lima tahap pengelolaan konflik (Dwipayana, 2004) :

1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras

2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri prilaku kekerasan melalui suatu persetujuan damai

3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan prilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat konflik

4. Resolusi Konflik, menangani sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama diantara kelompok yang berkonflik

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(25)

14

5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber konflik yang lebih luas dan berusaha merubah kekuatan negatif konflik menjadi kekuatan sosial yang positif.

E. Manajemen Konflik

Setelah interaksi antar aktor, perjalanan dinamika konflik serta sumber konflik dapat dipetakan dalam deskripsi kronologis peta konflik. Aksi selanjutnya adalah me-manage konflik, manajemen konflik adalah usaha mengelola konflik melalui tindakan konstruktif yang direncanakan, diorganisasikan dan dievaluasi dengan tujuan untuk mengakhiri suatu konflik. Banyak literatur mengungkapkan bahwa melalui pengelolaan konflik (manajemen konflik) aspirasi dari tiap aktor yang berkonflik dapat dijamin agar tersalurnya dan tertampung dalam suatu wadah negosiasi yang adil. Blake dan mounton (1962) yang membagi pengelolaan konflik kedalam lima strategi yaitu Forcing, Collaborating, Avoiding, Accommodating dan Compromising.

Kelima strategi tersebut diklasifikasikan berdasarkan kebijakan yang diambil oleh tiap pihak yang berkonflik dengan membandingkan indikator kedalaman tingkat ketegasan (assertivitas) yaitu sejauh mana satu pihak berniat memuaskan dan peduli pada diri sendiri, dan kerjasama (kooperativitas) yaitu sejauh mana satu pihak berniat memuaskan dan peduli pihak lain.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(26)

15

Gambar diatas menunjukkan bagan dari penyelesaian konflik dari Blake dan mounton yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Forcing (M emaksa) adalah strategi memaksakan kehendak kepada pihak lawan. Pihak yang mengedepankan pemenuhan kepentingannya diatas kepentingan pihak lain dan umum. Caranya adalah dengan bertindak tegas menempatkan diri pada posisi tetap/tidak dapat berubah, taktik yang dipakai dalam metode ini memiliki tingkat assertivitas yang tinggi seperti ancaman, hukuman, atau berbagai tindakan sifatnya mendahului pihak lawannya.

2. Avoiding (menghindar): adalah strategi yang melibatkan taktik “penghentian usaha” untuk mengatasi atau memenangkan konflik. Ketika satu pihak yang berkonflik memutuskan untuk membatalkan kepentingan dan tujuannya dalam konflik atau ketika satu pihak yang berkonflik mengundurkan diri dari interaksi ketegangan yang dihadapinya, merupakan aplikasi dari strategi ini.

3. Accommodating (menampung): adalah strategi menurunkan tuntutan, atau tingkat kepentingan dalam konflik serta memberikan ruang bagi pemenuhan kepentingan pihak lawan dengan jalan meletakan kepentingan pihak lawan diatas kepentingan pihaknya sendiri dalam usaha penyelesaian konflik.

4. Compromising (kompromi): adalah strategi menjaga hubungan atau interaksi dengan pihak lawan, melalui usaha memindahkan atau melembagakan ketegangan ke dalam ruang-ruang dialog dua arah untuk kebijakan penyelesaian konflik yang tepat

5. Collaborating (kolaborasi): adalah strategi jalan tengah dengan mendorong tiap pihak yang berkonflik untuk bersepakat mengakomodir kepentingan masing-masing dalam sebuah kesepakatan bersama dan berusaha mencari jalan tengah (alternative) penyelesaian konflik yang tidak merugikan masing-masing pihak.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(27)

16

F. Pengertian konflik dalam Organisasi

Terdapat perbedaan pandangan para pakar dalam mengartikan konflik. Setidaknya ada tigakelompok pendekatan dalam mengartikan konflik, yaitu pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan sosial.

Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain disampaikan oleh Ruchyat dan Winardi. Ruchyat (2001:2) mengemukakan konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang. Senada dengan pendapat ini Winardi (2004:169) mengemukakan konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam individu bersangkutan. Hal ini terjadi jika individu :

1. harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya tarik yang sama-sama,

2. harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan

3. harus mengambil keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya.

Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan sosial adalah seperti yang disampaikan oleh Cummings dan Alisjahbana. Cummings (1980:41) mendefinisikan konflik sebagai suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka. Alisjahbana (1986:139) mengartikan konflik sebagai perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama.

Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan organisasi antara lain dikemukakan oleh para pakar berikut. Luthans (1985) mengartikan konflik sebagai ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi. Dubrint (1984:346) mengartikan konflik sebagai pertentangan antara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Winardi (2004:1) mengemukakan bahwa konflik adalah oposisi atau pertentangan pendapat

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(28)

17

antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Sedarmayanti (2000:137) mengemukakan konflik merupakan perjuangan antara kebutuhan, keinginan, gagasan, kepentingan ataupun pihak saling bertentangan, sebagai akibat dari adanya perbedaan sasaran (goals); nilai (values); pikiran (cognition); perasaan (affect); dan perilaku (behavior). James A. F. Stoner (1986:550) menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan/atau pandangan yang berbeda.

G. Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi

Robbins (2003:137) mengemukakan tiga pandangan mengenai konflik, yaitu pandangan tradisional (Traditional view of conflict), pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict), dan pandangan interaksonis (interactionism view of conflict). Pandangan tradisional menganggap semua konflik buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan disinonimkan dengan istilah kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan demi memperkuat konotasi negatifnya. Konflik memiliki sifat dasar yang merugikan dan harus dihindari. Pandangan tradisional ini menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang, dan kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan. Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu tidak terelakan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan, dan bahkan ada kalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok. Sementara pendekatan hubungan manusia menerima konflik, pendekatan interaksionis mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(29)

18

adalah mendorong pemimpin kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik. Dengan adanya pandangan ini menjadi jelas bahwa untuk mengatakan bahwa konflik itu seluruhnya baik atau buruk tidaklah tepat. Apakah suatu konflik baik atau buruk tergantung pada tipe konflik. Secara teoritik Robbins (1996:438), mengemukakan terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi.

Winardi (2004) menggambarkan pandangan kuno dan pandangan modern tentang konflik yang menjadi pembeda antara konflik masa lalu dan konflik masa kini dalam organisasi.

Tabel yang menunjukkan pandangan terhadap konflik PANDANGAN KUNO PANDANGAN MODERN

Konflik dapat dihindari Konflik tidak dapat dihindari Konflik disebabkan karena adanya

kesalahan manajemen dalam hal mendesain dan manajemen organisasi-organisasi atau karena adanya pengacau-pengacau

Konflik muncul karena aneka

macam sebab, termasuk di dalamnya struktur organisatoris, perbedaan-perbedaan dalam tujuan-tujuan yang tidak dapatdihindari, perbedaan-perbedaan dalam persepsi-persepsi, serta nilai-nilai personalia yang terspesialisasi dan sebagainya

Konflik merusak organisasi yang bersangkutan dan menyebabkan tidak tercapainya hasil optimal.

(30)

19

PANDANGAN KUNO PANDANGAN MODERN

Tugas manajemen adalah meniadakan konflik

Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik, dan pemecahannya hingga dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal

Agar dapat dicapai hasil prestasi organisatoris optimal, maka konflik perlu ditiadakan.

Hasil pekerjaan optimal secara organisatoris, memerlukan konflik

moderate.

H. Proses Terjadinya Konflik

Konflik tidak terjadi secara seketika, melainkan melalui tahapan tertentu. Robbins (2003) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi atau ketidakcocokan potensial; tahap kognisi dan personalisasi; tahap maksud; tahap perilaku; dan tahap hasil.

Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial

Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Demi sederhananya, kondisi ini (yang juga dapat dipandang sebagai kasus atau sumber konflik) telah dikategorikan kedalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Tahap II: Kognisi dan Personalisasi

Jika kondisi yang disebut dalam tahap I mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh, dan sadar akan adanya konflik itu. Tahap II penting karena disitulah persoalan konflik cenderung didefinisikan.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(31)

20

Tahap III: Maksud

M aksud berada diantara persepsi serta emosi orang dan perilaku terang-terangan mereka. M aksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan-konflik: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas), dan berkompromi (tengah-tengah dalam hal) ketegasan dan kekooperatifan.

Tahap IV: Perilaku

Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-terangan menyimpang dari maksud-maksud yang orsinil.

