• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh: SUGI MA RUF ABDIANOOR NIM D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Oleh: SUGI MA RUF ABDIANOOR NIM D"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, HARGA DAN

CITRA MEREK TERHADAP MINAT BELI

KONSUMEN PADA PRODUK MAKANAN DAN

MINUMAN IKM DI KALIMANTAN SELATAN

HALAMAN SAMPUL

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Terapan Akuntansi pada Program Studi

Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

Oleh:

SUGI MA’RUF ABDIANOOR

NIM D030416027

PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN 2020

(2)

ii

PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, HARGA DAN

CITRA MEREK TERHADAP MINAT BELI

KONSUMEN PADA PRODUK MAKANAN DAN

MINUMAN IKM DI KALIMANTAN SELATAN

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Terapan Akuntansi pada Program Studi

Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

Oleh:

SUGI MA’RUF ABDIANOOR

NIM D030416027

PROGRAM STUDI AKUNTANSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN 2020

(3)

iii

NOTA DINAS

Hal : Persetujuan Skripsi Sdr. Sugi Ma’ruf Abdianoor

Kepada Yth.:

Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin

Di Tempat Dengan hormat,

Setelah membaca, mengoreksi dan melakukan perbaikan, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama : Sugi Ma’ruf Abdianoor

NIM : D030416027

Program Studi : D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

Judul Skripsi : Pengaruh Sertifikasi Halal, Harga dan Citra Merek terhadap Minat Beli Kosnsumen pada Produk Makanan dan Minuman IKM di Kalimantan Selatan

Dapat diajukan dalam sidang ujian Skripsi untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Terapan Akuntansi pada Program Studi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin. Demikian persetujuan ini. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Banjarmasin, 27 Juli 2020 Pembimbing

H. Mairijani, M. Ag

NIP. 19790519 200812 1 003

(4)

iv

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul:

PENGARUH SERTIFIKASI HALAL, HARGA DAN CITRA MEREK TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN PADA PRODUK MAKANAN

DAN MINUMAN IKM DI KALIMANTAN SELATAN

Yang disusun oleh:

Nama : Sugi Ma’ruf Abdianoor

NIM : D030416027

Program Studi : D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

Judul Skripsi : Pengaruh Sertifikasi Halal, Harga dan Citra Merek terhadap Minat Beli Kosnsumen pada Produk Makanan dan Minuman IKM di Kalimantan Selatan

Telah dinyatakan lulus dalam sidang ujian Skripsi di Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin pada tanggal ..., dengan predikat .….…. dan diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Terapan Akuntansi (S.Tr.AK).

Tim Penguji dan Pembimbing Ketua Penguji : H. M. Yassir Fahmi, S.Pd.I, MSI

NIP 19820412 200912 1 002 ( ... ) Anggota Penguji : Moch. Arif Budiman, S.Ag, MEI, Ph.D

NIP 19760901 200212 1 003 ( ... )

Pembimbing I : H. Mairijani, M.Ag

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan karya asli saya sendiri untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Terapan Akuntansi dari Politeknik Negeri Banjarmasin. Segala kutipan dan bantuan dari berbagai sumber telah diungkapkan sebagaimana mestinya.

Skripsi ini belum pernah dipergunakan atau dipublikasikan untuk keperluan lain oleh siapapun juga. Skripsi ini merupakan tulisan saya yang dapat dipertanggungjawabkan otentikasinya atau bukan hasil dari aktivitas plagiat. Saya juga menyatakan bahwa objek dan data yang saya ambil dalam penelitian ini bukan merupakan objek dan data fiktif.

Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi hukum dari ketidakbenaran pernyataan tersebut. Saya bersedia untuk pencabutan titel akademik serta hak yang melekat padanya oleh Politeknik Negeri Banjarmasin.

Banjarmasin,

Yang membuat pernyataan,

Sugi Ma’ruf Abdianoor NIM D030416027

(6)

vi

MOTTO

Jika Saya Diberi Waktu 6 Jam Untuk Menebang Pohon dengan Kapak, Maka Saya Akan Menggunakan 4 Jam Pertama untuk Mengasah Kapaknya

Right is Not Just About Correct But Also About Kindness

The Happiest & Successful People don’t Neccesarrily Have the Best of Everything,

They Make The Best for Everything

Tidak peduli seberapa hebat kita di muka bumi, yang terpenting adalah seberapa bermanfaat kita selama hidup ini. Sebaik-baik Manusia adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain

(HR. Imam Ahmad, At-Thabrani & Ad-Daruquthni) Berbuat baiklah dengan hanya mengharap

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Subhanallaah, Walhamdulillaah, Walaailaahaillallaaah, Wallaahuakbar.

Puji Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena dengan Ridha, Rahmat, penyertaan, pertolongan, kekuatan dan segala kuasa dari-Nya

– serta –

dorongan semangat, motivasi, perhatian dan doa dari orang-orang tersayang.

Akhirnya, saya dapat menyelesaikan karya skripsi ini, sebagai bentuk ikhtiar dan kesungguhan dalam menyelesaikan studi

dan sebagai salah satu proses besar untuk menjadi insan yang berilmu dan bermanfaat

Karya ini saya persembahkan untuk:

IBU saya . . Ayah saya,

Guru-guru saya (yang masih ada maupun yang sudah tiada), keluarga/kerabat dan sahabat-sahabat saya, beserta semua orang

yang mencintai dan saya cintai termasuk di dalamnya sahabat(i)

dari Program Studi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah 2016

Terima Kasih Banyak :

)

Semoga Ridha, Rahmat, Taufiq, Hidayah

serta Keberkahan dari Allah SWT

selalu terlimpah untuk kalian semua.

(8)

viii

ABSTRAK

Sugi Ma’ruf Abdianoor (D030416027). Pengaruh Sertifikasi Halal, Harga dan Citra Merek terhadap Minat Beli Konsumen pada Produk Makanan dan Minuman IKM di Kalimantan Selatan, Program Studi Akuntansi Lembaga KeuanganSyariah,JurusanAkuntansi,PoliteknikNegeriBanjarmasin,2020.

Pelaku usaha industri kecil menengah (IKM) sektor makanan dan minuman yang ada di Kalimantan Selatan mempunyai persepsi bahwa sertifikasi halal produk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan meningkatkan minat beli konsumen. Namun, masih banyak produk makanan dan minuman IKM lokal di provinsi ini yang masih belum tersertifikasi halal. Selain itu, harga dan citra merek yang dibangun dengan baik juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Di Kalimantan Selatan, belum ada penelitian yang meneliti pengaruh faktor-faktor tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sertifikasi halal, harga dan citra merek terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan. Penelitian ini berjenis korelatif dengan pendekatan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan penyebaran kuesioner. Teknik sampling penelitian ini menggunakan teknik incidental sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan bantuan program IBM SPSS Statistic versi 26. Hasil penelitian menemukan bahwa: variabel sertifikasi halal (X1), harga (X2), dan citra merek (X3) secara parsial maupun simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat beli konsumen (Y) pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan.

Kata Kunci: Industri Kecil Menengah (IKM) sektor makanan dan minuman,

(9)

ix

ABSTRACT

Sugi Ma'ruf Abdianoor (D030416027). Effect of Halal Certification, Price and Brand Image on Consumer Purchase Intention in IKM Food and Beverage Products in South Kalimantan, Accounting Study Program of Islamic Financial Institutions, Accounting Department, Banjarmasin State Polytechnic, 2020.

Many business activator of small and medium industry (IKM) in food and beverage sector in South Kalimantan have perception that halal certification of products can help increase consumer purchase intention. However, there are still many food and beverage products of IKM in this province that are still not halal certified. In addition, price and brand image also can influence consumer behavior, especially purchase intention. In this province, there are no research to find out the influence of these factors. The purpose of this research was to determine the effect of halal certification, price and brand image on consumer purchase intention in IKM food and beverage products in South Kalimantan. This research is correlative type with quantitative approach. The research method used was a survey method by distributing questionnaires. The research sampling technique used incidental sampling. The analytical method use multiple linear regression analysis with SPSS Statistics v.26 program. The results found that: Halal certification (X1), price (X2), and brand image (X3) partially and simultaneously had a positive and significant effect on consumer buying interest (Y) on food and beverage products of IKM in South Kalimantan.

