• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran pendidikan agama katolik sekolah menengah atas terhadap pengembangan kecakapan emosional siswa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Relevansi pendekatan contextual teaching and learning dalam pembelajaran pendidikan agama katolik sekolah menengah atas terhadap pengembangan kecakapan emosional siswa - USD Repository"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

RELEVANSI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

SEKOLAH MENENGAH ATAS

TERHADAP PENGEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL SISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yuliana Anggorowati

NIM: 061124021

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

(5)

v

MOTTO

“Selidikilah aku, ya Allah, dan kenalilah hatiku,

Ujilah aku dan kenallah segala pikiran-pikiranku.”

(Mzm. 139:23)

“Tidak tahukah kamu, bahwa dalam gelanggang pertandingan semua peserta turut

berlari, tetapi bahwa hanya satu orang saja yang mendapat hadiah? Karena itu larilah

begitu rupa, sehingga kamu memperolehnya!”

(1 Kor 9:24)

“Rencana berhasil oleh pertimbangan; sebab itu,

janganlah berjuang tanpa membuat rencana yang matang.”

(Amz 20:18)

Biarkan diri anda berubah dan tumbuh,

betapapun hal itu tidak nyaman

anda rasakan.

(6)
(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi RELEVANSI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS TERHADAP PENGEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL SISWA dipilih berdasarkan pada pemahaman penulis bahwa kecakapan emosi dalam kehidupan kita sangatlah penting. Begitu pula halnya bagi siswa SMA yang digolongkan ke dalam usia remaja, kecakapan emosi juga sangat penting. Pentingnya kecakapan emosi bagi siswa SMA berkaitan erat dengan penerimaan diri, penghargaan terhadap orang lain dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas. Kecakapan emosional siswa SMA yang sangat penting dalam hidup sehari-hari itu perlu dikembangkan. Pengembangan kecakapan emosi bagi siswa dapat diupayakan secara eksternal maupun secara internal. Upaya secara eksternal salah satunya dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan pada umumnya dan Pendidikan Agama Katolik pada khususnya.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah menemukan dan menggali alasan-alasan yang mendasar mengenai mengapa pembelajaran PAK SMA berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa dan bagaimana pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diterapkan agar relevan untuk mengembangkan kecakapan emosional siswa. Permasalahan pokok ini didalami oleh penulis melalui sumber-sumber pustaka yang mendukung baik mengenai kecakapan emosional remaja dan pengembangannya, pembelajaran PAK SMA, maupun pendekatan CTL sehingga penulis terbantu dalam menemukan pemikiran-pemikiran untuk direfleksikan. Penulis juga terbantu dalam memahami PAK SMA yang utuh yang dapat membantu siswa mengembangkan kecakapan emosinya.

Dari penelusuran studi pustaka, penulis menemukan pandangan pokok mengenai kecakapan emosional siswa dan pengembangannya, pembelajaran PAK SMA yang berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa, dan pendekatan CTL. Sejalan dengan pemikiran Goleman bahwa siswa SMA yang memiliki kecakapan emosional dapat menerima dirinya, dapat berelasi dengan orang lain, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Pembelajaran PAK SMA dalam kurikulum sekarang yang berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa dapat membantu siswa mengembangkan kecakapan emosinya. Melalui pendekatan

(9)

ix

ABSTRACT

The title of this thesis RELEVANCE OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING APPROACH OF CATHOLIC RELIGION EDUCATION LEARNING IN

SENIOR HIGH SCHOOL towards the Development of Students’ Emotional

Competence was selected based on the author’s comprehension that emotional competence in our life is very important. It is as important as to the students in Senior High School who are classified into adolescence age, emotional competence. The importance of emotional competence of the students in Senior High School is closely related to the self-acceptance, respecting other persons and responsibility in conducting any task. The emotional competence of students of Senior High School is very important in daily life and needs improving. The improving of emotional competence of the students can be strived either externally or internally. One of the external effort can be manifested through educational line in generall and Catholic Religion Education in particularly.

The main problem in this thesis was to find and explore the underlying reasons concerning why Catholic Religion Education Learning in Senior High School orients to the development of students’ competence and how Contextual Teaching and Learning (CTL) approach can be implemented in order that it can be relevant to develop students’ emotional competence. This main problem is analyzed by the author through the supporting literature sources, either concern to emotional competence of adolescence and its development, the learning of Catholic Religion Education Learning in Senior High School, or CTL approach. Thus the author feels helping in find out the considerations to reflect. The author is also helped in comprehending. Catholic Religion Education Learning in Senior High School thoroughly of which can help the students to develop their emotional competence.

By exploring relevant literatures, the author found the primary opinion concerning on emotional competence of students and its development, Catholic Religion Education Learning in Senior High School that orients to the development of students’ competence development, and CTL approach. In line with the Goleman’s opinion that students in Senior High School that have emotional competence in accepting themselves, can have relation with other persons, and are responsible for conducting their task. Catholic Religion Education Learning in Senior High School in the contemporary curriculum that orients to the development of students’ competence can help the students to develop their emotional competence.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kuasa karena berkat

kemurahan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul RELEVANSI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS TERHADAP PENGEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL SISWA.

Dalam rangka penyusunan skripsi ini, penulis menemui dan mengalami

berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan dorongan serta

bantuan moril maupun spiritual dari banyak pihak khususnya Dosen Pembimbing,

teman-teman seangkatan dan orang tua maka terselesaikanlah skripsi ini.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus hati

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Y.H. Bintang Nusantara, SFK., M.Hum. selaku dosen pembimbing utama

yang telah memberikan perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis

dengan penuh kesabaran, memberi masukan-masukan dan kritikan-kritikan

sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan

dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku Dosen penguji yang selalu

mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd. sebagai dosen wali yang senantiasa

(11)

xi

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis

selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan

bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini.

6. Sahabat-sahabat mahasiswa khususnya angkatan 2006 yang turut berperan dalam

menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis menjadi pewarta kabar

gembira zaman yang penuh tantangan ini.

7. Kedua orang tua (Bapak Antonius Dalwan Dirjo Pranoto dan Ibu Christina

Sulastri), kakak-kakakku (Yustina Hari Purwanti dan Margaretha Dwi Rina

Wulandari) dan keponakanku (Gabriel Ayota Wicaksono) yang memberikan

semangat dan dukungan moral, material dan spiritual selama penulis menempuh

studi di Yogyakarta. Terima kasih telah menjadi kekuatanku dan menjadi

motivasi aku untuk berhasil dan terus maju, menjadikan aku tetap tegar dan tabah

menjalani hidup ini.

8. Sahabat-sahabatku (Nia, Tiwi, Mba Ratri, Wibi, Wukir, Ratri Wonosari, Nunung

Purworejo, Astri Oktaviani, Dwi Ies); teman-teman kost ASTRI PERMITA

tercinta (Didi, Arum, Lesi, Anna, Yuli, Mba Desy, Rini) thanks untuk petuah-petuahnya dan pengalamannya; thanks untuk persahabatan yang indah, bersama

kalian aku bisa memperkembangkan diri, terima kasih telah menjadi bagian

(12)

xii

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang selama ini dengan

tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun

yang mengupayakan kecakapan emosional remaja melalui pembelajaran PAK SMA.

