TEKNOLOGI FORMULASI
RANSUM UNGGAS
Muhammad Daud Zulfan
SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang keras memperbanyak, memfotocopy sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjual belikannya tanpa mendapat izin tertulis dari penerbit.
Diterbitkan oleh Syiah Kuala University Press Darussalam –Banda Aceh, 23111
Judul Buku : Teknologi Formulasi Ransum Unggas Penulis Penerbit Telp Email Cetakan ISBN
: Muhammad Daud dan Zulfan : Syiah Kuala University Press : (0651) 801222
: [email protected] : Pertama, 2018
: 978-602-5679-94-0 Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga, penulisan Buku Ajar ini telah dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW Utusan Allah pembawa risalah-Nya dan yang mengajarkan ilmu dan hikmah kepada seluruh umat manusia. Penulis bersyukur atas selesainya buku ini, semoga menambah khazanah ilmu pengetahuan dibidang ilmu peternakan, sehingga menjadi kontribusi yang bermanfaat bagi perkembangan industri peternakan di Indonesia. Judul buku ini adalah Teknologi Formulasi Ransum Unggas. Buku ini dibuat sebagai salah satu landasan ilmiah dalam bidang industri pakan ternak unggas serta sebagai pedoman dalam proses belajar mengajar Mata Kuliah “Teknologi Formulasi dan Produksi Ransum Unggas”, dimana didalamnya membahas tentang bahan baku pakan dan teknik formulasi ransum ternak unggas.
Buku Ajar ini bertujuan untuk membantu mahasiwa Program Studi Peternakan dalam memahami materi pada mata kuliah Teknologi Formulasi dan Produksi Ransum Unggas, yang merupakan mata kuliah wajib yang disajikan pada Semester 5, dengan beban 3 sks, yang terdiri dari 2 sks tatap muka dan 1 sks praktikum. Penulisan buku ini berdasarkan studi pustaka yang diuraikan dalam beberapa bagian antara lain: pengenalan bahan pakan ternak, pengolahan bahan pakan unggas, kandungan nutrien bahan pakan unggas, kebutuhan nutrien ternak unggas, tahapan formulasi ransum unggas,
teknik formulasi ransum unggas dan aneka formulasi ransum unggas.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi maanfaat bagi mahasiswa Program Studi Peternakan khususnya dan bagi semua pihak pembaca.
Banda Aceh, November 2018
DAFTAR ISI
PRAKAT ... iii
DAFTAR ISI ... i
BAGIAN 1. PENGENALAN BAHAN PAKAN UNGGAS ... 1
BAB I. Pengertian bahan pakan ... 3
BAB II. Pemilihan bahan pakan ... 8
BAB III. Klasifikasi bahan pakan ... 17
BAB IV. Jenis bahan pakan untuk ternak unggas .... 21
BAGIAN 2. PENGOLAHAN BAHAN PAKAN UNGGAS ... 54
BAB I. Pengeringan bahan pakan ... 56
BAB II. Penggilingan bahan pakan ... 67
BAB III. Penyimpanan bahan pakan ... 72
BAB IV. Penimbangan dan pengadukan bahan pakan ... 75
BAGIAN 3. KANDUNGAN NUTRIEN BAHAN PAKAN ... 79
BAB I. Kadar air bahan pakan ... 83
BAB II. Kadar bahan kering dan abu bahan pakan 85 BAB III. Kadar protein kasar bahan pakan ... 87
BAB IV. Kadar lemak kasar bahan pakan ... 92
BAB V. Kadar serat kasar bahan pakan ... 95
BAB VI. Kandungan energi bahan pakan ... 97
BAGIAN 4. KEBUTUHAN NUTRIEN PADA UNGGAS .. 101
BAB I. Kebutuhan energi pada unggas ... 103
BAB II. Kebutuhan protein pada unggas ... 107 v
BAB III. Kebutuhan vitamin pada unggas ... 117
BAB IV. Kebutuhan mineral pada unggas ... 126
BAB V. Kebutuhan air pada unggas ... 132
BAGIAN 5. TAHAPAN FORMULASI RANSUM UNGGAS ... 135
BAB I. Menentukan jenis ransum unggas ... 137
BAB II. Memasukkan standar kebutuhan nutrien 139 BAB III. Mimilih bahan pakan dan komposisi nutrisi ... 143
BAB IV. Memasukkan harga bahan pakan ... 148
BAB V. Batasan penggunaan bahan pakan ... 153
BAB VI. Melakukan formulasi ransum ... 156
BAGIAN 6. TEKNIK FORMULASI RANSUM UNGGAS 158 BAB I. Metode coba-coba (Trial and Error ) ... 160
BAB II. Metode segi empat (Square pearson method) ... 168
BAB III. Computer Method ... 173
BAGIAN 7. ANEKA FORMULASI RANSUM UNGGAS 180 BAB I. Formulasi ransum ayam petelur ... 182
BAB II. Formulasi ransum ayam pedaging ... 191
BAB III. Formulasi ransum itik petelur ... 194
BAB IV. Formulasi ransum itik pedaging ... 199
BAB V. Formulasi ransum puyuh ... 203
Bagian 1
Pengenalan
Bahan Pakan
Unggas
Persoalan pakan masih menjadi salah satu isu pokok dalam kegiatan usaha ternak, khususnya ternak unggas. Hal ini terutama karena pakan merupakan komponen yang signifikan dalam struktur biaya produksi ternak unggas. Selain faktor biaya, kandungan dan komposisi gizi pakan juga akan berpengaruh langsung terhadap kesehatan ternak. Kesehatan ternak secara langsung juga akan mempengaruhi produktivitas dan kualitas hasil peternakan. Ketergantungan pada komponen pakan impor perlu dikurangi agar biaya pakan dapat ditekan. Oleh sebab itu perlu diintensifkan upaya eksplorasi bahan baku pakan lokal dengan kandungan gizi yang baik, tersedia dalam jumlah yang memadai, dan terjangkau harganya oleh peternak lokal/domestik. Upaya-upaya untuk peningkatan produksi ternak harus berbasiskan sumberdaya lokal, artinya segala potensi dan sumberdaya yang kita miliki harus lebih dioptimalkan.
