• Tidak ada hasil yang ditemukan

Christine Juniartha dan Ludovicus Sensi Wondabio. Program Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Christine Juniartha dan Ludovicus Sensi Wondabio. Program Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstrak"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENERAPAN PSAK 10 (REVISI 2010) TENTANG PENGARUH PERUBAHAN KURS VALUTA ASING PADA PERUSAHAAN MINYAK DAN GAS

BUMI: STUDI KASUS PADA PT PERTAMINA (PERSERO)

Christine Juniartha dan Ludovicus Sensi Wondabio

Program Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia E-mail: christine.juniartha@gmail.com

Abstrak

Skripsi ini membahas dampak penerapan PSAK 10 (Revisi 2010) di PT Pertamina (Persero). PT Pertamina (Persero) merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi serta merupakan salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Efektif mulai 1 Januari 2012, PT Pertamina (Persero) menerapkan PSAK 10 (Revisi 2010) dimana penerapan tersebut menyebabkan perusahaan harus mengevaluasi kembali mata uang fungsionalnya sesuai dengan indikator-indikator dalam PSAK 10 (Revisi 2010). Kompleksitas sifat bisnis perusahaan minyak dan gas bumi serta arus kas dalam berbagai mata uang menyebabkan pengidentifikasian mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) cukup rumit. Penerapan PSAK 10 (revisi 2010) menyebabkan perubahan secara mendasar pada kerangka laporan keuangan perusahaan. Selain dampak terhadap mata uang fungsional, dampak lain dari penerapan PSAK 10 (Revisi 2010) antara lain adalah dampak terhadap pencatatan akuntansi, penyajian laporan keuangan, dan pelaporan perpajakan.

THE IMPACT OF IMPLEMENTATION OF PSAK 10 (REVISED 2010) ON THE EFFECTS OF CHANGES IN FOREIGN EXCHANGE RATE IN OIL AND

GAS COMPANY: CASE STUDY IN PT PERTAMINA (PERSERO)

Abstract

This thesis focuses on the impact of implementation PSAK 10 (Revised 2010) in PT Pertamina (Persero). PT Pertamina (Persero) is the only state-owned enterprise (SOE) which is engaged in oil and gas industry and one of the largest state-owned enterprises in Indonesia. Effective from January 1, 2012, PT Pertamina (Persero) applied PSAK 10 (Revised 2010) that has caused the company to re-evaluate its functional currency in accordance with the indicators in PSAK 10 (Revised 2010). The complexity of business nature in oil and gas companies as well as cash flows in different currencies caused the identification of functional currency of PT Pertamina (Persero) to be quite complicated. The Implementation of PSAK 10 (Revised 2010) causes fundamental changes in corporate financial reporting framework. Besides the impact on the functional currency, other effects of the implementation of PSAK 10 (Revised 2010) includes the recording currency, financial statements presentation, and tax reporting.

Keywords:

Functional Currency; Presentation Currency; PSAK 10 (Revised 2010); Recording Currency; Remeasurement; Tax Reporting.

Pendahuluan

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan standar akuntansi keuangan di Indonesia yang mengadopsi standar akuntansi keuangan internasional yaitu

(2)

International Financial Reporting Standard (IFRS). Adapun strategi konvergensi yang dilakukan di Indonesia adalah gradual strategy atau dilakukan secara bertahap. Dengan dilakukannya proses konvergensi IFRS ini, entitas-entitas bisnis yang memiliki akuntabilitas publik harus menerapkan standar akuntansi keuangan yang sebagian besar telah dikonvergensi dengan IFRS. Salah satu entitas bisnis yang berakuntabilitas publik adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Khusus untuk BUMN, penggunaan standar akuntansi keuangan yang diterima umum di Indonesia diwajibkan dalam intruksi Menteri BUMN RI nomor SE-05/MBU/2009.

Sebagaimana amanat dari Kementerian BUMN tersebut, maka seluruh Direksi BUMN harus menyiapkan konvergensi IFRS secepat dan sebaik mungkin. PT Pertamina (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang bisnis pengolahan dan pemasaran Bahan Bakar Minyak dan Non Bahan Bakar Minyak. Sebagai BUMN yang memiliki visi “Menjadi Perusahaan Energi Berkelas Dunia”, maka implementasi IFRS untuk menghasilkan pelaporan keuangan yang berstandar internasional merupakan suatu keharusan.

PT Pertamina (Persero) memiliki sifat bisnis yang relatif kompleks mulai dari aktivitas hulu (eksplorasi) sampai dengan hilir (penjualan minyak) dan memiliki banyak anak perusahaan (subsidiaries) baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kompleksitas sifat bisnis tersebut membuat PT Pertamina (Persero) menghadapi tantangan dalam rangka penerapan PSAK berbasis IFRS. Salah satu penerapan PSAK yang berpengaruh paling signifikan bagi PT Pertamina (Persero) adalah penerapan PSAK 10 (Revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing yang telah berlaku efektif mulai 1 Januari 2012.

Bagi PT Pertamina (Persero), penerapan PSAK 10 (revisi 2010) merupakan penerapan PSAK yang bersifat high implementation effort or complexity dan high financial statement impact. Dikatakan demikian karena kompleksitas tersebut bukan hanya dalam penerapan PSAK itu sendiri, namun juga karena ketidakpastian hukum akibat adanya dua peraturan yang saling bertolak belakang antara regulasi perpajakan dengan ketentuan dalam PSAK 10 (revisi 2010). Selain itu, keputusan untuk merubah mata uang penyajian yang semula menggunakan mata uang Rupiah menjadi mata uang USD juga memerlukan effort yang besar karena sistem informasi manajemen belum memadai untuk menyajikan laporan keuangan menggunakan mata uang selain Rupiah.

