4
Analisis Sosial Ekonomi Dan Lingkungan
4.1 Analisis SosialAnalisis sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca
pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur
permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai
dengan isuisu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta
pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan
penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian
pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan
infrastruktur tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga
dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok
masyarakat yangkurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan
masyarakat yang tinggal diwilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak
ditingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik
gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
Pasal 3 : Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan
menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan
tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah
program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang
pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur
dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses
dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan
Kemiskinan:
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin
melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha
ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional:
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan
gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan
nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan
fungsi, serta kewenangan masing-masing.
Komponen sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan keresahan
masyarakat karena rencana investasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Pengadaan tanah biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah
yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama
lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah
yang diambil harus dilakukan dengan kesepakatan kedua belah pihak terutama
terkait dengan ganti rugi atau ganti untung dan bertujuan untuk meningkatkan
pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini.
Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi,
seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan, serta permukiman kembali.
a. Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu
ditindak-lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional
MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai
Tabel 4.1
Analisis Kebutuhan penanganan Penduduk di Kota Banjarmasin
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
tersebut adalah :
Kel. Pelambuan :
Kawasan Rawasari yang
terletak di Kelurahan Teluk
Dalam merupakan kawasan
padat penduduk yang
cenderung berkembang
menjadi kumuh dan tidak
sesuai lagi dengan standard
lingkungan permukiman yang
sehat.
Kawasan Pelambuan
merupakan daerah
pengembangan baru
Pemerintah Kota Banjarmasin
yang berkembang cepat (new
development area).
Kawasan Pelambuan sangat
dipengaruhi oleh berdirinya
Permasalahan yang
muncul di Kawasan
Pelambuan Rawasari
adalah:
1. Adanya permukiman
padat penduduk
mengakibatkan
lingkungan kumuh.
2. Bangunan dan
kawasan tidak
tertata dengan baik,
sehingga relatif
kusam, kumuh dan
tidak terawat.
3. Adanya keterbatasan
lahan untuk
permukiman.
4. Kepadatan lalu lintas
cukup tinggi pada
saat peak-hour serta
Kebutuhan Penanganan
pada kawasan:
1. Rehabilitasi dan
peningkatan jalan.
2. Perbaikan Jembatan
3. Pembangunan ruang
terbuka hijau.
4. Pembuatan MCK
5. Pembangunan
Rusunawa.
6. Revitalisasi Kawasan.
7. Normalisasi
sungai-sungai dan
kanal-kanal sebagai bagian
dari peningkatan
keindahan kota dan
penanganan terhadap
banjir.
8. Pembangunan/
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
sehingga menjadi daya tarik
bagi penduduk yang
membutuhkan pekerjaan dan
memilih bekerja dan bermukim
di sekitar kawasan.
Infrastruktur Lingkungan :
Kondisi jalan di sekitar
permukiman secara umum
menggunakan perkerasan dari
batako dan cor beton. Untuk
perkerasan batako kondisi
kurang baik dan banyak
lubang, sedangkan perkerasan
beton kondisinya cukup baik.
Secara umum, kondisi drainase
pada kawasan rusak karena
tertutupi oleh lumpur dan
bau yang
ditimbulkan pabrik
karet menimbulkan
pencemaran udara
dan suara.
5. Fasilitas pengolahan
Air Limbah setempat
masih belum
memenuhi standar
teknis.
6. Kurangnya sarana
persampahan,
seperti
penampungan
sampah sementara.
7. Perlunya normalisasi
sungai-sungai yang
mengalami
sedimentasi dan
berubah fungsi.
9. Membuatan kolam
tengkapan air.
10. Pembuatan Sumur
Resapan Air Hujan.
11. Pemasangan Pipa
Distribusi Primer
HDPE dia. 315 mm
dan Jembatan Pipa
Kawasan Rawasari.
12. Penyediaan SPAM
bagi kawasan
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
penanganan
yang sudah
dilakukan
Kebutuhan
penanganan
sampah, pada sisi jalan banyak
inlet saluran yang tersumbat
sehingga air hujan tidak dapat
langsung masuk ke saluran
Selain itu masih terdapat
genangan air ketika hujan
turun.
Kondisi RTH Kawasan
Pelambuan Rawasari berupa
Ruang terbuka tepian masih
belum optimal dimanfaatkan
ruang terbuka hijau.
Kondisi MCK pada kawasan
terutama mereka yang tinggal
di sekitar bantaran sungai
masih membuang limbah ke
aliran sungai dan ini telah
berlangsung cukup lama.
jangkauan dan
kualitas pelayanan
Ari Minum
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
penanganan
yang sudah
dilakukan
Kebutuhan
penanganan
Sistem pengelolaan sampah
pada kawasan telah
menggunakan sistem
pengelolaan yang cukup baik
dan dikelola oleh
masing-masing pengurus RT/RW,
sampah di tampung di TPS
masing-masing kemudian
diangkut ke TPA.
Sarana air bersih yang ada di
kawasan perencanaan sebagai
sarana untuk kebutuhan
seharihari baik untuk
keperluan makanminum dan
keperluaan lainnya (MCK)
mayoritas didapatkan dari
PDAM dan sebagian kecil
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
Basirih adalah
22.596 Jiwa.
Permukiman
Kawasan Basirih merupakan
Pengembangan kawasan Kasiba
dan Lisiba di daerah berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
BanjarmasinKawasan Basirih
masih cukup luas lahan yang
tersedia untuk menampung
perkembangan kegiatan
permukiman.
Infra struktur lingkungan
Umumnya jalan lingkungan
disetiap gang dibuat dari cor
beton, batako dan beberapa masih
menggunakan pasir putih dimana
dana berasal dari warga sendiri.