Untuk menyusun formulasi ransum ternak unggas dibutuhkan berbagai macam bahan baku yang terdiri dari bahan nabati dan hewani. Bahan baku pakan tersebut dapat dibagi berdasarkan kandungan nutrisi dominannya, yaitu sebagai sumber protein, energi, mineral dan vitamin. Bahan pakan yang digunakan untuk menyusun formulasi ransum sebaiknya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, tersedia secara terus menerus dan berkualitas baik.
BAB I
Pengertian Bahan Pakan
Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lain serta yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. Bahan pakan termasuk juga bahan-bahan hasil samping (by product) pertanian, perikanan peternakan atau bahan pakan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan baik yang telah diolah maupun yang belum diolah; asal hewan. Bahan yang berasal dari ternak ruminansia, non ruminansia, unggas, dan/ atau ikan baik yang diolah maupun yang belum diolah;. asal tumbuhan. Bahan yang berasal dari tumbuhan baik yang diolah maupun yang belum diolah.
Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. Bahan pakan ternak unggas adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak unggas baik yang berupa bahan organik maupun anorganik yang sebagian atau semuanya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik yang terkandung dalam bahan pakan, protein, lemak, serat kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen, sedang bahan anorganik seperti calsium, phospor, magnesium, kalium,
BAB II
Pemilihan Bahan Pakan
Pemilihan atau pengadaan bahan baku pakan, baik kontinuitas, ketersediaanya, maupun harga dan kualitas bahan baku sangat penting bagi perkembangan suatu industri pakan. Dalam pengadaan bahan baku untuk pabrik pakan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:
1. Melakukan pemesanan sesuai dengan proyeksi produksi
2. Melakukan proses Material Requrement Planning (MRP)
3. Melakukan MoU dengan para pemasok 4. Memeriksa kualitas dan kuantitas bahan
5. Mengelola penyimpanan bahan baku sesuai dengan standar kualitas
6. Mapping pasar
7. Pengadaan stok berdasarkan produksi dan pasar Pemilihan dan penerimaan bahan baku pakan ternak merupakan salah satu aktivitas penting dalam produksi pakan ternak. Strategi untuk dapat melakukan pemesanan bahan baku pakan ternak unggas diperlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang perlu
BAB III
Klasifikasi Bahan Pakan
Berdasarkan kandungan nutrisinya, bahan pakan ternak unggas bisa diklasifikasikan menjadi beberapa kelas, yaitu: bahan pakan sebagai sumber energi, bahan baku pakan sebagai sumber protein (nabati dan hewani), bahan pakan sebagai sumber mineral, serta bahan pakan tambahan dan pelengkap (feed additive dan feed
suplement).
A.
Bahan Pakan Sumber Energi
Bahan pakan unggas sumber energi mempunyai kandungan protein kurang dari 20 persen dan serat kasar kurang dari 18 persen. Contoh bahan pakan unggas sumber energi adalah : biji-bijian dan butir-butiran, limbah penggilingan, buah-buahan, akar-akaran dan umbi-umbian. Contoh bahan pakan biji-bijian dan butir-butiran adalah jagung, sorghum, dan gandum. Contoh limbah penggilingan antara lain adalah dedak, dan menir. Contoh buah-buahan adalah pisang, apel dan lain-lain. Contoh akar-akaran dan umbi-umbian adalah singkong, ketela rambat dan lain-lain.
Bahan pakan dapat dikatakan sebagai sumber energi bila pada bahan pakan itu unsur nutrisi terbesar
BAB IV
Jenis Bahan Pakan
Untuk Ternak Unggas
Jenis bahan pakan yang umum digunakan sebagai bahan pakan dalam formulasi ransum ternak unggas adalah sebagai berikut:
1. Padi
Tujuan utama padi ditanam adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Padi yang kualitasnya tidak memenuhi syarat untuk konsumsi manusia, dapat digunakan untuk pakan ternak unggas. Sebagai bahan pakan ternak, padi dapat diberikan dalam bentuk gabah atau beras. Tentu kedua bentuk tersebut mempunyai nilai nutrisi yang sangat berbeda. Gabah dapat diberikan kepada ayam semua umur, kecuali anak ayam yang masih sangat muda. Gabah mengandung 40% serat kasar dan 11-18% silika yang merupakan 25% dari berat gabah.
2. Jagung
Jagung merupakan bahan pakan ternak yang baik untuk semua jenis ternak terutama untuk jenis ternak
Bagian 2
Pengolahan
Bahan Pakan
Unggas
Pengolahan bahan pakan sangat penting dilakukan terutama bahan pakan yang non konvensional. Umumnya bahan pakan yang akan digunakan dalam formulasi ransum unggas harus diolah dulu karena berbagai hal seperti tingkat kelayakan untuk dikonsumsi yang masih rendah, kandungan anti nutrisi yang masih tinggi, dan kondisi bahan pakan yang perlu ditingkatkan palatabilitasnya. Kelayakan untuk dikonsumsi yang masih rendah umumnya karena mengandung berbagai komponen yang mengurangi konsumsi seperti kandungan serat kasar yang tinggi, bentuk pakan yang belum layak untuk diberikan ke ternak. Untuk itu maka pengolahan bahan pakan menjadi unsur yang penting dalam proses pembuatan bahan pakan sanagt penting dilakukan. Beberapa cara pengolahan seperti pengolahan secara fisik, kimiawi dan biologis.
Umumnya cara fisik dilakukan dengan cara menjadikan bahan pakan menjadi lebih halus baik dengan pemanasan, pengeringan, pembekuan, maupun mekanis seperti penggilingan, penumbukan, pemarutan ataupun penggerusan. Bahan pakan dengan kandungan air tinggi diperlukan pengeringan ataupun pemanasan terlebih dahulu sebelum diperlakukan secara mekanis. Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kadar air dan mikroba pembusuk tidak dapat hidup sehingga bahan pakan menjadi awet dan tahan lama.
BAB I
Pengeringan
Bahan Pakan
Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pakan sehingga daya simpan dapat diperpanjang. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat jumlah air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak cukup. Proses pengeringan bukan merupakan proses sterilisasi. Bahan baku pakan yang sudah dikeringkan harus dijaga supaya kadar airnya tetap rendah. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran dan penggunaan alat pengering.