Yogyakarta, 26 Februari 2011

Penulis

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS………... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR SINGKATAN………... xx

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Penulisan Skripsi... 1

B. Rumusan Permasalahan... 6

C. Tujuan Penulisan... 6

D. Manfaat Penulisan... 7

E. Metode Penulisan... 8

F. Sistematika Penulisan... 9

BAB II.KECAKAPAN EMOSIONAL REMAJA DAN PENGEMBANGANNYA... 11

A. Remaja dan perkembangannya... 11

1. Pengertian Remaja... 12

(14)

xiv

4. Tugas Perkembangan Masa Remaja... 20

a. Tahap Remaja Awal... 22

b. Tahap Remaja Madya... 22

c. Tahap Remaja Akhir... 22

B. Kecakapan Emosional dalam Diri Remaja... 23

1. Pengertian Kecerdasan Emosional Remaja... 24

2. Pengertian Kecakapan Emosional ... 25

3. Pentingnya Kecakapan Emosional dalam Kehidupan Remaja... 27

a. Penerimaan Diri... 27

b. Hubungan dengan Orang Lain... 29

c. Tanggung Jawab Tugas... 29

4. Permasalahan yang Dihadapi Remaja Berkenaan dengan Perkembangan Emosi... 30

a. Permasalahan Internal... 30

b. Permasalahan Eksternal... 31

5. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Penyebab Terjadinya Permasalahan pada Remaja yang Berkaitan dengan Perkembangan Emosinya... 32

a. Faktor Internal... 32

b. Faktor Ekternal... 34

C. Usaha untuk Mengembangkan Kecakapan Emosional Remaja... 36

(15)

xv

a. Mengenali Perasaan Sendiri... 37

b. Menghargai Emosi... 37

c. Penataan Emosi... 38

d. Memahami Emosi Orang Lain... 38

e. Berefleksi/Berkomunikasi dengan Jiwa... 39

2. Usaha Memperkembangkan Kecakapan Emosional Remaja secara Eksternal... 40

a. Peranan Teman Sebaya... 40

b. Peranan Orang Tua... 41

c. Peranan Guru... 42

BAB III. PAK SMA DAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI... 44

A. Latar Belakang PAK SMA yang Berorientasi pada PengembanganKompetensi... 45

1. Paradigma Sekarang tentang Pengembangan Kompetensi Siswa... 46

a. Kecerdasan Verbal/Bahasa... 46

b. Kecerdasan Matematis Logis... 47

c. Kecerdasan Ruang/Visual... 47

d. Kecerdasan Kinestetik/Badani... 47

e. Kecerdasan Musikal... 48

f. Kecerdasan Interpersonal... 49

g. Kecerdasan Intrapersonal... 49

h. Kecerdasan Lingkungan... 49

i. Kecerdasan Eksistensial... 50

j. Kecerdasan Spiritual... 50

2. Paradigma baru tentang Pengembangan Kompetensi Siswa... 51

3. Empat Pilar Pendidikan sebagai Dasar Kurikulum PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kompetensi... 54

a. Learning to Know... 54

(16)

xvi

c. Learning to Be... 55

d. Learning to Live Together... 56

B. Tujuan dan Materi PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kompetensi Siswa... 57

1. Tujuan PAK SMA... 58

2. Materi PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kompetensi Siswa... 60

C. Pembelajaran PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kecakapan Emosional Siswa... 65

1. Unsur-Unsur Pokok Pembelajaran PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kompetensi Siswa... 65

a. Pengalaman Hidup... 66

b. Pengalaman Iman... 67

c. Komunikasi Iman dengan Kitab Suci dan Tradisi Kristiani.... 68

d. Penyadaran Arah Keterlibatan Baru... 69

2. Pendekatan Pembelajaran PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kecakapan Emosional Siswa... 70

3. Peran Guru dan Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran PAK SMA yang Berorientasi pada Pengembangan Kecakapan Emosional Siswa... 72

a. Peran Guru... 73

b. Keterlibatan Siswa... 76

D. PAK sebagai Ruang untuk Mengembangkan Kecakapan Emosi Siswa... 77

1. Segi Kurikulum... 78

2. Segi Guru PAK... 80

3. Segi Siswa... 81

4. Segi Proses Pembelajaran PAK SMA... 82

BAB IV. PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING DAN RELEVANSINYA BAGI PROSES PEMBELAJARAN PAK SMA... 85

(17)

xvii

1. Latar Belakang Munculnya Pendekatan CTL... 86

2. Pengertian Pendekatan CTL... 89

B. Komponen Pendekatan CTL... 91

1. Constructivism... 91

7. Authentic Assesment... 97

C. Langkah-Langkah Pembelajaran PAK dengan Pendekatan CTL... 98

1. Merencanakan Pengajaran... 99

a. Menyusun Karakteristik dan Kemampuan Awal Siswa... 99

b. Menyusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar... 100

c. Menyusun Bahan Pelajaran... 100

2. Melaksanakan Proses Belajar Mengajar... 101

a. Kegiatan Membuka Pelajaran... 101

b. Menggunakan Metode Mengajar... 102

c. Pengelolaan Kelas... 102

d. Interaksi Belajar Mengajar... 102

e. Menutup Pelajaran... 102

3. Mengevaluasi... 103

a. Portofolio... 104

b. Proyek... 104

c. Pertunjukan... 105

d. Tanggapan Tertulis Lengkap... 105

(18)

xviii

1. Visi Bagi tentang Pembelajaran PAK... 107

2. Dengan Pendekatan CTL Pembelajaran PAK SMA Menjadi Lebih Mengasyikkan... 109

3. Dengan Pendekatan CTL Pembelajaran PAK SMA Menjadi Lebih Bermakna... 111

BAB V. USULAN UPAYA PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SEKOLAH MENENGAH ATAS DEMI MENGEMBANGKAN KECAKAPAN EMOSIONAL SISWA... 114

A. Alasan Penerapan Pendekatan CTL sebagai Pendekatan yang Cocok Diterapkan dalam Pembelajaran PAK SMA demi Mengembangkan Kecakapan Emosional Siswa... 115

1. Visi Pendekatan CTL bagi Pembelajaran PAK SMA... 115

a. Sifat Pendekatan CTL yang Holistik... 116

b. Prioritas Pengembangan Kemampuan Siswa... 117

c. Pendekatan CTL Menjadikan Pembelajaran Lebih Mengasyikkan dan Bermakna... 120

2. Komponen Pendekatan CTL bagi Pembelajaran PAK SMA... 122

3. Langkah-Langkah Khas Pendekatan CTL... 124

B. Langkah-Langkah Khas Penerapan Pendekatan CTL dalam Pembelajaran PAK SMA dalam Rangka Mengembangkan Kecakapan EmosiSiswa... 124

1. Menerapkan Visi... 124

2. Menerapkan Komponen Pendekatan CTL... 125

3. Menerapkan Langkah-Langkah Pendekatan CTL pada Pembelajaran PAK SMA... 127

a. Merencanakan Pembelajaran... 127

b. Melaksanakan Proses Belajar Mengajar... 130

c. Mengevaluasi... 138 C. Suatu Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran PAK SMA

(19)

xix

Kecakapan Emosional Siswa... 139

BAB VI. PENUTUP... 149

A. Kesimpulan... 149

B. Saran... 150

(20)

xx

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru dan Kitab Suci Perjanjian Lama: dengan pengantar dan catatan singkat. (Diterima dan diakui oleh Konferensi Waligereja Indonesia). Lembaga Alkitab

Indonesia: Jakarta 2006.

B. Singkatan Lain

AIDS : Aquired Immune Deficiency Syndrome: kumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya kekebalan tubuh

CTL : Contextual Teaching and Learning

DEPDIKNAS : Departemen Pendidikan Nasional

Dsb : dan sebagainya

HIV : Human Immunodeficiency Virus: virus yang secara pelan pelan mengurangi kekebalan tubuh manusia

IQ : Intelligence Quotient, tingkat kecerdasan KBM : Kegiatan Belajar Mengajar

KD : Kompetensi Dasar

KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

NARKOBA : Narkotika dan Obat-Obatan Berbahaya

(21)

xxi

PWI : Panitia Waligereja Indonesia

RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

SK : Standar Kompetensi

SMA : Sekolah Menengah Atas

UNESCO : United Nations Educational Scientific and Cultural

Organization, persatuan organisasi pendidikan ilmu

pengetahuan dan kebudayaan negara-negara di dunia

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Kecakapan emosi sangat penting dalam kehidupan kita. Goleman

(1998:431) menyatakan kecakapan emosi sangatlah penting bagi seseorang dalam

pengendalian diri yang lebih baik, penyelesaian konflik secara lebih efektif, dan

lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas. Emosi menjadi daya

penggerak tingkah laku. Bisa dibayangkan apabila di dunia ini orang yang

mengalami persoalan hidup yang beraneka ragam membiarkan emosinya menjadi

tidak terkontrol, tentu akan memperparah keadaan atau menambah persoalan

hidup yang baru. Hal tersebut bahkan dapat mempengaruhi seseorang dalam

menjalankan tugasnya.