Pengembangan jalan yang
dilakukan oleh developer. Lebar
jalan antara 2-4 meter dan
panjang antara 50-500
m.Sebagian jalan menggunakan
Permasalahan yang
muncul di Kawasan
Basirih adalah :
1. Kurangnya
penyediaan
prasarana dan
sarana dasar
Ruang Terbuka Hijau
(RTH) di Kawasan
Basirih masih
dirasakan sangat
minim.
4. Pasar tradisional
Teluk Tiram yang
perlu pembenahan
dan penataan
kembali dengan
Kebutuhan Penanganan
pada kawasan :
1. Rehabilitasi dan
peningkatan jalan.
2. Penataan/Peningkatan
Infrastruktur (PSD)
Kawasan RSH.
3. Dukungan PSD
lingkungan
permukiman kumuh.
4. Peningkatan Sarana
dan Prasarana
Penataan RTH Kota
Banjarmasin Kws.
Basirih.
5. Penghijauan Jalur
Hijau.
6. Pembangunan Pasar
7. Pembuatan pagar
beton lokasi IPAL di
Basirih.
8. Pembuatan Pump
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
mengalami kerusakan. Jembatan
di kawasan permukiman masih
menggunakan jembatan kayu.
Kawasan Basirih masih banyak
terdapat lahan kosong yang dapat
digunakan sebagai ruang terbuka
hijau. Ruang terbuka hijau (RTH)
sangat jarang dijumpai pada
gang-gang, dan hanya dibeberapa
jalan komplek.
Di kawasan Basirih terdapat
Instalasi Pengolahan Air Limbah
Basirih yang dibangun pada tahun
2010 dan mulai beroperasi pada
tahun 2011 dengan kapasitas
kapasitas 2000 m3/hari.
Pada gang atau jalan komplek di
kawasan basirih umumnya tidak
mempunyai bak sampah, hanya
beberapa rumah yang mempunyai
bak sampah sendiri itu pun milik
membangun pasar
yang berwawasan
lingkungan.
5. Kurangnya tingkat
kesadaran
masyarakat terhadap
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS)
6. Penggunaan sungai
sebagai MCK di
daerah Basirih.
7. Belum adanya
analisis mengenai
kualitas air lindi di
TPA Basirih dan TPA
Basirih tidak
menggunakan pagar
keliling sebagai
batas wilayah.
8. Armada/angkutan
truk agar ditambah
serta truk yang
sudah tua diatas 10
9. Renovasi Instalasi
Pengolahan Lindi
(TPA Basirih).
10. Pembangunan Jalan
Masuk Zona Sampah
TPA Basirih.
11. Normalisasi Saluran
Drainase TPA Basirih.
12. Rehabilitasi dan
pembangunan
drainase.
13. Penataan wilayah
sungai.
14. Penyediaan SPAM
bagi kawasan
kumuh/MBR di
Basirih.
15. Penyediaan SPAM
bagi kawasan
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
masyarakat pribadi tidak bantuan
langsung dari
pemerintah.Terdapat tempat
penampungan sampah/TPA ilegal
di lahan kosong yang dapat
merusak keindahan.
Drainase hanya terdapat di
beberapa tempat. Drainase hanya
berupa dinding turap dengan
kondisi drainase yang kurang baik,
Selain itu terdapat drainase
dengan konstruksi permanen,
tetapi tidak dapat berfungsi
dengan maksimal.
Sarana air bersih yang ada di
kawasan sebagai sarana untuk
kebutuhan sehari-hari baik untuk
keperluan makan-minum dan
keperluaan lainnya (MCK)
mayoritas didapatkan dari PDAM,
hanya sebagian kecil saja yang
masih membeli air bersih.
tahun.
9. Sarana jalan masuk
ke zona
pembuangan
sampah perlu
pengerasan dan
pengaspalan.
10. Kurangnya
jangkauan dan
kualitas pelayanan
Ari Minum
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
Kawasan Sungai
Andai (Kawasan
Cepat Tumbuh)
Kel. Sungai Andai
Kec. Banjarmasin
Utara
belum tercatat,
karena masuk
dalam
kelurahan
pengembangan
baru
Kawasan Sungai Andai merupakan
Kawasan Cepat Tumbuh (KCT),
Karena hal tersebut menyebabkan
pergeseran pemanfaatan ruang
kawasan Sungai Andai dan
sekitarnya (BWK Khusus) dari
kawasan resapan air dan
pertanian/RTH menjadi kawasan
permukiman baru dan komersial.
Permukiman
1. Kawasan Sungai Andai masih
banyak terdapat lahan kosong
yang dapat digunakan
sebagai ruang terbuka hijau
dan kawasan terbangun.
2. Banyak munculnya
perumahanperumahan di
Sungai Andai.
3. Terdapat permukiman di
pinggiran Sungai Andai.
Menurut Studi Kawasan
permasalahan yang
muncul di Kawasan
Sungai Andai adalah:
1. Belum terwujudnya
struktur pemanfaatan
ruang Kasiba dan
Lisiba.
2. Kawasan
KASIBA/LISIBA belum
dilengkapi dengan
jaringan primer dan
sekunder prasarana
lingkungan seperti
jalan yang bagus,
drainase dll.
3. Kawasan Sungai
Andai merupakan
kawasan
KASIBA/LISIBA,
namun master plan
pengembangan
kawasan cepat
tumbuh Sungai Andai
Kebutuhan penganganan
pada kawasan Sungai
Andai :
1. Pembangunan/pe
ningkatan
permukiman RSH
dengan penataan
dan peningkatan
infrastruktur
prasarana dan
sarana dasar.
