4
Analisis Sosial Ekonomi Dan Lingkungan
4.1 Analisis Sosial
Analisis sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isuisu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak ditingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
Pasal 3 : Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional:
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
a. Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
b. Pengarustamaan gender
c. Analisis dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap ekonomi lokal masyarakat
4.2 Analisis Ekonomi
Perkembangan sektor ekonomi merupakan indicator penting untuk mengetahui hasil pembangunan yang telah dicapai, serta untuk menentukan arah dan sasaran pembangunan di masa mendatang. Adapun analisis ekonomi yang dipaparkan berkaitan denan pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan produk domestik Regional Bruto (PDBRB) perkapita.
Realisasi penerimaan pemerintah daerah kota Banjarmasin selama tahun 2015 mencapai 1.41 triliun rupiah yang terdiri dari 16,11 persen pendapatan asli daerah (PAD), 60,30 persen dana perimbangan dan 23,59 perse dari pendapatan lainnya yang sah, proorsi terbesar yaitu dari dana perimbangan yang terdiri dari dana laokasi umum sebesar 4,20 persen, dana alokasi khusus sebesar 0,18 persen serta dana bagi hasil pajak 9,46 persen dari total penerimaan pemerintah daerah kota Banjarmasin.
4.2.1 Struktur Ekonomi
Struktur dan kegiatan ekonomi Banjarmasin dapat diamati dari angka konstribusi masing-masing sektor terhadap total PDRB. Selama tahun 2008-2012, perkembangan kontribusi PDRB kota Banjarmasin masih didominasi tiga sektor yaitu perdagangan, restoran dan hotel, sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, ketiga sektor ini menyumbang sekitar 59.65 persen daripada PDRB yang tercipta di Kota Banjarmasin.
kecendrungan pergeseran. Selama periode tersebut, kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi berangsur-angsur mengalami penurunan, sementara sektor bangunan dan konstruksi menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Di sisi lain dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, nampaknya sektor-sektor lain- selain ketiga sektor diatas, belum cukup signifikan untuk mengeser peran ketiga sektor diatas dalam menciptaan PDRB di kota Banjarmasin.
Dari hasil tersebut, dapat dapat dikatakan bahwa ketiga sektor ini (perdagangan, pengangkutan/komunikasi dan keuangan) merupakan pembentuk struktur ekonomi yang paling kuat pengaruhnya. Identifikasi tersebut mempertegas peran Kota Banjarmasin sebagai Kota Industri, perdagangan dan Pelabuuhan yang penting di Kalimantan.
4.2.2 Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi digunakan mengukur tingkat keberhasilan pembangunan, serta untuk memberikan indikasi tentang sejauh mana kativitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi penduduk.
Pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin selama tahun 2008-2012 yang ditujukkan oleh PDRB atas dasar Harga konstan mengalami penurunan sebesar0,36 persen. Hamper semua nilai tambah sektor ekonomi kota Banjarmasin selama tahun 2008 mengalami pertumbuhan negatif kecuali sektor jasa serta sektor pembangunan dan konstruksi yang meningkat masing-masing 0,52 persen dan 0,28 persen. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kalimantan selatan pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Kota Bannjaramasin (5,72 persen) ini masih sedikit di bawah pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan (5,87 persen).
Table…
Pertumbuhan ekonomi kota Banjarmasin atas harga konstan
besarnya angka pertumbuhan ini jika dibandingkan dengan pertumbuhan nilai investasi yang masuk ke Banjaramsin tidak berbanding lurus, mengindikasikan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi tidak dipengaruhi oleh penambahan nilai invesatasi. Perkembangan nilai investasi dari tahun 2008-2012 menunnukkan bahwa terjadi penurunan nilai investasi yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan jumlah investasi di provinsi di Kalimantan Selatan. Hal ini dapat diintepretasikan bahwa tantangan kota Banjarmasin dalam menarik investor yang ining menanamkan modalnya dalam kawasan regional rovinsi Kalimantan selatan.
4.2.3 Pendapatan perkapita
Pendapatan/PDRB per kapita dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan penduduk disuatu wilayah. PDRB pendapatan perkapita dapat dilihat dari dua sisi, yaitu PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dan PDRB per kapita atas dasar harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB perkapita yang riil biasanya berdasarkan atas dasar harga konstan yang umumnya digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur ekonomi rakyat secara keseluruhan dalam arti luas, yaitu berapa banyak barang riil dan jasa-jasa yang dihasilkan untuk keperluan konsumsi dan investasi penduduk.
yaitu sebesar 10.67 persen. Jika dilihat dari PDRB perkapita atas dasar harga konstan, PDRB kota Banjarmasin juga berfluktuasi. Angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada tahun 2010 (7.20%) menunjukkan kecendrungan pola yang turun pada tahun-tahun berikutnya.
Table…….
PDRB per Kapita Kota Banjarmasin tahun 2007-2012
4.3 Analisis Lingkungan 4.3.1 Pemahaman KLHS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diwajibkan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan.