Langkah pertama dalam penerapan PSAK 10 (revisi 2010) adalah penentuan mata uang fungsional entitas PT Pertamina (Persero). PSAK 10 (revisi 2010) mengatur bahwa perusahaan harus menggunakan mata uang fungsionalnya dalam pencatatan transaksi

(3)

keuangan.Mata uang fungsional merupakan mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi adalah lingkungan entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas (PSAK 10 (revisi 2010)). Analisa terhadap mata uang fungsional perusahaan harus meliputi bisnis PT Pertamina (Persero) secara keseluruhan dari mulai aktivitas hulu hingga aktivitas hilir dan operasional perusahaan. Setelah mata uang fungsional perusahaan selesai ditetapkan, maka seluruh transaksi keuangan diukur dan dicatat menggunakan mata uang fungsional.

Hasil assessment yang dilakukan manajemen menghasilkan keputusan bahwa mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) adalah mata uang Dolar Amerika Serikat. Hasil tersebut berdasarkan tiga fakta. Pertama, PT Pertamina (Persero) memiliki harga jual produk dari 6 (enam) unit bisnis utama mengacu pada harga publikasi yang didenominasikan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat. Kedua, biaya bahan baku dan pembelian produk mengacu pada harga publikasi yang didenominasikan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat. Ketiga, pendanaan yang bersumber dari obligasi dan pinjaman bank didenominasikan dalam mata uang Dolar Amerika Serikat.

Penerapan PSAK 10 (revisi 2010) tidak hanya memberi dampak terhadap penentuan mata uang fungsional, namun entitas juga harus menentukan mata uang penyajian laporan keuangan konsolidasian. Perbedaan mata uang pencatatan dengan penyajian akan berdampak pada munculnya laba rugi selisih kurs di dalam laporan keuangan. Oleh karena itu manajemen PT Pertamina (Persero) harus mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan mata uang penyajian laporan keuangan konsolidasian perusahaan.

Sehubungan standar akuntansi keuangan yang telah diterapkan oleh PT Pertamina (Persero) mulai 1 Januari 2012, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses penerapan PSAK 10 (revisi 2010) serta dampak yang timbul akibat penerapan PSAK 10 (revisi 2010) pada PT Pertamina (Persero) terhadap penentuan mata uang fungsional, pencatatan akuntansi, penyajian laporan keuangan, dan pelaporan perpajakan.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengadakan penelitian perpustakaan untuk mengumpulkan literatur dan bahan tulisan lain yang ada hubungannya dengan penelitian. Literatur yang digunakan seperti Standar Akuntansi Keuangan, peraturan

(4)

perpajakan, tesis, artikel, serta text book yang terkait dengan objek penelitian.

2. Penelitian lapangan, dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan terkait dengan penelitian dengan meninjau langsung perusahaan yang bersangkutan. Teknik penelitian lapangan dibagi menjadi:

a. Diskusi atau tanya jawab secara langsung dengan para karyawan yang berkecimpung langsung dalam objek penelitian ini, yakni penerapan PSAK 10 (revisi 2010).

b. Studi arsip dan dokumen perusahaan, yaitu teknik pengumpulan data atau informasi internal perusahaan yang berasal dari data yang tersimpan dalam bentuk dokumen, memorandum/surat keluar, tata kerja organisasi, hasil kajian manajemen, dan pedoman akuntansi perusahaan. Dokumen pendukung lainnya yaitu company profile, laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan, struktur organisasi, dan lain sebagainya.

Tinjauan Teoritis

PSAK 10 (revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing diterapkan efektif mulai tanggal 01 Januari 2012, penerapan dini diperkenankan. Tujuan diterbitkannya PSAK 10 (revisi 2010) adalah menjelaskan bagaimana memasukkan transaksi dalam mata uang asing dan kegiatan usaha luar negeri ke dalam laporan keuangan entitas dan bagaimana menjabarkan laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian. Ruang lingkup PSAK 10 (revisi 2010) diterapkan pada:

1. Akuntansi transaksi dan saldo dalam mata uang asing, kecuali transaksi dan saldo derivatif yang termasuk dalam ruang lingkup PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran;

2. Menjabarkan hasil dan posisi keuangan dari kegiatan usaha luar negeri yang termasuk dalam laporan keuangan entitas dengan cara konsolidasi, konsolidasi proporsional, atau metode ekuitas; dan

3. Menjabarkan hasil dan posisi keuangan suatu entitas ke dalam mata uang penyajian. PSAK 10 (revisi 2010) mengadopsi hampir seluruh pengaturan dalam IAS 21 The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates. Sebelumnya, sampai dengan tanggal 31 Desember 2011, Standar Akuntansi Keuangan yang mengatur tentang transaksi dalam mata uang asing dan mata uang pelaporan adalah:

(5)

2. PSAK 11 (1994): Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing; 3. PSAK 52 (1998): Mata Uang Pelaporan;

4. ISAK 4 (1997) : Interpretasi atas Paragraf 20 PSAK 10 tentang Alternatif Perlakuan yang diizinkan atas Selisih Kurs.

Terhitung mulai 01 Januari 2012 seluruh PSAK tersebut dicabut dan digantikan dengan PSAK 10 (revisi 2010) tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.