2. Penyusunan
Master Plan
Pengembangan
Kawasan Cepat
Tumbuh Sungai
Andai.
3. Perbaikan jalan
lingkungan
kawasan Sungai
Andai, sehingga
memberikan
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
Sungai Andai merupakan
kawasan dengan kumuh.
4. Terdapat pasar kompleks
yang didirikan dengan
mengambil badan sungai dan
pasar tradisional ini terlihat
kumuh
Infrastruktur Lingkungan
Jalur Hijau pada kawasan Sungai
Andai belum terlihat serta masih
banyaknya lahan yang bisa
digunakan sebagai Ruang Terbuka
Hijau, yaitu di sekitar Jembatan
Sungai Andai, dan Kondisi
bangunan pasar Sungai Andai
yang perlu sudah rusak berat.
Kawasan Sungai Andai sebagai
kawasan KASIBA/LISIBA sudah
dilengkapi dengan pembangunan
IPAL dengan kapasitas 3 ribu
meter kubik perhari dengan target
sampai saat ini belum
di susun.
4. Perencanaan PSD
Sungai Andai belum
mengikuti kondisi
perkembangan
kawasan Sungai Andai
yang cepat tumbuh.
5. Perlunya penataan
bantaran Sungai
Andai agar tidak lagi
menyalahi aturan dan
kondisi yang ada
diharapkan tidak
menjadi kumuh lagi.
6. Sarana dan prasarana
revitalisasi kawasan
Museum Wasaka
belum memadai.
7. Kawasan Sungai
Andai merupakan
kawasan
KASIBA/LISIBA yang
akses kawasan
permukiman ke
Jalan Sultan
bantaran sungai
dengan
mempertahankan
pola massa
bangunan seperti
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
10 ribu sambungan rumah (SR).
Belum tersedia Tempat
Pembuangan Sampah (TPS) yang
representatif dikawasan Jl Sungai
Andai Banjarmasin, disinyalir
menjadi salah satu faktor
penyebab bermunculannya
sejumlah TPS liar dikawasan
tersebut.
Kondisi drainase kawasan
umumnya menggunakan aliran
sungai sehingga kondisi
sungaisungai di Banjarmasin
sudah cukup memperihatinkan,
selain penuh sampah juga terjadi
pendangkalan termasuk anak
Sungai Andai
Sarana air bersih yang ada di
kawasan perencanaan sebagai
sarana untuk kebutuhan seharihari
memerlukan ruang
terbuka.
8. IPAL Sungai Andai
perlu rehabilitasi
dalam rangka
membantu pemulihan
atau peningkatan
kinerja pelayanan.
9. Peningkatan jumlah
cakupan pelayanan
melalui penambahan
jaringan pipa dan
sambungan rumah
(SR).
10. Belum tersedia
Tempat Pembuangan
Sampah (TPS) yang
representatif
dikawasan Jl Sungai
Andai Banjarmasin.
11. Pengeluaran izin
pengembangan
pemukim liar dari
bangunan ilegal
dan berumur
kurang dari 50
tahun di tepi
sungai ke model
permukiman
lanting dengan
konstruksi
pengapungnya
diperbaharui
sesuai dengan
teknologi baru.
6. Tampilan
bangunan
diperbaiki
NO Lokasi
Jumlah
Penduduk
Miskin
Kondisi umum Permasalahan
Bentuk
baik untuk keperluan
makanminum dan keperluaan
lainnya (MCK) mayoritas
didapatkan dari PDAM, hanya
sebagian kecil saja yang masih
membeli air bersih.
Sungai Andai,
sebelum pihak
pengembang
melakukan
perencanaan
drainasenya dengan
matang.
12. Kurangnya jangkauan
dan kualitas
pelayanan Ari Minum
Permukiman.
13. Makin terbatasnya
ketersediaan air baku.
14. Makin tingginya
kebutuhan air akibat
pertambahan
hijau diletakkan
diantara massa
bangunan dan di
depan bangunan
tradisional asli
untuk memberi
tampilan yang
baik dari arah
sungai serta
menonjolkan
unsur heritage
kawasan berupa
bangunan
bangunan
tradisional asli
b. Pengarustamaan gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan
pembangunan terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender
bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector
Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat
(PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural
Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi
Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang.
c. Analisis dampak pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap
ekonomi lokal masyarakat
Pelaksanaan pembangunan bidang secara lokasi, besaran kegiatan, dan
durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya
konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan
beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan
pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1. Konsultasi masyarakat:
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada
masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena
dampak akibat pembangunan di wilayahnya. Hal ini sangat penting
untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta
saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan.
Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program,
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan
bangunan:
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas
tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta
karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah
ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip
utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil
harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan
dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan
pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement):
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus
mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali
penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk
tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan
mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk
mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan
dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi
yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi
lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and
resettlement untuk kegiatan RPI2-JM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai
berikut ini:
1. Transparan : Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan
secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak.
Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah,
2. Partisipatif : Warga yang berpotensi terkena dampak/dipindahkan (DP)
harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan
batas lokasi proyek, jumlah dan bentuk kompensasi, serta lokasi tempat
permukiman kembali.
3. Adil : Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan
masyarakat. Masyarakat tersebut memiliki hak untuk mendapatkan ganti
rugi yang memadai, seperti tanah pengganti dan/atau uang tunai yang
setara dengan harga pasar tanah dan asetnya. Biaya terkait lainnya,
seperti biaya pindah, pengurusan surat tanah, dan pajak, harus
ditanggung oleh pemrakarsa kegiatan. Masyarakat harus diberi
kesempatan untuk mengkaji rencana pengadaan tanah ini secara
terpisah di antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan
jumlah ganti rugi dan/atau permukiman kembali.