Fungsi dari KLHS adalah untuk :
1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan;
2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan;
Gambar 4.x kedudukan KLHS terhadap AMDAL Sumber document RPI2-JM
Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan; 2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui
pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;
3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan keputusan yang lebih tinggi;
4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak dini;
6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;
7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan.
KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif secara sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik dan dapat memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :
a) Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP) ;
b) Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;
c) Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan.
4.3.2 Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis
efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :
Keterkaitan (interdependency)
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu
komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium\
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,
kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.
Keadilan (justice)
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan
program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumbersumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.
Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut :
Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?
Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?
Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan?
Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum.
4.3.3 Metode Penyusunan KLHS
Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;
b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif –alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut :
2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;
3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan untuk optimalisasi.;
4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil keputusan.
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut :
Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait
Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai pengembangan infrastruktur di Kota Banjarmasin
Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.
Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.
Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :
A. Penapisan;
Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.
B. Pelingkupan;
metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.
C. Pengkajian;
Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
D. Perumusan dan pengambilan keputusan
Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.
Gambar 4.x mekanisme penyelenggaraan KLHS Sumber document RPI2-JM
Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :
1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.
Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa :
a) tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,
b) berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP,
c) sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan indikator-indikator pembangunan berkelanjutan,
d) keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,
2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.
Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri.
Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.
3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam
KRP.
Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.
4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan.
Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.
5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.
pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.
6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.
7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun
Kumulatif.
Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana jenisjenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak-dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.
Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :
Mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya.
Melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana.
Melakukannya secara berulang/iterative
Gambar 4.x kerangka kerja dan metodologi KLHS Sumber document RPI2-JM
Gambar 4.x kerangka kerja dan metodologi KLHS Sumber document RPI2-JM
4.3.4 Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program
1. Identifkasi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang akan terlibat baik dalam proses penyusunan KLHS maupun terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku kepentingan pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sebagai berikut :
Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan
Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P Pejabat yang bertanggung jawab
menyetujui K/R/P
Institusi lingkungan hidup Institusi terkait lainnya Institusi/Lembaga Non
Pemerintahan
Dewan Perwakilan LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak
Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilihat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masingmasing SKPD terkait, serta potensi dampak yang kan diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS adalah sebagai berikut :
Dinas/instansi/ institsi Pemerintahan Institusi yang berwenang menyusun K/R/P
Pejabat yang ertanggung jawab menyetujui K/R/P
LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/ Akademisi/ Asosiasi Profesi
Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak
Seberapa besar keterlibatan pemanggku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilhat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masing-masing SKPD terkait, serta potensi dampak yang akan diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebutterkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHSadalah sebagai berikut :
No Instansi Alasan rekomendasi
1 Walikota Banjarmasin Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS
2 DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS
3 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
4 Badan Lingkungan Hidup
Penyususnan dan Pelaksanaan
di bidang lingkungan hidup
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
6 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Penyusunan dan pelaksanaan
ideology dan kewaspadaan
daerah, ketahanan seni,
budaya, agama, ekonomi dan
kemasyarakatan seta politik
dalam negeri
Tidak terlalu Terlibat
dalam penyusunan
KLHS
7 Badan kepegawaian daerah
Tugas membantu pejabat
pembina kepegawaian daerah
dalam melaksanakan
manajemen pegawai negri
sipil, yang meliputi pengadaan,
seleksi dan mutasi,
8 Dinas kebersihan an pertamanan
Penyusunan dan pelaksanaan
dibidang pelayanan kebersiha,
keindahan kota dan capaian
SPM
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
9 Badan pelayanan perizinan terpadu
Penyusunan dan pelaksanaan
di bidanginformasi dan
pengaduan, perijina, jasa
usaha dan perijinan tertentu
Tidak terlalu terlibat
dalam penyusunan
KLHS
10 Dinas Pendidikan Tugas Pembantuan dibidang pembinanaan pendidikan
dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan anak usia dini,
non formal dan informal serta
pengelolaan sarana dan
prasarana
Tidak terlalu Terlibat
dalam penyusunan
11 Dinas Kesehatan Tugas Pembantuan dibidang
12 Dinas Sosial Pembatuan dibidang sosial, rehabilitasi sosial dan
pelayanan serta
pemberdayaan industri
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
13 Dinas tenaga kkerja dan transmigrasi
Tugas pembantuan dibidang
penempata, perluasan, kerja
dan produktivitas tenaga kerja,
hubungan industrial dan syarat
kerja, pengawasan
ketenagakerjaan serta
pembinaan transmigrasi
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
14 Dinsa Perhubungan dan informatika
Tugas pembantuan di bidang
pembinaan system
transportasi, lalu intas
angkatan jalan, lalu lintas
angkutan sungai dan danau,
serta komunikasi dan
informatika
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
15 Dinas Perindustrian an Perdagangan
Tugas Pembantuan di Bidang
perindustrian dan
perdagangan yang meliputi
industri logam, mesin,
elektronika, dan aneka industri
kimia, argo dan hasil hutan
serta perdagangan
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
16 Dinas Kebudayaan pariwisata pemuda dan
Tugas pembantuan di bidang
pembinaan kebudayaan, dan
Terlibat dalam
pariwisata pemuda dan
olahraga
17 Dinas Pendapatan pengelola keuangan dan
asset daerah
Tugas pembatuan dibidang
pendapatan, pengelola
keuangan dan asset daerah
yang meliputi pengelolaan
penerimaan pajak bumi dan
bangunan, penerimaan
pendapatan asli daerah dan
bukan pendapatan asli daerah,
anggaran dan belanja akutansi
dan asset daerah
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
18 Dinas pertanian perkebunan perikanan
dan peternakan
Tugas pembantuan di bidang
pertanian yang meliputi
19 Dinas kehutanan Tugas pembantuan di bidang kehutanan yang meliputi lagi
planologi kehutanan,
20 PD PAL Membantu di bidang sanitasi kota, penyusunan dan
pelaksanaan di bidang
pelayanan pengelolaan air
limbah kota dan capaian SPM
Terlibat dalam
21 Dinas koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah
Tugas pembantuan di bidang
pembinaan kelembagaan,
usaha pengembangan sumber
daya manusia kemitraan dan
promosi koperasi usaha mikro,
kecil dan menengah.