PSAK 10 (revisi 2010) menyatakan bahwa entitas harus mencatat transaksi dalam mata uang fungsional. Menurut PSAK 10 (revisi 2010), mata uang fungsional adalah mata uang pada lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi adalah lingkungan tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan kas. Definisi tersebut sejalan dengan Baker, Christensen, dan Cottrell (2011) yang menyatakan bahwa mata uang fungsional adalah ”the currency of the primary economic environment in which the entity operates; normally that is the currency of the environment in which an entity primarily generates and receives cash”.

PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 9 menjelaskan faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh entitas dalam menentukan mata uang fungsionalnya, yaitu:

1. Mata uang:

i. Yang paling mempengaruhi harga jual barang dan jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang harga jual barang dan jasa didenominasikan dan diselesaikan); dan

ii. Dari Negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan harga jual barang dan jasa entitas.

2. Mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lain dari pengadaan barang atau jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang yang biaya tersebut didenominasikan dan diselesaikan).

Indikator-indikator pada paragraf 9 merupakan indikator utama yang digunakan manajemen dalam menentukan mata uang fungsional entitas. Apabila manajemen belum dapat menentukan mata uang fungsional berdasarkan indikator tersebut, maka manajemen dapat menggunakan indikator dalam paragraf 10, yaitu:

1. Mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan (antara lain penerbitan instrument utang dan instrument ekuitas).

2. Mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan. Jika indikator tersebut bercampur dan mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen menggunakan pertimbangannya untuk menentukan mata uang fungsional yang

(6)

paling tepat menggambarkan pengaruh ekonomi dari transaksi, kejadian, dan kondisi yang mendasari (Paragraf 12).

PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 38 menyatakan bahwa entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata uang fungsionalnya. Jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional entitas, maka entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian. Misalnya, jika suatu kelompok usaha berisi entitas individual dengan mata uang fungsional yang berbeda, maka hasil dan posisi keuangan setiap entitas dinyatakan dalam suatu mata uang bersama sehingga laporan keuangan konsolidasian disajikan.

Ada dua metode yang digunakan untuk menyajikan kembali laporan keuangan entitas asing ke dalam mata uang penyajian, yaitu penjabaran (translasi) dan pengukuran kembali (remeasurement):

1. Penjabaran adalah metode yang digunakan untuk mengkonversikan akun-akun dalam laporan keuangan ke dalam mata uang penyajian ketika mata uang pencatatan sama dengan mata uang fungsional;

2. Pengukuran Kembali, adalah metode yang digunakan untuk mengkonversi akun-akun dalam laporan keuangan ke dalam mata uang fungsionalnya ketika mata uang pencatatan bukan merupakan mata uang fungsional.

PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 39 mengatur prosedur translasi atau penjabaran ke dalam mata uang penyajian:

1. Aset dan liabilitas (termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi keuangan tersebut;

2. Penghasilan dan beban untuk setiap laba rugi komprehensif atau laporan laba rugi terpisah yang disajikan (termasuk komparatif) dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; dan

3. Semua hasil dari selisih kurs diakui dalam pendapatan komprehensif lainnya.

Metode kedua yang digunakan untuk menyajikan kembali laporan keuangan entitas asing ke dalam mata uang fungsional adalah metode pengukuran kembali atau

remeasurement. Pengukuran kembali akan menghasilkan jumlah yang sama dalam mata uang fungsionalnya seperti yang seharusnya sudah terjadi seandainya pos tersebut telah dicatat awalnya dalam mata uang fungsional. Jika entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatannya dalam mata uang selain mata uang fungsionalnya, maka pada waktu entitas menyiapkan laporan keuangan semua jumlah dijabarkan dalam mata uang fungsional sesuai ketentuan PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 18-24. Prosedur pengukuran kembali diatur secara

(7)

implisit dalam PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 23, yang menyatakan bahwa pada akhir setiap periode pelaporan:

1. Pos moneter mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs penutup;

2. Pos nonmoneter yang diukur dalam biaya historis dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal transaksi; dan

3. Pos nonmoneter yang diukur pada nilai wajar dalam mata uang asing dijabarkan menggunakan kurs pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan.

Kecuali dinyatakan lain, semua perubahan yang dihasilkan dari penerapan PSAK 10 (revisi 2010) diperlakukan secara retrospektif. Dalam PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan paragraf 36 menyatakan jika entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali secara retrospektif atas pos-pos dalam laporan keuangan, maka entitas menyajikan minimal tiga laporan posisi keuangan, dua laporan untuk tiap jenis laporan lainnya, dan catatan atas laporan keuangan. Entitas menyajikan laporan posisi keuangan pada:

1. Akhir periode berjalan;

2. Akhir periode sebelumnya (yang sama dengan awal periode berjalan); dan 3. Permulaan dari periode komparatif terawal.

Pembahasan

PSAK 10 (revisi 2010) mengatur indikator penentuan mata uang fungsional entitas. PSAK 10 (revisi 2010) tidak mengenal mata uang fungsional grup, masing-masing entitas wajib menentukan mata uang fungsionalnya. Oleh karena itu, PT Pertamina (Persero) sebagai induk perusahaan harus mengidentifikasi mata uang fungsionalnya sebelum penerapan efektif PSAK 10 (revisi 2010) yaitu tanggal 1 Januari 2012. PT Pertamina (Persero) menggunakan indikator utama dan indikator tambahan yang diatur dalam PSAK 10 (revisi 2010) dalam mengkaji mata uang fungsional entitas.

Indikator utama yang pertama dalam menentukan mata uang fungsional adalah mata uang yang paling mempengaruhi harga jual barang dan jasa. Berdasarkan laporan keuangan 31 Maret 2011, pendapatan PT Pertamina (Persero) berasal dari penjualan hasil produk kilang, penggantian biaya atas produk kilang yang disubsidi oleh Pemerintah, serta marketing fee. Pendapatan atas produk kilang menguasai total pendapatan yang diperoleh PT Pertamina (Persero). Tabel berikut ini menunjukkan persentase sumber pendapatan PT Pertamina (Persero).

