BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Glukosa Darah
Glukosa darah merupakan karbohidrat dalam bentuk monosakarida yang terdapat dalam darah (Baron, 1984).
2. Organ-Organ Yang Berpengaruh a. Hati
Hati berperan dalam metabolisme karbohidrat. Karbohidrat yang telah dicerna menjadi monosakarida (glukosa) diserap darah masuk ke hati lewat vena porta. Di dalam hati monosakarida (glukosa) diubah menjadi glikogen (glikogenesis) dan disimpan di dalam hati bilamana tidak diperlukan. Tetapi bila dibutuhkan glikogen akan dirubah menjadi glukosa dilepaskan secara spontan ke dalam darah. Hati juga mampu mensintesa glukosa dari protein dan lemak (glikoneogenesis) (Price & Wilson, 2005).
b. Pankreas
Pankreas merupakan organ yang berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. Sebagai kelenjar endokrin terutama berperan dalam terjadinya Diabetes. Sebagai kelenjar eksokrin mengeluarkan enzim kuat yang berguna untuk mencerna karbohidrat, protein, dan lemak dalam makanan (Price & Wilson, 2005)
Pada orang normal, pankreas mempuyai kemampuan untuk menyesuaikan jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat, tetapi pada penderita diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali (www.geogle.com/pankreas/index.html).
3. Faktor-faktor Hormon yang Berpengaruh
Glukosa darah berada dalam keseimbangan dan yang mengatur secara hormonal, yaitu:
a. Hormon Tiroid
Hormon ini harus dipandang sebagai hormon yang mempengaruhi glukosa darah. Terdapat bukti-bukti eksperimental bahwa tiroksin mempunyai kerja diabetogenik dan bahwa tindakan tiroidektomi menghambat perkembangan diabetes. Pada manusia, kadar glukosa puasa tampak naik di antara pasien-pasien hipotiroid. Meskipun demikian, pasien hipertiroid kelihatannya menggunakan glukosa dengan kecepatan yang normal atau meningkat, sedangkan pasien hipotiroid mengalami penurunan kemampuan dalam menggunakan glukosa. (Murray 2003).
b. Hormon Isnulin
Hormon insulin yaitu hormon penurun kadar glukosa darah, meningkat dalam waktu beberapa menit setelah makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu tiga jam. Insulin menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan tranpor glukosa ke dalam sel dan
melalui glukogenesis, insulin berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Price & Wilson, 2005).
Pada orang sehat, sekresi insulin mengimbangi jumlah asupan makan yang bermacam-macam. Sebaliknya, orang yang menderita Diabetes tidak mampu menyekresi jumlah insulin yang cukup untuk mempertahankan tubuh. Sebagai akibatnya, kadar glukosa darah meningkat tinggi sebagai respon terhadap makanan dan tetap tinggi pada keadaan puasa (Price & Wilson, 2005).
c. Hormon Epinefrin
Hormon epinefrin di sekresi oleh medula adrenal sebagai akibat dari rangsangan yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan, pendarahan, hipoksia, hipoglikemia, dll) dan menimbulkan glikogenolisis di hati serta otot (Murray 2003).
Hormon epinefrin adalah hormon yang responsif terhadap penurunan konsentrasi glukosa darah, menghambat glikolisis dan merangsang glukoneogenesis di hati (Marks, dkk, 1995).
d. Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan disekresi oleh kelenjar hipofise anterior. Hormon ini menimbulkan pengeluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa, jadi mempermudah ketogenesis. Hormon pertumbuhan juga dapat menurunkan pemasukan glukosa oleh hati dan dapat menurunkan peningkatan insulin oleh jaringan (Ganong, 1990).
4. Metabolisme Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat kimia yang terdapat dalam berbagai bentuk, antara lain gula sederhana atau monosakarida dan unit-unit kimia yang komplek, disakarida dan polisakarida (Price & Wilson, 2005).
a. Glikolisis
Glikolisis merupakan lintasan bagi metabolisme glukosa atau glikogen menjadi piruvat atau laktat (Murray, dkk, 2003).
b. Glikogenolisis
Sintesis/pembentukan glikogen dari glukosa (Murray, dkk, 2003).
c. Glikogenolisis
Pemecahan glikogen menjadi glukosa (Murray, dkk, 2003). d. Oksidasi piruvat menjadi asetil-KOA.
Ini merupakan langkah perlu sebelum masuknya produk glikolisis ke dalam siklus asam sitrat, yang merupakan jalan akhir bersama untuk oksidasi karbohidrat, lemak dan protein (Murray, dkk, 2003).
e. Hexose Monophosphate Shunt (Jalan Pentosa fosfat, Jalan oksidasi fosfoglukonat).
Jalan ini di samping jalan Embden Meyerhof untuk oksidasi glukosa. Fungsi utamanya adalah sintesis perantara penting seperti NADPH dan ribosa (Murray, dkk, 2003).
f. Glukoneogenesis
Glukogenesis merupakan istilah yang digunakan untuk mencakup semua mekanisme dan lintasan yang bertanggung jawab untuk mengubah senyawa non karbohidrat menjadi glukosa atau glikogen. Substrat utama bagi glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik, laktat, gliserol dan propionat.
Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam makanan pasokan glukosa yang terus menerus diperlukan sebagai sumber energi, khususnya bagi sistem syaraf dan eritrosit. Kegagalan pada glukogenesis biasanya berakibat fatal. Kadar glukosa darah di bawah nilai yang kritis akan menimbulkan disfungsi otak yang dapat mengakibatkan koma dan kelemahan (Murray, dkk, 2003).
5. Metabolisme glukosa
Glukosa adalah gula utama yang ada di dalam darah dan merupakan bahan bakar utama dalam metabolisme jaringan. (Purwanto, 1999). Banyak sel dapat memperoleh sebagian kecil energi oleh pembakaran asam lemak, tetapi jalur energi itu kurang efisien dibandingkan dengan pembakaran glukosa, lagi pula proses itu menyusun asam-asam lemak yang dapat merugikan tubuh bila sampai terjadi penimbunan (Widmann, 1995).
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari ektraksi glukosa, sintesis glikogen, glikogeneolisis dalam hati. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan dipergunakan oleh jaringan-jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, contohnya insulin. Insulin dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pankreas.
b. Hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah antara lain:
1) Glukagon, merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel alpha pada pulau-pulau Langerhans.
2) Kelenjar hipofisis anterior, menyekresikan hormon yang cenderung menaikkan kadar glukosa darah dan dengan demikian mengantagonis kerja insulin.
3) Glukokortikoid, disekresikan oleh korteks adrenal dan sangat penting di dalam metabolisme karbohidrat (Murray, dkk, 2003).
Kadar glukosa serum puasa normal (teknik auto analisis) adalah 75 sampai 115mg/dl, sedangkan hipoglikemia bila kadarnya lebih rendah dari 75mg/dl. Glukosa di filtrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya di reabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160 sampai 180 mg/dl. Jika konsentrasi serum naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urin, dan keadaan ini disebut sebagai glukosuria (Price & Wilson, 2005).
Gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma). Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral maupun intravena. Kadang-kadang diberikan glukagon, suatu hormon glikogenolisis secara intramuskular untuk meningkatkan kadar glukosa darah (Price & Wilson, 2005).
6. Pemeriksaan Gula Darah
Untuk mengetahui kadar gula darah dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode. Adapun metode-metode yang dapat digunakan untuk menentukan kadar gula darah yaitu:
a. Metode Folin
Mempunyai prinsip, filtrat darah bebas protein dipanaskan dengan larutan CuSO4 alkali. Endapan CuO yang dibentuk oleh glukosa akan larut dengan penambahan larutan fosfo molibdat. Larutan ini dibandingkan secara kolorimetri dengan larutan standar glukosa (Horwitz, 1970).
b. Metode Somogyi-Nelson
Mempunyai prinsip, filtrat mereduksi Cu dalam larutan alkali panas dan Cu direduksi kembali oleh arseno molibdat membentuk komplek warna ungu (Horwitz, 1970).
c. Metode Ortho-Toluidine
Mempunyai prinsip, glukosa bereaksi dengan O-toluidine dalam aceticacid panas dan menghasilkan senyawa berwarna hijau yang dapat ditentukan secara fotometris (Horwatz, 1970).
d. Metode Glukosa – oksidase
Mempunyai prinsip, glukosa diukur setelah oksidasi enzimatik dengan adanya glukosa oksidase. Hidrogen peroksida di bawah katalisa peroksida bereaksi dengan phenol dan 4-aminophenazone membentuk zat warna merah-violet quinoneimine sebagai indikator. Reaksi: Glukosa + O2 + H2O ⎯GOD⎯ →⎯ Gluconic acid + 4 H2O.
2H2O2+4 aminophenazone + phenol ⎯GOD⎯ →⎯ quinoneimine + 4 H2O Metode ini sangat spesifik dan makin disenangi oleh analis laboratorium karena tidak mengganggu kesehatan serta memberikan hasil yang lebih akurat (Henry, 1982).
e. Metode Glukosa-Heksokinase
Mempunyai prinsip, gula darah ditentukan setelah adanya reaksi enzimatis dengan adanya glukosa heksokinase. Glukosa 6-phosphate terbentuk bereaksi dengan glukosa 6-6-phosphate dehydrogenase menjadi 6-phosphate glukonat + NADPH yang dapat ditentukan kadarnya secara fotometri.
Reaksi : Glukosa ⎯⎯Hexonase⎯⎯→glukosa 6-phosphate ATP
Dehydrogenase
Glukosa 6-phosphate ⎯⎯ →NADP⎯ 6-phophate glukonate + NADPH (Purwanto, 1999).