Tahap V: Hasil

Jalinan aksi-reaksi antara pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.

I. S umber-sumber Konflik

Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya. Sumber-sumber konflik organisasi menurut pandangan Feldman, D.C. dan Arnold, H.J. (1983: 513) menyatakan bahwa, konflik pada umumnya disebabkan kurangnya koordinasi kerja antar kelompok/departemen, dan lemahnya sistem kontrol organisasi. Permasalahan koordinasi kerja antar kelompok berkenaan dengan saling ketergantungan pekerjaan, keraguan dalam menjalankan tugas karena tidak terstruktur dalam rincian tugas, perbedaan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(32)

21

orientasi tugas. Sedangkan kelemahan sistem kontrol organisasi yaitu, kelemahan manajemen dalam merealisasikan sistem penilaian kinerja, kurang koordinasi antar unit atau bagian, aturan main tidak dapat berjalan secara baik, terjadi persaingan yang tidak sehat dalam memperoleh penghargaan.

Tosi, H.L. Rizzo, J.R. dan Carrol, S.J. (1990:523) mengelompokkan sumber konflik menjadi tiga yaitu, (1) Individual characteristic, (2)

Situational conditions, (3) Organizations structure. Karakteristik individu meliputi; perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap, keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat. Situasi kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama, perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi, ketidakjelasan bidang tugas. Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi yaitu, spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumber daya, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem penggajian.

J. Bentuk-bentuk Konflik

Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam-macam konflik yang melibatkan individu-individu maupun kelompok-kelompok. Beberapa kejadian konflik telah diidentifikasi menurut jenis dan macamnya oleh sebagian penulis buku manajemen, perilaku organisasi, psikolog maupun sosiologi. Pada hakekatnya konflik terdiri atas lima bentuk, yaitu: 1) konflik dalam diri individu, 2) konflik antar individu, 3) konflik antar anggota dalam satu kelompok, 4) konflik antar kelompok, 5) konflik antar bagian dalam organisasi, dan konflik antar organisasi.

1. Konflik dalam diri individu

Konflik ini merupakan konflik internal yang terjadi pada diri seseorang. (intrapersonal conflict). Konflik ini akan terjadi ketika individu harus memilih dua atau lebih tujuan yang saling bertentangan, dan bimbang mana yang harus dipilih untuk dilakukan. Handoko (1995:349) mengemukakan konflik dalam diri individu, terjadi bila seorang individu

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(33)

22

menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

M enurut Winardi (2004:169), terdapat tiga tipe konflik pada tingkat individu, yaitu:

a. Konflik Mendekat-mendekat (Approach-approach Conflict)

Konflik demikian meliputi suatu situasi dimana seseorang harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya tarik yang sama-sama. Contoh: apabila individu harus memilih antara tindakan menerima sebuah promosi yang sangat dihargai didalam organisasi yang bersangkutan dan menerima pekerjaan baru yang menarik yang ditawarkan oleh perusahaan lain.

b. Konflik Menghindari-menghindari (Avoidance-avoidance Conflict)

Sebuah situasi yang mengharuskan seseorang memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali. Contoh: apabila kita menghadapi pilihan transfer pekerjaan ke kota lain yang berada pada lokasi yang tidak menyenangkan atau di PHK oleh organisasi dimana kita bekerja.

c. Konflik Pendekatan-menghindari (Approach-avoidance Conflict)

Konflik ini meliputi sebuah situasi dimana seseorang harus mengambil keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya. Contoh: apabila seseorang diberi tawaran promosi yang menjanjikan gaji lebih besar, tetapi yang juga sekaligus mengandung tanggung jawab yang makin meningkat dan yang tidak disukai.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(34)

23 2. Konflik antar individu

Konflik antar individu (interpersonal conflict) bersifat substantif, emosional atau kedua-duanya. Konflik ini terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu tertentu, tindakan dan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan.

3. Konflik antar anggota dalam satu kelompok

Setiap kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konflik subtantif terjadi karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda, ketika anggota dari suatu komite menghasilkan kesimpulan yang berbeda atas data yang sama. Sedangkan konflik efektif terjadi karena tanggapan emosional terhadap suatu situasi tertentu.

4. Konflik antar kelompok

Konflik intergroup terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaan persepsi, perbedaan tujuan, dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.