(8)

Tabel 1. Persentase Perolehan Pendapatan PT Pertamina (Persero)

Unit Bisnis dalam Jutaan Pendapatan

Rupiah (%) Pendapatan dalam USD (Equivalent Jutaan Rupiah) (%) Total Penjualan dalam Jutaan Rupiah Fuel Retail 37,907,361 99.948% 19,771 0.052% 37,927,132 Industry & Marine 27,588,245 87.001% 4,122,187 12.999% 31,710,432 Aviation 4,234,482 68.709% 1,928,415 31.291% 6,162,897 Lubricants 2,155,817 83.536% 424,873 16.464% 2,580,690 Domestic Gas 4,567,052 99.317% 31,391 0.683% 4,598,443 Petrochemical 150 0.001% 10,337,724 99.999% 10,337,874

Penjualan dari Unit

Bisnis 76,453,107 81.928% 16,864,361 18.072% 93,317,468

Subsidi 30,838,471 100% - - 30,838,471

Marketing Fees 304,958 100% - - 304,958

Total Penjualan 107,596,536 86.450% 16,864,361 13.55% 124,460,897 Sumber: Data PT Pertamina (Persero) (catatan: telah diolah kembali)

Sumber pendapatan pertama yaitu penjualan dari produksi kilang. Pendapatan dari hasil penjualan produk kilang berasal dari penjualan 6 (enam) unit bisnis PT Pertamina (Persero), yaitu Fuel Retail, Industri & Marine, Lubricants, Domestic Gas, Aviation, dan Petrokimia. Dalam menganalisis mata uang fungsional, PT Pertamina (Persero) menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif merupakan analisis berdasarkan mata uang yang paling mempengaruhi harga jual barang/jasa, sedangkan pendekatan kuantitatif adalah analisis berdasarkan persentase hasil penjualan yang didenominasikan dalam mata uang tertentu. Penentuan mata uang fungsional dalam PSAK 10 (revisi 2010) membutuhkan hasil analisis berdasarkan pendekatan kualitatif. Hasil analisis mata uang yang paling mempengaruhi harga jual barang dari keenam unit bisnis PT Pertamina (Persero) diringkas dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Ringkasan Penentuan Mata Uang Fungsional Unit Bisnis Pertamina

Unit Bisnis Kualitatif Pendekatan Kuantitatif

Fuel Retail

Komponen Harga Jual Fuel Retail: • MOPS à USD

• Alpha Subsidi & Non Subsidi à Rupiah

IDR : USD 99% : 1% Industri & Marine

Komponen Harga Jual Industri & Marine: • MOPS à USD

• Alpha Non Subsidi à Rupiah

IDR : USD 87% : 13% Pelumas Komponen Harga Jual Pelumas: • Lube Base Oil (LBO) dipengaruhi oleh harga

pasar internasional à USD

IDR : USD 84% :16% Gas Domestik Komponen Harga Jual Gas Domestik: IDR : USD

(9)

• CP Aramco à USD • Faktor Konversi à USD • Biaya Distribusi à USD

99% : 1%

Aviasi

Komponen Harga Jual Aviasi: • MOPS à USD

• Biaya-biaya à Rupiah

IDR : USD 69% : 31% Petrokimia

Komponen Harga Jual Petrokimia:

• Harga Jual Dasar dipengaruhi oleh publikasi Internasional à USD

IDR : USD 0% : 100% Sumber: Data PT Pertamina (Persero) (catatan: telah diolah kembali)

Indikator kedua adalah indikator mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya lainnya. Berikut ini analisa mata uang fungsional berdasarkan indikator mata uang yang paling mempengaruhi biaya:

1. Biaya Bahan Baku, sebesar 98.56% biaya bahan baku yaitu minyak mentah (crude oil) dipengaruhi oleh mata uang USD. Acuan harga minyak mentah ditentukan oleh ICP (Indonesian Crude Price), dimana ICP sangat terpengaruh oleh harga minyak dunia yang didenominasi dalam mata uang USD. Komposisi biaya bahan baku minyak mentah mewakili 93% dari total biaya produksi.

2. Biaya Tenaga Kerja, 100% biaya tenaga kerja, yaitu pembayaran gaji dan upah langsung didenominasikan dan diselesaikan dengan mata uang Rupiah.

3. Biaya Overhead, 100% biaya overhead, yaitu biaya konversi (contohnya biaya bahan pembantu) minyak mentah menjadi produk kilang siap jual, didenominasi dan diselesaikan dengan mata uang Rupiah. Biaya overhead termasuk biaya transportasi (freight cost) yang berada dibawah unit bisnis perkapalan. Biaya-biaya yang timbul dari penggunaan kapal adalah sebagai berikut:

• Kapal milik: biaya crew (Rupiah), biaya bunker (Rupiah), dan port charge

(Rupiah);

• Kapal charter: biaya sewa tanker (USD), biaya bunker (Rupiah dan USD), dan port charge (kapal milik asing: USD, kapal milik Indonesia: Rupiah).

Indikator tambahan pertama adalah mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan. Perusahaan terus meningkatkan kegiatan investasi terutama di sektor hulu, hal tersebut menjadi alasan bagi PT Pertamina (Persero) untuk mendapat pendanaan. Pendanaan PT Pertamina (Persero) berasal dari instrumen ekuitas, obligasi, dan pinjaman bank sebagai berikut:

(10)

Sebagai BUMN Non Tbk dan Non Listed, seluruh saham PT Pertamina (Persero) dimiliki oleh Negara. Modal saham yang disahkan (authorized) sebesar 200,000,000 lembar saham biasa, dengan nominal Rp. 1,000,000.00 per lembar saham.