Tujuan pengeringan adalah untuk pengawetan bahan pakan, mengurangi volume dan berat produk: transportasi dan penyimpanan serta penganekaragaman produk seperti breakfast dan cereal. Prinsip pengeringan : Pengeringan terdiri dari pindah panas dan difusi air (pindah massa) dan perubahan cairan (atau padatan pada
freeze drying) menjadi uap memerlukan panas laten
produk.
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di dalam bahan pakan menjadi kurang dari
BAB II
Penggilingan
Bahan Pakan
Penggilingan bahan pakan merupakan proses pengecilan ukuran dengan gaya mekanis menjadi beberapa fraksi ukuran yang lebih kecil. Penggilingan bahan pakan bertujuan merubah bahan pakan yang berpartikel besar menjadi lebih kecil hingga bentuk tepung. Penggilingan bahan baku pakan dilakukan jika bahan baku pakan yang akan digunakan berbentuk butiran. Penggilingan bahan akan menyebabkan permukaan partikelnya semakin luas. Mesin penghancur/ penggiling merupakan suatu sarana penunjang yang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan bahan pakan. Alat penggilingan yang digunakan untuk menggiling bahan pakan menjadi berbentuk tepung dari serealia terdiri dari alat penghancur dan penggilas (grinder, disk miil dan hammer mill). Hasil penggilingan kemudian diayak untuk memisahkan bagian kulit dan serat-seratnya. Hasil gilingan diayak dan pengayakan bertingkat untuk mendapat berbagai tingkat hasil giling.
Bahan pakan yang dapat dihaluskan diantaranya biji-bijian seperti: jagung dan sorgum, hasil ikutan seperti: bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, onggok, hasil dari hewani seperti: limbah ikan, kepala udang dan kulit kerang, hijauan seperti rumput kering, jerami kering, dan lain sebagainya.
BAB III
Penyimpanan
Bahan Pakan
Penyimpanan bahan baku pakan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara-cara penyimpanan ini disesuaikan dengan jenis dan spesifikasi bahan pakan untuk mempermudah proses penyimpanan dan pembongkaran kembali bahan yang disimpan. Beberapa cara penyimpanan tersebut antara lain, penyimpanan di dalam gudang dengan kemasan, penyimpanan di dalam gudang dalam bentuk curah di lantai gudang, penyimpanan dalam bentuk curah di dalam tangki dan penyimpanan dalam bentuk curah di dalam silo, dan cara penyimpanan lainnya.
Penyimpanan dalam bentuk kemasan di dalam gudang: bahan pakan disimpan di dalam gudang dalam bentuk kemasan. Sebelum disimpan di dalam gudang, bahan pakan terlebih dahulu harus di kemas di dalam karung. Jenis karung yang digunakan dapat berupa karung plastik maupun karung goni, atau kombinasi diantara keduanya. Untuk bahan pakan tertentu bahkan ada yang dikemas dalam kantong yang terbuat dari kertas.
A. Penyimpanan dalam bentuk curah di dalam gudang:
BAB IV
Penimbangan dan
Pengadukan Bahan Pakan
Penimbangan bahan pakan merupakan langkah awal dari proses pembuatan pakan. Akurasi dan ketelitian dalam penimbangan sangat diperlukan. Jenis timbangan yang diperlukan yaitu timbangan analytik dan timbangan kasar. Timbangan analytik digunakan untuk menimbang bahan imbuhan seperti mineral, vitamin, premix dan lain-lain yang pemakaiannya dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan timbangan kasar digunakan untuk menimbang bahan pakan dalam jumlah besar.
Sebelum melakukan pengadukan atau
pencampuran semua bahan baku pakan yang akan digunakan dalam formulasi ransum ternak unggas, maka masing-masing bahan baku pakan tersebut harus ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan susunan jumlah dan persentase pengggunaan bahan pakan dalam formulasi ransum ternak unggas. Untuk menimbang bahan baku pakan dapat menggunakan alat timbangan analytik dan timbangan kasar atau timbangan beras/timbangan sejenisnya. Setelah ditimbang
bahan-Bagian 3
Kandungan
Nutrien
Bahan Pakan
Untuk menyusun suatu formulasi ransum ternak unggas, terlebih dahulu perlu diketahui kandungan gizi pada berbagai jenis bahan baku pakan ternak yang akan dipakai. Hal ini sangat penting agar formulasi ransum ternak unggas yang disusun sesuai dengan kebutuhan hidup ternak baik energinya, proteinnya maupun vitamin dan mineralnya. Secara umum bahan baku pakan yang harganya mahal adalah bahan pakan sumber protein dalam arti kandungan protein dalam bahan pakan tersebut tinggi antara 20% ke atas. Selain protein, energi, dan mineral, ternak juga membutuhkan vitamin. Bahan pakan sumber vitamin yaitu minyak ikan, premix, multivitamin dan sayuran hijau dengan penggunaan sebanyak 0,5-2% dari total ransum.
Pakan yang dipersiapkan secara komersial menurut aturan yang berlaku harus mempunyai label yang berisi bahan yang di pakai dan bergaransi komposisi kimia bahan apakn yang digunakan. Komposisi kimia pada label karung pakan harus menunjukan persentase minimum dari protein kasar dan lemak, serta persentase maksimum dari kandungan serat kasar dan abu. Beberapa label juga berisi kandungan maksimum garam, dan minimum kalsium (Ca) dan phospor (P). Komponen zat makanan yang terkandung pada suatu bahan pakan dapat diketahui melalui proses analisis proksimat atau Weende dapat mengetahui enam komponen zat gizi, yaitu (1) air, (2) abu, (3) protein kasar (PK), (4) lemak kasar, (5) serat kasar (SK), dan (6) Bahan Ekstrak Tiada Nitrogen (BETN).
BAB I
Kadar Air
Bahan Pakan
Kadar air mempunyai pengaruh terhadap hampir semua karakteristik bahan baku seperti bentuk, tekstur, warna dan rasa. Kadar air dalam jumlah yang bervariasi dapat menjadi suatu masalah bagi bahan baku. Kadar air bahan baku pakan yang tinggi dapat mendukung pertumbuhhan jamur yang menghasilkan beberapa jenis mixotoksin, sehingga dapat mempengaruhi lama penyimpanan.