5. Konflik antar bagian dalam organisasi

Tentu saja yang mengalami konflik adalah orang, tetapi dalam hal ini orang tersebut “mewakili” unit kerja tertentu. M enurut M ulyasa (2004:244) konflik ini terdiri atas

a. Konflik vertikal. Terjadi antara pimpinan dengan bawahan yang tidak sependapat tentang cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu. M isalnya konflik antara kepala sekolah dengan guru. b. Konflik horizontal. Terjadi antar pegawai atau departemen yang

memiliki hierarki yang sama dalam organisasi. M isalnya konflik antar tenaga kependidikan.

c. Konflik lini-staf. Sering terjadi karena adanya perbedaan persepsi

tentang keterlibatan staf dalam proses pengambilan keputusan oleh manajer lini. M isalnya konflik antara kepala sekolah dengan tenaga administrasi.

d. Konflik peran. Terjadi karena seseorang memiliki lebih dari satu

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(35)

24

peran. M isalnya kepala sekolah merangkap jabatan sebagai ketua dewan pendidikan.

6. Konflik antar organisasi

Konflik antar organisasi terjadi karena mereka memiliki saling ketergantungan pada tindakan suatu organisasi yang menyebabkan dampak negatif terhadap organisasi lain. M isalnya konflik yang terjadi antara sekolah dengan salah satu organisasi masyarakat.

K. Mengatasi dan Mengelola Konflik dalam Organisasi

Konflik antar individu atau antar kelompok dapat menguntungkan atau merugikan bagi kelangsungan organisasi. Oleh karena itu, pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuan manajemen konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja organisasi. Criblin (1982:219) mengemukakan manajemen konflik merupakan teknik yang dilakukan pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan dasar dalam bersaing. Tosi, et al. (1990) berpendapat bahwa, “Conflict management mean that a manager takes an active role in addressing conflict situations and intervenes if needed. M anajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan (manajer) baik manajer tingkat lini (supervisor), manajer tingkat menengah (middle manager),dan manajer tingkat atas (top manager), maka diperlukan peran aktif untuk mengarahkan situasi konflik agar tetap produktif. M anajemen konflik yang efektif dapat mencapai tingkat konflik yang optimal yaitu, menumbuhkan kreativitas anggota, menciptakan inovasi, mendorong perubahan, dan bersikap kritis terhadap perkembangan lingkungan.

Tujuan manajemen konflik adalah untuk mencapai kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan (Walton, R.E. 1987:79). M engingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian tujuan organisasi, maka

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(36)

25

pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi.

Tidak ada teknik pengendalian konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson, (1996) mengatakan, memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya, dan penerapan manajemen konflik secara tepat dapat meningkatkan kreativitas, dan produktivitas bagi pihak-pihak yang mengalami M enurut Handoko (1992) secara umum, terdapat tiga cara dalam menghadapi konflik yaitu, (1) stimulasi konflik, (2) pengurangan atau penekanan konflik, dan (3) penyelesaian konflik. Stimulasi konflik diperlukan apabila satuan-satuan kerja di dalam organisasi terlalu lambat dalam melaksanakan pekerjaan karena tingkat konflik rendah. Situasi konflik terlalu rendah akan menyebabkan para karyawan takut berinisiatif akhirnya menjadi pasif. Perilaku dan peluang yang dapat mengarahkan individu atau kelompok untuk bekerja lebih baik diabaikan, anggota kelompok saling bertoleransi terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan pekerjaan. Pimpinan (manajer) organisasi perlu merangsang timbulnya persaingan dan konflik yang dapat mempunyai dampak peningkatan kinerja anggota organisasi. Pengurangan atau penekanan konflik, manajer yang mempunyai pandangan tradisional berusaha menekan konflik sekecil-kecilnya dan bahkan berusaha meniadakan konflik daripada menstimuli konflik. Strategi pengurangan konflik berusaha meminimalkan kejadian konflik tetapi tidak menyentuh masalah yang menimbulkan konflik. Penyelesaian konflik berkenaan dengan kegiatan pimpinan organisasi yang dapat mempengaruhi secara langsung pihak-pihak yang bertentangan.