2. Global Bond

PT Pertamina (Persero) menerbitkan globalbond yang digunakan sebagai modal kerja sebesar USD 1.5 milyar pada bulan Mei 2011.

3. Hutang Bank Jangka Panjang (corporate loan)

Hutang bank jangka panjang sebesar 90% didominasi oleh mata uang USD dan hutang bank jangka pendek sebesar 100% dalam mata uang USD.

Indikator tambahan kedua adalah mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan. Penerimaan dari aktivitas operasi, misalnya penerimaan dari penagihan piutang pelanggan, penerimaan kas dari Pemerintah, penerimaan bunga dan dividen dari investasi, penerimaan dari kegiatan operasi lainnya, dan lain sebagainya. Akun kas dan setara kas (baik berupa cash on hand, bank, dan deposito) pada 31 Maret 2011 adalah sebesar 54% dalam mata uang Rupiah dan 46% dalam mata uang USD.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, walaupun mata uang Rupiah merupakan mata uang yang diterima PT Pertamina (Persero) dari hasil penjualan, mata uang yang paling mempengaruhi harga jual produk dan biaya produksi dan bahan mentah yang digunakan PT Pertamina (Persero) adalah mata uang USD. Selain itu, mata uang USD juga merupakan mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan. Dengan berpedoman pada PSAK 10 (revisi 2010) yang menyebutkan bahwa salah satu indikator utama mata uang fungsional adalah mata uang yang paling mempengaruhi harga jual dan bahan baku, maka disimpulkan bahwa mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) adalah USD.

Berdasarkan hasil assessment bahwa mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) adalah USD, maka efektif 1 Januari 2012, PT Pertamina (Persero) perlu menjabarkan dan melaksanakan pembukuan dan pencatatan dengan menggunakan mata uang USD karena PSAK 10 (revisi 2010) mengharuskan mata uang fungsional sama dengan mata uang pencatatan. Transaksi dalam mata uang selain mata uang USD seperti: Rupiah, Yen, Euro, dan sebagainya dianggap sebagai mata uang asing.

Manajemen juga perlu memutuskan apakah mata uang penyajian akan disesuaikan dengan mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) yaitu USD. Sebelum penerapan PSAK 10 (revisi 2010), sampai dengan 31 Desember 2011 mata uang penyajian PT Pertamina (Persero) adalah mata uang Rupiah. Konsep dasar penggunaan mata uang penyajian diatur dalam PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 38 bahwa: “Pada umumnya mata uang penyajian di

(11)

Indonesia adalah Rupiah. Entitas dapat menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata uang fungsionalnya. Jika mata uang penyajian berbeda dari mata uang fungsional entitas, maka entitas menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian”.

Berdasarkan ketentuan PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 38 tersebut, maka entitas diijinkan menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional ataupun mata uang lain selain mata uang fungsional entitas. Akan tetapi, penggunaan mata uang penyajian, baik menggunakan mata uang fungsional atau mata uang lain selain mata uang fungsional, memiliki dampak terhadap beberapa aspek.

Apabila mata uang fungsional dan mata uang penyajian berbeda, nilai buku aset dan kewajiban akan berfluktuasi sesuai nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat:

1. Jika Rupiah terdepresiasi, maka akan menaikkan nilai pelaporan aset dan liabilitas dalam Rupiah yang termasuk ke dalam selisih penjabaran/translasi (Other Comprehensive Income);

2. Jika Rupiah terapresiasi, maka akan menurunkan nilai pelaporan aset dan liabilitas dalam Rupiah yang termasuk ke dalam selisih penjabaran/translasi (Other Comprehensive Income).

PT Pertamina (Persero) harus menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata uang penyajian sesuai dengan ketentuan dalam paragraf 39 PSAK 10 (revisi 2010) apabila ditetapkan mata uang penyajian berbeda dengan mata uang fungsional.

Manajemen PT Pertamina (Persero) akhirnya memutuskan untuk menyajikan laporan keuangan konsolidasian dengan menggunakan mata uang fungsionalnya, yakni USD. Berbagai persiapan dalam penyajian laporan keuangan harus dilakukan oleh manajemen karena perubahan mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) mengakibatkan perubahan secara mendasar (deeplychanges) terhadap kerangka arsitektur pelaporan keuangan, selain itu juga berdampak pada aspek perpajakan dan sistem informasi PT Pertamina (Persero).

Keputusan manajemen untuk menyajikan laporan keuangan menggunakan mata uang USD akan berdampak terhadap sistem pelaporan dan pertanggungjawaban dari manajemen PT Pertamina (Persero) seperti:

1. Pelaporan realisasi Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2012 dengan terlebih dahulu melakukan translasi RKAP dalam mata uang USD;

2. Penyusunan RKAP tahun 2013;

(12)

4. Penyampaian laporan tahunan kepada RUPS yang terdiri dari laporan keuangan dan laporan kegiatan Perseroan;

5. Kewajiban perpajakan Perseroan berupa penyampaian SPT Tahunan PPh Badan dan pembayaran pajak terutang.

Sebagai tindak lanjut atas perubahan mata uang fungsional, PT Pertamina (Persero) telah mengajukan permohonan perubahan RKAP 2012 dan rolling out RJPP 2012-2016 dalam mata uang USD kepada Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Republik Indonesia. Atas permohonan tersebut, segala bentuk penerapan PSAK 10 (revisi 2010) pada PT Pertamina (Persero) telah disetujui oleh Menteri Negara BUMN.