7. Serum dan Plasma
Glukosa dapat diperiksa dengan menggunakan bahan darah dan urin. Glukosa darah dapat diperiksa menggunakan bahan serum, plasma, dan whole blood (Hardjoeno, dkk, 2003).
Dahulu glukosa disebut dengan kadar dalam darah lengkap, tetapi sekarang bagian terbesar dari laboratorium menyebut konsentrasi itu dalam serum. Serum mengandung lebih banyak air dari darah lengkap dan karena itu serum berisi lebih banyak glukosa dari darah lengkap. Sebagai faktor konversi 1,15 dapat dipakai untuk mengubah kadar gula dalam darah lengkap ke kadar dalam serum atau plasma (Widmann, 1995).
Glukosa bisa berdifusi secara bebas antara air sel dan air plasma serta perbedaan kandungan air sel dan plasma menyebabkan konsentrasi glukosa yang diukur di dalam plasma 10 – 15% lebih tinggi daripada yang di dalam serum (Baron, 1984).
Serum atau plasma NaF harus segera dipisahkan dari sel-sel darah sebab eritrosit dan lekosit dalam darah yang sudah di luar tubuh tetap merombak glukosa untuk metabolismenya. Darah yang berisi banyak lekosit mungkin secara artefisial menurunkan kadar glukosa. Pada suhu lemari es kadar glukosa dalam serum tetap sama sampai 24 jam, tanpa kontaminasi bakterial dapat bertahan lebih lama dari itu. Dalam keadaan
puasa, kadar glukosa dalam darah arteri, vena dan kapiler sama tingginya. Setelah makan kadar dalam darah vena lebih rendah dari darah arteri atau kapiler (Widmann, 1995).
a. Serum
Serum adalah bila sejumlah darah dimasukkan ke dalam wadah (tabung) dan dibiarkan 15 menit maka darah tersebut akan membeku dan selanjutnya mengalami retraksi akibat terperasnya cairan dari dalam bekuan kemudian di centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Lapisan jernih berwarna kuning muda yang berada di bagian atas adalah serum (Evelyn, 2004).
Oleh karena dalam proses pembekuan darah. Fibrinogen dirubah menjadi fibrin, maka serum tidak mengandung fibrinogen lagi tetapi zat-zat lainnya masih tetap terdapat di dalamnya. (Santoso, 1989).
Serum pada hakekatnya mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan II, V, VIII, XIII yang sudah tidak ada (Widmann, 1995).
b. Plasma NaF
Plasma adalah bagian cair dari darah yang didapatkan dengan cara centrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit sehingga sel-sel darah terpisah dari darah. Dimana sebelumnya ditambahkan antikoagulan untuk mencegah pembekuan dengan cara mengikat kalsium, lapisan jernih warna kuning muda yang ada di bagian atas adalah plasma (Widmann, 1995).
Plasma masih mengandung fibrinogen (inilah perbedaan antara plasma dan serum) oleh karena dalam memperoleh cairan ini darah dicampur dengan antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah tersebut sehingga tidak berubah menjadi cairan (Santosa, 1989).
Komposisi dari plasma antara lain 91-92% mengandung air dan 7-9% adalah protein plasma (albumin, globulin, fibrinogen, protombin). Unsur anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, zat-zat besi, iodin) dan unsur organik (urea, asam urat, kreatinin, glukosa, lemak, asam amino, enzim, dan hormon) (Gibson, 1995).
Sel-sel yang menyusun unsur figuratif dari darah berada dalam keadaan berbeda setelah pemisahan dengan kedua cara tersebut (serum dan plasma). Dalam pembuatan serum, sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan kontraktif dari jaringan serat-serat fibrin. Sel-sel ini tidak dapat lagi dilihat secara terpisah-pisah melalui mikroskop. Sebaliknya, dalam penyiapan plasma, sel-sel darah terendapkan dengan jelas di dasar tabung, seperti pengendapan suspensi partikel lain. Bahkan dengan jelas sekali pengendapan sel-sel darah pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel berdasarkan massa jenis menjadi dua bagian. Sel-sel darah dengan cara ini akan terpisah menjadi lapisan eritrosit atau sel darah merah yang merupakan lapisan yang tebal yang dapat mencapai hampir separuh volume darah. Selain itu, ada pula lapisan yang tipis dan putih di atas lapisan eritrosit (buffy coat), yang terdiri atas sel-sel lekosit dan sejumlah trombosit atau keping darah (platelet) (Sadikin, 2001).
B. Kerangka Teori
Darah - Plasma NaF - Serum - Whole Blood Pemeriksaan Glukosa Darah Kadar Glukosa Darah Metode: • GOD-PAP Faktor yang mempengaruhi glukosa adalah:
a. Hormon b. Glikolisis
c. Cara pengambilan sample
C. Kerangka Konsep
Serum
Kadar Glukosa Darah Plasma
NaF
D. Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan kadar glukosa darah dengan persiapan puasa 10 jam pada sampel serum dan plasma NaF dengan di tunda selama 5 jam setelah pengambilan sample.