Demikian halnya, Winardi (2004) berpendapat bahwa, manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan; (1) M enstimulasi konflik, (2) M engurangi atau menekan konflik, dan (3) M enyelesaikan konflik. Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. M etode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu; (a)

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(37)

26

memasukkan anggota yang memiliki sikap, perilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku, (b) merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-tugas baru, (c) menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang dialami, (d) meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif, promosi jabatan ataupun penghargaan lainnya, (e) memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.

Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unit/bagian. M etode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok.

Penyelesaian konflik (conflict resolution) merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang konflik. M etode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut Winardi (2004) adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif.

L. PP No 19 tahun 2005 pasal 91.

PENJAMINAN MUTU 1. Pasal 91

(1) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.

(2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. (3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis,dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(38)

27

BAB III

METODA PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SM K M a’arif Kota M ungkid Kab. M agelang, Jl. Letnan Tukiyat M ertoyudan M agelang. (0293) 788802. Alasan penulis melakukan penelitian karena penulis ada akses masuk untuk melakukan penelitian di SM K M a’arif Kota M ungkid. Dan penulis melihat bahwa SM K ini dapat mengelola konflik dengan baik, karena dalam pandangan orang luar SM K M a’arif Kota M ungkid dan tau sejarahnya bahwa dalam internal SM K ini “ ada dua matahari didalam organisasi”.

B. Metoda Penelitian

Ditinjau dari jenisnya penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, M enurut Sutama (2012:61), penelitian kualitatif (qualitative researchatau qualitative study) merupakan penelitian yang menekankan pada upaya investigator untuk mengkaji secara natural (alamiah) fenomena yang tenggah terjadi dalam keseluruhan kompleksitasnya. Penelitian ini menggunakan desain fenomenologi. Penelitian fenomenologi merupakan prosedur yang menghasilkan data kualitatif. Pada dasarnya penelitian fenomenologi adalah upaya untuk memperhatikan makna–makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin dipahami.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kata-kata, hasil wawancara, observasi, hasil analisis dan dokumentasi yang mendukung penelitian ini. Data hasil wawancara diperoleh dari kepala sekolah, komite sekolah, dan guru. Teknik Pengumpulan Data, Wawancara mendalam, Observasi, dan Dokumentasi. Wawancara mendalam yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialok yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara. (Arikunto, 1998:145).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(39)

28

Observasi menghimpun data dan informasi melalui pengamatan atau observasi (observation) dilakukan dengan memperhatikan ,melihat, dan atau mendengarkan orang atau peristiwa. Hasilnya yang telah terungkap selanjutnya dicatat. Sifat prosedur observasi tampak dalam hubungan antara pengamat dan yang diamati, (Sutama, 2012:92). Didalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya, (Arikunto, 1998:149). Teknik Analisis Data, Penelitian tindakan dengan pendekatan kualitatif menggunakan analisis yang bersifat naratif ( Sutama. 2012:151-152 ).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penulis menggunakan motode penelitian kualitatif merupakan metode yang mendeskrisikan hasil penelitian dengan kata-kata tertulis tanpa memanipulasi data. Adapun penulis mengunakan penelitian ini karena penulis akan menggambarkan secara mendalam terkait masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Dengan ini penulis lebih mudah untuk mengetahui dan memahami obyek data penelitian.

C. S umber data dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data adalah dari mana data itu diperoleh dan dalam menentukan sumber data penulis terlebih dahulu menentukan siapa saja individu dalam penelitian yang akan dijadikan sumber data dan dari mana saja data tersebut didapat. Dalam penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu menurut (Husein, 2011) data yang didapat dari sumber utama atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil kuisioner yang dilakukan peneliti.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah kepala sekolah, komite, guru dan staff yang lain di SM K M a’arif Kota M ungkid karena dalam penerapan manajemen konflik disekolah, sebagai top manajemen kepala sekolah adalah yang mempunyai andil sangat besar untuk pengelolaan konflik menjadi konflik fungsional.

Dan penelitian ini juga menggunakan data sekunder menurut (Husein, 2011) adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(40)

29

pihak pengumpul data. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah data yang terkait dengan SM K M a’arif Kota M ungkid.

D. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara untuk memperoleh data dari penelitian, dalam setiap pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi, dokumentasi. Dari beberapa cara itu tidak lepas dari kekurangan dan kelebihan. Untuk mengantisipasi akan ketidaktepatan data dan kemungkinan lain yang tidak diharapkan maka peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data :

Wawancara mendalam atau Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan, adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara (narasumber). (Arikunto, 1998:145).