Menurut PricewaterhouseCoopers (PwC) dalam Financial Reporting in the Oil and Gas Industry (2011) menyatakan bahwa: “A change in presentation currency is accounted for as a change in accounting policy and is applied retrospectively, as if the new presentation currency had always been the presentation currency”. PT Pertamina (Persero) telah mengubah mata uang penyajiannya menjadi mata uang USD, sehingga kebijakan akuntansi atas perubahan mata uang penyajian ini dilakukan secara retrospektif. Berdasarkan PSAK 1 (revisi 2009), periode pelaporan dalam penerapan awal PSAK 10 (revisi 2010) yang akan berlaku efektif per 1 Januari 2012 adalah:

1. 01 Januari 2011, sebagai laporan posisi keuangan awal periode komparatif;

2. 31 Desember 2011, yaitu laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas pada akhir periode komparatif; 3. Laporan keuangan triwulanan dan laporan keuangan akhir tahun 2012.

Adapun akun-akun yang perlu diukur kembali adalah akun-akun dalam laporan keuangan 31 Desember 2010 (sebagai saldo awal 01 Januari 2011). Akun-akun dalam laporan keuangan periode 2012 tidak perlu dilakukan pengukuran kembali karena sebagaimana diketahui bahwa PSAK 10 (revisi 2010) berlaku mulai 1 Januari 2012, sehingga mata uang fungsional dan pencatatan sudah sama. Prosedur pengukuran kembali diatur secara implisit dalam PSAK 10 (revisi 2010) paragraf 23. Penentuan saldo awal untuk tujuan pencatatan akuntansi dalam mata uang fungsional dilakukan dengan pengukuran kembali akun-akun laporan keuangan seolah-olah mata uang fungsional tersebut telah digunakan dalam pencatatan transaksi (PSAK 52, 1998, Par. 14).

Penerapan PSAK 10 (revisi 2010) selain memiliki dampak terhadap penyajian laporan keuangan komersial perusahaan, juga memiliki dampak terhadap pelaporan perpajakan. Ketentuan mengenai pembukuan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 yang

(13)

mengatur bahwa pembukuan harus diselenggarakan dengan satuan mata uang Rupiah, walaupun dimungkinkan penggunaan mata uang lain selain Rupiah sepanjang memperoleh izin dari Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.07/2007 mengatur wajib pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah.

Kendala penerapan PSAK 10 (revisi 2010) bagi PT Pertamina (Persero) dalam bidang perpajakan adalah terbentur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 196/PMK.07/2007 tanggal 26 Desember 2007 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.

PT Pertamina (Persero) tidak termasuk ke dalam 7 wajib pajak dalam PMK Nomor 196/PMK.03/2007 sehingga tidak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah. Atas kendala ini, manajemen PT Pertamina (Persero) menyiapkan beberapa alternatif pelaporan keuangan beserta konsekuensinya apabila mata uang yang digunakan dalam pelaporan perpajakan menggunakan USD atau tetap menggunakan Rupiah:

1. Alternatif pertama

Apabila laporan keuangan komersial dan laporan untuk tujuan perpajakan menggunakan mata uang fungsional USD, maka PT Pertamina (Persero) harus mengajukan permohonan ijin kepada Kementerian Keuangan – Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar) agar perusahaan dapat menyampaikan laporan untuk tujuan perpajakan dengan menggunakan mata uang fungsional. Atas pilihan alternatif pertama, terdapat manfaat dan hambatan, yakni:

Manfaat:

a. Audit hanya dilakukan atas satu laporan keuangan Hambatan:

a. Ketidakpastian keputusan dari regulator terkait ijin menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang USD.

b. Sosialisasi dan persetujuan dari shareholders dan stakeholders, sehubungan dengan subsidi, RKAP, dividen, dan lain-lain.

(14)

Gambar 1. Alternatif Solusi Pertama Pelaporan Keuangan dan Perpajakan Sumber: PT Pertamina (Persero)

2. Alternatif kedua

Apabila laporan keuangan komersial dan laporan untuk tujuan perpajakan menggunakan mata uang Rupiah, maka PT Pertamina (Persero) perlu melakukan prosedur penjabaran (translasi) dari mata uang pencatatan USD menjadi mata uang penyajian Rupiah. Atas prosedur translasi ini akan menimbulkan selisih penjabaran atau translation gain or loss yang termasuk ke dalam komponen Other Comprehensive Income. Atas pilihan alternatif kedua, terdapat manfaat dan hambatan, yakni:

Manfaat:

a. Audit hanya dilakukan atas satu laporan keuangan Hambatan:

a. Sosialisasi kepada shareholders dan stakeholders karena laporan posisi keuangan sangat terpengaruh oleh fluktuasi kurs pada setiap akhir periode pelaporan b. Kertas kerja rekonsiliasi pajak memperhitungkan koreksi positif/negatif selisih

kurs penjabaran.

Gambar 4.4 berikut ini menjabarkan pilihan alternatif kedua:

Gambar 2. Alternatif Solusi Kedua Pelaporan Keuangan dan Perpajakan Sumber: PT Pertamina (Persero)

Laporan Keuangan dalam USD (di

MySAP)

Laporan Keuangan Komersial dalam USD

SPT dalam USD

Laporan Keuangan dalam USD (di

MySAP) Laporan Keuangan Komersial dalam IDR Penjabaran Laporan Keuangan dalam IDR (Audited) Penjabaran Laporan Keuangan dalam

IDR (Audited) Koreksi Fiskal (+/-)

LK Fiskal dalam IDR (SPT PPh)

(15)

3. Alternatif 3

Apabila laporan keuangan komersial menggunakan mata uang USD dan laporan untuk tujuan perpajakan menggunakan mata uang Rupiah, maka PT Pertamina (Persero) harus melakukan prosedur penjabaran (translation) dari mata uang pencatatan USD ke dalam mata uang penyajian Rupiah.