Apabila seseorang tidak memiliki kecakapan emosi, tingkah lakunya akan

menjadi kurang baik. Ekman (2008:186) mengemukakan salah satu bentuk emosi

yang paling berbahaya adalah kemarahan. Kemarahan mencakup banyak hal

berbeda yang berkaitan mulai dari yang halus hingga amukan, misalnya saja

karena rasa sakit hati bisa menimbulkan dendam. Oleh karena itu diperlukan suatu

usaha untuk mengolah emosi secara cakap. Pengolahan emosi secara cakap dapat

memberikan kegunaan baik bagi kita sendiri maupun dalam berelasi dengan orang

lain serta membantu kita bertanggung jawab dalam bertindak dan menjalankan

tugas.

Demikian pula halnya dalam kehidupan siswa SMA, kecakapan emosi

(23)

kebanyakan orang dipandang dalam usia yang rawan. Mengapa hal ini dapat

dikatakan demikian? Beragam masalah dialami oleh remaja. Permasalahan yang

dialami oleh remaja dapat membuat mereka terus berkembang ketika mereka

mampu mengatasinya, namun dapat pula membuat mereka frustasi dan akhirnya

tidak berkembang sebagaimana mestinya. Gunarsa (1987:87) menegaskan

permasalahan yang mereka hadapi dalam usia remaja dapat ditimbulkan oleh

emosionalitas remaja sendiri. Remaja belum mampu menata emosinya, sehingga

mengalami kesulitan bergaul dan mengatasi permasalahan hidupnya.

Seringkali remaja kurang memiliki keyakinan bahwa masalahnya dapat

diselesaikan dengan baik. Remaja menjadi frustasi kemudian nekad melakukan

hal-hal yang tidak pernah diinginkan oleh orang-orang pada umumnya. Mereka

tidak memilih untuk membicarakan permasalahan hidupnya dengan orang-orang

yang dipercayainya. Kebanyakan dari mereka kurang memiliki rasa percaya

kepada orang-orang di sekitarnya untuk membantu menyelesaikan permasalahan

hidupnya, misalnya saja dengan menceritakan segala permasalahan hidupnya

kepada orang yang dianggapnya nyaman untuk dapat membantu mencari jalan

keluarnya. Selain itu, remaja merasa “gengsi” dan malu atau bahkan kurang

berani untuk menceritakan permasalahan hidupnya kepada orang lain yang lebih

dewasa, misalnya saja orang tuanya. Ada juga di antara remaja yang beranggapan

bahwa dirinya dapat menyelesaikan permasalahan hidupnya tersebut tanpa

bantuan orang lain dengan keyakinan bahwa mereka sudah tumbuh menjadi orang

yang dewasa (padahal anggapan tersebut keliru). Sebagai akibatnya bila menemui

(24)

Masalah yang sering mereka alami dan tak kunjung henti datang kepada

mereka dapat membuat remaja putus asa dan tidak berpengharapan. Remaja yang

kurang mendapat perhatian dari beberapa pihak yang dekat dengan kehidupannya,

misalnya remaja yang hidup di tengah keluarga yang sibuk, ketika menghadapi

masalah kurang memiliki teman untuk berbagi mengenai beban hidupnya dan

merasa kesepian sehingga memilih lari dengan teman-teman sebayanya. Tidak

hanya itu, bahkan banyak di antara mereka yang menyalahkan Tuhan dan tidak

percaya lagi kepada Tuhan. Dalam keadaan iman yang tidak stabil ini, mereka

mengandalkan jalan pintas untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya bukan

lagi mengandalkan bimbingan Tuhan. Kurangnya perhatian dan pendampingan

orang tua, guru dan keluarga terhadap perkembangan remaja juga menjadi

“peluang” remaja untuk lari ke jalan pintas.

Banyak pihak beranggapan bahwa remaja harus belajar mandiri termasuk

di dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Ternyata anggapan itu salah

karena remaja masih memerlukan bimbingan dan pendampingan dalam setiap

langkahnya dari orang-orang terdekatnya. Oleh karena itu bimbingan dan

pendampingan bagi remaja ini merupakan tugas yang sangat penting bagi semua

pihak termasuk lembaga pendidikan.

Dalam rangka mengupayakan kecakapan emosi bagi remaja, lembaga

pendidikan merupakan komponen yang penting dalam mempersiapkan remaja

sebagai generasi penerus bangsa. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan nasional

dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan

(25)

sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua

Warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga

mampu proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dari visi

tersebut pendidikan nasional mempunyai salah satu misinya yaitu meningkatkan

kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan

pembentukan kepribadian yang bermoral (Muslich, 2007:2). Dengan kata lain

lembaga pendidikan memberikan prioritas untuk mengembangkan pribadi siswa.

Pembaharuan sistem pendidikan nasional tersebut kemudian diupayakan

melalui kurikulum yang memuat empat pilar kesejagatan yaitu belajar memahami

(learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri

(learning to be onself) dan belajar hidup bersama (learning to live together) (Komkat KWI, 2007:6). Berdasarkan empat pilar ini pendidikan hendak

mengupayakan suatu pembelajaran yang tidak hanya memprioritaskan tentang

pengetahuan saja tetapi pembelajaran itu diupayakan melalui pembelajaran yang

juga turut mengembangkan aspek-aspek yang lainnya yaitu melalui belajar

melakukan, menjadi diri sendiri dan belajar hidup bersama. Dengan demikian

pribadi siswa semakin dikembangkan.

Demikian juga dalam Pendidikan Agama Katolik di sekolah juga terjadi

pembaharuan kurikulum dengan mengikuti Undang-Undang Sistem Pendidikan

Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Pembaharuan yang terjadi dalam Pendidikan

Agama Katolik ini nampak dalam penggunaan kurikulum berbasis kompetensi.

Dalam kurikulum Pendidikan Agama Katolik, salah satu kompetensi dasar yang

dituntut adalah siswa mampu berperilaku dan berkembang dalam kepribadian

(26)

Kompetensi yang dimiliki siswa sebelum masuk sekolah juga menjadi

perhatian utama dalam pembelajaran. Adapun kompetensi yang telah

masing-masing individu miliki adalah sebagai berikut: kecerdasan bahasa, kecerdasan

logika matematika, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan

musikal, kecerdasan antarpribadi dan kecerdasan intrapribadi. Dalam kurikulum

PAK berbasis kompetensi, perhatian utama tidak melulu pada kemampuan

kognitif saja tetapi juga bagaimana mengembangkan emosi secara cakap (Komkat

KWI, 2007:4). Kecerdasan-kecerdasan yang telah disebutkan itu biasa dinamakan

dengan kecerdasan ganda. Kecerdasan ganda yang ditawarkan dalam kurikulum

Pendidikan Agama Katolik sendiri merupakan terapan dari Teori Multiple

Intelligences yang dikemukakan oleh Howard Gardner.

Dalam dunia pendidikan muncul juga penawaran mengenai sebuah

pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL). Pendekatan CTL merupakan suatu pendekatan yang membantu para siswa

menemukan makna dalam pelajaran mereka dengan cara menghubungkan materi

akademik dengan konteks kehidupan keseharian mereka. Penemuan makna dapat

diperoleh melalui pembelajaran yang diatur sendiri, bekerjasama, berpikir kritis

dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi, dan berperan serta

dalam tugas-tugas penilaian autentik. Melalui pendekatan CTL siswa dapat

dibantu tumbuh dan berkembang termasuk bagaimana mengembangkan

kecakapan emosinya.

Dari uraian di atas saya tertarik untuk mencoba mendalami kecakapan

emosional remaja dan pengembangannya melalui proses pembelajaran PAK SMA

(27)

pada pengembangan kompetensi siswa demi mengupayakan kecakapan emosi

siswa SMA. Maka penulis mengambil judul “RELEVANSI PENDEKATAN

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM PENDIDIKAN

AGAMA KATOLIK (PAK) SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

TERHADAP PENGEMBANGAN KECAKAPAN EMOSIONAL SISWA.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa hal yang dijadikan

sebagai masalah dalam penulisan karya ilmiah ini untuk dicari atau ditemukan

jawabannya. Beberapa masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan kecakapan emosional remaja?

2. Mengapa PAK SMA berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa?

3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan Contextual Teaching and

Learning (CTL)?

4. Apakah relevansi Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) bagi

pembelajaran PAK SMA?

5. Bagaimana pendekatan CTL dapat diterapkan bagi pembelajaran PAK SMA

sebagai upaya mengembangkan kecakapan emosi siswa?

C. TUJUAN PENULISAN

Karya tulis ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memaparkan apa yang dimaksud dengan kecakapan emosi.

2. Menguraikan alasan-alasan Pendidikan Agama Katolik Sekolah Menengah

(28)

3. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan pendekatan Contextual

Teaching and Learning (CTL).

4. Mendeskripsikan relevansi Pendekatan Contextual Teaching and Learning

(CTL) bagi pembelajaran PAK SMA.

5. Untuk memberikan gambaran bagaimana pendekatan CTL dapat diterapkan

bagi pembelajaran PAK SMA sebagai upaya mengembangkan kecakapan

emosi siswa.

D. MANFAAT PENULISAN

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagi Siswa-Siswi SMA

Skripsi ini dapat menjadi masukan serta informasi tentang pentingnya

kecakapan emosi dalam hidup sekaligus penyadaran bagi siswa berkaitan dengan

faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan permasalahan pada remaja yang

berkaitan dengan perkembangan emosinya. Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas

dapat mengetahui solusi/cara yang dapat ditempuh ketika menghadapi

permasalahannya baik secara internal (dengan berbagai latihan yang dilakukan

secara pribadi) maupun secara eksternal (dengan bantuan orang lain: teman

sebaya, guru/sekolah).

2. Bagi Guru/Sekolah

Skripsi ini dapat menjadi masukan bagi guru atau sekolah sebagai lembaga

(29)

sehingga akan membantu guru dan sekolah dalam mendampingi serta

mengupayakan agar siswa dapat mengembangkan kecakapan emosinya melalui

proses pembelajaran yang tepat.

3. Bagi Penulis

Bagi penulis, hasil tulisan ini memberikan masukan dan pengetahuan baru

penulis untuk mengetahui hal-hal yang dapat membantu meningkatkan kecakapan

emosi siswa pada umumnya dan melalui pembelajaran Pendidikan Agama Katolik

pada khususnya serta bagimana penerapan proses pengembangan kecakapan

emosi siswa melalui pembelajaran Pendidikan Agama Katolik.

4. Bagi Prodi IPPAK

Penulisan skripsi ini tentunya akan menambah sumber bacaan di

perpustakaan yang dapat dijadikan bahan belajar bersama sehingga menjadi acuan

bagi penulisan lebih lanjut dan menambah wawasan baru.

E. METODE PENULISAN

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis deskriptif yaitu

memaparkan dan menganalisis pemikiran dan gagasan dari sumber-sumber yang

diperoleh. Sumber-sumber diperoleh melalui studi pustaka yang mendukung

penulisan untuk mendapatkan kedalaman wawasan mengenai keseluruhan

permasalahan skripsi yaitu kecakapan emosional remaja, PAK SMA dan

pengembangan kompetensi, pendekatan Contextual Teaching and Learning

(30)

pembelajaran PAK SMA, dan bagaimana penerapan pendekatan CTL dalam

pembelajaran PAK SMA yang berorientasi pada pengembangan kompetensi siswa

dalam rangka mengembangkan kecakapan emosional siswa.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini akan dibagi ke dalam enam (VI) bab. Bab I merupakan bagian

pendahuluan yang akan menguraikan: latar belakang, permasalahan, tujuan,

manfaat, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II memaparkan kecakapan emosional siswa dan pengembangannya

meliputi: remaja dan perkembangannya, kecakapan emosional dalam diri remaja

dan usaha untuk mengembangkan kecakapan emosional remaja.

Bab III memaparkan PAK SMA dan pengembangan kompetensi, dan PAK

SMA sebagai ruang untuk mengembangkan kecakapan emosi siswa.

Bab IV memaparkan pendekatan CTL dan relevansinya bagi pembelajaran

PAK SMA meliputi: pendekatan CTL; latar belakang dan pengertian, komponen,

langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan CTL, relevansi pendekatan

CTL bagi pembelajaran PAK yang berorientasi pada pengembangan kompetensi.

Bab V memaparkan tentang usulan upaya penerapan pendekatan CTL

dalam pembelajaran PAK SMA demi mengembangkan kecakapan emosional

siswa, meliputi: alasan pendekatan CTL sebagai pendekatan yang cocok

diterapkan dalam pembelajaran PAK SMA demi mengembangkan kecakapan

emosional siswa, langkah-langkah penerapan pendekatan CTL pada pembelajaran

(31)

proses pembelajaran PAK SMA dengan pendekatan CTL sebagai upaya

mengembangkan kecakapan emosional siswa.

BAB VI merupakan bagian paling akhir penulisan skripsi ini yaitu bagian

penutup meliputi keseluruhan uraian dalam skripsi ini ditutup dengan kesimpulan,

(32)

BAB II

KECAKAPAN EMOSIONAL REMAJA DAN PENGEMBANGANNYA

Kecakapan sepadan dengan kata kemampuan atau keterampilan.

Kecakapan tidak selalu berarti rupawan dalam hal wajah yang cantik atau tampan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:827) disampaikan bahwa

“pengertian kecakapan adalah mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk

mengerjakan sesuatu.” Kemampuan atau keterampilan itu tidak hanya terbatas

pada kemampuan berbahasa atau keterampilan tangan saja tetapi juga kemampuan

atau keterampilan mengolah emosi dalam hidup sehari-hari.

Kehidupan sehari-hari para remaja yang begitu kompleks dengan

permasalahannya, juga menuntut remaja dapat mengolah emosinya secara

terampil atau cakap. Berkaitan dengan hal ini, sebuah upaya untuk membantu

remaja dalam mengembangkan kecakapan emosinya sangat diperlukan. Oleh

karena itu bab II skripsi ini akan membahasnya dengan pemaparan tentang

kompleksitas hidup remaja dan perkembangannya, kecakapan emosional dalam

diri remaja dan usaha untuk mengembangkannya.

A. Remaja dan Perkembangannya

Banyak hal yang dapat dibahas untuk membicarakan remaja dan

perkembangannya. Berkaitan dengan remaja dan perkembangannya, pada bagian

ini akan disampaikan mengenai pengertian remaja, perubahan yang terjadi pada

(33)

1. Pengertian Remaja

Istilah yang sangat populer untuk mengartikan kata remaja berasal dari

bahasa Latin. Istilah remaja berasal dari kata “adolescere” dan “adolensence”.

Istilah adolescere mempunyai arti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Tumbuh dalam hal ini berarti bahwa remaja mengalami tugas perkembangan yang baru.

Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2004:206).

Siswa SMA digolongkan ke dalam usia remaja. Seperti yang telah

dikemukakan oleh Hurlock (2004:206) “remaja dapat digolongkan berdasarkan

usia awal remaja yaitu pada umur 13 tahun sampai umur 16 atau 17 tahun dan usia

akhir remaja pada umur 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun.” Senada dengan itu

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa “usia remaja biasanya dimulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita.”

Banyak hal yang terjadi ketika seseorang menginjak usia remaja. Hurlock,

(2004:208) menyatakan usia remaja merupakan usia yang bermasalah, sedang

mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, tidak realistik dan sebagai

ambang dewasa.

Remaja dikatakan sebagai usia bermasalah karena pada usia ini beragam

masalah di hadapan mereka. Salah satu permasalahan hidup yang dialami remaja

disebabkan oleh pertumbuhan jasmaninya. Pertumbuhan jasmani yang terjadi

pada diri remaja menimbulkan rasa bangga, malu serta tertekan dalam diri remaja.

Ketika remaja mengalami perkembangan jasmani, remaja biasanya mengarahkan

pandangan pada dirinya sendiri dan lebih sering menjauhi orang lain; belum

(34)

teman sebayanya yang dianggap sebagai teman bertukar pikiran yang nyaman

karena teman sebaya merupakan teman yang sedang mengalami hal yang sama.

Untuk mencari penjelasan tentang perubahan yang terjadi dalam dirinya

kadangkala remaja secara sembunyi-sembunyi mencari informasi yang tidak

mendidik. Banyak remaja yang mengalami kesulitan menghadapi persoalan

hidupnya karena pada masa kanak-kanak persoalan yang mereka hadapi seringkali

diselesaikan oleh orang yang lebih dewasa, sebaliknya pada masa remaja mereka

merasa diri mandiri.

Remaja sedang mencari identitas maksudnya remaja tidak lagi sama

dengan teman-temannya dalam segala hal dan biasanya ditunjukkan dengan

menggunakan simbol status. Dengan kata lain pengertian remaja adalah individu

yang masih mencari jati diri.

Remaja dapat menimbulkan ketakutan tersendiri. Bagi remaja sendiri,

pertumbuhan dan perkembangan yang dialaminya terkadang membuatnya tidak

nyaman (Riberu, 1984:48). Sedangkan bagi orang dewasa usia remaja yang

dianggap rawan akan pengaruh negatif dari lingkungannya menyebabkan orang

dewasa harus membimbing dan mengawasi remaja serta tidak bersimpati terhadap

perilaku remaja normal. Dalam hal ini, banyak orang tua atau orang dewasa yang

tidak percaya atau mengandalkan remaja begitu saja.

Remaja mengalami sesuatu yang tidak realistik. Dalam hal ini remaja

cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan

bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak

realistik ini menyebabkan meningginya emosi. Semakin tidak realistik cita-citanya

(35)

Remaja sebagai ambang dewasa maksudnya remaja mulai memusatkan

diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa. Para remaja menjadi

gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan memberikan kesan

bahwa mereka sudah hampir dewasa. Bertindak dan seperti orang dewasa ternyata

belumlah cukup.

2. Masa Remaja sebagai Masa Peralihan

Seseorang digolongkan ke dalam masa remaja apabila sudah melewati

masa kanak-kanak namun ia belum cukup dewasa dalam berbagai hal. Status

remaja yang tidak jelas ini biasa disebut sebagai masa transisi, pancaroba atau

peralihan. Menurut Hurlock (2004:207):

Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak sesuai umurnya.” Kalau remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, ia seringkali dituduh “terlalu besar untuk celananya” dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.

Masa peralihan yang terjadi pada remaja ini tidak berarti terputus atau

berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan sebuah peralihan dari

satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Masa remaja merupakan suatu

masa di saat individu berkembang dari pertama kali menunjukkan tanda-tanda

seksual, mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak

menjadi dewasa serta terjadi peralihan dan ketergantungan sosial ekonomi yang

penuh pada keadaan yang mandiri. Masa remaja merupakan taraf perkembangan

dalam kehidupan manusia, di mana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil

(36)

umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari masa kanak-kanak

menuju ke arah kedewasaan.

Masa remaja sebagai masa peralihan di mana seseorang dapat dikatakan

bukan kanak-kanak lagi dan belum menjadi orang dewasa merupakan masa yang

penting. Seperti yang telah dikemukakan oleh Hurlock (1980:207), masa peralihan

yang terjadi pada remaja sangat penting karena status remaja yang tidak jelas

dalam masa peralihan, memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup

yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai

bagi dirinya.

Hal tersebut dipertegas oleh Sukiat (1991:7) pada masa peralihan ini

banyak hal yang dapat menimbulkan terjadinya kejutan-kejutan pada diri remaja,

sehingga dapat menimbulkan masalah dan mengganggu keseimbangan jiwanya.

Biasanya kejutan-kejutan yang terjadi pada remaja ini terlihat jelas pada

perkembangan serta perubahan yang dialaminya seperti perubahan fisik, emosi,

sosial dan sebagainya. Oleh karena itu pada masa ini diperlukan suatu pendidikan

kepribadian yang antara lain berisikan manusia dan kehidupan manusia; makna

dan tujuan hidup manusia; tugas manusia untuk memberikan arti hidupnya; tugas

manusia dalam masyarakat; kepribadian yang utuh dan dewasa.

3. Perubahan dan Perkembangan yang Terjadi dalam Masa Remaja

Saat masa remaja, banyak terjadi perubahan dan perkembangan yang

dialami oleh masing-masing individu. Perubahan dan perkembangan yang dialami

oleh remaja antara lain dapat dilihat dari perubahan fisik, intelek, emosi, sosial,

(37)

a. Perkembangan Fisik

Pada masa remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat dan proses

kematangan seksual. Beberapa kelenjar yang mengatur fungsi seksualitas pada

masa ini telah mulai matang dan berfungsi. Di samping itu, tanda-tanda

seksualitas sekunder juga mulai nampak pada diri remaja. Pada pria dan wanita,

hormon dan kelenjar seksnya sudah bekerja, mengalami perubahan suara (Riberu,

1984:44). Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal

seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh

terhadap konsep diri remaja. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa

tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Seringkali remaja tidak siap

menghadapi perkembangan fisik yang dialaminya. Ketidaksiapan remaja dalam

menghadapi perkembangan fisiknya biasanya ditunjukkan dengan sikap malu,

minder/tidak percaya diri, takut.

b. Perkembangan Intelek

Menurut Piaget, seorang remaja telah beralih dari masa

konkrit-operasional ke masa formal-konkrit-operasional. Pada masa konkrit-konkrit-operasional,

seseorang mampu berpikir sistematis terhadap hal-hal atau obyek-obyek yang

bersifat konkrit, sedang pada masa formal operasional ia sudah mampu berpikir

secara sistematis terhadap hal-hal yang bersifat abstrak dan hipotetis (Suparno,

2007:88). Pada masa remaja, seseorang juga sudah dapat berpikir secara kritis

sehingga mereka dapat kita ajak untuk berdialog dan mereka tidak begitu saja

(38)

c. Perkembangan Emosi

Pada umumnya remaja bersifat emosional. Emosinya berubah menjadi

labil. Perubahan ini terutama disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada

kelenjar-kelenjar hormonal. Namun penelitian-penelitian ilmiah selanjutnya

menolak pendapat ini. Sebagai contoh, pengaruh lingkungan sosial terhadap

perubahan emosi pada masa remaja lebih besar artinya bila dibandingkan dengan

pengaruh hormonal. Peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada

dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak

tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan

untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan

bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring

berjalannya waktu. Terbentuknya kemandirian dan tanggung jawab dalam diri

remaja senantiasa tidak stabil.

Rifai (1984:19) mengatakan bahwa peningkatan emosional yang terjadi

secara cepat pada masa remaja awal dikenal sebagai masa storm & stress yaitu

masa kegoncangan dan kebimbangan. Akibatnya banyak remaja yang mengalami

penolakan terhadap kebiasaan di rumah, sekolah, mengasingkan diri dari

kehidupan umum, membentuk kelompok hanya untuk “gangnya”. Mereka bersifat

sentimental, mudah tergoncang dan bingung karena mereka menganggap dunia

sudah berubah dan mereka hidup dalam dunia yang lain.

d. Perkembangan Sosial

Pada masa remaja, seseorang memasuki status sosial yang baru. Ia

(39)

dan bertingkahlaku seperti orang dewasa karena pada masa remaja telah terjadi

perubahan fisik yang sangat cepat yang membuat remaja menyerupai orang

dewasa. Pada masa remaja, biasanya mereka menggabungkan diri dalam

“kelompok teman sebaya”. Kelompok sosial yang baru ini merupakan tempat

yang aman bagi remaja. Pengaruh kelompok ini bagi kehidupan mereka juga

sangat kuat, bahkan seringkali melebihi pengaruh keluarga. Menurut Gunarsa

(2008:209), kelompok remaja bersifat positif dalam hal memberikan kesempatan

yang luas bagi remaja untuk melatih cara mereka bersikap, bertingkahlaku dan

melakukan hubungan sosial. Namun, kelompok ini juga dapat bersifat negatif bila

ikatan antar mereka menjadi sangat kuat sehingga kelakuan mereka menjadi

"overacting” dan energi mereka disalurkan ke tujuan yang bersifat merusak. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya yang dibawa dari

masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang.

e. Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg perkembangan moral remaja terjadi pada tingkat

konvensional yaitu pada tahap ketiga dan tahap keempat. Pada tahap ketiga

seorang remaja mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang lain

kemudian merefleksikan persetujuan dari orang lain tersebut serta mengevaluasi

konsekuensinya. Sedangkan pada tahap keempat, seorang remaja sering

menentukan apa yang benar dan apa yang salah sehingga celaan menjadi faktor

yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik

(Duska,1982:60). Ketika seorang remaja merasa bersalah, perasaannya lebih

(40)

1993:37). Pada masa remaja terjadi perubahan kontrol tingkah laku moral. Pada

masa ini seorang remaja sudah dapat diharapkan untuk mempunyai nilai-nilai

moral yang dapat melandasi tingkah laku moralnya. Walaupun demikian, pada

masa remaja, seseorang juga mengalami kegoyahan tingkah laku moral. Hal ini

dapat dikatakan wajar, sejauh kegoyahan ini tidak terlalu menyimpang dari

moralitas yang berlaku, tidak terlalu merugikan masyarakat, serta tidak

berkelanjutan setelah masa remaja berakhir. Namun sebaliknya, ketidakwajaran

perkembangan moral remaja akan terjadi jika kegoyahan yang dialami remaja

terlalu menyimpang dari moralitas yang berlaku, merugikan masyarakat bahkan

berkelanjutan samapai masa remaja akhir.

f. Perkembangan Iman

Fowler menyatakan bahwa remaja dalam keyakinan imannya mempunyai

perkembangan sebagai berikut: setelah mampu berpikir abstrak, remaja mulai

membentuk ideologi (sistem kepercayaan) dan komitmen terhadap ideal-ideal

tertentu. Di masa ini mereka mulai mencari identitas diri dan menjalin hubungan

pribadi dengan Tuhan. Namun, identitas mereka belum benar-benar terbentuk,

sehingga mereka juga masih melihat orang lain (biasanya teman sebaya) untuk

panduan moral. Biasanya perkembangan moral remaja sangat dipengaruhi oleh

keteladanan iman orang lain sebagai acuan moral mereka, misalnya orang tua.

Iman mereka tidak dapat dipertanyakan dan sesuai dengan standar masyarakat

(Cremers,1995:30). Perkembangan iman pada masa remaja ditandai oleh

kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi formal, maka remaja mulai

(41)

perspektif antarpribadi secara timbal balik. Di sini sudah ada kemampuan

menyusun gambaran percaya pada person tertentu, termasuk person yang Ilahi.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan dan perkembangan

pada diri remaja yang meliputi perubahan fisik, intelek, emosi, sosial, nilai, moral,

serta iman bila disadari akan sangat besar peranannya dan penting dalam

menjalankan tugas perkembangannya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi

pada diri remaja juga akan sangat mempengaruhi bagaimana masing-masing

individu menjalankan tanggung jawab yang diembannya. Jika remaja dapat

menerima perubahan/perkembangannya, maka remaja dapat melaksanakan tugas

dengan baik.

4. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Dalam masa-masa perkembangannya remaja mempunyai tugas-tugas

tertentu untuk dijalankan dan sangat penting peranannya. Alasan mengapa tugas

perkembangan pada masa remaja itu sangat penting, Hurlock (2004:209)

menyatakan bahwa “semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan

pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan

mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.”

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam

pola perilaku. Seperti yang telah dikutip dari Robert Y. Havighurst dalam

bukunya Human Development, Rifai (1984:2) mengemukakan bahwa remaja mempunyai sepuluh tugas perkembangan remaja yang dikelompokkan ke dalam

enam segi meliputi sosial, fisik, emosi, intelektual, nilai dan segi-segi lain.

(42)

sosial yang lebih matang dengan teman sebayanya baik dengan

teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain, dapat menjalankan peranan-peranan sosial menurut jenis kelamin masing-masing dan memperlihatkan tingkah

laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Remaja mempunyai tugas perkembangan secara fisik maksudnya remaja

dapat menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakan

seefektif-efektifnya dengan perasaan puas. Remaja mempunyai tugas perkembangan secara

emosi maksudnya remaja dapat mencapai kebebasan emosional dari orang tua

atau orang dewasa lainnya. Remaja juga mempunyai tugas perkembangan dari

segi intelektual maksudnya remaja dapat mengembangkan kecakapan intelektual

serta mempunyai dan memahami konsep-konsep yang diperlukan untuk

kepentingan hidup bermasyarakat. Dari segi nilai, remaja juga mendapatkan tugas

perkembangan yaitu memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam

tindakan-tindakannya sebagai pandangan hidupnya. Remaja dalam tugas

perkembangannya juga menjalankan segi-segi yang lain meliputi mencapai

kebebasan ekonomi, memilih untuk mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau

jabatan dan mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah

tangga.

Seperti yang telah dikutip dari Kimmel (1995:16), Sunardi mengemukakan

bahwa seorang remaja dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya tiga tahap

perkembangan. Adapun tiga tahap perkembangan remaja dalam mencapai

tugas-tugas perkembangannya tersebut dapat dipisahkan ke dalam tiga tahap secara

berurutan yaitu tahap perkembangan remaja awal, tahap perkembangan remaja

(43)

a. Tahap Remaja Awal

Tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikannya sebagai remaja

awal adalah pada penerimaan terhadap keadaan fisik dirinya dan menggunakan

tubuhnya secara lebih efektif. Hal ini karena remaja pada usia ini mengalami

perubahan-perubahan fisik yang sangat drastis, seperti pertumbuhan tubuh yang

meliputi tinggi badan, berat badan, panjang organ-organ tubuh, dan perubahan

bentuk fisik seperti tumbuhnya rambut, payudara, panggul, dan sebagainya.

Remaja yang tidak dapat menerima keadaan fisik dirinya dan menggunakan

tubuhnya secara tidak efektif cenderung berontak dan mereka nekad untuk “lari”

kepada hal-hal yang negatif misalnya saja seks bebas dan penggunaan narkoba.

b. Tahap Remaja Madya

Tugas perkembangan yang utama adalah mencapai kemandirian dan

otonomi dari orang tua, terlibat dalam perluasan hubungan dengan kelompok

sebaya dan mencapai kapasitas keintiman hubungan pertemanan; dan belajar

menangani hubungan heteroseksual, pacaran dan masalah seksualitas.

c. Tahap Remaja Akhir

Tugas perkembangan utama bagi individu adalah mencapai kemandirian

seperti yang dicapai pada remaja madya, namun berfokus pada persiapan diri

(44)

jawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideologi pribadi yang di

dalamnya juga meliputi penerimaan terhadap nilai dan sistem etik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja

itu tidaklah mudah. Oleh karena itu diperlukan pendampingan secara khusus

untuk membantu remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya. Remaja

dapat dibantu dalam menguasai dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan

sesuai dengan kebutuhannya pada suatu tahap perkembangan baik secara individu

maupun secara kelompok, misalnya saja dengan memberikan keterampilan dasar

untuk mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat dapat kita

lakukan dengan memberikan pendampingan kecakapan emosi untuk mengasah

rasa empati atau kepekaan sosial.