Keywords: Small and Medium Industry (IKM) food and beverage sector, halal

(10)

x

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah meridai, melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Sertifikasi Halal, Harga dan Citra Merek terhadap Minat Beli Konsumen pada Produk Makanan dan Minuman IKM di Kalimantan Selatan” ini dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW serta sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.

Dari persiapan sampai dengan selesainya skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan berupa bimbingan dan arahan, baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Dengan tulus dan rendah hati penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kepada Orang Tua, yang sepenuh hati memberikan dukungan serta ketulusan doa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Joni Riadi, S.ST, MT selaku Direktur Politeknik Negeri Banjarmasin. 3. Ibu Dra. Hj. Nurhidayati, M.Pd selaku Wakil Direktur III Politeknik Negeri

Banjarmasin serta dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan segala perhatian, petunjuk, dan sarannya.

4. Ibu Nailiya Nikmah, S.Pd, M.Pd selaku Ketua Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmaisn.

5. Bapak H. Muhammad Yassir Fahmi, S.Pd. I, MSI selaku Ketua Program Studi D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah.

6. Bapak/Ayahanda H. Mairijani, M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dengan segala perhatian, petunjuk dan sarannya beserta memberikan dukungan dan motivasi terhadap penulis.

7. Bapak Syafruddin dan Ibu Hesty, selaku pemilik toko oleh-oleh khas Banjar BIP yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan

(11)

xi

penelitian terhadap konsumen tokonya dan bersedia dimintai keterangan terkait industri kecil menengah (IKM).

8. Bapak dan Ibu dosen pengajar serta staff Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Banjarmasin, khususnya pada Program Studi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah.

9. Rekan-rekan seperjuangan di prodi Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah angkatan 2016 yang penulis sayangi dan saling memberikan bantuan, semangat, serta saling mendoakan satu sama lain demi terselesaikannya skripsi ini dan demi kesuksesan satu sama lain.

10. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik kalian dengan balasan yang berlipat ganda.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca dengan senang hati penulis harapkan dan terima demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah pengetahuan kepada para pembaca dan yang mempelajarinya. Aamiin.

Tertanda,

Sugi Ma’ruf Abdianoor NIM D03041602

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ... i

Halaman Judul….. .. ……….. ii

Halaman Persetujuan ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Pernyataan Keaslian ... v

Halaman Motto... vi

Halaman Persembahan ... vii

Abstrak ... viii

Abstract ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi... xii

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan ... 5 C. Rumusan Masalah... 8 D. Tujuan Penelitian ... 9 E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Makanan dan Minuman Halal ... 11

2. Industri Kecil dan Menengah (IKM) ... 12

3. Persamaan dan Perbedaan antara IKM dan UMKM ... 14

4. Sertifikasi Halal ... 15

5. Harga ... 19

6. Citra Merek ... 25

7. Minat Beli Konsumen... ...… 28

(13)

xiii

C. Kerangka Pemikiran ... 37

D. Hipotesis ... 38

BAB III : METODE PENELITIAN ... 39

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 39

B. Variabel Penelitian ... 40

C. Jenis dan Sumber Data ... 41

D. Populasi dan Sampel ... 41

E. Metode Pengupulan Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Instrumen ... 45

2. Uji Asumsi Klasik ... 46

3. Uji Normalitas ... 46

4. Uji Analisis Regresi Linier Berganda ... 48

5. Uji Hipotesis ... 49

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

A. Hasil Penelitian... 51

1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian ... 51

2. Identifikasi Responden ... 52

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 57

1. Deskripsi Jawaban Responden ... 57

2. Hasil Uji Instrumen ... 65

3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 68

4. Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 72

5. Hasil Uji Hipotesis ... 73

6. Pembahasan ... 78

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 82

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Matriks Kriteria Industri Kecil dan Menengah ... 13

Tabel 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ... 34

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel ... 40

Tabel 3.2. Topik dan Sumber Pertanyaan dalam Kuesioner ... 43

Tabel 4.1. Jenis Kelamin Responden ... 52

Tabel 4.2. Usia Responden... 52

Tabel 4.3. Pekerjaan/Pendidikan yang Sedang Ditempuh Responden ... 53

Tabel 4.4. Penghasilan Responden per Bulan ... 54

Tabel 4.5. Produk yang Dibeli Responden... 55

Tabel 4.6. Tempat Pembelian Responden ... 57

Tabel 4.7. Hasil Kuesioner Item Pertanyaan ke-1 dan ke-2 ... 58

Tabel 4.8. Hasil Kuesioner Item Pertanyaan ke-3 sampai 30 ... 59

Tabel 4.9. Output Uji Validitas ... 66

Tabel 4.10. Output Uji Reliabilitas ... 67

Tabel 4.11. Output Uji Normalitas ... 68

Tabel 4.12. Output Uji Multikolinieritas... 69

Tabel 4.13. Output Uji Heteroskedastisitas Metode Glejser ... 71

Tabel 4.14. Output Uji Regresi Linier Berganda ... 72

Tabel 4.15. Output Uji Parsial (Uji T) ... 74

Tabel 4.16. Output Uji Simultan (Uji F) ... 76

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Label Halal Resmi dari LPPOM-MUI ... 17

Gambar 2.2. Bagan Alur Proses Sertifikasi Halal 2020 ... 19

Gambar 2.3. Model Perilaku Konsumen ... 32

Gambar 2.4. Posisi Minat Beli dalam Model Perilaku Konsumen ... 33

Gambar 2.5. Model Kerangka Pemikiran ... 37

Gambar 2.6. Model Penelitian ... 37

Gambar 3.1. Contoh Output Uji Heteroskedastisitas yang Benar ... 48

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Penelitian Terpadu dari KESBANGPOL Lampiran 2. Kuesioner Penelitian

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Kuesioner untuk item ke-1 - 15 Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Kuesioner Item ke-16 – 30 Lampiran 5. Output SPSS untuk Uji Instrumen Penelitian Lampiran 6. Output Uji Asumsi Klasik

Lampiran 7. Output Uji Hipotesis

Lampiran 8. Produk-produk IKM Kalimantan Selatan yang paling banyak dibeli Lampiran 9. Screenshoot Bukti Pelaksanaan Sidang Ujian Skripsi

Lampiran10. Lembar Saran Pengujian Lampiran11. Lembar Bimbingan Skripsi Lampiran12. Daftar Riwayat Hidup

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, laju pertumbuhan industri halal di dunia terus meningkat pada setiap tahunnya. Sementara itu, pasar industri halal di Indonesia sendiri mencapai 11% dari pasar industri halal global pada tahun 2016. Potensi Indonesia dalam mengembangkan industri halal pun cukup besar. Hal ini karena Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk muslim terbanyak di dunia. Selain itu, juga didukung oleh peningkatan kesadaran akan pentingnya konsumsi produk halal oleh masyarakatnya, baik karena kesadaraan karena perintah agama, kesadaran akan kebersihannya, maupun kesadaran tentang pentingnya bagi ekonomi nasional (Wartaeconomy.co.id, 2018).

Bagi masyarakat Indonesia, mengonsumsi produk halal paling identik dengan mengonsumsi makanan dan minuman halal. Dalam Indonesia Halal Lifestyle Center (2018), konsumsi sektor makanan dan minuman halal (halal food and beverage cluster) di Indonesia sebesar US$ 170 miliar, atau sebesar 77,7% dari total konsumsi barang dan jasa halal Indonesia pada 2017 yang sebesar US$ 218,8 miliar. Jumlah ini diperkirakan terus tumbuh dengan rata-rata di atas 5,3% setiap tahun dan mencapai US$ 330,5 miliar pada 2025 mendatang.

Data di atas menunjukkan besarnya potensi pasar halal, terutama makanan dan minuman halal di Indonesia. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia tidak hanya bisa menjadi pasar sektor pangan halal, tapi juga dapat menjadi produsen. Namun, peluang sebagai produsen belum dimanfaatkan secara maksimal. Padahal, dengan menjadi produsen bagi produk industri halal yang dikonsumsi di negeri sendiri merupakan bagian dari strategi untuk mencapai visi Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah terkemuka dunia (Katadata.co.id, 2020).

(18)

Industri halal merupakan bagian dari komponen penyusun ekosistem ekonomi syariah di Indonesia, karena ekonomi syariah bukan hanya tentang industri keuangannya saja. Untuk meningkatkan peran dan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah secara nasional, diperlukan peran akti f semua pihak, baik oleh para pembuat kebijakan, pelaku usaha, serta pihak-pihak dalam dunia pendidikan, baik dalam kegiatan akademiknya maupun kegiatan riset yang dimasukkan ke dalam rencana strategis.

Pelaku usaha yang dimaksud adalah pihak yang terlibat langsung dalam industri halal. Industri halal tidak dapat dilepaskan dari pelaku usaha makanan dan minuman halal. Pelaku usaha yang terlibat dalam industri makanan dan minuman halal bukan berasal dari perusahaan dan investor besar, justru para pelaku usaha industri kecil dan menengah (IKM) yang berperan langsung dalam industri ini.

Di Indonesia, IKM merupakan kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor IKM sangat vital untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Mereka juga menciptakan lapangan pekerjaan lebih banyak dibandingkan sektor usaha lainnya dan mereka juga memberikan kontribusi penting dalam ekspor serta konsumsi produk dalam negeri. Karena itu, IKM merupakan aspek penting dalam pembangunan dan penggerak ekonomi yang kompetitif (Mairijani dkk, 2019: 174-183).

Dalam data yang dimuat dalam website resmi Kementerian Perindustrian, Kemenperin.go.id (2019), hingga saat ini jumlah IKM di dalam negeri melampaui 4,4 juta unit usaha atau mencapai 99% dari seluruh unit usaha industri di Indonesia. Selain itu, sektor industri ini sudah menyerap hingga 10,5 juta tenaga kerja atau 65% dari tenaga kerja sektor industri secara keseluruhan. Dari 4,4 juta unit IKM, 1,6 juta diantaranya adalah IKM pangan (makanan dan minuman). Oleh karena itu, IKM yang bergerak di bidang usaha makanan dan minuman sangat berpengaruh bagi pengembangan industri halal dan berpotensi mengangkat perekonomian nasional jika potensi itu dimanfaatkan dengan baik.

(19)

Untuk dapat memacu perkembangan IKM, khususnya IKM di bidang pangan (makanan dan minuman) agar terus meningkat penjualannya adalah dengan memperhatikan perilaku konsumen, khususnya minat beli. Ada banyak faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen, salah satunya adalah jaminan produk halal yang dibuktikan dengan label sertifikasi halal.

Produk makanan dan minuman dengan jaminan halal juga merupakan bentuk kepedulian terhadap konsumen. Jaminan halal diperlukan bukan hanya karena sifatnya yang ramah dengan konsumen muslim saja, tapi karena pengakuannya sebagai jaminan keamanan, kebersihan dan jaminan kualitas dari apa yang dikonsumsi oleh seluruh konsumen dari berbagai agama.

Bagi konsumen muslim, makanan dan minuman halal menunjukkan bahwa produk tersebut telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan syariat Islam. Sedangkan untuk konsumen non-muslim, kehalalan mewakili kebersihan, kualitas dan keamanan produk saat diproduksi ketat dibawah sistem manajemen jaminan halal (Rizqia, 2018: 3). Dalam Budiman, Mairijani & Nurhidayati (2019: 192), diketahui bahwa perilaku konsumsi terhadap produk halal tidak ikut dipengaruhi oleh religiusitas, tapi dipengaruhi oleh pengetahuan konsumen atas produk halal dan pendapat konsumen atas kesehetan produk halal.

Sedangkan bagi produsen, sertifikasi halal dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan konsumen terhadap produknya, dapat meningkatkan citra dan daya saing produk. Sertifikasi halal juga bermanfaat sebagai alat pemasaran serta untuk memperluas area pemasaran (Zaskum, 2017: 3). Oleh karena itu, penting bagi produsen untuk membuat produknya tersertifikasi dan berlabel halal agar memberikan jaminan kepada para konsumen. Selain itu, perhatian dan dukungan pemerintah serta lembaga yang terkait dengan jaminan halal sangat penting dalam mendukung sertifikasi halal ini.

Faktor yang juga mempengaruhi minat beli konsumen selanjutnya yaitu harga. Harga merupakan salah satu faktor utama yang paling sering dilihat oleh konsumen sebelum melakukan pembelian. Pada dasarnya, secara umum

(20)

konsumen akan melakukan pembelian terhadap produk dengan harga yang rasional dan membandingkan harga produk tersebut dengan harga yang ditawarkan oleh produk lain yang sejenis.

Dalam Sudaryono (2016: 216), pada dasarnya ada tiga elemen pertimbangan dalam penetapan harga, yaitu biaya, margin dan kompetisi produk. Meskipun demikian, perilaku konsumen terhadap harga juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen. Karena pada dasarnya bagi konsumen harga mempunyai dua peran, yaitu peran alokasi dan informasi. Peran alokasi memberi tahu konsumen tentang apa atau berapa yang harus dialokasikan untuk memperoleh produk. Sedangkan peran informasi adalah peran harga dalam memberi tahu konsumen tentang faktor produk, misalnya kualitas dan manfaat.

Penetapan harga juga menjadi perhatian apabila produsen telah mengembangkan suatu produk baru dan harus menetapkan harga untuk pertama kali. Inilah yang sering dihadapi IKM, penetapan harga sering menjadi persoalan yang rumit bagi IKM karena berada dalam lingkup masyarakat yang luas, dengan tingkat pendapatan dan daya beli yang beragam. Setiap produsen harus menetapkan harga yang dapat bersaing dengan produsen produk sejenis serta harga yang rasional (dinilai pantas) atau worth-it bagi konsumen. Penetapan harga yang sesuai dengan keadaan konsumen membuktikan pegetahuan dan kepedulian produsen terhadap kondisi dan kemauan konsumen.

Dalam buku yang diterbitkan KNEKS (2019: 58) latar belakang kesuksesan suatu usaha adalah prinsip kepedulian terhadap konsumen. Prinsip ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an (An-Nisa: 29), di mana jika dihubungkan dengan ilmu bisnis modern, ayat ini berbicara tentang customer

satisfaction (kepuasan konsumen) dan service excellence (layanan prima).

Selain dilihat dari sertifikasi halal dan harga produk, citra merek juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Citra merek dapat menciptakan persepsi konsumen terhadap merek tertentu, baik terhadap nama, kemasan, rasa, kualitas, inovasi maupun hal lainnya dari

(21)

informasi yang didapat calon konsumen yang belum pernah membeli maupun berdasarkan pengalaman bersifat masa lalu pada merek tersebut bagi konsumen yang pernah membelinya.

IKM dengan citra merek yang baik, kuat dan persuasif dapat menarik minat beli konsumen yang belum pernah membeli sebelumnya dan dapat membuat konsumen yang telah membelinya berminat melakukan pembelian ulang terhadap produk tersebut. Sebaliknya, jika citra merek dinilai negatif oleh konsumen, konsumen cenderung mempertimbangkan lebih jauh lagi ketika akan membeli produk tersebut. Oleh karena itu, citra merek dapat menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap minat beli konsumen pada produk IKM (Sangadji & Sopiah, 2013: 338).

Di Kalimantan Selatan, tingkat konsumsi penduduknya lumayan tinggi. Melihat hal ini, banyak yang memanfaatkannya sebagai peluang bisnis dengan mememproduksi serta menjual makanan dan atau minuman yang diharapkan dapat menarik minat konsumen agar memperoleh keuntungan dari peluang tersebut. Oleh karena itu, saat ini banyak bermunculan industri kecil dan menengah (IKM) makanan dan minuman di daerah ini. Produsen-produsen IKM di Kalimantan Selatan tidak hanya menjual produknya di lingkungan usahanya saja, tapi juga mempromosikannya melalui media sosial dan menitipkan produknya untuk dijual di mini market serta toko oleh-oleh.

Dengan tingkat konsumsi yang tinggi di daerah ini, bukan berarti masyarakatnya tidak mempunyai pertimbangan dalam melakukan pembelian. Dari sekian banyak konsumen, pasti memiliki faktor yang beragam dalam mempengaruhi minat belinya, terutama ketiga faktor yang telah dibahas sebelumnya, yaitu sertifikasi halal, harga dan citra merek.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang dikenal dengan masyarakatnya yang religius. Selain potensi wisata halal (halal tourism), potensi industri makanan dan minuman halal (halal food and beverages)

(22)

seharusnya juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Industri yang dapat berperan langsung guna memanfaatkan potensi ini adalah IKM makanan dan minuman.

Sebenarnya, saat ini IKM memang merupakan sektor yang mendapat perhatian khusus oleh Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, demi meningkatkan potensi dan daya saing IKM lokal, Dinas Perindustrian Provinsi Kalimantan Selatan melakukan berbagai program dan kegiatan. Di antara kegiatan tersebut adalah kegiatan pembinaan dan pelatihan, salah satunya adalah pelatihan fasilitator sertifikasi halal.

Dari sekian banyak IKM yang ada, Pemerintah Daerah bersama Dinas Perindustrian Kalimantan Selatan masih lebih memfokuskan perhatian, pembinaan dan pelatihan terhadap IKM di bidang kerajinan. Hal tersebut dapat dilihat dari semua jenis pelatihan yang dilaksanakan, yaitu pelatihan wirausaha baru berbasis kerajinan, pelatihan pencelupan dan pewarnaan alam kain sasirangan, pelatihan pembuatan aneka produk kerajinan berbasis kayu hingga pelatihan teknis pengembangan diversifikasi model dan desain anyaman bambu dan tirik. Hanya satu kegiatan yang berhubungan terhadap IKM makanan dan minuman, yaitu pelatihan fasilitator jaminan halal (Riliskalimantan.com, 2020).

Di kota Banjarmasin sendiri, yang merupakan Ibu kota provinsi Kalimantan Selatan masih banyak IKM makanan dan minuman yang belum mendapat bantuan dan bimbingan sertifikasi halal. Informasi ini penulis dapatkan melalui wawancara langsung dengan pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Banjarmasin bahwa hanya ada masing-masing 15 IKM makanan dan minuman yang mendapat bantuan dan bimbingan sertifikasi halal pada setiap tahunnya pada tahun 2018 dan 2019. Selain itu, target Dinas Perdagangan dan Perindustrian dari kabupaten atau kota lain di Kalimantan Selatan juga memiliki target yang tidak jauh berbeda dengan di Kota Banjarmasin. Kebanyakan target peningkatan daya saing dan pengembangan IKM di Kota Banjarmasin

(23)

dan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi ini masih difokuskan terhadap IKM kerajinan.

Produsen IKM sektor pangan (makanan dan minuman) akan merasa sangat terbantu jika mendapat bantuan berupa bimbingan sertifikasi halal. Produsen IKM berpendapat bahwa dengan tersertifikasi halalnya produk dapat menarik minat beli konsumen dan meningkatkan volume penjualan karena jaminan kehalalan produk. Persepsi tersebut peneliti dapatkan dalam setiap kesempatan untuk bertanya kepada beberapa pelaku IKM pada saat kegiatan pengabdian masyarakat pendampingan pengurusan sertifikasi halal bersama Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Banjarmasin yang bekerjasama dengan Program Studi D4 Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Politeknik Negeri Banjarmasin pada tahun 2019.

Persepsi pelaku IKM tentang pengaruh sertifikasi halal produknya terhadap minat beli konsumen tersebut masih belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu, diperlukannya penelitian yang dapat menyimpulkan secara ilmiah megenai pengaruh sertifikasi halal produk terhadap minat beli konsumen.

Selain sertifikasi halal, harga produk merupakan hal yang dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Pelaku IKM baru yang terjun terjun ke dunia usaha memerlukan ilmu dalam hal penetapan harga. Banyak pelaku IKM yang menetapkan harga untuk produk baru dengan penetrasi harga yang tinggi untuk menutupi modal dan pengadaan mesin serta peralatan. Namun, mereka kurang memperhatikan perilaku konsumen terutama minat belinya terhadap harga tersebut.

Selain sertifikasi halal dan harga produk, Citra merek juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen. Citra merek yang baik dapat bersifat persuasif terhadap konsumen. Di Kalimantan Selatan sendiri, Pengaruh ketiga faktor ini masih belum dapat dibuktikan secara ilmiah karena belum pernah diangkat menjadi sebuah penelitian.

(24)

Penulis melihat ada permasalahan yang dapat diteliti, berupa adanya persepsi di kalangan produsen IKM yang belum dapat dibuktikan secara valid dan ilmiah karena belum adanya penelitian serupa yang dlakukan di Kalimantan Selatan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesimpulan

yang valid atas latar belakang sebelumnya dan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk mengangkat penelitian berjudul “Pengaruh

Sertifikasi Halal, Harga dan Citra Merek terhadap Minat Beli Konsumen pada Produk Makanan dan Minuman IKM di Kalimantan Selatan”.

2. Batasan Masalah

Batasan masalah diperlukan untuk membatasi ruang lingkup dan variabel yang akan diteliti agar penelitian lebih terfokuskan dan efisien untuk dilaksanakan. Banyak variabel yang dapat diteliti pada penelitian yang berhubungan dengan topik ini. Oleh karena itu Penulis memfokuskan penelitian terhadap variabel sertifikasi halal, harga dan citra merek untuk mendapatkan kesimpulan terkait pengaruhnya terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan. Penulis juga membatasi produk IKM yang diteliti hanya terhadap produk makanan dan minuman produksi IKM lokal di Kalimantan Selatan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh sertifikasi halal secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan?

2. Bagaimana pengaruh harga secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan?

(25)

3. Bagaimana pengaruh citra merek secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan?

4. Bagaimana pengaruh sertifikasi halal, harga dan citra merek secara Simultan terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh sertifikasi halal secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan.

2. Mengetahui pengaruh harga secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan.

3. Mengetahui pengaruh citra merek secara parsial terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan.

4. Mengetahui pengaruh sertifikasi halal, harga dan citra merek secara simultan terhadap minat beli konsumen pada produk makanan dan minuman IKM di Kalimantan Selatan.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Terhadap ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan sesuai dengan topik penelitian yang diangkat, khususnya mengenaui bagaimana pengaruh sertifikasi halal, harga dan citra merek terhadap minat beli konsumen pada produk IKM lokal Kalimantan Selatan.

b. Terhadap peneliti selanjutnya

(26)

atau masukan bagi peneliti selanjutnya yang penelitiannya berhubungan dengan topik penelitian ini, khususnya bagi peneliti yang mengkaji, mereflikasi dan mengembangkan penelitian ini.

c. Terhadap perguruan tinggi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan pustaka pada perguruan tinggi Politeknik Negeri Banjarmasin secara umumnya. Secara khusus, penulis melalui penelitian ini dapat berkontribusi dalam realisasi rencana strategis penelitian perguruan tinggi pada sektor industri halal.

2. Manfaat Praktis

a. Terhadap pelaku IKM

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku IKM, khususnya IKM lokal di Kalimantan Selatan untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh sertifikasi halal, harga dan citra merek terhadap minat beli konsumen melalui hasil penelitian yang ilmiah. Selain itu, penulis berharap bahwa secara tidak langsung penelitian ini membuktikan bahwa industri halal, khususnya halal food di Kalimantan Selatan adalah sektor industri yang perlu diperhatikan dan diangkat permasalahannya. Dengan begitu, IKM lokal diharapkan mendapatkan perhatian, bantuan dan pembinaan yang lebih massif dari Pemerintah Daerah dan Pihak-pihak terkait lainnya.

b. Terhadap Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat sampai kepada pihak-pihak yang terkait, seperti dinas yang terkait dengan IKM, instansi yang terkait dengan sertifikasi halal dan pihak-pihak pembuat kebijakan. Selanjutnya, hasil penelitian dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan pihak-pihak terkait tersebut dalam memutuskan kebijakan dan mengadakan program yang dapat mengembangkan industri halal melalui IKM lokal Kalimantan Selatan.

(27)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Makanan dan Minuman Halal

Halal secara bahasa berarti diperbolehkan menurut syariat Islam. Kehalalan menyangkut apa yang dimakan, dilakukan, digunakan dan diusahakan (cara memperolehnya) yang diperbolehkan oleh syariat Islam atau tidak ada dalil yang melarangnya (Ali, 2016: 292).

Kehalalan erat kaitannya dengan makanan dan minuman. Makanan dan minuman halal berarti makanan dan minuman yang dibolehkan untuk dikonsumsi menurut syariat Islam dan tidak ada dalil yang mengharamkannya. Banyak dalil dalam Al-Qur’an dan Hadist yang menjelasakan tentang halal dan haramnya makanan untuk dikonsumsi. Di antara dalil tersebut yaitu Al-Qur’an (Al-Baqarah: 168) tentang perintah mengonsumsi makanan yang halal dan baik (thayyib). Dalam ayat ini, kata halal disandingkan dengan kata thayyib, yang artinya selain diperintahkan untuk mengonsumsi makanan halal, kita juga diperintahkan mengonsumsi makanan yang baik, sehat, bermanfaat dan tidak berlebihan (KNEKS, 2019: 2-4).

Dalil lain terdapat dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 173) yang menjelaskan tentang larangan mengonsumsi bangkai, darah, daging babi serta apa-apa yang disembelih bukan karena (atas nama) Allah SWT. Terdapat pengecualian untuk bangkai ikan dan belalang berdasarkan sabda Rasulullah SAW :

“Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai, yaitu bangkai ikan dan belalang” (HR. Ibnu majah dari Abdullah Bin Umar : 3209).

Lebih lanjut, dalam Al-Qur’an (Al-A’rof: 157) juga melarang memakan makanan yang menjijikkan atau najis. Selain itu, kita juga

(28)

dilarang untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang memabukkan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Setiap yang memabukkan adalah khomr dan semua khomr hukumnya haram” (HR. Muslim dari Ibnu Umar: 3733).

Dari dasar-dasar hukum yang ada dan dari para ulama, maka dapat diambil kesimpulan bahwa makanan dan minuma halal harus memenuhi tiga kriteria, yaitu halal zatnya, cara memperolehnya dan halal dalam proses atau pengolahannya. Selain tiga syarat tersebut, kehalalan dalam penyajian atau tempat pengajian juga merupakan hal yang harus diperhatikan (Yuliani, 2015: 2).

2. Industri Kecil dan Menengah (IKM)

Industri Kecil Menengah (IKM) adalah industri berskala kecil dan menengah yang skalanya dinilai berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam Peraturan Kementerian Perindustrian No.64/M-IND/PER/7/2017 tahun 2016. Kriteria industri kecil menengah (IKM) adalah sebagai berikut:

a. Pasal 3 (Industri kecil)

Industri kecil adalah industri yang memiliki karyawan paling banyak 19 orang dan memiliki nilai investasi kurang dari Rp1.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Pasal 4 (Industri menengah)

Industri menengah mempunyai kriteria sebagai berikut:

1) memiliki tenaga kerja paling banyak 19 orang dan memiliki nilai investasi keseluruhan paling sedikit Rp1.000.000.000,- 2) memiliki tenaga kerja paling sedikit 20 orang (≥ 20) dan

memiliki nilai investasi paling banyak Rp15.000.000.000,- Kriteria industri kecil dan menengah yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 di belakang.

(29)

Tabel 2.1. Matriks Kriteria Industri Kecil dan Menengah Nilai Investasi Tenaga Kerja < Rp1.000.000.000 Rp1.000.000.000 – Rp15.000.000.000 > Rp 15.000.000.000 1 – 19 orang Industri Kecil (tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha)

Industri Menengah Industri Menengah ≥ 20 orang Industri Menengah Industri Menengah Industri Besar Sumber: (Peraturan Menteri Perindustrian No.64/M-IND/PER/7/2016, 2016: Pasal 3-4).

Industri kecil dan menengah (IKM) pada umumnya merupakan bagian dari industri penyediaan barang. Industri pengolahan barang adalah berbagai aktivitas ekonomi dengan tenaga kerja atau peralatan lainnya yang mengolah bahan mentah atau bahan baku menjadi barang jadi atau setengah jadi yang memiliki nilai ekonomi atau dapat dikonsumsi (Julianto & Suparno, 2016: 232).

Dikutip dari laman IKM.Kemenperin.go.id (2019), fakta-fakta terkait besarnya kontribusi IKM dan industri makanan dan minuman halal terhadap perekonomian nasional adalah sebagai berikut:

a. Sebanyak 99% industri berasal dari Industri kecil dan menengah (IKM),

b. Dari total 4,5 juta IKM yang ada di Indonesia sampai tahun 2017, 1,6 juta (35%) di antaranya adalah IKM sektor makanan dan minuman,

c. IKM sektor makanan dan minuman halal menyerap 3,8 juta tenaga kerja dari total sekitar 11 juta tenaga kerja pada tahun 2017, dan d. Nilai ekspor makanan dan minuman halal pada tahun 2017 sebesar

US$ 31 milyar atau sekitar 87,5% dari total ekspor produk halal. Dengan memajukan industri makanan dan minuman halal disertai dengan memajukan IKM-nya, maka berarti telah memanfaatkan potensi

(30)

Indonesia sebagai pasar makanan dan minuman halal, baik dalam negeri maupun secara global. Indonesia dapat menjadi produsen utama makanan dan minuman halal dalam negeri sendiri dan meningkatkan PDB sebagai indikator pendapatan nasional (investor.id, 2019).

Faktor-faktor kunci dalam usaha pmemjajukan industri makanan halal serta IKM makanan dan minuman halal di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU-JPH), b. Meningkatkan kapasitas lembaga sertifikasi halal,

c. Meningkatkan ekosistem halal, seperti memfasilitasi riset dan pengembangan,

d. Adanya dukungan regulasi, standar dan proses audit halal nasional. Regulasi sertifikasi halal hendaknya tidak memberatkan pelaku ekonomi, khususnya pelaku IKM atau UMKM,

e. Kampanye dan sosialisasi kesadaran hidup halal (Halal Lifestyle) (KNKS, 2018: 7).

3. Persamaan dan Perbedaan antara IKM dan UMKM

Dalam kegiatan utamanya, IKM dan UMKM memiliki persamaan dan perbedaan sebagai berikut:

a. Perbedaan IKM dan UMKM

IKM (industri kecil dan menengah) kerab disama artikan dengan UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) oleh masyarakat awam, padahal keduanya belum tentu dapat disamakan. Perbedaan mendasar anatara IKM dan UMKM ada pada kegiatannya. IKM adalah usaha yang memproduksi berbagai macam produk yang dapat dikonsumsi atau digunakan. Jadi, kegiatan utama IKM adalah produksi (manufaktur).

UMKM adalah sebuah usaha yang melakukan aktivitas dalam bentuk menjual kembali aneka jenis produk yang dihasilkan oleh IKM. Selain kegiatan jual-beli, UMKM biasanya juga bergerak di

(31)

bidang jasa seperti laundry, menjahit, perbaikan alat elektronik, mesin dan lain sebagainya. Jadi, kegiatan utama UMKM adalah jual-beli dan penyediaan jasa (Wartaekonomi.co.id, 2019).

b. Persamaan IKM dan UMKM

Pada dasarnya, IKM dan UMKM sama-sama melengkapi. Produk IKM akan tersuplay dengan baik jika UMKM didukung dengan berbagai kemudahan teknik dan sistem distribusi. Tanpa adanya Pelaku usaha UMKM, para pelaku usaha IKM akan kesulitan menyupply hasil produksi dari industri yang dijalaninya.

Suatu usaha yang memiliki kegiatan produksi secara mandiri dan pemasaran secara langsung, maka usaha tersebut dapat dikatakan sebagai IKM dan UMKM jika memenuhi kriteria. Kriteria tersebut terdapat dalam UU No.20 tahun 2008 Pasal 6 tentang kriteria usaha mikro, kecil dan menengah serta Peraturan Menteri Perindustrian No.64/M-IND/PER/7/2016 Pasal 3 dan 4 tentang kriteria IKM (Wartaekonomi.co.id, 2019).

4. Sertifikasi Halal a. Label

Label adalah suatu media untuk menyampaikan informasi mengenai suatu produk kepada para konsumen. Biasanya label berupa bagian dari kemasan, bisa juga sebuah tanda pengenal yang menempel pada produk (Astutik, 2017).

Menurut Stanton (2000) yang dikutip oleh Simatupang (2017: 6), label terbagi menjadi tiga jenis sebagai berikut:

1) Brand label, yaitu nama merek yang dicantumkan pada kemasan produk.

2) Descriptive label, yaitu label yang memberi informasi obyektif mengenai penggunaan, pembuatan, perawatan, kinerja produk, serta hal lainnya yang berkaitan dengan produk.

(32)

3) Grade label, label yang mengidentifikasi penilaian secara kualitas atau kuantitas terhadap produk. Grade label dapat berbentuk huruf, angka, kata atau simbol yang mewakili suatu informasi.

Menurut Kotler (2003) yang dikutip oleh Simatupang (2017: 6-7), label juga memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Pengidentifikasi produk, karena biasanya label memiliki peranan simbolis terhadap produk.

2) Menunjukkan nilai atau tingatan mutu sebuah produk

3) Memberikan keterangan produk, seperti nama produsen, tempat dan waktu pembuatan produk, komposisi produk, cara penggunaan atau penyajian produk dan keterangan lainnya. 4) Label dapat dijadikan sebagai alat promosi.

Pencantuman label harus jelas dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu, label tidak boleh menyesatkan atau berisi keterangan yang tidak benar. Untuk pencantuman label yang berhubungan bagi kesehatan (termasuk labelisasi halal), hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmah yang dapat dipertanggung jawabkan (Hikmawati, 2019: 22).

b. Label halal

Label halal adalah keterangan berupa simbol pada kemasan produk yang menginformasikan bahwa produk tersebut adalah produk halal. setiap pelaku usaha yang memproduksi dan menjual produk pangannya di wilayah Indonesia harus menyatakan bahwa produknya adalah produk halal sesuai syari’at Islam, harus bertanggung jawab atas kebenaran label dan wajib mencantumkan label halal tersebut pada kemasan produknya.

Penyematan label halal sangat mudah ditemukan pada produk makanan umumnya yang beredar di mayarakat. Tidak sedikit juga produk yang tidak jelas bahan baku dan cara pengolahannya tapi

(33)

terdapat tulisan halal pada kemasannya, seolah produk tersebut secara sah termasuk produk yang halal (Rizqia, 2018: 27). Di bawah ini adalah gambar label halal resmi dari LPPOM-MUI.

Gambar 2.1. Label Halal Resmi dari LPPOM-MUI Sumber: (LPPOM-MUI, 2019).

Selain harus memiliki label halal resmi dari LPPOM-MUI di atas, kemasan produk juga harus memiliki nomor sertifikasi halal yang resmi dari LPPOM-MUI. Label halal dan nomor sertifikasi halal tersebut bisa didapatkan setelah produk lulus dari proses sertifikasi halal dan dinyatakan sebagai produk tersertifikasi halal. Ketentuan tentang wajibnya sertifikasi halal bagi semua produk tersebut tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

c. Sertifikasi halal

Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui beberapa tahap pemeriksaan untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi serta bahan dan unsur dalam produksinya telah memenuhi standar Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Adapun tujuan sertifikasi halal, yaitu untuk memberikan kepastian status kehalalan suatu produk sebagai bentuk pemenuhan hak konsumen (Akim dkk, 2018).

(34)

Pasca pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pengajuan sertifikasi halal oleh produsen bersifat wajib dari yang sebelumnya hanya bersifat sukarela (vouluntery) untuk dilakukan oleh produsen. Ketentuan tentang wajibnya sertifikasi halal bagi semua produk tersebut tertuang dalam pasal 4 yang menyatakan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, baik lokal maupun impor. UU ini harus efektif untuk diberlakukan 5 tahun setelah diterbitkannya. Oleh karena itu, tahun 2019 merupakan tahun pelaksanaan UU tersebut sehingga semua produk harus bersertifikasi halal (Akim dkk, 2018: 33 ;)Mairijani dkk, 2019: 179).

Dulu, proses sertifikasi produk halal adalah tanggung jawab Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Maka, sesuai amanat Undang-Undang No 33 Tahun 2014, penanganan proses sertifikasi akan melibatkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang telah dibentuk pada bulan Oktober 2017. BPJPH bertindak sebagai regulator, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) selaku auditor, dan MUI sebagai pemberi fatwa halal. Namun, karena BPJPH masih belum siap untuk efektif menangani, maka untuk sementara proses sertifikasi halal masih ditangani oleh LPPOM MUI (Mairijani dkk, 2019: 179).

d. Proses sertifikasi halal

Informasi mengenai proses sertifikasi halal (persyaratan dan prosedur) dapat diakses pada laman resmi milik LPPOM-MUI. Untuk wilayah Kalimantan Selatan sendiri, dapat diakses pada laman resmi LPPOM-MUI Kalsel (lppommui-kalsel.org). Pada beranda laman resmi tersebut, pilih menu sertifikasi halal. Terdapat

(35)

sub-menu persyaratan, prosedur dan daftar produk yang telah tersertifikasi halal.

Dalam laman lppommui-kalsel.org (2019), LPPOM-MUI Kaimantan Selatan membuatkan bagan alur proses sertifikasi halal oleh perusahaan atau IKM (Industri Kecil Menengah) untuk mendapatkan Sertifikat halal LPPOM-MUI yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Bagan Alur Proses Sertifikasi Halal 2020 Sumber: (lppommui-kalsel.org, 2019).

5. Harga

a. Definisi harga

Harga adalah jumlah uang yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jelas lagi, harga adalah jumlah nilai yang harus konsumen tukarkan untuk mendapatkan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa. Istilah harga

(36)

digunakan untuk memberikan nilai finansial pada suatu produk barang atau jasa (Kotler & Armstrong, 2008: 345).

Harga merupakan salah satu unsur dalam bauran pemasaran (marketing mix) yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan suatu kegiatan pemasaran. Dari sudut pandang pemasaran, harga merupakan ukuran atau nilai dari barang dan jasa yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa (Pinatari, 2019: 81).

Harga terbentuk dari kompetensi produk untuk memenuhi tujuan kedua belah pihak, yaitu produsen dan konsumen. Produsen memandang harga sebagai nilai barang yang mampu memberikan manfaat keuntungan di atas biaya produksinya. Konsumen memandang harga sebagai nilai barang yang mampu memberikan manfaat atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan (Budiarto, 2019: 86).

b. Penetapan harga

Penetapan harga adalah suatu proses untuk menentukan seberapa besar harga yang pantas dikenakan atas produk atau jasa yang dihasilkan agar mendapatkan keuntungan yang dikehendaki. Profit yang dikehendaki harus mampu menutup semua biaya yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan pemasaran. Selain hanya menutupi semua biaya, harga yang ditetapkan juga diharapkan memiliki marjin yang secukupnya sehingga mampu memberikan keuntungan sesuai target (Kermawaty, 2017: 28).

Pada dasarnya dalam konsep Islam, prinsip penentuan harga ditentukan oleh keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Jadi, harga ditentukan oleh kemampuan penjual untuk menyediakan barang yang ditawarkan kepada pembeli dan kemampuan pembeli untuk memenuhi harga beli barang tersebut (Alfian & Marpaung, 2001: 129-130).

(37)

Menurut Stanton (1998) yang dikutip oleh Rizqia (2018: 36), ada empat indikator penilaian terhadap harga, yaitu sebagai berikut: 1) Keterjangkauan harga, yaitu aspek penetapan harga yang

dilakukan oleh produsen yang sesuai dengan daya beli konsumen.

2) Kesesuaian harga dengan kualitas produk, yaitu aspek penetapan harga yang dilakukan oleh produsen/penjual yang sesuai dengan kualitas produk yang dapat diperoleh konsumen.

3)

Daya saing harga, yaitu penawaran harga yang diberikan oleh

produsen/penjual berbeda dan bersaing dengan yang diberikan oleh produsen lain, pada satu jenis produk yang sama.

4) Kesesuaian harga dengan manfaat, yaitu aspek penetapan harga yang dilakukan oleh produsen/penjual yang sesuai dengan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dari produk yang dibeli.

Jika perusahaan kurang tepat menetapkan harga, maka hal ini akan berakibat fatal di masa datang. Harga akan selalu dikaitkan dengan indikator-indikator umum di atas. Apabila harga yang ditetapkan tidak sesuai dengan indikator-indikator tersebut, maka akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli.

Dalam Kotler & Armstrong (2008: 346), dijelaskan ada dua dasar strategi penetapan harga. Dua dasar strategi penetapan harga tersebut adalah sebagai berikut:

1) Penetapan harga berdasarkan biaya

Dasar penetapan harga ini digerakkan oleh nilai produk. Perusahaan memproduksi dan menawarkan produk yang dianggap bagus dan bernilai jual, menjumlahkan biaya untuk membuat produk tersebut. Selanjutnya, menetapkan harga jual yang diperhitungkan dapat menutupi biaya dan ditambah dengan marjin untuk mendapatkan laba.

(38)

2) Penetapan harga berdasarkan nilai

Perusahaan menetapkan harga berdasarkan pada persepsi pelanggan terhadap nilai produk. Penetapan harga dimulai dengan menganalisis kebutuhan konsumen dan persepsi nilai konsumen terhadap produk tersebut. Harga kemudian ditetapkan dengan menyamai nilai anggapan atau persepsi konsumen.

Dalam penetapan harga berdasarkan nilai juga terbagi atas penetapan harga berdasarkan nilai baik dan penetapan harga berdasarkan nilai tambah.

a) Penetapan harga berdasarkan nilai baik

Prinsip ini menawarkan kombinasi yang tepat antara kualitas atau layanan dengan harga, sehingga penetapan harga dianggap wajar dan sesuai kualitas. Dalam prinsip ini, harga dapat ditetapkan konstan (tetap) setiap hari atau juga dapat bersifat fluktuatif (bisa berubah) namun tetap memperhatikan keseimbangan dengan kualitas barang atau jasa yang dijual.

b) Penetapan harga berdasarkan nilai tambah

Daripada memotong harga untuk menyamai harga pesaing, sebagian produsen menambahkan nilai tambah, fitur atau inovasi untuk membedakan penawaran dan mendukung pewajaran harga yang tinggi. Pada saat ini yang menjadi sorotan bukan hanya harga, namun juga layanan yang tidak dapat ditemukan pada produsen atau produk lain (Kotler & Armstrong, 2008: 347).

Menurut Tjiptono (2001) dalam Pinatari (2019: 84), strategi penetapan harga tergantung pada apakah produk merupakan produk baru (baru masuk pasar atau belum dikenal) atau produk yang sudah mapan (dikenal).

(39)

1) Strategi penetapan harga produk baru (baru masuk pasar atau belum dikenal)

a) Skimming pricing, merupakan strategi yang menetapkan harga relatif tinggi pada suatu produk baru, namun diimbangi dengan promosi yang aktif. Tujuannya antara lain adalah:

- Menutupi modal atau biaya awal yang besar, biaya riset dan biaya promosi;

- Melayani pelanggan yang tidak terlalu sensitif dengan harga; dan

- Meminimalisir dampak kekeliruan penetapan harga, karena akan lebih mudah menurunkan harga yang ditetapkan terlalu tinggi dari pada menaikkan harga awal.

b) Penetration pricing, merupakan strategi dengan menetapkan harga rendah di awal produksi, dengan tujuan meraih pangsa pasar yang besar terlebih dahulu sekaligus menghalangi masuknya pesaing. Strategi ini mempunyai perspektif jangka panjang, di mana laba jangka pendek dikorbankan demi tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

2) Strategi penetapan harga produk yang sudah mapan (dikenal) Terdapat dua faktor utama yang menyebabkan suatu perusahaan harus meninjau kembali strategi penetapan harga produk yang telah ada di pasaran. Dua faktor utama tersebut yaitu adanya perubahan dalam lingkungan pasar (misalnya pesaing merubah harga produk yang serupa) dan adanya pergeseran permintaan (misalnya terjadi perubahan selera konsumen). Tiga alternatif yang dapat dilakukan dalam menyikapi situasi ini adalah:

(40)

b) Menaikkan harga.

c) Mempertahankan harga, jika dirasa tidak perlu mengikuti pesaing yang telah menurunkan harga dengan pertimbangan kesesuaian harga dengan kegunaan, manfaat dan kualitas produk. Selain itu juga berdasar pertimbangan atas break event (batas impas antara pengeluaran dan penerimaan). Selain itu, untuk alasan tidak mengikuti menaikkan harga dengan tujuan mempertahankan konsumen dan citra produk.

Produsen mempunyai tujuan yang beragam dalam penetapan harga. Secara umum. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Tjiptono (2000) yang dikutip oleh Kermawaty (2017: 31), tujuan penetapan harga adalah sebagai berikut:

1) Berorientasi pada laba, yaitu bahwa perusahaan selalu memilih harga yang dapat menghasilkan keuntungan yang paling tinggi. 2) Berorientasi pada volume, yaitu penetapan harga yang

berorientasi pada volume tertentu. Salah satunya target volume barang yang dapat terjual jika harga ditetapkan sebesar pertimbangan produsen.

3) Berorientasi pada stabilitas harga, yaitu penetapan harga yang bertujuan untuk mempertahankan hubungan stabil antara harga perusahaaan dengan harga pasar.

4) Mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas konsumen, mendukung penjualan ulang, menarik konsumen baru, sampai keterpengaruhan terhadap camur tangan pemerintah.

5) Berorientasi pada citra merek dan produk, yaitu bahwa image perusahaan dan produk dapat dibentuk melalui penetapan harga yang berpengaruh terhadap persepsi baik dari konsumen. Dalam hal ini dapat dilihat adanya hubungan harga dan citra produk.

(41)

6. Citra Merek

Dalam Buchari (1992) yang dikutip oleh (Kermawaty, 2017: 21), citra merupakan sebuah kesan, pandangan, persepsi atau perasaan yang ada pada publik mengenai suatu obyek tertentu. Dalam buku Daga (2017: 21), citra merek didefinisikan sebagai suatu persepsi yang muncul di benak konsumen ketika melihat, mendengar atau mengingat suatu merek dari produk tertentu. Persepsi ini didasarkan pada apa yang masyarakat ketahui tentang produk yang bersangkutan. Oleh karena itu, produk yang sama belum tentu memiliki citra yang sama juga bagi calon konsumen.

Dalam hal penciptaan produk, citra yang ingin dibentuk produsen harus jelas, memiliki kesan dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaing. Hal ini karena citra merek menjadi salah satu pegangan bagi konsumen dalam mengambil keputusan penting termasuk keputusan pembelian. Citra yang baik akan menimbulkan dampak positif bagi produk tersebut, sedangkan citra yang buruk melahirkan dampak negatif dan melemahkan produk tersebut terhadap produk yang sama dari produsen lain dalam persaingan (Kermawaty, 2017: 21).

Dalam jurnal internasional dari Xian Guo Li, dkk (2011: 1876), ada tiga komponen pembentuk citra merek (Brand Image). Tiga komponen tersebut adalah citra perusahaan, citra pengguna dan citra produk. Dalam buku Daga (2017: 24), pengertian sekaligus pembeda tiga komponen citra merek adalah sebagai berikut:

a. Citra pembuat (coorpoarate image)

Citra pembuat adalah persepsi konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang atau jasa. Citra pembuat meliputi: nama besar atau popularitas perusahaan, kredibilitas, integritas, jaringan perusahaan, kontribusi perusahaan, dan sebagainya . Contohnya adalah perusahaan PT. Garuda Food. Putra Putri Jaya Tbk. Perusahaan makanan dan minuman besar ini sudah lama berdiri, mempunyai jaringan usaha yang luas dan kerab

(42)

berkontribusi kepada negara baik melalui program atau kegiatan amal.

b. Citra pemakai (user image)

Citra pemakai adalah persepsi konsumen atau calon konsumen terhadap golongan konsumen yang sering memakai barang atau jasa tertentu. Dalam hal ini, suatu merek dihubungkan dengan ciri khas atau karakteristik konsumennya, sampai dihubungkan dengan status sosial konsumen. Contohnya adalah citra konsumen dari makanan Oreo Supreme yang dianggap berasal dari konsumen berstatus sosial tinggi.

c. Citra produk

Citra produk didefinisikan sebagai suatu persepsi yang muncul di benak konsumen ketika melihat, mendengar atau mengingat suatu merek dari produk tertentu. Meliputi persepsi terhadap atribut produk, rasa, manfaat bagi konsumen, serta jaminan.

Jika digabungkan, dalam Kermawaty (2017: 22) dan dalam Daga (2017: 24), kumpulan asosiasi pembentuk citra merek yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk meliputi:

a. Atribut produk (kemasan, desain, logo, nama warna dan tulisan), b. Rasa,

c. Kualitas baik,

d. Manfaat bagi konsumen, e. Jaminan produk, dan f. Inovasi produk.

Penciptaan citra merek terhadap konsumen adalah hal yang perlu diketahui oleh setiap produsen termasuk produsen IKM (industri kecil menengah). Saat memulai suaru usaha, IKM tidak akan langsung memiliki citra merek (citra peusahaan, citra pengguna dan citra produk). Namun, IKM dapat menumbuhkan citra merek yang baik melalui produknya. Produsen IKM dapat menciptakan citra pada produknya

(43)

dengan memperhatikan kumpulan asosiasi pembentuk citra merek yang baik di atas.

Lambat laun, citra yang baik akan diperhatikan publik dari waktu ke waktu dan akhirnya akan membentuk suatu pandangan positif yang akan dikomunikasikan lewat mulut ke mulut. Citra produk dan perusahaan/produsen akan semakin dikenal dan mendatangkan lebih banyak konsumen baru serta menumbuhkan loyalitas konsumen lama (Kermawaty, 2017: 22).

Keller (2002) dalam Hestanto (2018), mengatakan bahwa faktor utama pembentuk citra merek dibagi dalam dua jenis, yaitu faktor fisik dan faktor prikologis.

a. Faktor fisik, merupakan karakteristik fisik dari merek yaitu: desain, kemasan, logo, nama merek yang menarik, fungsi, dan kegunaan produk teersebut.

b. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai dan kepribadian yang dianggap oleh konsumen dapat menggambarkan produk dari merek tersebut. Faktor psikologis juga berhubungan dengan gengsi saat menggunakan atau mengonsumsi produk tersebut. Gengsi tersebut timbul karena keunikan tersendiri, citra nama besar perusahaan/produsen tersebut atau citra konsumen yang dihubungkan dengan status sosial.

Keunggulan citra merek produk yang kuat dan baik antara lain adalah: a. Peluang bagi produk atau merek untuk terus berkembang dan

memanfaatkannya sebagai prospek bisnis yang bagus. b. Menciptakan loyalitas konsumen.

c. Mengefesiensikan marketing, karena merek dan produk sudah berhasil dikenal, diingat dan memiliki tempat di benak konsumen. d. Menciptakan perbedaan dengan pesaing.

e. Mempermudah mendapatkan investor atau pembiayaan, karena merek dan produk telah dikenal dan akan menjadi prioritas atau

(44)

dilirik investor dan instansi yang mencari produsen untuk diberi pembiayaan.

f. Memotivasi untuk memiliki sistem keuangan yang baik. g. Mempermudah dalam perekrutan tenaga kerja perusahaan. h. Meminimalisir kepailitan perusahaaan.

7. Minat Beli Konsumen

a. Pengertian minat beli konsumen

Minat merupakan aspek psikologis yang cukup besar terhadap perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku pembelian dari konsumen. Minat juga merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan seseorang dalam melakukan apa yang dianggap pantas untuk dilakukan, termasuk dalam melakukan pembelian.

Dalam Kotler dan Amstrong (2008: 158), minat beli adalah suatu perasaan yang timbul setelah menerima rangsangan dari produk yang dilihatnya, dari sana timbul ketertarikan untuk mencoba produk tersebut sampai pada akhirnya timbul keinginan untuk membeli agar dapat memilikinya. Sedangkan dalam Kotler dan Keller (2009) yang dikutip oleh Bonita (2015: 6), menyatakan bahwa minat beli adalah perilaku konsumen yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan seseorang untuk melakukan pembelian. Menurut Wardani (2015: 29), minat beli adalah pernyataan mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minat beli adalah perasaan ketertarikan dari konsumen untuk membeli dan mencoba produk karena dianggap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Jika harus dihadapkan pada produk yang sama namun berbeda jenis, tipe, merek atau produsen, maka minat beli akan mengarahkan konsumen kepada produk yang

(45)

dianggap paling menarik dan paling pantas untuk dibeli berdasarkan pertimbangan pribadi konsumen.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli

Pemasar atau produsen perlu mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen. Baik pelaku usaha maupun ahli ekonomi menggunakan variabel minat beli untuk memprediksi perilaku konsumen dan potensi produknya di tengah masyarakat serta sebagai pertimbangan dalam menciptakan produk atau jasa yang baru. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli konsumen dapat berasal dari produk dan dapat berasal dari karakteristik konsumen. Dalam Abdurachman (2004: 40), Faktor dari sisi produk adalah sebagai berikut:

1) Faktor kualitas, yaitu pertimbangan atas kegunaan produk, manfaat, kebersihan, dan segala bentuk kualitas lainnya yang dinilai baik dan unggul.

2) Faktor merek (brand), yaitu faktor yang berdasarkan pada produsen dan nama merek produk yang dianggap dapat memberikan manfaat non material berupa kepuasan emosional bagi konsumen yang dapat membelinya.

3)

Faktor kemasan, yaitu faktor berupa penampakan fisik produk. Bukan hanya bentuk pengemasan atau desain pembungkus produk, namun juga setiap atribut yang terkandung pada kemasan.

4)

Faktor harga, yaitu pengorbanan material yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh produk.

5)

Faktor ketersediaan produk. Dalam hal ini, faktor ketersediaan bukan hanya soal kuantitas produk yang tersedia, tapi juga tempat produk tersedia. Contohnya, produk tersedia di toko/pasar terkenal atau toko terdekat dari konsumen. Pada zaman sekarang, ketersediaan produk secara online juga dapat

(46)

menjadi faktor yang mempengaruhi minat beli, karena kemudahan dan kenyamanan melakukan pembelian juga termasuk ke dalam faktor ini.

6)

Faktor acuan, merupakan pengaruh dari luar yang juga memberikan rangsangan bagi konsumen dalam memilih produk. Contohnya, pada produk pakaian yang dipakai oleh orang terkenal, produk makanan yang biasanya dikonsumsi, direkomendasikan atau dipromosikan orang terkenal.

Enam faktor di atas merupakan faktor-faktor yang bersifat umum. Tentunya terdapat faktor-faktor khusus lain yang dapat dikategorikan sebagai bagian dari enam faktor di atas. Seperti halnya adanya label sertifikasi halal juga dapat dikategorikan sebagai bagian dari faktor kualitas produk. Adanya label sertifikasi halal bukan hanya sebagai jaminan halal produk, namun juga sebagai jaminan kualitas kebersihan produk. Selain itu, citra produk juga merupakan bagian dari faktor yang mempengaruhi minat beli, tergantung atribut yang dinilai.

Selain faktor yang berasal dari produk, faktor minat beli juga berasal dari konsumen itu sendiri. Dalam Shaleh AR (2004) yang dikutip oleh Wardani (2015: 30-31), umumnya terdapat tiga faktor yang menjadikan timbulnya minat beli konsumen, yaitu:

1) Faktor kebutuhan individu, misalnya dorongan untuk makan dan minum. Konsumen akan menaruh minat dan memilih produk makanan dan minuman yang dapat memenuhi kebutuhannya.

2) Faktor sosial, misalnya dorongan membeli produk pakaian tertentu untuk mendapat perhatian dan pengakuan orang lain. Contoh lainnya adalah membeli produk makanan tertentu yang dianggap mewakili status sosial pembelinya.

3) Faktor emosional, yaitu faktor yang berkaitan erat dengan emosi atau perasaan kosnumen. Dala hal ini konsumen akan

Gambar

Tabel 2.1. Matriks Kriteria Industri Kecil dan Menengah               Nilai            Investasi   Tenaga   Kerja  &lt; Rp1.000.000.000  Rp1.000.000.000 –  Rp15.000.000.000  &gt; Rp  15.000.000.000  1 – 19 orang  Industri Kecil  (tidak termasuk  tanah dan
Gambar 2.2. Bagan Alur Proses Sertifikasi Halal 2020  Sumber: (lppommui-kalsel.org, 2019)
Gambar 2.3. Model Perilaku Konsumen Sumber: (Kotler dan Keller, 2016)
Gambar 2.4. Posisi Minat Beli dalam Model Perilaku Konsumen  Sumber: (Kotler dan Keller, 2016)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap ilmu pengetahuan perpajakan terkait penghindaran pajak serta menambah wawasan mengenai pengaruh

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, praktisi dan kepentingan regulasi.Bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan kepada instansi kesehatan maupun menjadi bahan ajar

Dari hasil penelitian guna penyusunan tesis ini peneliti berharap dapat memberikan kontribusi (sumbangsih) yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada

Manfaat akademik dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan pengembangan ilmu test dan pengukuran dan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, praktisi dan kepentingan regulasi.Bagi pengembangan ilmu pengetahuan,

komponen biaya operasional dan non personil.Hasil studi badan penelitian dan pengembangan Kementrian pendidikan Nasional. Namun karena biaya satuan yang digunakan

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan tentang hasil ujian nasional