Bahan pakan yang tinggi kadar airnya mudah berjamur atau busuk sehingga bisa menyebabkan keracunan pada unggas yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu bahan pakan yang dijual dipasaran perlu dikontrol kadar airnya. Pengontrolan kadar air bahan pakan tersebut menuntut metode analisis yang serba cepat dan mudah, meskipun ketepatan analisis mungkin sedikit dikorbankan. Moisture tester atau lampu inftra merah dapat digunakan untuk menguji kadar air bahan pakan secara cepat. Penting tidaknya kandungan air diketahui bergantung pada jenis bahan pakan dan jumlah
BAB II
Kadar Bahan Kering dan Abu
Bahan Pakan
Kadar bahan kering (BK) bahan pakan dihitung sebagai selisih antara 100% dengan % air. Sebagian dari BK tersebut mengandung zat-zat anorganik (mineral). Dalam analisis proksimat, kadar mineral ditentukan dengan membakar contoh bahan pakan pada suhu 500-600 oC. Dalam suhu yang demikian tinggi, semua bahan
organik (BO) terbakar dan akhirnya teruapkan. Abu sisa pembakaran itu dianggap sebagai mineral bahan pakan. Selisih antara BK denagn mineral adalah BO. Kadar abu kurang bermanfaat praktis terutama kandungan abu dari hijauan. Abu hijauan banyak dipengaruhi oleh umur tanaman, mayoritas abunya terdiri dari silika yang tidak mempunyai nilai gizi bagi hewan. Kadar abu dari bahan pakan hewani seperti tepung daging bertulang atau tepung tulang lebih berarti karena dapat digunakan untuk menaksir kandungan Ca dan P nya.
Kadar mineral yang ditentukan secara demikian, tidak menggambarkan mineral-mineral apasaja yang terdapat dalam bahan pakan. Juga pembakaran itu pengabuan secara kering (dry ashing) yang demikian itu,
BAB III
Kadar Protein Kasar
Bahan Pakan
Umumnya pakan ternak sebagai sumber protein ini sangat sulit didapat. Ada saja faktor pembatas penggunaannya sebagai sumber protein. Misalnya, tepung bulu ayam kandungan protein kasarnya tinggi dan dapat mencapai 75%. Akan tetapi, karena nilai cerna proteinnya rendah yang disebabkan oleh adanya proses keratinisasi pada bulu ayam tersebut, menyebabkan pakan limbah ini masih jarang digunakan sebagai sumber protein pengganti tepung ikan yang harganya mahal.
Klasifikasi bahan pakan sebagai sumber protein adalah: (1) kandungan protein kasarnya harus di atas 20%, (2) kandungan serat kasarnya di bawah 18%, dan (3) nilai cerna bahan tersebut di atas 75%. Berdasarkan kriteria tersebut, sangat sulit untuk mendapatkan pakan limbah sumber protein yang umumnya mempunyai kecernaan rendah serta mengandung serat kasar yang tinggi. Namun demikian, produk fermentasi dari pakan limbah tersebut akan dapat mengatasi semua hal tersebut di atas.
BAB IV
Kadar Lemak Kasar
Bahan Pakan
Dalam analisis proksimat kadar lemak bahan makanan ditentukan dengan jalan mengekstraksikan bahan makanan itu dalam pelarut organik. Contoh bahan amkanan dibebaskan dulu dari air dengan memeanaskanaya dalam oven pada suhu 105 0C.
Kemudian lemak diekstraksikan dengan petroleum ether atau diethyl ether. Setelah ekstraksi selesai, ether diuapkan hingga lemak makanan kering, lalu bobot lemak bahan makanan ditimbang.
Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzena. Sebagian besar lemak dalam pakan adalah lemak netral (trigliserida), sedangkan selebihnya adalah fosfolipid dan kolesterol.
BAB V
Kadar Serat Kasar
Bahan Pakan
Serat kasar adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan dalam analisis proksimat makanan atau sisa bahan pangan yang telah mengalami proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat selama 30 menit di laboratorium. Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat yang dapat dimanfaatkan oleh unggas dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga kandungannya dalam ransum perlu dibatasi. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, merupakan zat pakan yang hampir tidak dapat dimanfaatkan oleh unggas dengan nilai energi rendah, sehingga dapat menurunkan nilai energi metabolis ransum (Tilman dkk., 1991).
Serat kasar yang dapat dicerna ayam rata-rata hanya sebesar 5-10% dari serat kasar ransum. Kandungan serat kasar maksimum yang direkomendasikan dalam
BAB VI
Kandungan Energi
Bahan Pakan
Energi bahan pakan umumnya dapat dibedakan menjadi empat, yaitu energi bruto (GE), energi dicerna (DE), energi termetabolis (ME), dan energi netto (NE). Energi kotor (gross energy, GE) adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energi kotor bahan pakan ditentukan dengan jalan membakar contoh bahan pakan dalam bom kalorimeter. Kandungan GE biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal GE/kg BK. Tidak semua GE bahan pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses.
Energi kotor dalam feses disebut sebagai fecal
energy (FE). Energi feses ini selain berasal dari pakan
yang tidak dicerna juga berasal dari saluran pencernaan yang berupa mukosa, enzim dan bakteri. Energi tercerna (digestible energy, DE) adalah berapa banyak GE yang dapat dicerna dengan cara mengurangi GE bahan pakan dengan GE feses (FE). Satuan DE adalah Mkal DE/kg BK.
BAB I
Kebutuhan Energi
pada Unggas
Di dalam tubuh ternak unggas, energi yang masuk melalui makanan yang dikonsumsi mempunyai beberapa fungsi, yaitu (1) membantu kelangsungan berbagai proses fisiologis dan biologis, seperti kerja atau pergerakan, pernafasan, peredaran darah, mempertahankan suhu tubuh, pencernaan, penyerapan nutrisi, dan ekskresi; (2) untuk memproduksi daging, telur, bulu, dan tenaga; dan (3) untuk proses reproduksi.
