• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PERJANJIAN ANTARA BPJS DENGAN PASIEN DAN BPJS DENGAN PIHAK RUMAH SAKIT Lafli Botu*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PERJANJIAN ANTARA BPJS DENGAN PASIEN DAN BPJS DENGAN PIHAK RUMAH SAKIT Lafli Botu*"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PERJANJIAN ANTARA BPJS DENGAN PASIEN DAN BPJS DENGAN PIHAK RUMAH SAKIT

Lafli Botu*

*Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Menghadapi era globalisasi saat ini, rumah sakit dituntut memiliki kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama pasien sebagai objek layanan (Usri dan Moeis, 2007). salah satunya dalam penerapan asuransi kesehatan. peneliti akan melakukan penelitian tentang penerapan perjanjian antara BPJS dengan Pasien dan BPJS dengan pihak rumah sakit. Oleh karena perjanjian itu nampaknya seperti perjanjian khusus antara BPJS dan Pihak rumah sakit maka peneliti menyebutkan Perjanjian Khusus (Eksklusif) antara BPJS dan Rumah Sakit.Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di rumah sakit Bethesda GMIM Tomohon khususnya mengkaji perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Rumah Sakit Bethesda pada bulan April sampai Juli 2016. RS Bethesda mempunyai kewajiban terhadap BPJS yaitu melayani peserta/pasien BPJS sebagai tercantum dalam perjanjian antara BPJS dan Rumah Sakit Bethesda.

Kata Kunci : Perjanjian, BPJS, Pasien, Rumah Sakit ABSTRACT

Facing the current globalization era, hospitals are required to have performance in providing services to the public, especially the patients as objects of service (Usri and Moeis, 2007). one of them in the implementation of health insurance. Researchers will conduct research on the application of the agreement between the patient and BPJS and BPJS with the hospital. Therefore, the agreement seems like a special agreement between the administering body and that the hospital, the researchers said Special Agreement (Exclusive) between the administering body and house Sakit.Jenis this study is a qualitative research. This research was conducted at the hospital Bethesda GMIM Tomohon in particular assess the cooperation agreement between the Social Security Agency to Bethesda Hospital in April to July 2016. Bethesda Hospital BPJS which have obligations to serve the participants / patients BPJS as stipulated in the agreement between the administering body and Hospitals Bethesda.

Keywords: Agreement, BPJS, Patients, Hospitals she wants. So that this situation contradicts the general provision which states a patient has the right to choose the type and hospital facilities as well as the type of treatment that he needs.

(2)

PENDAHULUAN

Menghadapi era globalisasi saat ini, rumah sakit dituntut memiliki kinerja dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama pasien sebagai objek layanan (Usri dan Moeis, 2007). Rumah sakit menjadi bagian integral dari keseluruhan sistem kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan (Herlambang dan Murwani, 2012). Institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat merupakan peranan rumah sakit (Yustina, 2012)

Rumah sakit merupakan

organisasi pelayanan jasa yang mempunyai kespesifikan dalam hal sumber daya manusia, sarana prasarana dan peralatan. Rencana pembangunan kesehatan suatu institusi atau organisasi perlu melibatkan sumber daya manusia di dalamnya, termasuk tenaga kesehatan (Adisasmito, 2014). Pada dasarnya rumah sakit merupakan kumpulan dari berbagai unit pelayanan. Kinerja rumah sakit sangat ditentukan oleh kinerja unit yang terdiri dari kumpulan individu di dalamnya. Sumber daya manusia merupakan aset vital pada hampir semua jenis organisasi termasuk organisasi rumah sakit. Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus

penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misi rumah sakit (Herlambang dan Murwani, 2012).