4. Warga yang terkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang
ditetapkan atau jika memungkinkan, secara sukarela
mengkontribusikan/hibah sebagian tanahnya pada kegiatan. Dalam
kasus dimana tanah dihibahkan secara sukarela, DP akan melakukan
musyawarah dalam forum stakeholder untuk menjamin bahwa hibah
benar-benar dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dari pihak
manapun.
5. Kontribusi/hibah tanah secara sukarela hanya dapat dilakukan bila:
DP mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan
harga tanah miliknya (dibuktikan dengan perhitungan yang disepakati kedua belah pihak); dan Tanah yang dihibahkan nilainya ≤ 10 % dari nilai tanah, bangunan atau aset lain yang produktif dan nilainya < 1
Kesepakatan kontribusi sukarela tersebut harus ditandatangani kedua belah
pihak setelah DP melakukan diskusi secara terpisah. Safeguard Monitoring
Team atau SMT harus dapat menjamin bahwa tidak ada tekanan pada DP
untuk melakukan kontribusi tanah secara sukarela. Persetujuan tersebut
harus didokumentasikan secara formal:
1. Kegiatan investasi harus sudah menentukan batas-batas lahan yang
diperlukan, jumlah warga yang terkena dampak, informasi umum
mengenai pendapatan serta status pekerjaan DP, dan harga tanah yang
berlaku yang diusulkan oleh pemrakarsa kegiatan dan didukung oleh
NJOP, sebelum pembebasan tanah (dengan atau tanpa pemukiman
kembali/resettlement) dilakukan.
2. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak pada lebih dari 200 orang
atau 40 KK, atau melibatkan pemindahan lebih dari 100 orang atau 20
KK, harus didukung dengan Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan
Pemukiman Kembali atau RTPTPK yang menyeluruh.
3. Jika kegiatan investasi hanya akan mengakibatkan dampak pada kurang
dari 200 orang atau 40 KK atau berdampak pada kurang dari 10% aset
produktif atau hanya melakukan pemindahan penduduk secara
temporer (sementara) selama masa konstruksi, harus didukung dengan
RTPTPK sederhana.
4. RTPTPK menyeluruh atau RTPTPK sederhana dan pelaksanaannya
menjadi tanggung jawab pemrakarsa kegiatan, dimonitor oleh Tim
Pemantauan.
5. Perhitungan ganti rugi bagi DP. Terdapat beberapa alternatif cara untuk
Perhitungan ganti rugi tanah berdasarkan nilai pasar tanah di
lokas yang memiliki karakteristik ekonomi yang serupa pada
saatpembayaran kompensasi ganti rugi dilakukan
Perhitungan kompensasi ganti rugi bangunan berdasarkan
nilaipasar bangunan dengan kondisi yang serupa di lokasi yang
sama
Perhitungan ganti rugi untuk tanaman berdasarkan nilai pasar
tanaman yang sama ditambah dengan biaya atas kerugian non
material lainnya; dan
Perhitungan ganti rugi untuk aset lainnya diganti dengan aset
yang paling tidak sama, atau ganti rugi uang tunai setara dengan
harga untuk memperoleh aset yang sama.
Pihak yang dapat terkena dampak pembebasan tanah dan/atau
pemukiman dipindahkan dalam kegiatan sub proyek dapat berupa
warga/individu, entitas, atau badan hukum. Adapun bentuk dampak
yang diakibatkan dapat berupa:
Dampak fisik, seperti dampak pada tanah, bangunan, tanaman
dan aset produktif lainnya: dan
Dampak non-fisik, seperti dampak lokasi, akses pada tempat
kerja atau prasarana, dan sebagainya.
6. Berkenanaan dengan hak hukum atas tanah, DP dapat dikelompokkan
menjadi:
Warga yang memiliki hak atas tanah pada saat pendataan
dilakukan, termasuk hak adat;
Warga yang tidak memiliki hak atas tanah, akan tetapi
menguasai/menggarap lahan atau aset lannya (hak garap);
Warga yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian dengan
Warga yang menguasai/menempati tanah/lahan tanpa landasan
hukum ataupun perjanjian dengan pemilik tanah (sering disebut
sebagai squatter); dan
Warga yang mengelola tanah wakaf (tanah yang dihibahkan
untuk kepentingan agama).
Prosedur pelaksanaan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri
dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan
kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan
pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak;
pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman
kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel V.4 perumusan surat
pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela)
atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman
Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung
SK Bupati.
Pembebasan tanah dan permukimkan kembali yang telah dilaksanakan
sebelum usulan sub proyek disampaikan, harus diperiksa kembali
(recheck) dengan tracer study. Tracer study ini dimaksudkan untuk
menjamin bahwa proses pembebasan tanah telah sesuai dengan standar
yang berlaku, tidak mengakibatkan kondisi kehidupan DP menjadi lebih
buruk, dan mekanisme penanganan keluhan dilaksanakan dengan baik.
Kegiatan-kegiatan yang memerlukan kegiatan perlidungan social seperti
konsultasi masayarakat, Pemindahan Penduduk/Kompensasi ke
masayarakat dan Permukiman Kembali diantaranya sebagai berikut :
1. Pembangunan Rusunawa
2. Normalisasi Sungai
Tabel 4.2
Kategori Pendugaan Safeguard Sosial
Kategori Dampak Persyaratan
Sub Proyek tidak melibatkan kegiatan
pembebasan tanah
1. Sub Proyek seluruhnya menempati tanah Surat Pernyataan dari
A negara pemrakarsa kegiatan
2. Sub Proyek seluruhnya atau sebagian
Laporan yang disusun oleh menempati tanah yang dihibahkan secara
pemrakarsa kegiatan
sukarela
Pembebasan tanah secara sukarela: Surat Persetujuan yang Hanya dapat dilakukan bila lahan produktif yang disepakati dan
dihibahkan < 10% dan memotong < bidang lahan ditandatangai bersama B sejarak 1,5 m dari batas kavling atau garis sepadan antara pemrakarsa
bangunan, dan bangunan atau aset tidak kegiatan dan warga yang bergerak lainnya yang dihibahkan senilai < Rp. 1 menghibahkan tanahnya
Juta. dengan sukarela
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang
C
atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau
RTPTPK sederhana melibaykan pemindahan warga sementara selama
masa konstruksi
D Pembebasan tanah berdampak pada > 200 orang RTPTPK menyeluruh
atau memindahkan warga > 100 orang
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi di Kota
Banjarmasin tidak banyak mengalami kendala dan hambatan terhadap
masyarakat. Hal ini dikarenakan lokasi pembangunan kegiatan cipta karya
sebagian besar milik Pemerintah Kota Banjarmasin, dan tidak ada masalah
yang berarti kalaupun ada lahan yang bukan milik Pemerintah Kota
Banjarmasin itu sudah dibebaskan dengan cara dibayarkan kepada pemilik
lahan tersebut. Hanya saja Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan
melakukan sosialisasi melalui pemerintah kelurahan setempat dimana lokasi
kegiatan Cipta Karya dilaksanakan dan melibatkan warga setempat yang
belum mendapatkan pekerjaan untuk bekerja sesuai keahliannya.
d. Identifikasi kebutuhan penanganan sosial pasca pelaksanaan pembangunan
infrastruktur Bidang Cipta Karya.
Output kegiatan pembangunan seharusnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara
kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti:
1. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan
masyarakat dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih
singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh
penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
2. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana
lingkungan permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat
pembanguanan infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat dan
terwujudnya kelayakan sanitasi lingkungan.
3. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya
recruitment tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan
infrastruktur. Sejumlah lowongan kerja akan dibuka dan jumlah tenaga
kerja setempat yang dapat terserap dapat digunakan dalam operasional.
4. Berkurangnya kecemburuan social di masayrakat, dimana dengan
adanya pembangunan infrastruktur yang merata di setiap kawasan,
warga masyarakat mendapatkan fasilitas yang sama.
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya harus memberi manfaat
bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara
kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan
mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih
singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk
4.2 Analisis Ekonomi
Perkembangan sektor ekonomi merupakan indicator penting untuk mengetahui hasil
pembangunan yang telah dicapai, serta untuk menentukan arah dan sasaran
pembangunan di masa mendatang. Adapun analisis ekonomi yang dipaparkan
berkaitan denan pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan produk domestik
Regional Bruto (PDBRB) perkapita.
Realisasi penerimaan pemerintah daerah kota Banjarmasin selama tahun 2015
mencapai 1.41 triliun rupiah yang terdiri dari 16,11 persen pendapatan asli daerah
(PAD), 60,30 persen dana perimbangan dan 23,59 perse dari pendapatan lainnya
yang sah, proorsi terbesar yaitu dari dana perimbangan yang terdiri dari dana
laokasi umum sebesar 4,20 persen, dana alokasi khusus sebesar 0,18 persen serta
dana bagi hasil pajak 9,46 persen dari total penerimaan pemerintah daerah kota
Banjarmasin.
4.2.1 Struktur Ekonomi
Struktur dan kegiatan ekonomi Banjarmasin dapat diamati dari angka
konstribusi masing-masing sektor terhadap total PDRB. Selama tahun 2008-2012,
perkembangan kontribusi PDRB kota Banjarmasin masih didominasi tiga sektor yaitu
perdagangan, restoran dan hotel, sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, ketiga sektor ini menyumbang
sekitar 59.65 persen daripada PDRB yang tercipta di Kota Banjarmasin.
Sampai dengan tahun 2012, tidak tampak pergeseran struktur ekonomi
secara fundamental- masih didominasi sektor perdagangan, restoran dan hotel
(20,92 persen), sektor Pengangkutan dan komunikasi (22.95 persen) serta sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan (15,78 persen). Namun berdasarkan
perkembangan kontribusi (sektor dominan) ini selama tahun 2008-2012, pada
tahun-tahun mendatang terdapat kecendrungan pergeseran. Selama periode
mengalami penurunan, sementara sektor bangunan dan konstruksi menunjukkan
kenaikan yang cukup signifikan. Di sisi lain dalam kurun waktu 5 tahun tersebut,
nampaknya sektor-sektor lain- selain ketiga sektor diatas, belum cukup signifikan
untuk mengeser peran ketiga sektor diatas dalam menciptaan PDRB di kota
Banjarmasin.
Dari hasil tersebut, dapat dapat dikatakan bahwa ketiga sektor ini
(perdagangan, pengangkutan/komunikasi dan keuangan) merupakan pembentuk
struktur ekonomi yang paling kuat pengaruhnya. Identifikasi tersebut mempertegas
peran Kota Banjarmasin sebagai Kota Industri, perdagangan dan Pelabuuhan yang
penting di Kalimantan.
4.2.2 Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi digunakan mengukur tingkat keberhasilan pembangunan,
serta untuk memberikan indikasi tentang sejauh mana kativitas perekonomian yang
terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan tambahan pendapatan bagi
penduduk.
Pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin selama tahun 2008-2012 yang
ditujukkan oleh PDRB atas dasar Harga konstan mengalami penurunan sebesar0,36
persen. Hamper semua nilai tambah sektor ekonomi kota Banjarmasin selama tahun
2008 mengalami pertumbuhan negatif kecuali sektor jasa serta sektor pembangunan
dan konstruksi yang meningkat masing-masing 0,52 persen dan 0,28 persen. Jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kalimantan selatan pada tahun 2012,
pertumbuhan ekonomi Kota Bannjaramasin (5,72 persen) ini masih sedikit di bawah
pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan (5,87 persen).
Tabel 4.3
Pertumbuhan ekonomi kota Banjarmasin atas harga konstan
Tahun 2008-2012
NO SEKTOR/LAPANGAN
USAHA 2008 2009 2010 2011 2012
1 Pertanian -0,05% -0,06% -0,02% -0,06% 0,00%
3 Industri pengolahan -1,31% -1,28% -0,93% -1,14% -1,04%
4 Listrik dan air minum -0,07% -0,04% 0,05% 0,03% 0,02%
5 Bangunan dan Konstruksi 0,37% -0,16% -0,07% -0,42% 0,28%
6 Perdagangan, Restoran/ hotel 1,84% -1,11% 0,26% 0,55% 0,28%
7 Pengangkutan dan Komunikasi -0,29% 0,73% 0,07% 0,24% -0,07%
8 Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan -0,29% 0,37% 1,23% 0,38% 0,01%
9 Jasa-jasa -0,20% 1,55% -0,59% 0,42% 0,52%
Total PDRB -0,36% 1,35% 0,27% 1,05% -2,74%
besarnya angka pertumbuhan ini jika dibandingkan dengan pertumbuhan nilai
investasi yang masuk ke Banjaramsin tidak berbanding lurus, mengindikasikan
bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi tidak dipengaruhi oleh penambahan nilai
invesatasi. Perkembangan nilai investasi dari tahun 2008-2012 menunnukkan bahwa
terjadi penurunan nilai investasi yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan
jumlah investasi di provinsi di Kalimantan Selatan. Hal ini dapat diintepretasikan
bahwa tantangan kota Banjarmasin dalam menarik investor yang ining menanamkan
modalnya dalam kawasan regional rovinsi Kalimantan selatan.
4.2.3 Pendapatan perkapita
Pendapatan/PDRB per kapita dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan
penduduk disuatu wilayah. PDRB pendapatan perkapita dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dan PDRB per kapita atas dasar
harga konstan. Laju pertumbuhan PDRB perkapita yang riil biasanya berdasarkan
atas dasar harga konstan yang umumnya digunakan sebagai salah satu alat untuk
mengukur ekonomi rakyat secara keseluruhan dalam arti luas, yaitu berapa banyak
barang riil dan jasa-jasa yang dihasilkan untuk keperluan konsumsi dan investasi
penduduk.
Perkembangan PDRB per kapita kota banjar masin atas dasar harga berlaku
selaa lima tahun terakhir berfluktuasi dengan kondisiyang menunjukkan kea rah
penurunan. Kenaikan relative besar terjadi pada tahun 2011 dengan dengan
kenaikan sebesar 13.41 persen. Namun demikian, pada tahun 2012 PDRB perkapita
perkapita atas dasar harga konstan, PDRB kota Banjarmasin juga berfluktuasi.
Angka pertumbuhan ekonomi yang dicapai pada tahun 2010 (7.20%) menunjukkan
kecendrungan pola yang turun pada tahun-tahun berikutnya.
Table 4.4
PDRB per Kapita Kota Banjarmasin tahun 2007-2012
TAHUN
ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
PDRB PER KAPITA
(RP)
PERTUMBUHAN (%)
PERTUMBUHAN (%)
PERTUMBUHAN (%)
2007 6.703.540.240 11,10 4.080.298.380 5,85
2008 7.509.920.760 10,74 4.325.365.250 5,67
2009 8.543.143.742 12,09 4.560.093.538 5,15
2010 9.748.272.383 12,36 4.913.934.071 7,20
2011 11.258.239.905 13,41 5.256.670.775 6,52
2012 12.602.821.974 10,67 5.575.729.402 5,72
4.3 Analisis Lingkungan
4.3.1 Pemahaman KLHS
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
diwajibkan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang merupakan
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument
rumusan kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu
konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada
pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan
kemampuan institusi masyarakat didalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan
dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program
program pembangunan. Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan
tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses
pembangunan.
Fungsi dari KLHS adalah untuk :
1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui
penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan
manfaat pembangunan;
2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi
kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses
perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan;
3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif
diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap
Gambar 4.2 kedudukan KLHS terhadap AMDAL Sumber document RPIJM
Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan
keputusan;
2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui
pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;
3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada
jenjang pengambilan keputusan yang lebih tinggi;
4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan
yang tidak berkelanjutan sejak dini;
5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak
(stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses
konsultasi dan partisipasi;
6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna
7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi
pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak
lingkungan.
KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena
pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang
dan kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat
ini menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak
kumulatif secara sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang
bersifat strategik dan dapat memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan
AMDAL suatu rencana kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah :
a) Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam
penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP) ;
b) Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP ;
c) Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup
penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan
pelaksanaan usaha atau kegiatan.
4.3.2 Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak
lingkungan, sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan
pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau
program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang
adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada
keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar
keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran
prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah :
Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara
satu komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau
antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal
dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.
Keseimbangan (equilibrium\
Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,
kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti
diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan
pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang
dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.
Keadilan (justice)
Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana
dan program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap
sumbersumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi
kepada sekelompok orang tertentu.
Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk
mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut :
Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?
Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan
lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?
Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan
kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi
tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?
Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya
Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas
efek-efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif
KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum.
4.3.3 Metode Penyusunan KLHS
Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal
sebagai berikut :
a. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk
pembangunan;
b. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
c. Kinerja layanan/jasa ekosistem;
d. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;
e. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan
f. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan
pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan
konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan
KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur
yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program
yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota akan mendorong lahirnya pemikiran
untuk alternatif –alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai
berikut :
1. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang
perlu dipertimbangkan dalam KRP;
2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya
isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;
3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan
memberi masukan untuk optimalisasi.;
4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para
Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah
sebagai berikut :
Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan.
Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait
Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan
mengenai pengembangan infrastruktur di Kota Banjarmasin
Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.
Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi.
Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.
Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan
dengan tahapan atau proses sebagai berikut :
A. Penapisan;
Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah
suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah
memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan
pihak-pihak yang berkepentingan.
B. Pelingkupan;
Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai
penting KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian
dan kerincian penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal
kapasitas kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis
dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu
dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses
konsultasi publik.
C. Pengkajian;
Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah,
pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan
alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan
dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi
pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
D. Perumusan dan pengambilan keputusan
Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah
persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan
dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP.
Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan
sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Gambar 4.3 mekanisme penyelenggaraan KLHS Sumber document RPI2-JM
Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan
menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi :
1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.
a) tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,
b) berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam
tujuan dan sasaran umum KRP,
c) sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan
indikator-indikator pembangunan berkelanjutan,
d) keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik,
e) konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa
teridentifikasi.
2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.
Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas
data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang
tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan
memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain
wilayah administratifnya sendiri.
Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan
sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan
kendala-kendala setempat.
3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam
KRP.
Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu
lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional,
maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap
wilayah perencanaannya.
4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Berkelanjutan.
Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat
dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap
sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di
awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.
5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi
besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan.
Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun
ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.
Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti
dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak
yang terkait.
6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.
Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang
beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif
bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan
menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan
penyesuaian.
7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan
maupun Kumulatif.
Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana
jenisjenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau
dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan,
maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang
besar.
Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :
Mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model
daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai
uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria
dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya.
Melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan
data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana. Melakukannya secara berulang/iterative
Mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai
dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.
Gambar 4.4 kerangka kerja dan metodologi KLHS Sumber document RPI2-JM
Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu
KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam
proses perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang
KRP tersebut berbeda satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai
berikut :
Gambar 4.5 kerangka kerja dan metodologi KLHS Sumber document RPI2-JM
4.3.4 Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program
1. Identifkasi Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang akan terlibat baik dalam proses penyusunan
KLHS maupun terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku
kepentingan pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sebagai
berikut :
Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan
Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P
Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui K/R/P
Institusi lingkungan hidup
Institusi terkait lainnya Institusi/Lembaga Non
Pemerintahan
Dewan Perwakilan
LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi
Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak
Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam
penyusunan KLHS dilihat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang
dalam tupoksi masingmasing SKPD terkait, serta potensi dampak yang kan
diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebut terkait dengan
pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS adalah sebagai
berikut :
Dinas/instansi/ institsi Pemerintahan Institusi yang berwenang
menyusun K/R/P
Pejabat yang ertanggung jawab
menyetujui K/R/P
Institusi/lembaga non Pemerintahan Dewan Perwakilan
LSM/Ormas
Perguruan Tinggi/ Akademisi/
Asosiasi Profesi Asosiasi/Dunia Usaha
Lembaga yang mewakili
masyarakat terkena dampak
Seberapa besar keterlibatan pemanggku kepentingan dalam
penyusunan KLHS dilhat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang
dalam tupoksi masing-masing SKPD terkait, serta potensi dampak yang akan
diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebutterkait dengan
pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHSadalah sebagai
berikut :
Tabel 4.5
Identifikasi pemangku kepentingan
No Instansi Alasan rekomendasi
1 Walikota Banjarmasin Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS 2 DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam
penyusunan KLHS 3 Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah
Menyusun dan melaksanakan di bidang perencanaan pembangunan daerah
Terlibat dalam penyusunan KLHS
4 Badan Lingkungan Hidup
Penyususnan dan Pelaksanaan di bidang lingkungan hidup
Terlibat dalam penyusunan KLHS
5 Badan Pemberdayaan Masyarakat,
Perempuan,
perlindungan anak dan keluarga berencana
Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan pembinaan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan kesehatan reproduksi serta
pergerakan masyarakat 6 Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik
Penyusunan dan pelaksanaan ideology dan kewaspadaan daerah, ketahanan seni, budaya, agama, ekonomi dan kemasyarakatan seta politik dalam negeri
Tidak terlalu Terlibat dalam penyusunan KLHS
7 Badan kepegawaian daerah
Tugas membantu pejabat pembina kepegawaian daerah dalam melaksanakan
manajemen pegawai negri sipil, yang meliputi
pengadaan, seleksi dan mutasi, pengembangan, pembinaan dan kesejahteraan pegawai serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
Tidak terlalu Terlibat dalam penyusunan KLHS
8 Dinas kebersihan an pertamanan
Penyusunan dan pelaksanaan dibidang pelayanan kebersiha, keindahan kota dan capaian SPM
Terlibat dalam penyusunan KLHS
9 Badan pelayanan perizinan terpadu
Penyusunan dan pelaksanaan di bidanginformasi dan pengaduan, perijina, jasa usaha dan perijinan tertentu
Tidak terlalu terlibat dalam penyusunan KLHS
10 Dinas Pendidikan Tugas Pembantuan dibidang pembinanaan pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini, non formal dan informal serta pengelolaan sarana dan prasarana
Tidak terlalu Terlibat dalam penyusunan KLHS
11 Dinas Kesehatan Tugas Pembantuan dibidang kesehatan keluarga,
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 12 Dinas Sosial Pembatuan dibidang sosial,
rehabilitasi sosial dan pelayanan serta
pemberdayaan industri
Terlibat dalam penyusunan KLHS
13 Dinas tenaga kkerja dan transmigrasi
Tugas pembantuan dibidang penempata, perluasan, kerja dan produktivitas tenaga kerja, hubungan industrial dan syarat kerja, pengawasan ketenagakerjaan serta
pembinaan transmigrasi
Terlibat dalam penyusunan KLHS
14 Dinsa Perhubungan dan informatika
Tugas pembantuan di bidang pembinaan system
transportasi, lalu intas angkatan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan
informatika
Terlibat dalam penyusunan KLHS
15 Dinas Perindustrian an Perdagangan
Tugas Pembantuan di Bidang perindustrian dan
perdagangan yang meliputi industri logam, mesin, elektronika, dan aneka industri kimia, argo dan hasil hutan serta perdagangan
Terlibat dalam penyusunan KLHS
16 Dinas Kebudayaan pariwisata pemuda dan olahraga
Tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, dan pariwisata pemuda dan olahraga
Terlibat dalam penyusunan KLHS
17 Dinas Pendapatan pengelola keuangan dan asset daerah
Tugas pembatuan dibidang pendapatan, pengelola keuangan dan asset daerah
yang meliputi pengelolaan penerimaan pajak bumi dan bangunan, penerimaan pendapatan asli daerah dan bukan pendapatan asli
daerah, anggaran dan belanja akutansi dan asset daerah 18 Dinas pertanian
perkebunan perikanan dan peternakan
Tugas pembantuan di bidang pertanian yang meliputi prasarana dan sarana pertanian, tanaman pangan dan holtikultura, perkebuna, serta peternakan dan kesehatan hewan
Terlibat dalam penyusunan KLHS
19 Dinas kehutanan Tugas pembantuan di bidang kehutanan yang meliputi lagi planologi kehutanan,
pemanfaatan hutan,
rehabilitasi dan perlindungan hutan
Tidak terlalu Terlibat dalam penyusunan KLHS
20 PD PAL Membantu di bidang sanitasi kota, penyusunan dan pelaksanaan di bidang pelayanan pengelolaan air limbah kota dan capaian SPM
Terlibat dalam penyusunan KLHS
21 Dinas koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah
Tugas pembantuan di bidang pembinaan kelembagaan, usaha pengembangan sumber daya manusia kemitraan dan promosi koperasi usaha mikro, kecil dan menengah.
Tidak terlalu Terlibat dalam penyusunan KLHS
22 Dinas kependudukan dan pencatatn sipil
Tugas pembantuan di bidang pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, perencanaan
dan perkembangan kependuduk serta pengelolaan data dan informasi
23 Dinas perumahan dan permukiman
Tugas pembantuan di bidang perumahan, bidang penataan ruang dan bangunan, bidang pengembangan air minum dan penyehatan lingkungan serta bidang kebersihan
Terlibat dalam penyusunan KLHS
24 Dinas bina margadan sumber daya air
Tugas pembantuan di bidang pekeraan umum yang meliputi bina marga, sumber daya air dan pembinaan konstruksi
Terlibat dalam penyusunan KLHS
2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Pada prinsipnya semua kegiatan infrastruktur yang dilakukan dalam rangka
memberikan kemudahan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
peningkatan kualitas hidup dan taraf hidup masyarakat. Untuk itu pencapaian
tujuan tersebut dapat berdasarkan usulan program, maka terdapat beberapa
usulan program yang masuk kategori dalam kebijakan, rencana dan program
(KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyususnan KLHS sebelum di
implementasikan, yaitu terdiri dari :
a) Pertanahan Dan Tata Ruang
1. Kesenjangan perkembangan wilayah dan struktur ruang
2. Pemanfaatan lahan basah untuk budidaya perikanan di sepanjang
jaringan irigasi
3. Perubahan kawasan lindung mangrove, sempadan pantai,
sempadan sungai, dll (sesuai perda pasal 24)
4. Optimalisasi pemanfaatan DAS
5. Penataan sempadan sungai perubahan rona lingkungan pada
6. Pengendalian pemanfaatan ruang
7. Penanganan dan pengelolaan daerah tangkapan resapan air
8. Pengendalian peanfaatan lahan gambut dengan ketebalan >3 m
yang tidak sesuai dengan daya dukungnya
9. Penurunan ruang terbuka hiau (permkiman)
10. Masalah tumpang tindih kepemilikan lahan
11. Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan dan
holitkultura
12. Pemantapan kawasan hutan
13. Peyelesaian kegiatan non kehutanan dalam kawasan hutan
(Forest Land Tenure)
b) Ekonomi Wilayah
1. Kesenjangan tingkat pendapatan masyrakat di wilayah
perdesaaan dan perkotan
2. Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi
sumber daya yang tidak berkelanjutan
3. Belum optimalnya pertumbuhan ekonomi wilayah dan
pengembangan potensi sektoral dan geografi
4. Belum optimalnya kesempatan kerja daya dan industri hilir masih
rendah
5. Penurunan/Rendahnya produksi Pertanian karena anomaly iklim,
OPT (Organisme Pengganggu Tanaman),terbatasnya penerapan
teknologi, terbatasnya pertanian dan alih fungsi lahan
c) Infrastruktur Wilayah
1. Belum optimalnya penanganan dan pengeloalaan air bersih dan
sanitasi
2. Keterbatasan akses transportasi darat
3. Kurang optimalnya pemanfaatan transportasi sungai
(pendangkalan)