Metode untuk menentukan kebutuhan energi pada ternak yang hidup bebas adalah dengan melakukan pengukuran keseimbangan energi yang meliputi pengukuran energi termetabolis (EM) dengan percobaan pakan dan pengukuran perubahan komposisi tubuh. Pada ternak unggas, prosedur yang dilakukan adalah dengan mengorbankan contoh jaringan ternak yang mewakili pada awal/permulaan percobaan untuk menentukan kadar lemak, protein, dan energi tubuh. Segera setelah itu pemberian perlakuan pakan dilakukan. Pada akhir perlakuan, ternak dipotong dan jaringan tubuh ternak dianalisis kandungan protein, lemak, dan energinya untuk mengetahui perubahan zat-zat tersebut selama percobaan.
BAB II
Kebutuhan Protein
Pada Unggas
Protein berasal dari kata "proteios" yang berarti "pertama" atau "kepentingan primer". Protein merupakan senyawa organik yang sebagian besar unsurnya terdiri atas karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur dan fosfor. Ciri khusus protein adalah adanya kandungan nitrogen. Berdasarkan bentuknya, protein dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian, yaitu protein berbentuk bulat, serat dan gabungan ke duanya. Kebutuhan protein untuk masing-masing jenis unggas berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan unggas akan protein antara lain suhu lingkungan, umur, spesies/bangsa/strain, kandungan asam amino, kecernaan. Unggas mempunyai suhu tubuh antara 39 - 41oC yang lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu tubuh ternak lain sehingga memerlukan energi pemeliharaan yang lebih banyak. Semakin meningkat suhu lingkungan menyebabkan unggas memerlukan energi yang lebih sedikit, tetapi
BAB III
Kebutuhan Vitamin
Pada Unggas
Vitamin merupakan sejumlah persenyawaan organik yang secara umum tidak ada hubungan atau kesamaan kimiawi satu sama lain. Vitamin merupakan komponen dari bahan makanan tetapi bukan karbohidrat, lemak, protein dan air, dan terdapat dalam jumlah sedikit. Vitamin tersebut harus tersedia dalam pakan karena tidak dapat disintesis oleh ternak dan esensial untuk perkembangan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan hidup pokok karena tubuh tidak dapat mensintesis sendiri, kecuali beberapa vitamin seperti vitamin C pada ayam dan vitamin B kompleks pada ruminansia.
Vitamin sangat diperlukan untuk reaksi-reaksi spesifik dalam sel tubuh hewan. Zat ini penting untuk fungsi jaringan tubuh secara normal, untuk kesehatan, pemeliharaan dan pertumbuhan jaringan. Vitamin berperan sebagai koenzim atau katalisator hayati, yaitu berperan sebagai mediator dalam sintesis atau degradasi suatu zat tanpa ikut menyusun zat yang disintesis atau dipecah tadi. Apabila vitamin tidak terdapat dalam pakan atau tidak dapat diabsorpsi akan mengakibatkan penyakit defisiensi yang khas atau sindrom yang dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin itu sendiri. Gejala-gejala
BAB IV
Kebutuhan Mineral
Pada Unggas
Mineral merupakan salah satu zat nutrisi yang sangat esensial untuk kehidupan unggas. Berdasarkan jumlah kebutuhan dan keberadaan dalam tubuh unggas, mineral dibedakan atas dua kelompok yaitu makro mineral dan mikro mineral. Makro mineral terdiri dari phosphor, kalsium, magnesium, sodium, potasium, klor, dan sulfur. Mikro mineral terdiri dari besi, seng, mangan, tembaga, kobalt, iodine, selenium dan kromium. Mineral merupakan unsur nutrisi yang sangat penting di dalam penyusunan kerangka tubuh, bagian dari berbagai cairan dan sistem tubuh, untuk pertumbuhan tulang, pembentukan kulit telur, dan fungsi fisiologis lainnya yang membutuhkan mineral. Mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar atau makro mineral atau mineral utama oleh ternak unggas adalah kalsium, fosfor, sodium, potasium,
BAB V
Kebutuhan Air
Pada Unggas
Hampir 55-75% tubuh ternak terdiri atas air. Air merupakan medium yang sangat cocok untuk mengangkut zat makanan dan zat sisa metabolisme dari dan ke seluruh tubuh. Daya larut dan kekuatan ionisasinya yang tinggi menyebabkan air sangat mudah dalam reaksi sel. Air dapat menjalankan berbagai fungsi yang sangat vital dan merupakan prasyarat untuk dapat berlangsungnya berbagai proses kehidupan dalam tubuh sebagai berikut: 1. Air sebagai komponen darah dan cairan limpa yang
merupakan bagian yang paling vital dalam proses kehidupan;
2. Air sebagai pengatur suhu tubuh,
3. Air sebagai bahan pengangkut zat makanan dalam proses pertukaran zat dalam tubuh/metabolisme, dan 4. Air sebagai pelembut bahan makanan sehingga lebih
mudah dicerna.
Kebutuhan air pada ternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi dengan tiga cara,
Bagian 5
Tahapan
Formulasi
Ransum
Unggas
Tahapan penyusun formulasi ransum unggas dapat dilakukan dengan menerapkan program optimalisasi. Yaitu pemakaian bahan baku yang optimal dengan harga serendah-rendahnya, namun mampu memenuhi kebutuhan nilai nutrisi yang dibutuhkan ternak unggas. Langkah-langkah dalam membuat formulasi ransum, pertama kita harus menentukan persentase pembatasan formulasi ransum yaitu batasan maksimal dan minimal suatu bahan baku pakan dapat digunakan (dilihat dari kandungan nutrisi dan zat antinutrisi yang mungkin ada). Jika tidak dilakukan pembatasan, resiko kelebihan dan kekurangan nutrisi akan berdampak pada tidak tercapainya efisiensi ransum. Pembatasan harga juga perlu diperhitungkan.