Observasi menghimpun data dan informasi melalui pengamatan atau observasi (observation) dilakukan dengan memperhatikan, melihat, dan atau mendengarkan orang atau peristiwa. Hasilnya yang telah terungkap selanjutnya dicatat. Sifat prosedur observasi tampak dalam hubungan antara pengamat dan yang diamati, (Sutama, 2012:92).

M etode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya, (Arikunto, 1998:149).

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data penulis lebih menitik-beratkan pada wawancara mendalam dan dokumentasi. Ini dikarenakan penulis mempunyai kendala yaitu waktu untuk melakukan observasi secara menyeluruh.

E. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data, Penelitian tindakan dengan pendekatan kualitatif menggunakan analisis yang bersifat naratif ( Sutama, 2012:151-152 ).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(41)

30

Untuk mengolah dan menganalisis data penelitian yang telah terkumpul dari narasumber terkait, dilakukan tiga langkah yaitu sebagai berikut:

1. Proses klasifikasi

Proses dimana mengelompokkan jawaban dari sumber data dari pertanyaan yang terkait dengan manajemen konflik

2. Proses Kategorisasi

Proses pengelompokan data berdasarkan kategori dan ruang lingkup dari masalah penelitian.

3. Proses Intrepretasi

Proses mencari persamaan maupun perbedaan dari aspek-aspek jawaban masalah sehingga bisa ditarik kesimpulan.

M enurut Zaenal Arifin, “triangulasi adalah penggunaan berbagai metode dan sumber daya dalam pengumpulan untuk menganalisa fenomena yang saling berkaitan dari perspektif berbeda. Triangulasi meliputi 4 hal yaitu triangulasi metode, triangulasi antar peneliti, triangulasi data, dan triangulasi teori.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan manajemen konflik di SM K M a’arif Kota M ungkid.Dengan keterbatasan waktu tetapi penulis melakukan observasi data pada obyek penelitian dan melakukan kegiatan secara mendalam dan menyeluruh dengan melakukan wawancara kepada pihak yang terkait yang dapat membantu dalam ketersediaan data yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan pengecekan dengan cara diperbandingkan hasil wawancara, hasil observasi dan hasil dokumentasi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kebenaran dan keserasian data yang didapat dari ketiga teknik pengumpulan data dalam penelitian.

F. Validitas data (Keabsahan)

Validitas data adalah sebuah cara untuk mengetahui tingkat ketepatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. M enurut Emzir, 2010 ketepatan alat ukur dalam penelitian kualitatif dikatakan valid jika data yang diambil sama dengan apa yang terjadi dengan kenyataan didalam obyek penelitian.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(42)

31

M enurut Lincoln dan Guba (2008) empat kriteria keabsahan penelitian kualitatif adalah :

1. Kredibilitas (Credibility)

Kriteria kredilitas penelitian kualitatif adalah kredibel atau dapat dipercaya dari perspektif partisan dalam penelitian tersebut.Karena dalam perspektif ini tujuan penelitian kualitatif adalah untuk mendeskripsikan atau memahami fenomena dari partisipan.

2. Transferabilitas (Transferability)

Kriteria merujuk pada tingkat kemampuan hasil penelitian kualitatif dapat digeneralisir atau ditransfer kepada konteks dan atau settingan lain.

3. Dependabilitas (Dependability)

Perlunya peneilti menekankan terhadap konteks yang berubah-ubah dalam penelitian yang dilakukan. Peneliti bertanggung jawab terhadap perubahan yang terjadi dalam settingan dan bagaimana pengaruh perubahan itu terhadap penelitaian tersebut.