Gambar 3. Alternatif Solusi Ketiga Pelaporan Keuangan dan Perpajakan Sumber: PT Pertamina (Persero)

Atas pilihan alternatif ketiga, terdapat hambatan yaitu: Hambatan:

a. Sosialisasi dan persetujuan dari shareholders dan stakeholders, sehubungan dengan subsidi, RKAP, dividen, dan lain-lain.

b. Jika diharuskan, maka audit dilakukan untuk laporan keuangan USD dan special report Other Comprehensive Basis of Accounting Other than Generally Accepted Accounting Principles (OCBOTG)

c. Biaya tambahan untuk special report Other Comprehensive Basis of Accounting Other than Generally Accepted Accounting Principles (OCBOTG).

Dari ketiga alternatif yang dipertimbangkan oleh manajemen diatas, alternatif pertama yaitu laporan keuangan komersial dan laporan untuk tujuan perpajakan menggunakan mata uang USD, dinilai lebih praktis dibandingkan alternatif kedua dan ketiga dengan mempertimbangkan manfaat dan hambatannya. Namun terdapat kendala pada alternatif pertama yakni ketidakpastian keputusan dari regulator. Oleh karena itu, salah satu solusinya adalah PT Pertamina (Persero) harus mengusulkan kepada Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, untuk memberikan revisi atau penambahan wajib pajak yang diijinkan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain Rupiah.

Laporan Keuangan dalam USD (di

MySAP)

Laporan Keuangan Komersial dalam

USD (Audited) Laporan Keuangan

Fiskal dalam IDR Special Report (OCBOTG)

Laporan Keuangan Fiskal dalam IDR

(SPT PPh)

ASUS 7/18/13 11:19 AM

Comment [1]: auditor mengaudit lagi utk laporan keuangan berbasis pajak

(16)

Pada tanggal 2 Februari 2012, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.11/2012 sebagai perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007, dengan menambahkan satu wajib pajak yang diijinkan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, yakni “Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai dengan standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia”.

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan tersebut, pada tanggal 17 Februari 2012 PT Pertamina (Persero) menyampaikan kembali permohonan izin kepada Direktorat Jenderal Pajak. Atas surat permohonan izin tersebut, Direktorat Jenderal Pajak akhirnya memberikan izin kepada PT Pertamina (Persero) untuk menyelenggarakan pembukuan menggunakan satuan mata uang USD dengan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 262/WPJ.19/2012 tentang Pemberian Izin Menyelenggarakan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dolar Amerika Serikat.

Penerapan PSAK 10 (revisi 2010) berdampak pula pada kewajiban pajak perusahaan. Kewajiban pajak seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26, dan PPN/PPnBM tetap dilaksanakan dalam mata uang Rupiah. Sementara untuk kewajiban pajak PPh Badan Pasal 25, penentuan penggunaan mata uang dalam pembayaran angsuran PPh 25 ditentukan oleh manajemen perusahaan. PT Pertamina (Persero) membayar angsuran bulanan PPh 25 dalam Rupiah dengan mengkonversikan pembayaran menggunakan Kurs Menteri Keuangan (KMK) yang berlaku pada tanggal pembayaran, dan disajikan dalam USD dengan mengkonversikan pembayaran dalam IDR menggunakan Kurs Tengah Bank Indonesia (KTBI) yang berlaku pada tanggal pembayaran.

Dampak perpajakan lain atas penerapan PSAK 10 (revisi 2010) adalah sesuai PMK No. 79/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat 2 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Untuk Tujuan Perpajakan, perusahaan yang telah memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat tidak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.

Kesimpulan

PT Pertamina (Persero) telah melakukan analisis terhadap mata uang fungsional perusahaan dalam rangka penerapan PSAK 10 (revisi 2010). Berdasarkan hasil analisis, mata uang fungsional PT Pertamina (Persero) adalah mata uang USD, dimana mata uang USD

(17)

sangat mempengaruhi harga jual dan harga bahan baku. Selain itu mata uang USD juga merupakan mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan dihasilkan. Dampak penerapan PSAK 10 (revisi 2010) terhadap pencatatan akuntansi adalah efektif mulai tanggal 1 Januari 2012, PT Pertamina (Persero) harus menggunakan mata uang fungsional USD sebagai mata uang pencatatan.

PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menyajikan laporan keuangan konsolidasian menggunakan mata uang fungsionalnya, yakni USD. Dalam penyajian laporan keuangan konsolidasian tahun 2012, PT Pertamina (Persero) telah menyajikan laporan keuangan komparatif sesuai ketentuan dalam PSAK 1 (revisi 2009). Untuk menyajikan kembali laporan keuangan komparatif dalam mata uang USD mulai 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011, PT Pertamina (Persero) melakukan prosedur pengukuran kembali atas akun moneter dan non moneter dalam laporan posisi keuangannya.

Dampak penerapan PSAK 10 (revisi 2010) terhadap kewajiban perpajakan perusahaan adalah terbentur PMK Nomor 196/PMK.03/2007 s.t.d.t.d. PMK Nomor 24/PMK.11/2012. PT Pertamina (Persero) telah mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan mata uang USD dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 262/WPJ.19/2012. Kewajiban pajak seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26, PPh 25, dan PPN/PPnBM tetap dilaksanakan dalam mata uang Rupiah. Dampak lain atas penerapan PSAK 10 (revisi 2010) adalah perusahaan tidak dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.