Undang-undang tentang rumah sakit secara pokok mengatur tentang bagaimana pelayanan kesehatan harus diselenggarakan diselenggarakan oleh rumah sakit, syarat pra syarat fisik rumah sakit, standard pelayanan kesehatan dan tak kalah pentingnya adalah keselamatan pasien. Bunyi pasal 43 menyatakan antara lain sebagai berikut: Rumah Sakit wajib menerapkan standard keselamatan pasien, dan pada butir kedua disebutkan bahwa standard keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan. Bunyi ketentuan ayat 2 pada ketentuan diatas merupakan titik awal mengenai kegiatan pencegahan dan pengurangan resiko di rumah sakit yang dikenal dengan penjaminan mutu dan pencegahan dan memperkecil kerugian. Disinilah pentingnya manajemen resiko dalam organisasi rumah sakit. Kegagalan RS dalam menjalankan sistim manajerial ini dapat mempunyai dampak kerugian rumah sakit secara financial dan berakibat buruk pada pasien. Pasal 46 undang-undang tentang rumah sakit menyatakan bahwa kerugian yang disebabkan oleh kelalaian orang yang

(3)

bekerja di rumah sakit menjadi tanggung jawab rumah sakit, sehingga dengan demikian maka kelalaian disini tidak saja berkaitan dengan tindakan yang tidak professional yang dilakukan oleh dokter maupun perawat tetapi dapat juga disebabkan oleh manajemen yang buruk. Berangkat dari penjelasan diatas terdapat paling tidak 3(tiga) hal yang

harus diwaspadai dalam

penyelenggaraan rumah sakit. Pertama, bahwa rumah sakit dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. Kedua, bahwa keselamatan pasien harus menjadi hal yang utama. Kemudian yang ketiga bahwa untuk mencapai kedua hal tersebut diatas aspek manajerial rumah sakit menjadi sama pentingnya dengan standard profesi.

Keselamatan pasien tidak dapat tercapai jika aspek manajerial rumah sakit terlantarkan dan tidak dikembangkan. Saat ini program asuransi kesehatan untuk semua warga Negara Indonesia sudah berjalan. Pada tahun 2017 ditargetkan peserta asuransi kesehatan yaitu yang dikelolah oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya, Asuransi BPJS) akan mencapai 160 Juta meskipun pada tahun 2016 baru mencapai 36 Juta peserta. Untuk melaksanakan amanat Undang-undang No. 2010 tentang asuransi BPJS dimana seluruh warga Negara menikmati

layanan kesehatan dengan bebas maka pihak BPJS harus mengadakan kerjasama dengan penyedia jasa layanan kesehatan primar yaitu Puskesmas, Rumah Sakit baik kelas D,C,B dan A. Kerjasama BPJS dengan Rumah Sakit D,C, dan B maupun A didasarkan pada perjanjian kerjasama. Perjanjian kerjasama ini meskipun terjadi diseluruh Indonesia tapi sifat perjanjiannya adalah individual. Artinya, BPJS harus mengikatkan kerjasama berdasarkan perjanjian dengan setiap rumah sakit.

Dalam rangka memenuhi mandat Undang-undang No. Tahun 2010 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka institusi BPJS yaitu organisasi yang menyelenggarakan program BPJS harus mengikat kerjasama dengan setiap rumah sakit swasta atau pemerintah (C, B dan A) yang sudah terakreditasi secara nasional. Sifat kerjasama ini adalah individual yaitu bahwa setiap Rumah Sakit mengikat perjanjian secara sendiri-sendiri dengan pihak BPJS. Pihak BPJS sebelum mengikat perjanjian dengan rumah sakit tertentu mempunyai beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak rumah sakit. Proses penilaian dan evaluasi kesiapan rumah sakit menjadi pihak penyedia jasa layanan program BPJS disebut kredensial.

Kredensialing dalam arti umum adalah, pengakuan terhadap kemampuan. Bukti bahwa memang memiliki

(4)

keterampilan dan sudah di uji berdasarkan standar tertentu. Kredensialing umumnya dilakukan terhadap tenaga profesi medik seperti dokter yang bekerja di rumah sakit (clinical privilege) dan juga dilaksanakan pada seorang dokter yang akan di proses menjadi staf rumah sakit (medical staff) yang umumnya dilakukan di Amerika serikat. Proses kredensialing juga dilaksanakan pada calon partner rumah sakit yang akan bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK).

Setelah proses kredensialing terlaksana barulah suatu rumah sakit dinyatakan sebagai partner BPJS Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) BPJS yaitu menerima pasien BPJS. Pelayanan terhadap pasien BPJS harus sesuai dengan isi perjanjian yaitu Perjanjian Pelayanan Kesehatan (PPK) pasien BPJS dengan pihak rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan isi perjanjian, yaitu beberapa diantaranya (i) syarat menerima pasien, (ii), sesuai dengan prosedur standard BPJS, (iii), menganut kebijakan BPJS dalam perujukan pasien, (iv) masa rawat inap, (v) item/jenis penyakit / treatment yang dicover oleh BPJS, (vi) prosedur claim dan reimburment, dan (vii) juga tentang batas tanggung-jawab BPJS terhadap pasien.

Perjanjian utama terjadi antara Pihak BPJS dengan Pihak Rumah Sakit, namun isi perjanjian terutama pasal 16 mengenai batas tanggung-jawab para pihak, dikatakan bahwa pihak BPJS tidak bertanggung jawab terhadap segala macam akibat kelalaian dan kecerobohan yang terjadi di rumah sakit. Menurut asumsinya adalah BPJS harus tetap dapat dimintakan tanggung-jawab oleh karena sebenarnya pihak rumah sakit hanya sebagai penyedia jasa layanan kesehatan (PPK) sedangkan perjanjian utamanya adalah antara BPJS dan Peserta Asuransi (Pasien), karena BPJS adalah lembaga yang (a), menerima premi asuransi, (b) yang mengeluarkan kartu BPJS, (c) yang menunjukkan rumah sakit mana yang harus dituju, (d) BPJS yang mengatur sistim rujukan, (e) BPJS yang menentukan paket layanan dan reimbursement, dan sebagainya.

Atas dasar pemikiran ini maka peneliti akan melakukan penelitian tentang penerapan perjanjian antara BPJS dengan Pasien dan BPJS dengan pihak rumah sakit. Oleh karena perjanjian itu nampaknya seperti perjanjian khusus antara BPJS dan Pihak rumah sakit maka peneliti menyebutkan Perjanjian Khusus (Eksklusif) antara BPJS dan Rumah Sakit.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di

(5)

rumah sakit Bethesda GMIM Tomohon khususnya mengkaji perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Rumah Sakit Bethesda pada bulan April sampai Juli 2016. Oleh karena studi ini mengenai tanggung-jawab para pihak yaitu dalam hal ini BPJS dan Rumah Sakit maka sumber datanya adalah: (a) Data Primer yaitu hasil wawancara dengan informan di rumah sakit Bethesda. (b) Data Sekunder yaitu dokumen perjanjian antara BPJS dan pihak Rumah Sakit.

Dalam penelitian kualitatif, informasi

tentang sistem, aturan, atau pola yang

diperoleh dari sumber data dianggap

benar apabila informasi itu bersumber

dari orang (atau obyek) yang

memiliki

autoritas

paling tinggi

(berkompeten) sebagai sumber data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) bagi seluruh rakyat indonesia, maupun untuk warga negara asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang pengaturannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertujuan untuk menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.Program JKN memberikan jaminan kesehatan pada beberapa fasilitas kesehatan yang

bekerjasama dengan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), salah satunya adalah Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Terdapat beberapa pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh Rumah Sakit Islma Sunan Kudus yang turut dijamin oleh program JKN, yakni pelayanan administrasi, pelayanan medis, pelayanan keperawatan, dan pelayanan penunjang medis.

Menurut asas hukum perjanjian dikenal bahwa; Perjanjian adalah merupakan hukum bagi kedua belah pihak yang menyetujuinya seperti yang tercantum pada pasal 1320 KUH Perdata. Namun sebuah perjanjian adalah sah dan tidak batal demi hukum jika perjanjian itu tidak bertentangan dengan norma hukum dan undang-undang yang berlaku, sehingga dengan kata lain orang perorangan dapat melakukan perjanjian yaitu memperjanjikan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Begitupun dengan

(6)

adanya perjanjian untuk melakukan persaingan tidak sehat (anti competitive agreement). Perjanjian dengan pengecualian (execlusive agreement) adalah juga sah secara hukum sepanjang tidak melanggar kaidah-kaidah hukum. Kaidah hukum yang dimaksud adalah bahwa perjanjian itu tidak melanggar norma dan asas hukum yang lebih tinggi. Mengenai asas-asas itu dapat dilihat dari; a. Bahwa Peserta BPJS adalah pihak dalam perjanjian dengan BPJS. Terdapat perjanjian antara Peserta dengan BPJS yaitu sejak seseorang mendatangani dan mengisi formulir, melakukan pembayaran, menyerahkan persyaratan dan kemudian melakukan pembayaran (iuran) maka pada saat itu terjadilah perjanjian antara BPJS dan Peserta, dimana BPJS akan menyediakan tempat pelayanan kesehatan (Puskesmas, RS) dan Peserta datang untuk pengobatan sesuai dengan scheme BPJS yaitu mengikuti alur/sistim rujukan, prosedur di rumah sakit, dan dilayani oleh rumah sakit dan dokter yang terikat dengan perjanjian bersama BPJS. b. Bahwa Rumah sakit adalah pihak

dalam perjanjian dengan BPJS sebagai pihak yang menyediakan jasa layanan/pengobatan dan

perawatan kesehatan. Kemudian Pihak rumah sakit akan melakukan claim dan BPJS akan membayar sepanjang pihak rumah sesuai melakukan perawatan/pengobatan sesuai dengan prosedur diagnose dan tindakan dalam paket-paket BPJS. Hubungan hukum terjadi

dengan BPJS sehingga

sepanjang seorang pasien datang kerumah sakit sebagai pasien BPJS maka hubungan hukum dengan rumah sakit hanya sebagai pihak ketiga yang melaksanakan kewajiban kepada BPJS.

Ketentuan pasal 16 Pasal 16 ayat 4 tentang lain-lain yaitu khususnya ketentuan yang menyatakan bahwa:

a. …Pihak Pertama tidak bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas dan pelayanan kesehatan dari Pihak Kedua kepada peserta dan terhadap kerugian maupun tuntutan yang diajukan oleh Peserta kepada Pihak Kedua yang disebabkan karena kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Kedua dalam menjalankan tanggung jawab profesinya seperti, termasuk tetapi tidak terbatas

(7)

pada, kesalahan dalam melakukan pemeriksaan dan pengobatan, kesalahan dalam memberikan indikasi medis atau kesalahan dalam memberikan tindakan medis…

b. Dapat dimintakan pembatalan kepada Hakim? Pengadilan karena bertentangan dengan asas-asas hukum.

c. Peneliti melihat bahwa ketentuan pasal 16 pada perjanjian antara BPJS dengan Rumah Sakit khususnya ayat 4 sebagai suatu perjanjian ekslusif yang tidak

sempurna oleh karena

bertentangan dengan asas dan kebiasaan sebuah perjanjian eksklusif.

Menururt Idris (2007), Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial kadang-kadang terasa lebih berat.

Untuk mencegah KTD dan

menempatkan resiko KTD secara prorposional beberapa pendekatan dapat

dilakukan pada sumber penyebab itu sendiri, baik pada faktor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya), maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi organisasi-pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD, sehingga akhir-akhir ini manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini. Tentu saja masih banyak hal lain yang harus dipersiapkan dalam kaitannya mengelola resiko melalui konsep intervensi organisasi melalui pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan. Persiapan tersebut juga meliputi bagaimana persiapan penanganan apabila terjadi insiden, baik yang bersifat pure error maupun pure negligence.

Dari begitu banyak pendekatan, aktivitas dan langkah-langkah yang harus diambil, hal terpenting yang harus dipikirkan agar upaya ini secara konsisten dapat dijalankan dan sudah diantisipasi dari awal, bahwa risk management dalam pelayanan kesehatan: 1) is not a revenue or income producer, but cost saving function; 2) Cost savings and other benefits resulting from RM effort are normally reflected in other

(8)

departments function. The RM is supportive and advisory to other function within the organization; 3) The costs of existing activities in other Departments (committee works, report preparation, statistical accumulation & analysis, follow-up activities) are un-measurable. (Idris, 2007).

Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk mengidentifikasi risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko rumah

sakit. Setelah diidentifikasi, risiko dianal isa. Analisa risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko itu muncul; serta berat-ringannya dampak yang ditimbulkan (ingat, definisi risiko adalah: Peluang terjadinya sesuatu yang

akan mempunyai dampak pada

pencapaian tujuan). Analisa peluang dan dampak ini paling mudah jika dilakukan dengan cara kuantitatif. Caranya adalah dengan memberi skor satu sampailima masing-masing pada peluang dan dampak. Makin besar angka, peluang makin sering atau dampak makin berat.

Pemerintah berperan aktif dalam pelaksanaan kesehatan masyarakat tertulis dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan yang berbunyi “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Selanjutnya dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 beserta penjelasannya, bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi 15 dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat. (Anonim. 2013a)

Dalam melaksanakan undang-undang tersebut pemerintah membutuhkan satu kebebasan untuk melayani kepentingan masyarakat. Untuk dapat bekerja dengan baik maka pemerintah harus dapat bertindak dengan cepat dan dengan inisiatif sendiri, oleh karena itu pemerintah diberikan kewenangan dengan istilah freies ermessen. Dengan adanya freies ermessen negara memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan tindakan hukum untuk melayani kepentingan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.

Saat ini, sesuai data dari BPJS, dari total 2.300 Rumah Sakit di Indonesia (Swasta maupun Pemerintah), sebanyak 1.613 Rumah Sakit yang telah melakukan perjanjian kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 6 Januari 2015. (Anonim. 2013b)

Dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional ini

(9)

pemerintah menemui berbagai halangan, beberapa halangan-halangan yang dihadapi dalam menjalankan program Jaminan Kesehatan Nasional tersebut adalah sebagai berikut10: 1. Jumlah faslitas pelayanan kesehatan yang kurang mencukupi dan persebarannya kurang merata khususnya bagi Daerah Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) dengan tingkat utilisasi yang rendah akibat kondisi geografis dan tidak memadainya fasilitas kesehatan pada daerah tersebut. Jumlah tenaga kesehatan yang ada masih kurang dari jumlah yang dibutuhkan. Untuk pekerja sektor informal nantinya akan mengalami kesulitan dalam penarikan iurannya setiap bulan karena pada sektor tersebut belum ada badan atau lembaga yang menaungi sehingga akan menyulitkan dalam penarikan iuran di sektor tersebut. Permasalahan akan timbul pada penerima PBI karena data banyak yang tidak sesuai antara pemerintah pusat dan daerah sehingga data penduduk tidak mampu tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. (Anonim. 2013a)

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini bertujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.Melalui program ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat

Indonesia sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. (Anonim. 2013b)

Menurut Latifah (2015) yang meneliti Persepsi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Pelayanan Kesehatan di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus menunjukkan bahwa secara umum pengetahuan pasien tentang program JKN terbatas. pasien tidak mengetahui banyak mengenai program JKN. Persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, baik pelayanan administrasi, medis, keperawatan, serta penunjang medis sudah baik. Berdasarkan hasil penelitian, pelayanan yang diberikan rumah sakit sudah baik. Namun, rumah sakit harus tetap melakukan evaluasi terkait fasilitas yang disediakan, karena hal tersebut menyangkut kenyamanan pasien. (Latifah, 2015)

Chotimah (2008) dalam

penelitiannya di Rumah Sakit Haji Medan mengenai Persepsi Pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) terhadap Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Haji Medan menemukan bahwa persepsi pengguna Jamkesmas terhadap pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Haji Medan baik itu dari segi fasillitas atau sarana dan prasarana, pelayanan medis maupun pelayanan administrasi adalah positif

(10)

UU BPJS, secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan jamianan sosial yang kuat dan berkelanjutan merupakan salah satu pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan. Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan berisi tentang Jaminan Kesehatan yang merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah, dan Iurannya berupa sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan atau Pemerintah.

Supriyanto, (2013) menganalisis Jaminan Sosial Nasional Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dalam Konsep Welfare State (Negara Kesejahteraan). Penelitian ini mengungkap dan menganalisis konsep welfare state (negara kesejahteraan) Indonesia dan mengetahui apa penyelenggaraan jaminan sosial nasional berdasarkan Undang- Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial sesuai dengan konsep welfare state (Negara kesejahteraan). Hal ini dikarenakan bahwasanya 92 terdapat permasalahan dalam penyelenggaraan jaminan sosial dalam perumusan kebijakan baik di tataran konseptualisasi maupun implementasi. Penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia masih belum optimal terutama dikaitkan masih banyak rakyat yang belum terbantu dengan adanya jaminan sosial yang diselengarakan sampai sekarang ini. Peneliti juga

(11)

melakukan analisis kritis terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, sehingga diharapkan dengan adanya undang-undang ini dapat mengoptimalkan peran negara guna mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD RI Tahun 1945. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, bahwa negara Indonesia merupakan negara kesejahteraan yang bercirikan negara sebagai pelindung, negara sebagai pemerata kesejahteraan, negara sebagai pendidik, negara sebagai wasit, negara sebagai pengatur dan negara sebagai pemegang mandat rakyat dalam dunia internasional. Kedua, jaminan sosial nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial belum sesuai dengan konsep negara kesejahteraan dan undang-undang tersebut harus direvisi, Ketiga, faktor-faktor penyebab jaminan sosial nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial antara lain karena faktor politis, faktor keterbatasan anggaran dan factor regulasi.

Fajrin, (2013) dalam penelitiannya dengan judul “Implementasi Kebijakan Pelayanan Jaminan Kesehatan Kota (JAMKESKO) Studi Kasus di Kecamatan Pontianak Selatan, Kota

Pontianak Propinsi Kalimantan Barat” Penelitian ini mengungkapkan dan menganalisis tentang Implementasi kebijakan pelayanan jaminan kesehatan kota (Jamkesko) di Kota Pontianak dalam rangka menjamin akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan anak sekolah yang tidak mampu. Proses implementsi kebijakan pelayanan Jamkesko di Kecamatan Pontianak Selatan telah berlangsung dengan baik, namun dalam pelaksanaannya tentunya masih terdapat kekurangankekurangan dalam pelaksanaan program. Proses sosialisasi program yang kurang, baik sosialisasi kemasyarakat penerima program maupun ke pelaksanan program membuat program ini masih belum berjalan sebagaimana mestinya dan masih banyak masyarakat miskin yang tidak mampu yang belum terdaftar dalam program pelayanan kesehatan ini. Dalam thesis ini menggambarkan proses implementasi program Jamkesko di Kecamatan Pontianak Selatan baik dari tahapan sosialisasi, pendataan, pendistribusian kartu, dan pelayanan program di PuskesmasPuskesmas di Kecamatan Pontianak Selatan. Selain itu, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi baik faktor pendorong maupun penghambat keberlangsungan program Jamkesko ini di Kecamatan Pontianak Selatan.

(12)

RS Bethesda mempunyai kewajiban terhadap BPJS yaitu melayani peserta/pasien BPJS sebagai tercantum dalam perjanjian antara BPJS dan Rumah Sakit Bethesda.

Tanggung jawab mereka adalah sebagai berikut;

1. BPJS bertanggung-jawab

menyediakan program, keuangan dan fasilitas supaya setiap warga Negara/khususnya peserta BPJS dapat menikmati pelayanan dan perawatan kesehatan tanpa adanya hambatan keuangan. BPJS telah disediakan dana oleh pemerintah. 2. Rumah sakit melakukan pelayanan

dan perawatan kesehatan peserta BPJS sesuai dengan kewajiban sebagaimana tercantum dalam perjanjian.

3. Bahwa perjanjian antara BPJS dan Rumah Sakit, khususnya pasal 16 ayat 4 sebagaimana tercantum dalam perjanjian adalah perjanjian eklusif tetapi perjanjian eksklusif ini lemah oleh karena bertentangan dengan asas-asas hukum dalam perjanjian. Karena pada dasarnya adalah hubungan hukum terjadi antara BPJS

dan Peserta. BPJS yang

menyediakan rumah sakit, BPJS yang menyediakan Sistim, menyediakan paket sehingga seorang peserta tidak dapat memilih rumah sakit atau dokter atau jenis perawatan

yang dia kehendaki. Sehingga keadaan ini bertentangan ketentuan umum yang menyatakan seorang pasien mempunyai hak untuk memilih jenis dan fasilitas rumah sakit maupun jenis perawatan yang dia butuhkan.

SARAN

1. Ketentuan pasal 16 ayat 4 seharusnya dirubah dan diperbaiki karena bertentangan dengan asas hukum yang lebih tinggi.

2. Ketentuan-ketentuan lain masalah kecurangan (fraud) sebaiknya perjanjian-perjanjian BPJS dan rumah sakit apa saja memasukan jenis-jenis kecurangan sebagaimana disyaratkan oleh Permenkes No. 36 Tahun 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Nomor

340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Sekretariat Negara, Jakarta. ________2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial, Sekretariat Negara, Jakarta.

________ 2006. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Keehatan, Sekretariat Negara, Jakarta.

(13)

_______ 2013b. Badan Penyelengaran Jaminan Sosial Kesehatan, Panduan

Layanan bagi Peserta BPJS

Kesehatan, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Jakarta. Badan Penyelengaran Jaminan Sosial Kesehatan, 2013, Panduan Praktis Sistem Rujukan

Berjenjang, Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Jakarta.

Idris, F. 2007. Manajemen Resiko Dalam Pelayanan Kesehatan: Konsep Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat –

Kedokteran Komunitas

(Ikm/Ikk) Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

Latifah, D. A. 2015. Persepsi Pasien Peserta Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Pelayanan Kesehatan Di Instalasi Rawat Inap Sa’ad Ibnu Abi Waqqash Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Curan, W.J. 1988. Reducing The Risk of Malpractice Liability; The Illlinois Court takes an important steps., New England

Journal of Medicine, vol 319. N0. 26. Dec 29.

Chotimah, S, 2008, Persepsi Pengguna Jaminan Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS) terhadap

Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Haji Medan, Skripsi, Universitas Sumatera Utara. ---, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.

One, SW, 2012, Persepsi Pasien Terhadap Layanan Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto Jawa Tengah, Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

'alam bisnis$ pimpinan perusahaan manapun yang melakukan diskriminasi tanpa dasar yang  bisa dipertanggung%aabkan secara legal dan moral harus ditindak demi menegakkan

Dalam proses penelitian, perhitungan dilakukan dengan tahap awal yaitu peramalan permintaan, dilanjutkan dengan metode perencanaan agregat untuk mengetahui kapasitas produksi

Pada ketika itu, Kandungan Kurikulum Standard Sekolah Menengah (KSSM) telah dijajarkan bagi tujuan kegunaan pengajaran dan pembelajaran bagi memenuhi keperluan pembelajaran

AKBID Wijaya Husada melakukan MOU dengan Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, serta merintis kerjasama dengan lembaga- lembaga lain (negeri/swasta) baik dalam dan luar

Kita tidak sama dengan orang lain, dalam kaum kita tiak ada laki-laki, kita tidak punya mamak yang akan membela sako jo pusako, engkau adalah satu-satunya

20 Abdurrahman Wahid 2018 Perancangan Alat Bantu Handling untuk pengangkatan Kabinet Top Board Rear dan Top Board Front Menggunakan Metode Partisipatory Ergonomic

Pada kelompok penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar penambahan penggunaan tenaga kerja pria akan menurunkan tingkat produksi padi, sedangkan pada kelompok dengan luas

service quality memiliki yang pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel customer satisfaction. Sehingga apabila terdapat peningkatan pada service quality