Terdapat tiga faktor utama yang merupakan problem dalam penyusunan formulasi ransum yang akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas pakan. Ke tiga hal tersebut adalah harga bahan makanan penyusun ransum unggas, ketersediaan bahan makanan untuk pakan unggas di daerah peternakan tersebut dan kandungan zat-zat makanan bahan pakan unggas. Harga bahan pakan merupakan pertimbangan utama dalam menyusun ransum unggas. Harga bahan pakan unggas bervariasi bergantung pada beberapa hal, antara lain jenis bahan pakan, kebijakan pemerintah dalam bidang pakan ternak, impor bahan pakan, kondisi panen dan tingkat ketersediaan bahan pakan tersebut pada suatu daerah.
BAB I
Menentukan Jenis
Ransum Unggas
Penentuan jenis ransum unggas yang akan diformulasikan sangat penting diperhatikan, hal ini menyangkut dengan kesesuaian dan kebutuhan nutrisi berdasarkan jenis ternak unggas (ayam petelur, ayam pedaging, itik petelur, itik pedaging, puyuh dan lain sejenisnya), jenis kelamin, umur, bobot badan, dan jenis produksi (pedaging, petelur, pre-layer dan lain sebagainya).
Pakan merupakan biaya terbesar dalam pemeliharaan ternak unggas (ayam maupun itik), biasanya berkisar 60-75% dari total biaya produksi. Oleh karena itu, sebagai salah satu dari 3 sendi usaha peternakan (bibit – pakan – manajemen), faktor pakan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pilihan bibit unggas yang baik, artinya dihasilkan dari induk dan pejantan pilihan yang memiliki pertumbuhan yang cepat dan bobot badan yang tinggi akan menghasilkan keturunan yang memiliki potensi pertumbuhan yang cepat. Bibit yang baik mesti dipelihara dengan manajemen yang baik pula
BAB II
Memasukkan Standar
Kebutuhan Nutrien
Dalam memformulasikan ransum unggas salah satu hal yang sangat penting diperhatikan adalah tentang standar kebutuhan nutrien untuk unggas tersebut. Sebagai acuan standar kebutuhan nutrien unggas dapat mengacu kepada standar pakan yang diterbitkan oleh SNI. Standar tersebut telah dibahas dan disepakati secara konsensus nasional dihadiri oleh Tim Komisi Pakan, wakil-wakil dari lembaga penelitian, perguruan tinggi, pelaku usaha dan instansi terkait lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu (quality assurance) dan yang akan mempengaruhi kinerja ternak unggas.
Pada umumnya ternak unggas membutuhkan asupan gizi yang baik bagi pertumbuhannya. Zat gizi atau nutrien tersebut bisa berupa sumber protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral dalam pakan yang dikonsumsinya atau yang dapat disintesis dalam tubuhnya sendiri. Pakan merupakan semua bahan yang dapat dimakan ternak, dicerna, diserap, dan dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhannya.
BAB III
Mimilih Bahan Pakan
dan Komposisi Nutrisi
Sebelum menyusun formulasi ransum unggas selalu harus memperhatikan faktor utama yang akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas pakan tersebut yaitu pemilihan bahan pakan penyusun ransum ternak unggas tersebut, disamping itu juga harus memperhatikan ketersediaan bahan pakan untuk pakan unggas di daerah peternakan tersebut dan kandungan zat-zat makanan bahan pakan unggas serta kebutuhan zat makanan unggas. Salah satu kelemahan penyusunan formulasi ransum unggas selama ini adalah kurang mengoptimalkan potensi bahan pakan lokal. Umumnya sebagian bahan pakan terutama sumber protein masih impor seperti bungkil kacang kedelai dan tepung ikan. Akibatnya harga bahan pakan tersebut relatif mahal. Alasan yang umum dipakai untuk pembenaran impor adalah belum adanya bahan pakan tersebut di daerah lokal dan/atau standardisasi kualitas bahan pakan impor yang relatif stabil. Sementara potensi bahan pakan lokal sampai saat ini belum tergarap dengan baik. Bungkil kacang kedelai memang kurang terdapat di daerah lokal karena jarang
BAB IV
Memasukkan Harga
Bahan Pakan
Harga bahan penyusun formulasi ransum unggas merupakan pertimbangan utama bagi peternak untuk menyusun pakan. Semakin murah harga suatu bahan makanan maka akan semakin menarik bagi peternak. Harga bahan pakan unggas bervariasi bergantung pada beberapa hal, antara lain kebijakan pemerintah dalam bidang makanan ternak, impor bahan makanan dan tingkat ketersediaan bahan pakan tersebut pada suatu daerah. Kebijakan pemerintah selama ini kurang memprioritaskan dunia peternakan termasuk kebijakan tentang harga pakan ternak. Sehingga harga pakan tidak pernah stabil pada suatu imbangan harga tertentu. Berbeda dengan harga pangan yang diusahakan oleh pemerintah untuk selalu stabil pada harga tertentu.
Harga bahan pakan penyusun formulasi ransum unggas secara ekonomis sangat mempengaruhi harga pakan tersebut. Umumnya bahan pakan sumber energi seperti jagung, sorghum dan padi-padian lainnya berharga murah kecuali minyak. Harga minyak mahal karena murni sebagai sumber energi tanpa ada sumber zat makanan
BAB V
Batasan Penggunaan
Bahan Pakan
Pembatasan penggunaan bahan pakan
dimaksudkan agar kita dapat membatasi bahan pakan tertentu yang mungkin harganya mahal atau karena bahan pakan tersebut memiliki anti nutrisi sehingga dibatasi penggunaannya jangan lebih dari jumlah tertentu. Pembatasan juga diperlukan untuk memberikan kesempatan menggunakan berbagai bahan pakan yang lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan nutrien. Pembatasan terutama digunakan bila menginginkan ransum yang dihasilkan murah harganya dengan kandungan zat makanan sesuai kebutuhan unggas.
Kenapa penggunaan bahan pakan perlu dibatasi? Alasannya adalah jika dipakai terlalu banyak akan berpengaruh negatif terhadap ternak. Pengaruh negatif tersebut bisa disebabkan oleh karena mengandung zat nutrisi. Misalnya kedelai mentah kaya akan anti-tripsin sehingga menghambat pencernaan protein. Oleh karena itu, perlu perlakuan sebelum diberikan pada ternak unggas misalnya dengan penyangraian selama 20-30 menit. Tetapi, penyangraian tidak hanya memerlukan
BAB VI
Melakukan Formulasi Ransum
Untuk menyusun formulasi ransum unggas yang baik diperlukan beberapa pengetahuan seperti: pengetahuan tentang bahan pakan (kandungan gizi, adanya faktor pembatas atau anti nutrisi, faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan pakan, dan lainnya), kebutuhan gizi ternak sesuai dengan umur fisiologis atau tingkat produksi, teknik menghitung dan (komputasi) serta teknik yang berhubungan dengan pencampuran dan pembentukan pakan.