Saran

Penerapan PSAK 10 (revisi 2010) pada PT Pertamina (Persero) telah menetapkan keputusan penting mengenai mata uang fungsional entitas yaitu mata uang Dolar Amerika Serikat (USD). Sistem yang digunakan PT Pertamina (Persero) saat ini tidak mampu menyajikan laporan keuangan dengan mata uang fungsional USD, sehingga perusahaan perlu melakukan investasi sistem baru yang mampu mencatat dan mengolah data keuangan secara

multi-currency. Hal ini akan membantu manajemen PT Pertamina (Persero) dalam melakukan perencanaan, penganggaran, dan pelaporan konsolidasian perusahaan dan entitas anak. Penyusunan pedoman akuntansi, tata kerja organisasi, dan pedoman perpajakan yang baru perlu dilakukan secepatnya agar sesuai dengan PSAK-PSAK yang telah diterapkan oleh PT Pertamina (Persero).

(18)

Bagi perusahaan-perusahaan yang sedang melakukan implementasi PSAK 10 (revisi 2010), harus melakukan analisis penentuan mata uang fungsional perusahaan dengan memperhatikan aspek revenue, cost & expense, dan cash flow, apakah perlu merubah mata uang fungsionalnya atau tidak. Implementasi PSAK 10 (revisi 2010) memerlukan penyesuaian sistem informasi perusahaan yang digunakan demi kesiapan pencatatan dan pengolahan data. Selain itu, komitmen dari manajemen mengenai perubahan mata uang fungsional dibutuhkan dalam menentukan kebijakan dan pengawasan untuk memastikan proses perubahan mata uang fungsional berjalan dengan lancar.

Bagi Pemerintah, hendaknya melakukan harmonisasi antara regulasi dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku sehingga menghindari adanya ketidakpastian hukum bagi perusahaan-perusahaan yang sedang menerapkan PSAK namun terbentur regulasi Pemerintah yang tidak sejalan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Selain itu Pemerintah juga perlu mengakomodasi regulasi-regulasi yang dibutuhkan terutama bagi perusahaan BUMN dalam penerapan PSAK 10 (Revisi 2010).

Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengeksplorasi dampak-dampak penerapan PSAK 10 (revisi 2010) terhadap aspek lainnya, seperti penelitian tentang pengaruh translasi mata uang terhadap pelaporan laba dan ekuitas.

Daftar Referensi

Baker, R.E., et.al. 2011. Advanced Financial Accounting9th ed. McGraw Hill.

Baker, R.E., et al. 2012. Advanced Financial Accounting(An Indonesian Perspective) 2nd ed. Jakarta: Salemba Empat.

Beams, F.A., Z.A. Brozovsky & C.D. Shoulders. 2006. Advanced Accounting, 9th ed., New Jersey: Prentice Hall.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 1 Penyajian Laporan Keuangan. Jakarta: IAI.

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2010. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 10 Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing. Jakarta: IAI

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2002. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2002. Jakarta: Salemba Empat

Kieso, D.E., Weygandt, J.J., Warfield, T.D. 2011. Intermediate Accounting Vol. 1 IFRS Edition. United States: Wiley.

PricewaterhouseCoopers. 2012. Financial Reporting in the Oil and Gas Industry-International Financial Reporting Standards 2nd edition.

(19)

__________________. 2012. A Practical Guide to New PSAKs for 2012.

PT Pertamina (Persero). Pedoman Akuntansi PT Pertamina (Persero) No. A-003/H10300/2010-S4.

PT Pertamina (Persero). Annual Report 2012.

PT Pertamina (Persero). Annual Report 2011.

PT Pertamina (Persero). Consolidated Financial Statement December 31st, 2012.

PT Pertamina (Persero). Interim Consolidated Financial StatementMarch 31st, 2011.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 tanggal 23 Mei 2008.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007.

Shiddarta & Widjaja. 2012. Accounting Outlook March 2012. KPMG www.pertamina.com

Gambar

Tabel 1. Persentase Perolehan Pendapatan PT Pertamina (Persero)
Gambar 4.4 berikut ini menjabarkan pilihan alternatif kedua:
Gambar 3. Alternatif Solusi Ketiga Pelaporan Keuangan dan Perpajakan  Sumber: PT Pertamina (Persero)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan standar akuntansi pemerintahan terhadap kualitas laporan keuangan, sistem pengendalian internal

PDAM Tirta Sukapura dapat terus mengaplikasikan laporan kinerja keuangan berbasis akrual sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)

Judul Tesis : Pengaruh standar akuntansi pemerintah, sistem akuntansi keuangan daerah dan pengendalian internal terhadap kualitas laporan keuangan dengan komitmen

1) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK No. 31 yang menjelaskan tentang pengukuran pendapatan, yaitu pendapatan bunga dan kredit dari aktiva produktif yang

Berdasarkan hasil pra penelitian diperoleh data awal pada siswa program keahlian akuntansi di SMK Negeri 1 Makassar dengan menyebarkan kuesioner melalui 42 orang

Untuk mengetahui Pengaruh secara langsung dan tidak langsung Kompetensi SDM dan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah pada

menarik peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Partisipasi Pimpinan dan Implementasi Standar Akuntansi Pemerinstah terhadap Kinerja Keuangan

Untuk mengetahui metode pengakuan pendapatan dan beban yang diterapkan PT Semen Baturaja Persero Tbk Palembang dan telah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK nomor