ANALISIS EFEK
LAJU PERTUM
TERH
Studi K
Diajuk M
PRO
UNIV
KTIVITAS, EFISIENSI, KONTRIBUSI
MBUHAN PAJAK BUMI DAN BANGU
HADAP PENDAPATAN DAERAH
i Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2005-2009
SKRIPSI
jukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Disusun oleh :
Hedwigis Hana Pungkastuti
NIM : 072114050
ROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
IVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
ANALISIS EFEK
i Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2005-2009
SKRIPSI
jukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Ketika aku sedih menyesali masa lampauku serta memikirkan masa depan dengan
penuh kecemasan, Tuhan berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan
Engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan Engkau”
(Ibrani 13:5)
Kunci penting bagi kesuksesan adalah rasa percaya diri, dan kunci utama bagi
kepercayaan diri adalah persiapan matang
(Arthur Ashe)
Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dalam ucapan
syukur.
(Filipi 4:6)
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Yesus Kristus yang selalu memberi kekuatan dan menyertai aku setiap saat.
Bunda Maria, perantara dan pelindungku.
Bapak, Ibu, Mbak Hana, Mas Willy dan Mas Vincent yang selalu memberikan
semangat dan doanya.
Serta seluruh keluarga
Yang telah memberikan dukungan sampai terselesaikan skripsi ini.
UN
ini tidak terdapat keselu
dengan cara menyalin, a
di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi de
fisiensi, Kontribusi, dan Laju Pertumbuhan Pajak
Pendapatan Daerah Studi Kasus di Pemerin
ggaran 2005-2009 dan dimajukan untuk diuji pad
ya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dal
eluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang s
, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat a
gasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis
sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terda
an yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil d
berikan pengakuan pada penulis aslinya.
elakukan hal tersebut di atas, baik sengaja mau
arik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tu
udian terbukti bahwa saya ternyata melakukan
tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran sa
yang telah diberikan oleh Universitas batal saya
LEMB
di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata D
: Hedwigis Hana Pungkastuti
iswa : 072114050
ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Pe
harma karya ilmiah saya yang berjudul:
AN
EFISIENSI,
KONTRIBUSI,
DAN
PAJAK
BUMI
DAN
BAN
DAPATAN DAERAH (
Studi Kasus di Pe Tahun Anggaran 2005-2009) beserta perangDengan demikian saya memberikan kepada Pe
harma hak untuk menyimpan, mengalihkan dala
nya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusi
likasikannya di internet atau media lain untuk ke
meminta izin dari saya maupun memberikan roya
mkan nama sebagai penulis.
ini yang saya buat dengan sebenarnya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memeperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan
dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi kehidupan.
2. Dr. Ir. P. Wiryono P., S.J. selaku rektor Universitas Sanata Dharma yang
telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan
kepribadian penulis.
3. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Drs. Yohanes Pembaptis Supardiyono, M.Si., Akt, QIA selaku Ketua
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
5. Drs.Yusef Widya Karsana, M.Si., Akt, QIA selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu serta memberikan pengarahan dan petunjuk
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Ekonomi Sanata Dharma yang
telah membantu dan membimbing, berbagi ilmu pengalaman, serta nasehat
berharga selama kuliah.
7. Kepala dan karyawan Dinas Pajak dan Pendapatan Daerah Kota
Yogyakarta yang telah memberikan segala data yang diperlukan dengan
sabar.
8. Bapak dan ibu yang telah membiayai kuliah dan memberikan dorongan,
dukungan dan doa.
9. Kakak – kakakku (Mbak Hana, Mas Gun, Mas Willy, Mbak Naning dan
Mas Vincent) dan keluarga besar atas segala dukungan dan bantuannya.
10.Sahabat-sahabat ku Monik, Tina, dan “RT 08” (Anggra, Sari, Rani, Rara,
Afie, Linda, Vari) yang telah memberikan semangat, perhatian dan doa
demi kelancaran skripsi ini.
11.Teman-teman seperjuangan Akuntansi angkatan 2007.
12.Teman – teman Mudika ( Mas Christ, Mas Agung, Mas Aris, Mas Totok,
Mbak Herlin, Mbak Dora, Mbak Sari, Novi, Tiwik dan yang lain ) yang
telah memberi dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
13.Anjing-anjingku (Bomber, Cimenk, Jerry, Ponteng, Hora, dan Hore) yang
selalu menghiburku.
14.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas semua dukungan dan doa.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi ini karena terbatasnya waktu, pengetahuan, pengalaman yang
dimiliki oleh penulis. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin agar
penyusunan skripsi ini memenuhi syarat-syarat sebagai suatu karya ilmiah. Oleh
karena itu penulis menerima segala macam kritik maupun saran yang merupakan
pertimbangan yang berguna dalam penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
berkepentingan.
Yogyakarta, 2 April 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... . iv
HALAMANB PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS... ... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ... vi
1. Objek Pajak Bumi dan Bangunan ... 16
2. Pengecualian Objek Pajak Bumi dan Bangunan ... 16
3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan ... 18
4. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan... 18
5. Dasar Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan... 20
6. Tarif Pajak... 21
7. Pendaftaran pembayaran dan penagihan PBB... ... 22
8. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Pajak Terutang... 22
9. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Jatuh Tempo Pembayaran, dan Surat Ketetapan Pajak ... 23
B. Keadaan Geografis.………. .. 43
1. Keadaan Alam…………..……… 43
2. Iklim………..……….. 44
C.Pemerintahan...……… .. 44
1. Pemerintahan Daerah……..……….... 44
2. Pembagian Wilayah…………..……… 44
D.Kependudukan ……… .. 45
1. Penduduk…………..……… 45
2. Tenaga Kerja…………..……….. 46
3. Transmigrasi………..……… 46
E. Sosial...……… ... 47
1. Pendidikan…….………... 47
2. Kesehatan……….……….…… 47
3. Agama…….……….…… 48
4. Peradilan ... 48
5. Sosial lainnya ... 49
F. Industri.……… ... 49
G.Perekonomian. ... 50
1. Ekspor. ... 50
2. Pasar. ... 50
3. Persediaan Pangan... 51
4. Koperasi. ... 51
H.Keuangan dan Harga-harga. ... 52
1. Keuangan Daerah ... 52
2. Perbankan ... 52
3. Harga-harga ... 52
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. ... 54
A.Deskripsi Data ... 54
B.Analisis Efektivitas dan Efisiensi Pajak Bumi dan Bangunan ... 54
1. Analisis Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kota Yogyakarta ... 54
2. Analisis Efisiensi Pajak Bumi dan Bangunan pada Kota Yogyakarta ... 58
3. Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap Pendapatan Daerah ... 63
4. Laju Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan ... 68
BAB VI PENUTUP ... 72
A.Kesimpulan ... 72
B.Keterbatasan Penelitian ... 73
C.Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA………. 75
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel II.I Kategori Kontribusi ... 34
Tabel V.2 Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Kota
Yogyakarta Tahun 2005-2009... ... .. 56
Tabel V.3 Imbangan Pembagian Biaya Pemungutan PBB ... 59
Tabel V.4 Realisasi Penerimaan PBB dan Biaya Pemungutan PBB ... 60
Table V.5 Efisiensi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009... ... 62
Tabel V.6 Kategori Kontribusi... ... 64
Tabel V.7 Kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Terhadap
Pendapatan Daerah ……….…... ... 66
Tabel V.8 Laju Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan ... ... 70
ABSTRAK
ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI, KONTRIBUSI, DAN
LAJU PERTUMBUHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
TERHADAP PENDAPATAN DAERAH
Studi Kasus di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2005-2009
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui tingkat efektivitas pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Pemerintah Kota Yogyakarta dan mengetahui tingkat efisiensi pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Pemerintah Kota Yogyakarta, (2)mengetahui seberapa besar kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pendapatan daerah, dan (3) mengetahui bagaimana laju pertumbuhan dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terhadap penerimaan daerah.
Jenis penelitian adalah studi kasus yang dilakukan di Pemerintah Kota Yogyakarta. Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis efektivitas, efisiensi, kontribusi, dan laju pertumbuhan..
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) besarnya tingkat efektivitas yang dicapai adalah 120%, 180%, 106.8%, 107.5% pada tahun 2005-2008 dan 88% pada tahun 2009. Selain itu, besarnya tingkat efisiensi yang dicapai adalah sebesar 8.86% pada tahun 2005, 9% pada tahun 2006, 8.99% pada tahun 2007-2008, dan 9% pada tahun 2009. (2) Besar kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan yang disumbangkan dari hasil penerimaan PBB dalam meningkatkan pendapatan daerah Kota Yogyakarta pada tahun 2005 adalah 4.9%, tahun 2006 adalah 4.2%, tahun 2007 adalah 3.8%, tahun 2008 adalah 4.2%, dan tahun 2009 adalah 3.9%. (3) Laju pertumbuhan dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Pemerintah Kota Yogyakarta tahun anggaran 2005 yaitu 13%, pada tahun 2006 adalah 12.6%, pada tahun 2007 adalah 8.5%, pada tahun 2008 adalah 25.9%, dan pada tahun 2009 adalah 1.08%.
ABSTRACT
AN ANALYSIS OF EFFECTIVENESS, EFFICIENCY, CONTRIBUTIONS, AND GROWTH OF LAND AND BUILDING TAX
A Case Study in the City of Yogyakarta Period 2005-2009
Hedwigis Hana Pungkastuti NIM: 072114050 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The purposes of this study are (1) to analyse the effectiveness of the Land and Building tax collection in the City of Yogyakarta and determine the level of efficiency of collection of the Land and Building Tax , (2) to analyse the contribution of the Land and Building Tax toward regional revenue, and (3) to analyse the growth of the Land and Building Tax revenue.
The type of this study is a case study which conducted in the City of Yogyakarta. The data were collected by conducting interviews and documentation. In analysing the data, the researcher used analysis of effectiveness, efficiency, contribution, and growth.
The results of this study show that: (1) the effectiveness was achieved at 120%, 180%, 106.8%, 107.5% in 2005-2008 and 88% in 2009. The efficiency achieved was 8.86% in 2005, 9% in 2006, 8.99% in 2007-2008, and 9% in 2009. (2) The contribution of the Land and Building Tax in enhancing the revenue of Yogyakarta in 2005 was 4.9%, in 2006 was 4.2%, in 2007 was 3.8%, in 2008 was 4.2%, and in 2009 was 3.9%. (3) The rate of growth of Land and Building Tax revenue for 2005 is 13%, in the year 2006 was 12.6%, in 2007 was 8.5%, in the year 2008 was 25.9%, and in 2009 was 1.08%.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pembangunan nasional menurut GBHN tahun 1998 adalah
“mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata baik materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”. Untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional diperlukan investasi dalam jumlah yang besar yang
pelaksanaannya harus berdasarkan kemampuan sendiri. Di samping itu,
diperlukan usaha yang sungguh - sungguh untuk mengerahkan dana-dana
investasi yang bersumber pada tabungan masyarakat, tabungan pemerintah
serta penerimaan devisa yang berasal dari eksport, sehingga akhirnya mampu
membiayai sendiri seluruh pembangunan nasional.
Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah menerbitkan
perundang-undangan mengenai otonomi daerah yaitu UU No.32 Tahun 2004 tentang
pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah. Ditetapkan Undang-Undang tentang otonomi
daerah ini dimaksud agar pemerintah dapat menggali sendiri sumber-sumber
daya yang tersedia sebagai modal pembiayaan yang akan digunakan dalam
pembangunan daerah. Hal ini ditujukan agar pemerintah pusat dapat
memberikan wewenang yang nyata, luas dan bertanggungjawab secara
dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat
dan daerah.
Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat, sehingga pembangunan daerah
merupakan bagian dari pembangunan nasional. Dengan demikian antara
keuangan negara dengan keuangan daerah juga terdapat hubungan yang sangat
erat yang juga mencakup pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah.
Pendapatan pemerintah menjadi perhatian baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Pemerintah pusat merasa perlu memperbesar jumlah
pendapatannya sebagai usaha untuk menjaga kemungkinan menurunnya
penerimaan negara yang sebagian besar berasal dari minyak bumi. Pemerintah
pusat dan pemerintah daerah juga menaruh perhatian yang besar terhadap
pendapatan daerah untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi pusat.
Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
daerah salah satunya adalah pajak. Ada beberapa jenis pajak yang dikenakan
kepada masyarakat, namun dari beberapa diantaranya pajak Bumi dan
Bangunan merupakan jenis pajak yang sangat potensial dan strategis sebagai
penghasilan negara dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu pendapatan daerah
tetapi bukan termasuk sumber pendapatan asli daerah karena PBB
dikategorikan sebagai pajak pusat dan daerah menerimanya sebagai dana
pembagian hasil penerimaan PBB antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan
perimbangan 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah. Dari
jumlah 90% yang merupakan bagian Daerah tersebut diperincikan: 16.2%
untuk Daerah Propinsi yang bersangkutan, 64.8% untuk Daerah
Kabupaten/Kota, dan 9% untuk Biaya Pemungutan.
Dilihat dari proporsi yang telah ditetapkan oleh pemerintah tersebut
kita dapat melihat kemungkinan dan potensi Pajak Bumi dan Bangunan untuk
meningkatkan penerimaan daerah. Dalam kaitannya dengan pemungutan pajak
khususnya Pajak Bumi dan Bangunan, efektif berarti bahwa pemerintah
daerah mampu melakukan pemungutan Pajak Bumi dan bangunan sesuai
dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam hal merealisasikan
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah direncanakan dibandingkan
dengan target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yang telah ditetapkan.
Efisien berarti bahwa pemerintah daerah mampu melakukan pemungutan
Pajak Bumi dan Bangunan dengan baik, atau dengan kata lain dalam
menjalankan pekerjaannya pemerintah harus memperhatikan seberapa efisien
biaya yang dikeluarkan dalam melakukan pemungutan. Oleh karena itu,
pemerintah daerah mulai sekarang harus dapat mengidentifikasi bagaimana
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan serta efektivitas dan efisiensi dari
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Berdasarkan latar belakang tersebut,
penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Analisis
Efektivitas, Efisiensi, Kontribusi, dan Laju Pertumbuhan Pajak Bumi dan
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Pemerintah Kota
Yogyakarta sudah efektif dan efisien?
2. Bagaimana kategori kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan terhadap
penerimaan daerah?
3. Bagaimana laju pertumbuhan penerimaan Pajak bumi dan Bangunan
terhadap penerimaan daerah?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah penelitian pada Pajak Bumi
dan Bangunan dengan lokasi penelitian pada Pemerintah Kota Yogyakarta.
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah pemungutan PBB di Pemerintah Kota Yogyakarta
sudah efektif dan efisien.
2. Mengetahui kategori kontribusi PBB terhadap penerimaan daerah.
3. Mengetahui bagaimana laju pertumbuhan dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan terhadap penerimaan daerah.
E. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai:
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
untuk masa yang akan datang dalam mengambil langkah kebijaksanaan
mengenai peningkatan pajak daerah khususnya pajak bumi dan bangunan.
2. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya dan menambah referensi
perpustakaan Universitas Sanata Dharma.
3. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dalam menerapkan teori dan ilmu pengetahuan yang didapatkan
dalam studi dengan kenyataan dalam lingkungan masyarakat yang
sebenarnya.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini terdiri dari:
Bab I : PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi latar belakang masalah, pembahasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II : LANDASAN TEORI
Bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan penelitian.
Teori ini akan digunakan sebagai landasan dalam pembahasan
Bab III : METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis penelitian, waktu dan tempat
penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data.
Bab IV : GAMBARAN UMUM
Bab ini menguraikan secara singkat tentang gambaran Kota
Yogyakarta yang meliputi sejarah Kota Yogyakarta, kondisi
geografis, pembagian wilayah, kekayaan alam, nilai-nilai budaya
Kota Yogyakarta.
Bab V : ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang hasil analisis data dan pembahasan
data.
Bab VI : KESIMPULAN DAN SARAN
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pajak
1. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum (Mardiasmo,2011:1).
Sedangkan definisi pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani
adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan (Dwiarso,dkk 2011:2).
Unsur-unsur dari definisi pajak tersebut adalah:
a. Iuran dari rakyat kepada negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa
b. Berdasarkan undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa imbal balik (kontra prestasi) dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga yaitu
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2. Fungsi Pajak
Ada 2 fungsi pajak adalah:
a. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran.
b. Fungsi regulerend
Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mengatu atau melaksanakan
kebijaksanaan negara dalam bidang sosial dan ekonomi. Pajak
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dan
banyak digunakan untuk sektor swasta ( Mardiasmo; 1999:2).
3. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
Sesuai dengan tujuan hokum, yakni mencapai keadilan,
undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang
adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib
pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (syarat yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi
warganya maupun bagi negaranya.
c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelesuan
perekonomian masyarakat.
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial)
Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
4. Teori-teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Teori-teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak
kepada Negara untuk memungut pajak. Teori-teori ini antara lain
(Mardiasmo, 1999:3):
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu, rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan.
b. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan
masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap
negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak
harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak, maksudnya
pemungutan pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya, Negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat akan diutamakan.
5. Pengelompokan Pajak
a. Menurut golongannya
1) Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan pada orang
lain.
2) Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan pada orang lain.
b. Menurut sifatnya
1) Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau bedasarkan pada
subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
2) Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
c. Menurut lembaga pemungutannya
1) Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
2) Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
6. Tata Cara Pemungutan Pajak
a. Stelsel pajak
Pada umumnya stelsel pajak yang dipakai adalah:
1) Riel stelsel (stelsel yang nyata)
Stelsel ini mendasarkan pengenaan pajak pada penghasilan yang
sungguh-sungguh diperoleh dalam setiap tahun.
2) Fictive stelsel (stelsel anggapan)
Suatu stelsel yang di dalam pengenaan pajak didasarkan pada suatu
anggapan dan anggapan tersebut tergantung pada bunyi UU yang
bersangkutan.
3) Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel riil dan stelsel
anggapan, dalam stelsel campuran mula-mula pajak ditentukan
berdasarkan anggapan, kemudian setelah akhir tahun dikoreksi
dengan stelsel riil.
b. Asas pemungutan pajak
1) Asas domisili (tempat tinggal)
Dalam asas ini pemungutan pajak tergantung dari tempat tinggal
wajib pajak dalam suatu negara.
2) Asas sumber
Cara pemungutan pajak tergantung/didasarkan pada tempat di
3) Asas kebangsaan
Asas ini berdasarkan kebangsaan berhubungan dengan pengenaan
pajak suatu negara.
c. Sistem pemungutan pajak
Pada dasarnya ada tiga system pemungutan pajak yang berlaku yaitu:
1) Official assessment system
Pemungutan pajak dimana besarnya pajak yang harus dilunasi oleh
wajib pajak ditentukan sendiri oleh fiskus atau aparatur
perapajakan.
2) Self assessment system
Suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang menghitung
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh
inspeksi pajak dengan wajib pajak yang bersangkutan.
3) With holding system
Suatu cara pemungutan dimana perhitungan besarnya pajak yang
terutang oleh seorang wajib pajak dilakukan oleh pihak ketiga.
7. Tarif pajak
Tarif pajak yang berlaku dalam pemungutan pajak adalah:
a. Tarif pajak proporsional
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan prosentase yang tetap
(tidak berubah) berapapun jumlah yang digunakan sebagai dasar
b. Tarif pajak menurun (degresif)
Tarif pemungutan pajak dengan menggunakan prosentase yang
semakin kecil dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak. Walaupun prosentase pemungutannya
semakin kecil namun tidak berarti bahwa pajak yang terutang juga
kecil, bahkan akan semakin besar dengan semakin besarnya jumlah
yang dikenakan pajak, tetapi kenaikan ini tidak proporsional dengan
kenaikan jumlah yang dikenakan pajak.
c. Tarif pajak tetap
Tarif pemungutan pajak dengan jumlah yang sama untuk setiap
jumlah, sehingga besarnya pajak yang terutang tidak tergantung pada
suatu jumlah (nilai objek) yang dikenakan pajak.
d. Tarif pajak progresif (meningkat)
Suatu tarif pemungutan pajak dengan prosentase pemungutan yang
semakin naik dengan semaik besarnya jumlah yang dikenakan pajak.
e. Tarif pajak regresif
Prosentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
B. Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan pertama kali diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan
bangunan. Yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh
bumi yang ada di pedalaman dan laut wilayah Indonesia. Permukaan bumi
meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Republik Indonesia.
Sedangkan bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan atau perairan yang diperuntukkan sebagai tempat
tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapat diusahakan.
1. Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek PBB adalah bumi dan bangunan, termasuk juga unit tempat
usaha, perumahan dan apartemen, seperti tercantum dalam peraturan
Direktur Jenderal Pajak Tentang Ekstensifikasi Wajib Pajak Orang Pribadi
( WP OP) melalui Pendekatan Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
Yang termasuk dalam pengertian bangunan adalah:
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan,
seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang
merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut.
b. Jalan TOL
c. Kolam renang
d. Pagar mewah
e. Tempat olahraga
f. Galangan kapal dan dermaga
g. Taman mewah
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
2. Pengecualian Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek pajak yang:
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, social, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang
tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan
itu.
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah
Negara yang belum dibebani suatu hak.
d. digunakan untuk perwakilan diplomatic dan konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Klasifikasi bumi dan bangunan adalah pengelompokkan bumi dan
bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta
untuk memudahkan penghitungan pajak yang terutang. Dalam menentukan
klasifikasi bumi/tanah diperhatikan factor-faktor sebagai berikut (Casavera
2009:229):
a. letak
c. pemanfaatan
d. kondisi lingkungan dan lain-lain.
Sedangkan dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan
faktor-faktor sebagai berikut:
a. bahan yang digunakan
b. rekayasa
c. letak
d. kondisi lingkungan dan lain-lain.
3. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara
nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas
bangunan. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak bumi
dan bangunan (PBB) menjadi wajib pajak PBB.
4. Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar pengenaan PBB adalah nilai jual objek pajak (NJOP). NJOP
adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis,atau
nilai perolehan baru, NJOP pengganti (Mardiasmo, 2008: 316).
NJOP meliputi nilai jual permukaan bumi (tanah, perairan
atas maupun di bawahnya, dan/atau bangunan yang melekat di atasnya.
NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan menteri
keuangan dengan mendengar pertimbangan Gubernur serta
memperhatikan:
a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar.
b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis adalah suatu
pendekatan / metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara
membandingkan dengan objek pajak lain yang sejenis, yang letaknya
berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
c. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan / metode penentuan nilai
jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian
dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik
objek tersebut.
d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Pengganti adalah suatu pendekatan /
metode penentuan niali jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada
hasil produksi objek pajak tersebut.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi:
1) Objek pajak sektor Pedesaan dan Perkotaan
3) Objek pajak sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak
Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah
Lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri.
4) Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri.
5) Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
6) Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
7) Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan
Energi Panas dan Galian C
8) Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
9) Objek Pajak Sektor Pertambangan yang dikelola berdasarkan kontrak
karya atau kontrak kerjasama.
10) Objek Pajak Usaha Perikanan Laut
11) Objek Pajak Usaha Perikanan
12) Objek Pajak bersifat khusus
5. Dasar perhitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Nilai Jual
kena Pajak adalah niali jual yang dipergunakan sebagai dasar
penghitungan pajak, yaitu suatu presentase tertentu dari nilai jual
sebenarnya.Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebagai
dasar penghitungan pajak yang terutang berdasarkan peraturan Pemerintah
a. Sebesar 40% dari NJOP untuk:
1) perkebunan
2) kehutanan
3) pertambangan
4) Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan) yang NJOPnya
sebesar Rp 1.000.000.000,00 atau lebih
b. Sebesar 20% dari NJOP untuk objek pajak lain yang NJOPnya kurang
dari Rp 1.000.000.000,00.
6. Tarif pajak
Menurut UU No.12 Tahun 1985 yang telah direvisi UU No. 12 Tahun
1994 tentang PBB yang dikenakan atas objek pajak adalah tarif tunggal
yaitu 0,5 %. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tariff pajak dengan NJKP atau dengan rumusan:
PBB = tarif pajak x NJKP
= 0.5% x ( % NJKP x (NJOP – NJOPTKP))
1. Jika NJKP = 40% (untuk objek pajak perkebunan, kehutanan,
pertambangan, pedesaan dan perkotaan yang NJOP Rp 1 Milyar)
Sebagai contoh:
Wajib pajak A memiliki sebidang tanah dan bangunan yang NJOP
nya Rp 4.000.000.000,00
Besarnya pajak terutang adalah:
= Rp 7.984.000,00
2. Jika NJKP = 20% (untuk wajib pajak pedesaan dan perkotaan yang
NJOP < Rp 1 Milyar).
Sebagai contoh :
Wajib pajak B memiliki sebidang tanah dan bangunan yang NJOP
nya Rp 20.000.000,00.
Besarnya pajak terutang adalah:
PBB = 0.5% x ( 20% x (Rp 20.000.000,00 – Rp 8.000.000,00))
= Rp 12.000,00
7. Pendaftaran pembayaran dan penagihan PBB
Subyek wajib pajak mendaftarkan objek pajak dengan mengisi
surat pemberitahuan objek pajak (SPOP), yaitu surat yang digunakan
wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak menutut ketentuan undang
– undang dan menyerahkan kembali selambat –lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah diterimanya SPOP dari subyek pajak.
Atas dasar SPOP tersebut Direktur Jenderal Pajak menerbitkan
surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). Jika SPOP tidak dikembalikan
tepat waktu maka Dirjen Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak
(SKP), dimana jumlah pajak terutang adalah pokok pajak ditambah denda
administrasi 2% dihitung dari pokok pajak. Pajak yang terutang
berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak
8. Tahun Pajak, Saat, dan Tempat Pajak Terutang
Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender, yaitu 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.
Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek
pajak pada tanggal 1 Januari. Oleh karena tahun pajak dimulai pada
tanggal 1 Januari, maka keadaan objek pajak pada tanggal tersebut
merupakan saat yang menentukan pajak yang terutang.
Tempat pajak yang terutang:
a. untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
b. untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi letak objek pajak.
9. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang,
Jatuh Tempo Pembayaran, dan Surat Ketetapan Pajak
Subjek pajak wajib mendaftar objek pajaknya dengan mengisi Surat
Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP tersebut harus diisi dengan
jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak objek
pajak, selambat-lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh
subjek pajak. Selanjutnya, berdasarkan SPOP tersebut, Direktur Jenderal
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak
apabila:
a. SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran. Jumlah
pajak yang terutang dalam SKP adalah pokok pajak ditambah dengan
denda administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah
terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak. Jumlah pajak yang terutang
dalam SKP tersebut adalah selisih pajak yang terutang berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terutang
yang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar
25% dari selisih pajak yang terutang.
10.Tata Cara dan Tempat Pembayaran serta Penagihan PBB
Pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT oleh wajib pajak.
Tempat pembayaran PBB yang disingkat TP adalah Bank Umum/Kantor
Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran
PBB dan memindahbukukan ke Bank Persepsi/Pos Persepsi.
Pembayaran PBB terutang untuk objek pajak:
TP Elektronik adalah Bank Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk menerima pembayaran PBB secara elektronik
dan memindahbukukan ke Bank Persepsi Elektronik/Pos Persepsi
Elektronik. Bank Persepsi Elektronik/Pos Persepsi Elektronik yang
selanjtnya disebut Bank/Pos Persepsi Elektronik adalah Bank
Umum/Kantor Pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk
menerima pemindahbukuan hasil penerimaan PBB dari TP Elektronik
dan melimpahkan hasil penerimaan PBB ke Bank Operasional III (BO
III).
b. Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan Non Migas dilakukan di
Bank/Pos Persepsi.
c. Pertambangan Migas dan Energi Panas Bumi dilakukan di Bank/Pos
Persepsi yang merangkap sebagai BO III.
BO III adalah Bank Umum yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk menerima pelimpahan hasil penerimaan PBB dari Bank/Pos
Persepsi dan Bank/Pos Persepsi Elektronik, melakukan pembagian
hasil penerimaan PBB dan membayar pengembalian kelebihan
pembayaran PBB.
11.Sanksi Pidana
Barang siapa karena kealpaannya:
a. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat
b. menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar,
sehingga menimbulkan kerugian Negara, dipidana dengan pidana
kurungan selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar 2
kali pajak yang terutang.
Barang siapa dengan sengaja:
a. tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat
Jenderal Pajak,
b. menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar,
c. memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang
dipalsukan seolah-olah benar,
d. tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen
lainnya,
e. tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang
diperlukan,
sehingga menimbulkan kerugian pada negara, dipidana penjara
selama-lamanya 2 tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 kali pajak yang
terutang.
Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya atau
diperlukan, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun
atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00.
Ancaman pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi
tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan
atau sejak dibayarnya denda.
C. Pendapatan Daerah
1. Pengertian pendapatan daerah
Berdasarkan Undang – Undang No 32 Tahun 2004, yang diperbaharui
dengan Undang – Undang No 12 Tahun 2008:
Pendapatan daerah adalah semua hak yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
2. Sumber pendapatan daerah
Berdasarkan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah sumber pendapatan daerah berasal dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah menurut Widjaja (2001:42):
1) Hasil Pajak Daerah
Undang – Undang No. 18 Tahun 1997 sebagai mana telah diubah
dengan Undang – Undang N0. 34 Tahun 2000 menjadi landasan
hukum bagi daerah untuk memungut apa yang disebut pajak daerah.
Pajak daerah itu sendiri merupakan pembayaran iuran opeh orang
atau pribadi atau badan kepada pemerintah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dana pembangunan daerah.
Pajak daerah terdiri dari :
a) Pajak Daerah untuk Daerah Tingkat I
Terbagi atas:
(1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.
(2) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) dan
kendaraan diatas air.
(3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB)
(4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dan air
permukaan.
b) Pajak Daerah untuk Daerah Tingkat II
Terbagi atas :
(1) Pajak hotel dan restoran
(2) Pajak penerangan jalan
(4) Pajak hiburan
(5) Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian dan
golongan C.
2) Hasil Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan suatu pembayaran dari rakyat kepada
pemeintah daerah dimana kita bisa melihat langsung adanya
hubungan antara balas jasa yang diterima karena adanya pembayaran
retribusi tersebut. Jenis pelayanan yang dapat dikenakan pungutan
retribusi digolongkan dalam tiga jenis pelayanan yaitu jasa umum,
jasa usaha, dan perijinan tertentu.
3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
Perusahaan milik daerah dan merupakan penerimaan yang berasal
dari hasil penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan
daerah.
4) Lain – lain pendapatan asli daerah yang sah
Lain – lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil
penjualan asset daerah dan jas giro.
b. Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan salah satu penerimaan daerah yang
bersumber dari dana APBN yang dialokasikan ke daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi
Dana perimbangan terdiri dari:
1) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan.
Penerimaan negara ini dibagi dengan imbangaan 10% untuk
pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah. Pembagian
secara terinci lebih lanjut sebagai berikut:
a) 10% merupakan bagian penerimaan untuk pemerintah pusat.
b) 90% merupakan bagian penerimaan untuk pemerintah daerah.
c) Dari bagian penerimaan sebesar 90% setelah dikurangi biaya
pungut sebesar 9% dibagi untuk pemda propinsi sebesar 16.2%
dan pemerintah kota/kabupaten sebesar 64.8%.
2) Bagian daerah dari penerimaan Bea perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan
imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah
daerah.
3) Penerimaan negara dari sumber daya alam (SDA), sektor kehutanan,
sector pertambangan umum dan sektor perikanan dibagi dengan
imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah
daerah.
4) Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
5) Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusu adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan
untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan Prioritas Nasional.
c. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah berasal dari dalam negeri dan luar negeri. Pinjaman
dari dalam negeri bersumber dari pemerintah pusat, lembaga Keuangan
Bank dan lembaga Keuangan Bukan Bank, masyarakat dan sumber
lainnya. Sedangkan pinjaman dari luar negeri dapat berupa pinjaman
bilateral ataupun pinjaman multilateral.
d. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah
Lain – lain pendapatan daerah yag sah adalah antara lain hibah atau
penerimaan dari Provinsi atau Daerah Kabupaten/kota lainnya, dan
penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
D. Efisiensi dan Efektivitas
Efisiensi dan efektivitas merupakan indikator dari produktivitas yang
digunakan untuk menilai suatu prestasi kerja dari suatu pusat tanggung jawab
tertentu.
1. Efisiensi
Efisiensi menunjukkan keberhasilan dari segi besarnya sumber
yang digunakan atau biaya yang dikeluarkan untuk mencapai hasil
kegiatan yang dijalankan.
Menurut Ensiklopedi Administrasi (1997:109):
Setiap pekerjaan yang efisien juga berarti efektif, karena dilihat
dari segi hasil, tujuan dari akibat yang dikehendaki dengan
perbuatan itu tercapai.
Menurut Anthony-Dearden-Bedford(1993:114):
Efisiensi adalah perbandingan output terhadap input, atau jumlah
output per unit input.
Menurut Halim (2004:285), efisiensi pendapatan asli daerah (PAD)
yaitu menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan
yang diterima. Pengertian efisiensi pendapatan asli daerah (PAD) relevan
dengan pengertian efisiensi pajak bumi dan bangunan. Berdasarkan pada
pengertian efisiensi pendapatan asli daerah (PAD), maka yang dimaksud
dengan efisiensi PBB yaitu menggambarkan perbandingan antara besarnya
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan PBB dengan
realisasi penerimaan PBB yang diterima.
Untuk menentukan efisiensi pemungutan PBB (Halim,2004:286)
dapat dilihat dari kinerja Pemerintah Daerah dalam melakukan
pemungutan. Pemungutan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai
efisiensi berarti kinerja Pemerintah Daerah semakin baik. Untuk mencari
rasio efisiensi PBB dapat digunakan rumus:
2. Efektivitas
Menurut Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis, dan Manajemen (1992:163):
Efektivitas adalah hal yang menunjukkan bahwa keberhasilan dari
segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan makin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
efektivitasnya.
Menurut Ensiklopedi Administrasi (1997:109):
Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien , karena hasil
mungkin dicapai tetapi dengan penghamburan berupa pikiran,
tenaga, waktu, dan benda.
Menurut Anthony-Dearden-Bedford (1993:114):
Efektivitas adalah hubungan antara output yang dihasilkan oleh
pusat pertanggungjawaban dengan tujuan jangka pendek. Semakin
besar dikontribusikan terhadap tujuan jangka pendek, maka
semakin efektiflah unti tersebut.
Menurut Halim (2004:285), efektivitas merupakan pengukuran
keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Rasio
efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan daerah yang direncanakan dibandingkan
Pemungutan PBB dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal
sebesar 1 (satu) atau 100%, sehingga semakin tinggi rasio efektivitas
berarti menggambarkan pemungutan pajak bumi dan bangunan yang
semakin baik.
E. Analisis Kontribusi
Analisis kontribusi digunakan untuk mengetahui kontribusi dari
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dalam mendukung pendapatan
daerah. Analisis kontribusi ini dihitung dengan cara membandingkan
antara penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dengan realisasi pendapatan
daerah.
Tabel II.I Kategori Kontribusi
Persentase Kriteria
0.00% - 10% Sangat kurang
10.10% - 20% Kurang
20.10% - 30% Sedang
30.10% - 40% Cukup Baik
40.10% - 50% Baik
Diatas 50% Sangat Baik
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus di Kota Yogyakarta. Studi
kasus merupakan penelitian yang dilakukan terhadap suatu objek tertentu
secara menyeluruh dan mendalam sehingga hasil dari penelitian ini hanya
berlaku untuk objek yang diteliti saja.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Dinas Pajak dan Pengelolaan Keuangan Kota
Yogyakarta di Jalan Kenari No.56 Yogyakarta.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Mei sampai dengan
Juli 2011.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Dinas Pajak dan Pengelolaan Keuangan
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah data – data mengenai target dan realisasi
penerimaan dan biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan tahun
anggaran 2005 sampai dengan 2009.
D. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi:
1. Metode wawancara (interview)
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung atau dengan tatap muka untuk
memperoleh informasi data-data tentang Pajak Bumi dan Bangunan antara
lain mengenai gambaran umum dari Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta.
2. Metode dokumentasi
Metode dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang menggunakan
bahan atau data tertulis yang dapat dipercaya kebenarannya, tentang data
pajak-pajak daerah.
E. Data yang dicari
1. Gambaran umum Pemerintah Kota Yogyakarta
2. Data target dan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan periode
tahun anggaran 2005 sampai tahun anggaran 2009.
3. Data biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan periode tahun anggaran
F. Teknik Analisis Data
Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan
teknik analisis data kuantitatif. Untuk mengetahui apakah pemungutan pajak
bumi dan bangunan di Pemerintah Kota Yogyakarta sudah efektif dan efisien
digunakan rumus:
1.aEfektivitas
1) Mengumpulkan data realisasi dan target penerimaan PBB dari
Pemerintah Kota Yogyakarta.
2) Memasukkan data realisasi dan target penerimaan PBB ke dalam
rumus efektivitas PBB sebagai berikut:
3) Memasukkan hasil perhitungan efektivitas PBB Pemerintah Kota
Yogyakarta ke dalam Tabel Efektivitas PBB.
Rencana Contoh Tabel Efektivitas Pemungutan PBB di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009
No. Tahun Anggaran
Realisasi penerimaan PBB
Target penerimaan PBB
Tingkat efektivitas (%) 1 2005
2 2006
3 2007
4 2008
Pemungutan pajak bumi dan bangunan dikatakan efektif apabila rasio yang
dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100%, sehingga semakin tinggi rasio
efektivitas berarti menggambarkan pemungutan pajak bumi dan bangunan
yang semakin baik (Halim,2004:135)
1.bEfisiensi
1) Mengumpulkan data biaya pemungutan PBB dan realisasi penerimaan
PBB Pemerintah Kota Yogyakarta.
2) Memasukkan data biaya pemungutan PBB dan data realisasi
penerimaan PBB ke dalam rumus efisiensi PBB sebagai berikut:
!"#$# %&'()*(+#) .&#/"0#0" %&'()*(+#)
,--3) Memasukkan hasil perhitungan efisiensi PBB Pemerintah Kota
Yogyakarta ke dalam tabel efisiensi PBB Pemerintah Kota
Pemungutan pajak bumi dan bangunan dikatakan efisien apabila rasio
yang dicapai kurang dari 1 (satu atau dibawah 100%, sehingga
semakin kecil rasio efisiensi berarti pemungutan pajak bumi dan
bangunan semakin kecil (Halim,2001:264).
2. Untuk menjawab pertanyaan kedua, dilakukan dengan cara menghitung
besarnya kontribusi PBB terhadap pendapatan daerah per tahun anggaran
yang ditentukan dengan rumus:
1
Rencana Contoh Tabel Kontribusi PBB terhadap pendapatan daerah di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009
No. Tahun
Anggaran Realisasi PBB
Pendapatan
Daerah Kontribusi (%) 1 2005
2 2006
3 2007
4 2008
5 2009
3. Laju Pertumbuhan
Untuk mengetahui laju pertumbuhan dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Pemerintah KotaYogyakarta pada Tahun Anggaran
a. Mendeskripsikan data jumlah realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun Anggaran
2005-2009.
b. Melakukan penghitungan laju pertumbuhan dari penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gx = 100%
G
x = Laju pertumbuhan PBB pertahunX
1 = Realisasi Penerimaan PBB pada tahun tertentuX
(t−1) = Realisasi Penerimaan PBB pada tahun sebelumnyaRencana Contoh Tabel Laju Pertumbuhan PBB terhadap di Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2005-2009
No. Tahun Anggaran Realisasi PBB Perkembangan G
41 BAB IV
GAMBARAN UMUM KOTA YOGYAKARTA
A. Sejarah Singkat Berdirinya Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta didirikan pada tahun 1755. Pada tahun itu juga
dibangun kraton Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono I di bekas hutan Bering. Daerah itu berada di antara Sungai Winongo
dan Sungai Code di mana lokasi tersebut Nampak strategis menurut segi
perthanan keamanan pada waktu itu.
Pemerintah Kotamadya Yogyakarta dibentuk tanggal 7 Juni 1947.
Pada saat didirikan disebut sebagai Kota Praja. Kota Praja lahir dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor: 17 tahun 1947 yang membentuk Kota
Yogyakarta sebagai Haminte Kota atau Kota Otonom. Undang-Undang
tersebut merupakan prodk perundang-undangan di jaman kemerdekaan
tanggal 7 Juni 1947. Kotamadya Yogyakarta yang dikenal sebagai kota
perjuangan itu bukan dilahirkan oleh penjajahan, melainkan dilahirkan pada
masa kemerdekaan. Kota Yogyakarta lahir saat perjuangan nasional, ketika
bangsa Indonesia sedang menegakkan kedaulatan negara setelah Proklamasi
17 Agustus 1945.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII
menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur
Propinsi DIY dari Presiden Republik Indonesia sesudah proklamasi
mengeluarkan amanat pertama yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan
dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa dan menjadi bagian dari
Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Beliau bertanggung jawab
langsung atas keadaan Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Presiden
Republik Indonesia. 30 Oktober 1945 beliau mengeluarkan amanat yang
kedua menyatakan bahwa pelaksanaan pemerintahan di Daerah Istimewa
Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri
Paku Alam VIII bersama-sama Badan Komite Nasional Indonesia.
Kota Yogyakarta, baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun
Pakualaman telah mempunyai satu DPRD Kota dan Dewan Pemerintahan
Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman.
Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom karena
kekuasaan otonomi yang meliputo bidang pemerintahan masih tetap di
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Otonomi diserahkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor: 17
tahun 1947. Pasal I menyatakan bahwa Kota Yogyakarta yang meliputi
wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten
Bantul sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan
sebagai daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
B. Keadaan Geografis
1. Keadaan Alam
Kota Yogyakarta terletak antara 110°24'19''-110°28'53'' Bujur
Timur dan antara 07°49'26''-07°15'24'' Lintang Selatan, dengan luas sekitar
32,5 Km² atau 1,02% dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Jarak terjauh dari Utara ke Selatan kurang lebih 7,5 Km dan dari
Barat ke Timur kurang lebih 5,6 Km.
Kota Yogyakarta yang terletak di daerah lereng aliran gunung
Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif (antara 0-2%) dan berada
pada ketinggian rata-rata 114 meter dari permukaan air laut (dpa).
Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada ketinggian
kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada ketinggian
antara 100-199 meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya adalah regosol.
Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah Utara ke Selatan yaitu:
Sungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di
bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian barat kota.
Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan
dan 45 kelurahan dengan batas wilayah:
Sebelah Utara : Kabupaten Sleman
Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman
Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
2. Iklim
Secara umum, rata-rata curah hujan tetinggi selama tahun 2010
terjadi pada bulan Desember, yaitu sebanyak 511,8 mm dan terendah
terjadi pada bulan Juli (57,9 mm). Rata-rata hari hujan per bulan adalah
14,21 hari.
Kelembaban udara rata-rata cukup tinggi, tertinggi terjadi pada
bulan Februari sebesar 84,5 persen dan terendah pada bulan September
sebesar 78 persen. Tekanan udara rata-rata 1.009,8 mb dan suhu udara
rata-rata 27,3°C.
C. Pemerintahan
1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah
lainnya sebagai Badan Eksekutif Daerah. Pemerintah Kota Yogyakarta
dipimpin oleh seorang Walikota sebagai kepala eksekutif yang dibantu
oleh seorang Wakil Walikota.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) adalah Badan Legsilatif
Daerah. DPRD Kota Yogyakarta masa bhakti 2009-2014 terdiri dari 40
orang anggota berasal dari 5 fraksi.
2. Pembagian Wilayah
Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan, 45 keluarahan, 614
paling banyak diperuntukan bagi perumahan, yaitu sebesar 2.105,391
hektar dan bagian terkecil berupa lahan kosong seluas 20,113 hektar.
D. Kependudukan
1.Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk Kota
Yogyakarta berjumlah 397.398 orang yang terdiri dari 194.530 orang
(48,95 persen) laki-laki dan 202.868 orang (51,05 persen) perempuan.
Jumlah penduduk berdasarkan hasil Supas tahun 2005 sebanyak 435.236
orang. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan penduduk peroide tahun
2000-2005 sebesar 1,9 persen.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk tahun
2010 tercatat 388.627 orang. Komposisi penduduk berdasarkan jenis
kelamin adalah 48,67 persen laki-laki dan 51,33 persen perempuan. Secara
keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan penduduk laki-laki seperti tampak dari rasio jenis kelamin
penduduk yang lebih kecil dari 100, dimana pada tahun 2010 sebesar
94,81.
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya
penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan pada suatu daerah dan
waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki
untuk 100 penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 32,50 Km²,
2.Tenaga Kerja
Jumlah pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kota
Yogyakarta pada tahun 2010 tercatat 9.963 orang, yang terdiri dari 88,605
persen pegawai pemerintah daerah dan 11,40 persen pegawai pemerintah
pusat. Berdasarkan golongan kepangkatan, di Kota Yogyakarta terdapat
pegawai negeri sipil daerah golongan I 3,18 persen, golongan II 20,71
persen, golongan III 45,05 persen dan sisanya golongan IV 31,06 persen.
Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi tahun 2010 sebanyak 6.763 orang yang terdiri dari 3.195
laki-laki dan 3.568 perempuan. Sebagian besar dari pencari kerja tersebut
berpendidikan sarjana yaitu 56,63 persen, kemudian diikuti yang
berpendidikan SMU (29,41 persen). Diploma (9,20 persen) dan sisanya
(4,76 persen) berpendidikan S2, SMP dan SD.
3.Transmigrasi
Jumlah transmigran dari Kota Yogyakarta pada tahun 2010 tercatat
25 kepala keluarga yang terdiri dari 86 jiwa, sebagian besar transmigran
tersebut berasal dari Kecamatan Umbulharjo dan Tegalrejo dan daerah
E. Sosial
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Untuk itu perlu didukung dengan
penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga pengajar yang
memadai. Pada tingkat pendidikan pra sekolah dan sekolah menengah
sebagian besar diselenggarakan oleh pihak swasta. Sedangkan untuk
tingkat pendidikan dasar lebih banyak diselenggarakan oleh pemerintah.
Pada tahun ajaran 2010/2011 di Kota Yogyakarta terdapat 70
perguruan tinggi swasta. Perguruan tinggi tersebut terdiri dari 8
universitas, 25 institut/sekolah tinggi dan 37 akademik/politeknik. Jumlah
dosen sebanyak 2.547 orang yang terdiri dari 343 orang dosen yayasan dan
2.204 orang dosen DPK. Jumlah mahasiswa yang terdaftar sebanyak
57.338 orang.
2.Kesehatan
Ketersediaan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan sangat penting
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Pada tahun 2010 jumlah dokter praktek di Kota Yogyakarta mengalami
kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari 1.171 orang pada
tahun 2009 menjadi 1.458 orang. Jumlah apotek adalah 122
Untuk menekan pertumbuhan penduduk pemerintah mencanangkan