Tidak terlalu Terlibat
dalam penyusunan
KLHS
22 Dinas kependudukan dan pencatatn sipil
Tugas pembantuan di bidang
pendaftaran penduduk,
pencatatan sipil, perencanaan
dan perkembangan
kependuduk serta pengelolaan
data dan informasi
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
23 Dinas perumahan dan permukiman
Tugas pembantuan di bidang
perumahan, bidang penataan
ruang dan bangunan, bidang
pengembangan air minum dan
penyehatan lingkungan serta
bidang kebersihan
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
24 Dinas bina margadan sumber daya air
Tugas pembantuan di bidang
pekeraan umum yang meliputi
bina marga, sumber daya air
dan pembinaan konstruksi
Terlibat dalam
penyusunan KLHS
2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
a) Pertanahan Dan Tata Ruang
1. Kesenjangan perkembangan wilayah dan struktur ruang
2. Pemanfaatan lahan basah untuk budidaya perikanan di sepanjang
jaringan irigasi
3. Perubahan kawasan lindung mangrove, sempadan pantai, sempadan
sungai, dll (sesuai perda pasal 24)
4. Optimalisasi pemanfaatan DAS
5. Penataan sempadan sungai perubahan rona lingkungan pada
kawasan DAS
6. Pengendalian pemanfaatan ruang
7. Penanganan dan pengelolaan daerah tangkapan resapan air 8. Pengendalian peanfaatan lahan gambut dengan ketebalan >3 m
yang tidak sesuai dengan daya dukungnya
9. Penurunan ruang terbuka hiau (permkiman) 10. Masalah tumpang tindih kepemilikan lahan
11. Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan dan
holitkultura
12. Pemantapan kawasan hutan
13. Peyelesaian kegiatan non kehutanan dalam kawasan hutan (Forest
Land Tenure)
b) Ekonomi Wilayah
1. Kesenjangan tingkat pendapatan masyrakat di wilayah perdesaaan
dan perkotan
2. Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi
sumber daya yang tidak berkelanjutan
3. Belum optimalnya pertumbuhan ekonomi wilayah dan
pengembangan potensi sektoral dan geografi
4. Belum optimalnya kesempatan kerja daya dan industri hilir masih
5. Penurunan/Rendahnya produksi Pertanian karena anomaly iklim,
OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),terbatasnya penerapan teknologi, terbatasnya pertanian dan alih fungsi lahan
c) Infrastruktur Wilayah
1. Belum optimalnya penanganan dan pengeloalaan air bersih dan
sanitasi
2. Keterbatasan akses transportasi darat
3. Kurang optimalnya pemanfaatan transportasi sungai (pendangkalan) 4. Belum berkembangnya MRT (Mass Rapid Transportation)
5. Terdapatnya hambatan samping jalan Raya/Bahu jalan 6. Belum optimalnya jaringan listrik
7. Belum optimalnya jaringan komunikasi
8. Belum optimalnya jaringan irigasi dan drainase
d) Sosial Kemasyarakatan
1. Perubahan perilaku dan kondisi sosial budaya masyarakat 2. Migrasi penduduk pada kawasan cepat tumbuh
3. Kualitas SDM masih Rendah
4. Belum terkendalinya pertumbuhan dan penyebaran penduduk
e) Dampak Lingkungan
1. Terjadinya pemanasan global
2. Terjadinya banjir karena pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan
lingkungan
3. Sering terjadiya kebakaran hutan dan lahan
4. Perubahan ekosistem karena pengurukan rawa/ pengeringan lahan 5. Penurunan kualitas dan kuantitas air
6. Erosi dan perambahan hutan
7. Pencemaran lingkungan akibat aktifitas tambang, industry dan
transportasi
2. Belum berkembangnya koperasi/bumdes 3. Belum optimalnya koordinasi antar lembaga
3. Identifkasi KRP