4. Konfirmabilitas (Confirmability)

Kriteria ini merujuk pada objektivitas penelitian atau kemampuan hasil penelitian untuk dikonfirmasi kepada orang lain.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(43)

32

BAB IV

HASIL PENELI TIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran S ingkat Obyek Penelitian

SM K M a’arif Kota M ungkid berdiri tahun 1987 yang dipimpin oleh Bapak Soegeng Iskandar. Sekolah memberikan kesempatan pendidikan kepada masyarakat dengan membuka 2 program keahlian yaitu Teknik Kelistrikan dan Teknik Pemesinan. Untuk menyelaraskan keinginan masyarakat tentang program keahlian Pemesinan, sejak tahun 1990 SM K M a'arif hanya membuka 1 program keahlian yaitu Teknik Pemesinan.Pada tahun 2000 Bapak Soegeng Iskandar wafat kemudian tampuk kepemimpinan SM K M a'arif Kota M ungkid dilanjutkan oleh Bapak Drs. Sugeng Riyadi sampai tahun 2010.Dari tahun ke tahun kepercayaan baik dari yayasan, Direktorat Pendidikan, Dinas Pendidikan serta masyarakat Kab. M agelang semakin meningkat, terbukti dari beberapa dana bantuan pendidikan baik dari Pusat, Propinsi ataupun Kabupaten yang diberikan kepada SM K M a'arif Kota M ungkid. Pada tahun 2010 bapak Sugeng Riyadi dimutasi ke Disdikpora Kabupaten M agelang maka kepala sekolah beralih ke bapak Surais.

SM K M a’arif Kota M ungkid beralamatkan Jl. Letnan Tukiyat, Sawitan, M ungkid, M agelang, Jawa Tengah 56511, Indonesia.Sekarang ada beberapa prodi yaitu pemesinan, otomotif, informatika dan teknik kimia.

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Transkip Wawancara Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknis analisis triangulasi. Data yang digunakan peneliti merupakan merupakan data primer. Proses pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, kemudian data diobservasi dan tahap akhir dokumentasi data selanjutnya untuk dilakukan pembahasan terhadap data yang diperoleh. Dari hasil penelitian tersebut

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

(44)

33

didapat data hasil wawancara mendalam dari narasumber kepala sekolah, komite, guru dan staff yang lain disajikan sebagai berikut :

Peneliti : Seberapa besar potensi konflik itu terjadi di SMK Ma’arif Kota Mungkid?

Komite SG : Potensi konflik selalu ada karena di SMK Ma’arif kota mungkid itu selain kepala sekolah ada staf senior yang berpengaruh besar dan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap guru-guru. Dan itu sudah berlangsung dari jaman saya menjadi kepala sekolah.

Peneliti : Kenapa itu bisa terjadi dan bagaimana meminimalisir, pak?

Komite SG : Itu terjadi karena staf senior itu merasa yang paling berhak atas sekolah ini, beliau adalah staff paling senior dan merupakan orang yang ikut mendirikan SMK Ma’arif Kota Mungkid. Untuk meminimalisirnya saya saat menjadi kepala sekolah

selalu menjalankan diskusi dan sebisa mungkin

menganggap beliau partner untuk mencari solusi

untuk menyelesaikan masalah.

Kepala Sekolah : Kadang konflik itu terjadi bilamana komunikasi kurang baik antara kepala sekolah terhadap staff senior dan guru yang lain. Jika terjadi perbedaan pendapat yang tajam yang menjadi kontradiksi maka

saya sebagai kepala sekolah melakukan langkah

untuk membuat ruang diskusi untuk mencari

informasi dan mencari suatu solusi dari semua

pihak.

Komite J : Yang saya tau kepala sekolah telah paham akan potensi konflik dengan staff yang berpengaruh itu dan saya sebagai komite sering memberikan masukan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rincian biaya pembuatan produk adsorben minyak dari limbah lateks berpengisi pelepah pisang dengan kemampuan adsorpsi hingga 5 kali bobotnya mampu bersaing

Kerjasama dari orang tua untuk membentuk karakter anak sangat penting, orang tua sebagai orang yang paling sering berinteraksi dan mempunyai hubungan terdekat

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK MENINGKATKAN MINAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VII DI SMP IBNU SINA BLIMBING MALANG SKRIPSI Diajukan Kepada

[r]

Adapun pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan meto e mau hu‟i Yaitu menghimpun seluruh a at al- Qur‟an yang memiliki kesatuan makna atau maksud yang

Kegiatan yang dilaksanakan selama Kuliah Kerja Nyata dilaksanakan di Kelurahan Baran, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang sesuai dengan perencanaan program yang

Berarti norma deskriptif tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku seorang wajib pajak orang pribadi pengusaha yang terdaftar di KPP Pratama Surakarta terhadap

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP