• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 1504175343BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI LNGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN - DOCRPIJM 1504175343BAB 4 ANALISIS SOSIAL EKONOMI LNGKUNGAN"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

IV-1

BAB 4

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN

4.1. ANALISIS SOSIAL

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang

Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan,

maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan,

pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial

yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan

kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan

kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi,

pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman

kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu

diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut

membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi

masyarakat sekitarnya.

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya

memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:

a. Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga

dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada

kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat

miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal,

dan wilayah bencana.

b. Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender

dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data

dan statistik gender.

2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan

bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:

a. Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan

(2)

IV-2 meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan

masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang

Berhak.

3. Peraturan Presiden No. 3/2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional Tahun 2015-2019:

a. Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah

program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan

penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di

bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan

infrastruktur dasar.

b. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan

akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus

dilanjutkan.

4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan

Kemiskinan

a. Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta

masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin

melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan

usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka

meningkatkan kegiatan ekonomi.

5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional

a. Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan

pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan,

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan

dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender

sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan

masing-masing.

Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah

kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah:

1. Pemerintah Pusat:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat

(3)

IV-3 b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang

bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil,

serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di

tingkat pusat.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif

gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

2. Pemerintah Provinsi:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat

regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang

bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil,

serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di

tingkat provinsi.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi

atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi

berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota:

a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di

kabupaten/kota.

b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di

kabupaten/kota.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial,

pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil,

serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat

kabupaten/kota.

d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

(4)

IV-4 atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota

berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.

Pengarusutamaan Gender

Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan

pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan

responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector

Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),

Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program

Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to

PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan

Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat

bidang Cipta Karya.

Pengarusutamaan gender (PUG) dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan

Permukiman : sebagai strategi dalam mengatasi masalah kesenjangan gender

bidang PU adalah upaya untuk mencapai kesetaraandan keadilan gender, melalui

kebijakan, program dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman,

aspirasi,kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan

program di bidang pembangunan.

Berikut adalah masalah Kesenjangan Gender dalam penyelenggaraan

pembangunan Bidang Cipta Karya:

- Infrastruktur PU dan Permukiman pada dasarnya netral gender

- Ada kebijakan,program, kegiatan pembangunan tertentu yang luput

terhadap adanya kebutuhan, aspirasi, hambatan yang berbeda antara

laki-laki dan perempuan sehingga kesenjangan gender :

- Kesenjangan bagi perempuan dalam memperoleh informasi tentang

pentingnya menjaga kualitas air sungai

- Kesenjangan partisipasi perempuan dalam mendapatkan informasi

tentang rencana pembangunan infrastruktur SDA

- Kurangnya pertimbangan dalam merumuskan manfaat

(5)

laki-IV-5 laki dan perempuan ( contoh : Rest Area, Penyeberangan Jalan

dikawasan pertanian, base camp)

- Terabaikannya keterlibatan perempuan dalam penguasaan kepemilikan

aset, lahan,rumah, terkait proses pengadaan tanah

- Kesenjangan Partisipasi perempuan dalam mendapatkan informasi tentang

rencana pembangunan infrastruktur jalan & jembatan

- Kurangnya penyuluhan pencegahan HIV pada pekerja konstruksi Adanya

perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan terhadap letak dan pola

penggunaan fasilitas permukiman, antara lain air minum dan persampahan

- Kurang terakomodasi program sarana dan prasarana perempuan dalam

bangunan gedung

- Kurangnya keterlibatan perempuan dalam proses penyusunan rencana tata

ruang kawasan pada saat konsultasi publik

Kebutuhan Penanganan Masalah Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran

kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir

terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan

beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian

kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada

masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak

akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting

untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran

untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat

perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan

AMDAL dan pembebasan lahan.

2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah

dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya

berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh

(6)

IV-6 tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk

meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga

yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan

adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek.

Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana

pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk

yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini

termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan

dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang

baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi

penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.

Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi

manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat

secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan

mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat,

hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk

mendapatkan akses pelayanan tersebut.

Tabel.4.1

Identifikasi Kebutuhan Penanganan Aspek Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

No Sektor Kebutuhan Penanganan

1 Pengembangan Permukiman - Kebutuhan lingkungan hunian/perumahan

yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas

umum, serta mempunyai penunjang kegiatan

fungsi lain di kawasan perkotaan atau

perdesaan yang tersedia lengkap dan layak

bagi masyarakat sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan

- Kebutuhan kemudahan akses terhadap

hunian/perumahan/sarana prasarara/utilitas

dll

- Kebutuhan penurunan biaya/beban

(7)

IV-7 hunian/perumahan/sarana prasarara/utilitas

dll.

2 Penataan Bangunan dan Lingkungan - Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

- Kebutuhan peningkatan pembangunan

Prasarana dan Sarana peningkatan

lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

- Kebutuhan peningkatan pembangunan

prasarana dan sarana penataan lingkungan

pemukiman tradisional.

- Kebutuhan kemudahan akses terhadap

fasilitas bangunan & lingkungan

- Kebutuhan penurunan biaya/beban

terhadap masyarakat dari fasilitas

bangunan/lingkungan.

3. Pengembangan Air Minum - Kebutuhan kemudahan akses terhadap

fasilitas air minum bagi masyarakat

ecamatan/pedesaan.

- Kebutuhan penurunan biaya/beban

terhadap masyarakat dari penggunaan air

minum

- Kebutuhan terhadap kualitas air minum yang

bersih dan layak sesuai permenkes tentang

kualitas air minum

- Kebutuhan peningkatan pelayanan air minum

hingga pedesaan.

4. Penyehatan Lingkungan Permukiman - Kebutuhan peningkatan akses sarana

prasarana air limbah, drainase dan

persampahan permukiman

- Kebutuhan masyarakat untuk terlibat di dunia

usaha dalam pengelolaan air limbah

sehingga dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat.

4.2. ANALISIS EKONOMI 4.3. ANALISIS LINGKUNGAN

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah

rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan

(8)

IV-8 dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau

program. KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan

pembangunan infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena

RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran

Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan

prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program

menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang

berpotensi mengakibatkan dampak negative terhadap lingkungan hidup.

KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh

Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas

dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan

dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya

penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk

(9)

IV-9

Tahapan Pelaksanaan KLHS

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan

rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu

pokok seperti (1) perubahan iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau

kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan

wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan

lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan

alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin

atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau

(7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu

tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi

menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.

(10)

IV-10

Tabel . 4.2

Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya

No Kriteria Penapisan 1 Perubahan Iklim Terjadi beberapa tahun terakhir

akibat pengaruh perubahan iklim Australia, tapi masih pada batas yang berakibat pada kemerosotan habitat biota laut. Perlu mendapat penanganan khusus

Tidak signifikan

3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir,longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,

Belum menjadi masalah serius dan jarang terjadi, namun harus diantiisipasi terjadinya kabakaran lahan sebagai akibat kekeringan dan kebiasaan membakar untuk pakan ternak, dampak adanya perubahan iklim, dan kebiasaan membakar, tapi masih terpantau

Tidak signifikan

4 Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam

Adannya eksploitasi wilayah perbukitan untuk bahan tambang galian C lainnya di beberapa tempat yang berakibat pada penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, namun sejauh ini masih dalam batas aman

Tidak signifikan

5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,

Alih fungsi lahan pertanian menjadi hunian di pinggir kota dan alih fungsi lahan hunian menjadi perdagangan pada jalur jalan utama pusat kota dan sepanjang jalur Pantura. Sejauh ini masih aman namun perlu diantisiasi

Tidak signifikan

6 Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat

Pesatnya pertumbuhan penduduk migran perdesaan ke perkotaan dengan keterampilan yang terbatas mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk miskin perkotaan dan terbantuknya kampung kumuh dan Squater setlemen pada beberapa kawasan di kota

Tidak signifikan

7 Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia

Terjadi pencemaran sumber air permukaan dan sumur dangkal di Kabupaten Brebes khususnya di Pantura dan sekitarnya oleh bakteri Ecoly dan polusi udara akibat aktifitas transportasi dan industri tapi belum sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan

(11)

IV-11 Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses

penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM tidak

berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen

Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2-JM

Kabupaten/Kota dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu

dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2-JM dengan

persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2-JM. Namun, jika

teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2-JM berpengaruh terhadap

kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2-JM didukung dinas lingkungan hidup

(BPLHD) dapat menyusun KLHS dengan tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah

Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:

a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya

Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:

1. Menentukan secara tepat pihak-pihak yang akan dilibatkan

dalam pelaksanaan KLHS;

2. Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU

No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup;

3. Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan,

rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau

penerimaan oleh publik;

4. Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan

akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan

pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui

(12)

IV-12

Tabel 4.3

Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat dalam penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya

Masyarakat dan Pemangku Kepentingan

Lembaga

Pembuat keputusan a. Bupati/Walikota b. DPRD

Penyusun kebijakan,rencana dan/atau program

Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum & tata Ruang, KLH

Instansi Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum & tata Ruang, KLH

Masyarakat yang memilik Informasi dan/atau

keahlian(perorangan/tokoh/kelompok)

a. Perguruan tinggi atau lembaga penelitian lainnya

b. Asosiasi profesi

c. Forum-forum pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup d. LSM/Pemerhati Lingkungan hidup e. Perorangan/tokoh

f. kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA

Masyarakat terkena Dampak a. LembagaAdat b. Asosiasi Pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi masyarakat

e. Kelompok masyarakat tertentu(nelayan,petani dll)

b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:

1. penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek

sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga

aspek tersebut;

2. pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan

3. membantu penentuan capaian tujuan pembangunan

(13)

IV-13

Tabel 4.4

Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya Pengelompokan Isu-isu

Sumber mata air permukaan yang terbatas perlu diantisipasi dengan sumber alternatif berupa pendayagunakan aliran air permukaan pada musim hujan, sumber air tanah dalam dan/atau penyulingan air asin Isu 2: Pencemaran lingkungan

oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal

Sumber pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal mungkin terjadi pada instalasi pengolahan limbah rumah sakit, industri kerajinan rumah tangga atau pada industri bersar seperti Penambangan, PLTD/PLTU dan lain-lain Isu 3: dampak kawasan kumuh

terhadap kualitas lingkungan

Kawasan kumuh

menyebabkan penurunan kualitas lingkungan

Penurunan kualitas akibat permukiman kumuh antara lain pada daerah sempadan sungai/kali dan wilayah penyangga yang berbatasan langsung Kota Mataram dan sekitarnya.

Ekonomi

Isu 4: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan Pencemaran air mengurangi kesejahteraan masyarakat

Kerusakan lingkungan sebagai dampak kemiskinan masyarakat perkotaan

belum menjadi isu utama namun kekumuhan di Brebes lebih disebabkan karena kurangnya penataan lingkungan yang layak huni dan sehat disamping kesadaran masyarakat terhadap bangunan dan lingkungan masih rendah.

Sosial

Isu 5: Pencemaran menyebabkan

berkembangnya wabah penyakit

- Menyebabkan penyakit ispa akibat pembakaran sampah secara terbuka

- Menyebabkan penyakit diare

(14)

IV-14 dan Lingkungan Akses gedung & Lingkungan

2. Perumusan Alternatif Penyempurnaan KRP

Tujuan perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau

program untuk mengembangkan berbagai alternative perbaikan muatan

KRP dan menjamin pembangunan berkelanjutan. Setelah dilakukan kajian,

dan disepakati bahwa kebijakan, rencana dan/atau program yang dikaji

potensial memberikan dampak negative pada pembangunan

berkelanjutan, maka dikembangkan beberapa alternatif untuk

menyempurnakan rancangan atau merubah kebijakan, rencana dan/atau

program yang ada. Beberapa alternative untuk menyempurnakan dan atau

mengubah rancangan KRP mempertimbangkan antara lain:

a. Memberikan arahan atau rambu-rambu mitigasi terkait dengan

kebijakan, rencana, dan/atau program yang diperkirakan akan

menimbul kan dampak lingkungan atau bertentangan dengan

kaidah pembangunan berkelanjutan;

b. Menyesuaikan ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana,

dan/atau program.

c. Menunda, memperbaiki urutan, atau mengubah prioritas pelaksanaan

kebijakan, rencana, dan/atau program.

(15)

IV-15

Pendekatan dan Prinsip-prinsip KLHS

KLHS ditujukan untuk menjamin pengarusutamaan pembangunan

berkelanjutan dalam pembangunan. Ada tiga nilai penting dalam

penyelenggaraan KLHS yang dapat mencerminkan penerapan prinsip

pembangunan berkelanjutan, yaitu keterkaitan (interdependency), keseimbangan

(equilibrium) dan keadilan (justice). Keterkaitan (interdependency) dijadikan nilai

penting agar penyelenggaraan KLHS dapat menghasilkan kebijakan, rencana atau

program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, wilayah, global-lokal.

Nilai ini juga mengandung makna dihasilkannya KLHS yang bersifat holistik berkat

adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi.

Keseimbangan (equilibrium) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS

senantiasa dijiwai keseimbangan antara kepentingan sosial-ekonomi dengan

kepentingan lingkungan hidup, antara kepentingan jangka pendek dan jangka

panjang, antara kepentingan pembangunan pusat dan daerah, dan

keseimbangan lainnya.

Implikasinya, usaha pemetaan ragam dan bentuk kepentingan para pihak

menjadi salah satu proses dan metode yang penting digunakan dalam KLHS.

Keadilan (justice) dijadikan nilai penting agar penyelenggaraan KLHS dapat

menghasilkan kebijakan, rencana dan program yang tidak mengakibatkan

marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya

pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam atau modal atau

pengetahuan. KLHS dibangun melalui pendekatan pengambilan keputusan

berdasarkan masukan berbagai kepentingan. Makna pendekatan tersebut adalah

bahwa penyelenggaraan KLHS tidak ditujukan untuk menolak atau sekedar

mengkritisi kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan untuk meningkatkan

kualitas proses dan produk kebijakan, rencana dan/atau program, khususnya dari

perspektif pembangunan berkelanjutan. KLHS adalah strategi yang cenderung

bersifat ”persuasif” dalam pengertian lebih mengutamakan proses pembelajaran

dan pemahaman para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penyusunan

dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan

prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam kerangka pendekatan ini, 6

(16)

IV-16 Prinsip 1: Penilaian Diri (Self Assessment)

Makna prinsip ini adalah sikap dan kesadaran yang diharapkan muncul dari diri

pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses penyusunan dan evaluasi

kebijakan, rencana dan/atau program agar lebih memperhatikan prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan dan mempertimbangkan prinsip-prinsip tersebut

dalam setiap keputusannya. Prinsip ini berasumsi bahwa setiap pengambil

keputusan secara apriori mempunyai tingkat kesadaran dan kepedulian atas

lingkungan. KLHS menjadi media atau katalis agar kesadaran dan kepedulian

tersebut terefleksikan dalam proses dan terformulasikan dalam produk pengambilan

keputusan untuk setiap kebijakan, rencana dan/atau program.

Prinsip 2: Penyempurnaan Kebijakan, Rencana dan/atau program (Improvement of

the Policy, Plan, and/or Program)

Prinsip ini menekankan pada upaya untuk penyempurnaan pengambilan

keputusan suatu kebijakan, rencana dan/atau program. KLHS tidak menghambat

proses perencanaan kebijakan, rencana dan/atau program, melainkan menjadi

media atau katalisator untuk memperbaiki proses dan produk kebijakan, rencana

dan/atau program. Prinsip ini berasumsi bahwa perencanaan kebijakan, rencana

dan/atau program di Indonesia selama ini belum mempertimbangkan

pembangunan berkelanjutan secara optimal dan KLHS dapat memicu perbaikan

atau penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program bersangkutan.

Prinsip 3: Peningkatan Kapasitas dan Pembelajaran Sosial (Social Learning and

Capacity Building)

Prinsip ini menekankan bahwa integrasi KLHS dalam perencanaan kebijakan,

rencana dan/atau program harus menjadi media untuk belajar bersama khususnya

tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan, baik bagi masyarakat umum dan

khususnya bagi para birokrat dan pengambil keputusan. KLHS harus memungkinkan

seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam perencanaan kebijakan,

rencana dan/atau program untuk meningkatkan kapasitasnya mengapresiasi

lingkungan hidup dalam keputusannya. Melalui KLHS, dapat dicapai masyarakat,

birokrat, dan pengambil keputusan yang lebih cerdas dan kritis dalam menentukan

(17)

IV-17 Prinsip 4: Memberi Pengaruh pada Pengambilan Keputusan (Influencing Decision

Making)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus memberikan pengaruh yang positif pada

pengambilan keputusan. KLHS akan mempunyai makna apabila pada akhirnya

dapat mempengaruhi pengambilan keputusan, khususnya untuk memilih atau

menetapkan kebijakan, rencana dan/atau program yang lebih menjamin

pembangunan yang berkelanjutan.

Prinsip 5: Akuntabel (Accountable)

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus diselenggarakan secara terbuka dan

bertanggungjawab, sehingga dapat dipertanggung-jawabkan pada publik secara

luas. Azas akuntabilitas KLHS sejalan dengan semangat akuntabilitas dari kebijakan,

rencana dan/atau program itu sendiri, sebagai bagian dari prinsip-prinsip tata

pemerintahan yang baik (good governance). Pelaksanaan KLHS dapat lebih

menjamin akuntabilitas perumusan kebijakan, rencana dan/atau program bagi

seluruh pihak. KLHS tidak ditujukan untuk menjawab tuntutan para pihak, karena

lingkup KLHS terbatas, sedangkan tuntutan dapat berdimensi luas.

Prinsip 6: Partisipatif

Prinsip ini menekankan bahwa KLHS harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan

pemangku kepentingan yang terkait dengan kebijakan, rencana dan/atau

program. Prinsip ini telah menjadi amanat dalam Undnag-undang Nomor 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan harus

diwadahi dalam penyelenggaraan KLHS. Dengan prinsip ini diharapkan proses dan

produk kebijakan, rencana dan/atau program semakin mendapatkan legitimasi

atau kepercayaan publik.

Karakteristik Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

KLHS menekankan pada enam prinsip sebagaimana dikemukakan di atas, maka

menjadi penting untuk memahami dalam tatanan karakteritik proses perumusan

kebijakan, rencana dan/atau program. Paling tidak terdapat 4 (empat) karakteristik

proses perumusan kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia yang harus

dipahami untuk penyelenggaraan KLHS.

(18)

IV-18 Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program adalah proses

pembangunan konsensus atau kesepakatan. Penyusunan dan evaluasi kebijakan,

rencana dan/atau program melibatkan berbagai pemangku kepentingan

termasuk masyarakat, dimana para pihak seringkali mempunyai kepentingan

masing-masing. KLHS diintegrasikan dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan,

rencana dan/atau program dengan harapan dapat memperkuat proses

membangun kesepakatan, khususnya tentang hal-hal yang terkait dengan

pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. Meskipun demikian, perlu

dicatat bahwa ada kalanya tidak selalu tercapai konsensus, sehingga KLHS tidak

selalu mengarah pada satu kesepakatan bersama. Untuk itu proses KLHS tetap

membuka peluang adanya keragaman pendapat (“dissenting opinion”) dan

dilampirkan pada hasil akhir kesepakatan.

Karakteristik 2: Dinamika Proses Teknokratik, Partisipatif, dan Perumusan Kebijakan

Publik

Oleh karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program

melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan kepentingan yang

beragam, maka penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program

tidak sepenuhnya merupakan proses teknokratik atau ilmiah, melainkan juga proses

partisipatif dan proses perumusan kebijakan publik, dalam pengertian dimana antar

pemangku kepentingan saling mempengaruhi, berdialog, dan bernegosiasi untuk

memperjuangkan kepentingannya. KLHS harus diselenggarakan dalam konteks ini.

Suatu perencanaan kebijakan, penyusunan rencana dan program adalah

kontinuum rasional – konsensus, sehingga negosiasi tidak dapat dilakukan tanpa

basis proses rasional. Prinsip planning process improvement, capacity building dan

public accountable tidak dapat diaplikasikan tanpa ditunjang argumentasi yang

obyektif.

Karakteristik 3: Pentingnya Komunikasi dan Dialog

Karena penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program bertujuan

membangun konsensus antar berbagai kepentingan, maka dinamika komunikasi

dan dialog antar berbagai pemangku kepentingan menjadi penting. KLHS harus

menekankan pada proses komunikasi dan dialog yang efektif agar dapat

(19)

IV-19 rencana dan/atau program yang lebih berkelanjutan dan menyiapkan mitigasi

yang diperlukan. Pelaku yang terlibat dalam penyelenggaraan KLHS harus

mengembangkan ketrampilan untuk dapat melakukan proses-proses komunikasi

dan dialog yang efektif.

Karakteristik 4: Pentingnya Peran Personal dan Proses Informal

Penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program di Indonesia juga

dicirikan dengan berperannya aktor-aktor personal, melalui jalur komunikasi informal

dan/atau personal. Proses dan komunikasi formal seringkali perlu didukung peran

personal dan proses informal untuk menghasilkan konsensus atau kesepakatan. KLHS

harus diselenggarakan dengan mempertimbangkan hal ini, yakni membangun jalur

komunikasi personal dan/atau informal dengan para pemangku kepentingan.

Melalui proses komunikasi dan negosiasi personal dan/atau informal ini juga

diharapkan dapat memperluas peluang untuk mempengaruhi pengambil

keputusan.

Obyek KLHS

Dalam UU PPLH Pasal 15 ayat 1 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah

daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu

wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.Kadang kala atribut

kebijakan, rencana dan/atau program sulit dibedakan secara jelas, bahkan dapat

saling tumpang tindih, namun secara generik perbedaannya adalah sebagai

berikut:

a. Kebijakan adalah arah atau tindakan yang diambil oleh Pemerintah atau

pemerintah daerah untuk mencapai tujuan. Dalam prakteknya kebijakan

dapat berupa arah yang hendak ditempuh (road map) berdasarkan tujuan

yang digariskan, penetapan prioritas, garis besar aturan dan mekanisme

untuk mengimplementasi tujuan.

b. Rencana adalah hasil suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan

yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya

yang tersedia. Dalam prakteknya rencana dapat berupa rancangan,

(20)

IV-20 berdasarkan arah kebijakan dengan mempertimbangkan ketersediaan dan

kesesuaian sumber daya.

c. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan

yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai

sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan

masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Dalam

prakteknya program dapat berupa serangkaian komitmen,

pengorganisasian dan/atau aktivitas yang akan diimplementasikan pada

jangka waktu tertentu dengan berlandaskan pada kebijakan dan rencana

yang telah digariskan.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 15 ayat 2 UU PPLH, penyelenggaraan KLHS

bersifat wajib dalam penyusunan atau evalausi : 1. Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) beserta rencana rincinya pada tingkat nasional, provinsi dan

kabupaten/kota. 2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

3. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak

dan/atau risiko lingkungan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana

rincinya terdiri atas: Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang

Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional, Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi, Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Rencana Detil Tata Ruang Kabupaten/Kota,

dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota.

Integrasi KLHS ke dalam Proses Perumusan Kebijakan, Rencana dan/atau Program

Sesuai dengan pendekatan dan prinsip KLHS sebagaimana dikemukakan di atas,

pengintegrasian KLHS dalam penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana

dan/atau program menjadi kunci efektifitas penyelenggaraan KLHS. Dalam konteks

ini, tidak terdapat formula atau rumus baku yang dapat memandu pengintegrasian

ini karena setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai karakteristik

obyek, proses dan prosedur yang tertentu dan bahkan unik, karenanya menjadi

penting untuk memahami secara rinci masing-masing proses penyusunan dan

evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program dengan segala dinamikanya.

Setiap kebijakan, rencana dan/atau program mempunyai proses dan prosedur

(21)

IV-21 pengintegrasian KLHS dalam masing-masing kebijakan, rencana dan/atau program

dirumuskan oleh masing-masing kementerian/lembaga yang berwenang.

Untuk penyusunan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program, terkait

penataan ruang, kewajiban penyelenggaraan KLHS melekat pada Peraturan

Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Dalam PP ini telah diatur bahwa dalam perencanaan tata ruang harus

memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui Kajian

Lingkungan Hidup Strategis. Berdasarkan PP tersebut, proses penyusunan rencana

tata ruang harus dilengkapi kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup, sebagaimana diamanatkan dalam UUPPLH. UUPPLH juga mewajibkan

penyelenggaraan KLHS dalam evaluasi atau peninjauan kembali rencana tata

ruang. Lebih lanjut, pelaksanaan kajian daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup dalam penataan ruang dapat mengacu pada pedoman yang

telah diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup maupun Kementerian

Pekerjaan Umum.

Dalam penyusunan RPJP dan RPJM, baik untuk tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota, KLHS diwajibkan dalam penyusunan dan evaluasi RPJP/RPJM.

Pengintegrasian penyelenggaraan KLHS secara teknis untuk RPJP/RPJM pada

tingkat nasional akan ditentukan lebih lanjut oleh Bappenas, dan pada tingkat

provinsi dan kabupaten/kota oleh Kementerian Dalam Negeri.

Beberapa perundangan dan peraturan yang dapat menjadi referensi mengenai

perencanaan pembangunan antara lain: Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; PP Nomor 40 Tahun 2006

tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; PP Nomor 8

Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi

Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; PP Nomor 10 Tahun 2010 tentang

Tata Cara Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan; Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 08 Tahun 2007; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54

Tahun 2010 dan peraturan lain yang berlaku.

Penyelenggaraan KLHS untuk kebijakan, rencana dan/atau program lain yang

berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup akan diatur oleh

(22)

IV-22 dan/atau program terkait. Untuk mengetahui kebijakan, rencana dan/atau

program apa saja yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko

lingkungan hidup, dilakukan proses penapisan atau screening. Sesuai dengan

prinsip self assessment, proses penapisan dilakukan oleh masing-masing pembuat

kebijakan, rencana dan/atau program. Meskipun demikian, catatan proses dan

hasilnya harus dapat diakses oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.

Metode Pelaksanaan KLHS Berdasarkan Tingkat Kedetilan Penentuan metode

analisis teknis dan metode proses pelaksanaan KLHS juga akan sangat ditentukan

oleh konteks, kondisi, dan jenis kebijakan, rencana dan/atau program yang akan

dikaji. Oleh karena itu, diperlukan satu kecermatan dan kreativitas untuk

menentukan metode mana yang tepat dan efisien untuk satu KLHS. Dengan kata

lain, penentuan metode akan sangat ditentukan dengan kekhasan kondisi, situasi,

dan jenis kebijakan, rencana dan/atau programnya. Tabel berikut memberikan

gambaran tentang tiga metode dan kondisi yang melatarbelakangi pemilihan

Gambar

Tabel . 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4 Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Tabel 4.5 Tabel Identifikasi KRP

Referensi

Dokumen terkait

Lokal Kitab Fathul Qorib dalam Meningkatkan Pemahaman Mata Pelajaran Fiqih (Studi Kasus di MTs NU Miftahul Falah Cendono Dawe Kudus) ”.

Berdasarkan persepsi responden, penelitian terdahulu yang relevan, maupun dari hasil temuan melalui uju regresi dalam penelitian ini maka dapat dinyatakan bahwa

salah satu dari sifat kepribadian yang dimiliki individu. Rasa percaya diri merupakan adanya kepercayaan mengenai. kemapuan diri sehingga sanggup menghadapi tugas dan

6) Membimbing peserta didik dalam melaksanakan praktik interpretasi dan digitasi citra. 7) Melakukan verifikasi hasil praktik interpretasi citra dari masing- masing

Mengacu pernyataan Tjokroaminoto bahwa etos kerja berbeda antarberbagai segmen masyarakat, maka perilaku ekonomi pedagang dalam bingkai ‘gusjigang’ ini juga akan difokuskan

7.Berapa banyak perintah yang dapat dituliskan ke file history saat anda keluar dari sesi Shell sekarang. 8.Pastikan Shell bash anda nanti akan mampu mengingat 5000 perintah yang

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kualitatif berupa deskripsi dari hasil survei primer yang dilakukan pada pihak bank dan nasabah yang digunakan

Sales promotion kartu kredit yang memiliki cara pandang optimistis akan memandang suatu penolakkan yang diterima dari calon nasabahnya adalah karena calon nasabahnya