B. Kecakapan Emosional dalam Diri Remaja

Remaja mempunyai tugas perkembangan secara emosi dalam hidup

sehari-hari. Dalam hidup sehari-hari tugas perkembangan secara emosi remaja

dapat diwujudkan dengan mencapai kebebasan emosional. Kebebasan emosional

itu dapat diwujudkan dalam relasi remaja yang baik dengan orang lain, dapat

menerima pertumbuhan fisiknya dan sebagainya. Bila kebebasan emosional

tersebut tidak dapat diwujudkan maka akan menjadi permasalahan tersendiri bagi

remaja. Berikut ini akan dipaparkan mengenai, pengertian kecerdasan emosi,

pengertian kecakapan emosional, pentingnya kecakapan emosional dalam

(45)

faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan yang dihadapi remaja berkenaan

dengan emosinya.

Kecakapan emosional remaja berkaitan erat dengan kecerdasan emosional

remaja. Kecakapan emosional remaja merupakan bentuk konkrit dari kecerdasan

emosional remaja. Oleh karena itu sebelum kita membahas kecakapan emosi

remaja, kita terlebih dahulu memahami kecerdasan emosi remaja.

1. Pengertian Kecerdasan Emosional Remaja

Goleman (2003: 512) menyatakan bahwa kecerdasan emosional

merupakan kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi yang baik

pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Begitu pula halnya

dengan remaja kecerdasan emosional berkaitan erat dengan penerimaan diri dan

berelasi orang lain.

Lawrence (2003:5) menambahkan kecerdasan emosi merupakan suatu

kualitas emosional yang penting dan mempengaruhi terhadap keberhasilan hidup

seseorang. Kualitas-kualitas emosional itu antara lain: empati, kecakapan

mengungkapkan dan memahami perasaan, kecakapan mengendalikan amarah,

kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan

masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat.

Dari uraian tersebut, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kecerdasan

emosional remaja merupakan suatu potensi dalam diri individu untuk mengenali

perasaan diri, berempati, memotivasi diri, mampu mengatur emosinya dan mampu

(46)

2. Pengertian Kecakapan Emosional

Kecakapan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan

secara efektif menerapkan adanya kepekaan emosional sebagai sumber energi,

informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, 2000:15).

Sebagai sumber energi kepekaan emosi tersebut dapat dijadikan sebagai kekuatan

dalam hidup sehari-hari. Sumber energi itu biasanya perlu dijaga, dan diisi terus

menerus agar kelestariannya tetap ada. Begitu pula halnya dengan kepekaan

emosional bila tidak dijaga dan tidak digunakan dengan baik maka akan

mengakibatkan emosi yang labil. Sebagai informasi koneksi, kepekaan emosi itu

dapat menunjukkan adanya suatu hubungan. Sebagai pengaruh yang manusiawi,

kepekaan emosi sebenarnya sudah melekat dan dimiliki oleh masing-masing

individu, misalnya saja kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal

yang sudah ada dalam diri seseorang. Kecerdasan interpersonal merupakan

kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, intensi,

motivasi, watak, temperamen orang lain. Sedangkan kecerdasan intrapersonal

merupakan kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan

kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Goleman (2003:39) yang

mengemukakan bahwa inti kecakapan emosi adalah dua kemampuan yaitu;

empati yang melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain, dan

keterampilan sosial yang berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan

baik. Sedangkan unsur-unsur kecerdasan emosi merupakan dasar-dasar

terbentuknya kecakapan emosi. Adapun unsur-unsur yang dimaksud adalah

(47)

Kecakapan emosional itu berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang

dalam mewujudkan kualitas pribadinya. Berhasil tidaknya kualitas pribadi

seseorang itu dapat ditunjukkan dengan sikap-sikap yang terdapat dalam

masing-masing individu, hubungan dengan orang lain serta bagaimana tanggung jawab

seseorang dalam menjalankan tugasnya. Semakin seseorang dapat menunjukkan

kepribadian serta sikap yang baik maka kualitas hidup pribadi seseorang itu dapat

dikatakan baik pula. Goleman (1998:430) menyatakan setiap orang yang

mempunyai kecakapan emosi dalam hidupnya akan menjadi pribadi yang

bertangggung jawab, mudah bergaul, suka menolong, memahami orang lain,

terampil dalam menyelesaikan konflik, berpikir dahulu sebelum bertindak, lebih

cakap mengatasi kecemasan. Begitu juga halnya jika seseorang dapat menjaga

relasi dengan orang lain maka dapat dikatakan seseorang dapat menunjukkan

kualitas pribadinya yang baik.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian kecakapan emosi

mencakup tiga sifat yaitu kecukupan respon emosional, tingkat dan kedalaman

emosional serta pengendalian emosi. Seseorang mempunyai respon emosional

maksudnya respon-respon ini harus cocok dengan tingkat pertumbuhan. Orang

dewasa yang seperti anak kecil, yang menggunakan tangisan atau ledakan amarah

untuk mendapatkan apa yang diinginkannya merupakan ketidakdewasaan secara

emosi. Kecakapan emosi seseorang juga dapat dilihat dari tingkat dan kedalaman

emosional maksudnya tingkat kedalaman emosional seseorang itu dapat dilihat

dengan suatu aspek perkembangan/pertumbuhan yang cukup. Seseorang yang

perasaannya dangkal seperti yang dicontohkan pada orang yang terlalu simpatik,

(48)

sayang, dan simpati (orang yang apatis) adalah tidak dewasa secara emosional.

Seseorang yang cakap secara emosi diharapkan mampu mengendalikan emosinya.

Sebaliknya, orang yang tidak dapat mengendalikan emosinya adalah orang yang

tidak dewasa secara emosi. Orang yang tidak dewasa secara emosi yakni

orang-orang yang terus menjadi korban rasa takut atau cemas, marah, amukan,

kecemburuan, benci dan semacamnya.

Dapat disimpulkan bahwa kecakapan emosi merupakan suatu perwujudan

dari potensi-potensi kecerdasan emosi yang terdapat dalam diri seseorang

sehingga dapat menghasilkan suatu prestasi. Potensi kecerdasan emosi

bertitiktolak dari lima unsur yaitu: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri,

empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain.

3. Pentingnya Kecakapan Emosional dalam Kehidupan Remaja

Dalam kehidupan sehari-hari kecakapan emosional sangatlah penting.

Begitu pula halnya dengan kehidupan remaja kecakapan emosi itu sangatlah

penting. Kecakapan emosi dalam hidup sehari-hari berhubungan dengan dorongan

untuk bertindak dalam mengatasi suatu masalah (Goleman, 1997:7). Secara umum

dapat dikatakan kecakapan emosi itu berkaitan erat dengan tiga hal yaitu

penerimaan diri, hubungan dengan orang lain serta tanggung jawab dalam

menjalankan tugas.

a. Penerimaan Diri

Dahulu orang berpandangan bahwa orang yang berhasil dalam hidupnya

(49)

waktu, pandangan tersebut sekarang telah berubah yaitu orang yang berhasil

dalam hidupnya adalah orang yang secara emosional cakap. Begitu pula halnya

dalam kehidupan remaja. Remaja yang berhasil dalam hidupnya tidak berarti

bahwa remaja berhasil dalam bidang akademik di sekolah saja tetapi terlebih

bagaimana remaja dapat mengembangkan kecakapan emosinya dalam hidup

sehari-hari.

Orang yang secara emosional cakap dapat mengetahui dan menangani

perasaan mereka sendiri dengan baik (Goleman,1997:48). Setiap individu dapat

mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri maksudnya remaja dapat

menyadari serta mengatasi segala gejolak dalam dirinya dengan baik. Handoko

(2008:55) menambahkan antara emosi dan motivasi mempunyai hubungan erat

yang dapat dialami serta dapat dilihat dalam hidup sehari-hari yaitu: emosi dapat

memperkuat/memperlemah tindakan seseorang seperti halnya motivasi. Emosi

dapat mengarahkan tingkah laku seseorang. Emosi dapat juga menyertai tingkah

laku bermotivasi serta emosi dapat menjadi tujuan, dan tingkah laku bermotivasi.

Dengan kata lain keadaan emosi sangat berpengaruh dalam hal tindakan.

Jika keadaan emosi remaja baik maka tindakan remaja akan baik pula. Sebaliknya,

jika keadaan emosi remaja kurang baik maka tindakan remaja menjadi kurang

baik pula, misalnya saja bila seorang remaja yang tidak mampu menerima

keadaan dirinya dengan baik maka ia akan melakukan tindakan lari dari rumahnya

dan mencoba untuk mencari kebahagiaan lain yang lebih menyenangkan. Tak

jarang, kebahagiaan yang mereka lakukan dalam bentuk hal-hal negatif, misalnya

dunia malam/clubing, mabuk/minum minuman keras, konsumsi narkoba, “gank”

(50)

b. Hubungan dengan Orang Lain

Remaja yang cakap secara emosional dalam hidup sehari-hari merupakan

individu yang dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain.

Kemampuan membina hubungan dengan orang lain memungkinkan seorang

remaja untuk menggerakkan dan mengilhami orang-orang lain, membina

kedekatan hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang-orang lain

merasa nyaman (Goleman,1997:159). Dalam hidup sehari-hari remaja perlu

menyadari dan belajar akan arti penting kemampuan membina hubungan dengan

orang lain. Untuk dapat mewujudkan kemampuan membina hubungan dengan

orang lain, remaja terlebih dahulu dapat mengendalikan diri dari amarahnya dan

beban-beban pikiran yang ia rasakan serta penyesuaian dengan tuntutan orang

lain. Dengan demikian usaha yang dimulai dari diri remaja sendiri ini akan

mempermudah dalam membina relasi dengan orang lain dalam hidup sehari-hari.

c. Tanggung Jawab Tugas

Dalam hidup sehari-hari kecakapan emosi itu sangatlah erat kaitannya

dengan tanggung jawab atau tugas. Seseorang yang tidak dapat menghimpun

kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin

yang merampas kemampuan untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan

memiliki pikiran yang jernih. Sebaliknya orang dengan keterampilan emosional

yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil

dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas

mereka (Goleman,1997:48). Begitu pula halnya dengan kehidupan remaja,

(51)

diembannya. Bila seorang remaja dapat mengembangkan kecakapan emosinya

dengan baik maka ia akan mencapai kebebasan emosi yang menjadi pendorong

pelaksanaan tugas dan tanggung jawab.

Secara khusus pengembangan kecakapan emosi remaja berfokus pada

penerimaan diri. Penerimaan diri menjadi fokus pengembangan kecakapan emosi

remaja karena pada masa ini remaja mengalami kesulitan dalam menerima

perubahan fisik. Remaja yang sulit untuk menerima perubahan fisiknya, akan

berpengaruh pada perkembangan emosinya. Oleh karena itu remaja perlu dilatih

untuk dapat menerima keadaan dirinya dengan baik.

4. Permasalahan yang Dihadapi Remaja Berkenaan dengan Emosinya

Banyak persoalan atau permasalahan yang dihadapi remaja berkaitan

dengan perkembangan emosinya. Persoalan atau permasalahan yang terjadi pada

remaja berkaitan dengan perkembangan emosi biasanya terjadi secara internal dan

secara eksternal yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Permasalahan Internal

Remaja sedang mengalami perkembangan emosi. Hal ini dapat

menimbulkan permasalahan tersendiri bagi remaja. Akibat perkembangan

emosinya remaja mengungkapkan amarahnya dengan menggerutu, tidak mau

berbicara atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan

amarah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia

tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri seperti yang dilakukan oleh anak-anak

(52)

bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar

menerima nasihat orang tua. Remaja yang mempunyai kesulitan dalam menerima

nasihat orang tua, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang suka membangkang, suka

membantah tanpa alasan yang jelas.

b. Permasalahan Eksternal

Selain masalah internal, masalah yang biasanya terjadi pada remaja adalah

masalah eksternal. Masalah eksternal yang terjadi pada masa remaja ini berkaitan

dalam relasinya dengan orang lain serta dalam melaksanakan tanggung jawab.

Dalam kaitannya berelasi dengan orang lain, permasalahan yang muncul akibat

dari perubahan yang terjadi pada dirinya sehingga membuatnya campur aduk.

Remaja menjadi orang yang melihat ke dalam yang mengarahkan pandangan

matanya pada dirinya sendiri. Remaja mulai menjauhi orang lain. Di sisi lain

remaja ingin berkomunikasi dengan orang yang mengerti keadaan dirinya.

Ternyata keinginan remaja itu dipuaskan dengan teman-teman sebayanya yang

mengalami hal yang sama (Riberu, 1984:48). Hurlock (2004:213) menambahkan

pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan

perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Sedangkan dalam menjalankan

tugas atau tanggung jawabnya permasalahan yang muncul adalah

ketidakmampuan remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya, misalnya

saja banyak remaja yang belum dapat mencapai kebebasan emosinya dengan baik.

Remaja yang kurang bertanggung jawab juga nampak dalam perilaku

mengabaikan pelajaran di sekolah. Biasanya remaja yang mengabaikan pelajaran

(53)

5. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Penyebab Terjadinya Permasalahan pada Remaja yang Berkaitan dengan Perkembangan Emosinya

Ketika usia seseorang bertambah, maka banyak permasalahan yang harus

dihadapinya. Begitu pula halnya dengan remaja yang sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan (baik secara fisik, psikis, emosi dan sebagainya)

juga mengalami berbagai permasalahan. Remaja yang sedang mengalami masa

peralihan mempunyai permasalahan berkenaan dengan perkembangan emosinya.

Permasalahan yang terjadi pada remaja berkaitan dengan perkembangan emosinya

disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Pada bagian ini akan

memaparkannya dengan faktor internal dan faktor eksternal penyebab terjadinya

permasalahan remaja berkaitan dengan perkembangan emosinya.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan segala sesuatu yang ada dalam diri remaja

misalnya saja faktor jasmaniah. Permasalahan remaja yang berkaitan dengan

perkembangan emosinya berkaitan erat dengan faktor psikologis dan faktor

kematangan fisik, misalnya saja perubahan fisik yang terjadi pada dirinya

menimbulkan gejolak tersendiri dalam diri remaja. Gunarsa (1978:87)

menambahkan Faktor internal pada remaja adalah masalah emosionalitas.

Masalah emosionalitas ditunjukkan dengan kemarahan, ngadat, agresi

berlebih-lebihan dan kemampuan intelek.

Melalui kemarahan, seorang remaja meluapkan segala bentuk

Gambar

Tabel 1: Tabel Materi Pembelajaran PAK SMA Kelas X
Tabel 3: Tabel Materi Pembelajaran PAK SMA Kelas XII

Referensi

Dokumen terkait

QUR'AN HADITS, AKIDAH AKHLAK, FIQH, SKI, BAHASA ARAB, GURU KELAS RA, DAN GURU KELAS M I TAHUN 2012.. PROPINSI : JAW A TENGAH STATUS

Hasil Pretest Harga, Merek, dan Citra Toko.. Manipulation check kemudian dilakukan untuk mengetes apakah treatment yang dipakai mampu bekerja dengan tepat. Manipulation

Berdasarkan hasil penelitian, pasien sindroma koroner akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan 2015 berdasarkan IMT (Indeks Massa Tubuh) paling ramai pasien yang didiagnosa dalam

Bahwa dalam rangka melaksanakan Ketentuan Pasal 14 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, perlu ditetapkan

Pindahkan layer buffer menjadi dibawah layer provinsi, terlihat bahwa bagian daratan masih menyatu dengan lut daerah dan terdapat beberapa bagian dari buffer laut daerah berada di

TERHADAP ANGGOTA KLIRING ATAS KEGAGALAN DALAM PENYELESAIAN TRANSAKSI EFEK DALAM PASAR MODAL INDONESIA, yang ditulis sebagai salah satu syarat akademis untuk memperoeh gelar

Harga saham yang akan dibayarkan adalah sebesar harga rata dari harga saham DVLA pada penutupan perdagangan harian di Bursa Efek Indonesia selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir

Termasuk Bangunan Bagi Dan Box Tersier Irigasi Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Munte Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara. Universitas