Menyusun formulasi ransum pada hakekatnya sama dengan mencampur bahan-bahan pakan yang dimiliki dengan perbandingan tertentu agar campuran tersebut dapat memenuhi kebutuhan ternak untuk berproduksi dengan baik. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mencapai ini. Semakin banyak jumlah bahan yang akan digunakan dan kandungan gizi yang harus dipertimbangkan, maka semakin rumit pula cara untuk penyusunan ransum.
BAB II
Metode Segi Empat
(Square Pearson Method)
Sistem square pearson method atau metode segi empat merupakan sistem pencampuran pakan dengan memakai metode matematika secara sederhana dengan satu nutrien sebagai pembatas seperti protein, energi ataupun mineral. Square pearson method dapat diunkan untuk menentkan kombinasi konsentrat dengan bahan baku pakan sumber energi atau dengan beberapa sumber yang lain.
Sistem ini mencoba mengurangkan dan menambahkan komposisi zat-zat makanan yang dicampurkan. Kelemahan sistem square pearson method ini adalah tidak dapat menyusun bahan makanan dan kebutuhan zat-zat makanan dalam jumlah banyak. Sebagai contoh perhitungan dapat dikemukakan di bawah ini. 1. Contoh pertama
Menyusun ransum itik petelur dengan Protein Kasar =15 %, bahan pakan yang tersedia adalah
BAB III
Computer Method
Seiring dengan kemajuan teknologi komputer, proses penyusunan formulasi ransum unggas dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan hasilnya sangat memuaskan. Dengan mudah dapat mensimulasi berbagai jenis ransum dengan harga yang termurah. Saat ini telah banyak beredar berbagai jenis perangkat lunak untuk memudahkan proses penyusunan formulasi ransum unggas diantaranya seperti program Mixit, Spartan, Brill, Feed Live, Winfeed, UFFDA FeedMania dan banyak lainnya. Namun tentunya semua itu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Berikut ini diuraikan salah satu contoh penggunaan program formulasi ransum menggunakan program FeedMania versi 6.35.
Program FeedMania versi 6.35 merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk menyusun ransum ternak. Program ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan program-program sejenisnya. Dapat digunakan untuk segala macam jenis ransum unggas. Dalam penyusunan formulasi ransum, Feedmania secara otomatis dapat menunjukkan jenis bahan pakan mana yang hraus diubah jumlahnya bila susunan ransum
BAB I
Formulasi Ransum
Ayam Petelur
Formulasi ransum ayam petelur dapat disusun dari berbagai bahan baku pakan lokal yang tersedia di sekitar dan sebaiknya menggunakan bahan baku pakan yang berserat kasar rendah dan berkualitas baik, sehingga dapat menghasilkan suatu formulasi ransum ayam petelur yang berkualitas dan terjangkau harganya. Dalam menyusun formulasi ransum ayam petelur terlebih dahulu perlu ditentukan jenis ransum yang akan disusun, formulasi ransum ayam petelur dapat disusun berdasarkan umur, bobot badan, dan jenis produksi. Berikut ditampilkan beberapa contoh formulasi ransum ayam petelur pada berbagai fase (starter, grower,
BAB II
Formulasi Ransum
Ayam Pedaging
Formulasi ransum ayam pedaging dapat disusun dengan menggunakan bahan baku lokal, dan berserat kasar rendah dan berkualitas tinggi. Formulasi ransum ayam pedaging dapat juga diformula untuk menghasilkan daging dengan rendah lemak, rendah kolesterol dan kaya omega 3 dengan menggunakan teknik manipulasi formulasi ransum yang berkualitas. Berikut ini beberapa contoh formulasi ransum ayam pedaging pada berbagai fase (starter, dan finisher).
Contoh 2.
Formulasi Ransum Ayam pedaging fase Finisher (umur 3-5 minggu)
Bahan baku pakan Persentase penggunaan bahan baku pakan
Jagung 54 Dedak halus 7,0 Bungkil kedelai 13 Bungkil kelapa 8,0 Ampas sagu 2,5 CGM 4,0 Tepung ikan 8,0 CPO 2,0 DCP 0,5 CaCO3 0,5 Premik 0,5 Total 100 Komposisi Nutrien
Energi Meatabolis (kkal/kg) 2918,4
Protein Kasar (%) 19,41 Serat Kasar (%) 4,17 Lemak Kasar (%) 5,01 Kalsium (%) 0,87 Fosfor tersedia (%) 0,49 Lisin (%) 0,96 Metionin (%) 0,41
BAB III
Formulasi Ransum
Itik Petelur
Dalam menyusun formulasi ransum itik petelur ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah tentang keseimbangan kandungan nutrisi. Kandungan nutrisi yang satu harus proposional dengan nutrisi yang lain sebagai suatu kesatuan. Kekurangan atau ketidaktepatan menyebabkan mesin biologis itu bekerja tidak maksimal. Jika berlebih, zat makanan akan menjadi beban fisiologis tubuh dan menjadi terbuang.
Untuk menyiapkan ransum pada itik petelur maka ada beberapa pengetahuan yang harus dikuasai. Pengetahuan itu adalah pengetahuan mengenai: a. Potensi genetik itik petelur, b. Kebutuhan nutrien itik petelur, c. Kandungan nutrien dari bahan pakan yang akan digunakan, serta d. teknik penyusunan ransum. Berikut ini beberapa contoh formulasi ransum itik petelur yang diformulasikan menggunakan limbah ikan leubim pada berbagai fase (starter, grower dan layer).
BAB IV
Formulasi Ransum
Itik Pedaging
Secara alamiah ternak itik memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap pakan yang mengandung serat dibandingkan unggas lain. Ternak itik juga memiliki daya adaptasi lebih baik terhadap lingkungan dan memiliki ketahanan terhadap penyakit yang lebih baik, sehingga dalam pemeliharaan itik tidak begitu perlu diberi obat-obatan peningkat daya tahan tubuh atau vaksin dari penyakit tertentu seperti gumboro atau ND. Selain itu dengan tingginya toleransi terhadap serat kasar, memberi peluang pada penggunaan bahan pakan yang berserat kasar tinggi dan bernilai gizi cukup baik, serta mudah didapat. Berikut ini beberapa contoh formulasi ransum itik pedaging yang diformulasikan menggunakan tepung keong mas pada berbagai fase (starter, dan finisher).
BAB V
Formulasi Ransum
Puyuh
Faktor yang berpengaruh besar terhadap produktivitas puyuh, yaitu manajemen pemberian pakan yang berperan penting dalam menetukan kualitas produk ternak puyuh. Pakan yang digunakan apabila berkualitas baik dan mencukupi kebutuhan nutrisi ternak puyuh maka produksi yang dihasilkan juga akan berkualitas baik namun salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian khusus adalah mahalnya biaya pakan sumber protein seperti bungkil kedelai dan tepung ikan, dengan demikian pemanfaatan limbah yang dapat menggantikan bahan pakan sumber protein menjadi sanagt penting dilakukan.
Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah (by product) dalam formulasi ransum ternak puyuh. Salah satu limbah yang dapat digunakan adalah ampas sagu dalam formulasi ransum puyuh. Berikut ini beberapa contoh formulasi ransum puyuh yang diformulasikan menggunakan ampas sagu pada berbagai fase (anak, puyuh dara dan bertelur).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, C. A., 2000. Enzim komponen penting dalam pakan bebas antibiotika. Feed Mix Special. http ://www.alabio.cbn.net.
Amrullah, I.K., 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Penerbit Lembaga Satu Gunung Budi KKP IPB Baranang Siang. Bogor.
Annison, G. 1993. The role of wheat non starch polysaccharides in broiler diets. Aust. J. Agric. Res. 44 : 405 – 422
Arifin, C.K. 2018. Kamus dan Rumus Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penerbit PT. Gallus Indonesia Utama. Jakarta Selatan
Bidura, I.G. N. G., N. L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan I. B. G. Partama. 2008. Pengaruh pemberian ransum terfermentasi terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan jumlah lemak abdomen pada itik Bali. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Vol. 33 (4) : 274-281
Daud, M. 2018. The Effects of Leubiem Fish Waste (Chanthidermis Maculatus) As Protein Source in Rations on The Performance of Male Alabio Ducks. Proceding Internasional Seminar Animal Industry. 28-30 Agustus 2018. IPB Convention Center-Bogor. Daud, M. 2018. Feeding Local Fermentation To Production and Carcass Percentage of Peking Duck. Proceding International Seminar on Livestock Production and Veterinary Technology. 16-17 October 2018, Medan.
Daud, M., Fuadi, Z., Mulyadi. 2017. Performans dan Persentase Karkas Ayam Ras Petelur Jantan Pada Kepadatan Kandang yang Berbeda. Jurnal Agripet. 17(1):67-74.
Daud, M., Mulyadi., Fuadi, Z., 2016. Persentase karkas itik peking yang diberi pakan dalam bentuk wafer ransum komplit mengandung limbah kopi. Jurnal Agripet. 16 (1): 62-68.
Daud M, W.G. Piliang, dan I.P. Kompiang. 2007. Persentase dan kualitas karkas ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. JITV. 12(3):167174
Farrah Virginia. 2015. Kajian Pengeringan Gabah yang Menggunakan Sistem Kendali Udara Lingkungan dan Penjemuran. Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hal 42-44.
Hermana, W, D.M Suci. 2012. Pakan Ayam. Penerbit Penebar Swadaya. Cimanggis Depok.
Khawaja T., S.H Khan and N.N Ansari. 2007. Effect of different leevels of blood meal on broiler performance during two phases of growth. International Journal of Poltry Science. 6 (12): 860-865.
McDonald, P., R.A Edward, J.F.D Greenhalgh, and C.A Morgan. 1998. Animal Nutrition. Longman Publishers.
NRC. l984. Nutrient Requirement of Poultry. National Academy Press.Washington, D. C.
Titin, K. 2011. Potensi Tepung Darah Sebagai Sumber Protein Pakan Ikan Alternatif. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. 1001-1008.
Setiowati S., E. Sudjarwo and A.A Hamiyanti. 2014. The effect of blood meal addition in the feed to carcass and giblet percentages of quail.
Scott, M. L., M. C. Neisheim and R. J. Young. l982. Nutrition of The Chickens. 2nd Ed. Publishing by : M. L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.
Tentang Penulis
Muhammad Daud, lahir di Padang Rasian, Aceh Selatan pada Tanggal 11 April 1977.
Menempuh Pendidikan
Sarjana Peternakan (S1) tahun 1997 dan selesai tahun 2001, Pendidikan Magister Ilmu Ternak (S2) ditempuh sejak tahun 2002 selesai tahun 2005, dan Pendidikan Doktor Ilmu Ternak ditempuh sejak tahun 2006 dan selesai tahun 2010 di Institut Pertanian Bogor (IPB). Berbagai hasil penelitiannya sudah dipublikasikan pada Jurnal dan Prosiding Nasional dan International. Penulis merupakan staf pengajar di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Buku Ajar Teknologi Formulasi Ransum Unggas ini adalah karya pertamanya yang diterbitkan oleh Unsyiah Press bersama tim penulis Zulfan. Penulis dapat dikunjungi di alamat
Zulfan, lahir di Banda Aceh pada Tanggal 7 Juni 1965.
Menempuh Pendidikan
Sarjana Produksi Ternak (S1) tahun 1985 -1989, di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menyelesaikan Pendidikan Magister bidang ilmu Poultry Science (S2) tahun 1995-1996, di Clemson University, USA. Berbagai penelitian sudah dilakukan dan hasil penelitiannya sudah dipublikasikan pada Jurnal dan Prosiding Nasional dan International. Penulis merupakan staf pengajar di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Penulis dapat dikunjungi di alamat [email protected].